2019
angelinasiallagan@mhs.unimed.ac.id
Leorina Pane
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan
Leorinapane@gmail.com
Rotua F Silitonga
rotuafetriciasilitonga@mhs.unimed.ac.id
ABSTRAK
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi lingkungan
dan populasi manusia. Salah satu bencana alam yaitu Gunung meletus, Indonesia dikenal
sebagai negara yang mempunyai gunung api aktif yang berfrekuensi meletus terbanyak di dunia,
yaitu lebih dari 30% dari gunung aktif dunia ada di Indonesia, dimana yang paling rawan
adalah Gunung Merapi. Kawasan gunung api umumnya berpenduduk padat, karena kesuburan
dan keindahan panoramanya. Hasil kajian terhadap sebagian dari gunung api aktif tersebut di
atas memperlihatkan perbedaan karakter erupsi yang secara langsung berhubungan dengan
potensi ancaman bahaya letusannya. Tujuan Penelitian ini untuk memperjelas perbedaan
karakteristik gunung api aktif di Indonesia, sehingga dapat dipergunakan untuk mendukung
mitigasi ancaman bencana gunung api, penelitian, dan pengembangan ilmu kegunungapian dan
juga meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap gunung api aktif di Indonesia. Adapun
metode yang digunakan adalah kajian literature dari beberapa referensi.
Kata kunci: Bencana alam, Erupsi, Gunung api aktif, Mitigasi
I. PENDAHULUAN mengalami istirahat selama lebih dari 30
tahun, terutama pada masa awal
Berada dalam cincin api yang masih aktif
keberadaannya sebagai gunung api.
membuat Indonesia menduduki peringkat
Aktivitas letusan gunung Merapi terkini
pertama negara yang berpotensi terkena
pada akhir tahun 2010 tergolong erupsi yang
resiko gunung berapi. Gunung yang terkenal
besar dibandingkan erupsi dalam beberapa
paling aktif adalah gunung Merapi yang
dekade terakhir. Secara umum total volume
2010 lalu pernah memakan korban jiwa
erupsi Merapi berkisar antara 100 sampai
mencapai 275 jiwa. Selain itu, Wilayah
150 km3, dengan tingkat efusi berkisar 105
Indonesia mempunyai jalur gunung api serta
m3 per bulan dalam seratus tahun
rawan erupsi (eruption) di sepanjang ring of
(Berthommier, 1990; Siswowidjoyo et al.,
fire mulai Sumatera – Jawa – Bali – Nusa
1995; Marliyani, 2010), sedangkan volume
Tenggara – Sulawesi – Banda- Maluku-
material piroklastik hasil erupsi tahun 2010
Papua (Bronto et al; 1996).
ditaksir mencapai lebih dari 140 juta m3
Gunung Merapi terletak di perbatasan dua (Tim Badan Litbang Pertanian, 2010).
propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah,
Bahaya letusan gunung api terdiri dua yakni
bertipe gunungapi strato dengan kubah lava,
bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya
elevasi ± 2.911 m dpl dan mempunyai lebar
Primer adalah bahaya yang langsung
± 30 km (Bemmelen, 1949; Katili dan
menimpa penduduk ketika letusan
Siswowidjojo, 1994).
berlangsung. misalnya, awan panas, udara
Secara umum gunung api meletus dalam panas sebagai akibat samping awan panas,
rentang waktu yang panjang, namun gunung dan lontaran material berukuran blok (bom)
Merapi memiliki frekuensi paling rapat dan hingga kerikil. Sedangkan bahaya sekunder
erupsinya paling aktif di Indonesia bahkan terjadi secara tidak langsung dan umumnya
di dunia sehingga mendapat perhatian berlangsung setelah letusan letusan terjadi,
khusus dari pemerintah maupun masyarakat seperti lahar dingin yang dapat
secara umum. Secara rata-rata gunung menyebabkan kerusakan lahan dan
Merapi meletus dalam siklus pendek yang pemukiman. Lahan di gunung Merapi
terjadi setiap antara 2 - 5 tahun, sedangkan menghadapi bahaya primer maupun
siklus menengah setiap 5 - 7 tahun. Siklus sekunder dari gunung Merapi berupa
terpanjang pernah tercatat setelah rusaknya lahan akibat erupsi dan rusaknya
lahan akibat erosi dan banjir lahar dingin. pada tahun 2010 terhadap kerusakan
Kerusakan juga terjadi pada aktivitas permukiman penduduk.
kehidupan soial ekonomi masyarakat di Munculnya pengangkatan topik ini didasari oleh
catatan sejarah yang menjadikan Indonesia
daerah bencana. Pada dasarnya Gunung
menempati posisi pertama bahaya gunung
meletus merupakan salah satu bencana yang
meletus dan munculnya permasalahan-
mengakibatkan konsekuensi yang kompleks.
permasalahan terkait semakin banyaknya
Permukaan tanah pada lahan area erupsi
permukiman penduduk yang berada di daerah
volkanik pada umumnya tertutupi oleh lava, rawan bencana di daerah lereng gunung Merapi.
aliran piroklastik dan juga tepra (debu Namun sebelum itu terlebih dahulu membuat
volkanik) dan lahar. Deposit lahar biasanya daftar atau pertanyaan untuk kemudian mencari
sangat beragam ketebalan tutupannya jawaban hipotesisnya dari beberapa sumber
terhadap permukaan tanah, bahan sering referensi dan mengumpulkan serta mengolah
terdapat spot-spot yang tidak tertutupi lahar data dan menyusun secara berurut dalam hasil
Dampak dari erupsi yang merugikan Erupsi Gunung Merapai pada tahun 2010
tersebut tentu membuat beberapa warga juga berdampak terhadap cara komunikasi
setempat mengalami PTSD. Gangguan stres masyarakat sekitar kawasan gung merapi.
menggunakan SkalaGangguan Stres Pasca sebelum dan setelah terjadi erupsi pada
Trauma yang disusun berdasarkan aspek- tahun 2010. Telah terjadi berbagai
Traumatic Stress Foundation (2003), yaitu diwilayah rawan bencana sejak erupsi
lebih suka menyendiri pasca letusan komunikasi kelompok, alat komunikasi yang
dengan koefisien reliabilitas (α) sebesar keputusan individu dalam proses evakuasi.
0,892 dan rentang indeks daya beda aitem Namun demikian masih banyak komunikasi
(rit)antara 0,379 sampai 0,751. Dukungan yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan terai
individu memiliki sekelompok orang yang dengan informasi dari kelompok disekitar
tempat tinggalnya, kini masyarakat aktif
mencari informasi sendiri. Jika sebelum dari kepala dusun. Selain itu masyarakat
erupsi tahun 2010 masyarakat kurang mengetahui juga pihak mana saja yang harus
mempercayai informasi dari luar seperti dihubungi untuk memperoleh bantuan. Dari
lembaga pemerintah atau relawan, setelah segi inovasi dalam saluran informasi
erupsi tahun 2010 masyarakat lebih terbuka mengenai bencana, masyarakat dan kepala
terhadap informasi dari luar. Kegiatan dusun setempat telah menyusun panduan
kelompok masyarakat juga diperkuat dengan tertulis berisi data demografi penduduk yang
adanya kegiatan penyusunan data penduduk terkait mitigasi bencana misalnya status tiap
terkait mitigasi bencana. Kelompok aktivitas warga dari segi usia, kondisi fisik, alat
masyarakat yang ada mulai terbuka terhadap transportasi yang dimiliki tiap keluarga,
berbagai informasi dari pemerintah sebagai jumlah dan jenis ternak, alur pengungsian
informasi resmi dan ditindaklajuti dengan ternak, serta standart operasional evakuasi.
aktivitas mengungsi atas inisiatif sendiri. Alat komunikasi yang digunakan sebelum
Perubahan komunikasi juga memberikan erupsi 2010 hanya mengandalkan informasi
dampak terhadap perubahan sikap dan dari mulut kemulut dan menggunakan alat
perilaku masyarakat dalam mewaspadai tradisional kentongan serta sirine, setelah
bencana. Masyarakat setelah erupsi tahun erupsi tahun 2010 masyarakat
2010 lebih memiliki kesiapan untuk mengandalkan alat komunikasi tambahan
mengambil keputusan mengungsi seperti seperti HT (handy talkie) yang lebih banyak
mempersiapkan alat transportasi pribadi dan dimiliki disetiap RT serta senantiasa
mempersiapkan dokumen-dokumen yang mengamati informasi dari menara pengawas
perlu dibawa saat mengungsi. Dalam hal gunung.(6)
informasi mengenai situasi siaga masyarakat
Berikut hasil klasifikasi kelas kerusakan
kini lebih memiliki inisiatif dalam mencari
kawasan dari citra LANDSAT dan survey
informasi dan memiliki sikap lebih siaga
lapangan menunjukkan bahwa kawasan
seperti misalnya dapat menentukan kapan
TNGM mengalami 3 kelas tingkat
saatnya mengungsi tanpa harus
kerusakan. Kerusakan berat terjadi pada
diperintahkan berulangkali oleh kepala
kawasan seluas ± 1.242 Ha (19,37%),
dusun. Masyarakat juga mengetahui
kerusakan sedang seluas ±1.208 Ha
prioritas siapa saja anggota keluarga yang
(18,84%), kerusakan ringan seluas 2.544 ha
harus diungsikan tanpa menunggu komando
(39,68%) dan sisa kawasan adalah medan
lava dan lahar seluas 1.416 Ha (22,11%) Hasil dari Rapid Damage Assessment
yang sudah ada sejak sebelum erupsi 2010 (RDA) dengan menggunakan citra
(Gambar 2). Tidak dijumpai kelas tidak penginderaan jauh dan survei lapangan
terdampak erupsi karena seluruh kawasan menunjukkan bahwa 38,21% kawasan
TNGM menunjukkan adanya jejak abu TNGM mengalami kerusakan tingkat sedang
vulkanik sehingga kelas terdampak paling hingga berat. Kawasan yang mengalami
rendah adalah kerusakan ringan. Persentase kerusakan tersebut sebagian besar berada di
tingkat kerusakan di tiap wilayah kelola sisi selatan, sisi barat dan sisi utara Gunung
TNGM tersaji pada Gambar 3. Merapi. Pada sisi selatan, kerusakan terjadi
di blok-blok hutan yang berada di sekitar
Kali Woro (Kec. Kemalang, Klaten), Kali
Gendol dan Kali Kuning (Kec. Cangkringan,
Sleman). Pada sisi barat, kerusakan terjadi di
blok-blok hutan yang berada di sekitar hulu
Kali Putih (perbatasan Kec. Dukun dan Kec.
Srumbung, Magelang), hulu Kali Senowo,
hulu Kali Lamat dan hulu Kali Blongkeng
(Kec. Dukun, Magelang). Pada sisi utara,
kerusakan terjadi di blok-blok hutan di
sekitar Kali Jengglung, hulu Kali Apu (Kec.
Selo, Boyolali). Kerusakan blok-blok hutan
tingkat sedang dan berat yang berada di
sekitar lereng selatan, barat, dan utara
Gunung Merapi ini sesuai dengan
pergerakan awan panas erupsi Gunung
Merapi tahun 2010 yang cenderung kearah
tersebut.(7)
maka titik-titik evakuasi yang aman Early Warning System (EWS) atau
maka cukup aman, jika berada pada Bencana, Sekolah Siaga Bencana
jarak 15-20 km maka aman dan jika dan Sister School. Melaksanakan