Anda di halaman 1dari 5

Konflik antar suku batak dan melayu

Protes Rumah Adat Batak di Bumi Melayu, LAM: ini bukan konflik Etnis

Penulis : admin | Sabtu, 03 Maret 2018 - 23:38 WIB

Suasana Aksi Protes Massa LAMR Kecamatan Mandau di Lokasi Menuju Gedung Rumah Adat Batak yang Akan
Diresmikan | Istimewa

Beritariau.com, Bengkalis - Emosi ratusan massa dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kecamatan Mandau
Kabupaten Bengkalis, Sabtu (03/03/18), meluap memprotes rencana peresmian gedung yang diklaim pemiliknya
sebagai Rumah Adat Suku Batak di Bumi Melayu.

Massa yang dikomandoi LAMR Mandau itu ramai-ramai mendatangi gedung yang berlokasi di Jalan Rangau,
Kilometer 7, Kelurahan Pematang Pudu, Mandau itu.

Pagi sekitar pukul 09.00 wib, massa berangkat dari Balai Adat LAMR Mandu dan menggelar long march menuju
Gedung tersebut.

Massa sempat berorasi di depan pintu gerbang kawasan pemilik gedung tersebut. Teriakan massa juga disertai
dengan aksi pencopotan spanduk dari salah satu merek rokok yang jadi sponsor peresmian Rumah Adat tersebut.

"Kami minta acara peresmian itu dihentikan. Kami tak pernah membangun Rumah Adat Melayu di kampung orang
lain. Tolong jangan bangun rumah adat lain di Bumi Melayu ini," kata Ketua LAMR Mandau Dzulfikar Indra.

Beruntung, pihak kepolisian langsung datang dan mampu meredam massa. Kapolres Bengkalis AKBP Abas Basuni
bersama ratusan personel langsung turun ke lokasi untuk mencegah terjadinya adu fisik atau kericuhan.

Kepada massa, Abas berjanji mempertaruhkan dirinya jika ada kegiatan di gedung tersebut yang melanggar aturan.
Abas juga meminta agar massa membubarkan diri dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan satu sama lain.

"Massa mengerti dengan apa yang kita sampaikan, saya harap semua pihak saling menahan diri. Tidak perlu
berbuat sesuatu yang sama-sama tidak kita inginkan," ucapnya.

Dijelaskannya, konflik bermula diawali adanya rencana peresmian rumah adat yang mengundang banyak pihak dan
akan digelar selama selama 7 hari 7 malam.

anandafitrah
Acara tersebut pun tak mengantongi STTP Izin Keramaian dari Kepolisian. Meski pihak pemilik gedung mengganti
judul acara menjadi peresmian Yayasan Tawar Mula Jadi, namun, LAMR tetap menolak. Penolakan pun berubah
menjadi aksi demo di lokasi tempat acara

"Karena pertimbangan keamanan, maka polisi menghentikan dan membubarkan acara," lanjut Abas.

Abas mengaku, untuk mencegah cekcok, pihaknya terpaksa melakukan penyekatan sehingga ke dua kelompok ini
tak sempat bertemu.

Setelah mendapat pengarahan dari kepolisian, massa membuatkan diri pada pukul 12.30 wib. Kepolisian juga
berkomunikasi dengan pemilik gedung yang diprotes pihak LAM

Terpisah dihubungi Dzulfikar Beritariau.com, menyatakan apreasi kepada Polres Bengkalis dan Jajaran yang
memahami alasan penolakan ini dan telah mengawal aksi protes dengan lancar. Ia mengaku, polemik ini, bukan
polemik antar komunitas atau suku.

"Saya ucapkan terima kasih kepada Polres Bengkalis yang mengerti alasan kami. Saya tegaskan, masalah ini akibat
kepentingan pribadi yang tak sesuai dengan adat Melayu. Jadi, bukan masalah antar Paguyuban atau etnis. Ini
antar pribadi dengan LAM," tegas Dzulfikar.

Ia juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada masyarakat suku batak yang memahami sikap mereka ini.
"Termasuk kepada IKBDS (Paguyuban Batak, red), kita ucapkan terima kasih," katanya.

Menurutnya, protes itu telah disampaikannya sejak 3 (tiga) tahun lalu. Dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
katanya, pihak pemilik mengaku bahwa bangunan itu bukan Gedung adat, tapi Rumah Tinggal. "Saya harap, Pemda
bisa mengkaji ulang," jelasnya.

Merespon kejadian ini, Ketua Umum Ikatan Keluarga Batak Riau (IKBR) Tumpal Hutabarat mengaku bahwa
pihaknya sudah sempat mengecek sendiri permasalah tersebut.

"Awalnya, kita sudah komunikasi dengan pemilik gedung, kita sampaikan isu yang berkembang atas tindakannya
itu. Tapi, sepertinya yang bersangkutan tetap pada pendiriannya," ungkap Tumpal.

Ia juga menegaskan, bahwa pendirian Rumah Adat tersebut tak ada kaitan dengan Paguyuban Batak. "Itu inisiatif
dia sendiri, dan kami juga sudah berkoordinasi dengan LAM Riau. Bahkan, LAM sendiri sudah melakukan upaya
persuasif," bebernya.

Atas kejadian itu, Tumpal menghimbau warga Riau etnis Batak agar tak terpancing dan mengembangkan isu-isu
yang berpotensi memicu konflik yang dapat memecah kebersamaan.

"Jangan terpancing isu-isu provokatif. Dan kita juga apresiasi langkah kepolisian melakukan pengawalan,"
tutupnya.

Untuk diketahui, penolakan ini sudah berulang kali disampaikan LAMR Mandau. Bahkan, rapat bersama yang
digelar di Kantor Camat Mandau, pihak pemilik Gedung yakni, N boru Nainggolan, tetap bersikukuh meresmikan
gedung tersebut. Akhirnya, LAMR Mandau terpaksa mengumpulkan massa untuk memprotes rencana tersebut.
[red

anandafitrah
KONFLIK ANTAR SUKU TORAJA DAN BAHODOPI

Menurut keterangan yang di himpun dari berbagai sumber, menyebutkan pemicu bentrokan tersebut berawal di
cafe bintang, bahodopi, salah seorang pengunjung mencari yang terjago dari orang Toraja dan berkata kotor yang
membuat warga Toraja yang juga berada di cafe tersebut menjadi tersinggung

Pada malam itu juga kedua kubu yang bertikai

Di pertemukan pada Polsek setempat untuk di damaikan, pelaku yang di sertai pak.camat setempat meminta maaf
atas peristiwa yang sudah terjadi

Namun keesokan harinya sekretariat kerukunan keluarga Toraja (KKT) dan rumah makan Soraya di serang oleh
sejumlah warga karena tidak menerima camat mereka meminta maaf

Kerusuhan antar warga akhirnya pecah, menurut keterangan seorang warga mangkutana yang tidak mau
disebutkan identitasnya, akibat dari bentrokan yang terjadi, tiga orang warga penduduk asli mengalami luka-luka

“Tadi malam saya di telepon oleh adik yang kerja di Morowali, katanya keadaan disini masih was-was, karena ada
tiga orang penduduk asli setempat yang mengalami luka-luka akibat bentrokan,” katanya saat dihubungi, Minggu
pagi ini

Sedangkan menurut wahid

Salah seorang yang bekerja di tambang yang ada di Morowali mengatakan pagi ini suasana kembali memanas

“Kemarin itu ada yang menggunakan senjata rakitan, busur, papporo, parang, ini pagi Saya dapat info langsung dari
teman-teman Toraja yang berada di daerah trans Bahodopi, disini yang lagi panas, sampai-sampai sudah razia
KTP,” kata Wahid via telepon

Akibat bentrokan tersebut Tiga orang warga Bahodopi mengalami luka parah, sampai berita ini di turunkan, belum
di ketahui berapa jumlah korban keseluruhan.
SUKU LAMPUNG DAN BALI
Perang Suku di Lampung – Sebuah Dendam Lama – Provinsi Lampung yang berada di ujung timur pulau sumatera ini memang
memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di sumatera. Di provinsi yang berpenduduk 7.608.405
jiwa (sensus 2010) ini ditempati oleh berbagai suku, selain suku asli lampung sendiri di provinsi tersebut juga banyak
penduduk / suku yang berasal dari Semendo (sumsel), Bali, Lombok, Jawa, Minang/Padang, Batak, Sunda, Madura, Bugis,
Banten, Palembang, Aceh, Makassar, warga keturunan, dan Warga asing (China, Arab).

Salah satu keunikan lainnya dari provinsi lampung ialah banyak nama daerah / kecamatan nya yang dinamai seperti nama
daerah di pulau jawa, seperti bantul, wates, wonosari, sidoarjo dsb. Hal tersebut bisa terjadi karena memang sejak zaman
dahulu ( belanda ) provinsi lampung adalah salah satu tempat tujuan transmigrasi besar – besaran dari tanah jawa. Bahkan
banyak masyarakat Lampung suku Jawa yang belum pernah menginjakkan kakinya di Pulau Jawa.

Jika Anda berkunjung ke Lampung, jangan heran menyaksikan jumlah suku asli lampung lebih sedikit dibandingkan suku-suku
pendatang lainya. Bahasa yang digunakan sehari – hari pun adalah bahasa Indonesia, berbeda dengan provinsi yang
bertetangga dengan lampung seperti bengkulu dan sumatera selatan yang masih menggunakan bahasa daerah masing – masing
sebagai alat komunikasi. Bahkan di beberapa kota / daerah di lampung bahasa jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi.

Tentunya dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan untuk terjadinya konflik pun
semakin tinggi. Sebenarnya konflik – konflik antar suku sudah sering terjadi di provinsi lampung baik itu antara suku asli
lampung dengan bali seperti yang terjadi saat ini, maupun jawa dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga
suku tersebut yang sering terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang paling banyak.

Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah desa yang seluruh penduduknya berisi orang bali. Di tempat
tersebut juga biasanya terdapat sebuah pura besar tempat mereka melakukan kegiatan agama, sama persis seperti keadaan di
bali.

Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-
nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk
pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.

Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik terhadap para pendatang, mereka menyambut baik kedatangan para
pendatang tersebut tetapi memang terkadang para pendatang lah yang sering menyulut amarah penduduk asli lampung.
Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal
tersebut berkaitan dengan masalah “harga diri”.

Konflik antar suku dilampung memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya
dan pemicunya hanyalah berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang suku saat ini
yaitu di Sidorejo kecamatan Sidomulyo juga pernah terjadi pada bulan januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan
lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung :

Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.

29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari pencurian ayam.

September 2011 : Jawa vs Lampung

Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung

Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.

Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang pernah terjadi diatas di lampung juga
sering terjadi konflik – konflik kecil antar suku namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.
Dari konflik – konflik kecil tersebut timbullah dendam diantara para suku – suku tersebut sehingga jika terjadi insiden kecil bisa
langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama,
bahkan hal tersebut sudah terjadi sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak – anak suku bali tidak mau
bermain / bersosialisasi dengan anak – anak suku lainnya begitu juga dengan anak – anak dari suku jawa maupun lampung.
Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan
tentunya akan melibatkan suku mereka.

Terkait degan bentrokan di Lampung Selatan, Minggu (28/10/2012), Divisi Humas Mabes Polri hari ini, Senin (29/10/2012)
merilis kronologis resmi versi Polisi terkait bentrokian tersebut melalui laman online humas mabes polri di www.polri.go.id.

Berikut kronologis lengkap bentrok yang merenggut 3 nyawa tersebut :

Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di desa Sidorejo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung
Selatan, telah terjadi bentrokan antara warga suku Lampung dan warga suku Bali. Kronologis kejadian : Pada hari Sabtu tanggal
27 Oktober 2012 pukul 17.30 WIB telah terjadi kecelakaan lalu-lintas di jalan Lintas Way Arong Desa Sidorejo (Patok) Lampung
Selatan antara sepeda ontel yang dikendarai oleh suku Bali di tabrak oleh sepeda motor yang dikendarai An. Nurdiana Dewi, 17
tahun, (warga Desa Agom Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan berboncengan dengan Eni, 16 Th, (warga desa Negri Pandan Kec.
Kalianda Kab. Lampung Selatan). Dalam peristiwa tersebut warga suku Bali memberikan pertolongan terhadap Nurdiana Dewi
dan Eni, namun warga suku Lampung lainnya memprovokasi bahwa warga suku Bali telah memegang dada Nurdiana Dewi dan
Eni sehingga pada pukul 22.00 WIB warga suku Lampung berkumpul sebanyak + 500 orang di pasar patok melakukan
penyerangan ke pemukiman warga suku Bali di desa Bali Nuraga Kec. Way Pani. Akibat penyerangan tersebut 1 (satu) kios obat-
obatan pertanian dan kelontongan terbakar milik Sdr Made Sunarya, 40 tahun, Swasta. Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober
2012 pukul 01.00 WIB, masa dari warga suku Lampung berjumlah + 200 orang melakukan pengrusakan dan pembakaran rumah
milik Sdr Wayan Diase. Pada pukul 09.30 WIB terjadi bentrok masa suku Lampung dan masa suku Bali di Desa Sidorejo
Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. Akibat kejadian tersebut 3 (tiga) orang meninggal dunia masing-masing
bernama: Yahya Bin Abdul Lalung, 40 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka robek pada bagian kepala terkena senjata
tajam, Marhadan Bin Syamsi Nur, 30 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka sobek pada leher dan paha kiri kanan dan Alwi
Bin Solihin, 35 tahun, Tani, (warga Lampung), sedangkan 5 (lima) orang warga yang mengalami luka-luka terkena senjata tajam
dan senapan angin masing-masing : An. Ramli Bin Yahya, 51 tahun, Tani, (warga Lampung) luka bacok pada punggung, tusuk
perut bagian bawah pusar, Syamsudin, 22 tahun, Tani, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian Kaki. Ipul, 33
tahun, Swasta, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian paha sebelah kanan dan Mukmin Sidik, 25 tahun,
Swasta, (warga Lampung) luka Tembak Senapan Angin di bagian betis sebelah kiri. Kasus ditangani Polres Lampung Selatan
Polda Lampung. Mungkin dengan kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi para penduduk lampung untuk melakukan instropeksi
diri masing – masing. Banyak warga asli lampung mengatakan para pendatang didaerah mereka tidak tahu diri, tidak sopan atau
menghargai mereka sebagai penduduk asli. Begitu juga dengan warga pendatang jangan karena merasa mereka memiliki
kelompok yang banyak dan memiliki solidaritas yang besar terus bersikap semena – mena terhadap suku lainnya karena walau
bagaimanapun mereka adalah pendatang / tamu dan layaknya seorang tamu tentu harus menghormati tuan rumah.

Segala macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meredam konflik di Lampung, sering diadakannya pertemuan
antar ketua adat di lampung ternyata belum mampu meredam konflik – konflik yang sering terjadi, hal tersebut terjadi karena
diantara mereka sebenarnya saling menyimpan dendam

Anda mungkin juga menyukai