Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

STASE KMB DI RUANG STROKE CENTER


RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH :
NAZILA RAHMATINA
NPM. 19149011100

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

Epilepsi adalah suatu gangguan Etiologi


pada sistem syaraf otak manusia 1. Idiopatik: Epilepsi pada anak
karena terjadinya aktivitas yang sebagian besar merupakan
berlebihan dari sekelmpok sel epilepsi idiopatik.
neuoron pada otak sehingga 2. Faktor herediter: ada beberapa
menyebabkan berbagai reaksi penyakit yang bersifat herediter
pada tubuh manusia mulai dari yang disertai bangkitan kejang
bengong sesaat, kesemutan seperti sklerosis tuberosa,
gangguan kesadaran, kejang neurofibromatosis, angiomatosis
kejang dan atau kontraksi otot. ensefalotrigeminal,
Epilepsi merupakan akibat dari fenilketonuria,
gangguan otak kronis dengan hipoparatiroidisme,
serangan spontan yang berulang Diagnosa 2: Ketidakefektifan
hipoglikemia. Pola Nafas
(Satyanegara dalam Nurarf dan 1. Definisi 3. Faktor genetik; pada kejang
Kusuma, 2015). Inspirasi ataudemamekspirasi
& breathyang
holdingtidak
spells.
memberi ventilasi yang adekuat
4. Kelainan konginetal otak; atrofi,
Pemeriksaan Penunjang (Wilkinson dan porensefali,
Ahern, 2011). agenesis korpus
1. CT Scan untuk mendeteksi kalosum.
2. Batasan karakteristik
lesi pada otak, fokal - Dispnea5. Gangguan metabolik;
abnormal, serebrovaskuler hipoglikemia, hipokalsemia,
- Nafas pendek hiponatremia, hipernatremia.
abnormal, gangguan
degeneratif serebral. - Perubahan ekskursiradang
6. Infeksi; dada yang disebabkan
2. Elektroensefalogram (EEG) - Mengambiloleh bakteri/virus
posisi padatumpu
tiga titik otak dan
untuk mengklasifikasi tipe (tripod) selaputnya, toksoplasmosis.
kejang, waktu serangan. 7. Trauma; kontusio serebri,
- Bradipnea hematoma subarakhnoid,
3. Magnetik Resonance
Imaging (MRI). - Penurunan hematoma tekanansubdural.inspirasi-
4. Kimia darah: hipoglikemia, ekspirasi
8. Neoplasma otak dan selaputnya.
meningkatnya BUN, kadar - Penurunan9. Kelainan pembuluh
ventilasi semenit darah,
alkohol darah. malformasi,
- Penurunan kapaasitas vital penyakit kolagen
10. Keracunan; Timbal (Pb),
- Peningkatan kamper diameter (kapur anterior-
barus),
Manifestasi Klinis Komplikasi posterior fenotiazin, air
Manifestasi dari epilepsi, yaitu: (Turana, 2007) Status Epileptikus adalah aktivitas kejang yang
- Nafas cuping hidung penyakit
11. Lain-lain; darah,
Sawan parsial (kesadaran tetap normal) berlangsung terus menerus lebih dari 30- menit gangguan keseimbangan
Ortopnea
1. Gejala motorik tanpa pulihnya kesadaran. Status mengancam hormon, degenerasi serebral, dll.
- Tidak menjalar adalah serangan kedua yang terjadi -dalam Fase ekspirasi memanjang
- Dan menjalar waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran Pernafasan bibir mencucu
- anti
2 Gejala somatosensoris (rasa kesemutan dan serangan. - Takipnea
seperti ditusuk2) Menurut (Pinzon, 2007) komplikasi - yang Penggunaan otot bantu asesorius
- Terlihat cahaya mungkin timbul akibat epilepsi antara lain:
- Terdengar sesuatu cedera kepala, cedera mulut, luka bakar dan
untuk bernafas
- Terkecap sesuatu fraktur. 3. Faktor yang berhubungan
- Vertigo - Ansietas
3 Pucat, berkeringat Diagnosa Keperawatan yang mungkin - Posisi tubuh
4 Gejala psikis (gangguan fungsi luhur) muncul - Deformaitas tulang
- Disfagsia (ganggua bicara) Diagnosa 1: Hambatan Mobilitas Fisik
- Dimensia ( gangguan proses ingatan) - Deformitas dinding dada
1. Definisi
- Halusinasi Keterbatasan dalam pergerakan - fisikPenurunan energi dan dan kelelahan
mandiri dan terarah pada tubuh atau Hiperventilasi
- satu
Sawan umum (konvulsif atau non Konvulsif)
ekstermitas atau lebih (Wilkinson- dan
Sindrom hipoventilasi
1. Sawan lena (kegiatan yang dikerjakan tiba-
Ahern, 2011).
tiba terhenti) - Kerusakan muskuloskeletal
2. Batasan karakteristik
2. Sawan lena tak khas (gangguan tonus yang - Imanuritas neurologis
- Dispnea setelah beraktivitas
jelas bangkitan dan mendadak.
- Gangguan sikap berjalan - Disfungsi neuromuskular
3. Sawan Mioklonik (terjadi kontraksi
- Gerakan lambat - Obesitas
mendadak, sebentar, kuat, lemah, dan dapat
- Ketidaknyamanan
dijumpai pada seumur hidup.
- Kesulitan membolak balik posisi
- Nyeri
4. Sawan Klonik (gerakan menyentak, lambat - Kerusakan presepsi atau kognitif
- Tremor akibat bergerak.
dan dapat dijumpai terutama sekali pada
3. Faktor yang berhubungan
anak.
- Ansietas
5. Sawan tonik (otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas. - Depresi
6. Sawan tonikl-klinik (serangan dapat diawali - Fisik tidak bugar
dengan aura, yaitu pasien mendadak jatuh - Gangguan metabolisme
pingsan, dan otot otot seluruh badan kaku. - Gangguan neumoskular
7. Sawan Atonik (otot2 seluruh badan - Kaku sendi
mendadak melemas sehingga pasien - Intolrensi aktifitas
terjatuh).
- Gaya hidup kurang gerak
1.1 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas
dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa fan
pengobatan psikososial.
1. Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi
penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolik, maka di
samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa
prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:
a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,
pemberian obat harus dipertimbangkan.
b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami
lebih dari dua kali sawan yang sama.
c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan
berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.
e. Dosis obat disesuaikan secara individual.
f. Evaluasi hasilnya.
Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi,
adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.
- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.
- Faktor emosional sebagai pencetus.
- Termasuk intractable epilepsi.
g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3 tahun.
Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.
2. Pengobatan Psikososial
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian
besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya
sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarkat secara
normal.
3. Penatalaksanaan status epileptikus
a. Lima menit pertama
- Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan
berikutnya.
- Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan
nafas, intubasi bila perlu bantuan bentilasi.
- Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
- Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah,
hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).
b. Menit ke-6 hingga ke-9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolas
intravena (pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg tiamin
intravena.
c. Menit ke-10 hingga ke-20
Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit
sampai maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat
diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.
d. Menit ke 20 hingga ke-60
Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa dan
1 mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama
pemberian.
e. Menit setelah 60 menit
Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin
tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan 20
mg/kg fenobarbital intravena dengan kecepatan 60 mg/menit. Bila apne, berikan
bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap, anestasia umum dengan
pentobarbiatal, midazolam atau propofal.
4. Perawatan pasien yang mengalami kejang :
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
(pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu
untuk mengamankan, mencari tempat yang aman dan pribadi
b. Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk
mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras.
c. Lepaskan pakaian yang ketat
d. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.
e. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.
f. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan
diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
g. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi
karena tindakan ini.
h. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi
otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
i. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi
kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa
dan mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan
secret
j. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi,
yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah
kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-
tiba setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap
lingkungan.

II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Epilepsi


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk RS (apa yang terjadi selama serangan).
3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada
usia berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor
presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat,
pernah menderita cidera otak, operasi atau makan obat-obat
tertentu/alkoholik).
4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik
maupun tidak.
5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah
disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura
yang mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik: Data Fokus
1. Keadaan Umum
2. Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot
sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka
berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa
lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
posisi/keduanya.
b. Sistem Persyarafan
- Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan
kesadaran / lena? Disertai komponen motorik seperti kejang tonik,
klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan tersebut? Apakah
pasien jatuh kelantai.
- Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala,
gangguan bicara, hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang
terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah perubahan
tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama
kejang (memer, luka gores).
c. Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang
dalam)
d. Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung
e. Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea
f. Sistem Integumen: adakah memar, luka gores
g. Sistem Reproduksi
h. Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral.
2. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan.
3. Magnetik Resonance Imaging (MRI).
4. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
Diagnosa 2: Ketidakefektifan Pola Nafas
4. Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi yang adekuat
(Wilkinson dan Ahern, 2011).
5. Batasan karakteristik
- Dispnea
- Nafas pendek
- Perubahan ekskursi dada
- Mengambil posisi tiga titik tumpu
(tripod)
- Bradipnea
- Penurunan tekanan inspirasi-
ekspirasi
- Penurunan ventilasi semenit
- Penurunan kapaasitas vital
- Peningkatan diameter anterior-
posterior
- Nafas cuping hidung
- Ortopnea
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir mencucu
- Takipnea
- Penggunaan otot bantu asesorius
untuk bernafas
6. Faktor yang berhubungan
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformaitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Penurunan energi dan dan kelelahan
- Hiperventilasi
- Sindrom hipoventilasi
Diagnosamuskuloskeletal
- Kerusakan Keperawatan yang mungkin muncul
- Imanuritas neurologis
Diagnosa 1: Hambatan Mobilitas Fisik
- Disfungsi neuromuskular
2.2.1
- Obesitas Definisi
- Nyeri Keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu
- Kerusakan presepsi atau kognitif
ekstermitas atau lebih (Wilkinson dan Ahern, 2011).
2.2.2 Batasan karakteristik
 Dispnea setelah beraktivitas
 Gangguan sikap berjalan
 Gerakan lambat
 Ketidaknyamanan
 Kesulitan membolak balik posisi
 Tremor akibat bergerak.
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Depresi
 Fisik tidak bugar
 Gangguan metabolisme
 Gangguan neumoskular
 Kaku sendi
 Intolrensi aktifitas
 Gaya hidup kurang gerak

Diagnosa 2: Ketidakefektifan Pola Nafas


2.2.4 Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat (Wilkinson
dan Ahern, 2011).
2.2.5 Batasan karakteristik
 Dispnea
 Nafas pendek
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripod)
 Bradipnea
 Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
 Penurunan ventilasi semenit
 Penurunan kapaasitas vital
 Peningkatan diameter anterior-posterior
 Nafas cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernafasan bibir mencucu
 Takipnea
 Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernafas
2.2.6 Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformaitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Penurunan energi dan dan kelelahan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Kerusakan muskuloskeletal
 Imanuritas neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Kerusakan presepsi atau kognitif
 Kelelahan otot-otot pernafasan
 Cedera medula spinalis
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Hambatan Mobilitas Fisik
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
 Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
 Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi jika diperlukan
 Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu
 Menyangga berat badan
 Berpindah dari dan ke kursi atau kursi roda
 Menggunakan kursi roda secara efektif
2.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional: berdasarkan NIC
 Promosi latihan fisik (latihan kekuatan): memfasilitasi pelatihan otot resisitif
secara rutin untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot.
 Terapi latihan fisik (ambulasi): meningkatkan dan membantu dalam berjalan
untuk mempertahankan atau mengembalikan fungsi tubuh autonom dan
volunter selama pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau cedera.
 Terapi latihan fisik (keseimbangan): menggunakan aktivitas, postur, dan
gerakan tertentu untuk mempertahankan, meningkatkan, atau memulihkan
keseimbangan.
 Terapi latihan fisik (mobilitas sendi): menggunakan gerakan tubuh aktif atau
pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi.
 Terapi latihan fisik (pengendalian otot): menggunakan aktivitas spesifik atau
protokol latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau mengembalikan
gerakan tubuh yang terkendali.
 Pengaturan posisi: mengatur penempatan pasien atau bagian tubuh pasien
secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologi dan psikologis.
 Bantuan perawatan diri (berpindah): membantu individu untuk mengubah
posisi tubuhnya.
Diagnosa 2: Ketidakefektifan Pola Nafas
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
 Menunjukkan pola pernafasan efektif
 Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal
 Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
2.3.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional: berdasarkan NIC
 Manajemen jalan nafas: memfasilitasi kepatenan jalan nafas
 Pengisapan jalan nafas: mengeluarkan sekret jalan nafas dengan cara
memasukkan kateter penghiap ke dalam jalan nafas oral atau trakea pasien
 Ventilasi Mekanis: menggunakan alatbuatan untuk membantu pasien
bernafas
 Pemantauan pernafasan: mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat
 Bantuan ventilasi: meningkatkan pola pernafasan spontan yang opytimal
sehingga memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam
paru
 Pemantauan tanda vital: mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, pernafasan, dan suhu tubuh pasien untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
III. Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Epilepsi. www.nersunhas.com.
Copel, L.C. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H., 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan: Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.
Pinzon, Rizaldy. 2007. Dampak epilepsi pada aspek kehidupan penyandangnya. SMF
Saraf RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia.
Sri D, Bambang. 2007. Epilepsi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Syaraf PSIK UNSOED.
Turana, Yuda. 2007. Epilepsi dan gangguan fungsi kognitif. www.medikaholistikcom.
Wilkison, J.,M. & Ahern N.,R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Banjarmasin, Mei 2017

Muhammad Rizal Firdaus

( )

Clinikal Teacher Clinikal Instruktur

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai