Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KASUS SISTEM INTEGUMEN

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pengganti tutorial mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Disusun oleh:

Muntiq Jannatunna’im 220110170129

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Kasus pada sistem
integumen. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah (KMB).
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Maka dari itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan
kesalahan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan terhadap pembaca.

Jatinangor, 25 Juni 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................2


DAFTAR ISI ..................................................................................................................3
BAB I ............................................................................................................................4
KASUS SPORIASIS......................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................6
KASUS LUKA BAKAR................................................................................................6
BAB III...........................................................................................................................8
KASUS DERMATITIS KONTAK................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................9

3
BAB I
KASUS PSORIASIS

Seorang Perempuan berusia 41 tahun datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan
gatal dan kemerahan di area paha dan bokong. Saat pengkajian area luka tampak bercak
merah lesi multiple pada paha dan bokong berbentuk bulat dengan ukuran 0,5x0,5x0,1cm–
1x1x0,1cm, bagian tepi luka teraba keras dan berbatas tegas bersisik seperti perak, area luka
diberikan vaseline sesuai indikasi dokter. Pasien mengaku dahulu ketika usia 7 tahun pasien
mengobati luka dengan belerang dan hal tersebut dianggap berhasil. Pasien merasa keluhan
gatal memberat ketika pasien mempunyai banyak masalah seperti saat ini. Hasil pemeriksaan
fisik; Tekanan darah 110/70mmHg, Frekuensi Nadi 74x/menit, Frekuensi Napas 18x/menit,
Suhu tubuh 36,50c, BB: 47Kg, TB: 153cm. Hasil pemeriksaan laboratorium Hemoglobin:
11.9g/dL, Hematokrit 38,2%, Leukosit; 7300/mmk, Limfosit 49%.

Pembahasan kasus dari jurnal

Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit krosis yang disebabkan oleh autoimun.
Sifatnya residif dan ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
kasar. Ukuran lesi biasanya bervariasi dari ukuran kcil sampai plak yang menutupi sebagian
besar tubuh.
Penyakit ini dipengaruhi oleh faktor genetik, imunitas, dan lingkungan. Faktor
penting dalam prevalensi dan insiden psoriasis meliputi usia, jenis kelamin, geografi, dan
etnis. Faktor dari psoriasis itu sendiri juga mempengaruhi variasi seperti keragaman masa
remisi-kambuh, perbedaan presentasi klinis, dan variasi dalam tingkat keparahan.
Penyakit ini biasa menyerang pada dewasa muda dan jarang pada bayi dan dewasa
lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita sama. Lebih banyak ditemukan di daerah dengan
iklim sedang. Psoriasis tidak menyebabkan kematian.
Terdapat tiga macam psoriasis yaitu:
1. Psoriasis Gutata: ukuran 0,2-1 cm bentuk bulat atau sedikit lonjong simetris
2. Psoriasis Plakat: bentuk yang paling sering ditemukan berupa lesi merah tertutup sisik
yang terus berganti dan dapat bertahan berbulan–bulan atau tahun.
3. Psoriasis Pustulosa: ditandai dengan eritema skuama pustul miliar berwarna putih atau
kekuningan. Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap
sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.
Untuk psoriasis pustulo, terdapat tiga kelompok berdasarkan ada tidaknya riwayar
psoriasis, yaitu:
1. Kelompok pertama, terdapat psoriasis lama dengan onset dini
2. Kelompok kedua, riwayat psoriasis sebelumnya bentuk atipikal pada keadaan onset
relatif lambat

4
3. Kelompok ketiga, psoriasis pustulosa mencul tanpa ada riwayat sebelumnya.
Pengobatan psoriasis belum ada yang dapat menyembuhkan secara total penyakit
tersebut, tetapi dapat membantu mengontrol gejala dari penyakit itu sendiri. Pengobatan
promotif untuk menenangkan pasien dan memberi dukungan emosial dan menekankan
psoriasis tidak menular. Untuk menghindarinya, pengbatan preventif perlu dilakukan dengan
cara mengurangi faktor pencetus yaitu, stres psikis, infeksi fokal, endokrin dan pola hidup
seks bebas.

5
BAB II
KASUS LUKA BAKAR

Seorang perempuan berusia 45 tahun dirawat di unit luka bakar hari ke-5 karena mengalami
luka bakar akibat ledakan kompor yang mengenai kepala dan leher, sekeliling dari setengah
bagian tubuh atas,dan sekeliling dari setengah kedua tangan bagian bawah. Pasien mengeluh
nyeri pada seluruh area luka bakar, nyeri dirasakan seperti disayat-sayat, keluhan bertambah
pada area luka terkena gesekan. Nyeri hilang timbul dengan durasi tidak menentu dengan
skala nyeri 4 dari 10. Terlihat luka mengenai subkutis dan terbentuk bulla. Hasil pemeriksaan
fisik ; Frekuensi napas 24x/menit, frekuensi nadi 85 x/menit, Tekanan Darah 120/70 mmHg,
Suhu 380C, BB; 49, TB; 160. Pemeriksaan Laboratorium; Hb 10gr/dl, Ht 34%gr/dl, MCV
80,MCH 30, MCHC 34, Leukosit 13500, Ureum 21, kreatinin 0,8 Albumin 2,3, protein total
6,1. Pasien sudah diberikan terapi Tramadol 2 x 1 amp.

Pembahasan kasus dari jurnal

Luka bakar adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas, radiasi, listrik,
dan zat kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan mesubah berbagai
sistem tubuh. Luka bakar dapat menyerang psikologis, terutama jika daerah yang terkena
cukup luas. Untuk biayanya dan perawatan sendiri cukup mahal dan membutuhkan waktu
yang lama.
Luka bakar terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda yang
menghasilkan panas secara langsung maupun tidak langsung. Kulit adalah organ tubuh yang
terluar. Tebal kulit bervariasi tergantung letak, umur dan jenis kelaminnya.
Fase luka bakar terbagi menjadi tiga. Pembagian ini akan membantu dalam
penanganan luka bakar yang lebih terintegrasi. Fase-fase tersebut antara lain:
1. Fase akut/syok. Ditandai dengan penderita mendapatkan perawatan di IRD/Unit luka
bakar. Seperti penderita trauma lainnya, penderita luka bakar mengalami ancaman
gangguan jalan nafas, mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi.
2. Fase subakut/flow. Fase ini berlangsung setelah fase syok teratasi. Permasalahnya
adalah proses inflamasi atau infksi pada luka bakar.
3. Fase lanjut. Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan kontrol
rawat jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya penyulit seperti jaringan
parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan adanya
kontraktur.
Kedalaman luka bakar juga dibagi menjadi tiga derajat kedalaman. Tergantung dari
sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan permukaan kulit. Derajat kedalaman luka
antara lain:

6
1. Luka bakar derajat I dengan kerusakan terbatas pada lapisan epidermis. Salep
antibiotika dan pelembab kulit dapat diberikan dan tidak memerlukan balutan.
2. Luka bakar derajat II dengan kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis.
Derajat ini terdapat bula dan menyebabkan nyeri. Perawatan luka dengan
pembalutan, salep antibiotika perlu dilakukan tiap hari. Penutup luka sementara
(xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis) dapat diberikan sebagai
pengganti pembalutan. Penyembuhan terjadi lebih lama, sekitar 3-9 minggu dan
meninggalkan jaringan parut.
3. Luka bakar derajat III, dengan keruakan meliputi tebal kulit hingga jaringan
subkutis, otot dan tulang. Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan
ujung-ujung saraf sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak ada epitelisasi
spontan.
Terdapat berbagai pengobatan untuk menyembuhkan luka bakar. Antara lain dengan
madu dan mentimun. Madu dapat mempercepat penyembuhan luka empat kali lebih cepat
dari pada dirawat dengan obat lain. Madu mengandung hidrogen peroksida yang memiliki
osmolaritas tinggi dan sifat anti bakteri yang membuat lingkungan lembab. Perawatan luka
bakar derajat II menggunakan madu yang dilakukan 2-3 kali per hari terbukti paling efektif
dan mempercepat penyembuhannya. Sedangkan pada luka dengan derajat yang sama, parutan
mentimun tidak dapat menyembuhkan secara lebih cepat, namun parutan mentimun dapat
digunakan untuk mengobati luka bakar. Diduga, mentimun yang memiliki kandungan seperti
saponin (Johan, 2005), yang diperlukan pada luka bakar, tidak mencukupi sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan saponin dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.

7
BAB III
KASUS

Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan
gatal disertai bercak merah dan terasa panas di kedua tangan. Klien mengatakan sejak 7 hari
yang lalu bercak kemerahan tersebut mulai muncul ketika klien selesai mencuci piring
dengan menggunakan detergen cair pakaian karena detergen untuk mencuci piring klien
habis. Saat pengkajian bercak merah tampak bersisik tebal seperti kerak ukuran 1,5x3x0,5 cm
- 2x3x0,5cm sehingga timbul kekakuan pada telapak tangan, klien mengatakan malu ketika
berjabat tangan dengan orang lain, sehingga klien selalu memakai sarung tangan. Hasil
Pemeriksaan fisik Tekanan Darah: 120/80 mmHg, frekuensi napas 24x/menit, frekuensi nadi
96x/menit, suhu 37,80C. Hasil laboratorium Hb 9gr/dL, Ht 30%/dL, Trom 320000, Leu
12000/mmk.

Pembahasan kasus dari jurnal

Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan lokal non imunologik pada kulit yang
disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Epidermis mengalami
kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Prevalensi dermatitis di
Indonesia 6,78%. Faktor resiko yang mempengaruhi salah satunya adalah pekerjaan.
Untuk mendiagnosis dermatitis kontak alergi didasari dengan hasil anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan
melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh permukaan
kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena berbagai sebab endogen.
Diagnosis banding dari dermatitis kontak alergi adalah dermatitis kontak iritan, dermatitis
atopik, dermatitis numularis.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia
(anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan
daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada
wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.
Dalam penelitian di rumah sakit X Tanjung dengan mayoritas responden berusia 21-
40 tahun dengan jumlah 62 orang terdapat 13 orang yang menderita dermatitis iritan. Untuk
profesi menunjukkan perawat, bidan dan petugas laundry merupakan profsi yang paling

8
banyak menderita dermatitis iritan. Hal tersebut dapat terjadi dari penggunaan sarung tangan
latex yang merupakan bahan iritan berpotensi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anggowarsito, J. L. (2014). POTENCY OF HONEY IN TREATMENT OF BURN


WOUNDS. Jurnal Widya Medika Surabaya , 115-120.
Anshar, R., & Pramuningtyas, R. (2016). HUBUNGAN PEKERJA BASAH DENGAN
KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PETUGAS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT X TANJUNG, TABALONG, KALIMANTAN
SELATAN. Biomedika , 25-30.
Balqis, U., Frengky, & Azzahrawani, N. (2016). EFIKASI MENTIMUN (Cucumis sativus
L.) TERHADAP PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA BAKAR (Vulnus
combustion) DERAJAT IIB PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) . Jurnal
Medika, 90-93.
Batasina, T., Pandaleke, H., & Suling, P. (2017). Profil dermatitis kontak alergi di poliklinik
rsup prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Januari – Desember 2013 . Jurnal e-
Clinic (eCl).
Dewi, D. A., & Indira, I. G. (2018). INSIDEN DAN PROFIL PSORIASIS DI POLIKLINIK
KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR PERIODE JANUARI 2012 SAMPAI DESEMBER 2014. E-JURNAL
MEDIKA, 1-7.
Indrawan, I. A., Suwondo, A., & Lestantyo, D. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Bagian Premix Di PT. X
Cirebon. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal), 110-118.
Johan, R., & Hamzah, R. A. (2016). Gejala Klinis dan Terapi Psoriasis Pustulosa
Generalisata tipe von Zumbuch. CDK-237, 117-122.
Krisnarto, E., & Novitasari, A. (2016). Faktor Prediktor Kualitas Hidup Pasien Psoriasis :
Studi Cross Sectional. Junal Kedokteran Muhamadiyah.
Moningka, A., Kandou, R. T., & Niode, N. J. (2015). PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK
KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE
JANUARI-DESEMBER 2012 . Jurnal e-Clinic (eCl), 646-650.
Purwaningsih, L. A., & Rosa, E. M. (2015). Respon Adaptasi Fisiologis dan Psikologis
Pasien Luka Bakar yang Diberikan Kombinasi Alternative Moisture Balance Dressing
dan Seft Terapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta . Muhammadiyah Journal of
Nursing, 41-48.
Rembulan, V. (2015). POTENCY OF HONEY IN TREATMENT OF BURN WOUNDS. J
MATORITY, 105-112.
Witasaei, D., & Sukanto, H. (2014). Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penelitian
Retrospektif . BIKKK - Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodic al of
Dermatology and Venereology, 161-167.

10
11

Anda mungkin juga menyukai