Oleh
Kelompok 5:
Ashri Almiahsari
Yuliza Fauziah
MALANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan
tentang kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf.
1.2. Tinjauan Pustaka
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan tertentu dengan
menggunakan dua fasa yaitu, fasa dia dan fasa gerak. Pemisahan tergantung dari
gerakan relative dari dua fasa ini. Cara – cara kromatografi dapat digolongkan
sesuai dengan sifat – sifat dari fase gerak yang dapat berupa zat padat atau zat
cair,jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan dan jika zat cair maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi partisi. Kromatografi mencakup berbagai proses berdasarkan
distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada
sistem (fasa diam) dan fasa lainnya dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui
celah – celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari
penyusunan cuplikan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua
fasa yaitu fasa satu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile). Pemisahan
tergantung dari gerakan relative dua fasa ini (Sastrohamidjojo,1985).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adakah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan
cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarya menggunakan mikropipet atau pipa
kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di
dalam wadah yang tertutup ( Barseoni, 2005).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat
plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai
bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gholib Gandjar, 2007).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat,
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata
pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom
kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan,
pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan
penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf
yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan
yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang
sama di samping kromatogram zat yang di uji perlu dibuat kromatogram zat
pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda (Dirjen POM,
1979, hal. 782).
Etil asetat adalahsenyawa organik dengan rumusCH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester darietanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc,
dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi
dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang
volatil (mudah menguap), tidak beracun, dantidakhigroskopis. Etil asetat
merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan
hydrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang
terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat
dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada
suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun
demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau
asam(Anonim,2013).
Toluena secara umum diproduksi bersama dengan benzene, xylene, dan
senyawa aromatik C9 dengan pembentukan katalitik dari nafta. Hasil pembentukan
kasar ini diekstraksi, kebanyakan terjadi dengan sulfolane atau tetraetilena glikol
dan zat terlarut, ke dalam sumur campuran dari benzene, toluena, xylena dan
senyawa C9-aromatik dimana dipisahkan dengan cara fraksinasi. (Othmer & Kirk,
1989)
(Sholeh, 2009)
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin
besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.
Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi
yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis ( Handayani,
2008).
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.
Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa
dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa
diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,
sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi
kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen Wood, 1985).
Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu (Underwood, 1999):
1. Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-
perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan
perubahan-perubahan harga Rf.
2. Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan
aliran.
3. Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari
atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-
komponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi
perambatan lebih lama, seperti perubahan komposisi pelarut sepanjang
kertas, maka koefisien partisi akan berubah juga. Dua faktor yaitu
penguapan dan kompisisi mempengaruhi harga Rf.
4. Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion
dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas
mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan
partisi.
5. Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-
volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu
mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga
terhadap harga Rf mereka.
Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan adanya
pelarut tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang saling
berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi dengan
analit untuk terikat pada permukaan silika gel. Dengan demikian, jika pelarut yang
sangat polar digunakan, pelarut akan berinteraksi kuat dengan permukaan silika
gel dan hanya menyisakan sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel.
Akibatnya, analit akan bergerak cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom
tanpa pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat
berinteraksi kuat dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi analit
pada permukaan silika gel. Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat
meninggalkan fasa diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk
kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik (ε) dan
momen dipol (δ) pelarut. Semakin besar kedua tetapan tersebut, semakin polar
pelarut tesebut. Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan
fasa diam harus dipertimbangkan (Tim Penyusun, 2010).
BAB II
METODE
BAB III
HASIL
3.2 Perhitungan Rf
0,55 cm
RfA = = 0,07
8 cm
3 cm
RfB = = 0,4
8 cm
0,8 cm
RfC = =0,1
8 cm
PEMBAHASAN
Plat KLT yang telah dieluasi warna noda tidak terlihat, karena noda yang
ditotolkan pada plat KLT meresap sehingga tidak dapat dilihat secara visual
sehingga diperlukan bantuan sinar UV. Setelah itu plat KLT diamati
menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm warna pada noda
terlihat hijau. Hal ini dapat terjadi karena plat yang digunakan berupa plat jenis
silika gel GF 254. Dimana jenis silika gel ini akan berfluoresensi kehijauan jika
dilihat pada sinar ultraviolet panjang gelombang pendek yakni 254nm (Rohman,
2009). Lalu dilakukan juga pengamatan dengan menggunakan sinar UV pada
panjang gelombang 366nm, warna noda terlihat berwarna biru tua. Hal ini sesuai
dengan pustaka karena piperin berwarna biru bila diamati di bawah sinar UV 366
nm (Sudjadi, 1986).
BAB V
KESIMPULAN
Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga.
Vyas et al., Orient. J. Chem., TLC Densitometric Method for the Estimation of
Piperine in Ayurvedic Formulation Trikatu Churna. Vol. 27(1), 301-304
(2011)
LAMPIRAN