Keistimewaan Manusia Dibanding Makhluk L
Keistimewaan Manusia Dibanding Makhluk L
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Manusia dengan Agama
2.1.1 Konsep Manusia dalam AL-QUR’AN
Pengertian dan Konsep Al-Basyar.
A.Kata Al-Basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk Manusia baik laki-laki
maupun perempuan, Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti
permukaan kulit muka, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Dengan memahami konsep manusia dari sudut pandang Penciptanya, diharapkan
dapat diambil manfaat yaitu munculnya kesadaran terhadap kebenaran firman-firman
Tuhan, yang pada gilirannya membentuk pandangan teosentris.
B.Dalam Alquran, kata basyar (tanpa menggunakan alif-lam) sebanyak 31 kali, al-
basyar (dengan menggunakan alif-lam) sebanyak 5 kali dan basyarain (tanpa alif-lam
dalam bentuk dual) sebanyak 1 kali Dari semua ayat tersebut, khususnya basyar dan
al-basyar dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian, yaitu:
1.Menggambarkan Definisi Fisik.
Ada satu ayat yang menyebutkan basyar dalam pengertian kulit manusia, yaitu
(Neraka Saqar) akan membakar kulit manusia/lawwahah li al-basyar.
(basyar) yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata
kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah.
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan
Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (QS. Ali-Imran (3): 79)
Menafsirkan, tidak patut bagi seorang manusia (dalam hal ini Nabi) yang diberikan
Tuhan karunia yang berlimpah, lalu memproklamirkan dirinya agar disembah, hanya
karena ia diberikan al-Kitab, hikmah dan kenabian.
Dia menciptakan kamu dari tanah, dimaksud adalah basyar (manusia), kemudian
menjadi manusia yang terdiri dari daging dan darah yaitu keturunannya yang tersebar
di permukaan bumi (al-Naisaburi, 1994: 431)
Kata al-ins atau al-insan disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins
senantiasa dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang
tidak bersifat materi yang hidup diluar alam manusia, dan tidak tunduk kepada hukum
alam kehidupan manusia sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an
sebagai makhluk diciptakan dari api. Makhluk yang membangkang tatkala
diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
4
Kata al-insan bukan berarti basyar dan bukan juga dalam pengertian al-ins.
Dalam pemakaian Al-Qur’an, mengandung pengertian makhluk mukallaf (yang
dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam
rangka memakmurkan bumi. Al-insan sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Alaq
adalah mengandung pengertian sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal
darah, makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu, dan makhluk yang melampaui batas
karena telah merasa puas dengan apa yang ia miliki.
[15:29] Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud796.
[15:31] kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu.
Selain basyar dan Bani Adam, Al-Qur’an juga menggunakan istilah-istilah ins
dan nas. Kata ins senantiasa disebut secara berurutan dengan kata jin sebanyak 19
kali dalam 18 ayat, 14 di antaranya termasuk ayat-ayat Makkiyyah dan 4 lainnya
adalah ayat-ayat Madaniyyah.Kata ins menunjukkan perbedaan manusia dalam
penampilannya dengan jin: manusia adalah makhluk yang tampak dan tidak
menakutkan sedangkan jin adalah makhluk yang tidak tampak (ghaib) yang
mengerikan.Adapun kata nas, menurut Binti Syati’, juga mempunyai pengertian yang
sama dengan Bani Adam,Ini berarti bahwa manusia yang disebut nas atau Bani Adam
itu tidak berbeda satu sama lain: mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dan
bersuku-suku sehingga satu sama lain dapat saling kenal-mengenal. Perbedaannya
hanyalah pada ketaqwaan mereka terhadap Allah swt.
Insan
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan adanya
hubungan dengan kesadaran diri. Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya
akan sifat pelupa sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata al-insan
digunakan Al-Quran untuk menunjukkan kepada manusia secara keseluruhan dari
totalitas, jiwa, serta raganya.Kata al-insan untuk penyebutan manusia diambil dari
asal kata al-uns atau anisa yang artinya jinak dan harmonis, karena pada dasarnya
manusia dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan
lingkungannya.Sedangkan kata an-nas merupakan jamak dari kata al-insan, kata ini
digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia, baik dalam arti jenis manusia
maupun sekelompok tertentu dari manusia.
Insan itu juga basyar, tetapi dalam kata insan itu terkandung makna yang lebih
esensial dan signifikan, yaitu manusia yang berpribadi, yang karenanya dia mampu
mengemban khilafah atau amanat Allah di muka bumi. Dengan perkataan lain, insan
adalah manusia sebagai subjek, bukan sebagai objek sebagaimana dinyatakan dalam
keempat istilah yang disebut sebelumnya.Menurut Al-Qur’an,insan itu dicipta Allah
dalam kondisi yang paling baik, tetapi karena kecenderungannya untuk
membangkang dan sombong, Allah secara berangsur-angsur mencampakkannya ke
dalam kondisi yang paling buruk, kecuali bila mereka beriman dan beramal saleh.
Hakikatnya tujuan penciptaan manusia adalah sebagai abdi kepada Allah dan
khalifah di bumi.
6
“ Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepadaKu.” (adz-Dzariyat: 56)
Pada setiap dari dua sisi kehidupannya – hewani dan insan – manusia
mempunyai berbagai kebutuhan, yang mana dasar-dasarnya telah tersedia pada
dirinya.Manusia menginginkan kelangsungan hidupnya, dan untuk itu mau tidak mau
dia juga harus terikat dengan keperluan-keperluan kehidupan hewani tersebut.Akan
7
tetapi, manusia harus ingat, kehidupan hewani hanya merupakan mukadimah dan
bukan tujuan, hanya cabang dan bukan pokok atau utama. Sebab itu, jika seseorang
menganggap kehidupan hewani sebagai sesuatu yang pokok, dan bekerja siang dan
malam untuk memenuhi keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan
hewaninya, serta menjadikan makan, minum, bersolek dan memperturutkan hawa
nafsunya sebagai tujuan, maka berarti dia telah terjerumus ke dalam kesesatan.
Sebab, dia telah mencampakkan ruh malakut dan akal kemanusiaannya.
Individu semacam ini tidak dapat dihitung sebagai manusia, melainkan hewan
yang berwajah manusia.Dia mempunyai akal, namun akalnya sudah dikucilkan
sedemikian rupa sehingga tidak mampu lagi mengenal dan mengikuti nilai-nilai dan
keutamaan-keutamaan kemanusiaan.Dia mempunyai mata dan telinga namun tidak
dapat melihat dan mendengar kebenaran.Al-Quran menyebut individu semacam ini
sebagai hewan, bahkan lebih sesat dari hewan. Karena, hewan tidak punya akal yang
akibatnya dia tidak dapat memahami sesuatu. Sementara individu ini mempunyai
akal, namun dia tidak dapat memahami sesuatu. Sekaitan dengan hal ini, kita dapat
merujuk dalam Al-Quran surahAl-A’raf [7] : 179.
Jika manusia merujuk kepada fitrahnya yang suci dan kesempurnaan dirinya,
dan jauh dari hawa nafsunya, maka dia dengan baik akan mengenal nilai-nilai akhlak
yang mulia dan juga nilai-nilai kebalikannya yang rendah. Semua manusia pada
setiap zaman demikian keadaannya. Jika sebagian manusia tidak dapat memahami
nilai-nilai seperti ini, itu tidak lain disebabkan hawa nafsunya telah memadamkan
cahaya akalnya. Dan Al-Quran Al-Karim telah mengatakan bahwa pengenalan dan
pemahaman terhadap nilai-nilai utama dan nilai-nilai rendah merupakan sesuatu yang
fitri bagi manusia. Para nabi as diutus untuk membangunkan fitrah manusia.Mereka
datang membimbing dan membantu manusia dalam mengenal nilai-nilai keutamaan,
8
Mereka datang untuk mengatakan kepada manusia bahwa Anda bukan seekor
hewan, melainkan seorang manusia yang lebih mulia dari malaikat sekalipun.Urusan-
urusan duniawi tidak sepadan dengan kedudukan malakut Anda.Anda jangan sampai
jual diri Anda dengannya.Dalam Tuhaf al-Uqul, dikisahkan seseorang bertanya
kepada Imam As-Sajjad, “Siapakah manusia yang paling mulia dan paling
tinggi?”Imam As-Sajjad menjawab, “Manusia yang paling mulia dan paling tinggi
adalah manusia yang tidak memandang dunia sebanding dengan kemuliaan
dirinya.”
Kita telah tinggalkan bulan Ramadhan, bulan pensucian diri, bulan pensucian
ruhani.Mulai saat ini kita semua memikul beban berat untuk mempertahankan
kesucian yang telah kita raih.Selama sebulan, boleh jadi Tuhan menyaksikan kita
bangun di waktu dini hari dan mendengarkan suara istighfar kita.Alangkah
malangnya bila saat ini Tuhan melihat kita tidur lelap bahkan melewati waktu subuh
seperti bangkai tak bergerak. Selama Ramadhan, bibir kita telah bergetar derngan
doa, zikir dan kalimat suci Al-Quran.
Celakalah kita bila kita gunakan bibir yang sama untuk menggunjing,
memfitnah dan mencaci maki kaum mukminin. Selama sebulan kita melaparkan perut
dari makanan dan minuman yang halal di siang hari, sekarang relakah kita memenuhi
perut kita dengan makanan dan minuman yang haram? Setelah Ramadhan berlalu,
kita semua akan diuji, apakah kita termasuk orang yang terus mensucikan diri atau
tetap mencintai dan mendahulukan dunia.
3. Mendapatkan tugas mengabdi (Adz-Dzariat : 55), karena kita manusia disebut juga
abdi Allah SWT;
9
5. Mempunyai tujuan hidup, yaitu ingin mendapatkan Ridlo Allah SWT (Al-An’am :
163);
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di
darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang
sempurna” (Q.S:17:70)
Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkapdengan
panca indera yang berbeda dengan makhluk lain, karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, yang kadang-kadang disebut dengan jiwa, ruh, soul mind ,
dansebagainya.
10
Baru- baru ini para ilmuwan telah mampu mempelajari bagaimana otak membentuk
jaringan saraf. Dimulai pada rahim dan seluruh kehidupan ini jaringan yang luas terus
berkembang, beradaptasi, dan belajar, bahkan di usia tua, masih tumbuh neuron baru,
meskipun dalam jumlah kecil. Stimulasi mental meningkatkan fungsi otak dan benar-
benar melindungi terhadap penurunan kognitif, seperti halnya latihan fisik. Penurunan
mental yang berat biasanya disebabkan oleh penyakit, sedangkan sebagian besar
berkaitan dengan usia kerugian dalam memori atau keterampilan motorik semata-
mata disebabkan aktivitas dan kurangnya latihan dan stimulasi mental. Dengan kata
lain, gunakan atau hilang.
5. Khalifah
“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia
mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat
memberi hukuman dan sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S:
6;165).
Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah,
yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan.Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada
11
Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah
beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .
Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.” – (QS.98:5)
Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak
manapun (ar ri’ayah).Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara
akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia).Memelihara dari
kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan
sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam.
Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.
Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah dan‘abdun
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup
yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilai
kebenaran.Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim
sedemikian rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat
tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling
rendah,
13
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari materi hubungan manusia dengan agama adalah sebagai berikut.
1. Konsep manusia dalam al-qur’an ialah manusia sebagai al basyar dan al insan,
dimana keduanya memiliki makna tersendiri mengenai pengertian manusia,
dan Al-Quran menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki
sesuatu yang agung di dalam dirinya. Di samping itu manusia dianugerahi akal yang
dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa ia pada kualitas
tertinggi sebagai makhluk yang bertakwa kepada Allah SWT.
2. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia dalam Al-Qur’an
disebut dengan bermacam-macam istilah yang masing-masing memiliki
makna konotatif tersendiri sesuai dengan siyaknya dalam Al-Qur’an. Manusia
dalam Al-Qur’an disebut sebagai objek dan sekaligus subjek. Sebagai objek,
manusia memiliki ciri-ciri basyariyyah dan sebagai subjek, memiliki ciri-ciri
insaniyyah, tetapi ciri-ciri insaniyyah ini secara berangsur-angsur bisa hancur
karena kecenderungannya untuk membangkang dan sombong. Untuk
menghindari kehancuran itu manusia wajib beriman dan beramal saleh. Salah
satu bentuk pengabdiannya kepada Allah dan amal salehnya adalah
menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
3. Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian
ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat
pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi
seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai
hamba Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya
dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
4. Manusia harus mengenal fitrahnya, mengenal nilai-nilai keutamaan, dalam
melaksanakan nilai-nilai tersebut untuk meniti tangga-tangga kesempurnaan, dan
dalam mencapai kedudukan yang dekat dengan Allah SWT.Manusia berada pada
kedudukan tinggi kemanusiaan dan pentingnya menjaga serta menghidupkan nilai-
nilai tinggi kemanusiaan. Manusia bukan seekor hewan, melainkan seorang manusia
yang lebih mulia dari malaikat sekalipun. Oleh karena itu, manusia harus mengerti
dan mengamalkan nilai-nilai agama yang telah dibawa oleh nabi Muhammad.
5. Keistimewaan manusi adalah makhluk yang paling mulia dan utama, paling
cerdas, paling disuka, paling baik, dan seorang khalifah.Dibalik
keistimewaannya, manusia juga memilik tanggungjawab kepada Allah SWT
yakni mengabdu kepada-Nya, mewujudkan kemakmuran di muka bumi,
mengingat manusia adalah khalifah Allah di muka bumi.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/honey95t/konsep-manusia-dalam-al-quran
http://eko-aw.blogspot.com/2012/04/penyebutan-manusia-dalam-al-quran.html
http://fahiroh-sukma.blogspot.com/2012/03/tujuan-penciptaan-manusia.html
https://buletinmitsal.wordpress.com/perspektif/dari-pensucian-diri-terbitkan-akhlak-
mulia-dan-fitrah-kemanusiaan/
http://www.academia.edu/8615477/Manusia_dalam_Islam