Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang


Agama telah memberikan penjelasan bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (takwa) atau buruk ( fujur) potensi fujur
akan senantiasa eksis dalam diri manusia yang terkait dengan aspek instink, naluriah,
atau hawa nafsu, seperti naluri makan dan minum. Apabila potensi takwa seseorang
lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka perilaku manusia
dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi
fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti mencuri, membunuh, mencuri )
dll.Al-Quran menegaskan kualitas dan nilai manusia
Manusia adalah makhluk Allah Swt yang diberikan kelebihan berupa Akal
untuk  berfikir dan mengingat apa-apa yang ia pelajari, alami, dan lakukan. Manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah yang mengagumkan dan penuh misteri.dia
tersusun dari perpaduan dua unsur yaitu segenggam tanah bumi, dan ruh Allah. Maka
siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh Allah,
maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep manusia dalam Al-qur’an ?


2. Bagaimana Penyebutan nama manusia dalam Al-qur’an ?
3. Apakah tujuan penciptaan manusia
4. Apakah fitrah kemanusiaan itu ?
5. Apakah keistimewan manusia beserta tanggung jawabnya ?

1.3 Tujuan

1. Untuk megetahui konsep manusia dalam Al-qur’an


2. Untuk megetahui penyebutan nama manusia di dalam Al-qur’an
3. Untuk mengetahui tujuan pencciptaan manusia
4. Agar megetahui apa dan bagaimana fitah kemanusiaan itu
5. Untuk mnengetahui keistimewaan manusia dan tanggungjawabnya

1.4 Manfaat

Menambah pengetahuan yang lebih luas dan lebih mendalam tentang


hubungan manusia dengan agamanya.
2

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Manusia dengan Agama
2.1.1 Konsep Manusia dalam AL-QUR’AN
Pengertian dan Konsep Al-Basyar.
A.Kata Al-Basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk Manusia baik laki-laki
maupun perempuan, Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti
permukaan kulit muka, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Dengan memahami konsep manusia dari sudut pandang Penciptanya, diharapkan
dapat diambil manfaat yaitu munculnya kesadaran terhadap kebenaran firman-firman
Tuhan, yang pada gilirannya membentuk pandangan teosentris.

B.Dalam Alquran, kata basyar (tanpa menggunakan alif-lam) sebanyak 31 kali, al-
basyar (dengan menggunakan alif-lam) sebanyak 5 kali dan basyarain (tanpa alif-lam
dalam bentuk dual) sebanyak 1 kali  Dari semua ayat tersebut, khususnya basyar dan
al-basyar dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian, yaitu:
1.Menggambarkan Definisi Fisik.
Ada satu ayat yang menyebutkan basyar dalam pengertian kulit manusia, yaitu
(Neraka Saqar) akan membakar kulit manusia/lawwahah li al-basyar.

2.Menyatakan Seorang Nabi adalah Basyar.


Ada 23 ayat yang menyatakan bahwa kata basyar dipakai oleh Alquran yang
berhubungan dengan dengan Nabi dan kenabian, dan 12 diantaranya menyatakan
bahwa seorang nabi adalah basyar, yaitu secara lahiriah mempunyai ciri yang sama
yaitu makan dan minum dari bahan yang sama. Antara lain dinyatakan, bahwa para
pemuka orang-orang yang kafir dan mendustakan akan menemui hari akhirat: Orang
ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu/basyar mitslukum .

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang


mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan
mereka dalam kehidupan di dunia(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti
kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu
minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu,
niscaya bila demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi”( Q.S
Al Mu’minun : 33-34).

3.Menyatakan tentang kenabian


Ayat yang menyatakan kata basyar dipakai oleh Alquran dalam kaitannya
dengan kenabian sebanyak 11 buah, antara lain: Tidak wajar bagi seorang manusia
3

(basyar) yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata
kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah.

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan
Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (QS. Ali-Imran (3): 79)

Menafsirkan, tidak patut bagi seorang manusia (dalam hal ini Nabi) yang diberikan
Tuhan karunia yang berlimpah, lalu memproklamirkan dirinya agar disembah, hanya
karena ia diberikan al-Kitab, hikmah dan kenabian.

4.Menyatakan proses penciptaan dari tanah


Yang menyatakan arti basyar sebagai proses penciptaan manusia dari tanah
ada 4 ayat, antara lain: Di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan
kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkem-bang
biak/basyar tantasyirun .

“Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan


menciptakan manusia dari tanah".  (Q.S Shaad (38): 71)

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya


Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. (Q.S Al Hijr (15): 28)

Dia menciptakan kamu dari tanah, dimaksud adalah basyar (manusia), kemudian
menjadi manusia yang terdiri dari daging dan darah yaitu keturunannya yang tersebar
di permukaan bumi (al-Naisaburi, 1994: 431)

Konsep Manusia sebagai Al-Insan

Kata al-ins atau al-insan disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins
senantiasa dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang
tidak bersifat materi yang hidup diluar alam manusia, dan tidak tunduk kepada hukum
alam kehidupan manusia sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an
sebagai makhluk diciptakan dari api. Makhluk yang membangkang tatkala
diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
4

Kata al-insan bukan berarti basyar dan bukan juga dalam pengertian al-ins.
Dalam pemakaian Al-Qur’an, mengandung pengertian makhluk mukallaf (yang
dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam
rangka memakmurkan bumi. Al-insan sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Alaq
adalah mengandung pengertian sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal
darah, makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu, dan makhluk yang melampaui batas
karena telah merasa puas dengan apa yang ia miliki.

Allah SWT telah memberikan keistimewaan kepada manusia dibandingkan dengan


makhluk ciptaan-Nya yang lain, sebagaimana Allah SWT telah menciptakan Adam
dari tanah liat, yang kemudian di-tiupkan ruh kepadanya, lantas Allah memberikan
kemampuan untuk berbicara (al-bayan) yang menggugah hati dan perasaan, sehingga
manusia dalam arti basyar berubah menjadi manusia yang berarti insan yang sanggup
menerima Al-Qur’an sebagai petunjuk. Yang semuanya itu mengandung resiko
dengan adanya ujian-ujian yang akan menimpanya, baik itu bersifat positif atau
negatif.

2.1.2 Penyebutan Nama Manusia dalam AL-QUR’AN


Manusia dalam kitab suci Al-Qur’an disebut dengan lima macam istilah:
basyar,Bani Adam, ins, nas dan insan. Dalam berbagai kamus dan Kitab Tafsir Al-
Qur’an, istilah-istilah tersebut sering dianggap sama. Tetapi bila diperhatikan secara
seksama, terutama dalam siyak Qur’aninya, akan terlihat bahwa masing-masing
memiliki makna konotatif yang berbeda satu sama lain.

Basyar dan Bani Adam


Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali, 25 di antaranya
berkaitan dengan sifat-sifat manusiawi (basyari) yang dimiliki oleh para nabi dan
rasul serta umat mereka.basyar itu adalah makhluk yang dicipta dari tanah lihat yang
berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk, dan kemudian disempurnakan oleh
Allah dengan meniupkan ruh-Nya kepadanya. Setelah itu Allah menyuruh para
malaikat untuk bersujud kepadanya, dan semuanya mematuhi perintah itu kecuali
iblis, karena dia merasa tidak sepantasnya menyembah makhluk yang dicipta dari
bahan baku yang lebih hina. Dan itulah basyar pertama yang dicipta oleh Allah.
Kisah tentang basyar pertama yang diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 15:28-31

[15:28] Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,

[15:29] Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud796.

[15:30] Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama,


5

[15:31] kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu.

Ins, Nas, dan Insan

Selain basyar dan Bani Adam, Al-Qur’an juga menggunakan istilah-istilah ins
dan nas. Kata ins senantiasa disebut secara berurutan dengan kata jin sebanyak 19
kali dalam 18 ayat, 14 di antaranya termasuk ayat-ayat Makkiyyah dan 4 lainnya
adalah ayat-ayat Madaniyyah.Kata ins menunjukkan perbedaan manusia dalam
penampilannya dengan jin: manusia adalah makhluk yang tampak dan tidak
menakutkan sedangkan jin adalah makhluk yang tidak tampak (ghaib) yang
mengerikan.Adapun kata nas, menurut Binti Syati’, juga mempunyai pengertian yang
sama dengan Bani Adam,Ini berarti bahwa manusia yang disebut nas atau Bani Adam
itu tidak berbeda satu sama lain: mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dan
bersuku-suku sehingga satu sama lain dapat saling kenal-mengenal. Perbedaannya
hanyalah pada ketaqwaan mereka terhadap Allah swt.

Insan

Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan adanya
hubungan dengan kesadaran diri. Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya
akan sifat pelupa sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata al-insan
digunakan Al-Quran untuk menunjukkan kepada manusia secara keseluruhan dari
totalitas, jiwa, serta raganya.Kata al-insan untuk penyebutan manusia diambil dari
asal kata al-uns atau anisa yang artinya jinak dan harmonis, karena pada dasarnya
manusia dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan
lingkungannya.Sedangkan kata an-nas merupakan jamak dari kata al-insan, kata ini
digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia, baik dalam arti jenis manusia
maupun sekelompok tertentu dari manusia.

Insan itu juga basyar, tetapi dalam kata insan itu terkandung makna yang lebih
esensial dan signifikan, yaitu manusia yang berpribadi, yang karenanya dia mampu
mengemban khilafah atau amanat Allah di muka bumi. Dengan perkataan lain, insan
adalah manusia sebagai subjek, bukan sebagai objek sebagaimana dinyatakan dalam
keempat istilah yang disebut sebelumnya.Menurut Al-Qur’an,insan itu dicipta Allah
dalam kondisi yang paling baik, tetapi karena kecenderungannya untuk
membangkang dan sombong, Allah secara berangsur-angsur mencampakkannya ke
dalam kondisi yang paling buruk, kecuali bila mereka beriman dan beramal saleh.

2.1.3 Tujuan Penciptaan Manusia

Hakikatnya tujuan penciptaan manusia adalah sebagai abdi kepada Allah dan
khalifah di bumi.
6

“ Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepadaKu.” (adz-Dzariyat: 56)

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian


penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan)
maupun ibadah sosial yang menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta
dan manusia). Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan
manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan
baik.Oleh karena itu penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah
tidak membutuhkan sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual
penyembahannya. Dalam hal ini Allah berfirman:
 
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyambah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak
menghendaki supaya mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha
pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat, 51:56-
58).
Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus
dan  supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian
itulah agama  yang lurus. (Bayinnah, 98:5)

  Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan


dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam
semesta. Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh.
Keseimbangan pada kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan bagian-
bagian alam semesta yang lain, inilah tujuan penciptaan manusia di tengah-tengah
alam.

2.1.4 Fitrah Kemanusiaan


Manusia memiliki dua “diri”, diri hewani dan diri insan.Akan tetapi, nilai
manusia ditentukan oleh diri insaninya, bukan oleh diri hewaninya. Manusia,
meskipun dia seekor hewan dan harus memperhatikan keperluan-keperluan
kehidupan hewaninya, namun dia tidak datang ke dunia ini untuk hidup sebagai
hewan, melainkan  dia datang ke dunia ini justru untuk menggunakan kehidupan
hewaninya bagi penyempurnaan kehidupan kemanusiaan.

Pada setiap dari dua sisi kehidupannya – hewani dan insan – manusia
mempunyai berbagai kebutuhan, yang mana dasar-dasarnya telah tersedia pada
dirinya.Manusia menginginkan kelangsungan hidupnya, dan untuk itu mau tidak mau
dia juga harus terikat dengan keperluan-keperluan kehidupan hewani tersebut.Akan
7

tetapi, manusia harus ingat, kehidupan hewani hanya merupakan mukadimah dan
bukan tujuan, hanya cabang dan bukan pokok atau utama. Sebab itu, jika seseorang
menganggap kehidupan hewani sebagai sesuatu yang pokok, dan bekerja siang dan
malam untuk memenuhi keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan
hewaninya, serta menjadikan makan, minum, bersolek dan memperturutkan hawa
nafsunya sebagai tujuan, maka berarti dia telah terjerumus ke dalam kesesatan.
Sebab, dia telah mencampakkan ruh malakut dan akal kemanusiaannya.

Individu semacam ini tidak dapat dihitung sebagai manusia, melainkan hewan
yang berwajah manusia.Dia mempunyai akal, namun akalnya sudah dikucilkan
sedemikian rupa sehingga tidak mampu lagi mengenal dan mengikuti nilai-nilai dan
keutamaan-keutamaan kemanusiaan.Dia mempunyai mata dan telinga namun tidak
dapat melihat dan mendengar kebenaran.Al-Quran menyebut individu semacam ini
sebagai hewan, bahkan lebih sesat dari hewan. Karena, hewan tidak punya akal yang
akibatnya  dia tidak dapat memahami sesuatu. Sementara individu ini mempunyai
akal, namun dia tidak dapat memahami sesuatu. Sekaitan dengan hal ini, kita dapat
merujuk dalam Al-Quran surahAl-A’raf [7] : 179.

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan


dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.Mereka
itulah orang-orang yang lalai.

Betapa meruginya orang yang mengorbankan diri malakut dan kesempurnaan


kemanusiaannya demi keinginan-keinginan diri dan kehidupan hewaninya.Dia
menukar diri kemanusiaannya dengan kelezatan-kelezatan hewani. Dalam Ghurar al-
Hikam, Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib kw berkata, “Orang yang tertipu
adalah orang yang sibuk dengan urusan dunianya dan menyia-nyiakan bagian
akhiratnya.” Senada dengan itu, dalam Nahjul Balaghah Imam Ali
berkata ,“Sungguh merupakan sebuah perniagaan yang amat merugikan ketika
seseorang memandang dunia sebagai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan
kemudian dia menukarnya dengan apa yang dimilikinya di sisi Allah SWT.”

Jika manusia merujuk kepada fitrahnya yang suci dan kesempurnaan dirinya,
dan jauh dari hawa nafsunya, maka dia dengan baik akan mengenal nilai-nilai akhlak
yang mulia dan juga nilai-nilai kebalikannya yang rendah. Semua manusia pada
setiap zaman demikian keadaannya. Jika sebagian manusia tidak dapat memahami
nilai-nilai seperti ini, itu tidak lain disebabkan hawa nafsunya telah memadamkan
cahaya akalnya. Dan Al-Quran Al-Karim telah mengatakan bahwa pengenalan  dan
pemahaman terhadap nilai-nilai utama dan nilai-nilai rendah merupakan sesuatu yang
fitri bagi manusia. Para nabi as diutus untuk membangunkan fitrah manusia.Mereka
datang membimbing dan membantu manusia dalam mengenal nilai-nilai keutamaan,
8

dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut untuk meniti tangga-tangga kesempurnaan,


dan dalam mencapai kedudukan yang dekat dengan Allah SWT.Mereka diutus untuk
mengarahkan manusia kepada kedudukan tinggi kemanusiaan dan pentingnya
menjaga serta menghidupkan nilai-nilai tinggi kemanusiaan.

Mereka datang untuk mengatakan kepada manusia bahwa Anda bukan seekor
hewan, melainkan seorang manusia yang lebih mulia dari malaikat sekalipun.Urusan-
urusan duniawi tidak sepadan dengan kedudukan malakut Anda.Anda jangan sampai
jual diri Anda dengannya.Dalam Tuhaf al-Uqul, dikisahkan seseorang bertanya
kepada Imam As-Sajjad, “Siapakah manusia yang paling mulia dan paling
tinggi?”Imam As-Sajjad menjawab, “Manusia yang paling mulia dan paling tinggi
adalah manusia yang tidak memandang dunia sebanding dengan kemuliaan
dirinya.” 

Kita telah tinggalkan bulan Ramadhan, bulan pensucian diri, bulan pensucian
ruhani.Mulai saat ini kita semua memikul beban berat untuk mempertahankan
kesucian yang telah kita raih.Selama sebulan, boleh jadi Tuhan menyaksikan kita
bangun di waktu dini hari dan mendengarkan suara istighfar kita.Alangkah
malangnya bila saat ini Tuhan melihat kita tidur lelap bahkan melewati waktu subuh
seperti bangkai tak bergerak. Selama Ramadhan, bibir kita telah bergetar derngan
doa, zikir dan kalimat suci Al-Quran.

Celakalah kita bila kita gunakan bibir yang sama untuk menggunjing,
memfitnah dan mencaci maki kaum mukminin. Selama sebulan kita melaparkan perut
dari makanan dan minuman yang halal di siang hari, sekarang relakah kita memenuhi
perut kita dengan makanan dan minuman yang haram? Setelah Ramadhan berlalu,
kita semua akan diuji, apakah kita termasuk orang yang terus mensucikan diri atau
tetap mencintai dan mendahulukan dunia.

2.1.4 Keistimewaan Manusia dan Tanggungjawabnya

1.Manusia sebagai ciptaan yang tertinggi dan terbaik

“Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”


[At-Tin:4]

2. Manusia di muliakan dan di istimewakan oleh Allah SWT (Al-Isro : 70);

3. Mendapatkan tugas mengabdi (Adz-Dzariat : 55), karena kita manusia disebut juga
abdi Allah SWT;
9

4. Mempunyai peranan sebagai kholifah (wakil Allah, Al-An’am : 163) dan


kebahagiaan di dunia dan dan di akhirat, juga berbagai tingkatan;

5. Mempunyai tujuan hidup, yaitu ingin mendapatkan Ridlo Allah SWT (Al-An’am :
163);

6. Untuk melaksanakan tugas serta peranannya guna mencapai tujuan hidupnya,


manusia di beri peraturan-peraturan hidup (An-Nisa : 105)

1.Makhluk Paling Mulia dan Utama

Di antara makhluk ciptaan Allah SWT, manusia mendapat kedudukan tinggi. Ia


merupakan makhluk yang paling mulia dan utama karena memilki unsur dan daya
materi, yang memiliki jiwa dengan ciri-ciri berfikir, berakal.

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di
darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang
sempurna” (Q.S:17:70)

2.Makhluk yang paling disuka

“Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di


atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya,
dan agar kamu bersyukur “ (Q.S:45;12)
3. Makhluk yang paling cerdas

Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkapdengan
panca indera yang berbeda dengan makhluk lain, karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, yang kadang-kadang disebut dengan jiwa, ruh, soul mind ,
dansebagainya.
10

Berkaitan dengan keutamaan manusia sebagai makhluk yang paling cerdas,


dikarenakan Allah SWT mengkaruniakan kita akal/otak.Otak adalah organ intro
untuk berpikir, belajar dan berinteraksi dengan dunia melalui persepsi dan tindakan.

Baru- baru ini para ilmuwan telah mampu mempelajari bagaimana otak membentuk
jaringan saraf. Dimulai pada rahim dan seluruh kehidupan ini jaringan yang luas terus
berkembang, beradaptasi, dan belajar, bahkan di usia tua, masih tumbuh neuron baru,
meskipun dalam jumlah kecil. Stimulasi mental meningkatkan fungsi otak dan benar-
benar melindungi terhadap penurunan kognitif, seperti halnya latihan fisik. Penurunan
mental yang berat biasanya disebabkan oleh penyakit, sedangkan sebagian besar
berkaitan dengan usia kerugian dalam memori atau keterampilan motorik semata-
mata disebabkan aktivitas dan kurangnya latihan dan stimulasi mental. Dengan kata
lain, gunakan atau hilang.

4. Makhluk yang paling baik


Selain sebagai makhluk yang paling sempurna manusia juga dijadikan Allah
SWT sebgai makhluk yang memiliki keluhuran dan kemuliaan, lebih baik dari
malaikat, lebih sempurna (kejadian fisiknya maupun rohaniahnya).

“Sungguh Kami telah mencipakan manusia, dalam bentuk yang sebaik-baiknya”


(Q.S:95;4)

5. Khalifah

Setiap manusia menurut pandangan Islam adalah pemimpin, sesuai dengan


tingkatannya masing-masing. Setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap apa yang
dipimpinnya, baik lahir maupun batin, di dunia maupun di akhirat.
Mengapa manusia ditunjuk sebagai khalifah di muka bumi?sebab manusia
memiliki akal dan kalbu. Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia akan
dimintai pertanggunjawaban terhadap amanah yang diberikan padanya untuk
mengelola alam semesta bagi kesejahteraan semua makhluk di muka bumi.

“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia
mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat
memberi hukuman dan sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S:
6;165).

 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah

Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah,
yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan.Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada
11

Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.Hubungan


manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan
tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah
tuannya.

Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah
beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .

Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.” – (QS.98:5)

Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki


dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW
dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang
berkurang atau melemah).Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab
terhadap keluarga .tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari
tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan
dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an
dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan
keluargamu dengan iman, dari neraka).

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah

Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus dipertanggung


jawabkan dihadapan-Nya.Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah
tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allahdi muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.Manusia menjadi


khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepadamanusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah danmendayagunakan apa yang ada di
muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Allah.

Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang


telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hokum-hukumTuhan baik yang tertulis
dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat dalamkandungan pada setiap gejala
alam semesta (al-kaun).Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang diwakili
adalah wakil yang mengingkarikedudukan dan peranannya serta mengkhianati
12

kepercayaan yang diwakilinya.Oleh karena itu dia diminta pertanggungjawaban


terhadap penggunaankewenangannya dihadapan yang diwakilinya,Ketika
memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan
penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.

Pertama, memakmurkan bumi (al ‘imarah).Yakni dengan mengexploitasi alam


dengan sebaik-baiknya dengan adil dan merata dengan tetap menjaga kekayaan agar
tidak punah, supaya generasi berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.

Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak
manapun (ar ri’ayah).Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara
akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia).Memelihara dari
kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan
sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam.
Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.

Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah dan‘abdun
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup
yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak  pada nilai-nilai
kebenaran.Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim
sedemikian rupa. Apabila terjadi  ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat
tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling
rendah,
13

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari materi hubungan manusia dengan agama adalah sebagai berikut.
1. Konsep manusia dalam al-qur’an ialah manusia sebagai al basyar dan al insan,
dimana keduanya memiliki makna tersendiri mengenai pengertian manusia,
dan Al-Quran menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki
sesuatu yang agung di dalam dirinya. Di samping itu manusia dianugerahi akal yang
dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa ia pada kualitas
tertinggi sebagai makhluk yang bertakwa kepada Allah SWT.
2. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia dalam Al-Qur’an
disebut dengan bermacam-macam istilah yang masing-masing memiliki
makna konotatif tersendiri sesuai dengan siyaknya dalam Al-Qur’an. Manusia
dalam Al-Qur’an disebut sebagai objek dan sekaligus subjek. Sebagai objek,
manusia memiliki ciri-ciri basyariyyah dan sebagai subjek, memiliki ciri-ciri
insaniyyah, tetapi ciri-ciri insaniyyah ini secara berangsur-angsur bisa hancur
karena kecenderungannya untuk membangkang dan sombong. Untuk
menghindari kehancuran itu manusia wajib beriman dan beramal saleh. Salah
satu bentuk pengabdiannya kepada Allah dan amal salehnya adalah
menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
3. Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian
ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat
pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi
seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai
hamba Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya
dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
4. Manusia harus mengenal fitrahnya, mengenal nilai-nilai keutamaan, dalam
melaksanakan nilai-nilai tersebut untuk meniti tangga-tangga kesempurnaan, dan
dalam mencapai kedudukan yang dekat dengan Allah SWT.Manusia berada pada
kedudukan tinggi kemanusiaan dan pentingnya menjaga serta menghidupkan nilai-
nilai tinggi kemanusiaan. Manusia bukan seekor hewan, melainkan seorang manusia
yang lebih mulia dari malaikat sekalipun. Oleh karena itu, manusia harus mengerti
dan mengamalkan nilai-nilai agama yang telah dibawa oleh nabi Muhammad.
5. Keistimewaan manusi adalah makhluk yang paling mulia dan utama, paling
cerdas, paling disuka, paling baik, dan seorang khalifah.Dibalik
keistimewaannya, manusia juga memilik tanggungjawab kepada Allah SWT
yakni mengabdu kepada-Nya, mewujudkan kemakmuran di muka bumi,
mengingat manusia adalah khalifah Allah di muka bumi.
14

DAFTAR PUSTAKA

Kamaluddin.U.A(2013).Filsafat Manusia:Sebuah Perbandingan Antara Islam dan


Barat.Bandung:CV Pustaka Setia.

http://www.kompasiana.com/honey95t/konsep-manusia-dalam-al-quran

http://eko-aw.blogspot.com/2012/04/penyebutan-manusia-dalam-al-quran.html

http://fahiroh-sukma.blogspot.com/2012/03/tujuan-penciptaan-manusia.html

https://buletinmitsal.wordpress.com/perspektif/dari-pensucian-diri-terbitkan-akhlak-
mulia-dan-fitrah-kemanusiaan/

http://www.academia.edu/8615477/Manusia_dalam_Islam

Anda mungkin juga menyukai