Anda di halaman 1dari 356

MANAJEMEN

PENDIDIKAN

Tim Dosen

Administrasi Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia


BAB I
Filsafat Administrasi Pendidikan

Oleh
Prof. Dr. H. Dadang Suhardan, M.Pd.
Nugraha Suharto, M.Pd.

A. Pendahuluan
Kajian filsafat dan teori administrasi pendidikan merupakan bagian yang
rnemberikan arah dan pandangan bagaimana seorang administrator pendidikan menjalankan
tugasnya dengan didasari nilai-rulal kebenaran, baik pada tataran praktis ataupun
teoritis.
Secara etimologi filsafat berasal dari bahasa Arab Falsafah. Dalarn bahasa
Yunani disebut Philosophia, dalam bahasa Inggris philosophy yang berati mencintai,
dan sophia berarti kebenaran, kearifan, kebahagian. Namun demikian, dalam terjemahan
umum filsafat sering diartikan adil "mencintai kepada kearifan, kebenaran atau
kebahagiaan”. Philosophia atau falsafah diartikan secara luas rnenjadi usaha manusia
dalam mencari kebenaran dan kearifan supava menemukan kebahagiaan melalui
pemikiran dan renungan yang mendalam meluas dan rnenyeluruh. Orang yang
berfilsafat adalah mereka yang berpikir secara mendalam, meluas menyeluruh
sehingga ditemukan akar permasalahannya. Jika terungkap akar permasalahannya,
terbukalah tabir kehidupan yang sesungguhnya yang bisa membuat orang hidup menjadi
bahagia.
Berfilsafat dimulai dari kekaguman dan keherannya terhadap alam semesta,
rnereka memulai dari keraguan dan kesangsian. Rasa kagum terhadap alam
semesta merupakan awal berfilsafat seperti yang dialami Plato. Dari rasa kagum
muncul upaya untuk mengamati terhadap apa yang dikaguminya dengan langkah
menvelldikl, meneliti dan seterusnya.
B. KAJIAN TEORI
1. Masalah Kebenaran
Substansi filsafat adalah kebenaran, Apa itu kebenaran? Istilah Kebenaran
rnerniliki 4 arti yang berbeda, dalam hal ini dapat disimbolkan dengan T1, T2, T3, T4
a. Kebenaran Tl. Kebenaran Metafisik. Merupakan kebenaran yang paling mendasar dan
puncak dari seluruh kebenaran yang pernah ada (ultimate truth). Harus diterima apa
adanya (taken for granted). Kebenaran ini adalah kebenaran yang berasal dari Tuhan
Sang Pencipta.
b. Kebenaran T2. Kebenaran Etik. Kebenaran yang merujuk pada perangkat
standar moral atau profesional sebagai pegangan prilaku yang harus
dilakukan oleh pemegang jabatan (code of conduct). Seseorang dlkatakan benar
bila dla bet'pegang dan rnelakukan tindakan sesuai dengan standar perilaku yang
harus dilaksanakannya. T2 bersumber dari T1 atau norma sosial budava, komunitas
profesi. (ada yang mutlak ada yang relatif).
c. Kebenaran T3. Kebenaran Logik. Kebenaran hasil konsensus, dianggap benar
apabila secara matematis konsisten atau koheren dengan yang telah diakui
dalam Tl & T2.
d. Kebenaran T4. Kebenaran Empirik. Kebenaran yang teruji dan rahan dari
krittk atau falsifikasi. Kebenaran ilmiah yang konsisten dengan kenyataan
alam, keilmuan dijastifikasi dan dtverlflkast. Koresponden antara teorl,
fakta, dan kenvataari, (Lincoln & Guba ; 1985)

Dalam mengungkapkan kebenaran terdapat beberapa teori umum yang


menjadi dasar untuk mendapatkan bagaimana kebenaran itu diterima secara logis, yakni :

a. Teori Korespondensi. Dikatakan benar bila ada relasi interaksional antara subyek
dengan objek (knower & kncwn). Materi yang terkandung di dalam pernyataan
koresponden dengan objek yang sebenarnya.
b. Teori Konerensi. Dikatakan benar bila merujuk kepada kebenaran yang sesuai
dengan pernyataan sebelumnya. Merujuk kepada kebenaran logis yang mendahului
kebenaran emplris.
c. Teori Pragmatisme. Kebenaran tersirnpul dalam sesuatu yang fungsional bagi kehidupan
manusia. Kebenaran dilihat dari sudut pandang nilai kegunaan bagi kehidupan
manusia.
Teori-teori tersebut merupakan hasil dari cara berpikir manusia dalam mencari kebenaran.
Cara berpikir adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Cara-cara
berpikir terdiri dari :
a. Penalaran : suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan (cirinya : logis dan analitik). (kenapa wanita suka berhias, kenapa BBM naik
lagi )
b. Intuisi : Suatu kegiatan berpikir non analitik bercampur dengan perasaan
c. Perasaan : Penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Perasaan cinta
biasanya tanpa nalar).
d. Logika : Pengkajian untuk berpikir secara sahih.
 Logika induktif : Berpikir dari khusus (individual) ke umum kesimpulan .
Contoh : Beruk memiliki mulut, gajah memiliki mulut, maka binatang memiliki
mulut.
 Logika deduktif : Berpikir dari umum ke khusus (pola berpikir silogisme ; disusun
dari dua pernyataan (premi; mayor dan minor dan sebuah kesimpulan.
Contoh : Semua makhluk mempunyai mata (premis mayor), si Polan adalah makhluk
(premis minor), maka si Pola mempunyai mata (kesimpulan)
2. Kebenaran dalam Ilmu Pengetahuan
Terminologi ilmu dari sudut pandang bahasa terutama Inggris adalah Science dalam
bahasa Indonesia disebut ilmu. Kata science dalam bahasa Inggris bermula dari bahasa latin
yaitu scire yang berarti belajar atau mengetahui. Dalam bahasa Arab kata ilmu berasal dari
kata alima. Pengetahuan yang mendalam, pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu yang
dipahami dengan diyakini dan gamblang. Ilmu ini bertolak dari pengalaman empiris sebagai
proses penggaliannya. Ilmu memiliki ciri-ciri standar :
 Objektivitas
 Ada pokok persoala tertentu (objek studi)
 Memiliki sistematika content dan ares of studies
 Terbuka – dapat dijelaskan secara ilmiah
 Ada metodologi
 Memiliki terminologi-terminologi yang standar
Dalam filsafat, syarat dari sesuatu yang dapat dikatakan sebagai ilmu ditandai oleh
adanya unsur : ontology, epitemology dan aksiologi. Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan :
a. Ontologi: Pembahasan tentang hakikat dari administrasi pendidikan dengan ciri-cirinya
yang spesifik atau tentang apa yang dikaji oleh administrasi pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan. Isi tentang apa itu (filsafat) administrasi pendidikan
b. Epistimologi: Pembahasan secara mendasar tentang bagaimana isi konsep yang
membedakannya dengan ilmu lain dan bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan
atau metode bagaimana yang digunakan untuk memperoleh ilmu administrasi pendidikan
c. Aksiologi: Pembahasan tentang kegunaannya. Untuk apa ilmu administrasi digunakan
Pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut knowladge. Dalam bahasa Indonesia sering
tidak dibedakan antara pengertian kata ilmu dan pengetahuan dan menjadi satu arti menjadi
ilmu pengetahuan.
Ilmu adalah bentuk pengetahuan yang diperoleh melalui metode-metode ilmiah yang
disebut “dedukcto – hypotetiko – verivikatif”, atau logico – hypotetico – verivikatif. Ilmu
dimulai dari adanya masalah, ilmu terbentuk karena manusia dihadapkan kepada masalah,
kemudian dicari penjelasannya secara rinci dan terurai. Ilmu merupakan suatu penjelasan
yang rasional ynag sesuai dengan objeknya. Penjelasan yang sesuai artinya didukung oleh
fakta empirik sebagai suatu kenyataan, sehingga dinyatakan benar karena rasional dan sesuai
dengan kenyataan apa adanya.
Sebelum mengalami pengujian secara empirik, walaupun sudah dijelaskan secara
rasional status ilmu itu baru bersifat hipotetis atau penjelasan sementara. Hipotesis sangat
berguna untuk memberi penjelasan awal, dalam memecahkan masalah yang dihadap, karena
hipotesis berguna sebagai pembimbing pemandu jalan ke arah studi yang dinginkan. Ia baru
memberi penjelasan sementara atau pendahuluan, yang sesungguhnya atau yang lebih
lengkap baru diketahui setelah diteliti dengan pembuktian fakta dalam kenyataan. Untuk
membuat hipotesis biasanya kita memanfaatkan temuan atau pengalaman sebelumnya
sebagai pedoman. Mengurai kejadian yang telah ditemukan sebelumnya, kedalam premis.
Premis artinya pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, hasil dari penelitian
atau pembuktian yang pernah dilakukan sehingga tidak lagi perlu dibuktikan, kegiatannya
disebut deduksi.
Proses mengumpulkan fakta-fakta emprik untuk menentukan benar tidaknya dengan
kenyataan disebut verifikasi yaitu proses pemeriksaan atau pengujian tentang kebenaran dari
cara-cara pengolahan yang dipergunakan, atau pembuktian dengn alat uji yang standar,
misalnya pada proses perhitungan, penelitian. Apakah benar cara menghitungnya, apakah
benar cara melakukan penelitiannya. Apakah benar teknik perhitungan atau teknik
penelitiannya sudah benar.
Proses berpikir ilimah secara logico – hypotetico – verivikatif (Yuyun S. 1996 :128-
129) sebagai berikut :
 Perumusan masalah
 Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis (studi pustaka dan
dokumentasi ilmiah)
 Perumusan hipotesis
 Menguji hipotesis, untuk ini diperlukan data dan informasi empirik yang relevan. Proses
dan cara-cara mengujinya haruss valid dan sahih disebut verivikasi data.
 Proses menerima atau menolak kesimpulan, apakah hipotesis diterima atau ditolak

3. Filsaafat admistrasi Pendidikan
Pemahaman terhadap filsafat mendasari perkembangan berbagai ilmu pengetahuan
termasuk ilmu pendidikan dan administrasi pendidikan. Bagian berikut ini akan menjelaskan
beberapa hal pokok untuk memahami filsafat dari teori administrasi pendidikan.
a. Fisafat Administrasi
Beberapa pendapat yang mendasari “Fisafat Administrasi” sebagai suatu hal penting
dalam kehidupan manusia baik dalam bermasyarakat maupun bernegara : Pertama, pendapat
Charles A. Beard (ahli sejarah politik di Amerika) yang mengatakan bahwa, tidak satu hal
untuk abad modern sekarang ini.yang lebih penting dari adminitrasi. Kelansungan hidup
pemerintahan dan bahkan kelansungan dari peradaban itu sendiri tergantung pada
kemampuan kita membina dan mengembangkan “Fisafat Administrasi”. Kedua , pendapat
James Burham ia mengatakan bahwa, revolusi politik dan sosial akan timbul dan
diselesaikan, akan tetapi akan ada revolusi pada abad modern ini yang tidak akan pernah
selesai yaitu ‘managerial Revolution’ yang akan menimbulkan suatu kelas terpenting dalam
masyarakat yaitu ‘The Managerial Class’. Dan ketiga, senada dengan pendapat-pendapat
sebelumnya, S. P. Siagian mengemukakan pendapatnya bahwa, tegak rubunya suatu negara,
maju mundurnya peradaban manusia serta timbul tenggelamnya bangsa-bangsa di dunia tidak
dikarenakan perang nuklir malapetaka, akan tetapi akan tergantung pada baik buruknya
administrasi yang dimiliki.
Secara sederhana atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun kehidupan bernegara, administrasi merupakan suatu pilihan dimana
keputusan-keputusan dalam pencapaian tujuan dari berbagai bidang kehidupan akan dapat
terlaksana secara efisien dan ekonomis (tujuan administrasi). Beberapa pengertian pokok
yang perlu diketahui dalam mempelajari filasafat administrasi :
Filsafat, berasal dari kata ‘Philos’ berarti suka, gemar atau cinta dan ‘ Shopia’ berarti
kebijaksaan atau bijaksana. Berfilsafat berarti, berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan
sedalam-dalamnya mengenai hakikat, fungsi, ciri, kegunaan, masalah dan solusi dari masalah
itu sendiri.
Administrasi; Keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang
didasari atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dditentukan sebelumnya.
Beberapa hal yang terkandung dari definisi di atas :
 Administrasi sebagai seni adalah menunjuk pada proses yang diketahui hanya permulaan
sedang akhirnya tidak ada.
 Administrasi memiliki unsur-unsur :
 Ada dua manusia atau lebih,
 Adanya tujuan yang hendak dicapai,
 Adanya tugas-tugas yang harus dilaksanakan,
 Dan adanya peralatan atau perlengkapan termasuk waktu dan tempat untuk
melaksanakan tugas-tugas tersebut.
 Bahwa administrasi sebagai proses kerja sama bukan merupakan hal yang baru, ia timbul
bersama peradaban manusia (Social Phenomenon).
Manaagement; Kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam
rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain (management merupakan inti
dari administrasi). Perbedaan administrasi dengan management :
 Administrasi dilihat dari segi fungsionil yakni, (1) Menentukan tujuan menyeluruh yang
hendak dicapai (Organization Goal), (2) Menentukan Kebijaksaan umum yang mengikat
seluruh organisasi (General and Overall Policies.
 Management; (1) Berfungsi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan
dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas kebijaksanaan umum yang telah
ditentukan pada tingkat administrasi. (2) Tujuan dan kebijaksanaan pada tingkat
management bersifat departemental atau sektoral.
Leadership (Kepemimpinan) : Merupakan inti dari management (motor atau daya
penggerak) dari semua sumber-sumber dan alat-alat (resouces) yang tersedia bagi suatu
organisasi. Kemampuan seorang pemimpin dalam menggerakkan resouces akan menentukan
keberhasilannya dalam mencaapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.
Human Relation: Keseluruhan rangkaian hubungan, baik yang bersifat formil maupun
non formil antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan, serta bawahan dengan
bawahan, yang harus dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
Teamwork dan suasana kerja yang intim dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan.
Human relation merupakan inti dari kepemimpinan.
Organisasi : Setiap bentuk pesekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama
serta secara formil terikat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan
mana terdapat seorang/beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/beberapa orang
disebut bawahan. Organisasi bersifat statis apabila dipandang sebagai wadah dan dapat
bersifat dinamis apabila dipandang sebagai hierarchi.
Administrasi Negara : Keseluruhan kegiatan administrasi yang dilakukan oleh
aparatur pemerintah dari suatu negara dalam rangka mencapai tujuan negara. Dari segi
perkembangannya administrasi dikelompokan ke dalam bentuk ; administrasi negara dan
administrasi privat.
Administrasi Niaga : Keseluruhan kegiatan mulai dari produksi barang dan atau jasa
sampai tibanya barang atau jasa tersebut ditangan konsumen.
Manusia : Sebagai ‘Homo Administratikus’ dan ‘Organization-Man’ dimana manusia
memiliki naluri bermasyarakat, naluri berorganisasi dan kemampuan manusia untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya serta sifat hakiki manusia ‘yang tidak pernah puas’
sehingga manusia menjadi milik yang paling berharga dalam suatu organisasi. Dengan alasan
ini maks ‘ Filsafat Administrasi’ memandang manusia sebagai fokus analisis karena seluruh
proses administrasi dimulai oleh manusia, dimaksudkan demi kepentingan manusia dan akan
diakhiri pula oleh manusia.
Prinsip, dalil dan rumus ilmu eksakta bersifat pasti sedangkan ilmu sosial bersifat
adaptif karena penerapan prinsip, dalil, dan rumusnya disesuaikan kondisi, tempat, waktu dan
manusia (kepastian dalam ilmu sosial adalah ketidakpastian). Dalam ilmu administrasi ,
faktor-faktor tersebut dikenal dengan faktor ekologis (lingkungan), meliputi :
1) Filsafat negara; karena filsafat negara adalah tali pengikat seluruh warga negara, maka
filsafat administrasi harus selaras dengan filsafat yang berlaku disuatu negara.
2) Sistem politik yang dianut oleh suatu negara; karena administrasi merupakan lanjutan dari
politik, maka politik administrasi harus merupakan lanjutan dari politik negara.
3) Tingkat pembangunan ekonomi yang telah dicapai; tingkat kesejahteraan rakyat akan
sangat dalam menentukan sistem prioritas pembangunan yang berkaitan erat dengan
pengambilan keputusan dalam kegiatan administrasi.
4) Tingkat pendidikan rakyat ; tingkat pendidikan akan sangat berperan dalam proses
komunikasi dalam administrasi terutama berkaitan dengan cara menyampaikan instruksi,
berita, perintah, informasi, dan sebagainya.
5) Bahasa; bahasa sebagai pengikat persatuan juga merupakan dalam usaha menciptakan
suatu ‘frame of reference’ yang sama dalam bidang administrasi.
6) Agama; sebagai salah satu faktor yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya,
dengan agama pola kerjasama antara atasan dengan bawahan akan memilik keseimbangan
dalam arti perlakuan seorang atasan akan berjalan sesuai dengan rel-rel kemanusiaan
terhadap bawahannya.
7) Letak (geograph) negara; letak geografi suatu negara akan mempengaruhi pole
komunikasi dan transportasi terutama dalam pelaksaan kegiatan administrasi, misalnya
seperti dalam mengimplementasikan suatu keputusan.
8) Stuktur masyarakat; proses administrasi dan management relatif akan lebih mudah
dilaksanakan pada struktur masyarakat homogen dibandingkan dengan masyarakat
heterogen.
a. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : (1) filsafat
praktik pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan. Filsafat praktik pendidikan adalah
analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan
dan dilaksanakan dalam kehiduapan manusia. Filsafat praktik pendidikan dapat dibedakan
menjadi : (a) filsafat proses pendidikan (biasanya hanya disebut filsafat pendidikan) dan (b)
filsafat sosial pendidikan. Filsafat proses pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif
tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam
kehiduapan manusia.
Filsafat proses pendidikan biasanya membahas tiga masalah pokok, yaitu : (1) apakah
sebenarnya pendidikan itu, (2) apakah tujuan pendidikan itu sebanarnya, dan (3) dengan cara
apakah tujuan pendidikan dapat dicapai. Filsafat sosial pendidiakan merupakan analisis kritis
dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dalam
mewujudkan tatanan manusia idaman. Filsafat sosial pendidikan, terkait dengan tiga masalah
pokok, antara lain : (1) hakikat kesamaan pendidikan dan pendidikan, (2) hakikat
kemerdekaan dan pendidikan, dan (3) hakikat demokrasi dan pendidikan.
Secara konsepsional filsafat ilmu pendidikan didefinisikan sebagai analisis kritis
komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan
melalui riset, baik kualitatif maupun kuantitatif. Objek filsafat ilmu pendidikan dapat
dibedakan dalam empat kategori, yaitu :
 Ontologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakikat substansi dan pola organisasi ilmu
pendidikan.
 Epistemologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu
pendidikan.
 Metodoologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun
ilmu pendidikan, dan
 Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis
ilmu pendidikan.
Secara sederhana filsafat dapat dimaknai sebagai suatu sistem nilai-nilai (system of
velue) yang luhur yang dapat menjadi pegangan anutan setiap individu, atau keluarga, atau
kelompok komunitas dan/atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara
tertentu. Pendidikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, sistematis, untuk
mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap, moral dan nilai-nilai
hidup dan kehidupan , keterampilan, dll.). Dari suatu generasi kegenerasi lain. Adapun visi,
misi dan tujuannya yang ingin dicapai semuanya berlandaskan suatu filsafat tertentu. Bagi
kita sebagai bangsa dalam suatu negara bangsa (nation state) yang merdeka, pendidikan kita
niscaya dilandasi oleh filsafat hidup yang kita sepakati dan anut bersama.
Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukam kita sebagai bangsa (nation
formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation state)
yang merdeka, pada setiap kurun zaman, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari filsafat yang
menjadi pondasi utama dari setiap bentuk pendidikan karena menyangkut sistem nilai-nilai
(system of value) yang memberi warna dan menjadi ‘semangat zaman’ (zeitgeist) yang dianut
oleh setiap individu, keluarga, anggota-anggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau
pada gilirannya bangsa dan negara nasional. Landasan filsafat ini hanya dapat dianut melalui
kajian sejarah, khususnya sejarah pendidikan indonesia.
Esensi dari pendidikan itu sendiri sebenarnya adalah pengalihan (transmisi)
kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta (estetika) dari
generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau
bangsa. Oleh sebab itu sejarah dari pendidikan mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan
masyarakat pelakunya sendiri, sejak dari pendidikan informal dalam keluarga batih, sampai
kepada pendidikan formal dan non formal dalam masyarakat agraris maupun industri.
Selama ini sejarah pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau
“tradisional” yang umumnya diakronis yang kajiannya berpusat pada sejarah dari ide-ide dan
pemikir-pemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem pendidikan dan lembaga-
lembaga, atau sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan.
Pendekatan yang umunya diakronis ini dianggap statis, sempit serta terlalu melihat ke dalam.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam pendidikan beserta segalam
macam masalah yang timbul atau ditimbulkannya, penanganan serta pendekatan baru dalam
sejarah pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan
pendidikan kemudian.
Para sejarawan, khususnya sejarawan pendidikan melihat hubungan timbal balik
antara pendidikan dan masyarakat; antara penyelenggara pendidikan dengan pemerintah
sebagai representasi bangsa dan negara yang merumuskan kebijakan (policy) umum bagi
pendidikan nasional. Produk dari pendidikan menimbulkan mobilitas sosial (vertikal maupun
horizontal); masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan yang dampak-dampaknya
(positif ataupun negatif) dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya , timbulnya
golongan menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai dengan pasar
kerja; atau kesenjangan dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan lanjutan yang
hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang kaya dengan pendidikan terminal dari anak-anak
yang orang tuanya tidak mampu; komersialisasi pendidikan dalam bentuk yayasan-yayasan
dan sebagainya. Semuanya menuntut peningkatan metodologis penelitian dan penulisan
sejarah yang lebih baik daripada sebelumnya untuk menangani semua masalah kependidikan
ini.
Sehubungan dengan di atas pendekatan sejarah pendidikan baru tidak cukup dengan
cara-cara diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru yaitu a.l, interdisiplin.
Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah dengan
sinkronis ilmu-ilmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tertentu seperti antropologi,
sosiologi dan politik telah memasuki “perbatasan” (sejarah) pendidikan dengan “ilmu-ilmu
terapan” yang disebut dengan antropologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan politik
pendidikan. Dalam pendekatan ini, dimanfaatkan secara optimal dan maksimal hubungan
dialogis “simbiose mutualistis” antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial.
Sejarah pendidikan Indonesia dalam arti nasional termasuk realtif baru. Pada zaman
pemerintahan kolonial telah juga menjadi perhatian yang diajarkan secara diakronis sejak dari
sistem-sistem pendidikan zaman Hindu, Islam, Portugis, VOC, Pemerintahan Hindia-Belanda
abad ke-19. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan zaman jepang dan setelah Indonesia
merdeka model diakronis ini masih terus dilanjutkan sampai sekarang.

c. Filsafat Administrasi Pendidikan


Administrasi Pendidikan merupakan ilmu yang membahas pendidikan dari sudut
pandang kerjasama dalam proses mencapai tujuan pendidikan. Semua proses usaha kerjasama
dalam mencapai tujuan pendidikan dilalukan dengan melibatkan semua aspek yang
dipandang perlu dan positif dalam usaha mencapai keberhasilan, baik berupa benda atau
material, seperti uang dan fasilitas, spiritual, seperti keyakinan dan nilai-nilai, ilmu
pengetahuan, seperti ilmu dan teknologi, maupun manusia dan human. Oleh karena itu,
disebut dengan melibatkan sumber daya material maupun sumber daya manusia. Mengingat
setiap sumber daya itu dalam keadaan terbatas, maka pelaksanaannya harus dilakukan secara
efektif dan efisien. Administrasi Pendidikan didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
membahas pendidikan dari sudut pandang proses kerjasama antar manusia dalam
mengembangkan potensi peserta didik melalui perubahan sikap dalam pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan, secara efektif dan efisien (Dadang Suhardan, 2007). Adapun
batasan ruang lingkup atau bidang garapan Administrasi Pendidikan seperti tersirat dalam
konsep yang telah dikemukan di atas, meliputi : sumber daya manusia (SDM), sumber
belajar, fasilitas dan berbagai unsur lainnya. Unsur-unsur tersebut secara sistematis
dijalankan melalui tiga fungsi kegiatan, yakni ; perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
dan untuk mencapai keberhasilan tersebut memerlukan suatu proses, minimal mengikuti
prilaku manusia dalam berorganisasi sesuai dengan budaya yang berlaku sebagai alat
komunikasi. Pelaku manusia dalam berorganisasi dapat dinyatakan dalam bentuk
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan sumber daya yang meliputi ; manusia, program
pendidikan, dan fasilitas. Memperjelas fungsi-fungsi tersebut, ruang lingkup atau wilayah
kerja Administrasi Pendidikan seperti dapat dilihat pada bagan berikut :
Garapan SDM SB(K) SDF
Fungsi G G PJ SL MA A D F
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengawasan
Bagan 1.1
Ruang Lingkup Admistrasi Pendidikan (Engkoswara :2007
Keterangan:
PS = Peserta didik
G = Guru
PJ = Pengguna Jasa Pendidikan
SL = Silabus
SDM = Sumber daya manusia
SB (K) = Sumber belajar
M = Metode Pengajaran
A = Alat/Media/ Buku belajar
D = Dana
F = Fasilitas
SDF = Sumber Dana dan Fasilitas
TP = Tujuan Pendidikan
Sedangkan merinci hasil, produk atau output dari produktivitas lembaga pendidikan
dalam hal ini kriteria keberhasilan dalam Administrasi Pendidikan dapat dilihat dari
efektivitas dan efisiensi terhadap produktivitas pendidikan. Efektivitas yaitu, kesepadanan
antara masukan yang merata dan keluaran yang banyak dan bermutu tinggi atau keluaran
yang relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa. Sedangkan, efisiensi adalah menunjuk
pada motivasi belajar yang tinggi, semangat belajar, kepercayaan berbagai pihak, dan
pembayaran, waktu dan tenaga yang kecil mungkin dengan hasil yang sebesar-besarnya.
Produktivitas pendidikan yang dimaksud, selanjutnya dijelaskan melalui ilustrasi
seperti yang dapat dilihat berikut:

1. Mangkus (efektivitas)
a. Prestasi
1) Masukan yang merata sebagai realisasi prinsip demokrasi pendidikan
2) Keluaran yang banyak, bermutu dan relevan (link & macth) dengan
kebutuhan pembangunan
3) Nilai ekonomik yang baik bagi keluaran khususnya tamatan.
Produktivitas Pendidikan
b. Produktivitas Pendidikan
1) Menggairahkan dan memberi motivasi siswa belajar
2) Semangat dan disiplin kerja yang tinggi kepada para tenaga kependidikan
3) Memiliki tingkat kepercayaan berbagai pihak

2. Sangkil (efisiensi)
Menggunakan fasilitas, tenaga, dana, dan waktu seminimal mungkin tetapi
dengan hasil yang baik/tinggi.

Bagan 1.2
Kriteria keberhasilan produktivitas pendidikan

Efektivitas dalam prestasi meliputi : (1) masukan yang merata : Perkembangan jumlah
siswa yang dapat diketahui dari pendaftaran siswa baru setiap Tahun Ajaran dan (2) Keluaran
yang banyak, bermutu dan relevan (link dan macth) dengan kebutuhan pembangunan yang
dapat dilihat dari; perkembangan keluaran/lulusan siswa SD, perkembangan angka transisi,
dan perkembangan hasil EBTANAS (NEM).
Berkaitan dengan produktivitas dengan konteks proses beberapa hal yang harus
dipahami agar tercapai proses pendidikan yang optimal adalah : Hakikat pendidikan, subjek
peserta didik, guru dan tenaga kepedidikan, belajar mengajar dan kelembagaan. Mengenai
unsur-unsur tersebut, Nunu Heryanto (http://tumoutou.net/3 sem1 012/nunu h.htm)
menjelaskan bahwa :
a. Hakikat pendidikan
1) Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara
kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
2) Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik mengahadapi lingkungan yang
mengalami perubahan yang semakin pesat.
3) Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
4) Pendidikan berlansung seumur hidup.
5) Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan
teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.
b. Hakikat Subjek Didik
1) Subjek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan
pendidikan seumur hidup.
2) Subjek didik memilik potensi, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda
sehingga masing-masing subjek didik merupakan insan yang unik
3) Subjek didik merupakan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi.
4) Subjek didik pada dasarnyaa merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan
hidupnya.
c. Hakikat Guru dan Tenaga Kependidikan
1) Guru dan tenaga kependidikan merupakan agen pembaharuan.
2) Guru dan tenaga kependidikan berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai
masyarakat.
3) Guru dan tenaga kependidikan sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi
yang baik bagi subjek didik untuk belajar
4) Guru dan tenaga kependidikan bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar subjek
didik.
5) Guru dan tenaga kependidikan dituntut untuk menjadi contoh dalam pengeolahan
proses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek didiknya
6) Guru dan tenaga kependidikan bertanggungjawab secara profesional untuk terus-
menerus meningkatkan kemampuannya
7) Guru dan tenaga kependidikan menjunjung tinggi kode etik profesional.
d. Hakikat Belajar Mengajar
1) Peristiwa belajar mengajar terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi
dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
2) Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi dan media/teknologi
pendidikan yang tepat.
3) Program belajar mengajar dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu sistem.
4) Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang didalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar.
5) Pembentukan kompetensi profesional memerlukan pengintegrasian fungsional antara
teori dan praktik serta materi dan metodologi penyampaian.
6) Pembentukan kompetensi profesional memerlukan pengalaman lapangan yang
bertahap, mulai dari pengenalan medan, latihan keterampilan terbatas sampai dengan
pelaksanaan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara lengkap aktual.
7) Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan profesional adalah
pendemonstrasian penguasaan kompetensi.
8) Materi pengajaran dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.
e. Hakikat Kelembagaan
1) LPTK merupakan lembaga pendidikan profesional yang melaksanakan pendidikan
tenaga kependidikan dan pengembangan ilmu teknologi kependidikan bagi
peningkatan kualitas kehidupan.
2) LPTK menyelenggarakan program-program yang relevan dengan kebutuhan
masyarakat baik kualitatif maupun kuantitatif..
3) LPTK dikelola dalam suatu sistem pembinaan yang terpadu dalam rangka pengadaan
tenaga kependidikan.
4) LPTK memilik mekanisme balikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas
layanannya kepada masyarakat secara terus-menurus.
5) Pendidikan pra-jabatan guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK dan
sekolah-sekolah pemakai (calon) lulusan.
Salah satu kunci keberhasilan dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif
dan efisien adalah peran dan fungsi kepala sekolah sebagai administrator pendidikan.
4. Kepala Sekolah Sebagai Administrator Pendidikan
Esensi dari ditetapkanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor 25
tahun 2000 tentang otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat
kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Masalah ini membawa implikasi
tersendiri dalam manajemen penyelenggaraan pendidikan ditingkat sekolah. Salah satu
pendekatan yang mengakomodasikan tuntutan terbaru pengelolaan pendidikan di daerah
adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang ditetapkan melalui peraturan Mentri
Nomor 053/u/2001. Konsep ini bertujuan untuk mendirikan, memberikan otoritas kepada
sekolah, memberdayakan sekolah, keleluasaan mengembangkan program sekolah dan
mengolah sumber daya dan potensi yang ada di sekolah sehingga akan terwujud sekolah yang
efektif dan bermutu.
Keberhasilan pelaksanaan MBS memerlukan sosok kepala sekolah yang memiliki
kemampuan manajerial dan integritas profesional yang tinggi serta demokratis dalam proses
pengambilan keputusan disekolah. Untuk mengembangkan kemampuan kepala sekolah ini
perlu diawali terlebih dahulu diadakan studi untuk mengidentifikasi kemampuan-kemampuan
apa yang sesungguhnya perlu dimiliki oleh kepala sekolah dalam rangka implementasi MBS
ini.
Di samping itu, hal penting lainnya yang perlu dilakukan kepala sekolah adalah
membangun visi. Visi yang telah dimiliki oleh sekolah seharusnya disosialisasikan,
dikomunikasikan, dihidupkan bahkan dikembangkan agar mempunyai arti, bermakna bagi
kehidupan sekolah. Visi merupakan cita-cita dan pandangan ke depan yang dapat raih di
masa depan melalui kinerja dengan berbagai upaya dan cara. Untuk menempuh tujuan
tersebut, diperlukan empat pilar, yaitu : “(1) Penentu arah, (2) Agen perubahan, (3) Juru
bicara, (4)Pelatih .’ (Aan Komariah, 2002 :48). Untuk menjalankan kepemimpinan visioner
ini, seorang kepala sekolah seyogyanya mempu memberikan inspirasi kinerja kepada stafnya,
terutama pada guru di dalam koordinasinya. Untuk itu, menurut Wahjosumidjo (1999 : 4-5),
ada sejumlah elemen kunci yang perlu diperhatikan kepala sekolah, yaitu :
 Suatu kepekaan yang mendalam menyangkut pencapaian tujuan, yang sering diungkapkan
sebagai suatu visi (untuk apa suatu sekolah didirikan dan dioperasikan serta apa yang
ingin dicapai).
 Penataan atau penempatan diri guru-guru dan staf berkaitan dengan visi tersebut.
 Penekanan pada kinerja guru-guru dan staf serta penciptaan suatu lingkungan yang
memberdayakan semua unsur dalam sekolah yang dipimpinnya.
 Struktur yang efektif yang memperhitungkan aspek sistemik sekolah.
 Suatu kapasitas untuk mengintegrasikan akal dan intuisi.
Apabila kepala sekolah ingin berhasil menggerakkan bawahan, seorang kepala
sekolah harus :
 Menghindarkan diri dari sikap perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras;
 Mampu melakukan tindakan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan semangat
dan percaya diri;
 Mampu membujuk bawahan sehingga bawahan yakin apa yang dilakukan adalah benar
(induce.
Dalam praktiknya, kepala sekolah sebagai administrator atau pemimpin memiliki
berbagai fungsi yang harus dijalankan agar kepemimpinannya efektif dalam mewujudkan
visi, misi dan tujuann sekolah.
Dalam memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang
terkandung dalam definisi pendidik, melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna
pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan dilaksanakan. Untuk
kepentingan tersebut, kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan
meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yaitu pembinaan mental, moral, fisik, dan
artistik.
Pembinaan mental ; yaitu membina pra tenaga kependidikan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan sikap batin dan watak. Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu
menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas
dengan baik, secara proporsional dan profesional. Untuk itu kepala sekolah harus berusaha
melengkapi sarana, prasarana, dan sumber belajar agar dapat memberi kemudahan kepada
guru dalam melaksanakan utamanya, mengajar. Mengajar dalam arti memberikan
kemudahan belajar bagi peserta didik (facilitate of learning).
Pembinaan moral ; yaitu membina pra tenaga kependidikan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan ajaran, baik buruk mengenai suatu perbuatan, sikap, dan kewajiban sesuai
dengan tugas masing-masing tenaga kependidikan. Kepala sekolah profesional harus
berusaha memberikan nasehat kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara
bendera atau pertemuan rutin.
Pembinaan fisik; yaitu membina pra tenaga kependidikan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara
lahiriah. Kepala sekolah profesional harus mampu memberikan agar para tenaga
kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olahraga, baik yang
diprogramkan sekolah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar sekolah.
Pembinaan artistik; yaitu membina pra tenaga kependidikan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan
melalui kegiatan karyawisata yang bisa dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran. Dalam hal ini,
kepala sekolah dibantu oleh para pembantunya harus mampu merencanakan berbagai
program pembinaan artistik, seperti karyawisata, agar dalam pelaksanaannya tidak
mengganggu kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu, pembinaan artistik harus terkait atau
merupakan pengayaan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Sebaga edukator kepala sekolah harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat
mempengaruhi profesionalisme kepala sekolah, terutama dalam mendukung terbentuknya
pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa
menjadi guru, menjadi wakil kepala sekolah, atau menjadi anggota organisasi
kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan
pekerjaannya, demikian halnya pelatihan dan penataran yang pernah diikutinya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatka kinerjanya
sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi
belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Pertama; mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran, untuk menambah
wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Misalnya, memberikan kesempatan bagi para guru yang belum mencapai
jenjang sarjana untuk mengikuti kuliah di universitas terdekat dengan sekolah, yang
pelaksanaannya tidak menganggu kegiatan pembelajaran. Kepala sekolah harus berusaha
untuk mencari biaya bagi para guru yang melanjutkan pendidikan, melalui kerjasama dengan
masyarkat, dengan dunia usaha atau kerjasama lain yang tidak mengikat.
Kedua ; kepala sekolah harus berusaha menggerakkan tim evaluasi hasil belajar
peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hasilnya secara terbuka dan diperlihatkan di
papan pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi para peserta didik agar lebih giat
belajar dan meningkatkan prestasinnya.
Ketiga; menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara dengan
cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan, serta memanfaatka secara efektif dan efisien untuk kepentingan
pembelajaran.
Keputusan Menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 0296/U/1996, merupakan
landasan penilaian kinerja kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai edukator harus memiliki
kemampuan untuk membimbing guru, membimbing tenaga kependidikan non guru,
membimbing peserta didik, mengembangkan tenaga kependidikan, mengikuti perkembangan
iptek, memberi contoh mengajar.
Kemampuan membimbing guru, terutama, dalam hal-hal yang berkaitan dengan
perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran dan bimbingan konsling (BK), penilaian
hasil belajar peserta didik, dan layanan bimbingan konsling, analisis hasil penilaian belajar
dan layanan bimbingan konsling, serta pengembangan program melalui kegiatan pengayaan
dan perbaikan pembelajaran (remedial teaching).
Kemampuan membimbing tenaga kependidikan non guru dalam penyusunan program
kerja, dan pelaksanaan tugas sehari-hari, serta mengadakan penilaian dan pengendalian
kinerja periodik dan berkesinambungan. Penilaian dan pengendalian kinerja secara periodik
dan berkesinambungan penting dilakukan untuk mencapai peningkatan kualitas kerja secara
kontinu (continuous quality improvement).

c. Rangkuman
Kajian filsafat dan teori administrasi pendidikan merupakan bagian yang memberikan
arah dan pandangan bagaimana seorang administrator pendidik menjalankan tugasnya dengan
didasari oleh nilai-nilai kebenaran, baik pada tataran praktis ataupun teoritis.
Berfilsafat dimulai dari kekaguman dan keheranannya terhadap alam semesta, mereka
memulai dari keraguan dan kesangsian. Rasa kagum terhadap alam semesta merupakan awal
berfilsafat seperti yang dialami plato. Dari rasa kagum muncul upaya untuk mengamati
terhadap apa yang dikaguminya dengan langkah menyelidiki, meneliti dan seterusnya.
Administrasi pendidikan merupakan ilmu yang membahas pendidikan dari sudut
pandang kerjasama dalam proses mencapai tujuan pendidikan. Semua proses usaha
kerjasama dalam mencapai tujuan pendidikan dilakukan dengan melibatkan semua aspek
yang dipandang perlu dan positif dalam usaha mencapai keberhasila, baik berupa benda atau
material, seperti uang dan fasilitas, spiritual, seperti keyakinan dan nilai-nilai, ilmu
pengetahuan seperti ilmu dan teknologi, maupun manusia atau human. Oleh karena itu,
disebut dengan melibatkan sumber daya material maupun sumberdaya manusia.
d. Soal Latihan
1. Filsafat dapat diartikan “suka kebenaran”.
a. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan kebenaran dan bagaimana kebenaran itu
diperoleh.
b. Sebutkan dan jelaskan beberapa pokok persoalan filsafat yang berkaitan dengan
kebenaran.
2. Berfilsafat ditandai oleh adanya cara berpikir tertentu dan upaya mencari kebanaran.
a. Sebutkan dan jelaskan cara berpikir yang saudara ketahui dan berikan contohnya.
b. Sebutkan dan jelaskan beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap
pengetahuan manusia dalam upaya mencari kebenaran.
3. Kegiatan manusia dalam mencari kebenaran ditandai oleh munculnya teori tentang
kebanaran.
a. Sebutkan dan jelaskan 2 teori kebenaran beserta contohnya.
b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan : kebenaran metafisik, kebenaran etik, kebenaran
logik dan kebenaran empirik.
4. Memahami filsafat adalah penting bagi seorang administrator pendidikan.
a. Berikan alasan/argumentasi pernyataan tersebut di atas.
c. Jelaskan bagaimana kedudukan/hubungan filsafat dalam kegiatan penyelengaraan
pendidikan.
5. Salah satu permasalahan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah
masih belum optimal peran dan fungsi sekolah sebagai administrator pendidikan.
a. Coba saudaraa searching di internet, satu kasus yang berkaitan dengan masalah
kemampuan kepala sekolah.
b. Berikan analisis dan solusi terhadap masalah tersebut menurut saudara.

E. Daftar Pustaka
Abbas, Hamzah. (1981). Pengantar Filsafat Alam.Surabaya: Al Iklas.
Aan, Komariah. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.
Anshari, Endang Saefuddin. (1987). Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Arifin, Muzayyin. (2005). Filsafat Pendidikan Ilsam. Jakarta: Sinar Grafika.
Burhanuddin H.S. (1985). Filsafat Manusia. Bandung: Selamat Jaya.
Dapartemen Pendidikan Nasional. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan Abad Ke 21 (SPTK-21). Depdiknas.
Dapartemen Pendidikan Nasional. (2002). Filosofi, Kebijaksanaan dan Strategi Pendidikan
Nasional. Depdiknas.
Engkoswara. (1987). Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Depdikbud Jakarta.(
(2002). Profesionalisme Guru. Kumpulan Naskah. Program Pasca Sarjana UPI.
Graf Orin B., Calvin M Street, Ralp B Kimbrough, Archie R Dykes. (1996). Phylosophic
Theory & Practice In Educational Administration. Beltmont, Publishing Comp.
Calipornia.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan. (2003). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Tentang SISDIKNAS. FM Fokus Media.
http://tomoutou.net/3 sem1 012/nunu h.htm Nunu Heryanto PENTINGNYA LANDASAN
FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN BAGI PENDIDIKAN: Suatu Tinjaun Filsafat Sains.
http://www.mail-archive.com/filsafat@yahoogroups.com/msg01982.html
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). (1995). 50 Tahun Pendidikan dan Prospeknya
Terhadap Pembangun Bangsa Dalam PJP II, No.01, Peranan Pendidikan. Bandung:
PT. Karya Putri Wardhani.
Ismaun. (2007). Serahan Perkuliahan Filsafat Administrasi Pendidikan. Sekolah Pasca
Sarjana UPI.
Lincoln, Yvone. S dan Guba, Egon G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage
Publications.
Mujamma Khadim Al Haramain. (1413 H) Al Qur’an dan Terjemahnya. Medinah
Munawaroh.
Muhammad Th. (1984). Kedudukan Ilmu Dalam Islam. Surabaya Usaha Opset Printing
Mudyahardjo Redja. (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhadjir Noeng. (1998). Filsafat Ilmu, Telaah Sistematis Fungsional Komparatif.
Yogyakarta : Rake Serasin`
Pranarka, A.M.W. (1987). Epistimologi Dasar. Jakarta: CSIS.
Peursen Van. (1993). Susunana Ilmu Pengetahuan. Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta:
Gramedia.
Rasyidin, Waini dkk. (2006). Bahan Belajar Mandiri, Filsafat Pendidikan. UPI Press.
Syafiie, Inu Kencana. (2000). Al Qur’an dan Ilmu dan Administrasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Siagian. (1987). Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.
Sihalahi Ulbert. (1999). Studi Tentang Ilmu Administrasi. Konsep Teori Dimensi . Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Sutisna Oteng. (1983). Dasar Teoritis Untuk Praktik Profesional. Bandung: Angkasa
Supriadi Dedi. (1998). Kebenaran Ilmiah, Metode Ilmiah, dan Paradigma Riset Pendidikan.
Program Pasca Sarjana UPI.
Suriasumantri Yuyun S. (1996). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. CV Muliasari
Suriasumantri Yuyun S. (1999). Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor.
Tafsir Ahmad. (1999). Filsafat Umum. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Wahjodumidjo. (1999). Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
BAB 2
DESENTRALISASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh
H. Yoyon Bactiar Irianto, M.Pd.
H. Udin Syeefudin Sa’ud, Ph.D

Eksistensi manajemen itu berkaitan dengan dimensi-dimensi yang bersifat eksak,


namun dapat menembus langit-langit supra rasional dan supra empirikal. Karena itu,
manajemen sebenar-benarnya hanya sekedar alat, untuk dapat berkarya dengan hasil-
hasil yang lebih memberikan manfaat..

A. Pendahuluan
Desentralisasi menurut kitab UU.No.32/2004 bukan lagi hanya suatu konsep tetapi
mulai diimplementasikan pada semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada tatanan
kelembagaan sistem maupun satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal maupun
nonformal, di lingkungan persekolahan maupun diluar persekolahan. Implimentasi pada
tatanan kelembagaan pendidikan sungguh sangat berarti, karen fungsi dan peranan
kelembagaan tersebut sangat stratejik dalam pembangunan peradaban bangsa.

Sejarah pencatat bahwa pada organisasi pendidikanlah kreativitas kultural kader-kader


bangsa di masa depan dapat dikembangkan. Setelah kita menyelusuri sejarah panjang
perjalanan penerapan otonomi dan desentralisasi ketatanegaraan, prinsip penyelenggaraan
otonomi, efektivitas pelaksanaan, dan ajaran-ajaran yang dijadikan rujukan, pada bab ini,
saya mengajak para pembaca untuk mengobservasi langsung pada tatanan manajemen
pembangunan pendidikan. Kita akan mengamati gambaran tentang implementasi konsep-
konsep disentralisasi pembangunan pemerintahan mengejawantah dalam penyesuaian-
penyesuaian administrasi dan manajemen pendidikan.
Kita akan mencoba mempelajari dua aspek penting,yaitu: makna yang hakiki
desentralisasi dalam manajemen pendidikan, dan ruang lingkup desentralisasi dalam
administrasi Dn menejemen pendidikan. Khusus yang berkenaan dengan ruang lingkup
desentralisasi dalam administrasi dan manajemen pendidikan,kita akan mencari tahu
perubahan dalam perundang-undangan pendidikan,struktur organisasi kelembagaan
pendidikan,pengembangan kurikulum pendidikan,ketenagaan pendidikn,pembiayaan
pendidikan,sarana dan prasarana pendidikan. Harapanya, tiada lain agar kita dapat
memberikan sumbangsi yang berarti dalam proses pembangunan pendidikan karena
sumbangan terbesar itu adalah......partisipasi.

B. Kajian Teori
1. Hakikat desentralisasi menejeman pendidikan
Mengawali bahasan ini ada tiga persoalan mendasar yang patut diantisipasi dalam
desentralisasi manajemen pendidikan,yaitu: apakah pemberian otonomi pada daerah akan
menjamin setiap warga negara memperoleh haknya dalam pendidikan? Dan apakah dengan
pemberian kewenangan menyalenggarakan pendidikan pada daerah dapat menjamin peran
serta masyarakat akan meningkat ? dan apakah penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan
didaerah dapat mencapai hasi-hasilpendidikan yang bermutu? Untuk menjawab ketiga
pertanyaan tersebut,saya akan kembali keperundang-undangan penyelenggaraan otonomi
pemerintahan daerah. Karakteristik yang melekat pada kitab UU.No.32/2004 telah membawa
implikasi terhadap manajemen pendidikan nasional. Implikasi tersebut diantaranya bahwa
setiap proses manajemen penyelenggaraan pendidikan nasional harus pula berlandaskan
bottom up aproach ,karena disamping organisasi dan manajemen pendidikan nasional harus
acceptable bagi masyarakatnya,juga harus acountable dalam melayani publik terhadap
kebutuhan pendidikan. Secara teknik oprasional menejemen pendidikan tingkat atas
eksistensinya tergantung rekomendasi kebutuhan pada tingkat bawahnya secara
berjenjang,dalam arti substansi,proses, dan konteks penyelenggaraan pada tingkat kabupaten
atau kota tidak mutlak sama,baik dengan daerah lainya yang sederajat maupun dengan daerah
provinsi. Secara teoritas, keragaman itu akan memunculkan sinergisme yang didukung oleh
keunggulan komperatif dan kompetitif masing-masing daerah dalam mencapai tujuan-tujuan
pendidikan.
Dengan demikian bahwa besar dan luasnya kewenangan dalam manajemen
penyelenggaraan pendidikan akan tergantung pada sistem politik dalam memberikan
keleluasaan tersebut.akan tetapi,sekalipun keleluasaan itu diartikan tidak dapat diartikan
sebagai pemberian kebebasan mutlak tanpa mempertimbangkan kepentingan
nasional,sehinggamenimbulkan konflik kepentingan antara atimistrator pendidikan pada
tingkat pusat dengan administrator ditingkat kelembagaan ditingkat satuan pendidikan.
Sesungguhnya konflik kepentingan tersebut tidak perlu terjadi apabila para administrator
tersebut memahami hakikat dan urgensi perlunya desentralisasi dalam manajemen,yang
walaupun terjadi tarik menarik kepentingan tersebut harus berdasarkan pada prinsip saling
ketergantungan untuk menghasilkan sinergitas tujuan-tujuan pembangunan pendidikan yang
lebih luas.
Secara teoritis struktur organisasi desentralisasi ditunjukan dengan tingkat
pengambilan keputusan yang terjadi dalam organisasi. Dalam struktur organisasi, sebagian
keputusan diambil pada tingkat hirarki organisasi tertinggi ,dan apabiladan apabila sebagian
besar otoritas didelegasikan pada tingkatan yang rendah dalam organisasi, maka organisasin
tersebut tergolong pada organisasi yang didesentralisasikan,dengan demikian inti dari
desentralisasi adalah adanya pembagian kewenangan oleh tingkat organisasi di atas kepada
organisasi di bawahnya. Implikasi dari hal tersebut adalah desentralisasi akan membuat
tanggung jawab yang lebih besar kepada pimpinan di tiap level organisasi dalam
melaksanakan tugasnya serta memberikan kebebasan dalam bertindak. Dengan desentralisasi
akan meningkatkan independensi para administrator untuk berfikir dan bertindak dalam satu
tim tanpa mengorbankan kebutuhan organisasi. Desentralisasi membutuhkan keseimbangan
antara independenssi para administrator serta komitmenya terhadap kelangsungan hidup
organisasi.
Istilah desentralisasi mengandung makana bahwa proses pendelegasian atau
pelimpahan kekuasaan atau wewenang dalam sistem organisasi diberikan dari pimpinan atau
atasan ke tingkat bawahanya. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam
kehidupan berorganisasi adalah untuk meningkatkan efisiensi manajemen dan kepuasan kerja
pengawal melalui pemecahan masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan daerah
lokal. Dengan demikian desentralisasi manajemen pendidikan adalah pelimpahan wewenang
dari pemerintah kepada daerah untuk membuat keputusan manajemen dan menyusun
perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan,dengan mengacu kepada sistem
pendidikan nasional . dengan demikian , dalam praktik desentralisasi manajemenpendidikan
dapat diterapkan didalam beberapa tingkat dan struktur organisasi penyelenggara pendidikan.
Tujuan desentralisasi manajemen pendidikan ,yang dalam bahasa kekaisaran adalah
educational improvement, administrative efficiency, financial efficiency,political goal, effect
aquity,namun demikian dalam praktiknya tidak seluruh kewenangan tersebut dapat
didesentralisasikan.
Kewenangan perumusan atau pembuatan kebijaksanaan nasional mengenai
pendidikan yang merupakan kurikulu, persyaratan –persyaratan pokok tentang jenjang
pendidikan, persyaratan pembukaan program baru, persyaratan tentang guru atau pendidik
disetiap jenjang pendidikan ,dan kegiatan-kegiatan strategis lainnya yang dipandang lebih
efektif ,efisien dan tepat jika tidak didesentralisasikan masih dilakukan dan diperlukan
sentralisasi. Sedangkan setiap kewenangan implementasi dan evaluasi kebijakan nasional
dalam hal-hal tertentu ,dilakukan oleh pemerintahpusat dan bisa pula diserahkan atau
didesentralisasikan ke unit dibawah, di daerah atau kepada masyarakat. Demikian juga
kewenangan pembuatan kebijakan yang berdimensi daerah tidak dilakukan oleh pemerintah
pusat,melainkan bisa segera didesentralisasikan.
Pembaharuan sistem manajemen dalam pemerintah tersebutmempunyai implikasi
langsung terhadap sistem pendidikan nasional,terutama yang berkaitan dengan masalah
substansi,proses dan konteks manajemen penyelenggaraan pembangunan pendidikan.
Namun,penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk masa-masa mendatang,walaupun
telah memiliki perangkat pendukungperundang-undangan , juga masih dihadapkan sejumlah
faktor yang menjadi tantangan dalampenerapan desentralisasi pendidikan di daerah,seperti
tingkat pengembangan ekonomi dan sosial budaya setiap daerah ,tipe dan kualita kematangan
SDM yang diperlukan oleh daerah setempat,perkembangan ilmu dan teknologi
,perkembangan dunia industri dan perkembangan lembaga-lembaga satuan pendidikan
disetiap daerah. Ini semua mangisyaratkan perlunya pemikiran dan kajian yang lebih matang
dalam menyiapkan situasi lokasi atau lembaga satuan pendidikan, agar desentralisasi dalam
manajemen penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan baik.
Apabila kitab UU.No.32/2002 dilaksanakan secara konsisten ,secara teoristis
kehendak pasal 31 ayat (1) kitab UUD/1945 kemungkinan besar dapat teralisasikan,karena
pelayanan pemerintah kepada masyarakat dibidang pendidikan dan pengajaran ,rentangnya
tidak terlalu jauh. Dengan demikian, peranan proses manajemen dalam pembangunan
pendidikan akan semakin strategis . kembali ketiga pertanyaan di muka: Dan apakah
pemberian otonomi kepada setiap daerah akan menjamin setiap warga negara yang
memperoleh haknya dalam pendidikan? Dan apakah dengan pemberian kewenangan
penyelenggaraan pendidikan kepada daerah dapat menjamin peran serta masyarakat akan
meningkat? Dan apakah penyelenggaraan pendidikan yang didlakukan didaerah akan
mencapai hasil-hasil pendidikan yang bermutu?
Konsep retriksi administrasi , menganggap bahwa implementasi kebijakan
desentralisasi dalam manajemen pendidikan dapat dipandang dari sebuah penenrapan teori
dan prinsip-prinsip pengembanagan organisasi . Dalam konsep pengembangan organisasi,
setiap pembaharuan dalam tatanan kebijakan selalu diidentifikan dengan penerapan ilmu
prilaku dalam usaha jangka panjang untuk meningkatkan kemampuan organisasi mengatasi
pembaharuan dalam lingkungan eksternnya dan meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah intern organisasinya. Atau dianggap sebagai peningkatan kemampuan organisasi
untuk mencapai tujuannya dengan memanfaatkan potensi manusia secara lebih efektif dan
mengevaluasi setiap pembaharuan dan mengarahkanya secara konstruktif.
Desentralisasi manajemen pendidikan berusaha untuk mengurangi campur tangan atau
intervensi pejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang sepatutnya
bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah, pemerintah daerah, atau
masyarakat. Sehingga diharapkan terjadi pemberdayaan peran unit di bawah atau peran
masyarakat atau masyarakat daerah. Akan tetapi, walaupun begitu luasnya otonomi dan
pendidikan diberikan kepada daerah, tetap harus konsisten dengan sistem konstitudi. Dan
walaupun bidang administrasi dan manajemen prndidikan termasuk bidang yang diserahkan
dan wajib dilaksanakan oleh daerah, namun perlu adanya kategasan bidang-bidang apa yang
menjadi wewenang daerah. Tampaknya, manajemen aspek-aspek pendidikan yang berkaitan
dengan identitas dan integritas bangsa memerlukan standarisasi nasional melalui komitmen
politik. Sedangkan manajemen aspek-aspek spesifik dan model penyelenggaraan pendidikan
menjadi wewenang masing-masing daerah, sehingga keinginan, kebutuhan dan harapan
semua pihak dapat terpenuhi. Artinya, pencapaian warga negara yang bermutu dapat
diprediksi mempunyai kapabilitas dan keunggulan kompetitif dalam percaturan global.
Dalam kitab-kitab administrasi ketatanegaraan, misalnya yang dikemukakan
Rondinelli & Cheema, yang pernah kita diskusikan, ada dua alasan mengapa organisasi
pemerintah negara perlu membentuk struktur desentralisasi ,yaitu:
a. By decentralizing funcions and reassigning central government official to local levels,
these official knowledge of an sensitivity to local problems and need can be in creased.
Closer contact between government official and the local population with which to
formulate more realistic and effective plans for government project and programs.
b. Decentralization could lead to the development of greater administrative capability
among local government and private instutions, thus expanding their capacities to take
over funcions that are not usually performed well by central ministries. It could also give
local officials the opportunity to develop ther managerial and technical skills.
Atas dasar alasan-alasan itu, desentralisasi merupakan sarana untuk mengembangkan
organisasi karena organisasi dapat bergerak lebih luwes dan alur informasi lebih bebas sesuai
dengan karakteristik pembuatan keputusanya. Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan daerah, desentralisasi adalah pola yang paling tepat dan relevan dengan
tuntunan otonomi tersebut.
Kebijakan yang berdimensi lokal adalah semua hal yang sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat daerah. Kebijakan seperti ini sebaiknya rakyat (baik melalui DPRD
maupun kelompok – kelompok kepentingan daerah) dan pemerintah daerah yang
memutuskannya. Memilih lokasi tempat berdirinya gedung sekolah, menambah dan
mengangkat guru, memilih dan menetapkan kepala sekolah, mendidik dan melatih guru,
menentukan kurikulum lokal, dan lain sebagainya akan lebih tepat efisien jika daerah yang
melakukannya. Karena itu, pelaksanaan desentralisasi manajemen pendidikan sampai ke
tingkat lembaga satuan pendidikan berdasarkan jenjang pendidikan yang selama ini kita anut,
yakni meliputi jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Diperlukan pola – pola desentralisasi manajemen yang relevan. Desentralisasi jenjang
pendidikan bisa dipilih apakah semua jenjang pendidikan bisa ditangani oleh pemerintah
daerah, atau hanya terbatas jenjang pendidikan tertentu sesuai dengan kemampuan
pemerintah di daerah.

2. Ruang Lingkup Desentralisasi Manajemen Pendidikan

Dimuka telah disebutkan bahwa desentralisasi pemerintahan negara membawa


implikasi terhadap ruang lingkup (substansi), proses, dan konteks pembangunan pendidikan,
dan pada implementasinya dalam bidang pendidikan memerlukan model – model yang
relevan sesuai dengan konteks dan karakteristik pemerintahan di daerah.
Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan, yaitu: (1) Manajemen
berbasis lokasi (site-based management), (2) Pengurangan administrasi pusat, dan (3) Inovasi
Kurikulum. Model manajemen berbasis lokasi menurut sang begawan ialah model yang
dilaksanakan dengan meletakan semua urusan penyelenggaraan pendidikan pada sekolah.
Model pengurangan administrasi pusat merupakan konsekuensi dari model pertama.
Pengurangan administrasi pusat diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan pada
masing – masing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada inovasi
kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua
peserta didik. Kurikulum ini disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah –
sekolah dan tersebar pada daerah yang bervariasi.
Terlepas dari bidang garapan mana yang didesentralisasikan, sebenarnya aspek utama
yang perlu disiapkan ialah adanya deregulasi peraturan perundang-undangan sebagai produk
dari kebijakan nasional yang dijadikan perangkat kendali sistem manajemen, sekaligus yang
mengatur isi dan luas kewenangan setiap bidang garapan yang didesentralisasikan. Aspek
inilah yang akan memberi corak, jenis dan bentuk – bentuk desentralisasi dalam manajemen
pendidikan. Artinya, substansi desentralisasi manajemen pendidikan harus pula menyertakan
peraturan perundang-undangan yang mengatur batas-batas kewenangan pangkal, bidang
garapan mana yang secara mandiri menjadi hak, bidang garapan mana yang menjadi
kewajiban, bidang mana yang menjadi kewenangan tambahan, bagaimana hak dan kewajiban
tersebut di pertanggung jawabkan, serta bagaimana peraturan perundang-undangan tersebut
mengikat secara hukum terhadap bidang-bidang garapan manajemen pendidikan yang
didesentralisasikan itu.
Berdasarkan pada gambaran tersebut, maka substansi desentralisasi dalam bidang
manajemen pendidikan, paling sedikit berkenaan dengan aspek – aspek: (1) Perundang-
undangan pendidikan; (2) struktur organisasi dan kelembagaan pendidikan; (3)
pengembangan kurikulum pendidikan; (4) profesionalisasi tenaga kependidikan; (5) sarana
dan prasarana pendidikan; (6) pembiayaan pendidikan. Keenam aspek ini saya ilustrasikan
pada gambar 2.1
Pengembangan
Perundang-
Tenaga
Undangan
Kependidikan
Pendidikan

Struktur Dan Desentralisasi


Pembiayaan Proses
Kelembagaan Manajemen
Pendidikan
Pendidikan Pendidikan

Pengembangan Saran dan


Kurikulum Prasarana
Pendidikan Pendidikan

Gambar 2.1
Ruang Lingkup Desentralisasi Manajemen Pendidikan
1) Desentralisasi Perundang-Undangan Pendidikan

Bidang hukum dan perundang-undangan dalam konteks desentralisasi manajemen


pendidikan, saya anggap paling krusial karena aspek ini merupakan perangkat kendali
manajemen yang akan menentukan isi dan luas wewenang dan tanggung jawab untuk
melaksanakan setiap bidang tugas yang didesentralisasikan. Artinya, setiap penataan
organisasi dan manajemen sebagai konsekuensi dari wewenang yang diterima, tidak terlepas
dari adanya asas legalitas sebagai landasan berpijak dalam membangun perangkat-perangkat
operasional organisasi dan manajemen yang accountable bagi kepentingan masyarakat,
sekaligus untuk memenuhi kebutuhan masyrakatnya. Dengan demikian, maka salah satu
keberhasilan dalam desentralisasi manajemen pendidikan sangat tergantung pada dukungan
peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan tersebut terdiri dari dua
sumber: pertama, komitmen politik yang bersumber dari amanat rakyat. Komitmen ini
mencakup komitmen internal dan eksternal. Komitmen internal berkaitan dengan segala
aktivitas pemenuhan kebutuhan, keinginan dan harapan rakyat untuk kesejahteraan.
Sedangkan komitmen eksternal berkaitan dengan segala aktivitas masyarakat dan bangsa
dalam percaturan global. Kedua, political will (kemauan politik) para pembuat kebijakan baik
pada tatanan manajemen pendidikan di tingkat pusat maupun pada tingkat daerah. Kemauan
politik ini harus konkrit dalam wujud peraturan perundang-undangan dengan segala akibat
hukum yang menyertainya secara konsisten.
KOMITMEN KOMITMEN
NASIONAL (UUD GLOBAL
1945 & GBHN

PERUNDANG-
UNDANGAN
NASIONAL &
PERATURAN
PEMERINRAH (PP) PERATURAN PROPENAS (Renstranas)
MENTERI

PERATURAN PERATURAN
DAERAH KEPALA DAERAH
PROPEDA &
RENCANA STRATEJIK
PEMBANGUNAN
PERATURAN PERATURAN KEPALA DAERAH
DAERAH DAERAH

PELAKSANAAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

Gambar 2.2
Rujukan Perundang-undangan Manajemen Pendidikan Di Daerah

Pelaksanaan pembangunan pendidikan di daerah, melalui gambar 2.2 saya ingin


menunjukkan bahwa, sampai saat ini sudah memiliki tiga komponen utama yang dapat
dijadikan rujukan dalam deregulasi perundang – undangan pendidikan, yaitu : pertama,
struktur produk kebijakan yang menjadi perangkat kendali sistem penyelenggaraan
pembangunan pendidikan. Produk – produk kebijakan ini berkenaan dengan UU yang
mengatur tentang kependudukan, kesehatan, hak azasi manusia (HAM), pemerintah daerah,
perimbangan keuangan, sistem pendidikan Nasional, peraturan-peraturan daerah, dan
bebeerapa keputusan menteri dan kepala daerah. Kedua, struktur program pembangunan yang
menjadi perangkat operasional bagi pelaksanaan pembangunan pendidikan di daerah.
Perangkat ini berkenaan dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), program
pembangunan nasional (Propenas) dan rencana strategis (Renstra), program pembangunan
daerah (Propeda) dan rencana strategis daerah (Renstrada). Ketiga, orientasi dan tantangan –
tantangan pembangunan ke depan yang menjadi perangkat pendukung dalam pelaksanaan
pembangunan pendidikan. Perangkat ini berkenaan dengan komitmen bangsa dalam
percaturan dunia internasional dan tantangan – tantangan pembangunan yang harus dihadapi
di masa depan.
Upaya menjamin kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan pendidikan,
pemerintah daerah diberi tanggung jawab yang besar. Dalam hal ini, peraturan daerah (perda)
dan peraturan kepala daerah (perkepda) yang dapat dijadikan perangkat kendali sistem
organisasi dan manajemen pendidikan di daerah tidak lagi memerlukan pengesahan dari
pemerintah pusat, sepanjang merujuk dan tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan
perundangan – undangan yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
desentralisasi manajemen pendidikan di daerah harus banyak menempatkan peran serta
masyarakat dan pihak swasta dengan pola – pola kemitraan melalui mekanisme pasar yang
kompetitif. peranan pemerintah daerah lebih banyak pada melaksanakan fungsi-fungsi
pengawasan, fasilitasi, pengendalian dan pendampingan. Deregulasi dalam bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan tersebut, paling tidak mencakup aspek – aspek
substansial dalam menjawab persoalan pendidikan.
Akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa dalam upaya pelaksanaan UU.No.32/2004
tentang pemerintahan Daerah, khususnya dalam kaitannya dengan desentralisasi peraturan
perundang-undangan pendidikan pada tingkat daerah atau kelembagaan, diperlukan kerangka
kebijakan umum yang memungkinkan para penyelenggara pemerintahan daerah beserta
stakeholder serta masyarakat daerah menempatkannya sebagai acuan bersama untuk
mengarahkan potensi daerah sesuai target dari tujuan otonomi daerah.
Kehadiran kebijakan umum implementasi otonomi daerah berdasarkan
UU.No.32/2004 diarahkan untuk dapat menjadi pedoman para penyelenggara pemerintahan
daerah, sebenarnya bukanlah sebuah dokumen yang akan menduplikasi dokumen
perencanaan daerah yang ada saat ini, melainkan akan menjadi penguat bagi pelaksanaan
agenda pembangunan daerah yang secara eksplisit telah dijadikan ketentuan hukum daerah,
karena perumusannya akan dikonsentrasikan pada pendayagunaan elemen-elemen dasar yang
menopang manajemen pemerintahan daerah. Dengan demikian kehadiran kebijakan umum
tersebut seharusnya menjadi acuan perangkat daerah dalam mendayagunakan sumber daya
daerah sehingga mampu melakukan perannya di dalam mencapai target – target yang telah
tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
Secara skematik hubungan kebijakan umum implementasi otonomi daerah dengan
dokumen perencanaaan daerah, untuk sebuah telaah kasus saya kutif dari dokumen yang telah
dikembangkan oleh pemerintah provinsi jawa barat 2006, sebagai berikut.
RENSTRA Indeks Kesejahteraan Masyrakat
RT/RW
SKPD Pembangunan JABAR
RENSTRA
Manusia
PEMDA
JABAR
2003/2008
Pembinaan, Supervisi, Monev PP/Perpres/Juknis
Pemerintahan Dep/LPND

Elemen Pemda
dalam Otda

Kewenangan Diseminasi KUI


(Urusan Otda
Pemerintahan)

Kelembagaan
Daerah

Kepegawaian
Daerah

IMPLEMENTASI URUSAN

Meningkatkan Kesejahteraan
Pelayanan Publik dan Daya
Keuangan Daerah Kebijakan Kebijakan
Umum Operasional

Saing Daerah
UU No. Implementasi Otda :
32/2004 Otda di Jawa a. Juklak
Infromasi Dan
Pelayanan Publik Barat Urusan
b. RKPD
c. Renja SKPD

Hubungan
Kepemerintahan
Kesamaan Persepsi & Komitmen
Pengawasan SKPD Terhadap Arah Kebijkan
Pemerintah Daerah Otda

Kreasi,Aspirasi,
Keberdayaan Partisipasi &
Masyarakat Daerah kemitraan
dengan
Masyarakat

Gambar 2.3
Akselerasi Otonomi Daerah versi Pemda Provinsi Jawa Baraat
Skema diatas hanyalah sebuah kasus pada pemerintah daerah yang mempunyai
‘obsesi’ menjadi provinsi termaju dan menjadi mitra terdepan ibukota. Saya cukup merasa
bangga dengan obsesi itu, karena memang seperti yang sering disebut dalam teori - teori
bahwa implementasi kebijakan tentang otonomi daerah tidak hanya berkaitan dengan
mekanisme menterjemahkan tujuan kebijakan dalam bentuk prosedur rutin dan teknis,
melainkan melibatkan berbagai faktor atau elemen pemerintahan yang menopang efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah yang diberikan pemeriintah pusat. Faktor atau elemen
pemerintahan tersebut meliputi kejelasan urusan pemerintahan antar tingkatan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom, besaran kelembagaan organisasi perangkat
daerah, kepegawaian, sumber daya keuangan daerah, pendayagunaan teknologi informasi dan
model pelayanan publik; pendayagunaan aset-aset pemerintahan daerah, pengawasan daerah
serta hubungan kepemerintahan di antara stakeholder pemerintahan di daerah (domain
pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat). Untuk merumuskan kebijakan implementasi
otonomi daerah yang sejalan dengan semangat UU.No.32/2004, memang memerlukan
analisis yang utuh terhadap kondisi yang melingkupi elemen – elemen pemerintahan daerah,
yang meliputi: (1) kondisi yang ada dan permasalahannya (existing condition), (2) prospek
yang ingin dikembangkan dalam pelaksanaan otonomi daerah (sasaran), (3) kondisi yang
diperlukan untuk mencapai sasaran (asumsi) dan (4) saran-tindak dan strategi pencapaian
sasaran (recomendation).
Permasalahan yang timbul pada saat implementasi seluruh elemen penopang
kebijakan otonomi daerah di lingkungan pemerintahan daerah, sudah selayaknya menjadi unit
analisis untuk dilihat implikasi dan efektivitasnya. Dalam hubungan ini, maka secara
konseptual penetapan kebijakan implementasi otonomi daerah pada setiap pemerintahan
daerah, sudah seharusnya merujuk pada: pertama, kondisi faktual elemen – elemen yang
menopang penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam penyelangaraan otonomi daerah,
yang meliputi: (1) berkenaan dengan aspek pembagian urusan pemerintahan antar tingkatan
pemerintahan, (2) besaran kelembagaan organisasi perangkat daerah, (3) kepegawaian, (4)
sumber daya keuangan daerah, (5) pendayagunaan teknologi informasi dan model pelayanan
publik, (6) pendayagunaan aset pemerintahan daerah, (7) pengawasan dan; (8) hubungan
kepemerintahan diantara stakeholder pemerintahan di daerah; kedua, sinergitas kebijakan
dengan perencanaan daerah yang memuat program-program dalam mendayagunakan setiap
elemen pemerintahan daerah untuk menjaga sinergitasnya dengan perumusan kebijakan
umum implementasi otonomi daerah; ketiga, rumusan tentang butir-butir kebijakan umum
yang dapat dijadikan rujukan dalam perencanaan dan pendayagunaan elemen – elemen
penopang akselerasi pelaksanaan otonomi pemerintahan daerah.

2) Desentralisasi Organisasi Kelembagaan Pendidikan

Pembaharuan struktur kelembagaan pendidikan di daerah perlu memperhatikan tiga


hal pokok, yaitu kewenangan, kemampuan, dan kebutuhan masing – masing daerah dengan
berazaskan pada demokratisasi, pemberdayaan dan pelayanan umum di bidang pendidikan.
Kewenangan merupakan rujukan yang dijadikan dasar pijakan dalam menentukan substansi
manajemen pendidikan yang patut dilakukan. Kebutuhan berkaitan dengan permasalahan
yang signifikan di daerah. Dan pada aspek kemampuan berkaitan dengan potensi daerah
terutama dari hasil penggalian sumber daya yang dituangkan dalam PAD.
Di samping itu, pembaharuan kelembagaan pendidikan di daerah perlu didasarkan
pada prinsip rasional, efisien, efektif, realistis, dan operasional, serta memperhatikan
karakteristik organisasi dan manajemen modern. Dalam istilah yang lebih populer, bahwa
Struktur Organisasi dan Tata Karya (SOTK) harus “ramping struktur kaya fungsi”.
Pertimbangannya ialah : (1) terbuka, (2) fleksibel, (3) ramping, (4) efisien, (5) rasional, (6)
fungsionalisasi, (7) jenjang pengambilan keputusan sangat pendek, (8) desentralisasi dan
delegasi wewenang optimal, (9) peran setral SDM, (10) kepemimpinan partisipatif, (11) daya
tanggap tinggi atas aspirasi rakyat, (12) antisipatif terhadap masa depan, dan (13) berorientasi
kepada tercapainya tujuan.
Deregulasi struktur organisasi dan manajemen pendidikan diarahkan pada sistem
pembagian kekuasaan dan kewenangan. Ilustrasi pada Gambar menunjukkan bahwa,
organisasi pengelolaan pembangunan pendidikan berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
tingkat kelembagaan. Terminologi otonomi pemerintahan sebagaimana tertuang dalam kitab
UU.No 22/1999 yang membagi otonomi ke dalam tiga bentuk, yaitu ‘otonomi terbatas’ untuk
organisasi tingkat provinsi, ‘otonomi luas’ untuk tingkat kabupaten/kota, dan ‘otonomi
murni’ untuk tingkat desa, tidak serta merta dijawantahkan ke dalam organisasi pengelolaan
pendidika nasional seperti halnya otonomi pemerintahan.

Pola hubungan manajemen pendidikan nasional, tidak terlepas dari kehendak pasal 2
ayat (7) UU.No.32/2004, bahwa hal – hal yang menyangkut kewenangan, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan
hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan organisasi.
Sebagaimana dalam penjelasan pasal 2 ayat (7) disebutkan bahwa ‘hubungan
administrasi’ adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelengaraan
pemerintahan daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem
administrasi negara. Kehendak tersebut diwujudkan dalam hubungan antara pengelola sistem
pendidikan secara nasional dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi. Dalam hal ini,
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai pengelola sistem pendidikan nasional,
dalam melakukan hubungan baik dalam berhubungan dengan organisasi pendidikan tingkat
provinsi, yaitu Dinas Pendidikan Provinsi (sebagai perangkat Pemerintah Daerah provinsi),
maupun dengan Dinas pendidikan kabupaten/kota (sebagai perangkat pemerintahan daerah
kabupaten/kota), ataupun dengan organisasi tingkat satuan pendidikan, merupakan hubungan
yang bersifat administrasi.

Gambar 2.4
Role Sharing Manajemen Pendidikan Nasional
Sedangkan ‘hubungan kewilayahan’ adalah hubungan yang terjadi sebagai
konsekuensi dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah
NKRI, yang merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat. Hubungan ini
diwujudkan oleh pola hubungan antara Dinas Pendidikan provinsi dengan dinas pendidikan
kabupaten/ kota, atau dengan organisasi pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Khusus
dalam hubungan antara Depdiknas dengan Dinas pendidikan provinsi, karena merupakan
hubungan administrasi dalam kerangka pelaksanaan prinsip dekonsentrasi, maka pola
hubungan antara dinas pendidikan provinsi dengan dinas – dinas pendidikan kabupaten/kota
merupakan pola hubungan kewilayahan. Karena posisi dinas pendidikan provinsi pada
hakikatnya pengelola pendidikan tingkat pusat yang ditempatkan di tingkat regional
(wilayah), yang mempunyai tugas mengkoordinasikan tugas – tugas pemerintahan di tingkat
wilayah

Berkaitan dengan pelaksanaan hubungan – hubungan tersebut, diwujudkan juga dalam


pelaksanaan prinsip tugas pembantuan. Depdiknas masih punya kewenangan dalam
melaksanakan prinsip tugas pembantuan, baik kepada dinas pendidikan kabupaten/kota, tanpa
harus melalui dinas pendidikan provinsi, maupun kepada organisasi pendidikan satuan
pendidikan tanpa melalui dinas kabupaten/kota. Begitu pula dinas pendidikan provinsi
mempunyai kewenangan melaksanakan prinsip tugas pembantuan kepada organisasi satuan
pendidikan tanpa harus melewati dinas pendidikan kabupaten/kota.

(a) Organisasi pendidikan tingkat pusat

Hasil kunjungan saya ke pusat ketatanegaraan, ternyata organisasi pendidikan


nasional pada tingkat pusat masih dikelola oleh Depdiknas, yang mana di dalamnya memiliki
tugas pokok sesuai dengan apa yang menjadi bidang garapan tugas pembangunan pendidikan
secara nasional. Struktur organisasi pada tingkat nasional ini harus disesuaikan dengan unit –
unit yang bersifat umum maupun khusus yang menjadi substansi pembangunan pendidikan
secara nasional. Unit – unit organisasi umum berkenaan dengan bidang garapan pokok
pendidikan pada setiap jenjang organisasi pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat. Sedangkan unit – unit khusus berkenaan dengan tugas pendidikan yang secara teknis
harus dilaksanakan secara khusus.
Unsur – unsur pokok dalam struktur organisasi pendidikan pada tingkat pemerintah
pusat menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No.9/2005 tentang kedudukan, tugas,
fungsi, susunan organisasi dan tata kerja kementrian negara republik indonesia, terdiri dari :
(1) unsur pimpinan, (2) unsur pembantu pimpinan, (3) unsur pelaksana, dan (4) unsur
pelaksana teknis. Adapun unsur – unsur pokok dalam struktur organisasi pendidikan nasional
tersebut, diilustrasikan pada gambar 2
Staf Ahli Menteri
Diknas

Inspektorat Badan Penelitian Sekretariat


jendral dan pengembangan jendral

Set. Itjen Set. Badan Biro


Hukum

Inspektorat Pusat Biro Pusat-pusat

Ditjen
Manajemen Ditjen PT Ditjen PMTK
Dikdasmen

Set. Itjen Set. Itjen Set. Itjen Set. Itjen

Direkorat Direkorat Direkorat Direkorat

PTN UPT Kopertis


Gambar 2.5

Struktur Organisasi Daparrtemen Pendidikan Nasional

Unsur pimpinan yaitu Menteri Pendidikan nasional, yang dibantu oleh tiga unsur
pembantu pimpinan, yaitu sekretariat jenderal, badan penelitian dan pengembangan, dan
inspektora jenderal. Sekretariat jenderal mempunyai unsur pernbantu, yaitu biro huku dan
biro-biro. Badan penelitian dan pengembangan mempunyai unsur pembantu yaitu
sekretariat badan dan pusat-pusat, Inspektorat jenderal dibantu oleh unsur sekretariat dan
para inspektorat. Mendiknas dibantu pula oleh para staf ahli, dan pusat-pusat sebagai
pelaksana tugas khusus yang secara teknis atau belum tercantum dalam unsur-unsur
yang bersifat umum. Unsur pelaksana tugas pokok Depdiknas dilaksanakan oleh ernpat
direktorat, yaitu : direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah, direktorat jenderal
pendidikan tinggi, direktorat jenderal pendidikan luar sekolah, dan direktorat jenderal
peningkatan mutu pendidikan tenaga kependidikan. Masing-masing direktorat ini
juga dibantu oleh skretariat direktorat jenderal dan direktorat-direktorat sesuai dengan
tugas pokoknya. Sedangkan unsur pelaksana teknis Depdiknas ialah perguruan tinggi
negeri (PTN), k oordinator perguruan tinggi swasta (Kopertis), dan unit pelaksana teknis
lajnnya, seperti badan akreditasi nasional (BAN).
Mengenai organisasi dan tata kerja masing-masing unsur organisasi Depdiknas
sebagialmana dalam Gambar 6.5, diatur berdasarkan Peraturan Mendiknas, dengan
berpedoman pada Peraturan Presiden Republik Indonesia No.9/200S tadi, dan
Peraturan Presiden No.l0/200S tentang Unit organisasi dan Tugas Eselon I
Kementrian Negara Republik Indonesia.
Satu hal yang menarik dari perubahan struktur kelembagaan pengelolaan
pendidikan nasional pada tingkat pusat, ialah munculnya direktorat baru yang
menangani secara khusus tentang peningkatan mutu tenaga kependidikan. Munculnya
direktorat baru ini, didorong oleh kenyataan bahwa peningkatan mutu tenaga
kependidikan bukan saja dimaksudkan hanya sekedar upaya uniformitas yang loyal
kepada Negara dan bangsa dalam rnelaksanakan pembangunan pendidikan, namun yang
lebih penting bagaimana meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui peningkatan
kualitas unjuk kerja yang mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
tenaga kependidikan. Di samping itu, peranan lembaga-lernbaga pembinaan tenaga
kependidikan yang ada, seperti BPG dan LPMP atau BPKB, SKB dan BPPLS masih
menunjukkan indikasi mengadapi kelemahan, dan masih perlu ditingkatkan
efektivitasnya kelemahan tersebut pada umumnya disebabkan oleh kelemahan yang
bersifat organisasional dari lembaga Diklat PNF itu sendiri.
(b) Organisasi Pendidikan Tingkat Provinsi

Magernya dua instansi antara dinas P&K tingkat provinsi dengan kanwil pendidikan dan
kebudayaan tingkat provinsi, sampai sekarang masih menysikan persoalan-persoalan
efektivitas dan efisiensi dalam kinerja organisasi pendidikan di daerah. Misalkan, dalam
aspek pengawal yang membengkak, jumlah jabatan (eselon) yang menciut, dan ada pula
bidang yang marker ke instansi lain seperti seksi musium dan kepurbakalaan dan seksi
pembinaan pemuda dan keoaragaan.

Secara konseptual, struktur organisasi penyelenggaraan pendidlkan di daerah, berbeda


dengan organisasi tingkat nasional, karena sudah menyangkut karakteristik daerah yang
beragam. Di samping itu, daerah sudah memiliki batas kekuasaan, kewenangan dan
tanggungjawab sesuai dengan sifat-sifat otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Implikasi terhadap struktur organisasi pendidikan, tampaknya diperlukan suatu badan
normatif khusus yang bertugas menggali, mengidentifikasi kebutuhan, keinginan dan
harapa masyarakat dalam pendidikan yang dituangkan dalam bentuk rencana strategi
pembangunan pendidikan di daerah. Sekalipun di daerah sudah ada DPRD, namun
peran DPRD dalam sistem pemerintahan dewasa ini belum dapat dianggap representative
dari rakyat, karena pada proses rekrutmen anggota-anggotanya belum didasarkan pada
profesionalisme politik yang didukung SDM yang memadai, dan rnasih didominasi
oleh keputusan-keputusan partai politik. Sehingga anggota- anggota DPRD lebih
cenderung perperan dalam tatanan retriksi politik. Sedangkan badan khusus yang
dimaksud sebagai manifestasi dari retriksi administrasi yang terbentuk dari unsur-unsur
lapisan masyarakat dan pemerintahan, katakanlah semacam Board of Education (Dewan
Pendidikan) mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota kecamatan, desa, sampai pada,
tingkat kelembagaan satua pendidikan.

Dewan pendidikan tersebut merupakan wadah aktivitas keikutsertaan masyarakat


dalam mengenali berbagai permasalahan di daerahnva, merencanakan kegiatan,
memformulasi usulan-usulan pembangunan, serta dapat mengatasi permasalahannya itu
secara mandiri. Masyarakat pendidikan kini tidak bias lagi hanya sekedar menunggu
uluran bantuan pemerintah, melainkan harus mampu berkreasi dan berinovasi dalam
mengelola, membangun dan mengembangkan pendidikan di daerahnya. Dalam wacana
akademik, konsep ini sering diidentikan dengan program pembangunan yang
berlandaskan pada konsep Communit Besed Depelopment.

Peranan yang diharapkan dari "Dewan Pendidikan" tersebut paling tidak sebagai
pendukung dalam penyediaan sumber daya atau pemberian pertimbangan dalam penentuan
pelaksanaan kebijakan di daerah, dan sebagai pengontrol dalam rangka pelaksanaan
prinsip transparansi serta akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di daerah. Di
samping itu, lembaga ini dapat pula dijadikan sebagai mediator antara pihak pemerintah
(eksekutif) dengan DPRD (Iegislatif).
Pola hubungan antara Dewan Pendidikan denqan pemerintah maupun
dengan DPRD atau dengan Dewan Pendidlkan pad a tingkat kelembagaan satuan
pendidikan dapat rnerujuk pada boundary sistem kewenangan yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan. Banyak alternatif yang. dapat diambil,
namun sebaiknya Dewan Pendidikan harus ditempatkan sebagai koordinat atau
setara dengan Dinas Pendidikan atau Komisi pada DPRD. Sedangkan
hubungan dengan Dewan Pendidikan lainnya, harus dalam satu garis vertical.

Atau dapat dikatakan bahwa Dewan Pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
harus menjadi subordinat Dewan Pendidikan yang ada di Pola hubungan ini dimaksudkan
sebagai upaya mengantisipasi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang
mengarah pada adanya disintegrasi bangsa. Dalam wacana era disentralisasi dewasa ini,
sebenarnya tidaklah mesti alergi dengan sentralisasi karena dalam manajemen pola
sentralisasi bukanlah lawan dari desentralisasi. Untuk sekedarcontoh, saya mengambil kasus
pada pengembangan struktur organisasi manajemen pendidikan di tingkat Provinsi Jawa
Barat seperti di bawah ini.

Gamabar 2.6
Sturktur Organisasi Manajemen Pendidikan di tingkat Provinsi
(Dinas Pendidikan provinsi Jawa Barat)
(c) Organisasi Pendidikan Tingkat Kabupaten/Kota
Perubahan struktur organisasi pemerintahan pada tingkat kabupaten/kota turut pula
mempangaruhi struktur organisasi pendidikan. Bentuknya sangat bervartasi, tergantung
aspirasi, bidang garapan dan kebutuhan masing-masing daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Sebagai contoh di bawah ini diambil dari Dinas Pendidikan Kota
Bandung.
(d) Struktur Organisasi Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur organisasi pendidikan pada tingkat satuan pendidika lebih bervariasi
lagi, karena bersar kecilnya, Juga sempitnya dan banyak sedikitnya unit-unit
organisasinya ditentukan oleh bidang garapan manajemen dan karakteristik organisasi
satuan pendidikan itu sendiri. Misalnya, organisasi satuan pendidikan umum akan
berbeda dengan satuan pendidikan kejuruan. Sebagai contoh, saya kutip struktur
organisasi satuan pendidikan kejuruan di bawah ini.
Bagan

Gambar 2.7
Struktur Organisasi Manajemen Pendidikan di Tingkat Kabupaten/Kota (Kota
Bandung Provinsi Jawa Barat)
(d) Struktur Organisasi Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur organisai pendidikan pada tingkat satuan pendidikan lebih bervariasi lagi,
karena besar-kecilnya, luas-sempitnya dan banyak sedikitnya unit-unit organisasinya banyak
ditentukan oleh bidang garapan manajemen dan karakteritik organisasi satuan pendidikan itu
sendiri. Misalnya, organisasi satuan pendidikan umum akan berbeda dengan satuan
pendidikan kejuaruan. Sebagai contoh, saya kutif struktur organisasi satuan pendidikan
kejuruan di bawah ini.

Gambar 2.8
Struktur Organisasi SMK Negeri 3 Bandung

Mengamati struktur organisasi pendidikan nasional dimulai dari tingkat pusat, sampai
ke tingkat kelembagaan, khususnya bila kita hubungkan dengan upaya memikul beban berat
pendidikan, saya agak kesulitan menemukan prinsip ‘ramping struktur kaya fungsi’. Di satu
sisi tugas-tugas pembangunan pendidikan sudah disentralisasikan, tetapi unit-unit organisasi
pada tingkat pusat tersebut masih tidak ada perubahan yang signifikan. Rasanya, sama saja
dengan sebelum era disentralisasi. Malah ada tambahan direktorat khusus yang menangani
peningkatan mutu tenaga kependidikan. Saya setuju dengan tugas pembangunan
didesentralisasikan, tetapi pemerintah pusat tidak berarti lepas tanggung jawab. Justru kerena
azas pembangunan yang bertupu pada demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat inilah,
organisasi pendidikan pada tingkat pusat maupun daerah berkewajiban melakukan upaya-
upaya penataan organisasinya berdasarkan aspek-aspek yang telah menjadi hak dan
kewajibanya.

Sebagaimana kita ketahui, organisasi pendidikan nasional yang merujuk


UU.No.5/1974 telah membuktikan mandulnya kemandirian kultur organisasi
pendidikan di daerah dalam melaksanakan program-program pedidikan. Dan
sekalipun telah diberlakukan kitab UU.No.32/2004 juga belum rnenjarnin beban-beban
pendidikan sebagaimana terpancarkan di muka dapat dilalui sehingga dapat membawa
bangsa ini ke arah yang dicita-citakan, apabila tidak dilakukan suatu relocation of
actuanty membangun struktur-struktu yang lebih responsif terhadap pembaharuan-
pembaharuan masa kini dan masa depan. Karena itu desentralisasi kewenangan
berdasarkan kitab UU.No.32/2004 pada saat ini dianggap pilihan terbaik untuk
melaksanakan rnanajemen pembangunan secara internal. Pada organisasi pendidikan
tingkat nasional, seyogyanya berkonsentrasi pada upaya-upaya yang bersifat strategis
dalam meningkatkan keberanian bangsa untuk berperang dalam arti daya saing bangsa, dan
pada organisasi pendidikan di daerah diarahkan pada self regulating power, self
modifiying power, local potitical support, financial resources, brain power. Kalau
konsep-korsep desentralisasi kelembagaan sudah didesentralisasikan, menuntut pula
tersedianya perangkat peraturan perundang-undangan yang rnenjamin bahwa organisasi
pengelolaan pendidikan itu tidak berubah menjadi sarang kolusi, korupsi, dan
nepotisme. Ciri organisasi kependidikan yang mencerminkan jiwa desentralisasi,
antara lain:
 Struktur organisasinya lebih gemuk ke bawah, bebentuk piramida
dengan kerucut ke atas;
 Tidak banyak banyak unit-unit khusus, pokja, tim kerja, staf ahli yang tidak
jelas eselonisasinya;
 Beban tugas organisasi lebih banyak pada unit organisasi tingkatan bawah,
tetapi tidak dtsertai dengan imbalan yang memadai sesuai dengan beban
pekerjaannya;
 Setiap tugas pokok dan fungsi unit-unit organisasi ditata dan diatur secara
lengkap dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan tertulis;
 Mekanisme pelaksanaan kerja, tugas, kebijakan, keputusan yamg menyangkut
mekanisme sistem pelaksanaan tugas pokok dan fungsi setiap unit kerja, selalu
diagendakan dan dibuat secara tertulis seta disampaikan kepada seluruh anggota
organisasi:
 Mempunyai rencana strategis yang berjenjang dengan target, acuan, alat,
mekanisme pengendalian dan evaluasi serta akuntabilitas yang jelas;
 Ada transparansi dalam setiap pengelolaan surnber-surnber pembiayaan organisasi;
 Ada perimbangan pembiayaan dan profit sharing antara unit-unit pusat dengan
unit-unit pelakana pada tingkat bawah;
Salah satu hal yang rnenarik ialah kemungkinan ke depan tidak ada lagi
unit cabang dinas kabupaten/kota yang berlokasi di kecarnatan. Apabila cabang dinas
di tingkat kecamatan seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, pekerjaan umum
dihapus dan organisasinya digabung ke kantor camat, maka masih terbuka peluang unuk
mengembangkan jabatan fungsional lainnya seperti: guru, paramedis, penyelia jalan,
bangunan dan jembatan, dan lain-lain. Penvusunan Organisasi pendidikan pada tingkat
kecamatarn hendaknya mengikuti kecenderungan bentuk organisasi yang bercirikan:
lebih ramping, lebih cermat, lebih terbuka, dan lebih melebar.
3) Desentralisasi Manajemen Kurikulum Pendidikan

Desentralisasi manajemen kurikulum berkenaan dengan kemampuan daerah dalam


aspek relevansi. Permasalahan relevansi pendidikan selama ini diarahkan pada kurangnya
kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata system pendidikannya yang setara
dengan kondisi objektif di daerahnya. Situasi ini memancu terciptanya pengangguran lulusan
akibat tidak relevanya kurikulum dengan kondisi daerah. Karena itu, pelaksanaan kurikulum
muatan lokal yang selama ini memiliki pertimbangan persentase lebih kecil daripada
kurikulum nasional belum cukup memadai situasi, kondisi dan kebutuhan daerah.
Perubahan yang paling mendasar dalam aspek manajemen kurikulum, bahwa
pendidikan harus mampu mengoptimalkan semua potensi kelembagaan yang ada dalam
masyarakat, baik pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah, masyarakat
atau swasta. Permusyawaratan dasar penetapan jenis kurikulum antara lain: (1) Kurikulum
dikembangkan berdasarkan minat dan bakat peserta didik; (2) kurikulum berkaitan dengan
karakteristik potensi wilayah setempat misalnya sumber daya alam, ekonorni, pariwisata
dan sosial-budaya; (3) Dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguatan sector
usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat; (4) Pembelajaran berorientasi pada
peneingkatan kompetensi keterampilan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat aplikatif
dan operasional, (5) Jenis keterampilan ditetapkan oleh pengelolah program bersarna-sama
dengan peserta didik, orang tua, tokoh mitra kerja.
Dengan demikian, persyaratan uatama dalam bobot muatan kurikulum harus
mendasar, kuat, dan lebih luas. Mendasar, dalam arti terkait dengan pemberian
kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar peserta didik sebagai
individu maupun anggota masyarakat. Kuat, dalam arti terkait dengan isi dan
proses pembelajaran atau penyiapan p e s e r t a didik untuk menguasai
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kuat, sehingga memiliki kemampuan
untuk mandiri dalam meningatkan kualitas pemenuhan kebutuhan mendasarnya.
Luas,
Dalam arti terkait dengan pemanfaatan dan pendayagunaan potensi dan Peluang yang ada
dan dapat dijangkau oleh peserta didik. Potensi dan peluang tersebut
didayagunakan baik pada saat proses pembelajaran saat penerapan hasil
pembelajaran. Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama memberikan kemampuan
kepada peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai
kemungkinan kondisi, potensi dan peluang yang ada di lingkungannya. Keterkaitan
ketiga aspek tersebut dapat dilihat pada gambar 2.9

BOBOT DAN ISI


KURIKULUM

MEDASAR KUAT LUAS


(Menyentuh (Penyiapan Untuk (Jangkauan Terhadap
Kebutuhan Dasar) Peningkatan Sumber-2)

KOMPETENSI
(Adaptasi terhadap Potensi dan Peluang Untuk Hidup)

Gambar 2.9
Pensekatan Pengembangan Kurikulum

Komptensi yang dituntut ialah bekal pengetahuan, keterampilan dan


kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan
berusaha secara mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta
memanfaatkan peluang' yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan
kualitas kesejahteraannya, Penggunaan pendekatan dalam merumuskan
kurikulum harus memiliki cakupan yang luas, dapat rnengitegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan yang diyakini sebagai unsur penting untuk
hidup lebih rnandiri. Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing,
melatih dan membelajarkan peserta didik agar mempunyai bekal dalam
menghadapi masa depannva, dengang memanfaatkan peluang dan tantangan
yang ada, Metodologi pengajaran berpegang pada prinsip belajar untuk
memperoleh pengetahuan (learning to lear), belajar untuk dapat berbuat atau
bekerja (learning to do),belajar untuk menjadi orang yang berguna (learning
to be) dan belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain (learning to live
together).
Pengembangan kurikulum pendidikan ini harus didasarkan pada perkembangan
kehidupan masyarakat, pengembangan jati diri manusia (insan kami), yang
dibutuhkan dan mampu hidup dan menghidupi orang lain sesuai dengan fitrahnya
sebagai pengelola alam beserta isinya. I s i dan muatan kurikulum pendidikan harus
berorientasi pada dimensi-dimensi penguasaan bidang keterampilan, keahlian dan
kemahiran berkiprah berkiprah sebagai anggota keluarga yang hidup bermasyarakat bangsa
dan negara, dan mampu pula berkiprah dalam persingan global. Misalnya (1)
Kemampuan mernbaca dan menulis secara fungsional baik dalam bahasa Indonesia
maupun salah satu bahasa asing, (2) Kemampuan merumuskan dan memecahkan
masalah yang diproses lewat pembelajaran berpikir ilmiah; penelitian
(explorative), penemuan (discovery) dan penciptaan (inventory); (3) Kernampuan
menghitung dengan atau tapa bantuan teknologi; (4) Kemampuan memanfaatkan
beraneka ragam teknologi diberbagai lapangan kehidupan (pertanian, perikanan,
peternakan, kerajinan, kerurmahtanggaan, kesehatan, komunikasi-inforrnasi
manufaktur dan industri, perdagangan, kesenian, pertunjukkan dan Olaraga); (5)
Kemampuan mengelola sumberdaya alam, sosial, budaya dan lingkungan; (6)
Kemampuan bekerja dalam tim/kelompok baik dalam sektor informal maupun formal;
(7) Kemampuan memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungannya; (8)
Kemampuan untuk terus menerus menjadi manusia belajar; (9) Kemampuan
memadukan pendidikan dan pembelajaran dengan etika sosio-religius bangsa
berlandaskan nilai-nilai leluhur kemuliaan sebagai manusia yang berbangsa dan
bernegara beradab.
Merujuk pendekatan tersebut, dari sisi kelompok sasaran pada dasarnya
tidak hanya terbatas untuk pesreta didik usia dewasa yang siap untuk berusaha
mencari nafkah. Nilai yang terkandung dan arah dari ari kedua konsep tersebut
memungkinkan juga untuk dikuasai anak-anak dan pra dewasa. Hal ini
didasarkan pada aspek filosofis, sosial-budaya dan psikologis yang dijadikan
landasan dari ketiga aspek tersebut.
Filosofis, mengandung arti bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilakukan dilingkungan keluarga, formal dan non formal. Sosial budaya mengandung
arti bahwa nilai-nilai berikut kelembagaan sosial dan budaya yang ada dan berkembang
di masyarakat dijadikan sumber isi kurikulum dan arena penerapan hasil pembelajaran.
Psikologis, mengandung arti mengoptimalkan segenap potensi yang dimiliki individu.
Penerapan ketiga konsep tersebut kepada kelompok sasaran melalui proses pendidikan
mulai dari usia anak hingga usia dewasa sudah barang tentu perlu mempertimbangkan
karakteristik kesiapan belajar masing-masing. Secara sederhana pola penerapan konsep
tersebut digambarkan pada gambar 2. 10.
Usia Pra Usia Pendidikan Usia
Sekolah Dasar Dewasa
Kemampuan kemampuan
Personal & mencari
Sosial nafkah untuk
hidup

Melalui gambar 2.10, saya ingin menunjukkan bahwa pada usia pra sekolah, isi
dan proses pembelajaran lebih diarahkan kepada pernbentukan dan penguatan
kemampuan yang terkait dengan keterampilan mental dan sosial. Hal ini
diharapkan dapat memberikan landasan kesiapan yang kuat untuk melakukan
interaksi dengan individu lain dan mendukungnya secara efektif. Kemampuan
ini menjadi bekal untuk memasuki usia pendidikan dasar. lsi dan proses
pembelajaran untuk kelompok sasaran usia pendidikan dasar lebih berorientasi
kepada dua kemampuan sekaligus secara berimbang, yakni kemampuan yang
terkai dengan keterampilan personal dan sosial serta kesiapan untuk trampil
dalam mencari nafkah. Oleh karena itu pengenalan langsung terhadar berbagai
jenis pekerjaan dan usaha serta penguasaan keterampilan kejuruan tertentu
akan dapat membantu peserta didik menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan
usaha yang sesuai dengan potensi diri dan lingkungannya. Keterampilan
yang terkait dengan kecakapan kerja dijadikan orientasi dalam menetapkan
isi dan proses pembelajaran bagi kelompok sasaran usia dewasa. Penguatan
terhadap berbagai teknologi dan manajemen yang terkait dengan jenis pekerjaan
atau usaha yang ditekuninya memungkinkan untuk memperkuat kecakapan
kerja yang telah dimilikinya. Sehingga tuntutan tanggung jawab memberikan
nafkah bagi dirinya dan keluarganya dapat dipenuhi.
Dalam aspek desentralisasi kurikulurn rnelalui implementasi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), sebagairnana telah dipaparkan dalam buku jilid pertama,
pada tatanan implementasi akan menyangkut kinerja kelembagaan sekolah. Dan
kinerja kelembagaan sekolah tersebut sangat bergatung pada para pengawas, kepala
sekolah, guru, dan tenaga ketatausahaan, karena merekalah yang secara langsung
berhadapan dengan masyarakat sebagai kelompok sasaran yaitu para siswa.
Seperti halnya dalam implementasi kebijakan KTSP yang dilakukan Dinas
Pendidikan pada setiap kabupaten/kota, dari aspek responsitas, telah menunjukkan
kinerja yang responsif dengan telah mengadakan pelatihan implementasl KTSP bagi
guru SD, SMP, SMU dan SMK. Namun rnasih hanya menyangkut aspek substansi
kurikulum, tidak mencapai pada aspek upaya menumbuhkembangkan kompetensi
proses rnetode dan teknik penerapan, sehingga sebagian besar tenaga kependidikan
tersebut masih kebingungan dalam aspek metodologi dan teknik
pengimplementasiannya. Mereka menganggap masih memerlukan suatu proses
pembekalan dalam bentuk fasilitasi kompetensi dan pendampingan penerapan
kompetensi tersebut dalam implementasl KTSP. Dengan demikian, program fasilitasi dan
pendampingan aspek penguatan kapasitas dalam manajemen implementasi KTSP bagi
guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga tata usaha menjadi sangat
penting adanya.

Dalam konteks fasilitasi dan pendampingan implementasi kebijakan


KTSP, mengandung maksud untuk meneliti perkembangan pelaksanaan s u a t u
p r o g r a m supaya berbagai hal penyimpanga dan kekeliruan dapat ditemukan sejak
dini sehingga dapat diperbaiki dan diarahkan secara langsung sedini mungkin
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Substansi material yang difasilitasi dan
didampingi tersebut, diarahkan pada intensitas pelaksanaan kemampuan-kemampuan
yang dilatihkan, dan tingkat kesulitan kemampuan-kemampuan itu dilakukan pada saat
pelaksanan program pada tingkat sekolah.
Strategi yang dilakukan dalam program ini ialah: (1) Penguatan intensitas
pada pengembangan manajemen berbasis sekolah; (2) pengautan kapasitas
pada pengembangan manajemen implementasi KTSP dalam kerangka penguatan
manajemen berbasis sekolah. Strategi tersebut saling berkaitan melalui capacity building
team antar unsur pengawas, kepala sekolah dan guru. Kedua strategi tersebut diarahkan
pada sekolah model (modelling) dengan maksud untuk melakhirkan model reflika untuk
didesiminasikan pada sekolah-sekolah di luar sekolah model.
Berkenaan dengan .upaya melihat dampak dan manfaat pelatihan,
operasionalisasi kedua strategi tersebut terbagi 3 (tiga) kegiatan. Pertama, menggali dan
memunculkan kondisi awal calon peserta pelatihan yang bersumber dari program
pengembangan yang bersifat ujicoba penguatan manajemen berbasis sekolah. Kondisi ini
disebut profil kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan atau diperlukan. Kedua, menggali
dan memunculkan intensitas pelaksanaan/pemahaman materi yang dilatihkan. Ketiga,
pengumpulan data tentang hambatan dan kesulitan dalam pencapaian hasil pelatihan.
Kegiatan yang kedua dan ketiga inilah sebagai bentuk fasilitas dan pendampingan.
Tujuan umum program fasilitasi dan pendampingan implementasi KTSP ialah
untuk menumbuhkembangkan kapasitas tim (capacity building team) para pelaksana
kebijakan KTSP di lingkungan sekolah. Sedangkan tujuan khususnya khususnya
ialah: (1) Dapat memfasilitasi para pengawas, kepala sekolah dan guru dalam
implementasi KTSP; (2) Dapat memperoleh gambaran tingkat ketercapaian
penerapan hasil pelatihan, atau dampak/pengaruh pelatihan terhadap peningkatan
kinerja para pengawas, kepala sekolah dan guru dalam implementasi KTSP di
tingkat persekolahan. Sasaran pelaksanaan program fasilitasi dan pendampingan
implementasi KTSP adalah para pengawas, kepala sekolah, dan guru, tata usaha, dan
anggota komite sekolah.
Lebih jelasnya proses penerapannya strategi dimaksud tergambar pada
bagan berikut.
Secara umurn, program ini mempunyai dampak positif terhadap pencembangan
kebijakan dalam upaya pengentasan permasalahan yang dihadapi oleh para pengawas,
kepala sekolah dan guru, baik yang berkenaan dengan orientasi wawasan, arah, strategi
implementasi program, materi dan evaluasi kegiatan, melalui upaya-upaya perbaika dan
pengembangan sistem, baik yang menyangku "bimbinqan teknis (facilitation) maupun
pelayanan pelatihan (training services) lebih lanjut.
Dampak tersebut, akan menghasilkan:(1) Rumusan tentang model kerangka
atau prosedur implementasi yang dapat dljadikari rujukan dalam penyusunan disain
implementasi untuk setiap peran pemeran di lingkungan persekolahan; (2)
Disain model kerjasama antara guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah
dalarn rencana kerja dan program aksi pengembangan KTSP. (3) Disain kerjasama
lebih lanjut antara pihak rekanan (para pendamping/fasilitator) dengan instansi-instansi
teknis atau kelembagaan pendidikan khususnva dalam setiap implementasi dan
pengembangan kebijakan dalam pembangunan pendidikan di daerah.
Program yang direncanakan terdiri dari dua jenis, yaitu (1) program
fasilitasi, dan (2) program pendampingan. Program Fasilitasi, dalam b e n t u k
p e m b e k a l a n dan pelatihan, berkenaan dengan upaya memberikan Pengetahuan ,
membangkitkan semangat dan kemauan, dan pelatih keterampilan teknis
tentang: (a) Apresiasi wawasan pengetahuan tentang substansi, proses, dan konteks
implementasi kebijakan KTSP; (b) tugas pokok, fungsi dan peranan guru, kepala
sekolah dan pengawas dalam manajemen implementasi KTSP; (c) Kompetensi-
kompetensi yang dibutuhkan masing-masing peran-pemeran dalam manajemen
implementasi KTSP di persekolahan; (d) Teknik menyusun program kurikulum dan
pembelajaran: (e) Teknik menyusun silabus dan satuan mata pelajaran; (f) Teknik
pengukuran, evaluasi dan pelaporan hasil pembelajaran; (g) Teknik supervisi,
monitoring, evaluasi program kurikulum sekolah; (h) Teknik membina dan
mengembangkan kerjasama tem.
Program Pendampingan, berupa supervisi klinis dan bimbingan teoritis
melalui metode dan teknik "applied approach", mengenai: (a) intensitas
penerapan keterampilan teknis pasca pelatihan; (b) Tingkat kesulitan dan
hambatan dalam melaksanakan hasil-hasil pelatihan; (c) fasilitasi, pembimbingan dan
pendampingan dalam mengatasi kesulitan dan hambatan dalam implementasi KTSP.
Pelaksanaan program fasilitasi dan pendandamping ini dapat dialkukan
melalui tahapan-tahapan berikut.
Pertama, tahap fasilitasi.
Kedua, tahap pendampingan.
Ketiga, tahap pelaporan.
",.

4) Desentralisasi Manajemen Tenaga kependidikan


Aspek ketenagaan berkenaan dengan para prajurit SDM yang
Kurang professional menghambat pelaksanaan system pendidikan nasional. Kesiapan para
prajurit SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya menyebabkan
pelaksanaan pendidikan tidak profesional. Bayak tenaga pengelola pendidikan
yang latar belakang pendidikannya tidak relevan dengan dunia kerja yang
ditekuninya.
Sebagai suatu konsep, otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah tingkat
kabupaten/kota, dipercaya banyak mengandung makna yang menggambarkan suatu situasi
yang penuh tantangan. Bahkan sering digambarkan sebagai keadaan dalam era reformasi,
dimana segala sesuatu yang berbau 'orde baru' yang penuh intrik kolusi, korupsi dan
nepotisme perlu dimusnahkan dalam manajemen pembangunan bangsa.
Dalam wacana seperti ini, individu maupun organisasi dituntut dapat hidup secara
kreatif, responsif, dan inovatif. Kreatif karena individu dan organisasi harus mencari cara
terbaik untuk dapat 'survive' dalam arahnya bersaing dengan individu dan organisasi
lainnya. Responsif agar mendapatkan sumberdaya yang terbaik dan memadai. Dan inovatif
agar dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang diinginkannya.
Reorganisasi dan restrukturisasi organisasi dan manajemen pendidikan dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah, memang diperlukan. Saya ingat apa yang pernah
diingatkan oleh Begawan Fasli Jalal dan Begawan Dedi Supriadi Tahun 2001, bahwa
"restrukturisasi organisasi pendidikan harus didasarkan pada prinsip tanpa PHK, standar
kompetensi jabatan, dialog antara penanggungjawab instansi terkait guna mendapatkan
pola terbaik, pola karier jelas, retraining, dan sistem bonus atau insentif."
Pada tatanan pengawasan pembangunan, bidang ini pun masih ada yang belum
profesional. Walaupun akhir-akhir ini menunjukkan prestasi dengan temuan-temuannya
yang banyak berhasil mengungkap berbagai bentuk korupsi dan penyimpangan, namun
temuan-ternuan tersebut dihasilkan dari temuan-temuan pada tingkatan atas. Sesungguhnya
masih banyak yang belum menyeluruh pada tingkatan menengah dan tingkatan
operasional. Bahkan, instansi ini masih dituding kompromistis. Proses pelaksanaan
pengawasan yang berhasil mendapat 'temuan' hasil dari negosiasi dengan pihak
pelaksana. .
Dengan demikian, apabila kita percaya bahwa dengan desentralisasi
manajemen menuntut profesionalisasi ketenagaan, maka sebagai suatu konsep,
desentralisasi dipercaya banyak mengandung makna yang menggambarkan suatu situasi
yang penuh tantangan. Bahkan sering digambarkan sebagai keadaan dalam era reformasi,
dimana segala sesuatu yang berbau 'orde baru' yang penuh intrik kolusi, korupsi dan
nepotisme seperti diapparkan eli atas, perlu dimusnahkan dalam manajemen
pembangunan bangsa. Dalam wacana seperti ini, individu maupun organisasi
dituntut dapat hidup secara jujur, kreatif, responsif, dan inovatif dan transparan.
Jujur karena setiap individu dalam organisasi mempunyai moralitas, agama dan
keyakinan, serta kornltmen: Kreatif karena individu. dan organisasi harus
mencari cara terbaik untuk dapat 'survive' dalam usahanya bersaing dengan
individu dan- organisasi lainnya; Responsif agar mendapatkan sumberdaya yang
terbaik dan memadai; Inovatif agar dapat meningkatkan eflslensi., efektivitas dan
produktivitas yang diinginkannya; Dan trarispar karena harus dipertanggungjawabkan.
Menengok kembali permasalahan praktik manajemen pendidikan di Indonesia yang
mengacu pada PP.No.32/1992 dan kitab UU.No.20/2003 ditemukan istilah-istilah
pengelolaan pendidikan, penyelenggara pendidikan, pengawasan, dan penilaian
pendidikan. Bila dicermati, istilah-istilah tersebut merupakan bentuk penjabaran dan
pengimplementasian konsep dan teori manajemen pendidikan yang dianut para pembuat
kebijakan. Menurut perundangan tersebut, para tenaga manajemen pendidikan disebut
dengan pengelola pendidikan yang dibedakan dengan tigamacam, yaitu: Pertama,
pengelola sistem pendidikan nasional.
Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri
pendidikan Nasional. Pada tingkat provinsi merupakan tanggung jawab Gubernur, pada
tingkat kabupaten/kota merupakan tanggung jawab Bupati/Walikota, pada tingkat
kecamatan merupakan tanggung jawab Camat, dan pada tingkat Desa/Kelurahan
merupakan tanggung jawab Kepala Desa/Lurah. Kedua, pengelola satuan pendidikan, ada
satuan pelaksana kegiatan belajar-rnengajar yang dilaksanakan dijenis dan jenjang
pendidikan. Pada satuan pendidikan adalah kepala sekolah, ketua, rektor, dan
pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Ketiga, pengelola proses pembelajaran, di
dalam kelas maupun d i l u a r k e l a s , d i lingkungan formal maupun nonformal,
yang sering disebut guru, dosen, instruktur, pelatih, widyaiswara, tutor, pamong,
dan sebutan tenaga yang menunjukkan seorang pengelola proses pembelajaran.
Dikatakan dengan persoalan pelaksanaa desentralisasi dalam manajemen pendidikan,
patut dicermati, bahwa paradigma yang terulang dalam kitab UU.No.32/2004
didasarkan pada demokrasi pemerintahan, pemberdayaan aparatur pemerintah dan
masyarakat, serta peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat. Dan secara
oprasional, undang-undang tersebut menuju kearah kemandirian segala lapisan masyarakat
dalam segala aspeknya, termasuk dalarn bidang pendidikan.
Persoalan yang mendasar yang patut dipertegas ialah pihak-pihak yang harus
berperan dalam pelaksanaan pendidikan. Sekalipun telah disepakati bahwa pelaksanaan
pendidikan rnerupakan tanggungjawab bersaman antara keluaraga, masayarakat dan
pernerintah. Akan tetapi dalam pr ktikanya lebih didominasi pihak pemerintah. Dengan
mandirinya pihak-pinak yang paling bertanggungjawab dalam kegagalan-kegagalan
pencapaian tujuan pendidikan ialah pemerintah.
kewenangan orang tua dan masyarakat sangat terbatas dalam aspek
pendidikan budi pekerti dan penyediaan sarana. Kebijakan yang sama menjadi
wewenang pemerintah, Sementara 'para pengelola pembelajaran yang menjadi
ujung tombak pelaksana pendidikan pun kurang kreatif karena terkurung oleh
aturan birokrasi manajemen yang dianut pemerintah. Maka, tidak mengherankan
jika hasil pendidikan dengan model manajemen pemerintah sekarang hanya
melakhirkan ia digital, seperti robot, kurang kreamelahirkan manusia-manusia digital,
seperti robot, kurang kreatif, sehingga outcomes dan kemajuan masyarakat dan bangsa
tidak terasa selain akibat dari korupsi dan nepotisme. Sampai pada klimaksnya pada
Tahun 1998 munculnya Gerakan Retormesi yang dipelopori oleh jaringan rakat
akademis. Akibatnya memang sungguh luar biasa. Semua tatanan hidup dan
kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa berubah drastis.
 Tugas manajer Pendidikan
Secara formal, para manajer pembangunan baik pada tatanan praktis maupun
administratif, atau pada tatanan leqlslatlf atau eksekutif, terletak UU.No.22/19999
menuntut kemampuan dan profesionalitas yang tinggi. Salah satu tantangan
terberat yang dihadapi para manajer pembangunan kita dewasa ini adalah
meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan IPM. Dan aspek mendasar
sebagai prasyarat bagi pencapaian IPM, meliputi: Stabilitas politik keamanan dan
ketertiban, ketersediaan sarana dan prasarana wilayah, pelestarian lingkungan hidup,
efisiensi pemerintahan, dan ketahanan sosial dan budaya masyarakat. Karena itu, para
manajer pendidikan, khususnya di daerah kabupaten/kota dituntut, untuk mampu: (1)
Meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat serta pengusaha untuk dapat berperan
aktif dalam pembangunan bidang pendidikan, terutama dalam membangun sarana dan
prasarana, beasiswa dan peralatan pendidikan bagi mereka yang kurang mampu; (2)
Membuat terobosan baru di bidang pendidikan, agar mampu menciptakan SDM yang
profesional; (3) Mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan di daerahnya secara
spesifik termasuk upaya-upaya penanggulangannya; (4) UU.No.22/1999 yang
memperbesar kewenangan daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan
pembangunannya termasuk dalam bidang pendidikan merupakan tantangan tersendiri
bagi para unsur pimpinan pembangunan daerah kabupaten/kota, karena pada
hakikatnya semua kegiatan pembangunan akan bermuara kepada kepentingan masyarakat.
Para manajer pendidikan pada tingkatan pengelola sistem pendidik- an nasional
adalah seorang policy maker bagi segala kegiatan yang harus dilakukan oleh
orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, baik di lingkungan
organisasi sistem pendidikan, maupun pada lingkungan organisasi satuan
pendidikan. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang menyangkut substansi
(bidang qarapan) manajernen pendidikan sangat tergantung kepada putusan-putusan
yang ditetapkan oleh para manajer pendidikan sebagai pimpinan dan
penanggung jawab kegiatan manajemen.
Dengan demiklan, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun
tujuan kelembagaan sekolah akan banyak dipenqaruhi oleh keterampilan-
keterampilan (skills) dan wawasan ,(vision) yang dimiliki oleh manajer
pendidikan dalam melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya sebagai
manajer pendidikan. Apabila para manajer pendidikan memiliki visi, wawasan,
dan kernampuan-kernampuan profesional yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya
sebagai pirnpinan dan penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional, akan
memung- kinkan tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan secara efektif. Setiap
peran ataupun tugas yang harus dilaksanakan para manajer pendidikan sebagai
pimpinan sekolah menuntut sejumlah keterampifan (skills) khusus yang
memungkinkan dapat melaksanakan tugas atau peranannya secara efektif. .
Komponen yang diukur, berkenaan dengan intensitas kompetensi dasar yang
harus dimiliki dan dilakukan oleh masing-masing PNS berdasarkan aspek kepribadian,
profesionalitas, dan hubungan sosial, sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi.
Rujukannya bersumber dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai pada setiap
unit kerja atau tingkat satuan pendidikan.
5) Desentralisasi Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Sebelum kita sampai pada bahasan mengena desentralisasi dalam
dalam manajemen pembiayaan pendidikan, terlebih dahulu saya akan mengajak untuk
sekedar apresiasi tentang aspek-aspek penting dalam membiayai investasi dalam
pembangunan pendidikan. Karena, salah satu persoalan dalam desentralisasi
manajemen pembiayaan pendidikan apabila diserahkan sepenuhnya kepada
pemerintah daerah ialah adanya
pemikiran untuk menerapkan pendekatan ekonomi dalam pendidikan.
Pendekatan ini akan memunculkan persoalan apakah investasi yang dilakukan
dalam bidang tersebut memberikan keuntungan ekonomi ? Dalam menjawab pertanyaan
ini telah saling pendapat yang dinyatakan dalam beberapa pendekatan perencanaan
pendidikan seperti pendekatan investasi sumber daya manusia, pendekatan social demand
dan pendekatan rete of return.
Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan disamping mempunyai
manfaat ekonomi juga mempunyai manfaat sosial-psikologis yang sulit dianalisis secara
ekonomi. Namun pendekatan ekonomi dalam menganalisis pendidikan memberikan
konstribusi sekurang-kurangnya terhadap dua hal yaitu (1) Analisfs efektivitas dalam
arti penggunaan biaya yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan; (2)
Analisis efesiensi penyelenggaraan pendidikan dalam arti perbandingan hasil dengan
sejumlah pengorbanan yang diberikan. Gambar 2.12.
6) Desentralisasi Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Aspek sarana dan prasarana pendidikan berkenaan dengan fasilitas dan


kemudahan-kemudahan dalarn pelaksanaan pendidikan yang tersedia. Sarana dan
prasarana pendidikan masih sangat tergantung pengadaan dari pemerintah
pusat, sernentara pendistribusiannya belum terjam in merata sampai ke tujuannya
sehingga kemandirian dan tanggung jawab daerah masih dirasakan kurang
maksimal.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut fasilitas pendidikan ini erat
kaitanya dengan kondisi tanah, bangunan dan perabot yang menjadi penunjang
terlaksananya proses pendidikan. Dalam aspek tanah, keterkaitan status hukum
kepemilikan tanah yang menjadi tempat pendidikan, letaknya yang kurang
memenuhi persyaratan lancarnya proses pendidikan (sempit, ramai, terpencil,
kumuh, labil, kumuh, dan lain-lain). Aspek bangunan berkenaan dengan kondisi
gedung sekolah yang kurang memeadai untuk lancarnya proses pendidikan (lembab,
gelap, sempit, rapuh, bahkan banyak yang sudah ambruk, dan lain-lain) sampai
membahayakan keselamatan. Aspek perabot berkenaan dengan sarana yang kurang
memadai bagi pelaksanaan proses pendidikan (meja-kursi yang reoyet, alat peraga
yang tidak lengkap, buku paket yang tidak cukup, sarana kesehatan kurang
memadai, dan lain-lain), termasuk fasilitas untuk kebutuhan ekstrakurikuler.
(a) Konsep Umum Standarisasi Mutu Sarana dan Prasarana Pendidikan
Yang dimaksud standar mutu ialah paduan sifat-sifat b a r a n g d a n j a s a
yang relatif mantap dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dalam arti yang luas
(Iokal, nasional, dan internasional). Mutu suatu barang atau jasa diatakan baik, jika
sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan , yang juga berarti dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan baik lokak, nasional ataupun global. dalam
manajemen mutu, standar mutu sangat tinggi.
Negara-negara industri mengembangkan sistem standar mutu termasuk cara
pengarahannya (guidelines) yang relevan dengan persyaratan seperti yang ditentukan dalam
spesifikasi teknik produk. Beberapa contoh dari sistem standar mutu adalah British
Stadard institut (BSI), American Nasional Standart Institut/American Society for Quality
cantrole (ANSI/ASQC) dan International Standard of Orgaroization (ISO) yang
berkedudukan di Swiss. Sistem penjaminan mutu pendidikan dimaksudkan
menunjuk pada sekumpulan elemen pendidikan yang saling terkait dalam suatu
konstruksi fungsional dan diarahkahkan pada terjaminnya mutu pendidikan. Sebagai
sebuah sistem ia harus mencakuap, proses, dan keluaran yang sistemik. Baik
masukan, proses maupun output atau kekurangan yang ada di dalam sistem ini
harus menuju terjaminnya mutu pendidikan.
dalam konteks penjaminan mutu dan upaya pendidikan, pemerintah telah
mengeluarkan PP.No.19/2005 tentang standar Nasional Pendidikan yang menjelaskan dalam
pasal 91 bahwa :

 Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan
mutu pendidikan.

 Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.

 Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki
target dan kerangka waktu yang jelas.

Adapun yang dimaksud dengan standar pendidikan sebagai kerangka acuan penyelenggaraan
pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi : (1) standar isi; (2) standar
proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5)
standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiyaan; dan (8) standar
penilaian pendidikan.
Badan/lembaga pelaksana yang terlibat dalam kegiatan penjaminan mutu, baik
tingkat, dasar, menengah maupun perguruan tinggi adalah :

 Badan Standa Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan
mandiri dan independen yang bertugas, mengembangkan memantau pelaksanaan,
dan mengevaluasi standar nasional pendidikan;

 Departemen adalah depertemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

 Lembaga penjamin mutu pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit
pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk
membantu pemerintah daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan
bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan untuk
mencapai standar nasional pendidikan;

 Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M


adalah badan evaluasi mandiri yang menentapkan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu
pada Standar Nasional Pendidikan.

 Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-
PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada standar nasional
Pendidikan.

 Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi selanjutnya disebut BAN-PT adalah


badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan.

 Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintah di bidang pendidikan.

Dalam konteks analisis seperti peragaan di atas, pemasaran, riset pasar dan riset
konsumen serta desain enginering merupakan tahap awal mendengarkan suara konsumen,
yang menggemakan ‘consumer needs, want and expectation, customer expectation and
product requirements serta menentukan konsep yang menghasilkan barang dan jasa sesuai
spesifikasi standar dengan biaya yang optimal. Suara konsumen bergema ‘from cadle to
grave’, karena dalam sistem standar kualitas, semua kegiatan terkait dan berinteraksi sejak
dari riset konsumen dan riset pasar sampai produk dibuang sebagai sampah.

Berkenaan dengan standarisasi kualitas sarana dan prasarana dalam pelaksanaan


pendidikan adalah komponen yang tidak kurang penting. Sekalipun merupakan piranti
pendukung namun esensinya sangat menunjang tercapai tidaknya mutu pendidikan yang
efektif dan efisien.
(b) Konsep Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Menata lahan, bangunan, perabot dan perlengkapan serta arsip untuk
lembaga pendidikan tidak jauh berbeda dengan penataan yang dilaksanakan
dalam 'School Plant Administration'. Lahan adalah area lokasi atau tanah yang
akan digunakan sebagai tempat/bangunan. Gedung meliputi sarana dan
prasarana yang menjadi tempat dalam melaksanakan berbagai kegiatan.
Perabot dan perlengkapan adalah, benda dan alat yang bergerak maupun tidak
bergerak yang dipergunakan untuk menunjang kelancaran penyelengaraan kegiatan
pendidikan. Arsip merupakan hasil surat menyurat, dokumen kegiatan pekerjaan yang
dijalankan.
Unsur-unsur tersebut, digunakan di lembaga diklat tidak seperti yang digunakan di
rumah/keluarga, tetapi dibuat dengan berbagai mekanisme yang berdasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan kebutuhan kegiatan diklat.
Prinsip dasar tentang manajemen berbagai unsur tersebut di atas, seharusnya tidak
melupakan usaha menciptakan suasana aman, sehat dan nyaman serta memenuhi kebutuhan
pendidikan di lingkungan satuan pendidikan. Beberapa prinsip dasar tentang manajemen
sarana dan prasaran antara lain:
 Harus menggambarkan cita dan citra masyarakat seperti halnya yang
dinyatakan dalam filsafat dan tujuan pendidikan;
 Perancaan hendaknya merupakan pancaran keinginan bersama dengan pertimbangan
pemikiran tim ahli yang cukup cakap yang ada di masyarakat itu;
 Hendaknya disesuaikan bagi kepentingan peserta didik, deminya terbentunya
karakter/watak mereka dan dapat melayani serta menjamin mereka di waktu
mengikuti pendidikan sesuai dengan bakatnya masing-masing;
 Perabot dan perlengkapan serta peralatan hendaknya disesuaikan dengan kepentingan
pendidikan yang bersumber dan kepentingan sert kegunaan atau manfaatnya bagi
perserta didik dan tenaga kependidikan;
 Administrator lembaga pendidikan harus dapat membantu program pembelajaran secara
etektif, melatih para tenaga kependidikan serta memilih alat dan cara
menggunakannya agar mereka dapat menyesuaikan diri serta melaksanakan
tugasnya sesuai dengan fungsi dan tugasnya;
 Seorang penanggungjawab lembaga pendidikan harus mempunyai kecakapan
untuk mengenal baik kualitatif maupun kuantitatif serta menggunakannya
dengan tepat perabot dan perlengkapan yang ada;
 Sebagai penanggungjawab lembaga pendidikan harus mampu menggunakan serta
memelihara perabot dan perlengkapan sekitarnya sehingga Ia dapat membantu
terwujudnya kesehatan, keamanan, dan keindahan serta kemajuan lembaga;
 Sebagai penanggungjawab lembaga pendidikan bukan hanya mengetahui kekayaan
yang dipercayakan kepadanya, tetapi juga harus memperhatikan seluruh keperluan
alat-alat pendidikan yang dibutuhkan perserta didik, sanggup menata dan
memeliharanya.
Dalam pembakuan lahan, gedung, perabot, perlengkapan juga kearsipan harus
diperhatikan antara lain: (1) Bahan kuat agar tahan lama, dengan memperhatikan keadaan
setempat; (2) Pembuatan mudah dan dapat dikerjakan secara masal; (3) Biaya yang relatif
murah; (4) Enak dan nyaman bila ditempati atau dipakai sehingga tidak mengganggu
keamanan pemakainya, misainya karena paku, karena garis pinggiran yang tajam, dan
sebagainya; (5) Relatif ringan untuk mudah dipindah- pindahkan.
Secara rasional sebelum dituangkan ke dalam bentuk suatu perencanaan, maka
seorang perencana yang baik memulai terlebih dahulu dengan suatu pola penyusunan
program sebagai titik pijaknya. Pola pikiran bagi penyusunan program untuk bangunan
gedung harus memperhatikan: (a) ukuran dan umur pengguna, (b) jumlah/kapasitas.
penghuni, (c) macam perabot yang harus ada di dalam, (d) jumlah perabot, (e) penataan
perabot, (f) cara pernakaian, (g) masa pernakaian, (h) macam bahan, (i) pernbuataan dan
pemeliharaan. Sedangkan untuk perlengkapan dan perabot perlu mernperhatikan: (a)
rnacarn perabot/perlengkapan, (b) cara pemakaian, (c) bentuk perabot, (d) konstruksi
perabot, (e) ukuran perabot, (f) jumlah perabot/perlengkapan, (g) warna
perabot, (h) macam bahan, (i) mutu bahan, (j) harga banan, dan (k) biaya
pembuatan dan pemeliharaan.
Pengadaan biaya yang termasuk dalam keseluruhan anggaran dan
pembentukan bagi kelangsungan adanya school site-building dan furniture,
termasuk penyediaan biaya bagi kepentingan: (1) perbaikan dan pemmugaran, (2)
penggantian. Sebagian besar biaya pemeliharaan adalah untuk perbaikan, walaupun
sebenarnya penggantian lebih penting, karena sebenarnya tidak diperlukan dan tidak
berguna lagi terlambat pengerjaannya. Sedangkan penggantian berarti adanya mutu
yang baru, yang lebih baik, aman dan menyenangkan di dalam pembentukanya.
Perbaikan yang berlangsung beberapa kali terhadap perbaikan satu
perlengkapan atau perabot akan lebih memakan banyak waktu, tenag dan biaya
dibandingkan dengan mengganti yang baru. Dalam keadaan yang normal maka
pada umumnya 5% dan keseluruhan pengeluaran sekolah diperuntukan bagi
kepentingan pemeliharaan.
Pentingnya pemeliharaan yang layak terhadap bangunan, perabot dan
perlengkapan, karena sebenarnya kerusakan telah dimulai semenjak pertama kali gedung,
perabot dan perlengkapan yang baru diterima dari pihak pemborong atau penjual perhatikan
saja saat penerimaan dan pemakaian gedung baru, tembok, dinding, pintu, jendela, ruang-
ruang, dan gapura dipaku, ditempeli, diikat, digantungi dalam rangka menghias, padahal
mereka sebenarnya mulai dengan pengerusakan.
(c) Invntarisasi Sarana dan Prasarana Pendidika
Inventarisasi adalah kegiatan untuk mencatat dan menyusun daftar notaris
barang.-barang milik instansi/unit kerja secara teratur secara ketentuan dan tata. cara yang
berlaku. Inventarisasi dilakuakan dalam upaya menuju penyempurnaan pengurusan,
pengawasan keuangan dan kekayaan lembaga secara efektif serta dalam rangka
meningkatkan efektifitas perencanaan penganggaran, pengadaan, dan pemeliharaan,
penyaluran serta penghapusan perlengkapan.
Tujuan inventarisasi adalah tertib administrasi barang, penghematan keuangan negara,
laporan inventaris barang-barang milik lembaga, bahan untuk perhitungan kekayaan
lernbaga, dan mempermudah pengawasan barang-barang, Pelaksanaan inventarisasi
dilakukan d e n g a n memperhatikan hal-hal berikut ini.
Pertama, pelaksanaan inventarisasi melalui suatu sistem yang digunakan utuk
mencatat barang milik lembaga (sebagai contoh rnllik negara) sistem lnventarisasi
seragam yang meliputi kegiatan-kegiatan membuat: (1) Buku Inventaris Barang (BIB); (2)
Kartu inventaris barang (KIB); (3) Daftar Inventaris Ruangan (DIR); (4) Laporan Mutasi
Barang (LMB); (5) laporan Tahunan (LT); dan catatan inventaris lainya.
Kedua unit kantor/satuan kerja/proyek yang merupakan satu kesatuan administrasi
tersendiri harus menyelenggarakan administrasi barang milik lembaga yang diurus dan
dikuasainya secara terperinci, lengkap dan teratur.
Ketiga,klasifikasi, kodefikasi dan kode pemilikan barang yang mencakup: (1)
Klasifikasi atau pengelompokan barang yaitu pengolonga barang inventaris sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (SK Menkeu No.Kep.225/Kep/V/4/1971). Tujuannya
adalah untuk memudahkan pencatatan atau penemuan kembali barang inventaris tersebut
baik secara fisik maupun catatan. Barang inventaris dikelompokan dalam 4 kelornpok
besar yaitu: (a) barang tidak bergerak, (b) barang bergerak, (c) hewan, dan (d) barang
persediaan; (2) Kodefikasi barang, yaitu pemberian kode/tanda tertentu pada barang
inventaris. Pemberian kode bisa berupa huruf, gambar, simbol, atau angka (numerik).
Tujuan kodefikasi barang ini adalah untuk mengenal jenis barang tertentu dan
menyeragamkan urutan barang pada daftar Laporan Barang lnventaris (LBI); (3)
Kode Pemilikan Barang, yaitu pemberian kode-kode tertentu pada barang inventaris guna
memudahkan mengetahui pemilik dan keberadaan barang inventaris tersebut.
Ada satu kegiatan yang mernerlukan kehati-hatian dalam inventarisasi sarana
dan prasarana pendidikan, yaitu kegiatan penghapusan. Kegiatan ini merupakan bagian
dari upaya penataan berbagai unsur dalam sebuah lembaga untuk tujuan
menyeimbangkan barang yang terpakai dan yang tidak terpakai. Dalam
Pelaksanaannya, penghapusan berkaitan erat dengan proses inventarisasi mulai dari
lahan, gedung, perabot dan perlengkapan juga arsip kantor.
Kegiatan penghapusan pun berkaltan erat dengan pemeliharaan (maintenance) yang
dipandang sebagai suatu kegiatan untuk mempertahankan kondisi barang sehingga
tercapai kesiapan operasional yang maksimal. Artinya barang selalu
dipergunakan dengan baik secara berdaya guna dan berhasil guna. Keqiatan untuk
rnernpertahankan kondisi teknis, dayaguna dan hasil guna suatu barang atau
perlengkapan dilakukan dengan cara memelihara atau memperbaiki, merehabultasi
dan rnenvernpurnakan dengan memperhatikan usia pemakaian barang yang
bersangkutan.
Pengahapusan perlengkapan yaitu kegiatan rnenghapuskan kekayaan
lernbaga/kantor dari daftar inventaris berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Tujuannya ialah: (1) Membebaskan bendaharawan barang dan pengurus barang
dari pertanggung jawaban administratif dan fisik barang; (2) Mencegah kerugian
lebih lanjut dalam arti "yang luas; (3) Membebaskan ruanq dari barang yang
tidak dapat dlpake! lagi untuk kepentingan dinas; (4) Merupakan salah satu
sumber penerimaan kantor.

Penyusutan, pemindahan, dan penghapusan arsip sangat diperlukan, karena tidak


semua arsip bernilai abadi, sedangkan kemampuan kantor termasuk ruang arsip
sangatlah terbatas, untuk itu diperlukan adanya penyusutan dengan jalan
pemindahan dan penghapusan arsip. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan
arsip dengan jalan: (1) Pemindahan arsip in-aktif dari unit pengolah ke unit Persiapan;
(2) Memusnahkan (penghapusan) arsip sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (3)
Menyerahkan arsip statis kepada arsip nasional.

Tujuan penyusutan arsip adalah: (1) Mendayagunakan arsip dinamis


sebagai berkas kerja atau sebagai referensi. (2) Menghemat ruangan, peralat,
dan perlengkapan. (3) Mempercepat penemuan kembali arsip (4) enyelamatkan
bahan bukti.

Untuk rnenyusutkan arsip dibutuhkan jadwal Referensi Arsip atau daftar


yang berisi arsip, yaitu suatu daftar yang berisi tentang jangka waktu disimpan
beserta penetapan pemusnahan arsip dan penyimpanan secara permanen. Kegunaan
jadwal retensi arsip adalah: (1) Kegunaan administratif, untuk: memisahkan antara
arsip aktif dengan arsip in-aktif, memudahkan pencarian arsip aktif, menhemat ruangan,
perlengkapan dan biaya, menjamin pemeliharaan arsip in-aktif yang bersifat permanen, dan
memudahkan pemindahan arsip ke arsip nasional, (2) kegunaan ilmiah, antara lain : arsip in-
aktif biasanya dapat digunakan untuk penelitian ilmiah.
(d) Pengembangan dan Inovasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
Model dan kemasan dalam perubahan pendidikan tidak terlepas konteknya dengan
perubahan (inovasi), yang turunya tidak lepas dengan konteks invention dan discovery.
Invention ialah penemuan hasil karya manusia yang benar-benar baru. Discovery adalah
penemuan seseuatu yang sebenarnya telah ada sebelumya. Dengan demikian, pembaharuan
dapat diartikan sebagai usaha menemukan sesuatu yang baru melalui invention dan discovery
untuk memecahkan persoalan tertentu.proses pembaharuan tersebut berkaitan dengan
pengembangan, penyebaran (diffusion), diseminasi (dissemination), perencanaan adopsi
(adoption), dan penerapan (implementation). Secara umum, model pembaharuan pendidikan
dapat dikelompokan ke dalam dua model, yaitu top-down model dan bottom-up model.
Untuk mengenal lebih jauh tentang konsep inovasi dalam sarana dan
prasarana pendidikan, mari klta simak paparan seorang inovator munication
Technology (lCT) Laboratorium Administras pendidikan, yaitu Asep Suryana.
Menurut beliau, kata kunci dalam pengertian inovasi adalah baru. Dengan
mengutip kata-kata Hamijoyo dalam kitab Begawan Cece Wijaya, beliau
memaparkan bahwa kata baru diartikan sebagai apa saja yang belum dipahami,
diterima atau dilaksanakan oleh si penerima pernbaharuan, meskipun mung kin
bukan baru lagi bagi orang lain. Akan tetapi, yang lebih penting dari sifatnya sifat
baru adalah kualitatif yang berbeda dari sebelumnya. Kualiattif berarti bahwa
inovasi itu memungkinkan adanya reorganisasi atau pembaharuan kembali
dalam bidang yang mendapat inovasi.

Menurut Asep Suryana, kita ini sedang berada di tengah-tengah samudra


hasil inovasi. Ada inovasi: pengetahuan, teknologi, ICT, ekonomi, pendidikan, sosial,
dansebagainya. Inovasi dapat dikelompokkan pula atas inovasi besar dan inovasi
kecil-kecil namun sangat banyak Inovasi itu tidak harus mahal. Inovasi itu dapat
dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja. Kalau leluhur kita tidak
inovatif, kita semuanya akan tetap tinggal di gua-gua, dalam kegelapan, tanpa
busana.
Inovasi dapat menjadi positif atau negatif. Inovasi positif
didefinisikan sebagai proses membuat perubahan terhadap sesuatu yang telah
mapan dengan memperkenalkan sesuatu yang baru yang memberikan nilai tambah
bagi pelanggan. Inovasi negatif rnenyebabkan pelanqqan enggan untuk memakai
produk tersebut karena tidak memiliki nilai tambah, merusak cita rasa dan
kepercayaan pelanggan hilang.
Inovasi sarana dan prasarana harus mengacu pada mengacu pada tupoksi
lembaga dan peraturan perundangan yang berlaku yaitu UUSPN No.20/2003
dan Standar Nasional Pendidikan PP.19/2005 yang berkaitan dengan kriteria
minimal tentang ruang belajar, tempat herolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain. tempat berkreasi
dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran (termasuk diklat) termasuk penggnan teknologi informasi dan
komunikasi. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang rneliputi
perabot: peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan.
 Restrukturisasi Pembelajaran Berbasis Teknologi
Pembelajaran tidak hanya terpaku pada kegiatan yang lebih dari hanya
berbicara dan transfer pengetahuan, seiring dengan perkembangan pengetahuan dan
teknologi pendidikan mencari bentuk baru -dalarn proses pembelajaran anak.
Pembelajaran yang dimaksudkan adalah perkembangan teknologi dimasa kini dan
mendatang murid butuh untuk persiapan dirinya trutama kaitanyya dengan
pengembangan aktivitas- aktivitas yang harus dlkerjakan baik secara individual
maupun kelompok. Hai ini tentunya mendorong guru untuk lebih bertindak
.sebaqai coaching dari pada hanya sekedar telling dan spending 'ilrnu pengetahuan.
Pemanfaatan teknologi informasi adalah basis dalam pengembangan
pernbelajaran, baik di dalam kelas rnaupun di luar kelas dengan setting alat
teknologi, memungkinkan anak dapat mernpelajari apa yang diinginkannya. Dari hasil
penelitian dapat di lihat bahwa teknologi memberikan dan nenuntut: (a) Guru
rnelakukan pekerjaan dan alat yang lebih rumit; (b) Mengarah kepada peran
'guru sebagai pelatlh dari pada sebagai penyalur pengetahuan; (c) Menyediakan
kesernpatan- kepada guru untuk mempelajarai pernbelajaran kembali dan menggunakan
metode yang tepat berdasarkan kurikulum yang ada; (c) Dapat memberikan
dorongan kepada murid untuk bekerja lebih keras dan lebih berhati-hati dalam
belajar (d) Membangun budaya nilai dan mutu pekerjaan dalarn dilklat secara
signifikan.
Hal yang harus dipertimbangkan ketika membuat perencanaan pembelajaran dengan
berbasis teknologi adalah: (a) What general role do those technologies play in the class
room?, (b) What are the implications of uisng technology for me as a teacher?, (c) Will the
use of technology help my students learn?, and 4) How do I integrate them into my
teaching?; di samping itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan juga yaitu: (a) The depth
and quality of the information provide may vary; (b) different technologies and their
apprication have direct imptication on the number in wich the crassroom is organized; (c)
Techologies aiffer on cosst and ambunt integration needed to use tnem; (d) Technologies
vary in the flexebllity of use.
Implikasinya terhadap pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran adalah
memperlancar kegiatan dan memudahkan dalam proses pembelajaran karena: (a) Menuntut
banyak kegiatan dari siswa dan menuntut murid untuk bnyak berhati-hati untuk menyiapkan
pekerjaanya; (b) dapat meyajikan bahan ajar yang komplek; (c) Mempercayai murid dapat
memahami konsep-konsep yang berat; (d) Dapat mempertemukan kebutuhan idividual
murid yang paling baik;' (e) dapat lebih memfokuskan pada kegiatan murid sebagai senter '
dalam proses pembelajarnya; (f) Membuka lebih luas perbedaan-perbedaan individual dan
permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembelajaran; (g) Membuka kesempatan
yang lebih luas dalam perbedaan pengalaman belajar bagi murid; (h) Merasa lebih
profesional, karena diantara alat yang ada dapat mengurangi waktu dalam memberikan
intruksi kepada membantu anak dalam belajar.
Teknologi di dalam kelas membantu memperlancar kegiatan belajar yang harus
dilalui oleh murid dan memberikan kemudahan bagi guru dalam proses mentransfer ilmu
pengetahuan kepada muridnya. Oleh karena itu lingkungan keras harus memberikan
dukungan kepada kegiatan belajar yang menyenangkan bagi murid dan guru mengajar
dengan nyaman pula. Hal esensial yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : (a)
perlengkapan teknologi harus tepat sesuai dengan kebutuhan pembelajaran; (b) Akan
membutuhkan banyak waktu dan mempelajarinya ketika teknologi masuk dalam program
instruksional; (c) unsur-unsur pendukung sangat dibutuhkan seperti, keselamatan,
kenyamanan, dan keindahan; (d) Tenaga pendukung juga dipertukan ketika penggunaan
teknologi kompleks.
 Peran Guru yang Inovator
Guru yang Inovatif sangat dibutuhkan dalam memanfaatkan teknologi sebagai alat
bantu dalam pembelajaran yang akan dilakukannya, dimulai dari kegiatan merencanakan
pembelajaran, melakakukan pembelajaran sampai kepada penilaian hasil belajar akan
membutuhkan energi yang tinggi. Oleh karena itu orang kreatif itu akan mudah dalam
menemukan inovasi-inovasi yang memungkinkan kegiatan pembelajarnnya lebih cepat, lebih
berhasil dan lebih bermanfaat bagi murid.
Pendekatan dalam manajemen inovasi sarana dan prasarana pendidikan, hendaknya
didasarkan pada :

 Orang dan keterampilan, artinga bahwa inovasi sarana dan prasarana diarahkan
kepada peningkatan kemampuan orang sebagai penyelenggara dan ilmu pengetahuan
serta keterampilan output yang d iharapkan;
 Alat dan bahan, artinya bahwa inovasi melekat pada alat dan bahan pendidikan yang
akan dipergunakan untuk melaksanakan programprogram pendidikan dan latihan
peserta didik;
 Teknologi manual, artinya bahwa inovasi sarana dan prasarna pendidikan terdiri atas
alat dan bahan yang bersifat manual yang akan dipergunakan oleh pelaksana dan
peserta didik;
 Teknologi Komputerisasi, artinya bahwa teknologi komputerisasi me.upakan bagian
dari inovasi pengembangan sarana dan prasarna pendidikan dan Pengajaran;
 Teknologi informasi, artinya bahwa teknologi informasi merupakan bgian dari inovasi
pengembangan sarana dan prasarna pendidikan dan pengaiaran guna menunjang
kelancaran dalam transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan dari guru kepada
peserta didik.

Pada praktiknya, ternyata -tidak semua sarana dan prasarana produk inovasi yang
dapat digunakan dalam proses pendidikan. Karena itu, dalam pengembangan dan inovasi
sarana dan prasarana pendidikan perlu berazaskan pada prinsip-prinsip berikut.

 Relevancel artinya bahwa inovasi sarana dan prasarana pendidikan harus berkesuaian
dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama dalam penyesuaian-
penyesuaian dengan kebutuhan pengembangan pengetahuan dan keterampilan
ketenagaan;
 Manageble, artinya bahwa inovasi sarana dan prasarna pendidikan merupakan bagian
dalam pengembangan fungsi-fungsi manajemen kelembagaan;
 Sustainable, artinya bahwa inovasi sarana dan prasarana pendidikan harus dapat
dilihat dari keberlanjutan program;
 Efficiencyt artinya bahwa inovasi sarana dan prasarna pendidikan harus
memperhatikan unsur efisiensi dalam program kelembagaan, tidak menyebabkan
penghamburan-penghamburan dalam pembiayaan dan waktu;
 Productivity, ariinya bahwa inovasi sarana dan prasarana pendidikan mengacu kepada
peningkatan output dan produktivitas kelembagaan pendidikan yang bersangkutan;
 up to date, artinya bahwa sarana dan prasarana program pendidikan .3ng
dikembangkan merupakan hal yang terbaru dalam : enyelenggaraan Pendidikan.

c. kesimpulan

Istilah desentralisasi manajemen mengandung makna bahwa proses pendelegasian


atau pelimpahan kekuasaan atau wewenang dalam sistem organisasi diberikan dari pimpinan
atau atasan ke tingkat bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam
kehidupan beroganisasi adalah untuk meningkatkan efisiensi manajemen dan kepuasan kerja
pegawai melalui pemecahan masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan daerah
lokal. Dengan demikian desentralisasi manajemen pendidikan adalah pelimpahan wewenang
dari pemerintah kepada daerah untuk membuat keputusan manajemen dan menyusun
perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu kepada sitem
pendidikan nasional. Dengan demikian, dalam praktik desentralisasi manajemen pendidikan
dapat diterapkan di dalam beberapa tingkat dan struktur organisasi penyelenggara
pendidikan, mulai dari tingkat nasional sampai tingkat satuan pendidikan. Tujuan
desentralisasi manajemen pendidikan, yang dalam bahasa kekaisaran adalah educational
improvement, administrative, efficiency, financial effciency, political goalst effect on equit.

Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan, yaitu : (1)
Manajemen berbasis lokasi (site-based management), (2) pengurangan administrasi pusat,
dan (3) Inovasi kurikulum model manajemen berbasis lokasi menurut sang begawan ialah
model yang dilaksanakan dengan meletakan semua urusan penyelenggaraan pendidikan pada
sekolah. Model pengurangan administrasi pusat merupakan konsekuensi dari model pertama.
Pengurangan administrasi pusat diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan padi
masing-masing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada inovasi
kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua
peserta didik, Kurikulum ini disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-
sekolah dan tersebar pada daerah yang bervariasi.

Berdasarkan pada gambaran tersebut, maka substansi desentralisasi dalam bidang


manajemen pendidikan, paling sedikit berkenaan dengan aspek-aspek: (1) Perundang-
undangan pendidikan; (2) Stuktur organisasi dan kelembagaan pendidikan; (3)
Pengembangan kurikulum pendidikan; (4) Profesionalisasi tenaga kependidikan; (5) Sarana
dan prasarana pendidikan; (6) Pembiayaan pendidikan.

D. Latihan
Buatlah skematik yang dapat membedakan antara sistem pendidikan nasional sistem
sentialisasi dengan dasar peraturan perundangan UUSPN No.2 Tahun 1989 perbedainnya
dengan UUSISDIKNAS No.20 Tahun 2003.

E. Daftar Pustaka
Abdul Wahab, Solihin, 1990, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Rineka
Cipta.
Achmad, Jamaluddin,1990, ''Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia : studi kasus di Aceh, Jawa Timur dan DKI Jakarta". Disertasi, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Amal, Ichlasul, (1992), Regional And Central Government ln lndonesian Politics: West
Sumatra and South Sulawesi 1949-1979, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Akizuki, Kengo, 200l, Controlled Decentralization : Local Governments and the Ministry of
Home Affairsin Japan,Washington : The World Bank Institute,
www.worldbank.oro/wbi/
Alfred, Richard L. & Patricia carter, 1995, Building the Future: comprehensive Educational
Master Planning Report 1995-2005, University of Alabama & Community College
Consortium.
Bhenyamin, Hoessein, 1993, "Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Dati
II: Suatu Sajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu Administrasi
Negara,"Disertasi, Jakarta: Univ. Indonesia.
Bryant, Carolie dan Louise G.White, 1987, Manajemen Pembangunan untuk Negara
Berkembang, Terjemahan R. L. Simatupang, Jakarta: LP3ES.
Fasli Jalal, 2001, Reformasi Pendidikan dalam Konteks otonomi Daerah, (Editor: Dedi
Supriadi), Yogyakarta: AdiCita Karya Nusa.
Fiske, Edward B., 1996, Decentralization of Education: Politics and consensus, The World
Bank.
Grindle, Merilee S., 1980, Political Theory and Policy Implementation in the Third World,
NJ : Princeton University Press.
Kindra, G. S.,and Rick Stapenhurst, (1998), Social Marketing Strategies to Fight Corruption,
The World Bank Institute,
www.worldbank. oro/wbi/communityempowerment
Koesoemahatmadja, 1979, Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di lndonesia,
Bandung : BinaciPta.
Korten, David C., and Rudi Klauss, 1984, People Centercd Development : Contribution
Toward Theory and Planning Frameworks, West Hartford : Kumarian Press.
Lee, Jisoon, (2002), Education Poticy in the Republic of Korea: Building Block or Stumbting
Block?, The World Bank Institute,
www.worldbank,oro/wbi/communityempowerment
Litvack, Jennie and Jessica Seddon (ed), (2001), Decentralization Briefing Note
Washingto : the WB Institute, www.worldbank/org/wbi/communityemowerment
Manan, Bagir, 1980, “Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi
Menurut UUD 1945”, Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Bandung : Universitas
Padjajaran.
Mamusung, Y, 1991, Penataan Lahan, Bangunan, Perabot-Perlengkapan Sekolah, Bandung :
CV Mitrama.
Maswood, Javed, 2000, International Political Economy and Globalization, London : World
Scientific Publishing Co.
McDougall, Terry, 2001, Toward Political Inclusiveness : The Changing Role of Local
Goverment in Japan, The World Bank Institute,
www.worldbank/org/wbi/communityempowement.

Obsborne, David and Ted Gaebler, 1992, Reinventing Goverment : How The Enterpreneurial
Spirit is Transforming the Public Sector, Mass : Addisowesley Publishing.
Pal, Lesle A, (1996), Public Policy Anayisis : An Introduction, Ontario : Nelson Canada.
Pemerintah daerah Provinsi Jawa barat, 2006, Evaluasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PNSD) Berbasis Kompetensi, Bandung : Kerjasama Biro Kepegawaian Setda
Provinsi Jawa Barat & Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas
Pendidikan Indonesia.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, 2006, Analisis Kebijakan Umum Implementasi
Otonomi Daerah Berdasarkan UU.No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah di
Provinsi Jawa Barat, Bandung : Kerjasama Bagian Bina Otonomi Daerah Biro
Desentralisasi Setda Provinsi Jawa Barat & PT. Nuans Hasta Consultant.
Rondinelli, Dennis A, Rondinelli And G. Shabbir Cheema, 1988, Decentralization and
Develoment, Policy Implementation in Developing Countries California : Sage
Pub;ication Inc.
Siri, Gabriel, 2002, The Word Bank and Civill Society Develoment Exploring Two Courses
of Action for Capacity Building, Washington DC :
www.worldbank.org/wbi/communityempowerment
suryana, Asep, 2006, Pedoman Inovasi Sarana dan Prasarana pendidikan dan Pelatihan
Formal, jakarta : Ditjen Peningkatan Mutu tenaga Kependidikan Depdiknas.
Syafrudin, Ateng, 1983, Pasang Surut Otonomi Daerah, Bandung : Bina Cipta.
..........., 1991, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II dan Perkembanganya, Bandung :
Mandar Maju.

United Nations, 1961, A Handbool of Public Administratio : Current Concept and Practice
with Special Refrence to developing Countries, New York : Departement Of
Economics and Sosial Affair.
............, 1962, Technical Asistant Programe, Decentralization for National and Local
Develoment, New York : Departement of Economic and Social Affair, Division for
Public Administration.

UNESCO, 2000, Iformation and Communication Technology in The Education Syatems in


Europe : National Education Policies, Curricula, teacher Training, France :
EURYDICE, the Information Network on Education in Europe.
World Bank. 2002, Globalization, Growth and Poverty : Building and Inclusive World
Economy, New York : A compulication of the word Bank and Oxford university
Press.
Yin Cheong CHENG, (20003), “New Principalship for Globalization, Localization and
individualization : Paradigm Shift”, The International Conference on Principalship
and School Management Practice in the Era of Gglobalization : Issues and
Challenges, The University of Malaya City Campus, Kuala Lumpur, 22-24 April
2003, Web-site : http;//www.ied.edu.hk/cric/
Yoyon Bahtiar Irianto, 2000, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Percontohan
Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Manajemen Pendidikan” Tesis,
Bandung : PPS UPI.
Yoyon Bahtiar irianto & Sardin, 2006, Pedoman Penghapusan Sarana dan Prasarana
Lembaga pendidikan dan Pelatihan Non Formal, Jakarta : Ditjen PMTK Depdiknas
BAB 3
ORGANISASI PENDIDIKAN

Oleh
Drs. H. Daman Hermawan, M.Pd.
Cepi Triatna, M.Pd

A. Pendahuluan
Keberadaan manusia di dunia ini tidak ada yang luput dari keanggotaan suatu organisasi.
Organisasi merupakan sebuah wadah dimana orang orang berinteraksi untuk mencapi suatu
tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menujukan bahwa dimana pun dan kapan pun
manusia berada (berinteraksi) maka disitu muncul organisasi. Pemahaman organisisasi tidak
lagi sebagai wadah organik dari orang-orang yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi
berkembang pada interaksi orang untuk maksud tertentu. Organisasi dapat diidentifikasi
sebagai keluarga, rukun tangga, rukun warga, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, Negara, perserikatan dua Negara atau lebih, perserikatan bangsa-bangsa, dan lain
sebagainya. Kemestian manusia saat ini berada dalam suatu organisasi ditujukan untuk
mencapai tujuan bersama dengan lebih efektif dan efisien, bukan semata-semata suatu
kondisi yang kebetulan. Efektifitas efisiensi ini dapat digambarkan sebagai 100 sapu lidi yang
diikiat secara bersamaan akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk membersihkan satu
halaman dibandingkan dengan sejumlah 100 lidi digunakan secara terpisah untuk
membersihkan satu halaman.

Pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM)


merupakan upaya yang dilakukan dalam konteks organisasi, apakah keluarga,
masyarakat, sekolah, atau jenis organisasi lainnya. Pendidikan memiliki tujuan yang
harus dicapai yang disebut dengan tujuan pendidikan. Pada level Negara, tujuan ini
disebut tujuan pendidikan nasional, pada level provinsi disebut tujuan pendidikan
provinsi, pada level kabupaten/kota dikenal dengan tujuan pendidikan kab./kota, dan pada
sekolah dikenal dengan tujuan pendidikan di sekolah. Pencapaian tujuan ini akan lebih
efektif dan efisien jika dilakukan dengan menggunakan pendekatan organisasi. Dalam
perkembangan zaman saar ini, dimana para orang tua disibukan dengan berbagai
pekerjaan, proses pendidikan bagi anak-anak lebih banyak dipercayakan pada
organisasi pendidikan formal (sekolah/madrasah).
Sekolah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu tempat terjadinya proses: pendidikan
dan organisasi pendidikan formal. Kedua-duanya rnemiliki tujuan yang sarna yang
dinamakan tujuan pendidikan sekolah. Misal tujuan pendidikan SMP Lab. School UPI.
Pertanyaannya, apakah tujuan tersebut tujuan pendidikan atau tujuan organisasi
sekolah? Coba anda pikirkan!
Penyelenggaraan pendidikan dalam sebuah organisasi menunjukkan bahwa
keberadaan organisasi pendidikan tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan
secara lebih efektif dan efisien. Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah sebagai
organisasi pendidikan formal tidaklah terpisah. Pendidikan ditujukan bagi orang-orang
yang mengikuti proses pendidikan. Dan proses pendidikan ini berada dalam
organisasi. Dengan demikian, keberlangsungan proses pendidikan ini menjadi dasar
bagi penetapan tujuan sekolah (sebagai sebuah organisasi).
Apakah mungkin penyelenggaraan pendidikan dilakukan di luar organisasi?
Jawabannya pasti "tidak mungkin." Mengapa demikian? Di awal telah diungkapkan
bahwa keberadaan manusia saat ini tidak memungkinkan untuk berada di luar sebuah
organisasi. Dalarn konteks nasional, hampir seluruh orang yang ada di dunia ini
merupakan warga dari suatu Negara. Dan suatu Negara memiliki sistem' pendidikan
tersendiri. Artinya setiap orang, yang menjadi warga suatu Negara dan tinggal di Negara
tersebut akan menjadi bagian dari pendidikan Negara tersebut, Setiap sekolah atau
lembaga pendidikan dijnana pun saat ini harus mengikuti sistem penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan Negara tersebut, Di
Indonesia, setiap lembaga pendidikan harus mengikuti Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bab ini mencoba menguraikan mengenai apa sebenarnya orqariisasi,
pendidikan, mengapa harus ada orqanlsasi, apa saja unsur-unsur dalam suatu
organisasi, bagaimana bentuk-bentuk/desain suatu organisasi, dan model organisasi apa
yang diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
B. Konsep Dasar
Organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap
manusia hidup dalam sebuah organisasi. Pertanyanya, apakah setiap orang menyadari ia
hidup dalam organisasi ? Untuk apa ia menjadi bagian dari organisasi tersebut ? Apakah
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien ? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat menyadari penulis dan pembaca bahwa saat ini semua orang
adalah bagian dari suatu organisasi. Apakah sebenarnya organisasi itu ? Marilah kita tinjau
apa sebenarnya makan organisasi dan berorganisasi.
C. Pengertian Organisasi
Organisasi didefinisikan secara beragam oleh ahli. Variasi definisi didasarkan pada
sudut panadang dan waktu ahli ketika mendefinisikannya. Perkembangan kajian organisasi
dari organisasi sederhana mengarah pada pola organisasi yang kompleks yang dicirikan
oleh koneksitas organisasi yang tidak terbatas antara unit-unit organisasi dengan
lingkungan.
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1996 : 6) mendefinisikan organisasi sebagai
“wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat
dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri.” Lebih jauh ketiganya menyebutkan bahwa
organisasi adalah suatu unit terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang berfungsi mencapai
satu sasaran tertentu atau serangkaian sasaran. Definisi ini menekankan pada upaya
peningkatan pencapaian tujuan bersama secara lebih efektif dan efisien melalui koordinasi
anatar unit organisasi.
Stepehen P. Robbins (1994 : 4) mendefinisikan organisasi :
“kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batas
yang relatif dapat didefinisikan, yang bekerja atas dasar yang relative terus menerus
untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.”
Definisi dari Robbins tersebut, menekankan bahwa organisasi adalah suatu sistem
sosial yang perlu dikoordinasikan dalam arti perlu manajemen. Batasan organisasi
menurut Robbins akan berubah sebagimana tuntutan lingkungan organisasi,
sehingga dikatakan “relatif.”
Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (2001 : 1) menelusuri kajian organisasi dalam
tiga pandangan yaitu rational, natural, dan open sistem.
A rational-sistems perspective views organization as formal instruments designed to
acgieve organization goals; structure is the most important feature. Telaahan ini
menunjukan bahwa dalam pandangan sistem rational 9logika) organisasi merupakan
instrumen formal yang dibuat untuk mencapai tujuan organisasi dan struktur merupakan
aspek yang paling penting/utama.
A natural-sistems perspective views organizations as typical sosial
groups intent on surviving: people are the most important aspect. Dalam
pandangan sistem natural (alamiah) Robbins mernandang organisasi sebagai
kelompok sosia khusus yang bertujuan untuk pertahanan: orang-orang
merupakan aspek yang paling penting/utama.
An open-sistems perspective has the potential to combine rational
am: natural elements in the same framework and provide a more complete
perspective. Robins memandang organisasi dalam arti sebuah sistem terbuka
sebagai sesuatu yang potensial untuk menggabungkan komponen rasional dan
natural dalam sa kerangka dan memberikan satu pandangan yang lebih lengkap.
Definisi lain mengenai organisasi dikemukakan oleh Oteng Sutisne (1993:205)
"organisasi yakni mekanisme yang mempersatukan kegiatan- kegiatan untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan."Definisi ini menekankan pada mekanisme kerja
dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Dari berbagai definisi di atas, penulis mengembangkan sebuah definisi
organisasi sebagai berikut. organisasi adalah suatu sistem interaksi antar orang yang
ditujukan untuk mencapai tujuen orqenisest, dimana sistem tersebut memberikan
arahan perilaku bagi anggota organisasi. Definisi ini menekan pada keharusannya
sebuah organisasi didasarkan pada interaksi sosial diantara anggotanya dan anggota
dengan lingkungannva supaya tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
2. Aspek-aspek Organisasi
Aspek-aspek dalam organisasi adalah komponen-komponen yang harus
ada dalam suatu organisasi. Keberadaan komponen ini sebagai pilar dari suatu
organisasi. Artinya jika salah satu komponen organisasi tidak berfungsi, maka
orqanisasi akan berjalan pincang atau sarna sekaf tidak berjalan. Dalam
pandangan sistem organisasi mengalami entrophy, yaitu kondisi dimana
organisasi dikategorikan hancur (dalam tanaman digambarkan sebagai
kondisi layu).
O'Connor, T.
(http://www.apsu.edu/oconnort/4000/4000Iect01.htm)
mengungkapkan bahwa organisasi setidaknya harus memiliki empat
komponen utama, yaitu: mission (misi), goals (tujuan-tujuan), objectives (sasaran-
sasaran),dan behavior (perilaku). Keempat kornponen ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
MISSION

GOALS

OBJECTIVES

BEHAVIOR
Mission adalah alasan utama keberadaan suatu organisasi. Goals adalah tujuan-
tujuan umum atau divisi-divisi fungsional organisasi yang dihubungkan dengan
stakeholder organisasi. Objectives adalah hasil/sasaran yang spesifik, terukur dan
terkait dengan tujuan. Seperti peningkatan nilai Ujian Nasional (UN) sebesar 0,5
dalam satu tahun ke depan. Sasaran ini biasanya mencantumkan batasan waktu dan
siapa yang bertanggungjawab terhadap sasaran tersebut. Behavior mengacu pada
produktivitas dari tugas-tugas rutin pegawai. Pertanggungjawaban perilaku dalam
pencapaian tujuan merupakan fungsi personalia. Dalam menetapkan desain organisasi
formal, komunikasi berada diantara perilaku dan tujuan.
Keberadaan suatu organisasi tidak akan lepas dari empat komponen tersebut di
atas. Jika suatu organisasi tidak memiliki sasaran yang harus dicapai oleh setiap orang
dalam organisasi, mereka akan kebingungan mengenai apa dan bagaimana perilaku
yang harus dimunculkan oleh pegawai. Jika suatu organisasi tidak memiliki misi yang
harus dialkukan, maka orng-orang dalam organisasi akan kebingungan mengenai
tujuan apa yang harus dicapai oleh organisasi. Hal ini menunjukan bahwa empat
komponen organisasi saling terikat satu sama lain, sehingga tidak akan berfungsi suatu
organisasi jika salah satu komponen hilang.
3. Jenis-jenis Organisasi
Perkembangan kajian organisasi diawali dari kajian organisasi sebagai
organisasi formal, yaitu organisasi yang didesain untuk mencapai tujuan bersama.
Perkembangan ini terus berlangsung dan berbagai studi keorganisasian terus
dilakukan. Perkembangan inilah pada akhirnya memunculkan organisasi informal
sebagai implikasi dari adanya organisasi formal.
4. Orgnisasi Formal
Organisasi formal adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi.
Keberadaan struktur organisasi menjadi pemeda utama antara organisasi formal dan
informal. Struktur dalam organisasi formal dimaksudkan untuk menyediakan
penugasan kewajiban dan tanggungjawab kepada personil dan untuk membangun
hunbungan teretentu diantara orang-ornag pada berbagai kedudukan. (Oteng Sutisna,
1993 : 207). Sekolah dasar merupakan contoh sebuah organisasi formal.
Struktur dalam organisasi formal memperlihatkan unsur-unsur administratif
berikut.
1) Kedudukan struktur menggambarkan letak/posisi setiap orang dalam organisasi
kecuali. Kedudukan seseorang dalam struktur organisasi mencerminkan sejumlah
kewajiban sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan dan hak-hak yang dimiliki
secara formal dalam posisi yang didudukinya. Sebagai contoh, kepala sekolah
adalah salah satu contoh kedudukan dalam struktur organisasi sekolah. Kedudukan
sebagai kepala sekolah ini mencerminkan adanya kewajiban yang harus dilakukan
pemangku jabatan sebagai pimpinan dan manajer sekolah, juga memperlihatkan
adanya hak-hak yang diterima secara formal manakala seseorang menjabat
sebacs kepala sekolah.
2) Hierarki kekuasaan. Struktur digambarkan sebagai suatu rangkaian
hubungan antara satu orang dengan orang lainnya dalam suatu organisasi.
Rangkakaian hubungan ini mencerminkan suatu hirarki kekuasaan yang
inheren dalam setiap kedudukan. Tanggungjawab merupakan suatu istilah
yang melekat dalam setiap kedudukan dan hirarki kekuasaan di dalam
organisasi. Adanya hirarki kekuasaan menunjukkan bahwa pencapaian
tujuan organisasi dibagi kepala berbagai komponen organisasi dan
diimplementasikan secara sinergi melalalui hirarki kekuasaan masing-
masing yang dikoordinasikan dan dipimpin oleh manajer puncak. Dalam
organisasi persekolahan, hirarki kekuasaan tertinggi adalah kepala sekolah.
3) Kedudukan garis dan staf. organisasi garis menegaskan struktur
pengembalian keputusan, jalan permohonan dan saluran komunikasi resmi
untuk rnelaporkan informasi dan mengeluarkan instruksi, perintah, dan
petunjuk pelaksanaan Kedudukan garis ialah kedudukan yang diserahi
kekuasaan administrati umum dalam arus langsung dari tempat paling atas
ke tempat paling bawa Kedudukan staf mewakili keahlian-keahlian
khusus yang diperlukan bawah berfungsinya kedudukan garis tertentu
dengan pasti. (Sutisna, 1993:208).
Contoh-conto struktur organisasi formal sekolah, dinas pendidika
Kab./Kota, provinsi, dan departemen pendidikan nasional dapat dilihat
berikut ini.

Gambar 3.1
Contoh Struktur Organisasi Sekolah Dasar

KOMPTE SEKOLAH KEPALA SEKOLAH

URUSAN KESISWAAN URUSAN KURIKULUM

URUSAN SARANA URUSAN HUMAS


PRASARANA

KOORDINATOR BP/BK TATA USAHA

GURU

SISWA

Gambar 3.2
Contoh struktur Organisasi Salat Satu SMP/SMA
KEPALA DINAS

BAGIAN TATA
KELOMPOK
USAHA
JABATAN FUNGSIONAL

SUB BAGIAN SUB BAGIAN


KEUANGAN UMUM

BIDANG DIKDAS BIDANG DIKMEN BIDANG FUNGDIK BIDANG PLS

SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI


KURIKUL SARPRAS KURIKUL SARPRAS FUNGDIK FUNGDIK PLS KSESIWA
UM DIKDAS UM DIKMEN DIKDAS DIKMEN AN
DIKDAS DIKMEN

UPT DIKDAS UPT SND UPT


KECAMATAN PERPUSTAKAAN

Gambar 3.3
Contoh Salah Satu Struktur organisasi Dinas Pendidikan Tingkat Kab/kota

Gambar 3.4
Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
b. Organisasi Informal
Interkasi antara orang dalam orcantsast, formal pasti akan menghasilkan sebuah
perkembangan hubungan yang tidak saja hubungan structural, terlebih pada orqanisasi
persekolahan, dimana kekeluargaan menjadi satan satu landasan perilakunya.
Perkembangan hubungan dari interaksi orang dalam organisasi ini akan mengikat secara
kuat sentiment-sentimen dan kornlternen setiap orang, sehingga muncut empati dan
simpati satu sama lain. Hubungan inilah yang terus tumbuh selama organisasi formal
itu ada yang dinamakan organisasi informal. Hubungan interaksi ini tidak berstruktur
sebagaimana struktur organisasi formal.
Walaupun sulit mengidenbfikasi keberadaannya secara kasat mata, namun
keberadaan organisasi informal ini dapat dllihat dari tiga karakteristik, yaitu norma
perliku, tekanan untuk menyesuaikan diri, dan kepemimpinan informal (Sutisna,
1993:221).
Norma perilaku adalah standar perilaku yang diharapkan menjadi perilaku
bersama yang ditetapkan oleh kelompok (orang-orang dalam organisasi) dalam sebuah
kesepakatan sosial, sehingga sangsinya pun sangsi sosial.
Norma perilaku dalam organisasi informal tidak tertulis sebagaimana organisasi
formaal, tetapi menjadi kesepakatan bersama diantara orang-orang di dalam organisasi.
Tekanan untuk menyesuaikan diri akan muncul apabila seseorang akan
bergabung dengan suatu kelompok informal. Menggabungkan diri dengan suatu
kelompok sekedar bergabung secara fisik dalam suatu kumpulan, tetapi melibatkan
sosio-emosional individu-individu dalam organisasi informal tersebut. Karena itu
organisasi informal sering muncul dalam bentuk kelompok-kelompok yang tidak terlalu
besar, karena syarat keberterimaan sebagai bagian dari organisasi informal ini tidak saja
keanggotan dalam organisasi formalnya, tetapi lebih spesifik pada kesamaan antar
individu, apakah kesamaan asal daerah, agama, nilai yang dianut, hobi, dan sebagainya.
kepemimpinan informal dalam organisasi informal menjadi salah satu komponen
yang kuat mempengaruhi orang-orang di dalam organisasi, bahkan memungkinkan
mlebihi pengaruh pemimpin organisasi formal. Pemimpin informal muncul dari
kelompok dan membimbing serta mengarahkan melalui persuasi dan pengaruh.
Kepemimpinan dalam organisasi informal sangat kuat mempengaruhi perilaku orang-
orang karena inilah kepemimpinan yang sesungguhnya, dimana seseorang dipatuhi
bukan karena memiliki jabatan, tetapi ada kelebihan yang secara alamiah dan mampu
mempengaruhi orang lain tanpa paksaan.
4. Dimensi Struktur Organisasi
Dalam kacamata para ahli organisasi, dimensi struktur organisasi memiliki
keragaman pandangan, bahkan dikatakan tidak ada kesepakatan antara para teoritikus
mengenai apa yang diartikan organisasi, (Robbins, 1994:91). Lebih jauh Robbins
menyimpulkan bahwa para teoritikus pada umumnya setuju dengan dimensi struktur
organisasi tetapi tidak setuju dengan definisi-definisi
operasionalnya.
Dalam konteks itu Robbins mengemukakan tiga komponen yang menjadi dimensi
struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi.
a. Kompleksitas
Kompleksitas adalah tingkat diferensiasi (perbedaan) yang ada di dalam sebuah
organisasi (Robbins, 1994 : 91). Diferensiasi dapat dilihat secara horizontal, vertikal, dan
spasial.
Diferensiasi horizontal adalah perbedaan antara unit-unit berdasarkan orientasi para
anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, tingkat pendidikan, dan pelatihan
pegawai. Dengan kata lain, semakin banyak pekerjaan yang harus dilakukan pegawai
di dalam organisasi, maka semakin pula organisasi tersebut. Kondisi nyata dari
diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan departementalisasi.
Spesialisasi merupakan pengelompokan aktivitas tertentu yang dilakukan satu
individu. Spesialisasi terdiri dari spesialisasi fungsional dan sosial. Spesialisasi
fungsional dicirikan oleh pekerjaan yang dipecah-pecah menjadi tugas yang
sederhana dan berulang-ulang. Spesialisasi sosial dicirikan oleh individu yang
dispesialisasi, bukan pekerjaannya, dan pekerjaan tidak bersifat rutin. Departernentalisasi
adalah cara organisasi secara khas mengkoordinasikan aktivitas yang telah
dibedakan secara horizontal.
Diferensiasi vertikal adalah pembedaan yang didasarkan pada kedalaman
struktur. Makin banyak tingkatan yang terdapat di antara top management dan
tingkat hierarki yang paling rendah; makin besar pula potensi terjadinya
distorsi/gangguan dalam komunikasi dan semakin sulit mengkoordinasi pengambilan
keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top management untuk
mengawasi kegiatan bawahannya.
Diferensiasi spasial adalah pembedaan yang didasarkan pada kondisi
geografis, yakni sejauhmana lokasi (kantor) tempat produksi (barang/jasa),
personalia, dan kantor pusat tersebar secara geografis. Sekolah-sekolah dari satu
yayasan yang tersebar di berbagai kab./kota merupakan salah satu organisasi yang
dikategorikan diferensiasi spasial. Pembedaan ini akan memunculkan kompleksitas
dalam sruktur organisasi.
b. Formalisasi
Formalisasi adalah tingkat sejauhmana pekerjaan di dalam organisasi
distandarkan. Konsekwensinya adalah pemegang pekerjaan hanya mempunyai sedikit
kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana rnengerjakannya, dan
bagaimana ia harus melakukannya, Formalisasi sebaiknya tertulis untuk dapat
memberikan kekuatan pada pengarahan perilaku pegawai. Dalam konteks itu
formalisasi diartikan sebagai sebuah tingkat dimana peraturan, prosedur, instruksi, dan
komunikasi ditulis.
Fomalisasi penting karena standarisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman.
Standarisasi juga mendorong koordinasi dan perhernatan. Organisasi yang melakukan
standarisasi. Akan memiliki berbagai manual organisasi, seperti manual akuntansi,
manual personalia, . manual diklat, dan sebagainya. Rumah makan Ampera
merupakan salah satu contoh dari formalisasi (standartsasi).
Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk melakukan standarisasi perilaku
pegawai adalah seleksi (yang .efektif); persyaratan peran (analisis yang tepat);
peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan; pelatihan; dan ritual (bagian dari budaya
organisasi).
c. Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana pengambilan keputusan dikosentrasikan pada
suatu titik tunggal dalam organisasi. Konsentrasi keputusan yang tinggi adalah sentralisasi
yang tinggi, sedangkan konsentrasi keputusan yang rendah adalah sentralisasi yang rendah
atau disebut desentralisasi.
Desentralisasi mengurangi kemungkinan terjadinya beban informasi yang
berlebihan, member tanggapan yang cepat terhadap informasi yang baru, member masukan
yang lebih banyak bagi sebuah keputusan, mendorongn terjadinya motivasi, dan
merupakan sebuah alat yang potensial untuk melatih para manajer dalam mengembangkan
pertimbangan yang baik. Sebaliknya sentralisasi menambah suatu perspektif yang
menyeluruh terhadap keputusan-keputusan dan dapat memberikan efisiensi yang berarti.
(Robbins, 7994:127).
5. Desain Organisasi
Desain organisasi didasarkan pada elemen-elemen umum dalam organisasi. Mintzberg
(Robbins, 1994 – 304) menyebutkan lima elemen umum dalam suatu organisasi, taitu :
a. The operating core. Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan dasar yang
berhubungan dengan produksi dari produk dan jasa. Dalam organisasi sekolah
pegawai ini adalah guru, guru dikatakatan sebagai ujung tombak pendidikan yang
berinteraksi langsung dengan layanan jasa pembelajaran kepada peserta didik.
b. The srategik apex. Manajer tingkat puncak yang diberi tanggungjawab keseluruhan
untuk organisasi. Pada organisasi sekolah, orang ini adalah kepala sekolah.
c. The middle line. Para manajer yang menjadi penghubung operating core dengan
strategic apec. Dalam konteks perguruan tinggi orang-orang ini adalah para dekan
yang bertugas memfasilitasi strategic apex untuk terimplementasi pada level
jurusan. Di organisasi sekolah, posisi ini dapat diidentifikasi sebagai wakil kepala
sekolah yang bertugas menjembatani kebijakan strategis sekolah supaya dapat
terimplementasi pada level guru-guru dan staf.
d. The techno structure. Para analis yang mempunyai tanggungjawab untuk
melaksanakan bentuk standarisasi tertentu dalam organisasi. Dalam konteks
organisasi pendidikan di Indonesia, masih Jarang sekolah yang memiliki tenaga ini.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan pada sekolah-sekolah tertentu ada
yang memiliki elemen organisasi ini. Pada perguruan tinggi BHMN seperti UPI,
elemen organisasi yang bertanggungjawab untuk melakukan standarisasi adalah
satuan penjamin mutu.
e. The support staff. Orang-orang yang mengisi unit staf, yang memberi jasa
pendukung tidak langsung kepada organisasi. Di persekolahan staf ini dikenal
dengan tenaga administratif sekolah (TAS).

Berdasarkan lima elemen yang dikemukakan Mintzberg nilah, Robbins


menganalisis desain organisasi yang berbeda. Perbedaan desain organisasi dikarenakan
organisasi memiliki sistem dan aturan yang berbeda dalam kelima elemen tersebut. Lima
konfigurasi umum yang dimaksud adalah struktur sederhana, birokrasi mesin, birokrasi
profesional, struktur divisional, dan adhocracy.
Struktur sederhana disarankan untuk organisasi yang kecil dengan
karaketeristik organisasi yang masih dalam tahap awal dibentuk, lingkungan organisasi
sederhana dan dinamis, menghadapi krisis, atau jika yang mempunyai kekuasaan dalam
organisasi ingin agar kekuasaan tersebut disentralisasi.
Birokrasi mesin didesain untuk organisasi yang secara efektif dapat menangani
ukuran yang besar, lingkungan yang sederhana dan stabil, dan sebuah teknologi yang
terdiri atas pekerjaan yang rutin dan distandarisasi.
Demikian halnya birokasi profesional yang didesain untuk pekerjaan yang
rutin, hanya saja para anggota birokrasi profesional adalah para spesialis teknis yang
menghadapi sebuah lingkungan yang kompleks. Intinya supaya operasional keseharian
yang kompleks dapat berjalan secara efektif.
Siruktur divisional banyak persamaanya dengan birokrasi mesin. Struktur ini
didesain untuk menaggapi strategi yang menekankan kepada keanekaragarnan pasar
atau produk, imana organisasi tersebut besar, teknologinya dapat dibagi-bagi, dan
lingkungannya cenderung untuk menjadi sederhana dan stabil.
Adhocracy meminta agar manajemen puncak melepaskan kebanyakan
pengawasan. Konfigurasi ini cocok untuk organisasi yang memiliki strategi variatif,
beresiko tinggi, teknologi tidak rutin, atau lingkungannya mungkin dinamis
atau kompleks. .
Secara ringkas perbedaan kellma komfigurasi ini dapat dilihat pada tabel 1.
TABEL 3.1
Resume konfigurasi Organisasi
karekteristik Struktur Birokrasi Birokrasi Struktur Adhocracy
sederhana Mesin Profesional Divisional
Spesialisasi Rendah Fungsion Sosial Fungsional Sosial
al tinggi Tinggi tinggi
Tinggi
Formalisasi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
diantara
divisi-
divisi
Sentralisasi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah
terbatas
Lingkungan Sederhana Sederaha Kompleks Sederhana Kompeksita
& & Stabil dan stabil & stabil s & dinamis
Dinamis
Klasifikasi Organik Mekanisti Mekanistik Mekanistik Organik
struktural k
C. Sekolah Sebagai Organisasi Sosial
Sekolah sebagai organisasi sosial memandang organisasi dalam konteks sistem sosial
yang memiliki tujuan tertentu dan merupakan tujuan bersama. organisasi sosial adalah
organisasi yang dicirikan oleh saling ketergantungan antara satu bagian lainya, kejelasan
anggota, perbedaan dengan lingkunganya, hubungan sosial yang kompleks, dan budaya
organisasi yang khas.
Sekolah sebagai organisasi sosial merupakan pandangan sekolah sebagai organisasi
formal. Pandangan ini akan berimplikasi pada bagiamana memperlakukan/mengelola
sekolah. Manajemen organisasi akan diorientasikan pada bagimana mengkondisikan orang-
orang dalam organisasi untuk dapat dinamis, saling tergantung satu sama lain, memiliki
hubungan yang dinamis baik internal maupun eksternal, dan beradaptasi dan membentuk
budaya organisasi sekolah. Untuk itu perlu dipahami komponen pokok dari suatu sistem
sosial.
1. Element Kunci Sekolah sebagai Organisasi Sosial Setiap
Setiap organisasi akan memiliki aktivitas untuk mencapai tujuannya. Pencapaian
tujuan organisasi akan meminta sejumlah aktivitas individu atau keloktif dari anggota
organisasi yang harus dikoordinasikan supaya terarah pada pencapaian tujuan. Disinilah
interaksi sosial berlangsung. Interaksi sosial ini tidak saja dipengaruhi oleh budaya, politik,
teknik produksi, dan lingkungan organisasi (khususnya lingkungan strategis).

Hoy dan Miskel (2001 : 31) menggambarkan elemen-elemen kunci dalam organisasi
sekolah sebagai berikut.

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa sekolah sebagai sistem sosial memiliki


keterkaitan yang kuat dengan input dan output yang dikategorikan sebagai hubungan
yang kompleks.
Struktur dalam konteks sekolah meliputi peran dan harapan birokrasi, posisi dan
hirarki, aturan dan regulasi, dan spesialisasi. Harapan birokrasi akan mengkondisikan
perilaku anggota organisasi. Missal guru berkewajiban untuk mendorong keaktifan
dan kreativitas siswa dalarn proses pembelajaran.
Individu dalam interaksi organisasi yang diatur oleh struktur organisasi (harapan
birokrasi) memiliki kebutuhan keyakinan, dan pemahaman tersendiri terhadap pekerjaan
yang dilakukannya. Dua hal utama dalam individu adalah kognisi dan motivasi. Kognisi
terdiri dari: kebutuhan-kebutuhan individu, tujuan-tujuan individu, keyakinan-keyakinan
individu, dan·pemahaman-pemahaman individu terhadap pekerjaannya. Motivasi
merupakan alasan-alasan mengapa seseorang memilih menjadi guru. Banyak
alasan yang mendasari seseorang bekerja menjadi seorang guru, apakah karena
motif mencari uang, mengabdi pada sesama manusia, menghilangkan kejenuhan
karena nganggur, dan sebagainya.
Culture (budaya) merepresentasi sesuatu yang tidak tertulis dalam organisasi,
meliputi nilai-nilai dan norma-norma bersama, kebiasaan- kebiasaan. kerja, keyakinan-
keyakinan, cara berpikir, dan artifact (suatu yang bersifat fisik). Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki dampak yang besar
terhadap perilaku individu di dalam organisasi misal W. Z. Ouchi, 1981; T. E. Deal
dan A. A. Kennedy,1982; T. J. Peters dan R. H. Waterman, 1982. (Kreitner dan
Kinicki,2005:90).
Politics merupakan kekuatan hubungan informal yang memunculkan
penyeimbang bagi kekuatan organisasi formal. Politik merupakan suatu hal
yang bersifat informal, tidak terlihat, dan tidak rnemiliki legitimasi formal.
Bagaimanapun suatu organisasi, termasuk di sekolah, politik akan rnuncul pada
kelompok-kelompok tertentu sebagai bag ian dari ekspresi individu terhadap
aturan-aturan dan regulasi formal.
Environtment adalah segala sesuatu yang berada di luar organisasi. Sebagai
sistem sosial, organisasi memiliki batas organisasi yang mungkin bias. Seperti keberadaan
orang tua siswa dalam komite sekolah, apakah mereka ini pihak ekternal organisasi atau
bagian internal dari organisasi sekolah. Bias ini merupakan hal biasa dalam konteks
sistern sosial, karena interaksinya akan semakin kompleks. Tidak diragukan lagi bahwa
lingkungan organisasi  memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebrefungsioan organisasi
sekolah. Apakah lingkungan tersebut lingkungan sosial, ekonorni, budava, geografis, dan
sebagainya.
Outcomes adalah hasil yang dicapai dari, proses tranformasi berbagai
komponen input. Proses transformasi maliputi interaksi empat komponen utama, yaitu
sistem struktur, budaya, politik, dan individu.
Hasil yang didapat dari proses transformasi di sekolah adalah prestasi akademik
dan non akademik lulusan, kepuasan kerja guru dan staf, kehadiran siswa, guru dan staf,
rata-rata drop out (DO), dan berbagai ukuran lainnya sebagaimana ditetapkan oleh
sekolah dan stakeholdernya.
Internal feedback loops adalah umpan balik internal yang muncul dari interaksi
berbagai komponen/sub-sistem dari organisasi sosial, yaitu struktur, politik, individu,
dan budaya organisasi.
External feedback loops adalah umpan balik eksternal yang muncul dari interaksi
lingkungan internal sekolah dengan lingkungan eksternal sekolah. Rapat komite sekolah
dengan pihak sekolah menunjukkan adanya interaksi yang memberikan umpan balik
dari pihak eksternal kepada pihak sekolah (internal) demikian sebaliknya.
2. Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajar (learning organization)
Sekolah dipandang sebagai organisme yang hidup dan berkembang sebagiman
manusia, hewan dan tumbuhan. Analisis teresbut menunjukkan megapa organisasi
dikategorikan sebagai sistem sosial. Yakni suatu sistem interaktif yang hidup dan mengali
masa anak-anak, dewasa, dan tua kemudian mati. Namun ada juga organisasi yang tidak
sampai menginjak usia dewasa, pada masa anak-anak sudah mati. Lalu apa sebenarnya yang
menyebabkan suatu organisasi tetap hidup menjadi mati ?
Mati dalam istilah sistem disebut sebagai entrophy, yaitu suatu kondisi yang
diidentikan dengan daun yang jatuh dari pohon (usang). Banyak organisasi yang
memproduksi barang ataupun jasa mati hanya dalam ukuran waktu yang relative singkat,
tetapi banyak organisasi yang sudah malang melintang, berpuluh-puluh tahun tetap saja eksis
sampai saat ini. Contoh organisasi di bidang pendidikan yang masih bertahan sampai saat ini
adalah Pondok Pesantren Gontor. Dari dulu samapai saat ini terus berkembang, namun tidak
jarang sekolah yang gulung tikar, karena kehilangan peserta didik dan ditinggalkan oleh para
gurunya.
Kemampuan suatu organisasi bertahan hidup ditentukan oleh sumber daya manusia
organisasi atau dikenal dengan man (manusia). Organisasi dibuat, digerakan, diorientasikan
untuk mencapai tujuan manusia. Manusia adalah unsur yang paling pokok dalam suatu
organisasi. Manusia-manusia yang unggul lah yang membawa organisasi pada suatu kondisi
bertahan dan berkembang.
Kenunggulan SDM organisasi tidak hanya terletak pada kepemilikan suatu
keterampilan untuk melakukan suatu pekerjaan tetapi tidak pada kemampuan untuk terus
meningkatkan kemampuannya dalam merespok tuntutan stakeholdernya.
Pandangan organisasi sebagai sistem sosial menunjukkan bahwa organisasi
merupakan sistem yang terbuka dan berinteraksi dengan lingkungannya secara dinamis.
Interaksi ini berkembang sesuai dengan perkernbangan zaman termasuk perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Implikasinya tuntutan terhadap produk (barang
maupun jasa) yang dihasilkan organisasi terus berkembang bahkan dalam kurun
waktu yang cepat. Manakala organisasi tidak mampu memenuhi tuntutan
pelanggan yang dinamis ini, maka dengan sendirinya pelanggan mencari produk-
produk baru dari oganisasi lain. Artinya organisasi menjadi mati, karena
ditinggalkan pelanggannya.
Kondisi tersebutlah yang mengharuskan SDM organisasi tidak saja memiliki
kornpetensi dalam melaksanakan tugasnya, tetapi juga harus terus melakukan
pengembangan dan adaptasi terhadap perkernbanqan zaman dengan kata lain
manusia-manusia dalam organisasi terus belajar. Dengan hal itu organisasi akan
rnampu bertahan dan berkembang (survival and growth).
Fasilitasi organisasi supaya kemampuan SDM organisasi dapat terus belajar
inilah yang berkembang saat ini dan dikenal dengan "learning organization"
(LO). LO diperkenalkan oleh Peter Senge sekitar tahun 1990 yang kemudian
berkembang pesat dan menghasilkan berbagai aplikasi dalam berbagai bidang keilmuan,
salah satunya dalam bidang manajemen. Leithwood dan Louis (1998) (Hoy dan Miskel,
2001:32) rnenqernukakan "Lear:ning Organization is one in which the participant
pursue with a collective commitment to routinely assessing the value of those
purposes, modifying them when appropriate, and continually developing more
effective and efficient ways to achieve those purposes." (LO adalah satu cara
dimana seseorang dengan komitmen bersama menilai secara rutin tujuan-tujuan
: mereka, memodifikasi tujuan-tujuan tersebut manakala sesuai dan secara terus
menerus mengembangkan cera-cera yang lebih efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut).
Implikasi yang harus dicermati dari keberadaan sekolah pada
interaksinya dengan lingkungan sekolah yang dinamis adalah .menjadikan sekolah
sebagai tempat belajar untuk semua orang. Tidak saja peserta didik yang harus
belajar, tetapi guru-guru, kepala sekolah: staf tata usaha, pengurus komite
sekolah dan semua pihak yang terkait dengan pengelolaan sekolah juga orang-
orang yang harus belajar di sekolah. Mereka secara terus menerus distimulus untuk
memikirkan dan mendiskusikan berbagai perrnasalahan yang dihadapi secara
bersarna, kemudian mencoba berbagaicara baru untuk rnenghasilkan lulusan yang
lebih unggul atau hasil yang lebih baik.
Cara yang harus dipikirkan oleh kepala sekolah dan personil sekolah untuk
menjadikan sekolah sebaqai tempat LO adalah: (1) menernukan berbagai cara
untuk membuat struktur organisasi sekolah yang secara terus menerus
mendukung layanan pembelajaran dan memperluas kemampuan adaptasi organisasi, (2)
mengembangkan iklim dan budaya organisasi yang memiliki karakteristik terbuka,
kerjasama, dan mampu progesif, sukses, dan terbuka untuk perubahan, (4) mencegah
kekerasan, peyelewengan dan politik yang tidak benar dalam layanan pembelajaran, (5)
memimpin dengan model kepemimpinan transformasional, (6) berkomunikasi secara terbuka
dan berkelannjutan, (7) membuat keputusan partisipatif, dan (8) mengembangkan kapasitas
sekolah untuk mersepon berbagai maslah secara efektif dan menyeluruh bukan secara
sporadis.
D. Rangkuman
Organisasi adalah suatu sistem interaksi antar orang yang ditujukan untuk mencapai
tujuan organisasi, dimana sistem tersebut memberikan arahan perilaku bagi anggota
organisasi. Pandangan organisasi saat ini tidak lagi sebagai mesin birokrasi tetapi sebagai
sistem sosial.
Pandangan organisasi sebagai system social adalah pandangan formal, namun
keberadaan organisasi formal tidak dapat menghindari keberadaan organisasi informal.
Keberadaan keduanya merupakan suatu sinergi upaya pencapaian tujuan organisasi. Dalam
konteks ini, organisasi formal dicirikan oleh tiga dimensi utama, yaitu kompleksitas,
formalisasi, dan sentralisasi. Keberagaman dalam dimensi struktur organisasi ini kemudian
membawa implikasi pada keberagaman desain organisasi.
Sekolah sebagai suatu organisasi juga dipandang sistem sosial yang terbuka terhadap
lingkungan organisasi. Upaya untuk mersepon dan memenuhi berbagai tuntutan dan dan
perkembangan lingkungan, termasuk pelanggan sekolah adalah dengan menjadikan sekolah
sebagai learning organization yang diwujudkan melalui dukungan organisasi yang kuat
terhadap pengembangan dan perbaikan secara terus menerus.
E. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
1. Apa definisi anda mengenai organisasi ? Jelaskan !
2. Apa bedanya organisasi formal dan organisasi informal? Jelaskan!
3. Apa saja dimensi struktur organisasi? Jelaskan!
4. Jelaskan apa yang dimaksud sekolah sebagai sistem sosial!
5. Apa implikasi dari jalinan hubungan sekolah dengan lingkungan yang dinamis?
6. Apa yang dimaksud dengan sekolah sebagai learning organization? Mengapa
demikian?
F. Daftar Pustaka
Chapter 4. identifying Appropriate Organizational Models, tersedia online :
http://download.microsoft.com/download/3/6/f/36f85f9b-8784-403b-a38d-
7c8d1e0ffc69/Chapter44.pdf. [15 juli 2008]
Consortium for Service Innovation. 2002. The Adaptive Operational Model-
Version 2.0: The  Practices.Tersedia online: http://www.outsights.com/Adaptive
Ora anization Model December 2002.pdf. [15 Juli 2008].
Fligstein, Neil. 2001. Organizations: Theoretical Debates and the Scope
Organizational Theory. Tersedia online: http://didattica.spbo.unibo.it/adon/Ifi
les/fligstein, organizations and organizational theory, 2001.pdf. [15
Juli2008].
Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, James H. 1995.
Organization (8 Ed). Richard D. Irwin Inc. Alih bahasa oleh: Nunuk
Adiarni. 1996" Organisasi (Edisi 8- Jilid I dan II). Jakarta: Binarupa
Aksara.
Hoy, Wayne K., dan Miskel, Cecil G. 2001. Educational Administration: Theory,
Research, and Practice. (sixth Edition). New York: McGraw Hill.
Kezar, Adrianna J. 2001. Understanding and Facilitating Organizational Change
in the 21st Century: Recent Research and Conceptualizations. San
Fransisco: Jossey Bass.
Lampiran Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau No. 5 Tahun 2007 tentang
Bagan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau.
Lipham James M., Rankin, Robb E., dan Hoeh Jr., James A. 1985. The
Principalship; Concept, Competencies, and Cases. New York & London:
Longman.
Lunenburg, Fred C. dan Ornstein, Allan C. 2004, Educational
Administration: Concepts and Practices. (Fourth Edition), USA:
Wadswort- Thomson Learning Inc.
Mckinley, William. 2007. Organizational Theory Development:
Displacement of Ends?  Tersedia online: http://www.egosnet.org/journaIlW-
053.pdf. [15 Juli 2008].
Morphet, Edgar L., Johns, Roe L., & Reller, Theodore L. 1982.
Educational Organization and Administration: Concept, Practices, and Issues.
(fourth edition). New Jersey: Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs.
O’Connor, T. Foundations of Organizational Theory. Tersedia online:
http://www.ap su.edu/oconllort/4000/4000Iect01.htm. [15 Juli 2008].
Peraturan Pemerintah No, 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Razik, Taher A. & Swanson, Austin D. (1995). Fundamental Concept of
Educational Leadership and Management. Colombus-Ohio: Pren'tice Hall,
Robbins, Stephen P. 1990, Organizations Theory: Structure, Design, and
Application, Prentice Hall Inc. Alih bahasa: Yusuf udave. 1994. Teori
Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. Jakarta: Arcan .

School of  Organization Theory. Tersedia online: http://www2.sfasu·.edu/polisci/Abel


L142/SCHOOLSOFORGANIZATIONTHEORY.html. [15 Juli 2008].
Sutisna, Oteng. 1993. Administrasi f?endidikan: Dasar Teoritis Untuk
Praktik Profesional. Bandung: Angkasa,
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yuki, Gary. (1989), Leadership In Organization (second edition), New
Jersey: Prentice Hal
BAB 4
MANAJEMEN SEKOLAH

Oleh :

Dra. Yati Siti Mulyati, M.Pd

Dr. Hj. Aan Komariah, M.Pd

A. Pendahuluan
Siapapun yang menjalankan usaha tentu telah melaksanakan serangkaian kegiatan
merencanakan, melaksanakan dan menilai keberhasilan dan kegagalan usahanya. Didasari
atau tidak, mereka telah menempuh proses manajemen. Akan tetapi, alangkah lebih baik
apabila dalam praktik usahanya mereka menerapkan pemahaman yang mendalam tentang
ilmu manajemen, tentu usahanya akan lebih terarah dan lebih mudah mencapai tujuan.
Ilmu manajemen apabila dipelajari secara komprehensif dan diterapkan secara
konsisten memeberikan arah yang jelas, alangkah yang teratur dan keberhasilan dan
kegagalan dapat mudah dievaluasi dengan benar, akurat dan lengkap sehingga dapat
dijadikan bahan pembelajaran bagi tindakan selanjutnya.
Organisasi pendidikan sebagai lembaga yang bukan saja besar secara fisik, tetapi juga
mengemban misi yang besar dan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja
memerlukan manajemen yang profesional.
B. Pengertian Manajemnen Dan Manajemen Pendidikan
1. Pengertian Manajemen

Setiap ahli memberi pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu
tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian dari
pikiran-[ikiran ahli tentang definisi manajemne kebanyakan menyatakan bahwa manajemen
merupakan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau keahlian untuk
mencapai suatu tujuan yang didalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur keilmuan secara
ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam mendayagunakan
kemampuan orang lain.
Dengan demikian terdapat tiga fokus untuk mengartikan manajemen yaitu :
 Manajemen sebagai suatu kemampuan atau keahlian yang selanjutnya menjadi cikal bakal
manajemen sebagai suatu profesi. Manajemen sebagai suatu ilmu menekankan perhatian
pada keterampilan dan kemampuan manajeral yang diklasifikasikan menjadi
kemampuan/keterampilan teknikal, manusiawi dan konseptual.
 Manajemen sebagai proses yaitu dengan menentukan langkah yang sistematis dan terpadu
sebagai aktivitas manajemen.
 Manajemen sebagai seni tercermin dan perbedaan gaya (style) seseorang dalam
menggunakan atau memberdayakan orang lain untuk mempercapai tujuan.
Berikut ini merupakan definisi manajemen dari beberapa ahli yang mencerminkan
ketiga fokus tersebut.
 Encyclopedia of the social sciences (1957) management may be defined as the process by
which the execution of a given purpose is put into operation and supervised.
 Rue dan Brays (1996:9) : management is a process that invalesguiding or directional
group of people toward organizationl goals or objectivitas.
 Hersey dan Blanchard (1988:144) : merupakan suatu proses bagaimana pencapaian
sasaran organisasi melalui kepemimpinan.
 Stoner (1992:8) manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguanaan
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
 Millet (1954) management in the process of directing anf faciliting in the work of people
organization in formal group to achieve a desired goal.
 Balderton (1957) management is stimulating, and directing of human effort to utilize
effectively materials and facilities to attain an objective
 Terry (1972) management is getting things done through the effort of other people
 Blanchard (2001 : 3) sebagai i "management as working with and through individuals and
growth to accomplish organizational goals."
 Sudjana (2000 : 77) : manajemen merupakan rangkaian berbagai kegiatan wajar yang
dilakukan seseorang berdasarkan norma-norma yang telah ditetapkan dan dalam
pelaksanannya memiliki hubungan dan saling keterkaitan dengan lainnya. Hal tersebut
dilaksanankan oleh orang atau beberapa orang yang ada dalam organisasi dan diberi tugas
untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
 Manajemen sebagai suatu seni yang tercermin dalam pengertian yang ditemukan
American Society of mecanical enginners : manajemen merupakan ilmu dan seni
mengorganisasi dan memimpin usaha manusia, menerpakan pengawasan dan
pengendalian tenaga serta memanfaatkan bahan alam bagi kebutuhan manusia.
Management is the art and science of organizing and directing human effort applied to
control the forses utillze the nature for the benefit of man.
Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang
dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara
produktif, efektif dan efisien.
2. Pengertian Manajemen Pendidikan
Secara sederhana manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam
pelakasanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk
mencapai tujuan secara efektif. Namun demikian untuk mendapatkan pengertian yang lebih
komperhensip, diperlukan pemahaman tentang pengertian, proses dan substansi pendidikan.
Menurut Brubecker education should be trough of as process of man reciprocal
adjusman to nature. Dinyatakan bahwa pendidikan merupakan proses timbal baik antara
keperibadian individu dalam penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan.
Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah suatu upaya yang diciptakan
untuk membantu kepribadian individu tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi
kehidupan.
Dictionary of education mendefinisikan pendidikan sebagai (1) proses seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku dalam masyarakat; (2) proses social
yang menyediakan lingkungan yang Terpilih dan terkontrol untuk mengembangkan
kemampuan social dan individual secara optimal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang
diciptakan lingkungan secara sengaja dan bertujuan untuk mendidik, melatih dan
membimbing seseorang agar dapat mengembangkan kemampuan individu dan social.
Pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003
dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan
suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
sikap social, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Dengan demikian pendidikan merupakan suatu sistem terencana untuk
menciptakan manusia seutuhnya. Sistem Pendidikan memiliki garapan dasar yang
dikembangkan, diantaranva terdiri dari:
 bidang garapan peserta didik
 bidang garapan tenaga kependidikan
 bidan garapan kurikulum
 bidang garapan sarana prasarana
 bidang garapan keuangan
 bidang garapan kemitraan dengan masyarakat
 bidang garapan bimbingan dan pelayanan khusus
Mengadaptasi pengertian manajemen dari para ahli dapat dikernukakan bahwa
manajemen pendidikan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang
dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisa- sian, penyusunan staf,
pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran,
pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai
tujuan pendidikan secara berkualitas.
C. Tujuan Manajemen Pendidikann
Dilakukan manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara
sistematis dan dapat dlevatuast secara benar, akurat dan lengkap sehingga
mencapai tujuan secara produktif, berkualitas.efektif dan efisien.
1) Produktivitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output)
dengan jurnlah ,sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan
secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berupa jumlah tamatan dan.
Kuantitas input berupa. Jumlah tenaga kerja dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan,
perlengkapan, bahan, dsb). Produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur dengan
uang, produktivitas ini digambarkan dari ketetapan menggunakan metode atau cara kerja
dan cara dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang tersedia dan medapat resons possitif dan bahkan pujian dari orang lain
atas hasil kerjanya. Kajian terhadap produktifitas secara lebih komperhensif adalah keluaran
yang banyak dan bermutu dari tiap-tiap fungsi atau peranan penyelenggaraan pendidikan.
2) Kualitas menunjukan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan
atau dikenakan kepada barang (Products) dan/ataujasa (services) tertentu berdasarkan
Pertimbangen objektif. Atas bobot dan/atau kinerjanya ( Pfeffer end Coote, 1991) ,
jasa/pelayanan atau produk tersebut harus menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan
Pelanggannya. Dengan demikian mutu adalah jasa/produk yang menyamai bahkan melebihi
harapan pelanggan sehingga pelanggan mendapat kepuasan.
3) Efektivitas adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi Etzioni, Etizoni (1964 : 187)
mengatakan bahwa "keefektifan adalah derajat dimana organisasi mencapai tujuannya atau
menurut Sergiovani (1987:33) yaitu, “Kesesuaian hasil yung dicapai organisasi dengan
tuiuan"'. Efektifitas institusi pendidkan terdiri dari dimensi manajemen dan kepempinan
sekolah, guru, tenaga kependidikan dan personil lainnya, siswa, kurikulum, sarana-
prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan masyarakatnya, pengelolaan bidang
khusus lainnya hasil nyatanyu merujuk kepada hasil yang diharapkan bahkan menunjukkan
kedekatan/kemiripan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. Efekftifitas dapat
juga ditelaah dari : (1) masukan yang merata; (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi;
(3) ilmu dan keluaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang
membangun; (4) pendapat tamatan yang memadai (Engkoswara, 1987).
4) Efisiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul ( doing things right)
sementara efektivitas adalah menyangkut tujuan (doing the right tings) atau efektifitas
adalah perbandingan antara rencana dengan tujun yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan
pada perbandingan antara input/sumber daya dengan output. Suatu kegiatan dikatakan
efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan punggunaan atau pemakian sumber
daya yang minimal. Efisiensi pendidikan adalah bagaimana tujuan itu dicapai dengan
memiliki tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga dan sarana.
D. Pendekatan-Pendekatan Manajemen
koontz (1980 : 177-183) menemukan sebelas macam pendekatan terhadap teori dan praktik
manajemen, sebagai berikut.
1. Empirikal atau Kasus; ilmu dan praktik manajemen dikembangkar melalui
pengkajian kasus yang telah dialami di rnasa lalu.
2. Perilaku antar Peribadi (interpersonal behavior); ilmu dan prakti
manajemen dipelajari melalui hubungan-hubungan antar pribadi pada, organisasi
dengan fokus kajian pada individu dan motivasinya.
3. Perilaku Kelompok; studi tentang pola-pola perilaku kelompok dala
orqanisasi lebih dominan daripada kepada hubungan antar peribadi.
4. Sistem-sistem Sosial Kooperatif; memadukan antara hubungan peribadidengan
kelompok. Bahwa mempelajari manajemen dapat dilakukan dengan mempelajari
hubungan antara manusia sebagai sistem social yang bekerjasarna untuk
mencapai suatu tujuan.
5. Sistem-sistem Sosio-teknikal: bahwa sistem teknikal memberi pengaruh besar pada
sistem social, sehingga perlu dikembangkan keterpaduan perhatian dan praktik
secara simultan untuk keduanya.
6. Teori Keputusan (Decision Theory); bahwa manajer adalah penqambil
keputusan sehingga pengembangan manajemen ada pada kemampuan dan
keahlian mengambil keputusan.
7. Sistem (Systems Approach); mempelajari bagian-bagian interdependen organisasi
dan hubungan dengan lingkungan yang mempengaruhinva.
8. Matematikal atau "management science"; mempelajari manajemen secara
mathematical melalui pengkajian model-model alat identifikasi problem dan
penilaian alternatif solusi.
9. Kontingensi atau Situasional; kredibilitas manajer diukur dari kontribuslnya
memberikan saran praktik manajemen yang cocok untuk suatu situasi terteptu.
10. Peranan-peranan Manajerial; observasi yang dilakukan manajer. untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi peranan-peranan yang bersifat umum bagi
manajer.
11. Operasional; menggunakan konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori serta teknik-teknik
sebagai landasan dan menghubungkannya dengan fungsi atau proses manajemen.
E. Prinsip Manajemen
Douglas (1963: 13-17) merumuskan prinsip-prinsip manajemen pendidikan sebagai
berikut.
1. Memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme
kerja.
2. Mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab.
3. Memberikan- tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan
sifat-sifat dan kemampuannya.
4. Mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia.
5. Relatifitas nilai-nilai
Prinsip diatas memiliki esensi bahwa manajemen dalam ilmu dan praktiknya harus
memperhatikan tujuan, orang-orang, tugas-tugas, dan nilai-nilai. Hal ini hampir selaras
dengan apa yang dikemukakan Fattah (1996 : 33) yang mengklasifikasikan prinsip
manajemen ke dalam tiga ranah yaitu :
 prinsip manajemen berdasarkan sasaran; bahwa tujuan adalah sangat esensial bagi
organisasi. Hendaknya organisasi merumuskan tujuan dengan tepat sesuai dengan arah
organisasi, tuntutan zaman dan nilai-nilai yang berlaku. Tujuan suatu organisasi dapat
dijabarkan dalam bentuk visi, misi dan sasaran-sasaran. Ketiga bentuk tujuan itu harus
dirumuskan dalam satu kekuatan tim yang memiliki komeitmen terhadap kemaajuan dan
masa depan organisasi.
Prinsip manajemen berdasarkan sasaran sudah dikembangkan menjadi suatu teknik
manajemen yaitu MBO (management by objective) yang pertama digagas olehDrucker
(1954) sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan pada manajemen
pendidikan adalah bahwa kepala dinas memimpin tim yang beranggotakan unusur
pejabat dan fungsional dinas, dan lebih baik terdapat stakeholders untuk merumuskan
visi, misi dan objective dinas pendidikan.
Pada tingkat sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, TU. Komite sekolah,
siswa, orang tua siswa, masyarakat dan stakeholders duduk bersama membahas rencana
startegis sekolah dengan mengembangkan tujuh langkah MBO yaitu :
 menentukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah
 menganalisis apakah hasil itu berkaitan dengan tujuan sekolah
 berunding menetapkan sasaran-sasaran yang dibutuhkan
 menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai sasaran
 menyusun tugas-tugas untuk mempermudah mencapai sasaran
 menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan
oleh atasan
 lakukan monitoring dan buat laporan
 prinsip manajemen berdasarkan orang; keberadaan orang sangat penting dalam
organisasi. Karena tanpa orang organisasi bukanlah apa-apa. Orang adalah penggerak
organisasi yang perlu diperhatikan secara manusiawi kebutuhan, tuntuannya,
keinginannya, aspirasinya, perkembangannya, dan juga keluhan-keluhannya.
Manajemen pendidikan berdasarkan orang adalah suatu aktivitas manajemen yang
diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia. Manajer percaya bahwa
perunahan organisasi dimulai dari perubahan perilaku yang kan berpengaruh terhadap
perubahan sistem, struktur, teknologi, strategi dan tujuan organisasi. Aplikasi prinsip ini
adalah memberikan peluang yang besar kepada staf untuk meningkatkan kemampuan
melalui pelatihan/penataran atau studi lanjut. Di samping itu, manajer
melaksanakan pelayanan manajeria berdasarkan managerial effectiveness yang
disesuaikan dengan kematangan staff.
 prinsip manajemen berdasarkan informasi; banyak aktivitas rnanajernen yang
mernbutuhkan data dan informasi secara cepat, lengkap dan akurat. Suatu
aktivitas pengambilan keputusan sanga didukung oleh informasi begitupun
untuk melaksanakan kegiatan rutin dan incidental diperlukan informasi yang
telah dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan manajer dan
pengguna mengakses dan mengolah inforrnasi.
F. Fungsi Manajemen
Kehadiran manajemen dalam organisasi adalah untuk melaksana- kan
kegiatan agar suatu tujuan tercapai dengan efektif dan efisien. Secara tegas tidak
ada rumusan yang sama dan berlaku umum untuk fungsi manajemen. Namun
demikian, fungsi manajemen dapat ditelaah dari aktivitas-aktivitas utama yang dilakukan
para manajer yaitu perencanaan, pelaksanaan dan periilaian. Matriks berikut adalah
fungsi-fungsi manajernen menurut pendapat beberapa ahli.
Ahli FUNGSI MANAJEMEN AKRO
NIM
LUTHER Plan Orga staf Dire Coor rep budg POSD
GULLICK ing nizin fing cting dinat orti eting CoRB
g ing ng
ERNEST Inov refr contr POSR
DALE ating ese ollin DIRC
ntin g
g
Koontz & POSD
Donnel C
WILLIAM Ass Reso Dire POAR
NEWMAN em urces cting DC
blin
g
HENRY Co Coor POCC
FAYOL mm dinat C
and ing
ing
GEORGE Act POAC
TERRY uati
ng
JOHN Mo POMC
F.MAE tiva
ting
DEMING Do Che Act PDCA
ck
JOHN direc Facil DF
D.MILLET ting itatin
g

Mengadaptasi fungsi rnanajernen dari para ahli, fungsi manajemen yang


sesuai dengan profil kinerja pendidlkan secara umum adalah rnelaksanakan fungsi
planning, organizing, staffing, coordinating, leading (facilitating, motivating,
innovating), reporting, controlling. Namun demikian dalam operasionalisasinya dapat
dibagi dua yaitu fuuqsi rnanajemen pada tingkat/level rnakro/rnesso seperti
Departemen dan Dinas dengan melakukan fungsi manajemen secara urnum dan
pada level instutusi pendidikan mikro yaitu sekolah yang lebih menekankan pada
fungsi planing, organizing, motivating, innovating, controling.
Fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pelaksanaan kegiatan dan
pengawasan merupakan esensial pada setiap tidak terkecuai organisasi pendidikan. Namun
dalam actuating pada dunia pendidikan lebih disesuaikan dengan karakteristik lembaga dunia
pendidikan.
Dalam dunia pendidikan fungsi kepengawasan dilaksanakan sebagai bagian dari
pelaksanaan manajerial. Pada level sekolah, pengawas lebih berperan sebagai ‘quality
assurance’ dengan tugas supervisi sebagai upaya pembinaan terhadap staf untuk memperbaiki
dan meningkatka kualitas pendidikan.

G. Proses Manajemen
Beberapa definisi menunjukan bahwa manajemen merupakan suatu proses yang
sistematis dalam melakukan kegiatan organisasi. Proses manajemen secara umum mengikuti
langkah-lamghakah merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan.
1. Merencanakan
Merencanakan adalah membuat suatu target-target yang akan dicapai atau diraih di
masa depan. Dalam organisasi merencanakan adalah suatu prose memikirkan dan
menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber
daya dan metode/teknik yang tepat.
Merecanakan pada dasarnya membuat keputusan mengenai arah yang akan dituju,
tindakan yang akan diambil, sumber daya yang akan diolah dan teknik/metode yang dipilih
untuk digunakan. Rencana mengarahkan tujuan organganisasidan menetapkan prosedur
terbaik untuk mencapinya. Prosedur itu dapat berupa pengaturan sumber daya dan penetapan
teknik/metode.
Keberadaan suatu rencana sangat penting bagi organisasi karena rencana berfungsi
untuk :
 Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai
 Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut
 Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakannya sesuai
tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.
 Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten
prosedur dan tujuan.
 Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana
 Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intenship sehingga bisa
menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.
 Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal
dengan situasi eksternal
 Menghindari pemborosan,
 Secara sederhana merencanakan adalah suatu proses merumuskan tujuan-tujuan,
sumber daya, dan teknik/metode y.ang terpilih.
2. Mengorganisasikan
Setelah mendapat kepastian tentang tujuan, sumber daya dan teknik/metode yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, lebih lanjut rnanajer melakukan upaya
pengorganisasian agar rencana tersebut dapat dikerjakan oleh orang ahlinya secara
sukses.
Mengorganisasikan adalah proses mengatur, mengalokasikan dan mendistribusikan
pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Stoner (1996:11) menvatakan bahwa mengorganisasikan adalah proses
mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam cara tersturktur guna
mencapai sasaran spesifik atau beberapa sasaran.
Mengorganisasikan berarti: (1) menentuan surnber, daya dan kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, (2) rnerancang dan mengembangkan
kelompok kerja yang berisi orang yang mampu membawa organisasi pada tujuan, (3)
menugaskan seseorang atau kelompok orang dalam suatu tanggung jawab tugas dan
fungsi tertentu, (4) mendelegasikan wewenang kepada individu yang Berhubungan
dengan keleluwasaan melaksanakan tugas. Dengan rincian tersebut, manajer
membuat suatu struktur formal yang dapat dengan mudah dipahami orang dan
menggambarkan suatu posisi dan fungsi seseorang di dalam pekerjaannya.
Mengorganisasikan sangat penting dalam manajemen karena membuat posisi
orang jelas dalarn struktur dan pekerjaannya dan melalui pemilihan, pengalokasian dan
pendistribusian kerja yang profesional, organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif
dan efisien.
Dalam mengorganisasikan seorang manajer jelas memerlukan
kemampuan memahami sifat pekerjaan (job spesification) dan kualifikasi orang yang
harus mengisi jabatan. Dengan demikian kemampuan menyusun personalia adalah
menjadi bagian pengorganisasian.
3. Memimpin .
Memimpin institusi pendidikan lebih menekankan pada upaya mengarahkan dan
memotivasi para personil agar dapat melaksanakan tugas pokok fungsinya dengan baik.
Memimpin menurut Stoner (1966 : 11) adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok seluruh organisasi.
Seorang pemimpin dalam melaksanakan amanatnya apabila ingin dipercaya dan
diikuti harus memiliki sifat kepeimpinan yang senantiasa dapat menjadi pengarah yang
didengar ide dan pemikirannya oleh para anggota organaisasi. Hal ini tidak semata mata
mereka cerdas membuat keputusan tetapi dibarengi dengan memiliki kepribadian yang dapat
dijadikan suri tauladan.
4. Mengendalikan
Mengendalikan institusi pendidikan adalah membuat institusi berjalan sesuai dengan
jalur yang telah ditetapkan dan sampai kepada tujuan secara efektif dan efisien. Perjalanan
menuju tujuan dimonitor, diawasi dan dinilai supaya tidak melenceng atau keluar jalur.
Apabila hal ini terjadi harus dilakukan upaya mengembalikan pada arah semula. Dari hasil
evaluasi dapat dijadikan informasi yang harus menjamin bahwa aktivitas yang menyimpang
tidak terulang kembali.
Pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai
dengan aktivitas yang direncanakan. Proses pengendalian dapat melibatkan beberapa elemen
yaitu; (1) menetapkan standar kinerja, (2) mengukur kinerja, (3) membandingkan unjuk kerja
dengan standar yang telah ditetapkan, (4) mengambil tindakan korektif saat terdeteksi
penyimpangan.
H. Perkembangan Pemikiran Manajemen
Sesungguhnya mulai kapan para pelaku usaha berkecimpung dan memikirkan upaya
terbaik dalam aktifitas manajemen tertuang dalam sejarah perkembangan manajemen dalam
kurun waktu tertentu. Manajemen adalah praktik melaksanakan usaha terbaik sehingga dari
sejarah pemikiran manajemen kita dapat belajar dari kegagalan dan keberhasilan orang-orang
terdahulu yang menerapkan konsep manajemen berdasarkan pemikiran pada kurun waktu
tertentu dengan kasus tertentu pula.
Perkembangan pemikiran manajemen sebagai praktik yang dilandasi konsep teori
adalah sebagai berikut.
Matriks 4.2
Aliran Teori Manajemen
Aliran Periode Penggasgas Pengikut/ Teori Manajemen
Waktu Pengembang
Manajemen 1890- Fedrick A. Henry L. Gantt Menerangkan
ilmu 1930 Taylor Frank, Lilian secara ilmiah
(scientific Gilbert, dan metode terbaik
management) Harington untuk
Emerson melaksanakan
tugas apapun dan
untuk
menyeleksi,
melatih dan
memotivasi
pekerja
Organisasi 1900- Hendry Jame D.Mooney, 14 prinsip dan
klasik (teori 1940 Fayol Mary Parker keterampilan
manajemen Follet, Herbert yang mendasari
operasional Simon, Chester I manajemen yang
moderrn) Barnard efektif
Hubungan 1924- Hawthorne Elton Mayo, Fritz Kemungkinan
manusiawi 1950 Study J. Roethlisberger, bahwa pekerja
dan teori Max Weber, yang menerima
perilaku William perhatian khusus
(behavioral J. Dickson, Hugo akan bekerja
aciences) Munsterberg, lebih baik hanya
Abraham karena mereka
Maslow, menerima
Mc Gregor perhatian tersebut
Teori sistem 1940- Chester I William A. Organisasi
(system sekarang Barnard Shorde & D. sebagai sistem
apporach) Voich yang
dipersatukan dan
diarahkan sari
bagian-bagian
yang saling
berkaiatan.
Teori 1950- Hersey and Vroom & Yetton, Teknik
Kontingensi sekarang Blanchard charles manajemen yang
kindleberger paling baik dalam
mencapai tujuan
sangat tergantung
pada situasi dan
lingkungan yang
berbeda.

1. Teori Manajemen Ilmiah (Scientific Manajement Theory)


Frederick W taylor, Hendry L Gantt, Frank Bunker Gillberth dan Lilian Gillbert
adalah tokoh-tokoh dibalik teori manajemen ilmiah. Mereka memeikirkan cara meningkatkan
pproduktivitas dengan menangani kondisi kekurangan tenaga terampil melalui efisiensi para
pekerja.
Tayor disebut sebagai "baPak manajemen ilmiah" dengan karyanya “scientific
management" yang telah memberikan prinsip-prinsip dasar pendekatan ilmiah pada
manajemen, dan mengembangkan sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisiensi.
Empat prinsip dasar yang dikembangkan Taylor adalah :
 Pengembangan metode ilmiah dalam manajemen agar suatu pekerjaan dapat ditentukan
metode pencapaian tujuannya secara maksimal
 Seleksi ilmiah untuk karyawan dapat diberikan tugas dan tanggung jawab sesuai keahlian.
 Pendidikan dan pengembangan karyawan
 Kerjasama yang harmonis antara manajemen dan para karyawan.
Teknik yang digunakan untuk melaksanakan prinsip tersebut adalah melalui studi
gerak dan waktu (time and motion studies), Pengawasan fungsional, sistem tarif berbeda
yaitu karyawan yang lebih produktif dan efisien mendapatkan gaji lebih besar dari yang
lainnya.
Kontribusi terbesar dari Gantt adalah dengan menghasilkan metode grafik sebagai
teknik scheduling produksi untuk perencanaan, koordinasi dan pengawasan produksi yang
populer dengan sebutan “Bagan Gantt".
2. Manajeman Organisasi Klasik (Classical Organization Theory) atau manajemen
operasional modern.
Hendry Fayol merupakan tokoh teori manajemen operasional manajemen dikenal
dengan julukan Bapak teori manajemen modern. Dalam bukunya yang berjudul
Administration Industrietle et Generale (Asministrasi Industri dan Umum) Fayol membagi
aktivitas-aktivitas industri dalam enam kelompok yaitu teknikal, komersial, financial,
keamanan, kepastian, akunting dan manajerial. Ia adalah perumus emapt belas manajemen
yaitu :
 Pembagian kerja
 Wewenang
 Disiplin
 Kesatuan pemerintah
 Kesatuan pengarahan
 Meletakan kepentingan perseorangan dibawah kepentingan umum
 Sentralisasi
 Rantai scalar/khirarki
 Order/susunan
 Stabilitas staf organisasi
 Inisiatif
 Espirit de Corps (semangat korps)
Fayol percaya bahwa melalui penguasaan keterampilan dan prinsip dasar manajemen
orang yang mendalaminya dapat menjadi manajer yang baik.
3. Aliran Perilaku (behavioural sciences)

Elton Mayo dan F.J. Roethlisbeger melakukan studi tentang perilaku manusia dalam
bermacam situasi kerja di pabrik Hawthome milikj perusahaan Western Electric dengan
temuan bahwa kelompok kerja informal lingkuan social karyawan memiliki pengaruh besar
terhadap produktivitasnya.
McGregor memandang perlu adanya perhatian pada kebutuhan social dan aktualisasi
karyawan dengan menunjukan dua kategori manusia yaitu manusia X dan manusia Y atau
lebih dikenal dengan teori X dan teori Y. manusia tipe X adalah manusia yang harus diawasi
agar mau melakukan usaha dalam perkerjaan mereka. Sedangkan manusia Y sebaliknya, ia
bersemangat kerja sebagai kesempatan untuk mengaktualisasikan diri tanpa ada pengwasan
sekalipun.
Disamping penelitian yang focus terhadap perilaku manusia, dikembangkan juga
perilaku aliran organisasi yang memandang bahwa hubungan mansuia dalam manajemen
berada dalam konteks organisasi. Diantara tokohnya, adalah Abraham maslow, Frederick
Herzberg, Edgar Schein.
Aliran perilaku organisais menganut prinsip bahwa :
 Organisasi adalah satu keseluruhan jangan dipandang bagian perbagian.
 Motivasi karyawan sangat penting yang menghasilkan komitmen untuk mencapai
tujuan organisasi.
 Manajemen tidak dapat dipandang sebagi suatu proses teknisi secara ketat (peranan,
prosedur dan prinsip).

4. Pendekatan Sistem (System Approach)


Pendekan system memandang bahwa organisasi sebagai system yang dipersatukan
dan diarahkan dari bagian-bagian/komponen-komponen yang saling berkaitan. Chester I
Barnard menjelaskan dalam, the functions of tehe executive bahwa tugas manajer adalah
mengupayakan adanya suatu upaya kerjasama dalam organisasi engan menyarankan
pendekatan system social komprehensif dalam aktivitas “managing”.
Komponen-komponen atau bagian tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi,
membutuhkan dan menentukan. Oleh Karena itu harus disadari bahwa perubahan satu
komponen akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya. Dengan demikian
berpikir dan bertindak system berarti tidak memandang komponen secara parsial, tetapi
saling terpadu secara satu sama lain secara sinergi.
Sinergi berarti bahwa keseluruhan lebih besar dari pada jumlah dan bagian-bagianny.
System yang sinergi adalah tiap-tiap unit atau bagian yang berkerja dengan serius dalam
tatanannya dan menyadarinya secara penuh dan bertanggung jawab terhadap kemajuan
system secara umum.
System memiliki makna bahwa (1) suatu system terdiri atas bagian-bagian yang
terkait satu dengan yang lain. (2) again-bagian yang saling terhubung itu dapat berkerja dan
berfungsi secara independen atau bersama-sama, (3) berfungsi bagian-bagaian tersebut
ditunjukkan untuk mencapai tujuan umum dan keseluruhan (sinergi), (4) suatu sitem yang
terdiri dari bagian-bagian yang saling hubung tersebut berada dalam suatu lingkungan yang
kompleks.
5. Pendekantan Kontingensi atau Pendekatan Situasional
Pendekan kontigensi atau pendekatan situasional adalah suatu aliran teori manajemen
yang menekankan pada situasi atau kondisi tertentu yang dihadapi. Tidak seluruh metode
manajemen ilmiah dapat diterapkan untuk seluruh situasi begitupun tidak selalu hubungan
manusia yang selalu ditekankan karena adakalanya pemecahan yang efektif melalui
pendekatan kuantitatif. Itu semua sangat tergantung pada karakteristik situasi yang dihadapi
dan tujuan yang ingin dicapai.
I. Rangkuman
Manajemen merupkan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh
seseorang untuk melalukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang
lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif
dan efesien.
Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang
dilakukan melalui aktivitas perencanaa, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan,
pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian
pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sitematis untuk mencapai tujuan pendididkan
secara berkualitas.
Tujuan manajemen adalah mencapai kinerja organisasi secara produktif, efektif,
efesien dan berkualitas.
Pendekatan manajemen dapat dilakukan melalui studi empiris, perilaku induvidu,
perilaku kelompok, system social, teori keputusan,peranan manajerial, matematikal atau
“management science”, manajemen operasional, dan kontigensi atau situasional.
Prinsip-prinsip manajemen merupakan nilai yang tidak dapat diabaikan dalam praktik
manajemen. Bahwa praktik manajemen harus didasari prinsip berorientasi pada tujuan
dengan memikirkan kemampuan sumber daya yang dimiliki, senantiasa memperhatikan
aspek psikologis manusia dan nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat.
Fungsi manajemen adalah membuat kerja organisasi berjalan lancar dengan focus
pada penerapan kemampuan manajer dalam merencanakan, mengorganisasikan,
mengiplementasikan rencana, mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan kinerja organisasi.
Proses manajemen merupakan langkah sistematis yang dilakukan dalam menata,
mengelola, mengatur dan mengembangkan organisasi melalui aktivitas merencanakan
(planning), mengorganisasikan (organizing), memimpin (leading), mengkoordinasikan
(coordinating),memantau, mengendalikan dan mengevaluasi (controlling and evaluating), dan
melaporkan kinerja (reporting).
Perkembangan teori manajemen dimulai dari teori manajemen klasik dengan
pemikiran manajemen ilmiah dan taylor dan teori organisasi klasik dari Mayo. Manajemen
ilmiah menekankan pada upaya menemukan metode terbaik untuk melakukan tugas
manajemen secara ilmiah. Sedangkan teori organisasi klasik menekankan pada kebutuhan
mengelola organisasi yang kompleks yang memfokuskan pada upaya menetapkan dan
menerapkan prinsip dan keterampilan yang mendasari manajemen yang efektif.
Perkembangan yang efektif. Perkembangan yang memberi focus yang sangat berbeda dari
teori manajemen klasik dan teori manajemen neoklasik yang ditandai dengan perubahan
focus manajemen yang lebih menekankan pada perilaku baik pada perilaku manusia maupun
perilaku organisasi. Manajemen yang baik menurut teori neoklasik ini adalah manajemen
yang memfokuskan diri pada pengelolaan staf secara efektif yang didasari akan pemahaman
yang mendalam dari segi sosiologis maupun psikologis. Perkembangan selanjutnya yaitu
dengan menekankan pendekatan system pendekatan system memandang bahwa organisasi
sebagai system yang dipersatukan dan diarahkan dari bagian-bagian/komponen-
komponenyang saling berkaitan. Namun saat ini penerapan manajemen didasrkan pada
pendekatan kontigensi yang memadukan antara aliran ilmiah dengan perilaku dalam suatu
system yang diterapkan menurut situasi dan lingkungan yang dihadapi.
J. Soal Latihan
1. Coba anda definisikan arti manajemen dan manajemen pendidikan!
2. Mengapa mempelajari manajemen pendidikan itu penting?
3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan untuk mempelajari manajemen
pendidikan?
4. Mengapa manajemen pendidikan perlu menganut prinsip berorientasi tujuan ?
5. Apakah funsi manajemen pendidikan?
6. Coba anda urutkan proses manajemen pendidikan!
7. Coba anda buat perkembangan teroi manajemen dengan menggunakan ilustrasi
dengan matrik!

K. Daftar Pustaka

Depdikbud, (1999), Panduan Manajemen Sekolah, Dipdikbud Dirjen Dikdasmen Direktorat


Pendidikan Menengah Umum, Jakarta
Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, JmaesH. 1995. Organization (8 Ed).
Richard D. Irwan Inc. Alih Bahasa oleh : Nunuk Adiarni, 1996. Organisasi (Edisi 8-
Jilid I dan II). Jakarta : Binarupa Aksara.
Guskey, R. Thomas and Huberman, (1995), Profesional Development In Education; New
Paradigms and Practices, Teachers College Press New York.
Hitt, A., Michael & R Duane Ireland, Robert E. Hoskisson (1997), Manajemen Strategis ;
Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi, (Alih Bahasa Armand Hediyanto),
Jakarta : Erlangga.

Hoy, Wayne K., dan Miskel, Cecil G. 2001. Educational Administration : Theory, Research,
and Pratice. ( Sixth Edition). New York : McGraw Hill.
Lunenburg, Fred C. dan Omstein, Allan C. 2004. Educational Administration :Concepts and
Pratices. (fourt Edition). USA : Wadswort – Thomson Learning Inc.
Morphet Edgar L., Johns, Roe L., & Reller, Theodore L. 1982. Educational Organization
and Administration: Concept Pratices, And Issues. (fourth edition). New Jersey :
Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs.

Murgatrodh, Stephen P. 1990. Organizations Theory: Structure, Design, and Application,


Prentice Hall Inc. Alih bahasa: Yusuf Udaya. 1994. Teori Organisasi: Struktur,
Desain, dan Aplikasi, Jakarta: Arcan.
Sutisna, Oteng. 1993. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional.
Bandung: Angkasa.
Yukl, Gary. (1998). Leadership In Organization (second edition). New Jersey: Prentice Hall
BAB 5
MANAJEMEN KELAS

Oleh

Drs. Ade Rukmana


Asep Suryana, M.Pd.
A. Pendahuluan
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Guru dituntut untuk memahami komponen-komponen dasar dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk
paham tentang filosofis dari mengajar dan belajar itu sendiri. Mengajar tidak hanya sekedar
mentransfer ilmu pengetahuan, akan tetapi juga sejumlah perilaku yang akan menjadi
kepemilikan siswa.
Pengaturan metode, strategi, dan kelengkapan dalam pengajaranadalah bagian dari
kegiatan manajemen pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru. Untuk mewujudkan
manajemen kelas di sekolah dasar, lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi
syarat akan mendukung meningkatkan intensitas pembelajaran siswa dan mempunyai
pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Manajemen kelas di sekolah dasar
tidak hanya pengaturan belajar, fasilitas fisik dan rutinitas, tetapi menyiapkan kondisi kelas
dan lingkungan sekolah agar tercipta kenyaman dan suasana belajar yang efektif. Oleh karena
itu, sekolah dan kelas perlu dikelola secara baik, dan menciptakan iklim belajar yang
menunjang. Siapun yang menjalankan usaha tentu telah melaksanakan serangkaian kegiatan
merencanakan, melaksanakan dan menilai keberhasilan dan kegagalan usahannya. Disadari
atau tidak, mereka telah menempuh proses manajemen. Tentu usahanya akan lebih terarah
dan lebih mudah mencapai tujuan. Mengelola kelas adalah kegiatan mengatur sejumlah
sumber daya yang ada di kelas sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai secara efektif dan efesien.
B. Konsep Dasar
1. Manajemen Pembelajaran
Demi mewujudkan manajemen kelas di sekolah, lingkungan fisik yang
menguntungkan dan memenuhi syarat akan mendukung meningkatnya intensitas
pembelajaran siswa dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Manajemen kelas di sekolah tidak hanya pengaturan belajar, fasilitas fisik dan rutinitas, tetapi
menyiapkan kondisi kelas dan lingkungan sekolah agar tercipta kenyamanan dan suasan
belajar yang efektif . oleh karena itu, sekolah dan kelas perlu dikelola secara baik, dan
menciptakan iklim belajar yang menunjang.
Guru harus memahami beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar anak,
supaya tercipta proses belajar yang baik. Faktor yang perlu diperhatikan antara lain : Kondisi
fisik, sosio emosional dan organisasional. Semua faktor ini harus difahami oleh guru agar
tujuan KBM dapat tercapai dengan baik-baiknya, atau setiap kegiatan belajar mengajar, baik
yang sifatnya instruksional maupun tujuan pengiring akan dapat dicapai secara optimal.
Lingkungan fisik yang memenuhi syarat, mendukung meningkatnya intensitas proses KBM
siswa. Disamping itu juga mempunyai pengaruh terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Setiap proses belajar mengajar kondisi ini harus direncanakan dan diusahakan oleh
guru secara sengaja agar dapat dihindarkan kondisi yang dirugikan, dan mengembangka
kepada kondisi yang kondusif. Kondisi fisik di sekolah senantiasa nyaman, anatara lain
ruangan harus diusahakan memenuhi syarat. Ukuran ruangnya harus cukup ; memberi
keleluasaan bergerak; cahaya dan sirkulasi udara baik dan pengaturan perabot harus tertata
rapih agar siswa bisa bergerak bebas.
Di dalam pengaturan ruangan kelas terdapat beberapa tempat duduk/meja kursi.
Diantaranya: pola berjajar atau berbasis. Tapi pada umumnya tempat duduk siswa diatur
menurut kesenangan siswa itu sendiri. Dalam pola susunan berkelompok siswa dapat
berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dan bisa pindah dari kelompok yang satu
dengan kelompok lainnya. Ada juga pola farmasi tapai kuda. Pola ini guru berada ditengah-
tengah para siswa. Pola ini bisa dipakai apabila pelajaran banyak memerlukan tanya jawab
antar guru dengan siswa, dan lebih memudahkan saling berkomunikasi dan berkonsultasi.
Pola duduk melingkar. Pola ini dilaksanakan apabila ada suatu kegiatan atau alat yang mesti
di peragakan akan mudah dilihat dan dikomentari oleh siswa. Di samping susunan meja kursi
yang fleksibel menurut pola formasi tertentu, siswa pada waktu mengikuti kegiatan belajar
mengajar tidak selalu terpaku duduk dikursi akan tetapi dapat juga duduk di tikar, atau karpet
yang berabjad dan bergambar. Penyediaan alat bermain atau sumber belajar harus disesuaikan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan pada waktu itu,. Selain susunan meja, penyediaan
alat, pengelompokan tempat duduk, dinding juga dapat digunakan untuk menempelkan hasil
perkejaan siswa. Hasil perkerjaan siswa ditempel di dinding dengan menggunakan triplek
atau busa. Hasil yang ditempelkan hendaknya secara bergantian sehingga tidak
membosankan dan tidak mengganggu perhatian anak. Hasil karya seni yang dipampang di
dinding, akan mempunyai kebanggaan tersendiri bagi orang tua siswa tersebut.
Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela cukup besar, sehingga
memungkinkan cahaya matahari untuk masuk dan udara yang sehat juga ikut masuk ke kelas.
Dengan ventilasi yang baik yang sehat, semua siwa dan guru di dalam kelas dapat menghirup
udara yang segar. Cahaya sebaiknya datang dari sebelah kiri, supaya cukup terang dan tidak
menyilaukan.di dalam pengaturan penyimpananan barang-barang hendaknya di simpan pada
tempatnya yang khusus (loker) yang sudah di beri tanda. Dan barang tersebut mudah
dijangkau kalau diperlukan dalam kegiatan belajar. Barang yang nilainya praktisnya tinggi
dapat disimpan di ruang kelas, seperti alat bermain yang sesuai dengan tema pada waktu mau
dilaksanakan. Sedangkan buku pelajaran, pendoman kurikulum, kartu pribadi, buku
penghubung, harus ditempatkan pada tempat yang tidak jauh dari meja guru. Selain itu, juga
alat pengamanan harus selalu tersedia.
Sumber belajar di luar ruangan/kelas akan menjadi alat interaksi siswa baik dalam
proses belajar mengajar maupun pada saat jam istirahat, yang harus menjadi perhatian guru
adalah pada saat jam istirahat. Pada saat ini sering sekolah tidak memperhaikan pola-pola
interaksi siswa dalam mengisi waktu senggangnya, bagaimana ketika mereka beristirahat
mereka memperoleh stimulasi positif sehingga ketika melanjutkan pelajaran lagi motivasi
mereka tidak berkurang bahkan memperoleh motivasi tambahan sehingga semangat
mengikuti pelajaran dapat mempertahankan.
2. Konsep Manajemen Kelas
Setiap ahli memberi pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu
tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian dari
pikiran-pikiran ahli tentang definisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa manajemen
merupakan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau keahlian untuk
mencapai suatu tujuan yang didalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur keilmuan secara
ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam mendayagunakan
kemampuan orang lain.
Dengan demikian terdapat tiga focus untuk mengartikan manajemen yaitu:
 Manajemen sebagai suatu kemampuan atau keahlian yang selanjutnya menjadi cikal
bakal manajemen sebagai suatu profesi. Manajemen sebagai suatu ilmu menekankan
perhatian pada keterampilan dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjadi
kemampuan/keterampilan teknikal, manusia dan konseptual.
 Manajemen sebagai proses yaitu dengan menentukan langkah yang sistematis dan
terpadu sebgai aktivitas manajeme.
 Manajemen sebagai seni tercemin dari perbedaan gaya (style) seseorang dalam
menggunakan atau memberdayakan orang lain untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang
dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara
produktif, efektif dan efesien.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan
untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Atau dapat
dikatakan bahwa manajemen kelas merupakan usaha sadar itu mengarah pada penyiapan
bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga pengaturan ruang belajar, mewujudkan
situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan
dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996).
Menurut Dirjen Dikdasmen yang menjadi tujuan manajemen kelas adalah :
Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun
sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi
pembelajaran.
Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan social, emosional dan
intelektual siswa dalam kelas.
Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latarbelakang social, ekonomi,
budaya serta sifat-sifat individunya.
Konsep dasar yang perlu dicermati dalam manajemen kelas adalah penempatan
individu, kelompok, sekolah dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Tugas guru
seperti mengotrol, mengatur atau mendisiplinkan perserta didik adalah tindakan yang kurang
tepat lagi untuk saat ini. Sekarang aktivitas guru yang terpenting adalah memanaj,
mengorganisir dan mengkoordinasikan segala aktivitas perserta didik meuju tujuan
pembelajaran. Mengelola kelas merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru dalam
memutuskan, memahami, mendiagnosis dan kemampuan bertindak menuju perbaikan suasan
kelas terhadap aspek-aspek manajemen kelas. Adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan
dalam manajemen kelas adalah sifat kelas, pendorong kekutan kelas, situasi kelas, tindakan
selektif dan kreatif.
Manajemen kelas adalah rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif, yaitu meliputi : tujuan pengajaran, pengaturan
waktu, pengaturan ruangan dan peralatan, dan mengelompokan siswa dalam belajar. (Alam
S:1B).
Pengelolaan kelas adalah segala kegiatan guru dikelas yang menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. (Raka Joni : 1).

Peneglolaan kelas adalah berbagai jenis kegiatan yang sengaja dilakukan oleh guru
dengan tujuan menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses
belajar mengajar (M. Entang : 1).
Manajemen kelas adalah kegiatan pengelolaan perilaku murit-murit, sehingga murit-
murit dapat belajar (E. C. Wragg : v). dari Wilford A. Weber : 1986 manajemen kelas adalah:
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban
suasana kelas melalui penggunaan displin (pendekatan otoriter)
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban
suasana kelas melalui intimidasi pendekatan intimidasi)
 Seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa (pendekatan
permisif)
 Seperangkat kegiatan guru menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti
petunjuk/resep yang telah disajikan (pendekatan buku masak)
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas yang efektif melalui
perencanaan pembelajaran bermutu dan dilaksanakan dengan baik (pendekatan
instruksional)
 Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku perserta didik yang
diinginkan dengan mengurungi tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan
perubahan perilaku)
 Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersional yang baik
dan iklim sosio-emosional kelas yang positif (pendekatan penciptaan iklim sosio-
emosional)
 Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi
kelas yang efektif (pendekatan system social)
3. Kegiatan Manajemen Kelas
Manajemen kelas adalah proses pemberdayaan sumberdaya baik material elemen
maupun human elemen didalam kelas oleh guru sehingga memberikan dukungan terhadap
kegiatan belajar siswa dan mengajar guru. Sebagai sebuah proses maka dalam
pelaksanaannya manajemen kelas memiliki kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan guru.
Dalam manajemen kelas guru melakukan sebuah proses atau tahapan-tahapan kegiatan yang
dimulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevalusi, sehingga apa yang dilakukannya
merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait. Selain itu bahwa dalam manajemen
juga terkandung maksud bahwa kegiatan yang dilakukan efektif mengenai sasaran yang
hendak dicapai dengan efesien tidak menghamburkan waktu, uang dan sumber daya lainnya.
Titik akhir dari kegiatan manajemen adalah tujuan dengan produktifitas dengan kerja yang
tinggi. Kegiatan manajemen kelas (peneglolaan kelas) meliputi dua kegiatan secara garis
besar terditri dari;
 Pengaturan orang (siswa)
Siswa adalah orang yang melakukan aktivitas dan kegiatan di kelas yang ditempatkan
sebagai objek dank arena perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia,
makasiswa bergerak kemudian mendudukin fungsi sebagai subjek. Artinya siswa bukan
barang atau objek yang hanya dikenai akan tetapi juga merupakan objek yang memiliki
potensi dan pilihan untuk bergerak. Pergerakan yang terjadi dalam konteks pencapaian tujuan
tidak sembarang, artinya dalah hal ini fungsi guru tetap memiliki proporsi yang besar untuk
dapat membimbing, mengarahkan memandu setiap aktivitas yang harus dilakukan siswa.
Oleh karena itu pengaturan orang atau siswa adalah bagaimana mengatur dan menempatkan
siswa dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan emosisonalnya. Siswa
diberikan kesempatan untuk memperoleh posisis dalam belajar yang sesuai dengan minat dan
keinginannya.
 Pengaturan Fasilitas
Aktivitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas kelangsungannya akan
banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Oleh karena itu
lingfkungan fisik kelas berupa sarana dan prasarana kelas harus dapat memenuhi dan
mendukung interaksi yang terjadi, sehingga harmonisasi kehidupan kelas dapat berlangsung
dengan baik dari permulaan masa kegiatan belajar mengajar akhir masa belajar mengajar.
Kriteria minimla meliputi aman, estetika, sehat, cukup, dan nyaman, yang terpenting bahwa
dengan fasilitas yang minim dapat diatur dengan baik sehingga daya gunanya lebih tinggi.
Pengaturan fasilitas adalah kegiatan yang harus dilakukan siswa, sehingga seluruh siswa
dapat terfasilitasi dalam aktivitasnya didalam kelas. Pengaturan fifik kelas diarahkan untuk
meningkatkan efektifitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman dan
belajar dengan baik. Untuk lebih jelasnya, pengaturan siswa dan fasilitas kelas dapat dilihat
dalam bagan seperti dibawah ini.

Kegiatan Pengelolaan

Mengatur Orang (Kondisi Mengatur fasilitas belajar mengajar


Emosional) (Kondisi fisik)

 Tingkah laku  Ventilasi


 Kedisiplinan  Pencahayaan
 Minat/perhatian  Kenyamanan
 Gairah belajar  Letak duduk
 Dinamika kelompok  Penempatan siswa

Gambar 5.1
Kegiatan Dalam Pengelolaan Kelas

Adapun secara lebih terperinci kegiatan-kegiatan yang perlu direncanakan dalam guru
dalam manjemen kelas sebagai aspek-aspek manajemen kelas yang tertuang dalam petunjuk
pengelolaan kelas adalah:
 Mengecek kehadiran siswa. Siswa dilihat keberadaannya satu –persatu terutam diarahkan
untuk melihat kesiapannya dalam mengikuti prose belajar mengajar, kesiapan secara
fisik terutama mental karena dengan perhatian dari awal akan memberikan dorongan
kepada mereka untuk dapat mengikuti kegiatan dalam kelas dengan baik.
 Mengumpulkan hasil perkerjaan siswa, memeriksa dan menilai hasil perkerjaan tersebut.
Perkerjaan yang sudah diberikan hendaknya dengan cepat dikumpulkan dan diberikan
komentar singkat sehingga hasil penghargaan yang tinggi dapat memberikan motivasi
atas kerja yang sudah dilakukan.
 Pendistribusian bahan dan alat. Apabila ada alat dan bahan belajar yang harus
didistribusikan maka secara adil dan proporsional praktik atau menggunakan alat dan
bahan dalam proses belajarnya.
 Mengumpulkan informasi daris siswa banyak informasi `dari siswa. Banyak informasi
yang berguna bagi guru dan bagi siswa itu sendiri yang dapat diperoleh dari siswa baik
yang berupa informasi tentang pribadi siswa maupun berkaitan dengan pekerjaan-
pekerjaan siswa yang harus dan sudah dikerjakan.
 Mencatat data. Data data siswa baik secara perorangan maupun kelompok yang
menyangkut individu maupun pekerjaan sangat guru maupun penting untuk dicatat
karena akan mendukung guru dalam memberikan evaluasi akhir terhadap pencapaian
hasil pekerjaan siswa.
 Pemeliharaan arsip. Arsip arsip tentang kegiatan dalam kelas kelas di simpan dan ditata
dengan rapih dan dipelihara sebagai tanggung jawab bersama sehingga dapat
memberikan informasi baik bagi guru maupun bagi siswa.
 Menyampaikan materi pelajaran.tugas utama guru adalah memberikan informasi tentang
bahan belajar yang harus dilakukan siswa dengan teratur dan dapat menggunakan
berbagai media dan informasi yang ada dalam kelas.
 Memberikan tugas/PR. Penugasan adalah proses memberikan tanggung jawab kepada
siswa untuk melakukan kegiatan secara mandiri dan dapat mengevaluasi kemampuan
secara sendiri.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan para guru, khususnya guru baru dalam
pertemuan pertama dengan siswa di kelas menurut Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen
(1996:13) adalah :
1) Ketika bertemu dengan siswa, guru harus :
- Bersikap tenag dan percaya diri
- Tidak menunjukkan rasa cemas, muka masam atau sikap tidak simpatik.
- Memberikan salam lalu memperkenalkan diri.
- Memberikan format isisan tentang data pribadi siswa atau guru menyuruh siswa
menulis riwayat hidupnya secara singkat.
2) Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tertib dan lancar.
3) Mengatur tempat duduk siswa dengan tertib dan teratur.
4) Menentukan tata cara berbicara dan tanya jawab.
5) Bertimbak displin baik terhadap siswa maupun terhadap diri sendiri.
4. Tujuan Manajemen Kelas
Keberhasilan sebuah kegiatan dapat dilihat dari hasil yang dicapainya. Tujuan adalah
titik akhirnya dari sebuah kegiatan dan dari tujuan itu juga sebagai pangkal tolak pelaksanaan
kegiatan selanjutnya.keberhasilan sebuah tujuan dapat dilihat dari efektivitas dalam
pencapaian tujuan itu serta tingkat efisiensis dari penggunaan berbagai sumber daya yang
dimiliki. Dalam proses pengelolaan kelas keberhasilannya dapat dilihat dari tujuan apa ingin
dicapainya; oleh karena itu guru harus menetapkan tujuan apa yang hendak dicapai dengan
kegiatan pengelolaan atau manajemen kelas yang dilakukannya.

Manajemen kelas pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan


efisiensi dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Adapun kegiatan pengelolaan fisik dan
pengelolaan sosio-emosional merupakan bagian dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan
belajar siswa. Ketercapaian tujuan pengelolaan kelas seperti dikemukakan oleh A.C Wragg
dapat dideteksi atau dilihat dari:

 Anak-anak memberikan respon yang setimpal terhadap perlakuan yang sopan dan
penuh perhatian dari orang dewasa. Artinya bahwa perilaku yang diperlihatkan siswa
seberapa tinggi, seberapa aik dan seberapa besar terhadap pola perilaku yang
diperlihatkan guru kepadanya di dalam kelas.
 Mereka akan bekerja dengan rajin dan penuh konsentrasi dalam melakukan tugas-tugas
yang sesuai dengan kemampuannya. Perilaku yang diperlihatkan guru berupa kinerja
dan pola perilaku orang dewasa dalam nilai dan norma balikannya akan berupa
peniruan dan pencontohan oleh siswa baik atau buruknya amat tergantung kepada
bagaimana perilaku itu diperankan.
Adapun indikator keberhasilan dalam pengelolaan kelas adalah:
 Terciptanya suasana/kondisi belajar mengajar yang kondusif (tertib, lancar, berdisiplin
dan bergairah).
 Terjadinya hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan antara
siswa dengan siswa (Alam S: 2003).
Sedangkan tujuan manajemen kelas menurut Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen
(1996) adalah sebagai berikut:
 Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai
kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan semaksimal mungkin.
 Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalagi terwujudnya interaksi
pembelajaran.
 Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan
intelektual siswa dalam kelas.
 Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya
serta sifat-sifat individualnya.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Kelas

Berhasilnya manajemen kelas dalam memberikan dukungan terhadap tujuan


pembelajaran yang akan dicapai, banyak dipengaruhi oleh berbagai faktro. Faktor-faktor
tersebut melekat pada kondisi fisik kelas dan pendukungnya, juga dipengaruhi oleh faktor
non fisik (sosio-emosional) yang melekat pada guru. Untuk mewujudkan pengelolaan kelas
yang baik, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain:

1) Kondisi fisik
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil
pembelajaran. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal
mendukung meningkatnya intensitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh
positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi:
a) Ruangan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak leluasa, tidak
berdesak-desakan dan saling menganggu antara siswa yang satu dengan lainnya pada saat
melakukan aktivitas belajar. Besarnya ruangan kelas tergantung pada jenis kegiatan dan
jumlah siswa yang melakukan kegiatan. Jika ruangan itu tersebut mempergunakan hiasan,
pakailah hiasan-hiasan yang mempunyai nilai pendidikan.
b) Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap
muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingkah laku siswa. Pengaturan tempat
duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar.
c) Ventilasi dan pengaturan cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan (kendati pun guru sulit mengatur karena sudah ada)
adalah asset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu,
ventilasi harus cuku[ menjamin kesehatan siswa.
d) Pengaturan penyimpanan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau
segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan belajar. Barang-barang yang
karena nilai praktisnya tinggi dan dapat disimpan di ruang kelas seperti buku pelajaran,
pedoman kurikulu, kartu pribadi dan sebagainya, hendaknya ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu gerak kegiatan siswa. Tentu saja masalah pemeliharaan juga
sangat penting dan secara periodic harus dicek dan recek. Hal lainnya adalah pengamanan
barang-barang tersebut. Baik dari pencurian maupun barang-barang yang mudah meledak
atau terbakar.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penciptaan lingkungan fisik tempat belajar
adalah kebersihan dan kerapihan. Seyogyanya guru dan siswa turu aktif dalam membuat
keputusan mengenai tata ruang, dekorasi dan sebagainya.
2) Kondisi Sosio-Emosional
Kondisi sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap proses belajar mengajar, kegairahan siswa dan efektifitas tercapainya tujuan
pengajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut meliputi:
a) Tipe kepemimpinan
Peranan guru dan tipe kepemimpinan guru akan mewarnai suasana emosional di
dalam kelas. Apakah guru melaksanakan kepemimpinannya secara demokratis, laisez
faire atau demokratis. Kesemuanya itu memberikan dampak kepada peserta didik.

b) Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi siswa yang melanggar peraturan sekolah hendaknya
tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku siswa akan
dapat diperbaiki. Kalaupun guru terpaksa membenci, bencilah tingkah lakunya bukan
membenci siswanya. Terimalah siswa dengan hangat sehingga ia insyaf akan
kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak. Ciptakan satu kondisi yang
menyebabkan siswa sadar akan kesalahannya sehingga ada dorongan untuk memperbaiki
kesalahannya.
c) Suara guru
Suara guru, walaupun bukan faktor yang besar, turut mempengaruhi dalam proses
belajar mengajar. Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau malah terlalu
rendah sehingga tidak terdengar oleh siswa akan mengakibatkan suasana gaduh, bisa jadi
membosankan sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatkan. Suara hendaknya relative
rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh dan kedengarannya rileks
cenderung akan mendorong siswa untuk memperhatikan pelajaran, dan tekanan suara
hendaknya bervariasi agar tidak membosankan siswa.
d) Pembinaan hubungan baik (raport)
Pembinaan hubungan baik (rapor) anatara guru dan siswa dalam masalah pengelolaan
kelas adalah hal yang sangat penting. Dengan terciptanya hubungan baik guru-siswa,
diharapkan siswa senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistic,
relaistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya serta terbuka terhadap hal-hal
yang ada pada dirinya.
3) Kondisi Organisasional
Kegiatan rutin yang secara organisasional dilakukan baik tingkat kelas maupun tingkat
sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Dengan kegiatan rutin yang telah
diatur secara jelas dan telah dikomunikasikan kepada semua siswa secra terbuka sehingga
jelas pula bagi mereka, akan menyebabkan tertanamnya pada diri setiap siswa kebiasaan yang
baik. Di samping itu, mereka akan terbiasa bertingkah laku secara teratur dan penuh disiplin
pada semua kegiatan yang bersifat rutin itu. Kegiatan rutinitas tersebut antara lain:
 Pergantian pelajaran
 Guru berhalangan hadir
 Masalah antar siswa
 Upacara bendera
 Kegiatan lain

C. Aspek, Fungsi dan Masalah dalam Manajemen Kelas.

1. Aspek dalam Manajemen Kelas


Manajemen kelas harus dilakukan oleh guru guna memberikan dukungan terhadap
keberhasilan belajar anak. Keberhasilan dalam pembelajaran akan ditentukan oleh seberapa
mampu guru dalam memfasilitasi anak dengan kegiatan manajerial terhadap kelas,
keberhasilan dalam memanage kelas yang dilakukan guru harus melihar beberapa aspek
dalam kelas. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas yang baik adalah
meliputi sifat kelas, pendorong kekuatan kelas, situasi kelas, tindakan efektif dan kreatif.
(Maman Rachman: 1999)
Sebagai sebuah kegiatan, manajemen kelas yang harus dilakukan oleh guru terutama
untuk tingkat SD, aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dikembangkan adalah sebagai
berikut:
a. Mengecek kehadiran
b. Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa dan menilai hasil pekerjaan.
c. Pendistribusian alat dan bahan
d. Mengumpulkan informasi dari siswa
e. Mencatat data
f. Pemeliharaan arsip
g. Menyampaikan materi pelajaran
h. Memberikan tugas
2. Fungsi Menejemen Kelas
Fungsi manajemen kelas sebenarnya merupakan penerapan fungsi-fungsi manajemen
yang diaplikasikan di dalam kelas oleh guru untuk mendukung tujuan pembelajaran yang
hendak dicapainya. Dalam pelaksanaannya fungsi-fungsi manajemen tersebut harus
disesuaikan dengan dasar filosofis dari pendidikan (belajar, mengajar) di dalam kelas.
Fungsi-fungsi manajerial yang harus dilakukan oleh guru itu meliputi:
 Merencanakan
Merencanakan adalah membuat suatu target-target yang kaan dicapai atau diraih di
masa depan. Dalam organisasi merencanakan adalah suatu proses memikirkan dan
menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindkaan sekaligus mengkaji berbagai
sumber daya dan metode/teknik yang tepat.
 Mengorganisasikan
Mengorganisasikan berarti: (1) menentukan sumber daya dan kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi; (2) merancang dan mengembangkan
kelompok kerja yang berisi orang yang mampu membawa organisasi pad tujuan; (3_
menugaskan seseorang atau kelompok orang dlam suatu tanggung jawab tugas dan
fungsi tertentu; (4) mendelegasikan wewenang kepada individu yang berhubungan
dengan keleluwasaan melaksanakan tugas. Dengan rincian tersebut, manajer membuat
suatu struktur formal yang dapat dengan meudah dipahami orang dan menggambarkan
suatu posisi dan fungsi seseorang di dalam pekerjaannya.
 Memimpin
Seorang pemimpin dalam melaksanakan amanatnya paabila ingin dipercaya dan
dikuti harus memilii sifat kepemimpinan yang senantiasa dapat menjadi penagarah yang
didengar ide dan pemikirannya oleh para anggota organisasi. Hal ini tidak semata mata
mereka cerdas membuat keputusan tetapi dibarengi dengan memilki kepribadian yang
dapat dijadikan suri tauladan.
 Mengendalikan
Pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai
dengan aktivitas yang direncanakan. Proses pengendalian dapat melibatkan beberapa
elemen yaitu: (1) menetapkan standar kinerja, (2_ mengukur kinerja, (3) membandingkan
unjuk kerja dengan standar yang telah ditetapkan, (4) mengambil tindakan korektif saat
terdeteksi penyimpangan.
3. Masalah dalam Manajemen Kelas
Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru adalah upaya untuk memberikan pelayanan
pembelajaran yang sesuai dengan setiap potensi siswa, sehingga semua siswa dapat belajar
dengan baik dan merasa terfasilitasi dari sisi perkembangan fisik dan psikisnya. Akan tetapi
dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas tidak selalu berlangsung dengan memuaskan
sering muncul masalah. Masalah dapat kita tinjau dari berbagai sisi, sehingga guru dapat
menjadi maklum bila perencanaan yang disusun sedemikian rupa akan tetapi masih muncul
masalah dalam pelaksanaannya. Masalah dapat kita lihat dari sisi sifat masalah, jenis
masalah, dan sumber masalah.
a. Sifat Masalah
Dilihat dari sifatnya, masalah memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
 Perenial
Perennial artinya bahwa masalah melekat, masalah akan selalu ada ketika tejadi
proses interaksi. Ketika manusia berinteraksi dalam sebuah kelompok terikat maka
dengan segala perbedaan yang dimiliki dan keinginannya akan memungkinkan
timbulnya gesekan dan konflik, hal ini memungkinkan karena memang demikian
sifatnya.
 Nurturant Effect
Nurturant Effect atau dampak pengiring artinya bahwa ketika dalam sebuah kegiatan
muncul masalah dan masalah itu tidak dicarikan penyelesaiannya, maka hal tersebut akan
memicu dampak lain sebagai pengikut dari permasalahan tersebut yang mungkin akan
besar. Besar kecilnya akan bergantung kepada bobott dari permasalahan itu sendiri.
 Substansif
Permasalahan dapat dipilah dan dilihat dari pokok/isu yang muncul, artinya bahwa
permasalahan itu memiliki kekhasan sesuai dengan substansi dari problematic dalam
interaksi yang terjadi. Dalam hal apa permasalahan itu muncul, itulah yang akan
memberikan gambaran pada akhirnya untuk guru dalam mencarikan solusinya.
Pemahaman terhadap substansi akan mempermudah guru dalam menyelesaikannya.
 Kontekstual
Proses interaksi orang terjasi dalam suatu setting situasi tertentu dengan corak yang
eragam. Permasalahan muncul juga bisa diakibatkan oleh setting situasi tertentu, situasi
amat mempengaruhi besar kecilnya masalah juga keterikatan dengan masalah lainnya.
b. Jenis Masalah yang Muncul di Kelas
Berbagai masalah dapat muncul di kelas, masalah bisa berasal dari siswa, guru, kelas
dan situasi sekolah.dilihat dari jenisnya masalah di dalam kelas yang memungkinkan
terganggunya proses belajar mengajar dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu masalah
yang muncul secara individu, dan masalah yang muncul karena kelompok. Dalam bahasan
ini, kita melihat dan menentukan kedua jenis ini dari sisi siswa yang melakukan kegiatan
belajar.
 Masalah individu
Masalah individu adalah segala permasalahan yang melekat pada perorangan baik
karena aktivitasnya sebelum di kelas yaitu di ruman, di jalan, dan di lingkungan sekolah
sehingga muncul di kelas atau permasalahan yang muncul pada saat proses pembelajaran
berlangsung karena interaksinya dengan siswa lain atau guru.
Masalah individu muncul bila terjadi stimulus yang tidak diharapkan dari sikap siswa
lain atau dari sikap guru bahkan bisa datang dari materi belajar. Stimulus yang
berlebihan dari guru terhadap siswapun akan memicu permasalahan.
 Masalah kelompok
Masalah kelompok adalah masalah yang muncul karena kolektivitas siswa yang tidak
terorganisir sehingga memunculkan kecemburuan atau ketidaksetujuan yang tidak
dikemukakan yang pada akhirnya akan menurunkan semagat belajar individu.
Permasalahan dalam kelompok terjadi karena kurang awasnya guru dalam menentukan
kelompok atau stimulus yang diberikan guru tidak dapat memunculkan gairah dalam
belajar secara keseluruhan dalam kelas.
c. Sumber masalah
Masalah yang muncul didalam kelas biasanya berasala dari berbagai setting situasi
dimana siswa berinteraksi atau pernah berinteraksi dengan siswa, guru, atau orang lain.
Secara garis besar masalah yang mungkin dirasakan akan mengganggu proses belajar siswa
didalam kelas biasanya berasal dari rumah, dari lingkungan sekolah itu sendiri dimana dia
bergaul dengan berbagai tingkatan siswa.
 Dari lingkungan rumah
Kondisi emosional siswa di kelas sedikit banyak akan dipengaruhi oleh pergaulannya
di rumah. Kondisi rumah tempat dia tinggal sosial dan ekonomi yang sedang dijalaninya
akan mempengaruhi pola belajar dia di sekolah. Perhatian dan konsentrasi siswa akan
terganggu oleh peristiwa di rumah, dimana secara peristiwa tersebut akan memberikan
terhadap penguasaan emosi dan bobot emosional sehingga kurang siap dalam mengikuti
pembelajaran.
 Dari lingkungan masyarakat
Pada saat tertentu ketika anak bergaul dalam masyarakat baik dengan teman
sebayanya ataupun dengan yang lebih tua dan lebih muda, hal ini harus diwaspadai oleh
guru karena peristiwa-peristiwa yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan dapat
menyebabkan anak tidak dapat belajar dengan baik di dalam kelas. Peristiwa-peristiwa
tersebut akan mempengaruhi konsentrasi dan kesiapan anak dalam belajar.
 Dari lingkungan sekolah
Dalam lingkungan sekolah anak bergaul dengan berbagai tingkatan kelas, dengan
kakak kelasnya atau dengan adik kelasnya bahkan dengan orang yang lebih dewasa
seperti guru, penjaga sekolah, petugas tata usaha, dan kepala sekolah.
Pergaulan yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut akan memberikan warna
terhadap pola perilaku dan sikap dan kemungkinan akan terbawa sapai ke dalam kelas.
Perilaku yang baik mungkin akan memberikan warna yang baik dalam sikap dan perilaku
siswa, akan tetapi bila dalam pergaulan tersebut ada sikap dan perilaku yang diluar
kepasitasnya sesuai dengan umur dan tingkatan kelas maka kemungkinan akan
memberikan masalah ketika masuk ke dalam kelas dan mengikuti proses belajar
mengajar.
d. Pendekatan dalam Melihat Permasalahan di Kelas
 Culture
Culture/budaya, guru harus memahami disparitas culture heritage/budaya bawaan
yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Dengan pemahaman terhadap budaya bawaan
dari masing-masing siswa maka guru akan memahami dan mencari pendekatan yang
cocok dengan gaya belajarnya masing-masing.
Budaya organisasi kelas yang dikembangkan harus mampu memfasilitasi keseluruhan
budaya bawaan artinya guru akan mudah dalam menghadapi berbagai masalah yang
melekat dan muncul pada siswa.
 Commitment
Komitmen adalah sebuah bentuk integrasi secara total dari seseorang terhadap sesuatu
atau pekerjaan tertentu dengan melibatkan keseluruhan aspek diri. Dalam komitmen
terdapat dua unsure pokok yaitu usaha dan waktu, artinya komitmen diperlihatkan
dengan sejumlah usaha yang tinggi dari seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dan
mempertahankan kualitas dari pekerjaan tersebut. Waktu bahwa komitmen diukur oleh
waktu yang dipergunakan oleh seseorang dalam memegang teguh amanah dengan tujuan
yang hendak dicapai.
 Communication
Benar atau salah, valid atau tidak validnya sesuatu akan diperoleh dengan melakukan
komunikasi, dengan komunikasi dapat diperoleh sejumlah informasi berkaitan dengan
permasalahan atau substansi dari suatu peristiwa.
Komunikasi memungkinkan guru dapat mengetahui dan memahami masalah yang
sebenarnya dihadapi oleh anak, apakah permasalahan di permasalahan itu muncul karena
sumber yang dibawa dari rumah atau lingkungan dimana anak bergaul. Pada akhirnya
akan mempermudah guru dalam menyelesaikannya sampai ke akar masalahnya.
e. Usaha Pencegahan Masalah dalam Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan kegiatan atau tindaka guru dalam rangka penyediaan
kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan tersebut
dapat berupa tindakan yang bersifat pencegahan dan atau tindakan yang bersifat korektif.
Tindakan yang bersifat pencegahan (preventif) yaitu dengan jalan menyediakan kondisi
baik fisik maupun kondisi sosio emosional sehingga terasa benar oleh siswa rasa kenyamanan
dan keamanan untuk belajar. Sedangkan tindakan yang bersifat korektif merupakan
tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses
belajar mengajar yang sedang berlangsung. Tindakan yang bersifat korektif saat terjadi
gangguan (dimensi tindakan) dan penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku yang
menyimpang yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tidak berlarut-larut.
1) Usaha yang Bersifat Pencegahan
Tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah
laku yang menyimpang yang mengganggu kondisi optimal berlangsungnya
pembelajaran. Keberhasilan dalam tindakan pencegaha merupakan salah satu indikator
keberhasilan manajemen kelas. Konsekuensinya adalah guru dalam menentukan
langkah-langkah dalam rangka manajemen kelas harus merupakan langkah yang efektif
dan efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun langkah-langkah
pencegahan (maman Rahman: 1998) sebagai berikut:
(a) Peningkatan Kesadaran Diri Sebagai Guru
Langkah peningkatan kesadaran diri sebagai guru merupakan langkah yang strategis
dan mendasar, karena dengan dimilikinya kesadaran ini akan meningkatkan rasa
tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam
melaksanakan tugasnya. Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada
sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan
berwibawa. Penampakan sikap seperti itu akan menumbuhkan respon dan tanggapan
positif dari peserta didik.
(b) Peningkatan Kesadaran Peserta Didik
Interaksi positif antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran terjadi
apabila dia kesadaran (kesadaran guru dan peserta didik) bertemu. Kurangnya kesadaran
peserta didik akan menumbuhkan sikap suka marah, mudah tersinggung, yang pada
gilirannya memunkinkan peserta didik melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji
yang dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka pembelajaran. Untuk
meningkatkan kesadaran peserta didik, maka kepada mereka perlu melaksanakan hal-hal
berikut: (1) memberitahukan akan hak dan kewajibannya sebagai peserta didik, (2)
memperhatikan kebutuhan, keinginan dan dorongan para peserta didik, (3) menciptakan
suasana saling pengertian, saling menghormati dan rasa keterbukaan antara guru dan
peserta didik.
(c) Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru hendaknya bersikap polos dan tulus terhadap peserta didik. Sikap ini
mengandung makna bahwa guru dalam segala tindakannya tidak boleh berpura-pura
bersikap dan bertindak apa adanya. Sikap dan tindak laku seperti itu sangat membantu
dalam mengelola kelas. Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi
lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru merupakan
stimulus yang akan direspon atau diberikan rekasi oleh peserta didik. Kalau stimuli itu
positif maka respon atau reaksinya juga positif. Sebaliknya, kalau stimuli itu negative
maka respon atau reaksi yang akan muncul adalah negated. Sikap hangat, terbuka, mau
mendengarkan harapan atau keluhan para siswa, akrab dengan guru akan membuka
kemungkinan terjadinya interaksi dan komunikasi wajar antara guru dan peserta didik.
(d) Mengenal dan Mengenal Alternatif Pengelolaan
Untuk mengenal dan menemukan alternative pengelolaan, langkah ini menuntut guru:
(1) melakukan tindakan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik
yang sifatnya individual maupun kelompok tersebut termasuk penyimpangan yang
disengaja dilakukan peserta didik yang hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau
teman-temannya, (2) mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen yang dianggap
tepat untuk mengatasi suatu situasi atau menggantinya dengan pendekatan yang
dipilihnya, (3) mempelajari pengalaman guru-guru lainnya yang gagal atau berhasil
sehingga dirinya memiliki alternative yang bervariasi dalam menangani berbagai
manajemen kelas.
(e) Menciptakan Kontrak Sosial
Penciptaan kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan “standar tingkah laku”
yang diharapkan seraya member gambaran tentang dasilitas beserta keterbatasannya dalam
memenuhi kebutuhan peserta didik. Pemenuhan kebutuhan tersebut sifatnya individual
maupun kelompok dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Standar tingkah laku ini
dibentuk melalui kontrak sosial antara sekolah/guru dan peserta didik. Norma atau nilai yang
turunnya dari atas dan tidak dari bawah, jadi sepihak, maka akan terjadi bahwa norma itu
kurang dihormati dan ditaati. Oleh sebab itu, dalam rangka mengelola kelas norma berupa
kontrak sosial (tata tertib) dengan sangsinya yang mengatur kehidupan di dalam kelas,
perumusannya harus dibiarkan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Kebiasaan yang
terjadi dewasa ini bahwa aturan-aturan sebagai standar tingkah laku berasal dari atas
(sekolah/guru). Para peserta didik dalam hal ini hanya menerima saja apa yang ada. Mereka
tidak memiliki pilihan lain untuk menolaknya. Konsekuensi terhadap kondisi demikian
memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena para peserta
didik tiak merasa turut membuat serta memiliki peraturan sekolah yang sudah ada tersebut.
2) Usaha yang Bersifat Penyembuhan (Kuratif)
Kegiatan yang bersifat penyembuhan mengikuti langkah sebagai berikut:
(a) Mengidentifikasi Masalah
Pada langkah ini, guru mengenal atau mengetahui masalah-masalah pengelolaan kelas
yang timbul dalam kelas. Berdasarkan masalaha tersebut guru mengidentifikasi jenis
penyimpangan sekaligus mengatahui latar belakang yang membuat peserta didik
melakukan penyimpangan tersebut.
(b) Menganalisis Masalah
Pada langkah ini, guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan
latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan itu. Selanjutnya menentukan
alternative-alternatif penanggulangannya.
(c) Menilai alternative-alternatif pemecahan
Pada langkah ini guru menilai dan memilih alternative pemecahan masalah yang
dianggap tepat dalam menanggulangi masalah.
(d) Mendapatkan balikan
Pada langkah ini guru melaksanakan monitoring, dengan maksud menilai keampuhan
pelaksanaan dari alternative pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai
dengan yang direncanakan. Kegiatan kilas balik ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan
pertemuan dengan para peserta didik. Maksud pertemuan perlu dijelaskan oleh guru sehingga
peserta didik mengetahui serta menyadari bahwa pertemuan diusahakan dengan penuh
ketulusan semata-mata untuk perbaikan, baik untuk peserta didik maupun sekolah.

D. Rangkuman

Dalam proses belajar mengajar di kelas, sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran


ada hal yang harus dilakukan oleh guru yaitu mengelola kelas. Mengelola kelas adalah
kegiatan mengatur sejumlah sumber daya yang ada di kelas sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai secara efektif dan efisien. Kegiatan pengaturan sumber daya
yang dilakukan di dalam kelas mencakup unsure manusia dan non-manusia, kedua unsur
tersebut memiliki kedudukan yang sama penting guna mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran yang dikehendaki. Manajemen kelas yang dilakukan guru bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pembelajaran di dalam kelas
sehingga produktivitas kelas tinggi dan mendukung kinerja guru.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam manajemen kelas meliputi


faktor fisik, faktor sosio-emosional dan faktor organisasional yang terjadi dalam kelas.
Faktor-faktor tersebut saling terkait dan apabila salah satu diantaranya tidak diperhatikan
maka akan memberikan pengaruh terhadap faktor lainnya.

Permasalahan dapat muncul dalam kelas, oleh karena itu untuk dapat meminimalisir
dan menetralisisr permasalahan yang mungkn muncul dan sudah muncul maka guru dituntut
untuk memahami setiap aspek dalam manajemen kelas serta fungsi dari manajemen kelas itu
sendiri serta peran-peran yang hrus dibawakan oleh guru di dalam kelas.

Permasalahan dapat muncul dalam kelas, oleh karena itu untuk dapat meminimalisir
dan menetralisir permasalahan yang mungkin muncul dan sudah muncul maka guru dituntut
untuk memahami setiap aspek dalam manajemen kelas itu sendiri serta peran-peran yang
harus dibawakan oleh guru di dalam kelas.

Strategi penanganan masalah sebagai bagian dari kegiatan manajemen kelas yang dapat
dilakukan guru yaitu sebelum masalah muncul dengan menggunakan pendekatan preventif
berupa pencegahan terhadap kemungkian munculnya masalah dimana, siapa dan kapan. Bila
permasalahan sudah muncul maka strategi yang dapat diterapkan dengan menggunakan
pendekatan kuratif berupa pengobatan dan perbaikan terhadap masalah-masalah yang muncul
sehingga tidak terjdi pengulangan dan tidak memberikan dampak buruk terhadap hal lainnya.

Selanjutnya untuk memperleh hasil belajar yang baik, maka komponen proses harus
didukung oleh pemahaman guru tentang cara belajar yang dilakukan anak, ada yang lebih
efektif dengan audio, visual dan penggabungan keduanya. Dengan kemampuan-kemampuna
dan persiapan yang matang oleh guru maka diharpkan bahwa kelas yang menyangkan dan
memberikan rasa nyaman untuk belajar siswa dapat diwujudkan. Selain itu komponen
kemampuan guru tidak kalah pentingnya dlam keefektifan belajar siswa di kelas, komponen
tersebut berupa kemampuan guru dalam melakukan pembelajaran secara efektif, artinya guru
mampu mengajar efektif dan efisien dengan tidak meninggalkan unsur filosofis dalam
pembelajaran.

Penggunaan Unsur Teknologi Dalam Pembelajaran tentunya asumsi kita akan


langsung tergiring pada penggunaan internet dalam proses pembelajaran. Dewasa ini
memang penggunaan internet dalam segala bidang kehidupan selalu dan selalu menjadi
sebuah alternatif terbaru yang sedikit banyak memberi sebuah kemudahan tersendiri dalam
pelayan segala kebutuhan kita. Begitupun adanya dalam proses pendidikan, penggunaan
internet menjadi salah satu inovasi baru dalam mempermudah dalam menyelenggarakan
proses pendidikan. Semakin banyaknya model-model pembelajaran yang secara tidak
langsung bahkan secara langsung menitikberatkan pelaksanaan pembelajarannya dengan
menggunakan internet.
E. LATIHAN
1. Sebutkan delapah keterampilan dasar dalam mengajar ?
2. sebutkan dua dimensi dalam pelaksanaan pengelolaan kelas ?
3. Sebutkan dua kegiatan dalam pengaturan dalarn kegiatan pengelolaan kelas ?
4. Dalam pengelolaan kelas terdapat masalah yang muncul karena adanya masalah
secara individual, sebutkan empat masalah yang mungkin muncul di dalam kelas
dari anak ?
5. Sebutkan faktor intern dan factor ekstern yang memberikan pengaruh terhadap
kegiatan belajar siswa ?
F. DAFTAR PUSTAKA
Abernathy, W. J. & K.B. Clark, 1985, Innovation: Mapping the winds of creative
destruction, Resaerch Policy, 14: 3-22.
Anderson, Ronal H. 1994. Selecting and Developing Media for Instruction, edisi
Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Birch, Ian & Mike Lally. 1995. Multyangrade Teaching in Primary Schools.
Bangkok : Unesco, http:/ unesdoc.unesco.org /images/ 0010/ 001038/ 103817e.pdf.
Burns, Tom & M. Stalker, 1961, The management of innovation, London: Tavistock.
Djalil, Aria, dkk. 1998. Pembelajaran Kelas Rangkap, Modul PGSD. Jakarta :
Depdiknas.
Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, (1996), Pengelolaan Kelas, Seri Peningkatan Mutu
2. Jakarta: Depdagri dan Depdikbud.
Eggen, Paul & Don Kauchak, (1994), Education Psychology Classroom connection, New
York: McMillan College Publishing Company Inc.
Katz, L.G., Evangelou, D., and Hartman. 1990 J.A. The Case for Mixed-Age
Grouping in Early Childhood. Washington, DC: National Association for
the Education of Young Children. ED 326 302.
Maman Rahman, (1998), Manajemen Kelas, Proyek Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
M. Entang, T. Raka Joni, Prayitno, (1985), Pengelolaan Kelas, Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
N.A Ametembun, (1981), Manajemen Kelas : Penuntun Bagi Para Guru dan
Calon Guru Jilid I dan II, Bandung : Suri.
Pidarta, Made (1980), Pengelolaan Kelas, Usaha Nasional, Syrabaya.
Usman, Uzer, (2002), Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosda Karya- Bandung.
BAB 6
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Oleh
Dra. Taty Rosmiati, M.Pd.
Dedy Achmad Kurniady, M.Pd.
A. PENDAHULUAN
Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut.
"kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk
dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, rnenggerakan, mengarahkan, dan
kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan
selanjutnyaberbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah
ditetapkan”.
'Pendidikan” yang mengandung arti dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinanitu
berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri yang harus dimliki oleh
kepemimpinan itu ;
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang
diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M. Stogdiill).
Kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak daripada semua sumber-sumber,
dan alat yang tersedia bagi suatu organsasi (Sondang P. Siagian).
Kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan
keputusan-keputusan (Robert Dubin).
Kepemimpinan adalah individu diidalam kelompok yang memberiikan tugas
pengarahan dan pengorganisasian yang relevan dengan kegatan-kegiiatan kelompok (Fred E.
Fiedler).
Leadership is any contribution to the establishment and attainment of group
purpose (Kimball Wiles).
Dua definisi dari Carter V. Good adalah :
 The ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage others.
 The role of interpreter of interest and ogjectives of a group, to grow up recognizing
and accepting the interpreter as spokesman.
Kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang didalam situasi-situasi
kerjasama. Kepemimpinan dan kelompok adalah merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, Tak ada kelornpok tanpa adanya
kepemimpinan, dan sebaliknya kepemimpinan hanya ada dalam situasi interakasi kelompok.
Seseorang tidak dapat dikatakan pemimpin jika ia berada di luar kelompok, Ia harus berada
didalam suatu kelompok di mana ia rnernainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan
kepemimpinannya.
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif
dan efisien.
B. Konsep Dasar
1. Fungsi Pemimpin Pendidikan
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan
bekerja, antara lain :
a. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasarna, dengan penuh rasa
kebebasan.
b. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam
memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan
menjelaskan tujuan.
c. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu
kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana
yang paling praktis dan efektif.
d. Pemimpin bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok.
Pemimpin memberi kesempatan kepada kelornpok untuk belajar dari pengalaman.
Pemimpin mempunyai tangungjawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi
pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
e. Pemimpin bertanggungjawab dalam mengembangkan dan mernpertahankan eksistensi
organisasi.
2. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan
Berdasarkan konsep, sifat, sikap, dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan
mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka
kepemimpinan penddikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu : tipe otoriter, tipe
laissez-faire, tipe demokratis, dan tipe pseudo demokrasi.
 Tipe otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan "euthoritenen", Dalam
kepemimpinan yang otoriter, pemimpin bertindak sebagai dictator terhadap anggota-anggota
kelompoknya. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan
sifat apatis, atau sifat-sifat pada anggota-anggota kelompok terhadap pemimpinnya.
 Tipe "Laissez-faire"
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin memberikan kepemimpinannya,
dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pernimpin sama sekali tidak
memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pernbagian tugas dan
kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjukatau saran-saran
dari pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan
karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari
pernimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa
rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.
 Tipe Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai
diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Pemimpin
yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya bekerja secara produktif
untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal
pada kepentingaan dan kebutuhan kelompoknya, dan memperimbangkan kesanggupan serta
kemampuan kelompoknya.
 Tipe Pseudo-demokratis
Tipe ini disebut juga demokratis semu atau manipulasi diplomatic. Pemimpin yang
bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya
dia bersikap otokratis. Misalnnya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran, kosep-konsep yang
ingin diterapkan di lembaga yang dipimpinnya, maka hal tersebut didiskusikan dan
dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa
sehingga pada akhirnya bawahan didesak untuk menerima ide/pikiran/konsep tersebut
sebagai keputusan bersama.
3. Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan
Dalam memangku jabatan pemimpin pendidikan yang dapat melaksanakan tugas-
tugasnya dan memainkan peranannya sebagai pemimpin yang baik dan sukses, maka
dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani, dan moralitas yang baik, bahkan persyaratan
sosial ekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah
pesyaratan-persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin yang baik. Persyaratan-
persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
• Rendah hati dan sederhana
• Bersifat suka menolong
• Sabar dan memiliki kestabilan emosi
• Percaya kepada diri sendiri
• Jujur, adil dan dapat dipercaya
• Keahlian dalam jabatan
Adanya syarat-syarat kepemimpinan seperti diuraikan di atas menunjukan bahwa
kepemimpinan bukan hanya memerlukan kesanggupan dan kemampuan saja, tetapi lebih-
lebih lagi kemampuan dan kesediaan pemimpin.
4. Keterampilan yang Harus Dimiliki Pemimpin
Seorang pemimpin harus mempunyai keterampilan. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa keterampilan yang perlu dirniliki oleh seorang pemimpin pendidikan.
Keterampilan-keterampilan tersebut adalah :
 Keterampilan dalam memimpin
Pemimpin harus menguasai cara-cara kepemimpinan, memiliki keterampilan
memimpin supaya dapat bertindak sebagai seorang pemimpin yang baik. Untuk hal itu
antara lain ia harus menguasai bagaimana caranya: menyusun rencana bersama, anggota
berpartisipasi, memberi bantuan kepada anggota kelornpok; memupuk "morale" kelompok,
bersama-sarna membuat keputusan, menghindarkan "working on the group" dan
"working for the group" dan mengembangkan "working within the group", membagi dan
menyerahkan tanggungjawab, dan sebagainya. Untuk memperoleh keterampilan di atas
pengalaman, dan karena itu pemirnpin harus benar-benar banyak bergaul, bekerjasama, dan
berkomunikasi dengan orang yang dipimpinnya. Yang penting jangan hanya tahu, tetapi
harus dapat melaksanakan.
 Keterampilan dalam hubungan insani
Hubungan insani adalah hubungan antar manusia. Ada dua macam hubungan yang
biasa kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari: (1) hubungan fungsional atau hubungan
formal, yaitu hubungan karena tugas resmi atau pekerjaan resmi; dan (2) hubungan
pribadi atau hubungan informal atau hubungan personel, ialah hubungan yang tidak
didasarkan atas tugas resmi atau pekerjaan, tetapi lebih bersifat kekeluargaan.
Yang menjadi inti dalam hubungan ini, apakah itu hubungan fungsional atau
hubungan personal, adalah saling menghargai. Bawahan menghargai atasan dan sebaliknya
atasanpun harus menghargai bawahan.
 Keterampilan dalam proses kelompok
Maksud utama dari proses kelompok ialah bagaimana meningkatkan partisipasi
anggota-anggota kelompok setinggi-tingginya sehingga potensi yang dimiliki para anggota
kelompok itu dapat diefektifkan secara maksimal. Inti dari proses kelompok adalah
hubungan insani dan tanggungjawab bersama. Pemirnpin harus jadi penengah, pendamai,
erator dan bukan menjadi hakim.
 Keterampilan dalam administrasi personil
Administrasi personil mencakup segala usaha untuk menggunakan keahlian dan
kesanggupan yang dimiliki oleh petugas-petugas secara efektif dan efisien. Kegiatan dalam
administrasi personil ialah : seleksi, pengangkatan, penempatan, penugasan, orientasi,
pengawasan, bimbingan dan pengembangan serta kesejahteraan. Menemukan yang paling
penting dari kegiatan di atas ialah kegiatan seleksi dalam memilih orang yang paling sesuai
dengan tugas dan pekerjaannya yang berpedoman pada "the right man in the right place".
 Keterampilan dalam menilai
Penilaian atau evaluasi ialah suatu usaha untuk mengetahui sampai dimana suatu
kegiatan sudah dapat dilaksanakan atau sampai di mana tujuan sudah dicapai. Yang dinilai
biasanya ialah ; hasil kerja, cara kerja dan orang yang mengerjakannya.
Adapun teknik dan prosedur evaluasi ialah ; menentukan tujuan, menetapkan
norma/ukuran yang akan dinilai, mengumpulkan data-data yang dapat diolah menurut
kriteria yang ditentukan, pengolahan data, dan menyimpulkan hasil penilaian.
Melalui evaluasi, guru dapat dibantu dalam menilai pekerjaannya sendiri, mengetahui
kekurangan dan kelebihannya. Selain guru, personil lainnyapun perlu dievaluasi seperti
petugas (karyawan) tata usaha, dan sebagainya, untuk mengetahui
kemajuan/kekurangannya.
5. Pendekatan tentang Teori Munculnya pemimpin
Munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu :
Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia
memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan
pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi
pemimpin, hanya orang- orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa
menjadi pemimpin. Maka munculah istilah "leaders are borned not built". Teori ini
disebut teori genetis.
Teori kedua, mengatakan bahwa seeorang akan menjadi pemimpin suatu waktu atau
keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa jadi pemimpin asal
diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak
mempunyai bakat atau pembawaan. Maka muncullah istilah "leaders are built not
borned". Teori ini disebut teori sosial.
Teori ketiga, adalah gabungan teori pertama dengan teori kedua, ialah untuk menjadi
seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang.
Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan
keadaan. Teori ini disebut teori ekologis.
Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi
pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki kelebihan-kelebihan yang
diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebihannya itu tidak
diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Dengan demikian, seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan
kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan
yang efektif. Para ahli di bidang kepernirnpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk
ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu : pendekatan sifat
kepribadian pemimpin, pendekataan perilaku pemimpin dan pendekatan situasional atau
kontingensi.
6. Pendekatan dalam Mempelajari Kepemimpinan Pendidikan
Kazt mengemukakan tiga keterampilan/skllls yang harus dikuasai oleh seorang
pemimpin, ialah human relation skill, technical skill, dan conceptual skill. Seberapa jauh
ketiga keterampilan itu harus dipunyai pemimpin sesuai dengan kedudukannya. Katz
menggambarkan seperti; dibawah ini :

 Top Manager
C.S

 H.S
 Middle Level Manager

 First Supervisor
Lower Manager)  T.S

Gambar 6.1
Ranah Keteramplan Pemimpin
 Human Relatian Skill
Kemampuan berhubungan dengan bawahan. Bekerja sama menciptakan
iklim kerja yang menyenangkan dan kooperatif. Terjalin hubungan yang baik
sehingga bawahan merasa aman dalam melaksanakan tugasnya.
 Technical Skill
Kemampuan menerapkan ilmunya kedalam pelaksanaan (operasional).
Dalam rangka mendayagunakan/memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada.
Melaksanakan tindakan yang bersifat operasaional. Memikirkan pemecahan
masalah-masalah yang praktis. Makin tinggi tingkatan manager, secara relatif
Technical Skill makin kurang urgensinya.
 Conceptual Skill
Kemampuan didalam melihat sesuatu secara keseluruhan yang kemudian
dapat merumuskannya, seperti dalam mengambil keputusan, menentukan kebijakan
dan lain-lain. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang
baik, adalah pemimpin yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang
bersifat operasional. Lebih banyak merumuskan konsep- konsep. Keterampilan ini
ada juga yang menyebut dengan managerial skill.
 Pendekatan Sifat (Traits Approach)
Pendekatan sifat didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi adalah
penting bagi kesuksesan pemimpin. Hal tersebut akan menjadi factor penentu yang
membedakan antara seseorang pemimpin dengan bukan pemimpin. Sifat-sifat pokok itu
biasanya meliputi.
 Kondisi fisik : energik, tegap, kuat, dan lain-lain.
 Latar belakang sosial : berpendidikan dan berwawasan luas, serta berasal dari
lingkungan sosial yang dinamis.
 Kepribadian : adaptif, agresif, ernosi stabil, popular dan kooperatif, dan lain-lain.
 Karakteristik yang berhubungan dengan tugas-tugas: terdorong untuk maju, siap
menerima tanggungjawab, berinisiatif, berorientasi pada tugas dan cakap dalam
komunikasi interpersonal, dan lain-lain.
 Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approach)
Pendekatan keperilakuan memandang kepemimpinan dapat dipelajari dari pola
tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi perilaku yang
khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk mempengaruhi anggota-anggota kelompok
atau pengikutnya. Perilaku pemimpin ini dapat berorientasi pada tugas keorganisasian
ataupun pada hubungan dengan anggota kelompoknya. Pendekatan ini menitik beratkan
pandangannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan yaitu : fungsi-fungsi kepemimpinan
dan gaya-gaya kepemimpinan.
Gaya-gaya kepemimpinan dapat dikatagorikan sebagai gaya yang berorientasi pada
tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi pada hubungan dengan bawahannya
(employee oriented).Yang dirnaksudkan dengan istilah gaya ialah suatu cara berperilaku
yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya. Jadi, apa yang
dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia mengerjakannya dan caranya ia
bertindak, akan membentuk gaya kepemimpinannya.
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa teori kepemimpinan yang termasuk dalam

pendekatan keperilakuan.
 Studi Kepemimpinan Ohio State University
Studi Kepemimpinan yang dilakukan di Ohio State University oleh Hemphil dan
Coons, dan kemudian diteruskan oleh Halpin dan Winer melihat kepemimpinan itu atas dua
dimensi perilaku pemimpin yaitu : "initiating structure and consideration".
Yang dimaksud dengan "Initiating structure" (struktur tugas) ialah cara pemimpin
melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan pola organisasi, saluran
komunikasi, dan metode atau_ prosedur yang dipakai di dalam organisasi. Sedangkan yang
dimaksud dengan "consideration" (tenggang rasa) adalah perilaku yang berhubungan
dengan persahabatan, saling mempercayai, saling rnenghargai, kehangatan, perhatian, dan
keakraban hubungan antara pimpinan dengan para anggota kelompoknya.
Kedua perilaku kepemimpinan tersebut saling bergantung artinya pelaksanaan perilaku
yang satu tidak mempengaruhi perilaku yang lain. Dengan demikian seorang pemimpin
dapat sekaligus berperilaku kepemimpinan initiating structure dan consideration dalam
derajat yang sama-sama tinggi atau sama-sama rendah, tetapi mungkin juga seorang
pemimpin berperilaku "struktur tugas" dengan derajat tinggi dan "tenggang rasa" dengan
derajat yang rendah atau sebaliknya. Kombinasi antara kedua perilaku kepemimpinan
tersebut dapat digambarkan seperti berikut :
Low Structure High structure
And And
High consideraton Hgh consideration
Low structure High structure
And And
Low consideratiion Low consideration
Gambar 6.2
Kombinasi perilaku seorang pemimpin
Dari hasil penelitian lebih lanjut dikemukakan bahwa keluhan yang timbul dari para
bawahan sangat sedikit bila pemimpin sekaligus berperilaku “struktur tugas” dan “tenggang
rasa” dengan derajat yang sama-sama tinggi, dan sebaliknya banyak keluhan yang timbul dari
bawahan jika pemimpin berperilaku struktur tugas dan tenggang rasa dengan derajat yang
sama-sama rendah.
 Teori Kepemimpinan Managerial Grid
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. mouton yang membedakan
dua dimensi dalam kepemimpinan yaitu : "Concern for people” dan "Concern for
production". Pada dasarnya teori managerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan
yang didasarkan atas dua aspek utama tadi yaitu pertama menekankan pada produksi
(concern for production) dan yang kedua menekankan pada hubungan antar individu
(concern for people). Berdasarkan kedua aspek ini, maka ada kepemimpinan yang
berorientasikan kepada tugas semata-mata, ada pula yang berorientasi kepada faktor
hubungan individu saja. Kelima gaya kepemimpinan sebagai hasil kombinasi antara dua
aspek tersebut, dapat dilihat pada Gambar 6.3 bawah ini.

High 9 1–9 9–9


Concern for people

8 (Country Club) (Team)


7
6
5 5-5
4 Middle Road
3
2 (Improverised) (Task)
1 1-1 9-1
Low 0
1234567
Concern for production

Gambar 6.3
Managerial Grid
Dalam gambar diatas diungkapkan 5 gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi
antara "concern for people" dan "concern for production".
Gaya kepemimpinan yang pertama disebut "improvertshed" artinya pemimpin
menggunakan usaha yang paling sedikit untuk meyelesaikan "tugas tertentu dan hal ini
diangap cukup untuk mempertahankan organisasi.
Gaya kepemimpinan yang kedua disebut "country club" artinya kepemimpinan yang
didasarkan kepada hubungan informal antara individu, keramah tamahan dan kegembiraan.
Tekanan terletak pada penghargaan kepada hubungan kemanusiaan secara maksimal.
Gaya kepemimpinan yang ketiga ialah "team"yang berarti keberhasilan suatu organisasi
tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh pengabdian. Tekanan utama
terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari
kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan antara sesama anggota
kelompok.
Gaya kepemimpinan yang keempat ialah "task" artinya pemimpin memandang efisiensi
kerja sebagai faktor utama untuk keberhasilan organisasi. Penekanan terletak pada
penampilan individu dalam organisasi.
Gaya kepemimpinan yang kelima disebut "midle road" artinya tengah-tengah. Yang
menjadi tekanan pada gaya ini ialah pada keseimbangan yang optimal antara tugas dan
hubungan manusiawi.
 Model Getzels dan Guba
Getzels dan Guba mengadakan studi yang menganalisa perilaku pemimpin dalam
sistem sosial. Mereka mengemukakan dua kategori perilaku. Yang pertama ialah perilaku
kepemimpinan yang bergaya normatif dengan dimensi nomotetis yang meliputi usahanya
untuk memenuhi tuntutan organisasi. Dimensi ini mengacu kepada lembaganya yang ditandai
dengan peranan-peranan dan harapan tertentu sesuai dengan tujuan-tujuan organisasi.
Yang kedua ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya personal yang disebut dimensi
idiografis yaitu pemimpin mengutamakan kebutuhan dan ekspektasi anggota organisasinya.
Dimensi kedua ini mengacu kepada individu-individu dalam organisasi yang masng-masing
dengan kepribadian dan disposisi kebutuhan tertentu.
Dimensi pertama disebut juga dimensi sosiologis, sedangkan dimensi kedua disebut
dimensi psikologis. Sekolah selaku sistem sosial bisa dibayangkan memiliki kedua dimensi
tersebut, yang bisa dianggap berdiri sendiri-sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling
mempengaruhi. Konsep umum model Getzels dan Guba ini dapat dilihat pada Gambar 6.4
berikut
Dimensi nomotetis

Lembaga peranan harapan

Sistem Perilaku
sosial yang tampak

Individu kepribadian Disposisi


kebutuhan

Gambar 6.4
Model Getzel Guba
 Pendekatan Kontingensi/Situasi
Pendekatan kontingensi atau situasional ini melahirkan banyak model kepemimpinan.
Beberapa model kepemimpinan akan diuraikan dibawah ini.
 Model Kepemimpinan Kontingensi
Model kepemimpinan ini dekembangkan oleh Fred E. Fiedler. Dia berpendapat bahwa
keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh suatu gaya kepemimpinan yang
diterapkannya. Dengan kata lain, tidak ada seorang pemimpin yang dapat berhasil hanya
dengan menerapkan satu macam gaya untuk semua situasi. Seorang pemimpin akan
cenderung berhasil dalam menjalankan kepemimpinnya apabila menerapkan gaya
kepemimpinan yang berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda.
Menurut pendapat ini, ada tiga variabel yang menentukan efektif tidaknya
kepemimpinan seseorang, yaitu : hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, derajat
struktur tugas, dan kedudukan kekuasaan.
Menurut Fiedler, hubungan pemimpin dengan yang dipimpin merupakan variabel yang
terpenting dalam menentukan situasi yang menguntungkan. Derajat struktur tugas
merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi yang menguntungkan, dan
kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh melalui wewenang merupakan dimensi
dari situasi.
Berdasarkan pendapat Fiedler tersebut, maka situasi organisasi atau lembaga
dikatakan menguntungkan dalam arti rnenentukan keberhasilan pemimpin jika :
 Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik, pemimpn disenangi oleh anggota
kelompoknya dan ditaati segala perintahnya.
 Struktur tugas-tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh tiap anggota kelompok, setiap
anggota memiliki wewenang dan tanggungjawab masing-masing secara jelas, sesuai
dengan fungsinya.
 Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga memperlancar usahanya
untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.
Dilihat dari tingkatannya, masing-masing variabel dibedakan menjadi dua kategori
sebagai berikut : hubungan pemimpin anggota : baik dan tidak baik derajat struktur tugas :
tinggi dan rendah, kedudukan kekuasaan pemimpin : kuat dan lemah. Dengan perbedaan
kategori tersebut, kombinasi ketiga variable melahirkan adanya delapan tipe atau gaya
kepemimpinan seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Hubungan
pimpinan - Baik Tidak Baik
anggota

Struktur Tugas Tinggi Rendah Tinggi Rendah

Kuat lemah Kuat lemah Kuat lemah


Kuat lemah

Situasi 1  2  3  4  5  6  7  8

Menguntungkan  Sedang/cukup  Tidak menguntungkan


Kedudukan
kekuasaan
pimpinan Gambar 6.5
Model Fiedler

 Model Kepemimpinan Tiga Dimensi


Pendekatan atau model kepemimpinan ini dikemukakan oleh Wlliam J. Reddin.
Model ini dinamakan "Three dimensional model" karena dalam pendekatannya
menghubungkan tiga kelompok gaya kepemimpinan yang disebut gaya dasar, gaya
efektif, dan gaya tidak efektif menjadi satu kesatuan.
Berdasarkan dua perilaku kepemimpinan, yaitu berorientasi kepada orang (people
oriented) dan berorientasi kepada tugas (task oriented) masing-masing kelompok gaya
kepemimpinan tersebut menjadi empat macam gaya, seperti terlihat pada gambar berikut
ini :
Kelompok Gaya Dasar Kelompok Gaya Efektif
Tinggi Tinggi

Orientasi orang

Orientasi orang
Penghubung Terpadu Pengembang Eksekutif
(related) (integrated) (developer) (executive)

Otokrat bijak
Pemisah Pengabdi Birokrat (benevolent
(separated) (dedicated) (bureucrat) autocrat)

Rendah Orientasi Tugas Tinggiah Rendah Orientasi Tugas Tinggiah


Kelompok Gaya tak efektif
Tinggi

Kompromis
Orientasi orang

Penganjur
(compromiser
(missionary)
)

pelari otokrat
(deserter) (autocrat)

Rendah Orientasi Tugas Tinggiah

Gambar 6.6a
Model Tiga Dimensi Redin
Reddin kemudian memadukan ketiga kelompok gaya beserta macam gaya
kepemimpinan yang terdapat pada tiap kelornpok sehingga terjadi kombinasi seperti terlihat
pada gambar tiga dimensi berikut :

Gambar 6.6b
Model Tiga Dimensi Redin
Dalam gambar tiga dimensi di atas dapat dilihat bahwa dengan ditambahkannya
dimensi ketiga, yaitu keefektifan, maka secara implisit dapat diasumsikan bahwa masing-
masing keempat gaya dasar itu dapat efektif dan dapat pula kurang efektif dalam
penerapannya. Dengan kombinasi tersebut kita memperoleh delapan gaya kepemimpinan,
empat yang efektif dan empat yang kurang atau tidak efektif.
 Teori Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H.
Blanchard. Teori kepemimpinan situasional merupakan perkernbangan yang mutakhir dari
teori kepemirnpinan dan rnerupakan hasil baru dari model kefektifan pemimpin tiga dimensi.
Model ini didasarkan pada hubungan garis lengkung atau "curva linier" diantara perilaku
tugas dan perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan pemimpin
dengan beberapa pengertian mengenai hubungan diantara gaya kepemimpinan yang efektif
dan taraf kematangan pengikutnya.
Meskipun variabel situasional (pemimpin, pengikut, atasan, organisasi, tuntutan kerja
dan waktu) yang terlibat dalam teori kepemimpinan situasional, namun penekanan tetap
terletak pada hubungan pemimpin dengan yang dipimpin. Pengikut atau yang dipimpin
merupakan faktor yang paling menentukan dalam suatu peristiwa kepemimpinan.
Teori ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada kematangan
pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi tugas
ataupun hubungan antar usia. Makin matang si pengikut, pemimpin harus mengurangi
tingkat struktur tugas dan menambah orientasi hubungannya. Pada saat orang atau
kelompok/pengikut bergerak dan mencapai tingkat rata-rata kernatangan, pemimpin harus
mengurangi baik hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan ini berlangsung sampai
pengikut mencapai kematangan penuh, dimana rnereka sudah dapat mandiri baik dilihat dari
kematangan kerjanya ataupun kematangan psikologinya. Jadi teori situasional ini
menekankan pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan
pengikut.
Model teori kepemimpinan situasional dilukiskan dengan bentuk kurva seperti lonceng
yang melintasi kuadran kepernirnpian seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

High
Relationship Behavior

 Low
Gambar 6.7
Teori Kepemimpinan Situasional
Taraf kematangan pengikut terentang dalam satu kontinum dari ”immature" ke
"maturity". Semakin dewasa pengikut, semakin matang individu atau kelompok untuk
melakukan tugas atau hubungan.
Untuk menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai pada situasi yang dihadapi
pemimpin, pertama-tama harus menetapkan taraf kematangan individu atau kelornpok dalam
hubungan dengan tugas khususnya yang diharapkan pemimpin untuk mereka selesaikan.
Setelah taraf kematangan ini diketahui, gaya kepemimpinan yang cocok dapat ditentukan
dengan membuat sudut 90 derajat dari titik pada kurva kontinum yang mewakili taraf
kernatangan pengikut kepada suatu titik yang memotong fungsi garis lengkung kawasan gaya
kepemimpinan pada model tersebut. Kuadran dimana perpotongan itu terjadi, menyatakan
suatu gaya yang sesuai yang dapat digunakan pemimpin dalam situasi itu. Apabila dengan
gaya kepemimpinan tersebut tarnpak kemampuan pengikut meningkat, maka segera
perilaku kepemimpinan berubah menuju ke gaya yang lebih sesuai lagi untuk
kemampuan/kematangan tersebut. Hal ini akan terus berlangsung sampai pengikut bisa
berdiri sendiri atau mempunyai kernampuan yang tinggi (matang dalam tugas yang
dimaksud).
Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat
gaya kepemimpinan seperti diuraikan di bawah ini
 Telling (S1) yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan rendah. Gaya
ini mempunyai ciri komunikasi satu arah. Pemimpin yang berperan dan mengatakan
apa, bagaimana, kapan, dan dimana tugas harus dilaksanakan.
 Selling (S2) yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan
pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah mencoba komunikasi dua
arah dengan dukungan sosioemosional untuk menawarkan keputusan.
 Participating (S3) yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin dan
pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui
komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan cukup berpengalaman
untuk rnelaksanakan tugas.
 Delegating (S4) yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi
kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui
pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang
sudah matang dalam melakukan tugas dan matang pula secara psikologis.
2. Siapakah Yang Disebut Pemimpin Pendidikan
Guru, wali kelas, kepala sekolah, pengawas, kepala kantor bidang pendidikan pada
semua tingkatan, semua tenaga edukatif pada kantor dinas kepala direktorat dalam
lingkungan direktorat jenderal pendidikan, ketua jurusan, dekan, rektor dan pembantu-
pembantunya pada sekolah tinggi, akademi, institut dan universitas, ahli-ahli ilmu
pendidikan dan masih banyak lagi, merupakan pemimpin-pemimpin pendidikan. Pada
pokoknya setiap orang yang memiliki kelebihan kemampuan dan pribadinya, dan dengan
kelebihannya itu dapat mempengaruhi, mengajak, membimbing, mendorong, menggerakkan
dan mengkoordinasikan staf pendidikan lainnya ke arah peningkatan atau perbaikan mutu
pendidikan dan pengajaran, maka ia telah melaksanakan fungsi kepemimpinan pendidikan,
dan ia tergolong sebagai pemimpin pendidikan.
Dengan demikian maka pemimpin pendidikan itu dapat berstatus pemimpin resmi yang
biasa disebut "status leader"atau "formal leader", atau "functional leader".
Kepemimpinan resmi dimiliki oleh mereka yang menduduki posisi dalam struktur organisasi
pendidikan, baik secara resmi oleh pihak atasan atau yang berwenang maupun karena dipilih
secara resmi menjadi pemimpin oleh anggota staf pelaksana pendidikan di mana ia
bekerja. Misalnya Kepala Sekolah, Kepala Dinas Pendidikan adalah termasuk kategori
pemimpin resmi dan memiliki kepemimpinan resmi dilihat dari segi posisi dan sistem
pengangkatan.
Kepemimpinan tidak resmi bisa dimiliki oleh mereka yang mempengaruhi, memberi
tauladan, dan mendorong ke arah perbaikan kualitas kerja petugas-petugas penyelenggara
pendidikan dan pengajaran, meskipun di dalam hierarki sturktur organisasi pendidikan
mungkin ia tidak menduduki posisi pemimpin. Kemampuannya itu semata-mata berasal dari
kelebihan tertentu yang ada pada pribadinya, dan bukan karena ia menduduki posisi
pemimpin, baik karena pengangkatan dari pihak yang berwenang rnaupun karena dipilih
secara resmi oleh kalangan kelompok kerja.
Seorang kepala sekolah atau seorang kepala dinas pendidikan sebagai "status leader"
atau "formal leader", lebih disegani, lebih ditaati petunjuk-petunjuk atau perintah-
perintahnya oleh murid-muridnya atau anggota staffnya, mungkin semata-mata karena
kedudukannya yang resmi sebagai pemimpin, karena kekuasaan resmi yang ia miliki sebagai
pemimpin resmi.
 Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan situasi
belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-murid dapat belajar dengan
baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki tanggungjawab ganda,
yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang
baik, dan melaksanakan supervisi sehingga kemampuan guru-guru meningkat dalam
membimbing pertumbuhan murid-muridnya.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah menghadapi tantangan yang berat,
untuk itu ia harus memiliki persiapan yang memadai. Karena banyaknya tanggungjawab
maka kepala sekolah memerlukan pembantu. Ia hendaknya belajar bagaimana
mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya
pada usaha pembinaan program pengajaran.
Pekerjaan pemimpin pendidikan ialah menstimulir dan rnernbimbing pertumbuhan
guru-guru berkesinambungan sehingga mereka mampu menjalankan tugasnya dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan perkembangan situasi. Kepala sekolah sebagai pernimpin
pendidikan, harus mampu mengelola sarana dan prasarana pendidikan, pelayanan khusus
sekolah dan fasliltas-fasilitas pendidikan lainnya sedemikian rupa sehingga guru-guru dan
murid-murid memperolah kepuasan dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai pemimpin pendidikan, Kepala Sekolah bertanggungjawab atas pertumbuhan
guru-guru secara berkesinambungan, ia harus mampu membantu guru-guru rnengenal
kebutuhan masyarakat, membantu guru membina kurikulum sesuai dengan rninat, kebutuhan
dan kemampuan peserta didik. Ia harus mampu menstikulir guru-guru untuk
mengembangkan metode dan prosedur pengajaran. Ia harus mampu membantu guru-guru
mengevaluasi program pendidikan dan hasil belajar murid, ia harus mampu juga menilai sifat
dan kemampuan guru, sehingga Kepala Sekolah dapat membantu rneningkatkan kemampuan
guru. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawab tersebut di atas, kepala sekolah harus
memiliki pendidikan dan pengalaman yang diperlukan bagi seorang pemimpin pendidikan.
3. Model-model Kepemimpinan dalam Pendidikan
 Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan "school based management" dan
didambakan bagi produktivitas pendidikan adalah kepemimpinan yang memiliki visi
(Visionary Leadership) yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa
masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul
dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, rnenjadi pelatih yang professional
dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja yang diharapkan.
Pemimpin yang bervisi merupakan syarat kepimimpinan di era otonomi, dimana
organisasi harus menampilkan kekuatan dan ciri khas budayanya menuju kualitas pendidikan
yang diharapkan.
 Konsep Visi
Visi tercipta dari kreativitas pikir pemimpin sebagai refleksi profesionalisme dan
pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan
pengikut/personel, yaitu berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa depan
yang ingin diwujudkan bersarna.
Lee Roy Beach (1993 : 50) mendefinisikan visi sebagai berikut, "vision defines the
ideal future, perhaps implying retention of the current culture and the activities, or perhaps
implying change”. (Visi menggambarkan masa depan yang ideal, barangkali menyiratkan
ingatan budaya yang sekarang dan aktivitas, atau barangkali rnenyiratkan perubahan).
Terbentuknya visi dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman
profesional, interaksi dan komunikasi, penemuan keilmuan serta kegiatan intelektual yang
membentuk pola pikir (mindset) tertentu (Gaffar, 1994:56).
Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan menentukan
masa depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif. Dengan demikian
visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi insight, nilai-nilai informasi,
pengetahuan dan judgement.
 Teori Kepemimpinan Visioner
Visionary Leadership muncul sebagai respon dari statement "the only thing of
permanent is change" yang menuntut pemimpin memiliki kemampuan dalam menentukan
arah masa depan melalui visi. Visi merupakan idealisasi pernikiran pemimpin tentang masa
depan organisasi yang shared dengan stakeholders dan merupakan kekuatan kunci bagi
perubahan organisasi yang menciptakan budaya yang maju dan antisipatif terhadap
persaingan global.
Benis dan Nanus, (1997:19) mendefinisikan Visi sebagai : something that articulates
a view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a condition that is
better in some important ways than what now exists". Secara umum dapat kita katakan
bahwa visi suatu gambaran mengenai masa depan yang kita inginkan bersama.
Visionary Leadership didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang meminta
dikembangkannya secara intensif peran pendidikan dalam menciptakan sumber daya
manusia yang handal bagi pembangunan, sehingga orientasi visi diarahkan pada
mewujudkan nilai comparative dan kompetitif peserta didik sebagai pusat perbaikan
dan pengembangan sekolah.
Kemampuan visioner adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mencipta,
merumuskan, mengkomunikasikan / mensosialisasikan / mentransformasikan dan
mengimplementasikan pemikiran - pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau
sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholder yang diyakini
sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui
komitmen semua personil.
Agar menjadi pemimpin yang visioner, maka seseorang harus :
(a)Memahami Konsep Visi. Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan
organisasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang
menciptakan budaya dan perilaku organisasi yang maju dan antisipatif terhadap
persaingan global sebagai tantangan zaman. "Visionary leadership" adalah visi
kepemimpinan yang harus dimiliki berdasarkan rambu-rambu tersebut diatas untuk
mewujudkan sekolah yang bermutu.
(b) Memahami Karakteristik dan Unsur Visi. Suatu visi memiliki karakteristik
sebagai berikut. (1) memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti dan
diartikulasikan, (2) mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standar of
excellence, (3) menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen, (4)
menciptakan rnakna bagi anggota organisasi, (5) merefleksikan keunikan atau
keistimewaan organisasi, (6) menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
organisasi, (7) konstektual dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan
organisasi dengan lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi yang
bersangkutan.
(c)Memahami Tujuan Visi. Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu: (1)
memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi, (2) memotivasi karyawan
untuk bertindak dengan arah yang benar, (3) membantu proses mengkoordinasi
tindakan-tindakan tertentu dan orang yang berbeda-beda.
 Langkah-Iangkah Menjadi Visionary Leadership
Visi harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan sepadan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi di lingkungan. Karena itu visi dalam konteks ini merupakan atribut utama
seorang pemimpin. Adalah tugas dan tanggungjawab pimpinan untuk melahirkan,
memelihara, mengembangkan, menerapkan, dan menyegarkan visi agar tetap memiliki
kemampuan untuk memberikan respons yang tepat dan cepat terhadap berbagai
permasalahan dan tuntutan yang dihadapi organisasi. Jelaslah bahwa v i s i itu ternyata
berproses, dapat direkayasa dan ditumbuhkembangkan.
(a)Penciptaan Visi
Visi tercipta dari hasil kreatifitas pikir pemimpin sebagai refleksi
profesionalisme dan pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran
mendalam dengan pengikut/personil lain berupa ide-ide ideal tentang cita-cita
organisasi di masa depan yang ingin diwujudkan bersama
(b) Perumusan Visi
Kepemimpinan visioner dalam tugas perumus visi adalah kesadaran akan
pentingnya visi dirumuskan dalam statement yang jelas agar menjadi komitmen semua
personil dalam mewujudkannya sehingga pemimpin berupaya mengelaborasi informsi,
cita-cita, keinginan pribadi dipadukan dengan cita-cita/gagasan personil lain dalam
forum komunikasi yang intensif sehingga menghasilkan kristalisasi visi organisasi.
Visi perlu dirumuskan dalam statement yang jelas dan tegas dan perumusannya
harus melibatkan stakeholders dengan fase kegiatan sebagai berikut :
1) pembentukan dan perumusan visi oleh anggota tim kepemimpinan
2) merumuskan strategi secara consensus
3) membulatkan sikap dan tekad sebagai total commitment untuk mewujudkan
visi ini menjadi suatu kenyataan.
(c)Transformasi Visi
Kemampuan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan
efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders, sehingga diperoleh sense of
belonging dan sense of ownership.
(d) lmplementasi Visi
Implementasi visi merupakan Kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan
menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan
visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan organisasi apabila
diimplementasikan secara komprehensif. Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam
empat pilar sebagaimana dikatakan Nanus (2001), yaitu : (1) Penentu arah, (2) Agen
Perubahan, 3) Juru Bicara, (4) Pelatih dan munikator.
Menjadi Seorang pemimpin yang Visioner dalam Menghasilkan Produktivitas
Pendidikan
Jika berbicara tentang pendidikan, maka konsep pemikiran kita tidak akan lepas dari
suatu wahana dalam menjalankan proses pendidikan, tahapan pelaksanaan pendidikan dan
kelompok pendidikan, dimana hal ini dapat diklasifikasikan menurut jalur, jenjang dan
jenis pendidikan, yang telah ditetapkan dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Di era pasar bebas pada abad ke-21 ini, pendidikan harus dapat mengantisipasi
berbagai tuntutan. Pertama, sekolah diharapkan dapat menyelenggarakan program yang
lebih humanis. Makna humanis dalam hal ini adalah memberi peluang yang lebih besar bagi
anggota masyarakat untuk dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraan pendidikan,
jaminan mutu pendidikan, menjawab kebutuhan masyarakat, dan biaya pendidikan yang
sepadan.
Kedua, persaingan tenaga kerja yang mengglobal, yang masuk bersama penanaman
modal asing sebagai konsekuensi diberlakukannya perjanjian ASEAN-AFTA (mulai tahun
2002), WTO-GATI dan APEC (mulai 2010). Untuk mengantisipasi hal ini dunia pendidikan
harus menjamin peserta didiknya di berbagai bidang profesi untuk memperoleh sertifikat
profesi sebagai syarat untuk memperoleh hak bekerja sesuai dengan kompetensi kepakaran
yang dipelajarinya di lembaga pendidikan.
Ketiga, pendidikan harus mampu menyiapkan hasil didik yang kompetennya dinilai
tidak hanya atas dasar penguasaan pengetahuan dan keterampilan tetapi juga penguasaan
sikap dan semangat kemampuan berkomunikasi interpersonal, kepemimpinan, kerja tim,
analisis permasalahan dan sintetis pemecahan masalah, disiplin, teknologi informasi,
pemanfaatan komputer, fleksibilitas kerja, mampu mengelola kekaburan masalah, dapat
bekerja dalam berbagai budaya, terlatih dalam etika kerja, serta menguasai bahasa asing
sebagai bahasa utama kedua.
Keempat, kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan program studi harus dapat
menjaga keserasian antara program yang diselenggarakan dengan aspirasi masyarakat dan
negara.
Kelima, penyelenggaraan pendidikan tinggi diharapkan mampu menampung politisasi
pendidikan, kebutuhan belajar sepanjang hayat, internasionalisasi pendidikan tinggi dalam
makna reconvergent phase of education.
Berdasarkan hal tersebut, agar dapat menciptakan pendidikan yang produktif, rnaka
setiap pemimpin yang melaksanakan tanggungjawabnya harus mampu menetapkan terlebih
dahulu visi dalam melaksanakan program kerjanya guna dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Visi yang akan ditetapkan, dirumuskan terlebih dahulu dengan rnelibatkan unsur-
unsur yang berkompeten dibidang pendidikan dengan melibatkan stakeholder.
Sebelum seorang pemimpin menetapkan visi, maka pemimpin tersebut perlu
mempunyai pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman profesional, interaksi, dan
komnikasi dalam kegiatan intelektual yang membentuk pola pikirnya. Dengan demikian,
terciptanya visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi insight, informasi,
pengetahuan dan penilaian (judgement).
Seorang pemimpin yang mempunyai konsep tentang : (1) bagaimana rnerekayasa masa

.
depan untuk menciptakan pendidikan yang produktif; (2) menjadikan dirinya sebagai agen
perubahan; (3) rnemposisikan sebagai penentu arah organisasi; (4) pelatih atau pembimbing
yang profesional; (5) mampu menampilkan kekuatan pengetahuan berdasarkan pengalaman
profesional dan pendidikannya, dengan didukung oleh ciri khas budaya kerja dalam mencapai
tujuannya yang ditetapkan dalam visi dan dijabarkan dalam misi, dapat dikatakan sebagai
kepemimpinan yang visioner.
Pendidikan dapat dikatakan produktif apabila seorang pemimpin dalam mengelola
pendidikannya dapat melakukan efektivitas dan efisiensi yang dalam pelaksanaannya
menerapkan 5 konsep tersebut diatas sehubungan dengan penggunaan sumber daya
pendidikan yang tersedia seperti tenaga pendidik atau kependidikan, dana, fasilitas (sarana
dan prasarana), dan kompetensi kurikulurn agar dapat menghasilkan prestasi yang merata,
bermutu, relevan dan mempunyai nilai ekonorni bagi lulusannya, (sesuai keinginan dan
harapan yang ditetapkan dalam visi) yang mampu bersaing di dunia kerja sesuai keperluan
masyarakat/stakeholder. Oleh karena itu, dalam menghasilkan pendidikan yang produktif
dari suatu lembaga pendidikan, seharusnya dipimpin oleh seorang pemimpin yang
mempunyai visi atau pandangan jauh kedepan tentang apa yang akan dibutuhkan pasar
kerja sesuai dengan perkembangan zaman dan dapat menghasilkan sumber daya manusia
handal.
Gambaran kepemimpinan yang visioner dalam menciptakan pendidikan yang
produktif dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini :
Gambar 6.8
Kepemimpinan Pendidikan yang Visioner
Sifat-sifat seorang visioner, selain dia mampu melihat dan memanfaatkan peluang-
peluang di masa depan ia juga memiliki prinsip kepemimpinan seperti yang dikemukakan
Stephen R.Covey (1997:27-37). Pemimpin yang berprinsip, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
 Selalu belajar (terus menerus)
 berorientasi pada pelayanan
 memancarkan energi positif
 Mempercayai orang lain
 Hidup seimbang
 Melihat hidup sebagai petualangan
 Sinergistik
 Selalu berlatih untuk memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tinggi.
Sedangkan produktivitas menurut Thomas (1972), menyatakan bahwa ukuran
produktivitas dari suatu lembaga adalah :
1) The Administrator's production function, mefokuskan pada tatanan lembaga dalam
mekanisme kepemimpinan dan manajemen yang memberikan perhatian kepada
kepuasan pelanggan, terutama pada peran pemimpin satuan pendidikan dalam
memberikan layanan terhadap pelanggan (customer). Semakin banyak dan semakin
memuaskan pelayanan yang diberikan lembaga terhadap pelanggan maka semakin
produktif lembaga tersebut.
2) The psychologist's Production Function, menitikberatkan pada perubahan perilaku
peserta didik sebagai hasil belajar. Produktivitasnya dapat diukur dari perubahan
perilaku siswa, hasil proses belajar mengajar yang memenuhi kebutuhan belajar siswa
berdasarkan karakteristik dan tugas belajar siswa serta mengembangkan potensi siswa
secara menyeluruh.
3) The Economist's Production Function, adalah mengukur produktivitas dari benefit
atau keuntungan yang diperoleh siswa setelah melakukan pengorbanan waktu, tenaga,
uang, dan yang lainnya. Pendidikan dalam hal ini sebagai Human Capital. Pendidikan
yang produktif adalah pendidikan yang memiliki benefit terhadap individu yang
melakukannya berupa kemampuan, ”keahlian yang relevan dengan kehidupan dan
dapat menolong diri dan keluarga dalam kehidupannya. Pendidikan produktif mampu
menciptakan keuntungan social sebagai akibat pemahaman seluruh lulusan untuk
menciptakan kehidupan yang bermutu dan menguntungkan lingkungan.
Seseorang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang visioner dalam menghasilkan
pendidikan yang produktif, bila selama melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang
pemimpin dapat mengelola proses pendidikannya yang selalu menciptakan inovasi-inovasi
dengan sumber daya yang tersedia (jika memungkinkan mengadakan sumber daya yang
baru) telah berhasil menciptakan output yang sesuai dengan visi yang ditetapkan dan berdaya
guna menjadi SDM yang handal sesuai dengan harapan atau keinginan
stakeholder/pengguna jasa pendidikan, dimana hasilnya dapat menciptakan lulusan yang
memiliki benefit terhadap individu yang melakukannya berupa kemampuan, keahlian yang
relevan dengan kehidupan dan dapat rnenolong diri dan keluarga dalam kehidupannya,
mampu menciptakan keuntungan social sebagai akibat pemahaman seluruh lulusan untuk
menciptakan kehidupan yang bermutu dan menguntungkan lingkungan.
 Kepemimpinan Transformasional
Landasan Teori Kepemimpinan Transformasional
Bass (1985) mengemukakan sebuah teori kepemimpinan transformasional
(transformational leadership) yang dibangun atas gagasan-gagasan yang lebih awal dari
Burns (1978). Tingkatan sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama
diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Para
pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman,
kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin sebut serta mereka termotivasi untuk melakukan
lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut
mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan: (a) membuat mereka lebih sadar
mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, (b) mendorong mereka untuk lebih
mementingkan organisasi atau tim ada kepentingan diri sendiri dan (c) mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi
Formulasi asli dari teori tersebut di atas mencakup tiga komponen kepemimpinan
transformasional yaitu: (1) karisma, (2) stimulasi intelektual dan (3) perhatian yang
diindividualisasi. Karisma telah didefinisikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang
pemimpin mempengaruhi para pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan
identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah sebuah proses yang
padanya para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikutnya terhadap masalah-
masalah dan mempengaruhi para pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut
dari sebuah perspektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi
dukungan, membesarkan hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan
kepada para pengikut. Sebuah revisi baru dari teori tersebut menambahkan perilaku
transformasional yang lain yang disebut "inspirasi" atau "motivasi inspirational”. Motivasi
inspirasional didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan
sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha
bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai (Bass & Avolio, 1990).
Kepemimpinan transformasional dibangun dari dua kata, yaitu kepemimpinan
(leadership) dan transformasional (transformational). Kepemimpinan sebagaimana telah
dijelaskan di awal merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk
mengkoordinasikan, arahkan dan mempengaruhi orang lain dalam memilih dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Istilah transformasi berasal dari kata to transform, yang
bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda,
misalnya mentransformasikan visi menjadi realita, atau mengubah sesuatu yang potensial
menjadi aktual.
Dengan demikian seorang kepala sekolah dapat dikatakan menerapkan kepemimpinan
transformasional jika dia mampu mengubah energi sumber-sumber daya baik manusia
ataupun non manusia untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah. Sebagaimana didefinisikan
Sudarwan Danim (2003:54) adalah "kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan
dan/atau melalui orang lain mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi yang
langka dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah
ditetapkan".
Para ahli seperti Bass, 1985; Bass dan Avoilo, 1990 meyakini bahwa seiring dengan
perubahan-perubahan yang cepat, kompleks, dan canggih dalam kehidupan manusia,
kepemimpinan transformasional dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-
paradigma baru di dalam proses perubahan.
Perubahan sebagai konsep masa depan sering disebut dengan pembaharuan atau
reformasi. Kata reformasi menjadi sebuah kata yang sangat popular di k alangan kita, lalu
apa sebenarnya yang disebut dengan perubahan atau reformasi ? Perubahan atau reformasi
adalah suatu proses transformasi yang menuju kearah terwujudnya keadaan bahwa kondisi
yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya (Wahyo Sumidjo: 1999).
Transformasi tersebut tidak hanya menyangkut salah satu aspek kehidupan secara total.
Seperti dalam bidang sosial, politik, ekonomi pemerintahan dan budaya. Dalam aspek
pemerintahan termasuk didalamnya adalah aspek administrasi, manajemen, organisasi,
proses kerja, sumber daya manusia, dsb.
Seorang pemimpin dalam era pembaharuan adalah seseorang yang mampu menciptakan
suatu lingkungan yang inovatif yang tidak menghambat kreativitas murni dan potensi
kekuatan kerja. Pemimpin pembaharuan memberikan arah dan pandangan keluar demi
kebutuhan bawahan. Pemimpin membantu untuk menciptakan suatu lingkungan
kebanggaan, loyalitas, bukan ketakutan dan intimidasi.
Peran seorang pemimpin pembaharuan menyangkut hal-hal strategis sebagai berikut.
 Memperbaiki penampilan SDM dan sumber daya lainnya, serta untuk rnemperbaiki
kualitas, meningkatkan hasil, dan secara simultan untuk menimbulkan kebanggaan
semangat kerja para bawahan.
 Tidak hanya menemukan dan mencatat kegagalan SDM, melainkan untuk
menghasilkan sebab-sebab kegagalan, membantu bawahan untuk melakukan tugas
yang lebih baik.
 Menciptakan suatu lingkungan kerja yang produktif, menampilkan kepemimpinan
yang inovatif, dan melatih para bawahan demi rnelaksanakan tugas.
 Definisi Transformasional
Adapun komitmen perilaku transformasional menurut Leithwood dkk (1999)
mengatakan "transformational leadership is seen to be sensitive to organization building
developing shared vision distributing leadership and building school culture necessary to
current restructuring efforts in school". Adapun Burns (1978), orang yang disebut sebagai
yang Pertama kali menggagasnya, mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai
"a process in which leaders and followers raise to higher levels of morality and
motivation". Gaya kepemimpinan semacam ini akan mampu membawa kesadaran para
pengikut (followers) dengan memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang sinergikal,
kebertanggungjawaban, kepedulian edukasional, dan cita-cita bersama. Pemimpin dengan
kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan
mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasi
perubahan tersebut ke dalam organisasi; mempelopori perubahan dan memberikan motivasi
dan inpsirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta
membangun team work yang solid; membawa pembaharuan dalam etos kerja dan kinerja
manajemen; berani dan bertanggungjawab memimpin dan mengendalikan organisasi (Bass,
1985). Yuki (1994) menyimpulkan esensi kepemimpinan transformasional adalah
memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja secara efektif dengan membangun
komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru; mengembangkan keterampilan dan
kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif berkembangnya inovasi dan
kreativitas. House et.al (1996) dalam Suyanto (2003) menyatakan bahwa pemimpin yang
transformasional memotivasi bawahan mereka untuk "berkinerja diatas dan melebihi
panggilan tugasnya."Esensi kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan
melibatkan bawahan secara bersama-sama untuk melakukan perubahan (http:
www.pdf.go.id/jurnal/38/kepemimpinan%digilib.ti.itb.ac.id/go.php?id=jbptibtigdi-s2-1998-
miraamir. transformasional.htm diambil tanggal 20 Maret 2005). Dalam merumuskan
perubahan biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, dimana
lingkungan kerja yang partisipatif dengan model manajemen yang kolegial yang penuh
keterbukaan dan keputusan diambil bersama. Dengan demikian kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan yang mendasar
dan dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan
kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.
Pemimpin transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan, karena memang
erat kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya
adalah berperan sebagai perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan. Seorang
pemimpin trasnformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran realistik tentang
bagaimana organisasi dimasa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai
(Covey, 1989; Peters, 1992).
Sergiovanni (1990: 21) berargumentasi bahwa makna simbolis dari tindakan seorang
pemimpin transformasional adalah lebih penting dari tindakan aktual. Nilai-nilai yang
dijunjung oleh pemimpin yang terpenting adalah segalanya. Artinya ia menjadi model dari
nilai-nilai tersebut, mentransformasikan nilai organisasi jika perlu untuk membantu
mewujudkan visi organisasi. Elemen yang paling utama dari karakteristik seorang
pemimpin transformasional adalah dia harus memiliki hasrat yang kuat untuk mencapai
tujuan organisasi. Seorang pemimpin transformasional adalah seorang pemimpin yang
mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian
dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek. Bass (1994) memberikan
model transformasional seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 6.9
Model Kepemimpinan Transformasional
Sumber : Bass dan Avolio (1994)
 Dimensi-dimensi Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan
seseorang dengan konsep "4I" yang artinya :
a) “I” pertama adalah idealized influence, yang dijelaskan sebagai perilaku yang
menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang-orang
yang dipimpinnya. Idealized influence mengandung makna saling berbagi
resiko, melalui pertimbangan atas kebutuhan yang dipimpin diatas kebutuhan
pribadi, dan perilaku moral serta etis.
b) “I” kedua adalah inspirational motivation, yang tercermin dalam perilaku yang
senantiasa menyediakan tantangan dan makna atas pekerjaan orang-orang yang
dipimpin, termasuk di dalamnya adalah perilaku yang mampu mengartikulasikan
ekspektasi yang jelas dan perilaku yang mampu mendemonstrasikan komitmen
terhadap sasaran organisasi. Semangat ini dibangkitkan melalui antusiasme dan
optimisme.
c) “I” ketiga adalah intellectual simulation. Pemimpin yang mendemonstrasikan tipe
kepemimpinan senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari orang-
orang yang dipimpinnya. Ia juga selalu mendorong pendekatan baru dalam
melakukan pekerjaan.
d) “I” keempat adalah individualized consideration, yang direfleksikan oleh
pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan
memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan dari
orang-orang yang dipimpinnya.
Kepemimpinan Transforming, Transformasional dan Transaksional
Kepemimpinan transforming atau kepemimpinan yang mentransformasi adalah
pendekatan teori kepemimpinan mutakhir yang dalam dua dekade ini sedang hangat-
hangatnya dibicarakan. Perilaku kepemimipinan transforming ialah kepemimpinan
yang memiliki kesadaran sendiri tentang emosionalnya, manajemen diri sendiri,
kesadaran sosial dan manajemen hubungan kerja (Golmen, et.al, 2003). Pola
perilaku kepemimpinan yang seperti ini diharapkan berpengaruh positif terhadap
bawahannya dalam membentuk nilai-nilai dan keyakinan untuk mencapai tujuan
(Anderson, 1998). Bass (1985) mengemukakan bahwa pemimpin
transformasional adalah seseorang yang mampu meningkatkan motivasi dan
komitmen bawahan terhadap kelompok tanpa menghiraukan akibat negatifnya.
Pencapaian perwujudan transformasional memerlukan kerangka pikir
kerja sumber daya manusia dan manusia bersumber daya. Tabel berikut
menunjukkan perbandingan antara konsep sumber daya manusia dengan manusia
bersumber daya.
Tabel 6.1
Perbandingan Paradigma Sumber : Bass dan Avolio (1994)
Paradigma Manusia Bersumber
Paradigma Sumber Daya Manusia
Daya
Doktrin Hubungan Organisasi
Termmination-at will Keanggotaan organisasi
Fokus Manajemen Orang
Kesejahteraan anggota organisasi dan
Kepentingan organisasi dan penguasa
keunggulan organisasi
Pendekatan Psikologi Dominan
Psikologi organisasi Psikologi vocational
Satuan Analisis
Pekerjaan Pekerja
Potensi orang yang dicari
Kompetensi, wawasan, motivasi kerja
Kompetensi
dan semangat belajar inovatif
Makna pekerjaan
Okupasi yang disediakan organisasi
Vokasi yang menjadi pilihan pekerja
bagi pekerja
Sifat hubungan kerja
Kontraktual Atas dasar rasa saling percaya
Pengembangan orang
Membangun kompetensi generik,
Membangun kompetensi spesifik wawasan usaha, dan budaya belajar
inovatif
Kepemimpinan yang efektif di tempat kerja
Supervisi dan Transaksional Visioner dan Transformasional
Sikap Terhadap Perubahan
Tanggungjawab manajemen Tanggungjawab bersama
Fokus Perhatian Manajemen
Efisiennsi, Produktivitas, dan Keunggulan sistem usaha dan
Efektivitas kesejahteraan pekerja
Proses Manajemen
Berkembang, umum, incremental, dan
Baku, spesifik, tuntas, dan efektifitas
berkesinambungan
Orientasi Kerja
Berjangka pendek, ruang lingkup Berjangka panjang, berwawasan luas,
spesifik, dan statis dan dinamis
Keberhasilan transformasional sangat ditentukan oleh manusia bersumber
daya melalui berbagai upaya secara holistik.
Perbedaan pandangan Burns dan Bass terdapat beberapa aspek antara lain:
1) Burns membatasi proses transformasi sebagai sesuatu yang
menanamkan nilai-nilai moral yang positif dan dapat meningkatkan ordo
kebutuhan bawahan. Sedangkan Bass, mengemukakan pemimpin
transformasional adalah seseorang yang mampu meningkatkan motivasi
dan komitmen bawahan terhadap kelompok tanpa menghiraukan akibat
negatitnya.
2) Burns memandang kepemimpinan transformasional sebagai sesuatu yang bertolak
belakang dan berdiri sendiri terlepas dari kepemimpinan transaksional. Sedangkan
Bass, berpendapat bahwa secara konseptual empiris banyak pemimpin yang
memperlihatkan kepemimpinan transformasional dan transaksional sekaligus, tetapi
masing-masing dalam kadar tertentu.
Kepemimpinan transformasional dapat dipandang secara makro dan mikro,
kepemimpinantransformasional sebagai proses mempengaruhi antar individu, sementara
secara makro merupakan proses mobilisasi kekuatan untuk merubah sistem sosial dan
mereformasi kelembagaan.
Konsep transformasional dan transaksional muncul disebabkan adanya gejala bahwa
praktik-praktik kepemimpinan terdahulu hanya mampu menciptakan perubahan yang kurang
mendasar seperti; menetapkan sasaran yang baru, merubah suatu tindakan yang
kurang disukai. Bass dan Avolio (1990) menjelaskan bahwa model kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional mirip dengan konsep pemimpin dan
manajer. Dalam pengertian ini, seorang pemimpin transformasional selalu muncul
dalam situasi krisis, masa perubahan, dan selalu berkembang, sementara pemimpin
transaksional bekerja dalam situasi yang lebih bersifat birokratis inekanistis, yang
cenderung menyukai kondisi status quo.
Bennis dan Drucker yang menjelaskan bahwa perbedaan manajer dan
pemimpin dalam suatu ungkapan popular "manajemen adalah bagai.m...ana
mengerjakan sesuatu dengan benar", sedangkan kepemimpinan adalah "bagaimana
rnenentukan sesuatu yang benar untuk dikerjakan" (management is doing things
right, leadership is doing the right things). Sebagai gambaran perbedaan
konsep rnanajer dan pemimpin dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Tabel 6.2
Perbandingan antara Manajer dan Pemimpin
MANAJER PEMIMPIN
1 2
Perbedaan Perilaku Manajerial
Bekerja di dalam batas-batas ruang Lebih tertarik untuk memenuhi
lingkup tanggungjawabnya dan kebutuhan perusahaan yang lebih
memenuhi peraturan dan ketentuan besar dan merealisasikan tanggung
yang berlaku jawab sosial
Lebih tertarik untuk mengerjakan Merumuskan perhatian pada
tugas dengan baiksesuai dengan cara pelaksanaan tugas yang benar,
yang telah ditetapkan memilih apa yang baru dikerjakan
dan mengapa hal itu perlu dikerjakan
Perbedaan Fungsional
Perencanaan bersifat rutin dan Perencanaan yang berwawasan luas
terbatas pada bidang tugasnya dan menjangkau jauh ke depan
Mengatur penempatan staff untuk Menemukan dan mengembangkan
mengisi lowongan di dalam struktur profesional dalam rangka
organisasi membangun institusi
Menugaskan apa yang harus Menjelaskan apa yang perlu dicapai
dikerjakan bawahan
Mengendalikan pekerja agar mereka Memberi kebebasan pada pengikut
mengerjakan apa yang ditugaskan untuk mencari cara yang terbaik guna
sesuai dengan peraturan yang berlaku mencapai tujuan secara bertanggung
jawab
Perbedaan Minat
Perhatian lebih banyak ke dalam Berminat pada penggalangan
(internal) dukungan daripada konsultan dan
MANAJER PEMIMPIN
1 2
mendapatkan sumberdaya
Lebih tertarik pada hal-hal teknis Lebih tertarik pada aspek-aspek sosio
daripada kegiatan bisnis politis dan psikologis dan kegiatan
bisnis
Menjual produk dan jasa konkret Menjual gagasan, pemikiran,
perasaan, dan emosi yang dikaitkan
dengan tindakan konkret
Menghindarkan konflik Konflik adalah hal yang wajar
Pemecahan masalah jangka pendek Membangun consensus tentang visi
dengan tindakan yang berencana masa depan dan tindakan konkret
untuk mewujudkannya
Perbedaan dalam Membangun Pengaruh
Memiliki bawahan Memiliki pengaruh
Besar kekuasaan ditentukan oleh Kekuasaan terbentuk dari visi
posisinya di dalam organisasi pimpinan dan kemampuannya untuk
mengkomunikasikan visi itu kepada
pengikutnya
Mencari stabilitas, kepastian, dan Mencari fleksibilitas dan perubahan
kemampuan untuk mengontrol
Perubahan perlu dihindari, dikelola, Perubahan dianggap biasa dan perlu
atau dikendalikan dimanfaatkan
Kegagalan perlu dihindari dan Kegagalan adalah konsekuensi logis
dicegah sekuat tenaga dari usaha menjadi wilayah yang
tidak diketahui dan dapat menjadi
pelajaran yang berharga
Perbedaaan dalam Pola Pikir
Analitis dan konvergen Divergen
Mengambil keputusan dan Memberi pengarahan dan kebebasan
memecahkan persoalan bagi kepada para pengikut untuk
pekerjanya mengambil keputusan dan
memecahkan persoalan mereka
sendiri secara bertanggungjawab
Menekankan hal-hal yang rasional Menekankan hal-hal yang kurang
dan konkret konkret, seperti visi, wawasan, tata
nilai, dan motivasi
Berpikir dan bertindak untuk jangka Berpikir dan bertindak dalam jangka
pendek panjang
Menerima dan mematuhi secara ketat Selalu mencari cara-cara yang lebih
struktur organisasi, kebijakan, baik
prosedur, dan metodologi yang ada
Sumber : Bass dan Avolio (1994)
Burns membedakan kepemimpinan yang mentransformasi (transforming
leadership) dengan kepemimpinan transaksional (transactional leadership).
Jenis kepemimpinan yang terakhir memotivasi para pengikut dengan menunjuk
pada kepentingan diri sendiri. Para pemimpin politik tukar menukar pekerjaan,
subsidi dan kontrak-kontrak pemerintah yang menguntungkan untuk
memperoleh suara dan kontribusi untuk kampanye. Para pemimpin
korporasi saling menukar upah dan usaha transaksional dengan bawahan
menyangkut nilai-nilai, berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses
pertukaran, seperti kejujuran, keadilan, tanggungjawab. Kepemimpinan
adalah sebuah proses, bukan sejumlah tindakan yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
Implementasi Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan
memang perlu diterapkan seperti kepala sekolah, kepala dinas, dirjen, kepala
departemen dan lain-lain. Model kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai
salah satu solusi krisis kepemimpinan erutama dalam bidang pendidikan. Adapun
alasan-alasan mengapa perlu diterapkan model kepemimpinan transformasional
didasarkan pendapat Iga Epitropika (2001: 1) mengemukakan enam hal mengapa
kepemimpinan transformasional penting bagi suatu organisasi, yaitu :
 Secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi
 Secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangka panjang dan
kepuasan pelanggan
 membangkitkan komitmen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap
organisasi
 Meningkatkan kepercayaan pekerja dalam manajemen dan perilaku keseharian
organisasi
 Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin,
 Mengurangi stress para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam organisasi/ instansi
pendidikan perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
 Mengacu pada nilai-nilai agama yang ada dalam organisasi/instansi atau bahkan
suatu negara.
 Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem organisasi/instansi
tersebut.
 Menggali budaya yang ada dalam organisasi/instansi tersebut
 Karena sistem pendidikan merupakan suatu sub sistem maka harus
memperhatikan system yang lebih besar yang ada di atasnya seperti tata
negara.
 Kritisi Model Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional sama dalam banyak aspek dengan kepemimpinan
Transforming, namun terdapat juga perbedaan- perbedaannya. Burns membatasi
kepemimpinan yang mentransformasi kepada para pemimpin yang selalu mendapat
pencerahan (enlightened) yang menunjuk kepada nilai-nilai moral yang positif
dan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dari para pengikutnya.
Bagi Bass, seorang pemimpin yang mengaktifkan motivasi pengikut dan
meningkatkan komitmen pengikut adalah transformasional, tanpa
memperhatikan apakah efeknya menguntungkan para pengikutnya atau tidak.
Bass tidak akan mengesampingkan para pemimpin yang menunjuk kebutuhan-
kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah seperti rasa aman, nafkah hidup dan
kebutuhan-kebutuhan ekonomi. Jadi para pemimpin seperti Adolf Hitler dan
Joseph Stalin dianggap ranformasional meskipun efeknya negatif. Dengan demikian
kepemimpinan Transforming merujuk pada pencerahan yang memperhatikan
nilai-nilai moral positif dan kebutuhan-kebutuhan yang pada tingkat yang lebih tinggi
dari pengikutnya, sedangkan kepemimpinan transformasional tanpa memperhatikan efeknya
menguntungkan atau tidak atau mengesampingkan nilai-nilai moral yang positif.
Hal ini senada dengan pendapat Golrnen, et.al (2003) mengatakan
kepemimpinan transforming ialah kepemimpinan yang memiliki kesadaran sendiri
tentang emosionalnya, manajemen diri sendiri, kesadaran sosial dan manajemen
hubungan kerja. Pola perilaku kepemimpinan yang seperti ini diharapkan berpengaruh
positif terhadap bawahannya dalam membentuk nilai-nilai dan keyakinan untuk
mencapai tujuan organisasi (Anderson, 1998).
Model kepemimpinan yang lain yang perlu diperhatikan sebagai kritisi
terhadap kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan amanah.
Kepemimpinan amanah adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh keimanan
dalam rangka mencapai tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT. Model
kepemimpinan ini selalu memikirkan keadaan umatnya dan jauh dari memikirkan
kepentingan pribadi atau golongannya. Pemimpin model ini sadar betul akan
adanya pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya sebagaimana sunnah
rosul yang artinya "..,.dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas
apa yang dipimpinnya." Salah satu contoh model kepemimpinan amanah adalah masa
kepemimpinan khalifah Umar. Bin Khotob r.a Pada suatu waktu khalifah Umar
menerima tamu untuk urusan kenegaraan. Ditengah-tengah pembicaraan tiba-tiba
Khalifah umar meniup lampu penerangan ruang tamu. Pada saat itu sang tamu
bertanya: "mengapa engkau rnematikan lampu wahai khalifah?" Khalifah Umar
menjawab: "Urusan Negara yang kita bicara sudah selesai dan saat ini kita
bicara yang bukan urusan negara, sedangkan minyak lampu itu dibeli dari uang
negara untuk urusan negara. Kisah serupa juga digambarkan pada masa
kepemimpinan Umar bin Abdul Azis yang menutupi hidungnya dengan kain ketika
memasuki gudang minyak wangi milik negara agar bau minyak yang bukan
haknya terhirup oleh dirinya. Dari kedua kisahnya ini menggambarkan
pemimpin yang selalu berhati-hati dalam menjaga keimanannya dan adanya
nilai kejujuran yang tinggi yang dilandasi nilai keimanan untuk memperoleh
derajat taqwa disisi Allah SWT (Ash Shalabi, 2003).
4. Studi Kasus
Peran pendidikan dalam Human Investment dapat dipandang dari isi. Pertama, peran
pendidikan secara eksternal dalam arti organisasi, lembaga atau bahkan negara melihat
manusia sebagai sumber daya yang perlu dididik agar memberikan daya dukung
dan produktivitas optimal terhadap organisasi, lernbaga atau pembangunan bangsa.
Kedua, pendidikan secara internal dalam arti pendidikan dipandang oleh manusia
itu sendiri sebagai kebutuhan.
Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga
menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat terqantung
pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-
kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah
lebih merupakan subordinasi dari birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan
keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan
lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan
pendidikan nasional.
Peran serta warga sekolah khususnya guru dan peranserta masyarakat khususnya
orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.
Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau
tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan
pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di
sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada
dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan
barang/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah.
Sekolah tidak mempunyai untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan
kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang
berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).
Permalasahannya sekarang adalah bagaimana mengembangkan mutu
pendidikan di Indonesia jika kita menyadari bahwa, salah satu faktor penting
dalam penggerak pembangunan adalah kualitas sumber daya manusia yang
dipandang dari sudut kepemimpinan dari seorang yang mempunyai tugas sebagai
pemimpin pendidikan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, coba saudara berikan rekomendasi yang
menguraikan bagaimana bentuk atau model seorang pemimpin pendidikan yang
cocok untuk diterapkan di Negara Indonesia sehingga dapat meningkatkan proses
pembangunan di bidang pendidikan dan dapat menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas ?
C. Daftar Pustaka
Aan Komariah (2004), Pengaruh Visionary Leadership dan Budaya sekolah terhadap
Sekolah Hektif di Era Desentralisasi pada SMUN di Lingkungan Dinas
Pendidikan Kota Provinsi Jawa Barat, Disertasi. UPI Bandung. Tidak
diterbitkan.
Aan Komariah dan Cepy (2004), Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif,
Jakarta : Bumi Aksara

Anderson, T.D. (1998). Transforming Leadership. New York: St. Lucie Press.
'

Ash Shalabi A.M. (2004). Bangkit dan runtuhnya khilafah Usmaniyah. Terjemahan:
Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Avolio, BJ. & Howell, J.M. (1992). The impact of leadership behavior and a leader
follower personality match on satisfaction and unit performance In. K. Clark,
and D.P. Campbell (Eds.), Impact of leadership. Greensboro. NC: Center for
Creative Leadership, 225-235.
Bass, B.M. (1985). Leadership and Performance Beyond Expectations. New York:
Free Press.
Bass, B.M. & Avolio, BJ. (1994). "The implication Of transactional and transformational
leadership: 1994 and beyond. Journal of Europesi; industrial training. 14, 21-
47.
Burns, RJ. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Bennis, Warren G. Benne, Kenneth D & Chin, Robert:(1990). Merencanakan
Perubahan. Jakarta: Intermedia.
Bernards M.Bass. (1990). Stodgill’s Handbook of Leadership. New York: Pee Press.
Burt Nanus, alih bahasa oleh Frederick Ruma (2001), Kepemimpinan Visioner,
Jakarta: Prenhallindo
Dale Timpe, A., alih bahasa oleh Susanto Boedidharmo (2005), Kepemimpinan, Seri
Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Elek Media Komputindo.
Epitropika, Olga, (2001). What is? Transformational Leadership. Inggris: Institute
of Work Psychology University of Sheffield.
Erlbaum, Lawrence (2003). Transformational Leadership: Industrial, Military and
Education Impact Bernard M. Bass. England: NSCL.
Golemen, D., Boyatzis, R., & McKee, A. (2003). The New leaders transforming the art
of leadership into the science of result. London: Little Brown.
Gibson, Ivancevich, Donnely. (1984). Organisasi den Manajemen: Perilaku,
Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Hamilton, Marilyn. (1998). How building a leadership organization prepares the
way for learning in transformational leadership. (Editor: Anderson, Terry,
D). New York D.C St. Lucie Press.
Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard.(1988). Management of Organization
Behaviour: Utilizing Human Resources. New Jersey: Englewood Clifs Prentice
Hall.
Kapp, Kalr M. (1999). Transfor.ming Your Manufacturing Organization Into a
Learning Organizatin. Hospital Material Management Qurterly (HMM). ISSN
: 0192-2262 Vol: 20 Iss Date May 1999 p:46-54.
Lako, Andreas. (2004). Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi (Isu, Teori, dan Solusi).
Yogyakarta : Amara Books.
Lethwood,K. & Janti, D. & Steinbach, R. (199). Transformational Leadership: How
Principals can help Reform School Cultures. School Effectiveness and Sch.ool
Imprevement, 1 (4) .
Liontos, Lynn Blaster. (1992). Transformational Leadership. [online]. Tersedia :
http://www.ericdigests.org/1992-2/leadership.htm [15 pebruari 2005].
Rumtini, Ikhsan . Kepemimpinan Transformasiona/ Kepa/a Sekolah SL TP dan
Korelasinya dengan Manajemen Instruksional di Beberapa Sekolah di
Yogyakarta [online]. Tersedia: http:www.depdiknas.go.id/
jurnal/38/kepemimpinan%20transformasJonal.htm
Suyanto, M.Ues Endarwati, dan Ali Muhson. (2003). Gaya kepemimpinan
transformasional kepala SD dan kepuasan kerja guru. Jurnal Kependidikan. 1,
(5); 52.
Sergiovani, Thomas J.,et.AI (1990). Educational Governance and Administration (third
edition). Massasuchests: Publishing Group.
Sondang P. Siagian. (2003). Teori dan Prektik Kepemimpinan (cetakan kelima).
Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarwan Danim. (2003). Menjadi Komuniies Pembelajar: Kepemimpmea
Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wahyusumidjo. (1999). Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoriti dan
Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Winarno Surakhmad. (1985). Pengantar Penelitian I1miah Dasar, Metode, Tekhnik.
Bandung : Tarsito.
Yuki, Gary. (1994). Leadership In Organization (thirdth edition). New Jersey:
Prentice Hall.
Yuki, Gary. (1998). Leadership In Organization. London: Prentice Hall.
http://www.pendidikan:net/amharsiwi2.html. Hubungan Kepemimpinan
Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin. Internet.
http://www.saskschools.ca/curr-content/adhs/- 30k. Adaptive Dimension Main.
Internet
BAB 7
INFORMASI MANAJEMEN

Oleh
Drs. H. Aceng Muhataram Mirfani, M.Pd.
Suryadi, S.Pd.
A. Pendahuluan
Perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan, khususnya
dalam bidang pendidikan merupakan kegiatan manajerial yang pada hakikatnya merupakan
proses pengambilan keputusan. Semua kegiatan tersebut membutuhkan informasi.
Informasi yang dibutuhkan oleh para manajer, termasuk pengelola pendidikan,
disediakan oleh suatu sistem informasi manajemen - SIM (Management
Information System) yaitu "suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajer secara
teratur". Informasi ini dimanfaatkan sebagai dasar untuk melakukan pemantauan dan
penilaian kegiatan serta hasil-hasil yang dicapai.
Menurut Shrode dan Voich (1994), informasi merupakan sumber dasar bagi
organisasi dan esensial agar operasionalisasi dan rnanajernen berfungsi secara efektif.
Sedangkan Gordon Davis (1994), mengartikan informasi manajemen sebagai
sebuah sistem rnanusia/rnesin yang berpadu untuk menyajikan inforrnasi guna
mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah
organisasi.
Mcleod (1995) mendefiniskan Sistem Informasi Manajemen (SIM) sebagai suatu
sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi para pemakai dengan
kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya membentuk suatu identitas
organisasi formal atau sub unit di bawahnya. Informasi menjelaskan suatu
organisasi yang salah satu sistem utama menjelaskan mengenai apa yang telah terjadi,
apa yang sekarang terjadi, dan apa kernungkinannva di masa mendatang.
Dengan kata lain, Sistem Informasi Manajemen merupakan keseluruhan jaringan
informasi yang ditujukan kepada pembuatan keterangan-keterangan bagi para manajer
dan para pengguna lainnya yang berfungsi untuk pengambilan keputusan atau
kebutuhan lain dalam cakupan organisasi ataupun perorangan. Informasi itu sendiri,
merupakan data yang telah diolah, dianalisis melalui suatu cara sehingga memiliki
arti dan makna (worth). Sedangkan data adalah fakta, atau fenomena yang belum
dianalisis, seperti jumlah, angka, nama, lambang yang menggambarkan suatu objek, ide,
kondisi ataupun situasi.
Apabila data yang masuk telah diproses dan dianalisis maka data itu menjadi
informasi yang penting, dibutuhkan, dan berarti bagi pengambilan keputusan, baik yang
menyangkut kegiatan organisasi maupun manajerial. Hal-hal yang perlu mendapat
perhatian dalam SIM adalah :
 Perlu diidentifikasi jenis informasi yang dibutuhkan
 Perlu ditentukan sumber data dan informasi yang dibutuhkan.
 Perlu ditentukan siapa yang membutuhkan informasi dan kapan.
 Perlu dikonfirmasikan informasi itu secara cepat terpercaya kepada para pengguna
Ada beberapa persyaratan agar informasi yang dibutuhkan itu dapat berfungsi,
bermanfaat bagi para pengambil keputusan dan pengguuna lainnya, yaitu :
 uniformity;
 lengkap;
 jelas; dan
 tepat waktu.
Dengan demikian jelas bahwa SIM yang efektif dapat memperlancar
manajemen dalarn pencapaian tujuan organisasi. pertanyaannya adalah SIM yang efektif itu
yang bagaimana? SIM yang efektif yaitu SIM yang dapat berfungsi dalam proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang lebih baik. Hal tersebut dapat
tercapai dengan disediakannya informasi yang sesuai dengan kebutuhan baik dalam
jumlah, kualitas, waktu, maupun biaya. Informasi yang berlebihan dan tidak akurat, dan
tidak tepat waktu, selain biayanya m ahal, juga tidak berguna.
B. Konsep Dasar
1. Pengertian
Dalam kehidupan masyarakat luas kata "inforrnasi" pada umumnya sudah tidak
dipandang sebagai istilah yang asing. Dalam pembicaraan umum di masyarakat
sering, para para pembicara memaksudkannya sebagai berita atau keterangan yang
adakalanya diidentikan dengan data. Data mempunyai kaitan erat dengan informasi
dan bisa pula terjadi suatu hal yang sama dikatakan data dan juga dikatakan
informasi. Namun demikian pengertian keduanya sangatlah berbeda. Perbedaannya
ditentukan oleh adanya proses dan kepentingan dan maksud dalam hal dikatakan
informasi. Sedangkan data tidak terikat oleh kedua hal tersebut. Dengan
demikian data merupaka bahan untuk menjadi informasi setelah diproses dengan
prosedur, teknik dan cara sesuai kepentingannya. Atau dengan lain perkataan
informasi adalah data terpilih telah, diproses dalam suatu sistem untuk
menjadikannya dapat memberikan arti. Untuk memahami secara mendalam tentang
Sistem Informasi Manajemen, banyak para ahli telah membahas konsep Sistem
Informasi Manajemen (SIM). Konsep-konsep itu pada dasarnya banyak memiliki
kesamaan dalam maknanva dan saling mengisi satu sama lain.
Dalam rnenyamakan pandangan mengenai SIM ini, maka penulis akan
membahas 3 konsep Sistem Informasi Manajemen yang menurut kajian penulis satu
sama lain saling berkaitan, ketiga konsep itu adalah :
a. Menurut Gordon. B. Davis (1974) yang dialih bahasakan Aceng Muhtaram Mirfani
dalam "Sistem Informasi Pendidikan dan Ketatausahaan Sekolah" dari buku
Administrasi Pendidikan (1992:128) bahwa :
Sistem informasi manajemen merupakan sebuah sistem manusia/mesin yang
terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen,
dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
Dari pengertian diatas dinyatakan bahwa SIM merupakan suatu sistem
mesin/manusia yang terpadu. Hal ini mengandung makna bahwa mesin dan
manusia harus merupakan suatu sistem, mesin tanpa manusia atau manusia
tanpa mesin, SIM tidak akan berjalan atau adanya kerusakan salah
satunya akan merupakan suatu kecacatan dalam Sistem Informasi Manajemen.
Fungsi SIM dalam pengertian di atas, merupakan penunjang operasi
manajemen dan pembuatan keputusan. Mengandung makna bahwa dengan SIM
operasi manajemen akan memiliki kelebihan, yaitu nilai efisiensi dan efektivitas.
b. Menurut Suhardiman Yuwono dalam Ensiklopedi Administrasi (1989: 264) adalah
keseluruhan jaringan informasi yang ditujukan kepada pimpinan untuk keperluan
pelaksanaan fungsi manajemen bagi pemimpin terutama dalam menentukan
keputusan yang tepat.
Pengertian ini, terkandung makna bahwa SIM adalah suatu
jaringan lnformasi dalarn membantu pelaksanaan fungsi manajemen bagi
pemimpin terutama dalarn menentukan keputusan yang tepat.
c. Pengertian SIM menurut The Liang Gie (1976) sebagai : Keseluruhan jalinan
hubungan dan jaringan lalu lintas keterangan-keterangan dalam organisasi mulai
dari sumber yang melahirkan bahan keterangan melalui proses pengumpulan,
pengolahan, penahanan, sampai penyebarannya kepada para pejabat yang
berkepentingan dapat melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik- baiknya dan
terakhir tiba pada pimpinan untuk keperluan pembuatan keputusan-
keputusan yang tepat.
Pengertian yang dikemukakan The Liang Gie memiliki beberapa kesamaan
dengan Davis dan Yuwono, pengertian keseluruhan jalinan dan satuan-satuan jaringan
lalu lintas macam-macam keterangan, artinya adalah jaringan antara bagian-bagian
dan sub-sub bagian. Dan yang dimaksud dengan keterangan adalah data dan
informasi.
Dalam pengertian inipun SIM mencakup segenap proses pengelolaan data dari
mulai proses pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan, pengambilan kembali serta
penyebaran informasi hasil pengolahan data dengan menggunakan peralatan-peralatan
yang tepat.
Tujuan akhir SIM menurut The Liang Gie adalah proses pelaksanaan tugas oleh para
pelaksana dengan baik dan para pemimpin dapat membut keputusan dan melaksanakan
tugas kepemimpinannya dengan cepat dan tepat.
Dengan mengacu kepada pengertian-pengertian di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa konsep system informasi manajemen memiliki beberapa karakteristik
:
1) Dalam suatu organisasi terdapat satu bagian khusus sebagai pengelola SIM
2) SIM merupakan jalinan lalu lintas data dan informasi dari setiap bagian di
dalam organisasi yang terpusat di bagian SIM
3) SIM merupakan jalinan hubungan antar bag ian dalam organisasi melalui satu
bagian SIM
4) SIM merupakan segenap proses yang mencakup :
a) Pengumpulan data
b) Pengolahan data
c) Penyimpanan data
d) Pengambilan data
e) Penyebaran informasi dengan cepat dan tepat.
5) SIM bertujuan agar para pelaksana dapat rnelaksanakan tugas dengan
baik dan benar serta pimpinan dapat membuat keputusan dengan cepat dan
tepat.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Sistern Infomasi Manajemen, adalah
jaringan prosedur pengelolaan data dari mulai pengumpulan data, pengolahan data,
penyimpanan data, pengambilan data, dan penyebaran informasi dengan
menggunakan berbagai peralatan yang tepat, dengan maksud memberikan data
kepada manajemen setiap waktu diperlukan dengan cepat dan tepat, untuk dasar
pembuatn keputusan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2. Komponen-Komponen Sistem Informasi Manajemen
Jika dikaji secara seksama ternyata sistem informasi manajemen ini terbentuk
karena adanya unsur-unsur yang mendukungnya. Unsur-unsur SIM ini meliputi
unsur sistem, unsur informasi dan unsur manajemen. Seperti yang dikemukakan
oleh Idochi Anwar bahwa ada tiga unsur yang membentuk SIM yaitu management,
information, dan system, yang didasarkan pada urutan kata dalam bahasa Inggrisnya.
a. Sistem
Yang dimaksuud sistem adalah seperangkat komponen yang terdiri dua atau
lebih, yang saling berhubungan dan saling ketergantungan satu sama lain, untuk
mencapai tujuan bersama. Pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Prajudio Atmosudirdjo (1979:231) bahwa :
Sistem adalah setiap sesuatu yang terdiri atas objek-objek, atau unsur-
unsur, atau komponen-komponen yang bertata-kaitan dan bertata-hubungan satu
sama lain sedemikian rupa sehingga unsur-unsur tersebut merupakan suatu
kesatuan pemrosesan atau pengolahan yang tertentu.
Jika suatu sistem tertentu diidentifikasi, maka seringa terdapat sejumlah sistem
yang lebih kecil, yaitu yang dinamakan subsistem. Bila terus dianalisis, akan sampai
pada elemen-elemen dasarnya. Seperti yang dijelaskan oleh Burch dan Strater
(1974:9), bahwa:
"Suatu sistem dapat dirumuskan sebagai setiap kumpulan bagian-bagian atau
subsitem-subsitem yang disatukan, yang dirancang untuk mencapai suatu
tujuan".
Setiap bagian dalam organisasi selalu membutuhkan keputusan yang cepat
dan tepat. Juga membutuhkan bagian-bagian yang lain untuk pembuatan
keputusan, apalagi top managernya. Keputusan yang dicetuskan sangat
tergantung pada data-data/informasi dari berbagai subsistem. Maka disinilah
perlu dirancang sistem lnformasi manajemen, sehingga ajaran sistem dapat
dianggap sebagai metode untuk memecahkan masalah.
Dengan menggunakan pendekatan sistem dalam proses manajemen, diharapkan
pengelolaan data dapat dihasilkan informasi yang cepat, tepat dan akurat dengan
melalui analisis yang rasional dan ilmiah. Terutama sangat dibutuhkan di
organisasi yang sangat besar memiliki berbagai devisi/bagian dan semuanya
itu tertuju pada tujuan yang sama.
b. Informasi
Komponen SIM yang kedua yaitu informasi, yang merupakan unsur inti
dalam sistern informasi manajemen. Karena informasi inilah yang dijadikan sebagai
sistem, dan dikelola dengan pendekatan sistem. Namun tidak berarti sistem
informasi manajemen berdiri dengan tanpa unsur sistem dan unsur
manajemen. Ketiganya tetap tidak dapat dipisahkan.
Informasi sangat erat hubungannya dengan data. Informasi berasal dari
data. Oleh karena itu, sebelum memahami arti informasi, akan lebih baik
memahami lebih dahulu data.
Data merupakan bentuk jamak dari datum, yang berarti "kenyataan, catatan". Data
merupakan fakta, pesan yang belum diproses yang merupakan bahan baku
informasi. Seperti yang dikemukakan oleh The Liang Gie (1979:67) bahwa:
Data adalah hal, peristiwa atau kenyataan lainnya apapun mengandung sesuatu
pengetahuan untuk dijadikan dasar penyusunan keterangan, pembuatan kesimpulan
atau penetapan keputusan. Data adalah ibarat bahan mentah yang melalui pengolahan
tertentu lalu rnenjadi inforrnasi.
Jelaslah kiranya bahwa data merupakan sumber informasi merupakan bahan
informasi dan dengan sendirinya erat hubungannya dengan informasi.
Pengertian data dalam system informasi manajemen, merupakan hasil dari
kajian-kajian ilmiah dan dapat didapatkan secara ilmiah pula. Oleh karena itu
dijelaskan oleh N.A. Ametembun (1980: 137), bahwa :
"Data adalah fakta-fakta yang diperoleh melalui penelitian empirik atau
observasi". Sedangkan yang dimaksud informasi adalah "behavior initiating",
stimuli yang terjadi antara pengirim dan penerima, dalam bentuk tanda atau
sandi yang merupakan "output" dari pengolahan data. Kemudian dijelaskan

oleh Gordon B Davis (1974:32) bahwa:


"Information is data that has been processed into a form, that is meaningful to the
receipent and is of real or perceived value in current or prospective decisions".
(Informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang
penting bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata yang dapat
keputusan-keputusan yang akan datang).
Setelah dijelaskan apa yang dimaksud dengan "data" dan "informasi", perlu
memahami bahwa informasi yang diterima pembuat keputusan, melalui tata
cara, urutannya yang jelas/tertentu, yang melibatkan pelbagai bagian yang saling
berhubungan, saling ketergantungan, saling memerlukan satu sama lainnya.
Proses penyajian informasi yang dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data,
penyimpanan data sampai kepada terciptanya informasi yang diterima pembuat
keputusan, perlu dikelola dengan baik, direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dan
diawasi sehingga terbentuk suatu informasi yang efektif. Yaitu informasi yang akurat,
cepat, fungsional, relevan, ringkas dan lengkap untuk pembuatan keputusan.
Pengolahan seperti ini merupakan gambaran system informasi manajemen. Seperti
yang dikemukakan oleh Raymond Coleman dan MJ. Riley (1973:135), bahwa :
Kriteria bagi suatu Sistem Informasi Manajemen yang efektif adalah bahwa
sistem tersebut dapat memberikan data yang cermat, tepat waktu, dan yang
penting artinya bagi perencanaan, analisis, dan pengendalian manajemen untuk
mengoptimalkan pertumbuhan organisasi.
Perlu dipahami bahwa informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data-
data yang telah diolah menjadi bentuk yang bermakna bagi penerima dan berguna
bagi pembuatan keputusan-keputusan, sekarang dan yang akan datang.
Keterkaitan semua anasir tersebut secara sederhana dapat dilukiskan dalam bagan
berikut.

Gambar 7.1
Katerkaitan Anasir Informasi
Gambar diatas menunjukkan bahwa sistem pengolahan/pemrosesan informasi
mengolah data menjadi informasi atau lebih tepatnya sistem pengolahan data
dari bentuk tak berguna menjadi berguna atau menjadi informasi bagi
penerimanya. Dengan adanya hubungan antara data dan informasi ini, maka
keduanya seharusnya tidak dapat saling ditukar pemakaiannya.
Jadi bila catatan mingguan seorang guru tentang kehadiran siswa selama
satu catur wulan yang belum atau tidak dikaitkan dengan kepentingan
suatu tindakan, seperti apa yang harus diambilnya terhadap siswa tertentu yang
absen sebanyak sekian kali, hanyalah merupakan data belaka. Akan tetapi dikala
keputuusan harus dibuatnva, manakala seseorang siswa absen rnelebihi batas
toleransi yang ditentukan, maka dari data tersebut guru akan memperoleh informasi
setelah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan, pemilihan dan penghitungan. Artinya
ada langkah-langkah atau suatu proses yang sehingga data yang digunakan itu
memberi arti bagi pengambilan keputusan.
Agar dapat digunakan untuk keperluan organisasi maka data harus
diolah dulu ke dalam bentuk informasi yang sesuai dengan keperluan
organisasi yang bersangkutan. Karena itu serine drkatakan bahwa data
adalah bahan yang masih mentah. Berikut ini adalah gambar fakta yang
direkam atau ditulis menjadi data. Data kemudian dimasukkan ke komputer
dan selanjutnya diolah menjadi informasi. Data otentik yaitu dalam bentuk
tertulisnya sendlri, kemudian disimpan sebagai arsip otentik. Bila diperlukan
untuk pembuktian administratif dan hukum, maka arsip otentik tersebut
dapat dikeluarkan dari penyimpanannya. (Iihat gambar 2)
Semua kegiatan memang memerlukan data, serta sebaliknya setiap pekerjaan
juga akan menghasilkan data.
Dikatakan bahwa data adalah fakta-fakta kegiatan organisasi dengan
unit-unitnya. Untuk keperluan penulisan data di kertas atau kartu dan
pemasu! data ke komputer, maka data dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu (1) data statis dan (2) data dinamis. Data statis adalah jenis data yang
umumnya tidak berubah atau jarang berubah, misalnya identitas nama (orang,
organisasi, atau tempat), kode-kode nomor (nomor : kartu penduduk, rekening,
pegawai/karyawan, siswa/peserta didik, asuransi, kartu kredit, nomor telepon,
dan sebagainya) dan/atau alamat. Data dinamis adalah jenis data yang selalu
berubah baik dalam frekuensi waktu yang singkat (harian) atau agak lama
(semesteran) dan lain-lain. Data jenis ini sering mengalami peremajaan
(updating) data. Contoh data tersebut seperti data tabungan, data gaji, data
kepangkatan, data nilai siswa, Indeks Prestasi kumulatif (IPK) mahasiswa,
dan sebagainya.
Gambar 7.2
Hubungan fakta, data, arsip, dan informasi
Pada pemasukan dan pengolahan, kedua jenis data tersebut umumnya
bergabung dalam satu masukan (entry) atau kelompok data yang disimpan.
Untuk melihat data statis dan data dinamis, berikut ini disajikan gambar
contoh pemasukan data siswa di sekolah, dimana terdapat masukan data
statis dan data dinamis.

Gambar 7.3
Contoh data statis dan data dinamis
Berdasarkan sifatnya, data dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
data kuantitatif, data dengan hitungan bilangan, misalnya 5 ekor, Rp 1000, satu
juta, 25%, 10 digit, dan sebagainya. Data kualitatif, data yang tidak
dihitung dengan hitungan bilangan, tetapi diukur dengan kata-kata bernilai,
misalnya banyak, kecil, sedikit, rendah, manis, cantik, mahal, tinggi,
panjang, berat, dan sebaqalnva. Berdasarkan sumbernya maka data
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) data internal dan (2) data eksternal.
Data internal ada lah data yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri,
yaitu organisasi pusat dan cabang-cabangnya. Data eksternal adalah data yang
berasal dari sumber-sumber yang berada diluar organisasi itu sendiri.
Berdasarkan isinya maka baik data internal maupun data eksternal dapat
dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) catatan kegiatan, (2) hasil
penelitian, (3) data lingkungan, dan (4) data peraturan. Pengelompokkan
tersebut dapat diilustrasikan sebagaimana gambar 4 berikut.

Gambar 7.4
Pengelompokkan data
Pada dasarnya data adalah bahan mentah yang harus ditangani dan
ditempatkan dalam hubungannya yang berarti sebelum data tersebut
menjadi berguna bagi penerima. Untuk menyusun data mendatangkan hasil
yang berarti, beberapa kombinasi operasi dasar dasar, harus dilaksanakan.
Sepuluh operasi dasar yang menghasilkan keluaran penting dapat dilihat
dalam setiap sistem informasi. Peran operasi-operasi data dalam sistem
informasi sama dengan peran mesin-mesin sederhana yang digambarkan oleh
ilmuwan eksakta. Seperti halnya semua mesin yang lebih besar dan lebih
kompleks yang tersusun beberapa kombinasi operasi data yang sederhana.
Kesepuluh operasi data tersebut adalah :
1) Capturing, yaitu pencatatan data dari suatu peristlwa atau kejadian
dalam suatu bentuk, yaitu formulir-formulir kepegawaian, pesanan-pesanan
pembelian, dan sebagainya.
2) Verifying, yaitu pemeriksaan, pengecekan atau pengesahan data untuk menjamin
agar data tersebut dapat diperoleh dan dicatat secara cermat.
3) Classifying, yaitu menempatkan unsur-unsur data dalam kategori-kategori khusus
yang memberikan arti bagi si pemakai.
4) Penyortiran, yaitu menempatkan unsur-unsur data dalam suatu rangkaian urutan
khusus atau rangkaian yang telah ditentukan sebelumnya.
5) Summarizing, yaitu menggabungkan atau rnengumpulkan unsur-unsur data
dalam salah satu dari dua cara. Misalnya pertama secara matematika
kemudian mengurangi secara logika.
6) Calculating, yaitu penanganan data secara ilmu hitung dan atau logika.
7) Storing, yaitu menempatkan data ke dalam suatu media penyimpanan seperti
kertas, microfilm, dan sebagainya, dimana data dapat dipelihara untuk
pemasukan dan pengambilan kernbali apabila diperlukan.
8) Retrieving, yaitu pencarian sampai ketemu dan mendapatkan tambahan bagi
unsur-unsur data khusus dari media di mana unsur- unsur data tersebut
disimpan.
9) Reproduksi, yaitu memperbanyak data dari satu media ke media yang
lain atau dalam kedudukan yang lain dalam media yang sama.
10) Disseminating-communicating, yaitu penyebaran dan pemindahan data dari
satu tempat ke tempat lain.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang dimaksud informasi disini
adalah yang memiliki makna dan kegunaan. Berguna atau tidaknya suatu
informasi tergantung pada beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh
George R. Terry, yang dikutip oleh Moekijat (1991:7), yaitu:
1) Tujuan si penerima
Apabila informasi itu tujuannya untuk memberi bantuan maka informasi itu
harus membantu si penerima dalam apa yang diusahakannya untuk
memperolehnya.
2) Ketelitian penyampaian dan pengolahan data
Dalam menyampaikan dan mengolah data, inti dan pentingnya informasi harus
dipertahankan
3) Waktu
Apakah informasi itu masih up-to-date ?
4) Ruang atau tempat
Apakah informasi itu tersedia dalam ruang atau tempat yang tepat ?
5) Bentuk
Dapatkah informasi itu digunakan secara efektif ? apakah informasi itu
menunjukkan hubungan-hubungan yang diperlukan, kecenderungan, dan
bidang-bidang yang memperlukan perhatian manajemen ? dan apakah informasi
itu menekankan situasi-situasi yang ada hubungannya ?
6) Semantik
 Apakah hubungan kata-kata dan arti yang diinginkan cukup jelas ?
 Apakah ada kemungkinan salah tafsir ?
 Jelaslah bahwa agar informasi itu menjadi berguna harus disampaikan
kepada orang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam bentuk yang
tepat pula
C. Manajemen
Komponen ketiga yaitu manajemen, yang merupakan proses pengelolaan dari mulai
pengumpulan data; hingga menjadi informasi, termasuk proses pertransferan
informasi kepada yang memerlukan.
Unsur manajemen ini merupakan serangkaian proses pengelolaan seperti
yang diungkapkan oleh George R. Terry (1977:4) bahwa:
Management is a distinct process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated
objectives by the use of human being and other resources (manajemen
adalah suatu proses tertentu yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, dan pengawasan, dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dengan rnenggunakan manusia dan sumber daya lainnya.)
Menurut Prajudi Atmosudirjo (1962: 179) pengertian manajemen dapat
dipandang sebagai :
 orang-orang
 semua orang yang mempunyai fungsi atau kegiatan pokok sebagai pemimpin-
pemimpin kerja.
 Proses
 Adanya kegiatan-kegiatan yang berarah ke bawah, jadi berupa kerja-kerja untuk
mencapai tujuan tertentu.
 Sistem kekuasaan atau sistem kekuasaan atau wewenang supaya orang-orang
menjalankan pekerjaan.
Dalam hubungannya dengan istilah "sistem informasi manajemen”, manajemen
dipandang sebagai orang-orang, yakni semua yang mempunyai fungsi atau
kegiatan pokok sebagai pemimpin-pemimpin kerja. Dengan kata lain, yang
dimaksud dengan manajemen di sini adalah manajer.
Manajer memiliki tugas untuk melaksanakan semua kegiatan yang
dibebankan organisasi padanya. Sebagaimana dalam. Webstrer's New World
Dictionary dijelaskan bahwa: "manager-a person who manage the affairs of
abusness, institution, team, etc." (manajer adalah seseorang yang memimpin
semua hal dari suatu perusahaan, badan atau lembaga, team, dan sebagainya.)
Manajemen dapat pula dipandang sebagai serangkaian proses pengelolaan
yang menggunakan fungsi-fungsi manajemen. Dalam sistem informasi manajemen
berarti proses informasi selalu memerlukan penerapan fungsi-fungsi manajemen dari mulai
perencanaan, pengumpulan data, pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan,
sampai dengan penyebaran informasi. Dengan demikian penerapan manajemen sebagai
proses terhadap sistem informasi manajemen adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen,
yaitu perencanaan, penggorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan yang dilakukan
dalam setiap kegiatan informasi manajemen.
Manajemen dipandang sebagai proses yang mengacu pada efisiensi dan efektifitas
proses kegiatan. Sehingga manajemen sebagai proses adalah proses pemanfaatan
semua sumber yang ada, yang meliputi manusia, uang, material, dan metode
proses kerja. Seperti yang dikemukakan oleh Sarwoto (1977:134) bahwa:
Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang dengan menggunakan unsur-unsur
'man', 'money,' 'material,' dan method (4 M) secara efisien mencapai sesuatu
tujuan tertentu.
Manajemen dipandang sebagai sistem kekuasaan mengandung pengertian
bahwa dalam manajemen terdapatnya pembagian tugas dan wewenang, terjadi
proses pengaturan kerja. Seperti yang dikemukakan oleh Moekijat (1991:6)
bahwa : ”... manajer tidak melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan yang bersifat
operasional, melainkan mengatur tindakan-tindakan pelaksanaan oleh sekelompok orang
yang disebut bawahan.”
Dalam sistem inforrnasi manajemen, seorang pemimpin tidak akan mampu
bekerja tanpa dibantu oleh bawahannya. Karena SIM tidak menerima data dari
atasan atau dari satu bagian saja dalam organisasi, tetapi dari semua bagian.
Sehingga diperlukan bawahan secara spesifik menangani data dan informasi yang
diterima dari bagian-bagian yang lain.
Dengan demikian terjadilah pernbagian tugas oleh pimpinan kepada bawahannya
untuk mencapai tujuan organisasi.
1. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Pada dasarnya ada dua pihak utama yang terlibat langsung dalam upaya
mengembangkan suatu sistern informasi untuk manajemen suatu organisasi, yaitu
analisis sistem dan manajer. Orang yang merencanakan sistem informasi untuk
manajemen, mengkaji unjuk kerjanya, merancang perbaikannya dalam suatu sistem
biasanya dikatakan sebagai seorang analisi sistern. Karena itu ia tidak hanya perlu
mengenal medan sistem dimana informasi hendak dikembangkan, tetapi terutama
ia harus menguasai seluk beluk dari informasi itu sendiri. Hal-hal mengenai
karakter berbagai jenis dan bentuk dari informasi itu sendiri. Hal-hal mengenai
berbagai jenis dan bentuk data; berbagai model, teknik, metode, dan pendekatan
pengolahan data; dan wujud-wujud hasil olahan yang bisa dibuat, kesemua hal itu
harus dikuasainya. Namun demikian fungsi analis sistem yang intinya merancang
sistem informasi untuk mengoptimalkan keterhubungan orang-orang, material,
mesin, dan uang nampak layaknya seorang manajer. Maka dalam kaitan ini seorang
manajer dapat dipandang sebagai seorang operator sistem yang menentukan
perincian kritis sistem informasi yang dibutuhkan dan karenanya ia pun dapat
sebagai analis sistem (Bocchino: 1972). Dengan demikian bagi kalangan organisasi
pendidikan pada lingkup yang relatif kecil (sekolah) sebaiknya para kepala sekolah
berperan sebagai manajer dan sekaligus sebagai analis sistem. Untuk itu
rnereka dituntut untuk mengenal dan menguasai dasar-dasar konsepsional
dan praktik keinformasian yang cocok untuk diterapkan di lingkungan kerjanya.
Adapun langkah-langkah dasar yang dapat ditempuh dalam mengembangkan sistem
informasi meliputi :
 Studi fisibilitas
 Menentukan persyaratan system
 Merancang dan menerapkan sistem y a n g perangkatnya terdiri dari atas
basis data (data base), persiapan fisik, langkah-Iangkah kerja dan solusi
program.
 Perubahan keorganisasian
 Pengetesan solusi
 Konservasi
 Manajemen proyek
Dalam kaitan inilah proses pengembangan system informasi manajemen
memungkinkan mencapai " taraf kualitas yang memadai. Hanya saja kunci utamanya
tetap pada unsur manusia yang terlibat didalamnya.
Karena itu untuk mewujudkan keterpaduan sistem yang utuh dalam
pengembangan sistem informasi nasional pendidikan sangat dituntut kemelekan
para manajer di setiap tingkatan terhadap dasar-dasar pengelolaan informasi pendidikan
yang diotomatisasikan. Setidaknya mereka tidak hanya menyadari dan memberikan
dorongan bagi operasi system secara konsisten berdasarkan prinsip-prinsip dan
ketentuan organisasi, tetapi mereka mesti secara nyata memenuhi pelaksanaan
operasi itu sendiri. Jadi bila seorang guru atau kepala sekolah harus
menyampaikan laporan, maka ia harus melaksanakannya dengan cara, metri
waktu, dan format yang diminta serta memenuhi kriteria objektivitas. Dengan
demikian ia bukanlah saja menjalankan sebagian dari tugasnya, tetapi lebih jauh
telah berkonsentrasi sebagai mana bagi kemungkinan sistem informasi yang
mencakupi wilayah kerjanya sebagaimana mestinya.
Cara, materi, waktu, format, dan objektivitas merupakan faktor esensial
bagi pengelolaan basis data pada suatu sistem informasi. Dengan demikian basis
data harus dikendalikan secara sentral. Maksudnya agar ada keterkaitan logis
antara berbagai jenis data· dalam suatu data sehingga keterpaduan basis data
dapat terjadi.
Dalam kaitannya dengan pengembangan database management pemahaman
terhadap suatu sistem untuk menggunakan basis data sanqat diperlukan. Sistem
termaksud rnerupakan suatu rangkaian peraturan atau metode yang memungkinkan
pemberian definisi, penciptaan, perubahan, pembacaan, pemeliharaan, dan
perlindungan basis data. Dengan kata lain terdapat sistem pengelolaan basis data
(SPBD) yang terpusat dalam suatu sistem informasi.
Proses pengembangan SPBD yang menggunakan komputer elektronik
berbeda dengan tidak menggunakan. Tetapi perbedaannya bukan terletak pada
informasi yang dihasilkan. Sebab rancangan system informasi, baik yang
menggunakan komputer elektronik ataupun tidak, tetap harus berorientasi pada
pemakai. Artinya harus menghasilkan informasi menurut kebutuhan pemakai, bukan
disesuaikan dengan perangkat yang digunakan. Akan tetapi perbedaan pokoknya
bertolak dari peranan pelaku pengolahan data. Di satu pihak semuanya dilakukan oleh
orang-orang melalui catatan-catatan yang pada umumnya memakai kertas dan di pihak
lain sebagian besar dilakukan mesin komputer. Melalui catatan berupa pulsa listrik
yang dalam penambahan, perubahan, penghapusannya dengan cara mengetik
permintaannya pada sebuah display (Iayar pengamat). Maka dari itu perbedaan
akan lebih banyak pada langkah-Iangkah rinci yang ada pada langkah dasar
pengembangan sistem. Perbedaan pokok tersebut berkaitan dengan upaya
untuk pemasukan dan pengambilan data pada basis data.
Dengan demikian tiap tingkat manajemen dapat membangun SPBDnya sendiri
yang disesuaikan dengan kebutuhan SPBD manajemen diatasnya, jadi sekolah
sebagai manajemen terbawah dari organisasi nasional pendidikan sangat dituntut
untuk memiliki sistern basis data yang menunjang komputerisasi SPBD Kandepdikbud
kecamatan untuk SD, maupun perangkat keras untuk otomatisasi SPBD belum
tersedia di sekolah.
2. Proses Pengelolaan Data Dalam Sistem Informasi Manajemen
Proses kerja suatu sistem inforrnasl' manajemen merupakan suatu alur proses
yang kontinu dari rnulai perencanaan sampai dengan umpan balik. Alur ini dimulai
dengan rencana dari standar, yang menyangkut pencapaian tujuan tertentu. Yang
kemudian ditentukan standar tujuaitu dan dilakukanlah proses masukan data,
kemudian dilanjutkan dengan proses pengolahan data. Hasil pengolahan itu
dijadikan umpan balik terhadap perencanaan standar. Bila memenuhi rencana dan
standar, maka dilanjutkan dengan penyampaian hasil pada manajemen untuk menggerakkan
organisasi. Selain sebagai umpan balik untuk mengevaluasi proses kerja SIM, yang
kemudian akan bergerak lagi sesuai dengan kebutuhan.
Burt Scanlan dan J. Bernard Keys yang dikutip Moekijat (1991:42),
menggambarkan bagaimana proses kerja suatu sistem informasi manajemen.
Alur yang tergambar dalam anatomi sistem informasi manajemen diatas
merupakan salah satu kriteria efektifitas suatu SIM. Untuk mengetahui kriteria
efektifitas suatu SIM, Moekijat (1991:41) telah mengemukakan bahwa : Untuk
menentukan jaringan yang efektif bagi suatu sistem informasi manajemen telah
disarankan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
 data atau informasi apakah yang dibutuhkan ?
 bilamana data atau informasi itu dibutuhkan ?
 siapa yang membutuhkan ?
 dimana data atau informasi itu dibutuhkan ?
 dalam bentuk apa informasi itu dibutuhkan ?
 berapa biaya data atau informasi itu ?
 prioritas apa yang akan diberikan oleh bermacam-macam data ?
 Mekanisme apakah yang akan digunakan untuk menyortir informasi,
menyusunnya, menggunakannya menjadi bentuk yang berarti, dan
menyampaikan informasi yang telah dipersatukannya kepada pengambil keputusan
untuk mengambil tindakan ?
 bagaiamana pengaturan kontrol umpan batik akan disediakan
manajemen?
 mekanisme apakah yang akan ditentukan untuk dapat terus-menerus menilai
dan memperbaiki sistem informasi manajemen ?
Pendapat Moekijat diatas telah cukup untuik memahami bagaimana batasan-
batasan sistem informasi manajemen yang efektif. Bahwa SIM itu bisa dikatakan
efektif bila data atau informasi itu terdapat kesesuaian antara yang memerlukan
dengan yang menyiapkan tepat waktu, pemberi data atau informasi memahami
orang atau bagian yang membutuhkan data, seperti sikap dan emosinya,
informasi diberikan sesuai dengan situasi tempat diterimanya informasi atau
data, bentuk informasi dapat diterima oleh yang memerlukan, informasi mengalir
secara kontinu menurut urutan prioritas data atau informasi yang dibutuhkan, data
atau informasi diolah dengan mekanisme yang cepat dan tepat, umpan balik yang
mengalir ke bagian perencanaan sehingga perbaikan dapat berkelanjutan,
mekanisme kerja diperbaiki secara kontinu sesuai dengan umpan balik.
Sistem informasi manajemen berdasarkan konsepnya dalam pembahasan
terdahulu bisa dipandang sebagai pemprosesan data. Karena inti dari SIM adalah
data dan informasi yang dikumpulkan, diolah, dan disebar ke setiap yang
memerlukan. Dengan demikian pemprosesan data ini menjadi sangat penting. Karena
penerima informasi, seperti para pimpinan tidak mungkin dapat rnembuat
keputusan dengan cepat dan tepat, bila yang diterimanva sebagai bahan
pembuatan keputusan itu berupa data yang terkumpul yang belum diproses dengan
baik.
Pemprosesan data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pemprosesan data yang dilakukan oleh para kepala sekolah dasar yang meliputi
bidang administrasi umum, supervisi, administrasi personil, administrasi murid,
administrasi kurikulum, adminmistrasi sarana dan prasarana sekolah, administrasi
keuangan dan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat (hubsekmas). Untuk
itu di bawah ini penulis akan menyajikan bahasan secara teoritis tentang
pemrosesan data, yang meliputi :
a. pengumpulan data
b. Pengolahan data
c. penyimpanan data
d. pengeluaran data
Lebih jelasnya, di bawah ini penulis akan memaparkan langkah-langkah
pemrosesan langkah-Ianglah data.
a. Pengumpulan data
Seperti yang telah dikemukakan oleh Gordon B. Davis, informasi adalah data
yang telah diolah dan yang penting artinya untuk pengambilan keputusan. Jadi untuk
memperoleh informasi, tindakan pertama adalah mengumpulkan data untuk diolah
menjadi informasi. Untuk pengumpulan data ini, dapat dipergunakan beberapa metode,
diantaranya :
1) Melalui pengamatan secara langsung
Dalam hal ini pengamat sendiri yang langsung mengamati ke objek yang
telah ditentukan. Sehingga dengan metode ini data-data dapat dikumpulkan
dengan cermat, karena pengamat sendiri yang mengumpulkannya. Efektivitas
metode ini berkurang ketika organisasi menjadi besar dan luas, sehingga
data yang harus dikumpulkan menjadi lebih kompleks dan banyak, waktu
yang dibutuhkan menjadi lebih lama.
Sehingga untuk mengimbanginya diperlukan petugas khusus yang lebih
banyak. Dengan demikian efesiensipun menjadi berkurang. Bila personil tidak
seimbang dengan data yang harus dikumpulkan, maka efektivitas mencapai
tujuan pun kurang sempurna.
Untuk metode ini sangat efektif bila data yang harus dikumpulkan sedikit, dan
wilayah organisasi yang harus dikunjungi pengamat memungkinkan untuk dicapai
dengan cepat. Sehingga data yang diperlukan lebih cermat, seperti yang dikemukakan
oleh Moekijat (1991: 12) bahwa, : "keuntungan metode ini adalah bahwa data-data
yang dikumpulkan akan lebih cermat karena pengamat sendiri yang mengumpulkan.”
2) Melalui wawancara
Salah satu cara untuk menanggulangi banyaknya bagian yang harus diamati adalah
dengan wawancara, yang dapat diwakilkan pada orang lain. Makin luas dan banyaknya
bagian dalam organisasi, akan makin banyak personil yang disiapkan untuk menjadi
pewawancara. Namun demikian ketelitian dalam wawancara akan tergantung pada
pewawancara, sehinggga hasilnya sedikit banyak akan terpengaruhi
wawancara.
Keuntungan metode ini ialah pengamatan dapat dilakukan ke daerah yang luas,
tetapi terdapat kekurangannya, yaitu pada daerah yang luas pelaksana wawancara
memerlukan orang lain, sehingga hasilnya memungkinkan dipengaruhi oleh yang
mewawancarai. Seperti yang dikemukakan oleh Moekijat (1991:13), bahwa: "...
pengamatan dengan wawancara dapat dilakukan dalam daerah yang Iuas dan atas
dasar prinsip angka yang banyak, hasilnya akan lebih cermat. Tapi meskipun
data dikumpulkan oleh wakil-wakilnya secara pribadi, tetapi apabila mereka mempunyai
pendapat yang kabur, maka fakta-fakta yang dikumpulkan ada kemungkinan tidak
teliti. Maka dalam menentukan wakil untuk pewawancara harus dipahamkan dalam
masalah yang terkandung dalam wawancara."
3) Melalui perkiraan koresponden (pembawa berita)
Dalam hal ini koresponden diminta untuk memberikan informasi yang
diperlukan kepada pengamat. Angka-angka yang diberikan mereka mungkin hanya
merupakan perkiraan-perkiraan.
Keuntungan metode ini sangat murah dan meliput daerah yang luas.
Kerugiannya adalah bahwa data yang dikumpulkan sering kurang teliti.
4) Melalui daftar pertanyaan
Metode ini akan lebih efisien dibandingkan dengan wawancara, karena
melalui daftar pertanyaan ini proses pengumpulan data tidak memerlukan
pewawancara. Daftar pertanyaan dapat disebar langsung kepada pembawa data,
sehingga memungkinkan lebih cepat. Tetapi hal inipun ada kekurangannya, yaitu
bila pemberi data tidak mengembalikan daftar yang telah diisinya atau tidak
mengisi semua pertanyaan yang diajukan. Untuk mengatasinya maka pertanyaan-
pertanyaan harus dibuat sesederhana mungkin, mudah dimengerti dan tidak perlu
diberi penjelasan.
b. Pengolahan Data
Pengelahan data adalah sesuatu proses kegiatan pikiran dengan bantuan
tangan atau suatu peralatan dengan mengikuti serangkaian langkah-Iangkah
perumusan atau pola tertentu, untuk mengubah data tertentu menjadi berbentuk,
tersusun, sifat atau isinya lebih berguna.
Dalam ensiklopedi administrasi (1989: 109), dinyatakan bahwa : Data
processing diterjemahkan sebagai pemrosesan keterangan. Dan berarti
serangkaian aktivitas dalam bidang tatausaha yang mencatat, mengolah,
mengirim atau menyimpan keterangan-keterangan yang diperlukan oleh
suatu organisasi secara cepat cermat dan tepat. Serangkaian aktivitas dalarn
proses pengolahan data ini, menurut Burch dan Strater (1974:26-27) adalah :
1) Capturing
Menunjukkan pencatatan data dari suatu peristiwa dalam suatu bentuk,
yaitu berupa formulir-formulir.
2) Verifying (pemeriksaan)
Menunjukkan pengecekan atau pengesahan data untuk rnenjarnin agar data
tersebut dapat diperoleh dan dicatat secara cermat.
3) Classifying (penggolongan)
Menempatkan unsur-unsur data dalam kategori khusus yang memberikan arti
bagi si pemakai.
4) Penyusunan atau Penyortiran
Menempatkan unsur-unsur data dalam suatu rangkaian urutan khusus
atau rangkaian yang telah ditentukan sebelumnya.
5) Summarizing (peringkasan)
Menggabungkan atau mengumpulkan unsur-unsur data secara matematik,
kemudian dengan pengurangan secara logika.
6) Calculating (penghitungan)
Pengolahan data dengan menggunakan alat dan ilmu hitung atau logika.
7) Storing (penyimpanan)
Menempatkan data ke dalam suatu media penyimpanan seperti kertas, mikrofilm,
dan sebagainya. Bisa dikatakan sebagai suatu proses pengarsipan.
8) Retreiving (pengambilan kembali)
Merupakan proses pengambilan kembali data ketika diperlukan.
9) Reproduksi
Kegiatan memperbanyak data dari suatu media ke media yang lain dalam
media yang sama.
10) Disseminating - Communicating (penyebaran-pengkomunikasian)
Pemindahan data dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Dalam melakukan pengolahan data sebagaimana diungkapkan di atas maka
diperlukan metode yang cocok atau sesuai dengan kebutuhan pengolahan data. Untuk
itu Burch dan Strater (1974:27), mengungkapkan empat metode pengolahan data
yaitu:
 Manual
 Elektromechanical
 Punched card Equipment
 Elektronic Computer.
Penjelasan metode-metode di atas adalah sebagai berikut.
1) Metode manual
Dalam metode ini, semua operasi data dilakukan dengan tangan dan bantuan
penting seperti pensil, kertas, dan mistar hitung.
2) Metode elektromechanical
Metode ini sesungguhnya merupakan gabungan dari orang dan mesin. Misalnya
seorang kepala sekolah yang bekerja dengan menggunakan mesin catat kolom
(posting machine).
3) Metode Punch Card Equipment
Dalam metode ini, menggunakan semua alat yang dipergunakan dalam apa
yang kadang-kadang disebut sebagai suatu sistem warkat unit. Prinsip
warkat unit ini adalah bahwa data mengenai seseorang, suatu objek, atau
suatu peristiwa biasanya dicatat (punched) dalam suatu kartu. Sejumlah
kartu mengandung data tentang subjek yang sama (misalnya daftar gaji dan
inventaris) digabungkan bersarna untuk membentuk suatu file.
4) Metode Elektronik Komputer
Metode ini menggunakan komputer dalam mengolah datanya. Komputer disini
berarti suatu susunan dari alat-alat rnasukan, suatu sistem unit pengolahan
pusat dan alat-alat keluaran.
c. Penyimpanan Data
Penyimpanan data termasuk di dalamnya pengarsipan. Tujuan penyimpanan atau
pengarsipan ini adalah :
 Sewaktu-waktu diperlukan bagi pemacahan persoalan dapat dengan
mudah diambil.
 Menjaga dan memelihara fisik arsip atau dokumen agar terlindung dari
kemngkinan rusak, terbakar atau hilang.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Burch dan Strater yang dikutip
Moekijat (1986:23), bahwa: "penempatan data ke dalam media penyimpanan seperti
kertas, mikrofilm. Agar data dapat dipelihara untuk pemasukan dan pengambilan
kembali bila diperlukan".
Data atau informasi yang harus tersimpan dalam SIM meliputi beberapa
macam. Gordon B. Davis (1992:2) mengetengahkan empat informasi yang digambarkan
piramida seperti di bawah ini:

Gambar 7. 5
Hierarki Sistem Informasi Manajemen
Sumber : Gordon B. Davis (1992 : 2)
1. Lapisan dasar adalah informasi untuk transaksi.
2. Lapisan kedua terdiri dari sumber-sumber inforrnasl yang menunjang operasi-
operasi manajemen sehari-hari.
3. Lapisan ketiga adalah sumber-sumber informasi untuk menunjang perencanaan
taktis dan pernbuatan keputusan bagi kontrol manajemen.
4. Lapisan keempat sumber-sumber informasi yang menunjang perencanaan dan
pembuatan "policy" pada tingkat rnanajemen yang lebih tinggi.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa informasi harus disimpan
terdiri dari empat macam sesuai dengan fungsinya, yaitu keperluan informasi
untuk proses transaksi, informasi untuk manajemen sehari-hari, informasi untuk
perencanaan dan kontrol manajemen pada tingkat bagian dan informasi untuk
perencanaan dan pembuatan "policy" pada tingkat rnanajemen yang lebih tinggi.
d. Pengeluaran Data
Yang dimaksud dengan pengeluaran data atau informasi disini adalah
memindahkan data atau informasi dari bagian Sistem Informasi Manajemen ke
bagian yang memerlukan, terutama pada pembuatan kebijakan. Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Moekijat (1986:22) bahwa," pengeluaran data atau
informasi adalah operasi memindahkan data dari suatu tempat yang satu ke tempat
yang lain".
Data informasi yang dikeluarkan, disesuaikan dengan kebutuhan.

Pengeluaran data ini adalah bukan hanya pengeluaran dari komputer dari alat-alat
pengolahan data atau informasi, tetapi dari bagian pengelolaan SIM/bank data dan informasi
pada bagian lain atau pada pembuat kebijakan.
D. Studi Kasus
Membangun basis data dalam sistem informasi pendidikan nasional dewasa
ini sangat memperhatikan data persekolahan. Untuk tercapainya keterpaduan
menyeluruh maka telah ditetapkan jenis data harus dikirimkan dan untuk itu telah
disiapkan format khusus. Demikian pula agar terkendalinya arus data, prosedur, dan
waktu pengumpulan data telah ditetapkan. Ketetapan-ketetapan tersebut dibuat secara
tersentralisasi. Untuk sekolah dasar, jenis data yang harus dicatat meliputi :
 Nomor Statistik Sekolah (NSS)
 Identitas yang mencakup nama, alamat, status, tahun pendirian, dan waktu
penyelenggaraan sekolah.
 Murid dan kelas yang mengikuti UN/UAS tahun ajaran yang lalu, pengiriman
murid tingkat satu, murid baru tingkat satu menurut umur, tingkat dan jenis
kelamin, murid menurut agama, murid mengulang, dan kelas menurut tingkat.
 Kepala Sekolah, guru, dan pegawai lainnya menurut status Kepegawaian, jenis
kelamin, jenis kelamin, ijazah tertinggi, jabatan/penugasan
 Ruang belajar yang meliputi status pemilikan dan kondisi.
Adapun mekanisme pengumpulannya tergambarkan pada gambar 7.6 berikut.

Gambar 7. 6
Mekanisme Pengumpulan Data Sekolah Dasar

Untuk sekolah menengah, jenis data hams dicatat meliputi :


1) Nomor Statistik Sekolah (NSS)
2) Identitas sekolah, SK Status sekolah, kurikulum, waktu penyelenggaraan, dan
tempat penyelenggaraan praktik.
3) Identitas penyelenggaraan sekolah swasta mencakup nama
Yayasan/penyelenggara, alamat, dan akte pendirian.
4) Kelas dan murid yang mencakup penerimaan murid baru tingkat 1 menurut
asal sekolah, banyak kelas dan murid menurut program
studi/jurusan/tingkat, murid mengulang menurut tingkat, mmurid menurut
agama dan tingkat, murid menurut tingkat dan tahun kelahiran, murid
putus sekolah selama tahun ajaran.
5) UAS/ UN tahun ..... : kewenangan menyelenggarakan UN, SK Diknas untuk
kewenangan. Lulusan menurut jenis kelamin, dan rata-rata nilai tiap lulusan
menurut jurusan.
6) Pegawai yang meliputi guru termasuk Kepala Sekolah, tenaga bukan guru yang
tidak merangkap sebagai guru tetap dan tidak tetap.
7) Fasilitas meliputi banyak ruang menurut status kepemilikan, keadaan dan
luasnya, luas tanah/persil yang dikuasai sekolah menurut status
kepemilikan dan pengurusan, rata-rata biaya pemakaian tiap bulan dari
listrik, telepon, air ledeng dan gas, banyak perlengkapan sekolah.
Adapun mekanisme penyebaran blanko dan pengembalian isian data untuk
sekolah menengah tergambarkan dalam bagan berikut :

Gambar 7.7
Mekanisme Penyebaran Format dan Pempulan Data Sekolah Menengah

E. Rangkuman
Sistem Informasi Manajemen merupakan keseluruhan jaringan inforrnasi
yang ditujukan kepada pembuatan keterangan-keterangan bagi para manajer dan
para pengguna lainnya yang berfungsi untuk pengambilan keputusan atau
kebutuhan lain dalam cakupan organisasi ataupun perorangan. Informasi itu
sendiri, merupakan data yang telah diolah, dianalisis melalui suatu cara sehingga
memiliki arti dan makna (worth). Sedangkan data adalah fakta, atau fenomena
yang belum dianalisis, seperti jumlah, angka, nama, lambang yang
menggambarkan suatu objek, ide, kondisi ataupun situasi.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam SIM adalah : l) Perlu
diidentifikasi jenis informasi yang dibutuhkan; 2) Perlu ditentukan sumber data dan
inforrnasi yang dibutuhkan; 3) Perlu ditentukan siapa yang membutuhkan informasi
dan kapan; 4) Perlu dikomunikasikan informasi itu secara tepat, terpercaya
kepada para pengguna.
Ada beberapa persyaratan agar informasi yang dibutuhkan itu dapat
berfungsi, bermanfaat bagi para pengambil keputusan dan pengguna lainnya, yaitu
: 1) uniformity; 2) lengkap: 3) jelas; dan 4) tepat waktu.
Konsep sistem informasi manajemen memiliki beberapa karakteristik : 1) dalam
suatu organisasi terdapat satu bagian khusus sebagai pengelola SIM; 2) SIM
merupakan jalinan lalu lintas data dan informasi dari setiap bag ian di dalam
organisasi yang terpusat di bagian SIM; 3) SIM rnerupakan jalinan hubungan antar
bagian dalam organisasi melalui satu bagian SIM; 4) SIM merupakan segenap
proses yang mencakup : a) Pengumpulan data; b) Pengolahan data; c) penyirnpanan
data; d) Pengambilan data dan e) Penyebaran informasi dengan cepat dan tepat. 5)
SIM bertujuan agar para pelaksana dapat rnelaksanakan tugas dengan baik dan
benar serta pimpinan dapat membuat keputusan dengan cepat dan tepat.
F. Latihan
1. Jelaskan komponen-komponen dalam pengembangan system informasi manajemen
! (skor 3)
2. Jelaskan perbedaan antara fakta, data dan informasi dan berilah contoh masing-
masing istilah tersebut! (skor 3)
3. Gambarkanlah kaitan antara fakta, data dan informasi dalam sebuah bagan! (skor 4)
4. Jelaskan perbedaan antara data statis dan data dinamis, berikan contohnya! (skor 4)
5. Bagaimana prosedur/sekuensial dari proses pengubahan data rnenjadi informasi ?
(skor 4)
6. Jelaskan syarat-syarat sistem informasi yang efektif! (skor 4)
7. Mengapa sebuah organisasi pendidikan perlu ditunjang oleh sistem
informasi yang baik? (skor 3)
8. Jelaskan 5 karakteristik sistem intormast ! (skor 5)
9. Proses capturing dan classifying dalam operasi data dalam sistem
informasi menunjukkan pada bag ian apa saja, berikan contohnya! (Skor 5)
10. Bagaimana prosedur penyampaian data dari tingkat mikro (sekolah)
samapai pada tingkat rnakro (nasional), beri penjelasan diseertai bagan
arusnya! (skor 5).
G. Daftar Pustaka
Raymond McLeod, (2001), Management Information System, 8th Edition,
Prentice Hall International
Kenneth C. Laudon & Jane P. Laudon, (1998), Management Information
System Organization and Technology, 4th Edition, Prentice Hall
International
Turban, McLean & Wetherbe, (2001), Information Technology for
Management Making Connections for Strategic Advantage, 2nd
Edition, John Wiley & Sons
Jeffrey L. Whitten, Lonnie D. Bentley, Kevin C. Dittman, (2000), Systems
Analysis and Design Methods, 5th Edition, McGraw Hill International
Bochino. William A, (1972), Management Information Sistems
Tools and Techniques, New Jersey, Prentice-Hall Inc. CIiffs.
Davis, Gordon B., (1974), Management Information Sistem Conceptual
Foundation, Structure, and Development, Tokyo, McGraw-Hill,
Kogakusha Ltd.
Depdikbud RI., (1988), Pedoman Umum Penyelenggaraan Administrasi
Sekolah Menengah, Jakarta
Dikmenum, (1999), Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta, Depdikbud RI
Gatot PFabantoro, (2003), Sistem Informasi Manajemen Berbasis
Komputer, Kelompok Studi Terapan Sains Manajemen MAXIM@X,
Hussain, K.M., (1977), Management Information Sistem for Higher
Education. France, OECD.
Moekijat, (1991), Pengantar Sistem Informasi Manajemen, Bandung, Remaja Rosda
Karya.
Mintorogo, Sedarmayanti, (1992), Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Manajemen
Perkantoran, Bandung, Ilham Jaya.
Muhammady, Cs., (1989), Penyusunan dan Pengolahan Laporan (Bahan
Pelatihan Perencanaan Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan),
Jakarta, Biro Perencanaan Depdikbud RI.
Muridck, Robert G., Cs., (1984), lnformations Sistems for Modern Management,
N.J. Prentice-Hall inc.
Sanders, Donald H., (1973), Computers in Society an lntroduction to
Information Processing, USA, Mc. Graw-Hill, Inc.
Suhardan, Dadang, (1982), Administresi Kantor sekotah, Jurusan Adpen
FIP IKIP Bandung.
Sutisna, Oteng, (1990), Filsafat dan Ilmu Dalam Pendidikan, Mimbar
Pendidikan (nomor 4-IX), University Press IKIP Bandung
Westra, Pariata, Dkk, (1977), Ensiklopedi Administrasi, Jakarta Gunung
Agung.
Zulklfli Amsyah., (1997), Manajemen Sistem Information Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
BAB 8
MANAJEMEN IMPLEMENTASI KURIKULUM
Oleh

Drs. Asep Sudarsyah, M.Pd


.Dr. Diding Nurdin, M.Pd.
A. Pendahuluan
Tujuan pendidikan Nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan
dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Sebagai implikasi dari nilai-
nilai filsafat pancasila yang dianut bangsa Indonesia, dicerminkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU no. 20 tahun 2003, yaitu:
Pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Pasal 2 dan 3).
Menurut Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan Kurikulum. Calhoun, Light, dan
Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu: (1) mengajar
keterampilan, (2) mentrasmisikan budaya, (3) mendorong adaptasi lingkungan, (4)
membentuk kedisiplinan, (5) mendorong bekerja berkelompok, (6) meningkatkan perilaku
etik, dan (7) memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komperhensif
mengenai apa yang seharusnya dicapai. Herbert Spencer dalam Nasution
(1982) mengungkapkan lima kajian sebagai sumber dalam merumuskan tujuan
pendidikan, yaitu:
1. Self-Preservation, yaitu individu harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya
dengan sehat, mencegah panyakit, hidup secara teratur.
2. Securing the necssitties of life, yaitu individu yang harus sanggup mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dengan m elakukan suatu pekerjaan.
3. Reaning of family, yaitu individu harus mampu menjadi ibu atau bapak yang
sanggup bertanggungjawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.
4. Enjoying proper social and political relationships, yaitu individu harus
sanggup memanfaatkan waktu senggangnya dengan memilih kegiatan-
kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan kegairahan
hidup.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan
kurikulum di dalam pendidikan perkembangan kehidupan peserta didik, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang
kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya dipergunakan bagi para
penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga
sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para guru, kepala
sekolah, pengawas pendidikan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-
tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam
melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum disetiap jenis dan jenjang
pendidikan/persekolahan. Dengan posisinya yang penting tersebut, maka dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan sehingga dapat
memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara efektif dan
efisien.
Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum,
yaitu: philosophy and the nature of knowledge society and culture, the individual,
and learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut; maka
dibuat model yang disebut "an ccletic model of the curriculum and its foundation.”
Suatu bangunan kurikulum memilki empat komponen, yaitu komponen tujuan (aims,
goals, objectives), isi, materi (contents, proses pembelajaran (learning process), dan
komponen evaluasi (evaluation), maka agar setiap komponen bisa menjalankan
fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan
(foundation), yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, rnasyarakat dan
kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar (psikologis). Tyler
(1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang
melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu: "Use of philosophy, studies
of learners, suggestion from subject specialist, studies of contemporary life, dan Use
of psychology of learning".
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan pokok dalam
pengembangan kurikulum dikelompokkan ke dalam empat jenis yaitu : landasan fisolofis,
landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek).
B. Konsep Dasar
1. Pengertian Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum
yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan
ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam pelaksanaannya manajemen kurikulum harus
dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karena itu, otonomi yang diberikan pada
lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan
memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian dalam visi dan misi lembaga
pendidikan atau sekolah tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang telah
ditetapkan.
Hubungan sekolah dengan masyarakat perlu dikelola secara produktif agar
masyarakat merasa memiliki sekolah. Sehingga terbentuk sinerjik antara sekolah
dengan masyarakat untuk mewujudkan program-program sekolah. Dengan demikian
keterlibatkan masyarakat dalam manajemen kurikulum dimaksudkan agar dapat
memahami, membantu, dan mengontrol implementasi kurikulum, sehingga lembaga
pendidikan atau sekolah selain dituntut kooperatif juga mampu mandiri dalam
mengidentifikasi kebutuhan kurikulum, mendesain kurikulum, menentukan prioritas
kurikulum, melaksanakan pembelajaran, kurikulum, mengendalikan serta melaporkan
sumber dan hasil kurikulum baik kepada masyarakat maupun pada pemerintah.
2. Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum
Ruang lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian kegiatan kurikulum. Pada tingkat sekolah kegiatan kurikulum lebih mengutamakan
untuk merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar
kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang
bersangkutan sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang integritas
dengan peserta didik maupun dengan lingkungan.
3. Prinsip dim Fungsi Manajemen Kurikulum
Prinsip dan fungsi yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen
kurikulum adalah beberapa hal sebagai berikut, yaitu:
 Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek
yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana
agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum
harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
 Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan pada
demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi
yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk
mencapai tujuan kurikulum.
 Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan manajemen
kurikulum perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
 Efektifivitas dan efesiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus
mempertimbangkan efektivitas dan efesiensi untuk m encapai tujuan kurikulum,
sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil yang berguna
dengan biaya, tenaga dan waktu yang relatif singkat.
 Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses
manajemen kurikulum harus dapat memperkuat mengarahkan visi, misi dan
tujuan kurikulum.
Selain prinsip-prinsip tersebut juga perlu mernpertimbangkan kebijaksanaan pemerintah
maupun Departemen Pendidikan Nasional, seperti UUSPN No. 20 tahun 2003, kurikulum
pola nasional, pedoman penyelenggaraan program, kebijaksanaan penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah. kebijaksanaan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), keputusan dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan
lembaga pendidikan atau jenjang/jenis sekolah yang bersangkutan.
Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum untuk
memberikan hasil kurikulum yang lebih efektif, efesien dan optimal dalam
memberdayakan berbagai sumber maupun komponen kurikululum. Ada beberapa
fungsi dari manajemen kurikulum di antaranya :
 meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan
sumber daya maupun komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui
pengelolaan yang terencana dan efektif.
 Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa untuk mencapai hasil
yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat dicapai peserta didik tidak hanya
melalui kegiatan intrakurikuler, tetapi juga perlu melalui kegiatan ekstra dan
kokurikuler yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
 Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum
yang dikelola secara efektif dapat mernberikan kesempatan dan hasil yang
relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
 Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran, dengan pengelolaan kurikulum yang profesional,
efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun aktivitas
siswa dalam belajar.
 Meningkatkan efesiensi dan efektivitas proses be/ajar mengajar, proses
pembelajaran selalu dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desain
yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian
ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan. Di
samping itu, guru maupun siswa selalu terrnotivasi untuk melaksanakan
pernbelajaran yang efektif dan efesien, karena adanya dukungan kondisi positif
yang diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.
 Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan
kurikulum, kurikulum yang dikelola secara professional akan melibatkan
masyarakat khususnya dalam mengisi bahan ajar atau sumber belajar perlu
disesuaikan dengan ciri khas dan kebutuhan pembangunan daerah setempat.
4. Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu system yang memiliki komponen-komponen tertentu.
Komponen-.komponen apa saja yang membentuk kurikulum itu ? bagaimana keterkaitan
antar komponen-komponen itu ? Komponen-komponen kurikulum dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini.
Bagan tersebut menggambarkan bahwa sistem kurikulum terbentu oleh empat
komponen-komponen, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi
pencapaian tujuan dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus
saling berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk system
kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem
kurikulum pun akan terganggu pula.
a. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang ingin diharapkan.
Dalam skala makro rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filasafat atau
system nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu
masyarakat yang dicita-citakan. Misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat
Indonesia adalah pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum
adalah rnernbentuk masayarakat yang pacasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum
berhubungan dengan visi dan misi sekolah serta tujuan-tujuan yang lebih sempit
seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran.
Tujuan pendidikan mempunyai klasifikasi, dari tujuan yang sangat umum sampai
tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian
dianamakan kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat yaitu :
 Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
 Tujuan Istitusional (TI)
 Tujuan Kurikuler (TK)
 Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP).
Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) adalah tujuan yang bersifat paling umum
dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha
pendididkan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat
membentuk rnanusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang
diselenggara oleh lembaga pendidikan formal, informal, maupun non formal.
Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal
sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh
pemerintah dalam bentuk Undang-Undang. Merupakan sumber dan pedoman dalam usaha
penyelenggaraan pendidikan. Secara jelas tujuan Pendidlkan Nasional yang bersumber dari
sistem nilai Pancasila dirurnuskan dalam Undang-Undang No... Tahun, Pasal 3,
bahwa Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman yang bertaqwa kepada Tuhan
'lang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan Instusional (TI) adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan. Dengan kata lain tujuan ini dapat didefinisikan agai kualifikasi yang
harus dirniliki oleh setiap, siswa setelah mereka menempuh atau dapat
meyelesaikan program disuatu lembaga tertentu. Tujuan Institusional merupakan
tujuan antara untuk merncapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi lulusan oleh setiap jenjang pendidikan seperti misalnya standar
kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan jenjang pendidikan tinggi.
Tujuan Kurikuler (TK) adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi
atau mata pelajaran. Oleh sebab itu tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai
kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu
bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler juga pada
dasarnya rnerupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lemabaga pendidikan.
Dengan demikian setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk
mencapai tujuan instusional. Contoh tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi
matematika di SD, Tujuan pembelajaran IPS di SLTP dan lain sebagainya. Dalam
kurikulum yang berpotensi pada pencapaian kompetensi, tujuan kurikuler menggambarkan
standar isi setiap mata pelajaran atau bidang studi yang harus dikuasai siswa pada setiap
satuan pendidikan. Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan instruksional atau sekarang
lebih popular dengan tujuan pembelajaran, merupakan tujuan yang paling khusus.
Tujuan Pembelajaran (TP) merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan
sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari
bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam sekali pertemuan. Karena hanya guru
yang memahami kondisi di lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan
melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah
tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Menurut Bloom, dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives yang terbit pada tahun
1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan tiga
klasifikasi atau domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
b. Komponen Isi/ Materi Pembetajaran
Pada komponen isi kurikulum lebih banyak menitikberatkan pada pengalaman
belajar yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran. lsi
kurikulum hendaknya memuat semua aspek berhubungan dengan aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap perilaku), dan psikomotorik (keterampilan atau skill) yang
terdapat pada isi setiap mata pelajaran yang Clisampaikan dalam kegiatan proses
pembelajaran. lsi kurikulum dan kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mencapai
tujuan dari semua aspek tersebut.
c. Komponen Metode
Komponen metode ini berkaitan dengan strategi yang harus dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan. Metode yang tepat adalah metode yang sesuai dengan materi dan tujuan
kurikulum yang akan dicapai dalam setiap pokok bahasan. Dalam posisi ini guru
hendaknya tidak menerapkan satu metode saja, tetapi guru dapat menerapkan berbagai
metode agar proses pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan dan mencapai sasaran
yang direncanakan. Dengan demikian rencana yang sudah disusun dapat diterapkan secara
optimal.
d. Komponen Evaluasi
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir (Oliva,1988).
Proses tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Merujuk pada pendapat
tersebut, maka dalam konteks pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari pengembangan kurikulum sendiri. Melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah
suatu kurikulum dapat dipertahankan atau tidak; Bagian-bagian mana yang ingin
disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan.
Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang
telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik
dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven adalah
evaluasi sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai formatif.
C. Kasus
Manajemen kurikulum dan pembelajaran diarahkan agar proses pembelajaran sesuai
dengan tujuan yang telah dirumuskan. Guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan
kurikulum agar proses belajar mengajar memiliki makna yang mendalam pada
diri siswa dan guru. Kepala sekolah juga bertanggung jawab dalam membimbing
dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran serta melakukan supervisi
dalam pelaksanaannyakepala sekolah bekerja keras dan bertanggungjawab dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap perbaikan dan pengembangan kurikulum
dan pembelajaran. Untuk ketercapaian program kurikulum dan pembelajaran yang efektif
kepala sekolah bersama guru harus rnenjabarkan kurikulum secara lebih rinci dan
operasional ke dalam program tahunan, catur wulan dan bulanan. Sedangkan
program mingguan atau satuan pelajaran (satpe/), wajib dipahami dan didalami guru
sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar berjalan
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka langkah-langkah dalam
pelaksanaan kurikulum di sekolah perlu diperhatikan. Tahapan pelaksanaan kurikulum di
sekolah melalui empat tahap yaitu : (a) perencanaan, (b) pengorganisasian dan koordinasi,
(c) pelaksanaan, dan (d) pengendalian.
1. Tahap perencanaan. Pada tahap ini perlu dijabarkan menjadi rencana
pembelajaran (RP). Guru rnelakukan persiapan yang kornprehensif sebelum
melakukan proses belajar mengajar di kelas. Pada tahap ini guru melakukan
persiapan dari mulai tujuan pembelajaran, materi yang akan disarnpalkan,
metode yang tepat y'ang akan digunakan, media dan alat yang rnendukunq
proses pembelajaran, buku sumber atau referensi, dan alat evaluasi yang
akan diterapkan. Dalam tahap perencanaan ini pula perlu dipahami hal-
hal sebagai berikut: (a) menjabarkan GBPP menjadi Analisis Mata Pelajaran
(AMP), (b) memiliki kalender akademik, (c) menyusun program tahunan
(Prota), (d) menyusun program catur wulan (Proca), (e) program satuan
pembelajaran (PSP), dan (f) rencana pengajaran (RP). Kegiatan- kegiatan
tersebut merupakan pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, oleh karena itu kepala sekolah perlu memberjkan perhatian,
pembinaan dan bantuan serta memeriksa pekerjaan guru, tersebut.
Kepala sekolah melakukan pemeriksaan secara cermat untuk memberikan
penilaian dan umpan balik apabila ada yang perlu diperbaiki atau
ditambahkan. Dengan cara ini akan memberikan pengaruh dan dampak
bagi guru untuk melakukan persiapan dan perencanaan pembelajaran
dengan baik. Penyusunan perencanaan pembelajaran akan lebih komprehensif
apabila dilakukan bersama beberapa orang guru bidang studi sejenis
dalam MGMP. MGMP perlu mendapat perhatian dari pimpinan sekolah agar
berjalan sesuai dengan tujuan dibentuknya lembaga ini.
2. Tahap Pengorganisasian dan Koordinasi. Pada tahap perencanaan seluruh
aspek yang berkaiatan dengan proses pembelajaran disiapkan secara matang dan
menyeluruh agar pada tahap pengorganisasian dan koordinasi dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pada tahap pengorganisasian dan kordinasi
ini merupakan tahap yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh
kepala sekolah beserta tim yang dibentuk uhtuk rnernudahkan pembagian
tugas sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. Kepala sekolah
berkewajiban untuk engelola dan mengatur penvusunan kalender
akademik, jadwal elajaran, tugas dan kewajiban guru, serta program kegiatan
sekolah. ada tahap ini hal-hal yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah
adalah sebagai berikut.
a. Kalender akademik disusun berdasarkan rencana program kegiatan yang akan
berlangsung di sekolah selama satu tahun ke depan. Penyusunan kalender
akadernik memberikan arah yang jelas tentang berbagai kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh sekolah selama satu tahun ke depan.
Kalender akademik yang disusun berdasarkan kebutuhan dan hasil
pemikiran bersama anatara. Kepala sekolah dan guru akan memberikan
kejelasan dalam merealisasikan program kegiatan sekolah. Kalender
akademik y.ang telah di susun ini disosialisasikan kepada seluruh guru,
siswa, orang tua siswa dan masvarakat. Dengan mengetahui kalender
akademik diharapkan akan terjadi sinergi dalam mewujudkan program
kegiatan yang akan dilaksanakan sekolah.
b. Penyusunan jadwal pelajaran didasarkan kepada kewajiban mengajar guru 5
hari/minggu. Jadwal pelajaran disusun berdasarkan hasil musyawarah bersama,
antara kepala sekolah dengan guru. Dengan demikian guru akan bertanggung
jawab dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa. Untuk rneningkatkan
mutu pembelajaran diharapkan guru mengikuti kegiatan dalam MGMP.
c. Pengaturan tugas dan kewajiban guru dilandasi oleh kebersamaan, keadilan,
dan tidak menimbulkan permasalahan. Pembagian tugas dan kewajiban
guru ini disesuaikan dengan bidang keahlian dan minat guru tersebut.
Pembagian tugas didasarkan kepada beban tugas minimal dan
keahliannya. Dengan demikian pada setiap guru diharapkan akan tumbuh
motivasi untuk berprestasi, kebersamaan dalam merealisasikan program
sekolah, sinerjik antara pimpinan, guru, staf tu, dan orang tua dalam
upaya meningkatkan mutu sekolah. Program kegiatan sekolah di susun
berdasarkan kebutuhan nyata untuk meningkatkan, mengembangkan dan
memajukan sekolah. Program kegiatan sekolah di susun berdasarkan visi, misi
dan tujuan yang akan diwujudkan dalam kepemimpinan kepala sekolah
bersama-sama seluruh komponen sekolah.
d. Program kegiatan sekolah meliputi program internal sekolah dan program
eksternal yang akan dilaksanakan sekolah. Program yang berkaitan dengan
peningkatan mutu pembelajaran, pengembangan profesionalisme guru dan staf
tu, program penataan kurikulum, program pengelolaan sarana dan prasarana
sekolah, program pengelolaan keuangan sekolah, program pengembangan
hubungan sekolah dengan masyarakat. Berbagai program kegiatan sekolah 1
tahun sampai dengan 5 tahun ke depan perlu diorganisir dikordinasikan secara
cermat dan transparan.
3. Tahap Pelaksanaan. Pada tahap ini merupakan tahap yang paling
menentukan apakah sekolah di bawah kepemimpinan kepala sekolah dapat
mewujudkan program sekolah atau tidak. Perencanaan, pengorganisasian
dan kordinasi yang telah di susun akan dibuktikan keberhasilannya dalam
tahap plekasanaan ini. Proses belajar mengajar akan berjalan secara efektlf
apabila guru dan kepala sekolah memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam
upaya meningkatkan mutu pembelajaran. Mutu pembelajaran dapat dilaksanakan
dengan baik apabila guru dan kepala sekolah bersama-sama untuk membuka
terhadap masukan atau kritikan yang membangun. Sebagai guru harus siap
untuk diberi rnasukan oleh kepala sekolah berdasarkan hasil supervise
yang dilakukan oleh kepala sekolah. Begitupun kepala sekolah harus memiliki
jadwal yang jelas dan rinci untuk rnelakukan supervisi terhadap kinerja guru.
Hasil supervisi kepala sekolah menjadi fakta dan data yang benar untuk
memberikan informasi kepada guru yang berkaitan dengan tugas yang
dikerjakannya selama di sekolah. Apabila kepala sekolah memiliki fakta dan
data yang berkaitan dengan kinerja guru maka guru akan menerima dengan
terbuka terhadap masukan yang disampaikan oleh kepala sekolah.
Sebaliknya apabila kepala sekolah tidak melakukan supervisi (tidak
berdasarkan fakta dan data) yang diperoleh langsung oleh kepala sekolah,
maka masukan yang diberikan oleh kepala sekolah tidak valid dan
berpengaruh negatif terhadap kinerja guru. Dengan demikian, kepala
sekolah dan guru akan terbuka dalam memberikan masukan atau
kesulitan yang dihadapi dengan tujuan untuk kemajuan dan peningkatan
mutu pembelajaran.
4. Tahap Evaluasi dan Pengendalian. Pelaksanaan pembelajaran berjalan secara
efektif atau tidak dapat diketahui melalui keqiatan evaluasi. Evaluas: ini
penting dilakukan secara benar karena bertujuan untuk mengetahui apakah
tujuan pembelajaran yang telah dilakukan berjalan atau tidak sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Guru perlu menentapkan jenis evaluasi apa yang
digunakan dan hasil evaluasi diharapkan akan memiliki pengaruh dan
dampak terhadap perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran selanjutnya. Dengan
dilaksanakannya evaluasi ini akan memberikan dampak dan manfaat bagi guru
dan siswa untuk peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Disamping
itu evaluasi yang dilakukan oleh guru dapat menjadi masukan untuk mengetahui
kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Dari sekian banyak siswa tentunya ada,
diantara mereka yang menemui kesulitan dalam belajar. Siswa yang mengalami
kesulitan belajar dapat dilakukan pemantapan atau perhatian khusus agar tidak
ketinggalan dan dapat menyesuaikan diri dengan siswa lain. Dalam rnengatasi
kesulitan belajar siswa perlu dicarikan solusinya, misalkan dengan remidial,
pemantapan, belajar dengan teman sejawat yang lebih pandai, atau
membentuk kelompok belajar yang dibimbing oleh guru, Dengan demikian evaluasi
juga dapat menjadi urnpao balik bagi guru untuk memperbaiki proses
pembelajaran selanjutnva. Agar evaluasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang,
diharapkan perlu diperhatikan dari mulai persiapan awal, menyiapkan bahan-bahan
evaluasi yang diperlukan, menyusun kisi-kisi evaluasi, menyusun bentuk tes,
menyusun butir-butir soal, memvalidasi, menyiapkan jawabannya, membuat jadwal
perneriksaan serta penyerahan hasil evaluasi dengan tepat waktu. Penyusunan soal
sebaiknya melibatkan beberapa guru bidang studi sejenis atau bersama MGMP.
Kepala sekolah berperan dalam pengendalian sistem evaluasi agar evaluasi dapat
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah bekerjasama
dengan guru untuk melakukan evaluasi dengan objektif agar hasil evaluasi benar-benar
menunjukkan hasil belajar siswa yang sesungguhnya. Sehingga prestasi yang diraih
oleh siswa merupakan kerja keras siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Evaluasi yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan objektif dapat
mengukur kemampuan siswa akan berdampak pada peningkatan mutu yang
berkelanjutan.
D. Rangkuman
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen
kurikulum di antaranya :
1. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan
aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum.
Pertimbangan bagaimana agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai
dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan pada
demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada
posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh
tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
3. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan
manajemen kurikulum perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak
yang terlibat.
4. Efektifivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus
mempertimbangkan efektivitas dan efesiensi untuk mencapai tujuan kurikulum,
sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil yang berguna
dengan biaya, tenaga dan waktu· yang relatif singkat.
5. Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum proses
manajemen kurikulum harus dapat memperkuat mengarahkan visi, misi dan tujuan
kurikulum.
Selain prinsip-prinsip tersebut juga perlu mempertirnbang kebijaksanaan pemerintah
maupun Departemen Pendidikan Nasional seperti UUSPN No. 20 tahun 2003, kurikulum
pola nasional, pedoman penyelenggaraan program, kebijaksanaan penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah, kebijaksanaan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
keputusan dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan lembaga pendidikan atau
jenjang/jenis sekolah yang bersangkutan.
Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum untuk
memberikan hasil kurikulum yang lebih efektif, efesien dan optimal dalam
memberdayakan berbagai sumber maupun komponen kurikikulum. Ada beberapa fungsi
dari manajemen kurikulum diantaranya :
1. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan
sumber maupun komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui pengelolaan
yang terencana dan efektif.
2. Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa mencapai hasil
yang maksimal, kemampuan yang maksimal dicapai peserta didik tidak
hanya melalui kegiatan intrakuri tetapi juga perlu melalui keqiatan ekstra
dan kokurikuler yang dik secara integritas dalam mencapai tujuan
kurikulum.
3. Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola
secara efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan
kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
4. Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam
mencapai tujuan pernbelejaran, dengan pengelolaan kurikulum yang profesional,
efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun
aktivitas siswa dalam belajar.
5. Meningkatkan efesiensi dan efektivitas proses be/ajar mengajar, proses
pembelajaran selalu dipantau dalarn rangka melihat konsistensi antara desain
yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pernbelajaran. Dengan demikian
ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan. Di
samping itu, guru maupun siswa selalu termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran
yang efektif dan efesien, karena adanya dukungan kondisi positif yang
diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan
kurikulum, kurikulum yang dikelola secara professional akan melibatkan masyarakat
khususnya dalam mengisi bahan ajar atau sumber belajar perlu disesuaikan
dengan ciri khas dan kebutuhan penibangunan daerah setempat.
Empat komponen kurikulum yaitu: (1) komponen tujuan, (2) Komponen
isi/rnateri, (3) metode atau strategi pencapaian tujuan dan (4) K o mponen evaluasi.
Keempat komponen tersebut satu sama lain saling berkaitan sebagai suatu sistem
yang saling mendukung dalam proses encapalan tujuan. Agar proses belajar mengajar
berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka langkah-Iangkah dalam
pelaksanaan kurikulum di sekolah perlu diperhatikan. Tahapan pelaksanaan kurikulum
sekolah melalui empat tahap yaitu : (a) perencanaan, (b) Pengorganisasian dan
koordinasi, (c) pelaksanaan, dan (d) pengendalian.
E. Latihan/Tugas
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan landasan filosofis dalam mengembangkan
kurikulum? Bagaimana implikasinya terhadap guru, kepala sekolah, pengawas
pendidikan dan para pembuat kebijakan pendidikan baik ditingkat pusat
maupun daerah
2. Jelaskan prinsip demokratis dalam manajemen kurikulum ?
3. Apa yang dimaksud dengan prinsip produktivitas dalam manajemen kurikulum?
4. Jelaskan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam manajemen kurikulum ?
5. Jelaskan tahapan pelaksanaan kurikulum pada tingkat persekolahan agar proses
pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan ?

F. Daftar Pustaka
Anderson, Ronald H, Selecting and Developing Media for Instruction, Van N ~
Reinhold Company, New York, 1983
AECT Task Force, The Defenition of Educational Technology, Association
Educational Communication and Technology, 1977
Dale Edgar, Audio Visual Methods and Teaching, the Dryden Press, New York, 1949
Dirdjo Soemarto. Sundjojo, Media Pendidikan, Pemilihan dan Penggunaan Media
dalam Proses Belajar Mengajar, P3G Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta,1978
Gerlach. Vernon S. Ely Donald P., Teaching and Media, a Systematic Approach,
Prentice Hall inc, Englewood Cliffs, New Jersey, 1980
Heinich. Robert, Molenda, Michel, Russhel. James D, Intructional and the New
Tecnologies of Instruction, John Willey & Sons, New York 1985
Kemp. Jerrold E, Dayron. Diane K., Planning & Producing Instructional Media,
Fifth Edition, Harper & Row Publishers, New York, 1985"
In J. E.L. Baker and H.F. O'Neil (Ed.), Technology assessment in education and
training. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum
Sadiman, Arief. (1990). Media pendidikan pengertian pengembangan dan pemantaatan.
Jakarta: Rajawali
Sukmadinata, Nana Syaodih.(1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.
Bandung : PT. Remaja RosdaKarya
Saylor, G.J et.al.(1981) Curriculum Planning: for Better Teaching and Learning.USA
: Rinehart and Watson.
Tyler, Ralph W.(1975). Basic Principles of Curriculum and instruction. Chicago : university
of Chicago Press
Tim dosen MKDK. (2002). Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung, Jurusan Kurikulum dan
teknologi Pendidikan UPI
Taba, Hilda (1962) Curriculum development: theory and Practice. New York : Harcort Brac
& World, Inc.
UNESCO, (2001), ICT Development at School Level. Tersedia : http://www.edu.ge.ch
Zais, R obert S. (1976), Curriculum Principles and Foundations, New York Thomas Y.
Crowell Harper & Publisher.
BAB 9
MANAJEMEN PESERTA DIDIK

Oleh
Dra. Hj. Sukarti Nasihin, M.Pd.
Sururi, M.Pd.
A. Pendahuluan
Keberhasilan dalam penyelengaraan lembaga pendidikan (sekolah) akan sangat
bergantung kepada managemen kurikulum, peserta didik, pembiayaan, tenaga, pelaksanaan
kegiatan seperti prasarana. komponen-komponen pendukung pelaksanaan kegiatan seperti
kurikulurn, peserta didik, pembiavaan, tenaga pelaksana, dan sarana. Komponen-komponen
tersebut merupakan satu kesatuan alam upaya pencapaian tujuan lembaga pendidikan
(sekolah), artinya bahwa satu komponen tidak lebih penting dari komponen lainnya. Akan
tetapi satu komponen memberikan dukungan bagi komponen lainnya sehingga memberikan
kontribusi yang tinggi terhadap pencapaian tujuan lembaga pendidikan (sekolah) tersebut.

Komponen peserta didik keberadaannya sangat dibutuhkan, terlebih bahwa pelaksanaan


kegiatan pendidikan di sekolah, peserta didik merupakan subyek sekaligus objek dalam
proses transformasi ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan. Oleh
karena itu keberadaan peserta didik tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan saja, akan
tetapi harus merupakan bagian dari kebermutuan dari lembagaan. Pendidikan (sekolah).
Artinya bahwa dibutuhkan manajemen peserta didik yang bermutu bagi lembaga
pendidikan (sekolah) itu sendiri. Sehingga peserta didik itu dapat dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan
kejiwaan peserta didik

Manajemen Peserta Didik 203


Kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan dirinya tentu saja beragam dalam
hal pemrioritasan, seperti disatu sisi para peserta didik ingin sukses dalam hal prestasi
akademiknya, disisi lain ia juga ingin sukses dalam hal sosialisasi dengan teman sebayanya.
Bahkan ada juga peserta didik yang ingin sukses dalam segala hal. Pilihan-pilihan yang tepat
atas keberagaman keinginan tersebut tidak jarang menimbulkan masalah bagi para peserta
didik. Oleh karena itu diperlukan layanan bagi peserta didik yang dikelola dengan baik.
Manajemen peserta didik berupaya mengisi kebutuhn akan layanan yang baik tersebut,
mulai dari peserta didik tersebut mendaftarkan diri ke sekolah sampai peserta didik
tersebut menyelesaikan studi di sekolah tersebut.

B. Konsep Dasar
1. Pengertian Manajemen Peserta Didik
Berdasarkan asal kata, pengertian manajemen peserta didik merupakan
penggabungan dari kata Manajemen dan Peserta Didik. Manajemen sendiri
diartikan bermacam-macam. Secara etimologis, kata manajemen rnerupakan
terjemahan dari management (Bahasa Inggri- Kata ini berasal dari bahasa latin, perancis
dan italia yaitu manus, mano,meneqe/meneqe dan maneggiare. maneggiare berarti
melatih kuda agar dapat melangkah dan menari seperti yang dikehendaki pelatihnya.
Harold koontz dan cyril O'Donel mendefinisikan manajemen sebagai usaha
mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian
Manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penenpatan, pengarahan, dan pengendalian.
Terry (1953) mendefinisikan manajemen sebagai pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya melalui usaha orang lain (Management is the accomplishing of
the predertemined objectiuve through the effort of other people).
Andrew F.Sikula mengemukakan bahwa Manajemen pada umumnya dikaitkan
dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan,
pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh setiap organisasi. dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara
efisien.
Dari pendapat-pendapat di atas,jelaslah bahwa manajemen adalah suatu proses
yang dilakukan agar suatu usaha dapat berjalan dengan memerlukan perencanaan,
pemikiran, pengarahan,dan pengaturan serta mempergunakan/mengikutsertakan semua
potensi yang ada personal maupun material secara efektif dan efisien.
Pengertian Peserta Didik sendiri menurut ketentuan umum Undang-Undang RI
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta Didik adalah
orang yang mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita dan
harapan masa depan.
204 Pengelolaan Pendidikan
Oemar Hamalik mendefinisikan peserta didik sebagai suatu komponen
masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses alam proses
pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Abu Ahmadi berpendapat bahwa Peserta Didik. adalah sosok manusia
sebagai individu/pribadi (manusia seutuhnya). Individu diartikan orang seorang tidak
tergantung dari orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan
diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri".
Dari pegertian-pengertian di atas, bisa dikatatkan bahwa peserta didik adalah
orang/individu yang mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta
mempunyai kepuasan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh pendidiknya.
Peserta didik mempunyai sebutan yang berbeda-beda. Pada Taman kanak-kanak
disebut dengan anak didik. Pada jenjang pendidikan dasar menengah disebut
dengan siswa. Sedangkan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa-Disamping
sebutan tersebut masih ada sebutan bagi peserta didik, yaitu : murid, pembelajar, santri,
trainee dan sebagainya. Kalau begitu apa yang dimaksud dengan manajemen peserta
didik? Manajemen Peserta Didik atau Pupil Personnel Administration adalah
layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan layanan siswa di
kelas dan di luar kelas seperti : pengenalan, pendaftaran, layanan individuan
seperti pengembangan keseluruhan kemapuanpuan, minat, kebutuhan sampai ia matang
di Sekolah. (Knezevich,1961) Manajemen Peserta Didik juga dapat diartikan sebagai
usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut
sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah. Dengan demikian,manajemen peserta
didik itu bukanlah dalam bentuk kegiatan-kegiatan pencatatan peserta didik saja,
melainkan meliputi aspek yang lebih luas, secara operasional dapat diperqunakan
untuk membantu kelancaran pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui
proses pendidikan.
Adanya manajemen peserta didik merupakan upaya untuk memberikan layanan yang
sebaik mungkin kepada peserta didik semenjak dari proses penerimaan sampai saat
peserta didik meninggalkan lembaga pendidikan (sekolah) karena sudah tamat / lulus
mengikuti pendidikan pada pendidikan (sekolah) itu.

Manajemen Peserta Didik 205


2. Tujuan, Fungsi dan Prinsip Manajemen Peserta Didik
Tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan- kegiatan
peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses pembelajaran di
lembaga pendidikan (sekolah); lebih lanjut, proses pembelajaran di lembaga
tersebut (sekolah) dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat
memberikan kontribusi bagi pencapekr tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara
keseluruhan.
Fungsi Manajemen Peserta Didik adalah sebagai wahana peserta didik
untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin,baik berkenaan dengan segi-segi
individualitasnya, segi sosial, aspirasi kebutuhan dan segi-segi potensi peserta didik
lainnya. Agar tujuan fungsi manajemen peserta didik dapat tercapai, ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya. Prinsip-prinsip yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1) Dalam mengembangkan program Manajemen kepeserta didikan
penyelenggara harus mengacu pada peraturan yang berlaku pada program
dilaksanakan.
2) Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian keseluruhan manajernen
sekolah. Oleh karena itu ia harus mempunyai tujuan yang sama dan atau
mendukung terhadap tujuan manajemen sekolah secara keseluruhan.
3) Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban
misi pendidikan dan dalam rangka mendidik peserta didik.
4) Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk
mempersatukan peserta yang mempunyai keragaman belakang dan punya
banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik tidak
diarahkan bagi munculnya konflik diantara mereka melainkan justru untuk
mempersatukan, saling memahami dan saling menghargai. Sehingga setiap
peserta didik memiliki wahana untuk berkembang secara optimal.
5) Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan
terhadap pembimbingan peserta didik..
6) Kegiatan Manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu
kemandirian peserta didik. Prinsip kemandirian akan bermanfaat hanya ketika di
sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun kemasyarakat.
7) Kegiatan Manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta
didik, baik di sekolah lebih-Iebih di masa depan.

3. Ruang Lingkup Mariajemen Peserta Didik


Semua kegiatan di sekolah pada akhirnya ditujukan membantu peserta
didik mengembangkan dirinya. Upaya itu akan optimal

206 Pengelola Pendidikan


Jika peserta didik itu secara sendiri berupaya aktif mengembangkan diri
sesuai dengan program-program yang dilakukan sekolah. Oleh karena itu sangat
penting untuk menciptakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan
diri secara optimal. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah memegang
peran penting dalam menciptakan kondlsi tersebut.
Dengan demikian Manajemen peserta didik itu bukanlah dalam bentuk
pencatatan data peserta didik saja, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang
secara operasional dapat digunakan untuk membantu kelancaran upaya
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
Ruang lingkup manajemen peserta didik itu meliputi :
a. Analisis kebutuhan peserta didik
Langkah pertama dalam kegiatan manajemen peserta didik adalah melakukan
analisis kebutuhan yaitu penetapan siswa yang dibutuhkan oleh lembaga
pendidikan' (sekolah). Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
1) Merencanakan jumlah peserta didik yang akan diterima
Penentuan jumlah peserta didik yang akan diterima perlu dilakukan sebuah
lembaga pendidikan, agar layanan terhadap peserta didik bisa dilakukan secara
optimal. Besarnya jumlah peserta didik diterima harus mempertimbangkah hal-hal
berikut :
 Daya tampung kelas atau jumlah kelas yang tersedia. Jumlah peserta didik dalam satu
kelas (ukuran kelas) berdasarkan kebijakan pemerintah berkisar antara 40-45
orang. Sedangkan ukuran kelas yang ideal secara teoritik berjumlah 25-30
peserta didik per satu kelas. .
 Rasio murid dan guru.Yang dimaksud rasio murid guru adalah perbandingan
antara banyaknya peserta didik dengan guru perfultimer. Secara ideal
rasio rnurid guru adalah 1 : 30
2) Menyusun program kegiatan kesiswaan
Penyusunan program kegiatan bagi siswa selama mengikuti pendidikan di
sekolah harus didasarkan kepada :
 visi dan misi lembaga pendidikan (sekolah) yang bersangkutan
 minat dan bakat peserta didik
 sarana dan prasarana yang ada
 anggaran yang tersedia
 tenaga kependidikan yang tersedia.

Manejemen Peserta Didik 207


b. Rekruitmen peserta didik
Rekruitmen peserta didik di sebuah lembaga pendidikan (sekolah) pada
hakikatnva adalah merupakan proses pencarian penenentukan dan menarik
pelamar yang mampu untuk menjadi peserta didik di lembaga pendidikan (sekolah)
yang bersangkutan. Langkah- langkah rekruitmen peserta didik (siswa baru) adalah
sebagai berikut :
1) Pembentukan panitia penerimaan siswa baru. Pembentukan panitian ini
disusun secara musyawarah dan terdiri dari segala. unsur guru, tenaga tata
usaha dan dewan sekolah/komite sekolah .Susunan kepanitian di sebuah sekolah
biasanya mencakup :
Ketua Umum :
Ketua Pelaksana Sekretaris :
Bendahara :
Anggota/ Seksi :
Panitia ,ini bertugas mengadakan pendaftaran calon siswa mengadakan
seleksi dan menerima pendaftaran kembali yang diterima.
2) Pembuatan dan pemasangan pengumuman penerimaan peserta didik baru
yang dilakukan secara terbuka. Pengumuman penerimaan siswa baru ini
berisi hal-hal sebagai berikut :
 Gambaran singkat lembaga pendidikan (sekolah) yang merupakan: sejarah
sekolah. Visi dan M'isi sekolah, kelengkapan fasi sekolah, tenaga
kependidikan yang dimiliki serta hal-hal yang perlu disampaikan pada calon
pelamar .
 Persyaratan pendaftaran siswa baru minimal meliputi :. sehat dari dokter,
ada batasan usia yang ditunjukkan de : akte kelahiran (TK maksimal 6 tahun,
SO maksimal 12 SLTP maksimal 15 tahun, SLTA maksimal 18 tahun),
 Keterangan berkelakuan baik, salinan nilai (raport/STIB/ UAN) dari sekolah
sebelumnya, melampirkan pas foto (. atau 4 x 6) .
 Cara pendaftaran. Ada dua cara yaitu secara individual rnasinq-rnasmccalon
peserta didik yang datang ke lembaga pendidikan (sekolah) yang dituju
atau secara kotektif
 Pihak sekolah dimana peserta didik sekolah sebelumnya).
 Waktu pendaftaran, yang rnernuat kapan waktu penda dimulai dan kapan
waktu pendaftaran diakhiri. Pendaftaraini meliputi haru dan jam pelayanan .
 Tempat pendaftaran. Hal ini menentukan dimana saja peserta didik dapat
mendaftarkan diri.

208 Pengelola Pendidikan


 Berapa uang pendaftaran dan kepada siapa uang tersebut diserahkan
(melalui petugas pendaftaran atau bank yang ditunjuk), serta bagaimana
pembayarannya (tunai atau bisa di angsur)
 Waktu dan tempat seleksi yang meliputi hari, tanggal,jam dan tempat seleksi.
 Pengumuman hasil seleksi yang meliputi waktu pengumuman hasil seleksi
dan dimana calon peserta didik dapat memperolehnya.
C. Seleksi peserta didik
Seleksi -peserta didik adalah kegiatan pemilihan calon peserta didik untuk
menentukan diterma atau tidaknya calon peserta didik menjadi peserta didik
di lembaga pendidikan (sekolah) tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Seleksi peserta drdik penting dilakukan terutama bagi lembaga pendidikan
(sekolah) yang calon peserta didiknya melebihi dari daya tampung yang tersedia
di lembaga pendidikan (sekolah) tersebut. Adapun cera-cera seleksi yang dapat
digunakan adalah :
1) Melalui Tes atau Ujian. Adapun tes ini meliputi psikotest, tes jasmani, tes
kesehatan, tes akademik atau tes keterampilan.
2) Melalui Penelusuran Bakat Kemampuan. Penelusuran ini biasanya didadarkan
pada prestasl yang diraih oleh calon peserta didik dalam bidang olah raga atau
kesenian.
3) Berdasarkan Nilai STTB atau nilai UAN
Dari hasil seleksi terhadap peserta didik dihasilkan kebijakan sekolahyaitu :
peserta didik yang diterima dan peserta didik yang tidak diterima. Bahkan bila
diperlukan ada kebijakan peserta didik yang diterima tetapi sebagai cadangan.
Setelah ditetapkan peserta yang diterima dan yang tidak diterima,
kemudian diumurnkan. Pengumuman hasil seleksi sebaiknya dilakukan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, supaya tidak menimbulkan keresahan bagi
calon peserta didik. Pengumuman ini bisa dilakukan secara terbuka atau secara
tertutup. Secara terbuka biasanya diketahui oleh semua orang" baik yang
diterima atau yang tidak diterima. Biasanya hasil seleksinya ditempel ditempat-
tempat yang strategis atau melalui media massa. Pengumuman secara tertutup
biasanya melalui surat atau amplop tertutup yang diberikan kepada calon peserta
didik, sehingga yang mengetahui diterima atau tidak diterima hanva calon peserta
didik yang bersangkutan.
Bagi calon peserta didlk yang diterima diharuskan mendaftar ulang pada
lembaga pendidikan (sekolah) yang menerimanya. Pada

Manajemen Peserta Didik 209


waktu daftar ulang, biasanya calon peserta didik harus melenqkar persyaratan-
persyaratan administratif yang berguna bagi pengisian data peserta didik di
lembaga pendidikan (sekolah) tersebut.
d. Orientasi
Orientasi peserta didik (siswa baru) adalah kegiatan penerimaan siswa baru
dengan mengenalkan situasi dan kondisi lernbecs pendidikan (sekolah) tempat
peserta didik itu menempuh pendidikan Situasi dan kondisi ini menyangkut
lingkungan fisik sekolah lingkungan sosial sekolah. Lingkungan fisik sekolah
seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tempat olah raga, gedung
perlengkapan sekolah serta fasilitas-fasilitas lainnya yang disedia lembaga.
Sedangkan lingkungan sosial sekolah meliputi kepala sekolah, guru-guru,
tenaga TU, teman sebaya, kaka-kakak ketas peraturan atau tata tertib
sekolah, layanan-Iayanan sekolah bagi peserta didik serta kegiatan-kegiatan dan
organisasi kesiswaan yang ada dilembaga.
Tujuan diadakan kegiatan orientasi bagi peserta didik antara lain :

 Agar peserta didik dapat mengerti dan mentaati segala peraturan yang
berlaku di sekolah
 Agar peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan yang
dlselengarakanan sekolah.
 Agar peserta didik siap menghadapi lingkungannya yang baru secara fisik,
mental dan emosional sehingga ia merasa betah dalam mengikuti proses
pembelajaran disekolah serta dapat menyesuaikan dengan kehidupan sekolah.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberi nama kegiatan orientasi
siswa baru ini. Ada menamakan kegiatan dengan MOS (Masa Orientasi Siswa),
MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik(Pekan Orientasi Siswa) dan lain-lain.'
e. Penempatan Peserta Didik (Pembagian Kelas)
Sebelum peserta didik yang telah diterima padasebuah lernbage pendidikan
(sekolah) mengikuti proses pembelajaran, terlebih dahulu perlu ditempatkan dan
dikelompokkan dalam kelompok belajar Pengelompokkan peserta didik yang
dilaksanakan pada sekolah- sekolah sebagian besar didasarkan kepada sistem kelas.
Menurut William A Jeager dalam mengelompokkan peserta di dapat dasarkan
kepada :
 Fungsi Integrasi, yaitu pengelompokkan yang didasarkan atas kesamaan-
kesamaan yang ada pada peserta didik. Pengelompokan ini didasarkan
menurut jenis kelamin, umur dan sebagainya.

21
0 Pengelola Pendidikan
Pengelompokkan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat
klasikal.
 Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokkan peserta didik didasarkan kepada
perbedaan-perbedaan yang ada dalam individu peserta didik, seperti
minat, bakat, kemampuan dan sebagainya. Pengelompokkan berdasarkan
fungsi ini menghasilkan pembelajaran individual.
Sedangkan menurut Hendyat Soetopo, dasar-dasar pengelompokkan peserta didik
ada 5 macam, yaitu :
 Friendship Grouping
Pengelompokkan peserta didik didasarkan pada kesukaan di dalam memilih
teman antar peserta didik. itu sendiri. Jadi dalam hal ini peserta didik mempunyai
kebebasan di dalam memilih teman untuk dijadikan sebagai anggota kelompoknya.
 Achievement Grouping
Pengelompokkan peserta didik didasarkan pada prestasi yang dicapai
oleh 'siswa. Dalam pengelompokan ini biasanya diadakan percampuran antara peserta
didik yang berprestasi tingg~ dengan peserta didik yang berprestasi rendah.
 Aptitude Grouping
Pengelompokkan peserta didik didasarkan atas kemampuan dan bakat yang
sesuai dengan apa yang dimiliki peserta didik itu sendiri.
 Attention or Interest Grouping
Pengelompokkan peserta didik didasarkan atas perhatian atau minat
yang dldasarl kesenangan peserta didik itu sendiri. Pengelompokkan ini
didasari oleh adanya peserta didik yang mempunyai bakat dalam bidang
tertentu namun si peserta didik tersebut tidak senang dengan bakat yang
dimilikinya.
 Intelligence Grouping
Pengelompokan peserta didik yang didasarkan atas hasil tes intelegensi
yang diberikan kepada peserta didik itu sendiri.
f. Pembinaan dan pengembangan peserta didik
Langkah berikutnya dalam manajemen peserta didik adalah melakukan
pembinaan dan pengerubangan terhadap peserta didik. Pembinaan dan
pengembangan peserta didik dilakukan sehingga anak mendapatkan bermacam-macam
pengalaman belajar untuk bekal kehidupannya di. masa yang akan datang . Untuk
mendapatkan pengetahuan atau pengalaman belajar ini, peserta didik harus melaksanakan
bermacam-macam kegiatan. Lembaga pendidikan (sekolah) dalam pembinaan dan
pengembangan peserta didik biasanya melakukan

Manajemen Peserta Didik 211


kegiatan yang disebut dengan kegiatan kurikuler dan kegiatan ektrakurikuler.
Kegiatan kurikuler adalah sernua kegiatan yang telah ditentukan di dalam
kurikulum yang pelaksanaannya dilakukan pada pelajaran- pelajaran. Kegiatan
kurikuler dalam bentuk proses belajar mengajar dikelas dengan nama mata pelajaran
atau bidang studi yang ada sekolah. Setiap peserta didik wajib mengikuti
kegiatan kurikuler Sedangkan kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan peserta
didik yang dilaksanakan di luar ketentuan yang telah ada di dalam
kurikulum. Kegiatan ekstra kurikuler ini biasanya terbentuk . berdasarkan
bakat dan minat yang dimiliki oleh peserta didik. Setiap peserta didik tidak harus
mengikuti semua kegiatan ekstra kurikuler, bisa memilih kegiatan mana yang dapat
mengembangkan kemampuan dirinya. Bisa dikatakan bahwa kegiatan ekstra kurikuler
ini merupakan wadah kegiatan peserta didik di luar pelajaran atau di luar kegiatan
kurikuler. Contoh kegiatan ekstra kurikuler : OSIS (Organisasi Intra Sekolah),
ROHIS (Rohani Islam), kelompok Karate, kelompok Silat, kelompok Basket,
Pramuka, kelompok teater, dan lain-lain.
Dalam kegiatan pembinaan dan pengembangan inilah peserta didik diproses
untuk menjadi manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Bakat,
minat dan kemampuan peserta didik ditumbuh kembangkan secara optimal melalui
kegiatan ekstra kurikuler
Dalam manajemen peserta didik, tidak boleh ada anggapan bahwa kegiatan
kurikuler lebih penting dari kegiatan ekstrakurikuler atau sebaliknya. Kedua
kegiatan ini harus dilaksananakan karena saling menunjang dalam proses pembinaan
dan pengemba kemampuan peserta didik.
Keberhasilan pembinaan dan pengembangan peserta diukur melalui proses
penilaian yang dilakukan oleh lembaga pendidikan (oleh guru). Ukuran yang sering
digunakan adalah naik kelas tidak naik kelas bagi peserta didik yang belum
mencapai tingkat serta lulus dan tidak lulus bagi peserta didik di tingkat akhir
sebuah lembaga pendidikan (sekolah). Penilaian yang dilakukan oleh tentu saja
didasarkan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku di lem pendidikan (sekolah)
tersebut.
G. Pencatatan Dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan tentang peserta didik di sebuah lembaga
pendidikan (sekolah) sangat diperlukan. Kegiatan pencatatan dan pelaporan ini
dimulai sejak peserta didik itu diterima di sekolah tersebut sampai mereka tamat
atau meninggalkan sekolah tersebut , Pencatatan tentang kondisi peserta didik
perlu dilakukan agar lembaga dapat memberikan bimbingan yang optimal pada
peserta didik. Sedangkan pelaporan dilakukan sebagai wujud tanggung lembaga agar
pihak-pihak terkait dapat mengetahui perkembangan peserta didik di lembaga
tersebut. Untuk melakukan pencatatan pelaporan diperlukan peralatan dan
perlengkapan yang

212 Pengelolaan Pendidikan


Mempermudah Peralatan dan perlengkapan tersebut tersebut biasanya berupa :
 Buku induk siswa
Buku ini disebut juga buku pokok atau stambuk. Buku ini berisi catatan
tentang peserta didik yang masuk pada sekolah tersebut. Setiap pencatatan
peserta didik disertai dengan nomor pokok/stambuk, dan dilengkapi pula
dengan data-data lain setiap peserta didik. (Iihat gambar 2)
 Buku klapper
Pencatatan buku ini dapat diambil dari buku induk, tetapi penulisannya disusun
berdasarkan abjad.Hal ini untuk memudahkan pencarian data peserta didik kembali
jika sewaktu-waktu diperlukan. (Iihat gambar 3)
 Daftar presensi
Daftar hadir peserta didik sangat penting sebab frekuensi kehadiran setiap
peserta didik dapat diketahui/dikontrol.Untuk memeriksa kehadiran pesrta didik pada
keseluruhan kegiatan di sekolah, setiap hari biasanya daftar kehadiran itu dipegang
oleh petugas khusus. Sedangkan untuk memeriksa kehadiran peserta didik di kelas
pada jam-jam pelajaran, daftar hadir itu dipegang oleh guru.
 Daftar mutasi peserta didik
Untuk rnengetahui keadaan jumlah pesrta didik dengan persis, sekolah
harus menipunyai buku/daftar mutasi peserta didik. Daftar mutasi itu digunakan
untuk mencatat .ke luar masuk peserta didik dalam setiap bulan, semester atau
setahun. Hal ini karena keadaan jumlah peserta didik tidak tetap, ada peserta didik
pindahan dan ada pula peserta didik yang keluar.
 Buku catatan pribadi peserta didik
Buku catatan peserta didik ini lebih lengkap lagi tentang data setiap peserta
didik.Buku ini antara lain berisi : identitas peserta didik, keterangan mengenai keadaan
keluarga, keadaan jasmani dan kesehatan, riwayat pendidikan serta hasil
belajar, data psikoloqis (sikap, minat, dan etta-etta) dan juga kegiatan di luar sekolah.
Buku ini biasanya disimpan di ruang BP dan dikerjakan pula oleh petugas BP.
 Daftar nilai
Daftar nilai ini dimiliki oleh setiap guru bidang studi, khusus untuk mencatat
hasil tes setiap peserta didik pada bidang studl/mata pelajaran tertentu. Dalam
daftar nilai ini dapat diketahui kemajuan belajar peserta didik, karena setiap
nilai hasil tes dicatat di dalamnya. Nilai-nilai tersebut sebagai bahan olahan nilai
raport

Manajemen Peserta Didik 213


 Buku Legger
Legger merupakan kumpulan nilai dari seluruh bidang studi untulksetiap peserta
Pengisian/pencatatan nilai-nilai dalam legger ini dikerjakan oleh wali kelas sebagai
bahan pengisian rapot Pencatatan nilai-nilai dalam legger biasanya satu tahun
dua ka (sesuai dengan pembagian raport).
 Buku raport
Buku raport merupakan alat untuk melaporkan prestasi belajar peserta
didik kepada orang tua/ wali atau kepada peserta didik sendiri. Selain prestasi
belajar, dilaporkan pula tentang kehadiran tingkah laku peserta didik dan sebagainya.
Buku ini diberikan sering kali dalam satu tahun untuk tingkat SD dan dua kali untuk
tingkat SLTP/SLTA.
Semua buku atau daftar tersebut saling melengkapi berhubungan
satu sama lain. Dengan demikian diharapkan pihak sekolah dapat mencatat
semua aspek yang diperlukan mengenc seqale hal yang berhubungan dengan peserta
didik .
h. Kelulusan dan Alumni
Proses kelulusan adalah kegiatan paling akhir dari rnanajerner peserta didik.
Kelulusan adalah pernyataan dari lembaga pendidikan (sekolah): tentang telah
diselesaikannya program pendidikan yang harus diikuti oleh peserta didik.
Setelah peserta didik selesai mengikuti seluruh program pendidikan di suatu lembaga
pendidikan dan bernas lulus dan ujian akhir, maka kepada peserta didik tersebut
diberi surat keterangan lulus atau sertifikat. Umumnya surat keterangan tersebut
sering disebut ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
Ketika peserta didik sudan lulus, maka secara formal hubungan antara
peserta didik dan lembaga telah selesai. Namun demikian diharapkan hubungan
antara para alumni dan sekolah terjalin dari hubungan sekolah dan alumni
ini, lembaga pendidikan (sekolah) bisa memanfaatkan hasil-hasilnya. Lembaga
pendidikan(sekolah) bisa menjaring berbagai informasi misalnya informasi tentangmateri
pelajaran mana yang sangat membantu untuk selanjutnya. Mungkin juga inforrnasl
tentang lapangan kerja yang dijangkau bagi alumni lainnya.
Hubungan antara sekolah dengan para alumni dapat dipeli lewat pertemuan-
pertemuan yang diselenggarakan oleh para alumni yang biasa disebut "reuni".Bahkan saat
ini setiap lembaga pendidikan (sekolah) ada organisasi alumninya, misalnya IKA
(Ikatan Alumi Prestasi yang dicapai para alumni dari lembaga pendidikan (sekolah)
ini perlu didata atau dicatat oleh lembaga.Sebab catatan tersebut sangat berguna
bagi lembaga dalam mempromosikan lembaga pendidikannya.

21
4 Pengelolaan Pendidikan
4. Layanan Khusus yang Menunjang Manajemen Peserta Didik
a. Layanan Bimbingan dan Konseling
Dalam PP No.28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar dan PP No. 29 tahun
1990 tentang pendidikan menengah digunakan istilah bimbingan. Pengertian
bimbingan menurut PP. No. 29 tahun 1990 Bab X pasal 27, yaitu bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan.Bimbingan diberikan oleh guru
pembimbing. Menurut hendyat Soetopo bimbingan adalah proses bantuan yang
diberikan kepada siswa dengan memperhatikan kemungkinan dan kenyataan
tentang adanya kesulitan yang dihadapi dalam rangka perkembangan yang optimal,
sehingga mereka memahami dan mengarahkan diri serta bertindak dan bersikap
sesuai dengan tuntutan dan situasi lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat.Fungsi bimbingan di sekolah ada tiga yaitu :
1) Fungsi Penyaluran, yaitu membantu peserta didik dalam memilih jenis sekolah
lanjutannya,memilih program, memilih lapangan pekerjaan sesuai dengan bakat,
minat, kemampuan dan cita- citanya.
2) Fungsi Pengadaptasian, yaitu membantu guru atau tenaga edukatif lainnya untuk
menyesuaikan program pengajaran yang disesuaikan dengan minat kemampuan, dan
cita-cita peserta didik.
3) Fungsi Penvesuaian, yaitu membantu peserta didik dalam menyesuaikan
diri dengan bakat, minat, dan kemampuannya untuk mencapai perkembangan yang
optimal.
Tujuan dilakukannya bimbingan di sekolah antara lain:
1) Mengembangkari pengertian dan pemahaman diri,
2) Mengembangkan pengetahuan tentang jenjang pendidikan dan 'jenis pekerjaan
serta persyaratannya;
3) Mengembangkan pengetahuan tentang berbagai nilai dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat;
4) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah;
5) Mengembangkan kemampuan merencanakan masa depan dengan bertolak
pada bakat, minat dan kemampuanpuannya
6) Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya, lingkungannya, dan berbagai
nilai.
7) Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan, minat, dan bakatnya dalam
perencanaan masa depan baik yang menyangkut pendidikan maupun pekerjaan
yang tepat;
8) Mengatasi kesulitan dalam belajar dan hubungan sosial;

Manajemen Peserta Didik 215


Ruang lingkup bimbingan di sekolah yaitu :
1. Layanan kepada peserta didik
a. Dilihat dari jenis permasalahan yang dihadapi peserta didik,
mencakup : bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan pendidikan,
bimbingan pekerjaan (bimbingan karir).
b. Dilihat dari urutan kegiatan, mencakup : layanan orientasi, layanan
pengumpulan data pribadi, tavanan pemberian informasi, layanan
penempatan, layanan penyuluhan, layanan pengiriman (referal), layanan
tindak lanjut.
2. Layanan kepada guru
3. Layanan kepada kepala sekolah
4. Layanan kepada calon peserta didik (feeder school)
5. Layanan kepada orang tua
6. Layanan kepada dunia kerja, terutama dilaksanakan di sekolah kejuruan
7. Layanan kepada lembaga-Iembaga dan masyarakat lain.
b. Layanan Perpustakaan
Perpustakaan merupakan salah satu unit yang rnernberikan layanan
kepada peserta didik, dengan maksud membantu dan menunjang proses
pembelajaran di sekolah, melayani Intorrnasi- informasi yang dibutuhkan serta
memberikan layanan rekreatif melalu koleksi bahan pustaka.
Perpustakaan sekolah merupakan perangkat kelengkapan pendidikan
dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Keberadaan perpustakaan di sekolah
sangatlah penting. Perpustakaan sekolah sering disebut sebagai jantungnya sekolah,
karena yang menjadi denyut nadi proses pembelajaran di sekolah adalah perpustakaan.
Perpustakaan juga dipandang sebagai kunci bagi ilmu pengetahuan dan inti setiap
proses pembelajaran di sekolah.
Tujuan perpustakaan sekolah :
1) Mengembangkan minat, kernarnpuan dan kebiasaan membaca khususnya
serta mendayagunakan budaya tulisan;
2) Mendidik peserta didik agar mampu memelihara dan memarifaa bahan
pustaka secara efektif dan efisien;
3) Meletakkan dasar kearah belajar mandiri;
4) Memupuk bakat dan minat;
5) Mengembangkan kemampuan. untuk memecahkan masalah yang
dihadapidalam kehidupan sehari-hari atas usaha dan tanggung jawab
sendiri.

216 Pengelola pendidikan


Fungsi perpustakaan sekolah sebagai pelengkap pendidikan yaitu :
1) Menyerap dan menghimpun informasi guna kegiatan belajar mengajar.
2) Menyediakan sumber-sumber rujukan yang tepat untuk kegiatan konsultasi bagi
peserta dan pendidik.
3) Menyediakan bahan-bahan yang bermanfaat bagi kegiatan rekreatif yang
berkaitan dengan bidang budaya dan dapat meningkatkan selera
mengembangkan daya kreatif.
4) Melaksanakan layanan perpustakaan yang sederhana, mudah dan menarik
sehingga pendidikan peserta didik tertarik dan terbiasa dalam menggunakan
fasilitas perpustakaan.
Perpustakaan sekolah diselenggarakan disetiap sekolah. Penyelenggaranya adalah
guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah baik sebagai ahli perpustakaan atau guru yang
ditugaskan di perpustakaan dan telah rnendapat kursus/latihan sebelumnya.
Layanan perpustakaan bertujuan untuk menyajikan informasi untuk peningkatan
proses belajar mengajar serta rekreasi bagi semua warga sekolah dengan mempergunakan
bahan pustaka.
Secara operasional layanan perpustakaan terdiri dari layanan' sirkulasi,
referensi,dan bimbingan membaca.
Ada tiga jenis layanan perpustakaan sesuai dengan sasaran yang ditujunya yaitu :
1) Layanan kepada guru, meliputi kegiatan berikut :
a. Meningkatkan pengetahuan guru mengenai subyek yang menjadi
bidang.
b. Membantu guru dalam mengajar di kelas dengan menyediakan alat audio-visual
dan Tain-lain:
c. Menyediakan bahan pustaka pesanan yang diperlukan mata pelajaran
tertentu;
d. Menyediakan bahan informasi bagi kepentingan penelitian yang diperlukan
oleh guru dalam rangka meningtkan profesinya;
e. Untuk SD menyediakan jam bercerita, pembacaan buku, dan permainan
boneka;
f. Mengisi jam pelajaran yang kosong;
2) Layanan kepada peserta didik, meliputi:
a) Menyediakan bahan pustaka yang memperkaya dan memperluas cakrawala
kurikulum;

Manajemen Peserta Didik 217


b) Menyediakan bahan pustaka yang dapat membantu pese didik
memperdalam pengetahuannya mengenai subyek ya diminatinya;
c) Menyediakan bahan untuk meningkatkan keterampilan;
d) Menyediakan kemudahan untuk untuk rnernbantu, peserta didik mengadakan
penelitian;
e) Meningkatkan minat baca peserta didik dengan ca mengadakan
bimbingan membaca, bagaimana menggunakan perpustakaan, mengenalkan
jenis-jenis koleksi, buku bercerita, membaca keras, membuat isi
ringkas, kliping dan lain-lain.
3) Layanan terhadap manajemen sekolah. .
Perpustakaan secara aktif membantu pimpinan sekolah dan guru dalam
bidang perencanaan dan pelaksanaan, pemanduan dan penilaian program pendidikan
di sekolah.
Organisasi dan tata laksana perpustakaan sekolah adalah:
a) Sebagai perangkat pendidikan di sekolah
b) Unit pelaksana teknis
c) Mata rantai dalam sistem nasional layanan perpustakaan
Sebagai perangkat pendidikan di sekolah, perpustakan merupakan bagian
integral dari sekolah. Perpustakaan berfungsi sebagai pusat belajar dan
mengajar, pusat informasi, penelitian sederhana dan rekreasi sehat. Sebagai unit
pelaksana teknis di sekolah, perpustakaan sekolah dipimpim oleh seorang kepala
pepustakaan yang di bawah dan bertanggung jawab kep kepala sekolah.
Perpustakaan sekolah melaksanakan kegiatan teknis yang mencakup keadaan,
pengolahan, penyusunan buku dan katalog. Sedangkan kegiatan layanan sirkulasi,
layanan buku rujukan dan layanan baca,Sebagai mata rantai dalam sistem nasional
layanan perpustakaan dalam rangka meningkatkan kemampuan menvedia
bahan-bahan yang dibutuhkan, perpustakaan dapat melaku kerjasama dengan
perpustakaan lain. Koleksi perpustakaan sekolah terutama terdiri dari bahan pustaka
yang menjadi bahan pokok dan penunjang kurikulum sekolah yang sesuai
dengan jenis dari jenjangnya.
Jenis koleksi perpustakaan sekolah terdiri dari:
1. Bahan cetak seperti buku, majalah, surat kabar, brosur, pamflet, guntingan
surat kabar, majalah, dan sebagainya.
2. Bahan bukan cetak, seperti karva tulis guru dan murid,gambar, globe,
relif, slide, filmstrif, film, pita rekaman, dan sebagainya.

218 Pengelolaan Pendidikan


Menurut isi cakupannya, koleksi perpustakaan sekolah yang berupa buku,
terdiri atas : buku-buku teks, buku-buku teks pelengkap, buku-buku rujukan
seperti kamus, ensiklopedia, almanak, buku tahunan, terbitan pemerintah,
buku-buku bacaan fiksijrekaan dan sebagainya
Perbandingan koleksi antara buku non fiksi dan fiksi disarankan sebagai
berikut : untuk SD 60 : 40, untuk SMP 70 : 30, untuk SLTA 75 : 25.
Jumlah koleksi dasar disarankan dengan perbandingan 10 judul buku untuk
seorang murid. Koleksi dasar 50 % dari jumlah koleksi minimal. Selanjutnya untuk
pengembangan, diperlukan setiap tahun penambahan koleksi kurang lebih 10 % dari
jumlah koleksi yang ada. Selanjutnya diperlukan 10 % lagi untuk pemeliharaan
dan penggantian.
Sebelum siap dipinjamkan, bahan pustaka perlu diorganisasikanj diolah
berdasarkan peraturan dan ketentuan yang telah dibakukan. Untuk klasifikasi
digunakan sistem DDC (Dewey Decimal Classifi- cation), untuk katalogisasi
mempergunakan peraturan katalogisasi Indonesia. Untuk teknis pelaksanaan
digunakan pedornan- penyeleng- garaan perpustakaan sekolah.
Tenaga perpustakaan terdiri dari:
1. Pustakawan, adalah seorang guru pustakawan, yaitu guru yang disamping
tugas mengajar juga rnenqolah perpustakaan. Untuk ini diperlukan
pendidikan ilmu dan teknologi perpustakaan kurang lebih 6 bulan (630
jam).Guru perpustakaan mempunyai kedudukan sejajar dengan guru.
2. Tenaga pembantu, adalah tenaga pustakawan pembantu dan tenaga
administrasi, dapat seorang guru atau tenaga administrasi dengan
pengetahuan.perpustakaan sedikitnya 120 jam.
Sekolah dengan jumlah murjd 250-300 orang membutuhkan satu orang
pustakawan pembantu sekaligus menjabat kepala perpustakaan. Sedanqkan
sekolah dengan jumlah murid 300-700 orang membutuhkan dua orang tenaga
pustakawanpembantu. Sekolah dengan jumlah murid 750 orang ke atas,
memerlukan satu orang pustakawan dibantu oleh satu orang pustakawan
pernbantu, Pada jam-jam tertentu di luar jam pelajaran, beberapa murid
yang berprestasi dapat diikuti sertakan dalam pengelolaan perpustakaan sekolah,
jumlahnya dua sarnpar'ernpat orang secara bergiliran,
Gedung atau ruang perpustakaan berfungsi sebagai:
1) Tempat penyimpanan bahan pustaka;
2) Tempat aktivitas layanan perpustakaan;
3) Tempat bekerja petugas perpustakaan.
Lokasi perpustakaan mempunyai persyaratan berada di pusat gedung sekolah
sehingga mudah dicapai dan tempatnya tenang.

Manajemen Peserta Didik 219


Tata ruang: ruang perpustakaan diatur agar layanan berlangsung lancar,
memungkinkan pertukaran udara dan masuknya sinar matahari, dan pengawasan
dapat dilaksankan dengan baik.
Dekorasi: cat ruangan tidak menyilaukan dan tidak suram. Penerangan:
jika mungkin menggunakan cahaya matahari sebagai sumber penerangan tetapi
tidak langsung kena buku.
Suhu udara: ruangan diusahakan sejuk sehingga rnenunjanc senang belajar
di perpustakaan. Suhu yang baik sekitar 22 derajat celcius dengan kelembaban
45-50 %. Jika tidak dapat menggunakan penyejuk udara tanamilah pohon-pohon
penyejuk.
Jenis ruangan perpustakaan dibagi berdasarkan aktivitas perpustakaan, yaitu :

 Ruangan penyimpan koleksi bahan pustaka


 Ruangan penerbitan berkala,
 Ruangan alat audio-visual,
 Ruangan baca,
 Ruangan pengolahan,
 Ruangan layanan pembaca,
 Ruangan pustakawan,
 Ruangan serba guna,
 Ruangan antar-ruangan.
Jenis perabot dan perlengkapan perpustakaan yang diperlukan adalah sebagai
berikut :

 Meja sirkulasi/layanan,
 Rak penitipan/Ioket,
 Rak buku,
 Rak majalah,
 Rak surat kabar,
 Meja baca dan kursi,
 Meja belajar,
 Katalog kabinet,
 Rak atlas,
 Papan pengumuman/papan panjang,
 Perabot (mebelajar) dan perlengkapan untuk ruang pengolahan.
c. Layanan Kantin/Kafetaria '
Kantin /warung sekolah diperlukan adanya di tiap sekolah.supava
makanan yang dibeli peserta didik terjamin kebersihan cukup mengandung gizi. Para
guru diharapkan sekali-kali rnenqon kantin sekolah dan berkonsultasi dengan
pengelola kantin menge makanan yang bersih dan bergizi : Peranan lain kantin
sekolah yaitu supaya para peserta didik tidak berkeliaran mencari makanan keliling
lingkungan sekolah.

220 Pengelolaan Pendidikan


Pengelola kantin sebaiknya dipegang oleh orang dalam atau keluarga
karyawan sekolah yang bersangkutan, agar segala makanan yang dijual di kantin
tersebut terjamin dan bermanfaat bagi peserta didik.
d. Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan di sekolah biasanya dibentuk sebuah wadah bernama Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Usaha kesehatan sekolah adalah usaha kesehatan
masyarakat yang dijalankan di sekolah.
Sasaran utama UKS adalah untuk meningkatkan atau membina kesehatan
murid dan lingkungan hidupnya.
Program Usaha Kesehatan Sekolah adalah sebagai berikut.
1. Mencapai lingkungan hidup yang sehat,
2. Pendidikan kesehatan,
3. Pemeliharaan kesehatan di sekolah.
Gedung sekolah merupakan tempat para peserta didik belajar dan
menghabiskan sebagian waktunya. Karena itu sekolah hendaknya memenuhi persyaratan
"school Plant", misalnya gedung sekolah harus ditanami rumput, air yang
bersih, WC tersedia dan memenuhi persyaratan serta dibersihkan setiap hari,
ruangan kelas harus bersih dan nyaman. Inilah yang dimaksud dengan mencapai
lingkungan hidup di sekolah.
Pendidikan kesehatan dimulai dengan cara memberikan informasi bahwa
kebiasaan hidup sehat merupakan modal utama dalam kehidupan misalnya tempat
tinggal yang sehat, mandi dua kali sehari, makanan bergizi, dan sebagainva.
Peranan guru sangat besar dalarn pendidikan kesehatan. Guru harus menegur
peserta didiknya yang berpakaian dan berbadan kotor, sewaktu-waktu guru
mengajak peserta didik untuk membersihkan lingkungan sekolah/kerja bakti.
Pemeriksaan kesehatan umum maupun kusus diadakan secar berkala. Sejak masuk
kelas satu hari sudah mulai diajarkan hidup sehat, lingkungan sehat,
pernberantasan penyakit, sehingga peserta didik terpelihara kesehatan jasmani dan
rohaninya.
Penyelenggara UKS memerlukan kerja sama antara seluruh warqa
sekolah. Setiap warga sekolah hendaknya menjalankan tugasnya sebaik-
baiknva. Kepala sekolah dan para guru sebagai penanggung jawab umum,
sedangkan peseta didik membantu pelaksanaan UKS, dengan piket secara bergiliran di
samping penanggung jawab umum, hendaknya ada penanggung jawab bidang
pendidikan kesehatan, bidang keber:sihan lingkungan kelas sehat, bidang
pemeliharaan (pemeriksaan/pemeliharaan) kesehatan dan penanggung jawab mengenai
usaha-usah yang dijalankan sekolah (misalnya : kantln sekolah, usaha berternak,
bertelur dan lain-lain).

Manajemen Peserta Didik 221


e. Layanan Transportasi Sekolah
Sarana angkutan (transportasi) nbagi para peserta did• merupakan
salah satu penunjang untuk kelancaran proses belajar mengajar. Para peserta
didik akan merasa aman dan dapat masu pulang sekolah dengan waktu yang
tepat. Transportasi diperluka terutama bagi para peserta didik ditingkat prasekolah
dan pendidikan dasar. Penyelenggaran transportasi sebaiknya dilaksanakan oleh
sekolah yang bersangkutan atau pihak swasta (misalnya dengan cara abodemen).
f. Layanan Asrama
Bagi para peserta didik khususnya jenjang pendidikan rnenenqe ' dan
pendidikan tinggi, terutama bagi mereka yang jauh dari orarz; tuanya diperlukan
adanya asrama. Selain manfaat untuk peserta didi• asrama mempunyai manfaat bagi
para pendidik dan petugas asramz tersebut. Manfaat asrama bagi peserta didik yaitu:
1. Tugas sekolah dapat dikerjakan dengan cepat dan sebaik-baiknya terutama
jika berbentuk tugas kelompok.
2. Sikap dan tingkah laku peserta didik dapat diawasi oleh petugas asrama
dan para pendidik;
3. Jika diantara peserta didik rnernpunvai kesulitan orang tua terlambat,
sakit, dan sebaqainva) membantu.
4. Meringankan kecernasan orang tua terhadap putra-putrinya;
5. Dapat juga merupakan salah satu cara untuk mengendali tingakh laku
remaja yang kurang baik (negatif).
Manfaat asrama bagi pendidik/petuqas asrama :
a) Mengetahui, memahami dan menguasai tingkah laku pesertz didik, bukan
hanya terbatas di sekolah tetapi juga di luar sekolah
b) Guru dapat dengan cepat mengontrol tugas yang diberikan kepada peserta
didik.
5. Studi Kasus
Setiap tahun ajaran baru, sekolah disibukkan oleh kegiatan
penerimaan siswa baru. Sebelum kegiatan ini dimulai, Kepala Sekolah terlebih
dahulu membentuk panitia berdasarkan pedoman dari Dinas Pendidikan
setempat. Panitia yang sudah dibentuk diformalkan den menggunakan Surat
Keputusan (SK) Kepala Sekolah. Susuunan panitia sebagai berikut.
Ketua : kepala sekolah
Sektertaris I : Wakil kepala sekolah urusan Kesiswaan

222 Pengelola Pendidikan


Setelah terbentuk panitia, langkah selanjutnya pembuatan pengumuman
kepada masyarakat, agar para calon pendaftar mengetahui syarat-syarat memasuki
sekolah tersebut. Berikut contoh pengumuman tersebut.
Kegiatan sekolah berikutnya adalah melaksanakan seleksi bagi calon
siswa yang mendaftar di sekolah yang bersangkutan. Dari hasil seleksi ini
ditentukan peserta didik yang diterirna disekolah tersebut. Biasanya ada tiga
kebijakan sekolah dalam penentuan peserta didik yang diterima, vaitu : pertama:
peserta didik yang diterima; kedua: peserta didik yang cadangan diterima; dan
ketiga: peserta didik yang tidak diterima. Bagi peserta didik yang diterima
langsung melakukan daftar ulang dan melengkapi persyaratan yang telah ditentukan
sekolah.
Setelah peserta didik diterima pada suatu sekolah. Pihak sekolah mempunyai
tangungjawab untuk memberikan suatu program penyesuaian calon peserta didik
kepada situasi sekolah mereka yang baru. Program ini yang disebut sebagai masa
orientasi. Masa orientasi ini dilakukan dalam beberapa hari (biasanya di sekolah
dilakukan dalam sepekan). Dalam oreientasi ini diperkenalkan lingkungan fisik
sekolah dan lingkungan sosial sekolah. Bahkan secara rinci oreintasi ini mengenalkan
tata tertib sekolah, guru dan staf TU sekolah, perpustakaan sekolah, layanan khusu
yang ada di sekolah, program studi di sekolah, cara belajar efektif dan efisien di
sekolah serta organisasi kesiswaan yang adadi sekolah.
Setelah siswa selesai mengikuti masa orientasi, dilakukan pembagi- an kelas.
Permbagian kelas di sekolah biasanya menggunakan tipe kelas yang heterogen
tanpa ada pertii'nbangan menempatkan kelas berdasarkan suku, nilai, agama maupun
gender. Pembagian kelas ini tentu saja dibagi berdasarkan rasio dengan ruang kelas
yang ada. Setelah terbentuk kelas, barulah peserta didik rnenqikuti program
pembelajaran dalam bentuk mata pelajaran/bidang studi yang harus ditempuh
oleh peserta didik selama di kelas tersebut. Di samping itu, siswa juga bisa
mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi di sekolah yang sifatnya ekstra kurtkulerdan
dilakukan di luar jam mata pelajaran/bidang studi.
Dalam proses dernbetajaran ini dilakukan penilaian terhadap peserta didik.
Penilaian ini dilakukan untuk rnelihat kemajuan peserta didik dan menentukan
naik atau tidak naik kelas berikutnya (bagi kelas 1 dan kelas 2), serta penentuan
lulus atau tidak lulus bagi kelas 3. Hasil penilaan yang dilakukan oleh pihak
sekolah ini dilaporkan kepada orang tua wali siswa. Laporan kepada orang tua
tersebut lazim disebut buku raport, Sedangkan siswa yang lulus dari sekolah
diberikan Ijazah/STTB.

Manajemen Peserta Didik 223


C. Rangkuman
Kegiatan Manajemen peserta didik merupakan bag ian penting yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah.
Program-program kegiatan Manajemen kepeserta didikan yang diselenggarakan
harus didasarkan kepada kepentingan dan perkembangan dan peningkatan
kemampuan peserta didik dalam bidang kognitif afektif dan psikornotor dan sesuai
dengan keinginan, bakat dan minat peserta didik. Pengadaan program kegiatan
Manajemen kepeserta didik diharapkan dapat menghasilkan keluaran yang bermutu.
Penyelenggaraan sekolah yang bermutu perlu didukung oleh ketersediaan
layanan kepada peserta didik yang layak dan memadai data kuantitas maupun
kualitasnya. Mengingat penyelenggaraan sekolah terus mengalami perubahan
dan perkembangan, maka manajemen peserta didik yang ada di sekolah tersebut
perlu melakukan inovasi yaitu sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang.
ada, agar kegiatan Manajemen peserta didik• bisa mendukung keterlaksanaan
prcqrarr' sekolah dan tercapainya tujuan pendidikan secara umum sebagau mana
termaksuk dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
D. Latihan
1. Jelaskan tujuan dan fungsi manajemen peserta didik?
2. Kemukakan hal-hal yang perlu dijadikan pertimbangan dalam
melakukan rekruitmen peserta didik?
3. Sebutkan beberapa sistem penerimaan peserta didik baru yaitu anda
ketahui? coba anda analisis kekurangan dan kelebihan sistem penerimaan
tersebut?
4. Jelaskan menurut pemikiran anda, bagaimana masa orientasi?
5. peserta didik yang ideal itu?
6. Bagaimana pendapat anda dengan adanya kelas unggul di sebuah
sekolah? lakukan analisis kekurangan dan kelebihannya.
7. Apa yang anda ketahui tentang disiplin peserta didik ? serta upaya apa yang
perlu ditempuh untuk meningkatkan disiplin peserta didik?
8. Gambarkan bagaimana proses manajemen peserta didik dalam bentuk
diagram alur?
E. Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional, (2000), Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta,
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah,
Hasibuan, Malayu S. P. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia
Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu S.P. (2003). Organisasi dan Motivasi. Jakarta : Bumi Aksara.

22
4 Pengelolaan Pendidikan
Hoy, Wayne K, (2001), Educational Administration:Theory, Research and
Practice Sixth Edition, New York, McGraw Hill Companies
Imron, Ali. (2004). Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Malang : Universitas
Negeri Malang.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soemanto, Pengantar Operasional Administrasi
Pendidikan,
Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2005). Manajemen
Pendidikan. Bandung : Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
William A, (1949), Administration and The Pupil, New York: Hapers and Brother.

Manajemen Peserta Didik 225


INFORMASI PENERIMAAN SISWA BARU
SMA TERPADU KRIDA NUSANTARA
TAHUN PELAJARAN 2007/2008
A. Syarat umum
1. Lulusan SMP atau yang sederajat tahun ajaran 2006/2007
2. Tidak pernah tidak naik kelas
3. Usia tidak lebih dari 17 tahunn pada tanggal 1 juli 2007
4. Tinggi badan minimal untuk wanita 150cm dan untuk pria 155cm
5. Berbadan sehat dan tidak cacat tubuh (boleh berkaca mata)
6. Bersedia tinggal diasrama
7. Memiliki STL (surat tanda lulus) dan ijazah
B. Materi seleksi
1. Akademik (matematika,bahasa,ipa dan ips)
2. Psikotest
3. Kesehatan
4. Wawancara
5. Kesemaptaan
C. Prosedur pendaftaran
1. Mengisi formulir pendaftaran
2. Membayar biaya: - seleksi
- Penginapan
3. Membayar deposit uang pangkal
 Pendaftaran bulan januari-februari diskon
 Pendaftaran bulan maret diskon
4. Jika siswa tidak lulus seleksi : deposit uang pangkal dikembalikan dipotong biaya administrasi rp
50.000,-
5. Pembatalan sebelum seleksi : deposit uang pangkal dikembalikan dipotong biaya administrasi 10
%
6. Formulir yang telah diisi dikembalikan ke sekretariat pendaftaran dengan melampirkan :
a. Fotocopy rapot dari kelas 1 s.d kelas 3 (semester 5 )dilegalisisr
b. Ftocopy akte kelahiran
c. Surat keterangan kelakuan baik dari SMP
d. Pas fto berwarna ukuran 3 x4 sebanyak 4 buah
e. Surat keterangan dokter,laboratorium,dan lengkap dan foto thorax dari RS/ klinik setempat

D. Jadwal
1. Waktu pendaftaran : 1 januari s.d 27 mei 2007
2. Seleksi : 2-4 juni 2007
3. Pengumuman :12 juni 2007
4. Daftar ulang : 12-17 juni 2007
E. Biaya pendaftaran
a. Uang pangkal termaksuk deposit
b. Pakaian seragam ( SMA,YKN,olahraga,pramuka,lab,PDL,jaket,sepatu)dll
c. Biaya pendidikan perbulan
d. Pembukaan dua buku rekening (SPP dan pribadi)
Pembayaran dapat dilakukan dengan tunai atau melalui :
Bank : Bn cabang menteng jakarta
Nomor Rekening : 0000733253
Atas nama : yayasan krida nusantara
F. Tempat pendaftaran
a. Bandung kampus SMAT-KN J. Desa padung obi ru bandung 40614. Telp/fax : (022)7806125
b. Jakarta jl.panataran no.6 jakarta pusat : depan gd.proklamasi) tlp.(021)3913793 Fax (021)31930641
(pukul 09.00-16.30) email : yayasan@kridanusantara.com
c. Sms ketik <nama calon siswa>spasi<asal sekolah>spasi<alamat rumah>kirim ke nomor
0811930991/0818704436

Gambar 9.1
Contoh Pengumuman Penerimaan Siswa Baru
226 Pengelolaan Pendidikan
Manajemen peserta didik 227

GAMBAR 9.2
Contoh Buku Induk

Gambar 9.3
Contoh Buku Klaper

228 Pengelolaan Pendidikan


BAB 10
MANAJEMEN TENAGA PENDIDIK DAN
KEPENDIDIKAN

Oleh
Dr. Endang Herawan, M.Pd.
Nani Hartini, M.Pd

A.Pendahuluan
Tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan
strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan
kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dipandang dari dimensi pembelajaran,
peranan pendidik (guru, dosen, pamong pelajar, instruktur, tutor, widyaiswara)
dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan
dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan karena ada
dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran,
yang diperankan oleh pendidik yang tidak dapat drqantikan oleh teknologi.
Fungsi mereka tidak akan bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan
pengajar bagi peserta didiknya. Begitu pun dengan tenaga kependidikan
(kepala sekolah, pengawas, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi) mereka bertugas
melaksanakan adrninistrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan
teknis untuk menunjang proses pendidikan pacta satuan pendidikan.

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 229


Sehubungan dengan tuntutan ke arah profesionalisme tenaga pendidik
dan kependidikan, maka semakin dirasakannya desakan untuk peningkatan mutu
pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan yang telah menjadi komitmen
pendidikan nasional. Isu klasik yang sela muncul selama ini ialah: usaha apa yang
paling tepat untuk rneningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan? Oleh karenanya penting untuk memahami
terlebih dah bagaimana mengelola pendidik dan tenaga kependidikan tersebut.

B.Konsep Dasar
1. Definisi manajemen tenaga pendidik dan kependidikan
Pemahaman konsep manajemen tenaga pendidik dan kependidikan kita terlebih
dahulu harus mengerti arti manajemen dan tenaga pendidikan dan kependidikan.
Berbagai definisi tentang manajemen telah banyak dikemukakan.Sebagai ilmu, konsep
manajemen bersifat universal dengan menggunakan kerangka berpikir keilmuan,
mencakup kaidah kaidah dan prinsip-prinsipnya.
a. Definisi Manajemen
Apakah sebenarnya manajemen itu? Kata manajemenberasal dari bahasa inggris
management yang dikembangkan dari kata to manage yang artinya mengatur/mengelola.
Kata manage itu sendiri berasa bersal dari Italia Maneggio yang diadopsi dari
bahasa latin managiare yang berasal dari kata manus yang artinya tangan.Konsep
manajemen tidaklah mudah untuk didefinisikan.
Apabila kita membuat suatu pembatasan atau definsi tentang manajemen dapatlah
dikemukakan sebagai tersebut." bekerja dengan orang-orang untuk mencapai tujuan
organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),penmgorganisasian
(organizing. penyusunan personalia (staffing) pengarahan dan kepernirnpioz (leading)
dan pengawasan (controlling).
b. Definisi Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 5 dan 6 yang dimaksud dengan tentang kependidikan adalah
anggota masyarakat yang mengabdikan diri diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Sedang pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususarinya, serta
berpartisipasi dalam rnenyelenggarakan pendidikan. .
c. Definisi Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Dalam organisasi pendidikan tenaga pendidik dan kependidikan merupakan
sumber daya manusia potensial yang turut berperan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.

230 Pengelolaan Pendidikan


Berdasarkan asumsi ini,penulis mengacu pada beberapa teori tentang manajemen sumber
daya manusia pada organisasi swasta/ perusahaan sehingga sebelum diuraikan definisi
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan terlebih dahulu akan dipaparkan definisi
manajemen sumber daya manusia.

 MSDM dipandang sebagai fungsi atau subsistem diskrit yang diharapkan mampu
menyelesaikan tugas-tugas khusus. Misal: Staffing yang efektif diarahkan untuk
put the right person in the right place at the right time.sistem kompensasi diharapkan
mampu memotivasi performansi dan retensi pegawai.
 MSDM merupakan serangkaian sistem yang terintegrasi dan bertujuan untuk
meningkatkan performansi SDM. Misal: staffing, kompensasi, dan pelatihan
dimaksudkan untuk menyediakan dukungan yang sinergis bagi organisasi untuk
meningkatkan kemampuannya dalam mencapai tujuan stratejik, dengan menekan
biaya atau melahirkan inovasi.
 Penerapan konsep outsourcing untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas.
 Pemanfaatan teknologi (khususnya TI) dalam mernberikan layanan
informasi secara timbal balik. Dengan menggunakan teknologi yang tepat
dapat mengurangi jumlah tenaga kerja tanpa menurunkan mutu layanannya.
 Pergeseran peran human capital menjadi peran sentral yang membantuorganisasi
untuk memenangkan persaingan.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen tenaga
pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai dari tenaga
pendidik dan kependidikan itu masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya
berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan.pemberian
kompensasi,penghargaan, pendidikan dan latihan/pengembangan dan pemberhentian.
2. Tujuan Manajemen Tenaga - Pendidik dan Kependidikan
Tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan berbeda dengan
manajemen sumber daya manusia. pada konteks bisnis, Di dunia pendidikan tujuan
manajemen SGM lebih mengarah pada pembangunan pendidikan yang bermutu,
membentuk SDM yang. handal, produktif, kreatif dan berprestasi.
Di negara kita ada satu Direktorat Tenaga Pendidik di bawah Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidik dan Kependidikan yang memiliki wewenang untuk
mengatur, mengelola tenaga pendidik dan kependidikan.
Berdasarkan (Permendiknas No.8 Tahun2005) TUGAS DITJEN PMPTK Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK). mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan standarisasi teknis di bidang
peningkatan mutu

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 231


pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidika dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Fungsi Ditjen PMPTK

 Penyiapan perumusan kebijakan departemen di bidang peningkatan mutu


pendidik dan tenaga kependidikan;
 Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan;
 Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan;
 Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan;
 Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal;
Penjabaran tugas dan fungsi dar Dirjen PMPTK ini merupakan tujuan
yang ingin dicapai dalam manajemen tenaga pendidik kependidikan.Aas
Syaefudin (2005: 103) menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan tenaga
pendidik dan kependidikan adalah agar mereka memiliki kemampuan,
motivasi dan creativitas untuk :
 Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-
kelemahannya sendiri
 Secara berkesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah
terhadap kebutuhan kehidupan (belajar) peserta didik dan persaingan terhadap
kehidupan masyarakat secara sehat dan dinamis
 Menyediakan bentuk kepemimpinan (khususnya menyiapkan kader pemimpin)
pendidikan yang handal dan dapat menjadi teladan) mampu mewujudkan
human organization yang pengertiannya dari human relationship pada
setiap jenjang manajemen orqaniszs pendidikan nasional.
Dari uraian-uraian tersebut penulis menarik kesipulan bahwa tujuan
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan secara umum adalah:

 Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang


cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi
 Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh Karyawan
 Mengembangkan sistem kerja dengakinerja tinggi yang meliputi prosedur
prerkrutan dan seleksi yang ketat, sistem kompensasi dan insenti yang
disesuaikan dengan kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas
pelatihan yang terakit dengan kebutuhan organisasi dan individu
 Mengembangkan praktik menejemen dengan komitmen tinggi menyadari bahwa
tenaga pendidik dan kependidikan merupakan stakeholder internal yang
berharga serta membantu mengembangkan iklim kerjasama dan kepercayaan
bersama
 Menciptakan iklim kerja yang harmonis.

232 Pengelola Pendidikan


3. Tugas dan Fungsi Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Berdasarkan Undang Undang no 20 tahun 2003 Pasal 39 :(1) Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, penqelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada
satuan pendidikan. (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Secara khusus tugas dan fungsi tenaga pendidik (guru dan dosen) didasarkan
pada Undang-Undang no 14 tahun 2007, yaitu sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, pengem- bang ilmu pengetahuan,
teknologi,. dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat. Dalarn Pasal 6
disebutkan bahwa : Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan
untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional tenaga pendldik dan
kependidikan harus memiliki kompetensi yang disyaratkan baik oleh peraturan
pemerintah maupun kebutuhan masyarakat antara lain: (1) Pendidik harus•memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenanqan.rnenqajar,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kernampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. (2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang
pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
Mereka pun memiliki hak darrkewajiban dalam melaksanakan tugas yaitu :
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

 Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;


Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
 Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
 Perlindungan hukum dalam rnelaksahakan tugas dan hak atas hasil kekavaan
intelektual; dan
 Kesempatan untuk menggunakari sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan
untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
(2) Pendidik dan tenaqa kependidikan berkewajiban:

 Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dina


mis, dan dialogis:

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 233


 Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkanmutu pendidikan; dan
 Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,profesi,dan kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
C. Aktivitas Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
1. Perencahaan
Perencanaan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah pengembangan
dan strategi dan penyusunan tenaga pendidik dan kependidikan (SumberDaya
Manusia(SDM)yang komprehensif guna memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan.
Perencanaan SD• merupakan awal dari pelakasanaan fungsi manajemen SDM.
Walupun merupkan langkah awal yang harus dilaksanakan perencanaan seringkali tidak
diperhatikan dengan seksama. Dengan melakukan perencanaan ini,segala fungsi SDM dapat
dilaksankan dengan efisien.
Di Negara kita status kepegawaian tenaga pendidik dna kependidikan terbagi 2 yaitu
bertatus PNS dan Non PNS dan berada o bawah naungan Departemen Pendidikan
Nasional dan Departernes Agama. Berikut akan disajikan Data Guru Dikdasmen
menurut Jenjang Satuan Pendidikan dan Status Kepegawaian.
Tabel 10.1
Data Guru Dikdasmen menurut Jenjang, Satuan Pendidikan dan
Status Kepegawaian

234 Pengelolan Pendidikan


Gambar 10.1 dan Gambar 10.2 Posisi Guru

Tabel 10.2
Data jumalah Tenaga Kepedidikan Secara Naional

Berdasarkan data-data tersebut kita dapat memperkirakan berapa jumlah


tenaga pendidkan dan kependidikan yang dibutuhkan dimasa depan. Selain data-
data kuantitas kita jugaharus memperhitungkan data kualitatif. Merujuk pad a
teori perencanaan SDM, maka ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam
merencanakan SDM antara lain
1. Metode Tradisional
Metode ini biasanya disebut sebagai perencanaan tenaga kerja, semata-
mata memperhatikan masalah jLimlah tenaga kerja serta jenis dan tingkat
keterampilan dalam organisasi.
Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 235
Model ini pada saat sekarang dianggap terlalu sempit karena hanya
membahas perencanaan jumlah tenaga kerja dan perhatian tidak sesuai pada
keterampilan, selain itu meningkatkan kesadaran untuk memperhatikan masalah-
masalah yang bersifat -0 b,f5 kualitatif, seperti tentang perilaku pendidik serta
budaya dan system organisasi.

Gambar 10.3
Metode Tradisional

2. Metode Perencanaan Terintegrasi


Bila kita melihat sekarang perencanaan SDM sebagai pendeka c yang
berbeda, tampak jelas bahwa perencanaan SDM telah bersifat Ie ' luas. Perencanaan
SDM tidak lagi terbatas pada masalah pasokan d:-- permintaan tenaga kerja.
Dalarn perencanaan teritegrasi, kita dapat melihat bahwa sega- aspek
yang penting dalam pembuatan dan pencapaian visi organis,=' ataupun SDM turut
diperhatikan. Dalam perencanaan terintegrasi sega "': perencanaan berpusat pada visi
stratejik. Visi tersebut dijadikan stan~=:~ pencapaian.

236 Pengelolaan Pendidikan


Gambar 10.4
Metode Perancangan Terintegrasi

3. Seleksi
"Selection" atau seleksi didefinisikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan
dimana individu dipilih untuk mengisi suatu jabatan yang didasarkan pada
penilaian terhadap seberapa besar karakterisik individu yang bersangkutan,
sesuai dengan yang diper- syaratkan oleh jabatan tersebut.
Walaupun proses seleksi itu penting dan sangat menentukan
keberhasilan roda organisasi, permasalahan sering timbul manakala proses
penempatan pegawai yang kompeten beralih dari proses rekrutmen menuju
tahapan seleksi. Permasalahan pokok yang selalu dihadapi setiap organisasi adalah
bagaimana memilih calon terbaik untuk mengisi setiap kekosongan jabatan :

 Bagaimana sistem dapat memastikan bahwa keputusan dan tindakan dalam


seleksi sejalan dengan strategi serta sesuai dengan hukum dan perundangan
yang berlaku?
 Bagaimana sistem dapat mengembangkan informasi prediktif yang lebih baik
mengenai para pelarnar dan bagaimana agar mendapatkan tingkat kecocokan
antara mereka yang terpilih dengan situasi kerja yang mereka tempati?
 Bagaimana persyaratan jabatan ditetapkan agar mendapatkan tingkat
kesesuaian yang tinggi antara personalitas pelamar dengan jabatan yang
dilamar?
Permasalahan tersebut mengindikasikan suatu kebutuhan akan komitmen
yang lebih kuat terhadap penetapan rancangan yang mampu menggambarkan strategi
yang spesifik bagi penempatan.
1) Tujuan utama dari seleksi adalah untuk:

 Menjalankan tugas dalam jabatan tersebut,


Manajemen Tenaga Pendidikdan Kependidikan 237
 Mendapatkan kepuasan dalam jabatannya sehingga dapat dalam sistem,
 Menjadi kontributor efektif bagi pencapaian tujuan dalam sistem Memiliki
motivasi untuk mengembangkan diri.
2) Membantu meminimalisasi pernborosan waktu, usaha, dan biaya yang harus
diinvestasikan bagi pengembangan pendidikan para pegawai.
Dalam proses seleksi pegawai perlu ditetapkan suatu dasar yang rasional
dan seragam serta diterapkan secara tegas sehingga akan memberikan
keyakinan kepada para pelamar, masyarakat, dan pegawai sekolah bahwa
kemampuan merupakan faktor kunci yang menentukan diterima atau ditolaknya
seorang calon. Dengan demikian, dewan
Pendidikan perlu dibekali dengan suatu instrument pengawasan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas para pegawai; dan para pejabat yang
memegang tanggung jawab tertinggi dalam seleksi seluruh pegawai harus memiliki suatu
dasar yang kuat dalam menilai proses seleksi tersebut.
Sebelum mempertimbangkan berbagai langkah seleksi,perlu disadari adanya
berbagai faktor lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses seleksi
tersebut. Selain kesadaran terhadap adanya elemen-elemen lingkungan, para pengelola
sekolah juga dapa berusaha meningkatkan hasil yang diperoleh dari seleksi dengan
memahami teknologi seleksi(pemahaman,peralatan, dan cara-cara yang dipergunakan
dalam seleksi); kompleksitas, kekuatan, serta keterbatasannya, dan pengaruhnya
terhadap faktor-faktor organisasional lainnya.
Castetter mengemukakan ilustrasi rangkaian faktor seleksi SDM yang meliputi antar
faktor situasional seleksi sebagai berikut:
Pihak yang terlibat dalam proses seleksi SDM, (apakah dewan pendidikan, pegawai
pusat, perwakilan unit kerja, perwakilan gabungan, atau perwakilan masyrakat)
Faktor eksternal dan internal yang mempengaruhinya (apakah faktor eksternal yang terdiri
dari kebijakan kantor tenaga kerja,kondisi pasar,karena politik, demografi, dan budaya
masyarakat, atau faktor internal yang' terdiri dari hubungan sistem,
stabilitas dewan sekolah, pegawai, dan pengawasan, serta budaya sistem).
Alat prediksi seleksi yang digunakan (apakah infomasi latar belakang, riwayat kerja,
kondisi fisik,kemampuan yang teruji, jenis personalitas, referensi kepercayaan,atau
profesionalisme);
Alat prediksl penilaian yang digunakan (apakah formulir lamaran, pengecekan referensi.,
wawancara, tes tertulis, tes kesehatanr es kernarnpuan, atau kuesioner);
Posisi k.erja yang ditawarkan (apakah guru kelas,personal pendidikan khusus, spesialis
profesional, administratur, supervisor, atau personal temporer).

238 Pengelolaan Pendidikan


Pada dasarnya, setiap elemen yang dipergunakan dalam teknologi seleksi sumber daya
manusia lebih diarahkan sebagai alat-alat pengaturan karena pada umumnya
perundang-undangan Pemerintah selain rnenyulitkan bagi pernilihan dan penggunaan
alat-alat.seleksi, juga menyulitkan terhadap penentuan kriteria pekerjaan.
Seleksi sumber daya manusia merupakan suatu proses yang memerlukan penilaian
dan perkiraan untuk memprediksi secara tepat khususnya dalam menentukan tingkat
investasi, kualitas yang baik,spekulatif, atau resiko tinggi.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan sistem seleksi
tradisional adalah efektivitas biaya, penurunan tingkat pemborosan dana dan waktu
pengawasan, dan minimalisasi masalah penempatan kerja.
 Proses Seleksi
Dalam proses seleksi, kelompok pelamar yang terdiri dari para pengajar
profesional, pengawas adrntnistrast profesional, pelaksana teknis profesional, (jan tenaga
pendukung lainnya harus melalui tiga tahapan proses, yaitu: (1) Pra Seleksi, yang
melibatkan kebijakan dan penetapan prosedur seleksi; (2) Seleksi, yang merupakan
pengajuan seleksi dan implementasi aturan yang ditetapkan pada tahap satu; (3)
Pasca Seleksi, tahap dimana terjadi penolakan dan penerimaan pelamar yang
melibatkan daftar kemampuan pelamar, bagian personalia, pembuatan kontrak dan
penernpatan pegawai.
 Pra Seleksi
Inti dari tahap pra seleksi adalah_ bahwa suatu sistem keputusan yang
dijabarkan dalam bentuk prosedur dan kebijakan sistem dapat membantu
memfokuskan upaya organisasi dalarn mencapai tujuan seleksi.
Terdapat dua tugas utama pengujian dalam tahap pra seleksi,yaitu:
1. Pengembangan Kebijakan Seleksi
Dasar pengembangan sistem rencana gabungan dalam seleksi personal
dimulai dari dewan pendidikan. Kebijakan dewan rnenqiden- tifikasikan
kewenangan dewan berkaitan dengan seleksi, dan kebijakan tersebut
dipergunakan sebagai pedoman umum dalam proses seleksi, pendekatan
terhadap kebijakan seleksi adalah dengan menghubungkan kebijakan umum
tentang sumberdaya manusia dengan kebijakan seleksi.
2. Keputusan Prosedur Pra seleksi
Kerangka pengembangan keputusan prosedur pra seleksi, meliputi:
 Hukum dan perundang-undangan seleksi; upaya meminimalisasi permasalahan
hukum yang berkaitan dengan aktivitas seleksi.
 Komponen keputusan seleksi, yaitu pembentukan persyaratan jabatan
dan persyaratan personal.
 Kriteria efektivitas keputusan seleksi, yaitu mengembangkan ukuran-
ukuran yang akan digunakan sebagai prediktor kinerja atau keberhasilan
(performance predictors or success).
Manajemen TenagaPendidikdan Kependidikan 239
 Prediktor/alat untuk memprediksi keberhasilan keputusan seleksi seperti:
wawancara, biodata formulir lamaran, wawancara lanju a pengujian personal

 Seleksi
Proses seleksi difokuskan pada pertanyaan sejauh mana kecocokan antara
pelamar dan segala kualitasnya dengan tuntutan-tuntutan jabatan.
Sebagai konsekuensinya, penting dilakukan penyelidikan referensi dan latar
belakang mereka yang lolos proses penyaringan awal. Semakin penting jabatan
yang dilamar dalam organisasi, semakin berat/rumit, penyelidikan yang
seharusnya dilakukan. Dalam konteks ini, ada dua aspek yang penting dicermati,
yaitu:
1) Penilaian Data dan Pelamar
Ada tiga tipe ukuran yang dapat digunakan secara selektif sebelum
mengambil keputusan dalam kasus dimana lnformas yang dibutuhkan sulit
diperoleh melalui saluran-saluran tradisional. Ketiga tipe yang dimaksud adalah:
 Ujian Fisik (tes kesehatan) sebelum bekerja.
 Tes kecanduan obat-obat terlarang (drug testing);dan
Latihan-Iatihan simulasi perilaku, baik secara manual maupun
kornputertsasl
2) Implikasi Tanggung Jawab dari Keputusan Seleksi
Organisasi proses seleksi membutuhkan serangkaian keputusan seperti
bagaimana yang paling baik dilakukan agar dapat memfungsikan jabatan
secara efisien dan efektif. Setiap pihak masing- masing memiliki tanggung jawab
dalam aktivitas seleksi,seperti pengembangan kebijakan seleksi, organisasi dan
administrasi seleksi penentuan anggaran seleksi, pengembangan pedoman
jabater formulasi kriteria seleksi, pengembangan format administrasi' dan arsip untuk
memfasilitasi proses seleksi, dan kegiatan seleksi lainnva.
 Pasca Seleksi
Setelah mengevaluasi para pelamar suatu _ jabatan, tahap berikutnya
adalah membuat keputusan individual mengenai setiap pelamar berdasarkan
data pelamar dan pertimbangan efektivitas pelamar untuk melakukan
pekerjaannya. Selain itu, perlu juga dibuat keputusan tentang batasan pekerjaan
yang seharusnya dilaksanakan Keputusan seleksi dilaksanakan dengan sistem
yang memutuskan untuk menerima atau menolak pelamar, atau sebaliknya, pelamar
yang mengambil keputusan ini.
Dalam pasca seleksi ini, paling sedikit ada dua hal yang penting diperhatikan,
yakni yang berkaitan dengan kontrak dan kerangka pekerjaan.

240 Pengelolaan Pendidikan


1) Kontrak
Kontrak merupakan suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk tidak
melakukan pelanggaran-pelanggaran nyata dan mematuhi perjanjian-perjanjiam kontrak.
Komponen-komponen kontrak pada umumnya adalah sebagai berikut:
 Mutual assent' (suasana/kondisi penawaran dan penerimaan)
 Konsiderasi
 Pihak-pihak kompeten yang sah (legal)
 Pengembangan "subject matter' yang tidak dihambat oleh hukum; dan
 Kesepakatan dalam bentuk yang dituntut oleh hukum (peraturan).
2) Batasan/kerangka kerja (term of employment)
Sebelum menyelesaikan proses seleksi, pelamar dan organisasi harus
membuat suatu perjanjian berdasarkan batasan/kerangka kerja. Pengadaan perjanjian
ini sanqat penting karena dapat dicapai pemahaman sepenuhnya antara dua pihak dan
kondisi-kondisi kerja yang melakukan perjanjian kerja.
Berbicara mengenai seleksi, maka tidak akan terlepas dari proses sebelumnya,
yaitu rekrutmen sehingga apabila kita ingin mengkaji masalah seleksi PNS,
maka kita harus pula melihat proses rekrutmen. Peraturan Pemerintah yang
memuat masalah rekrutmen dan seleksi adalah PP Nomor 97 tahurr 2000 tentang
Formasi Pegawai Negeri. Sipil dan PP nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai
Negeri Sipil.
Dalam PP Nomor 97 tahun 2000 tentang Formasi PNS, disebutkan bahwa
formasi PNS adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang dlperlukan ' dalam
suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok
dalam jangka waktu tertentu (pasal 1) sedangkan pasal 4 menyebutkan bahwa
formasi satuan organisasi negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan
penyediaan pegawai.
Berikutnya adalah PP Nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai
Negeri Sipil disebutkan dalam pasal 1 bahwa pengadaan PNS adalah kegiatan
untuk mengisi formasi yang lowong dan dalam pasal 2 dinyatakan bahwa
pengadaan PNS dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran,
penyaringan, pengangkatan eaton sampai pengangkatan PNS, yang
dilaksan'akan oleh Pejabat Pembina Kepeqawaian (Menteri, Jaksa agung,
sekretaris Negara, Gubernur dan Bu pati/W a Ii kota),
Hal ini berimplikasi pada rangkaian aktivitas yang harus dilalui dalam
proses seleksi yang cukup komprehensif dengan menittkberatkan pada kekuatan
sistem informasi berupa kelengkapan dan kekuratan data yang dibutuhkan baik
meng.enai diri pelamar maupun posisi yang

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 241


ditawarkan. Bentuk informasi dapat berupa biodata pelamar, wawancara, pedoman
jabatan, model jabatan, atau anal isis dan spesifikasi personel yang dibutuhkan.
Semua. ini ditujukan untuk menjaga kecocokan kualifikasi personel dengan
posisi yang ditawarkan.
4. Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang berlangsung terns menerus
berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial kinerja. Robert BaCCi (2002:4)
mengemukakan bahwa manajemen kinerja merupakan sebuah proses komunikasi
yang berlangsung terus menerus/berkesinambungan dan dilakukan dalam
kemitraan antara karyawan dengan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi
kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan
yang akan dilakukan.
Berdasarkan definisi di atas manajemen kinerja tenaga pendidik dan
kependidikan itu meliputi:
 fungsi kerja esensial yang diharapkan oleh tenaga pendidik dan
kependidikan
 seberapa besar konstribusi pekerjaan pendidik dan kependidikan bagi
pencapaian tujuan pendidikan
 Apa arti konkrit mengerjakan pekerjaan yang baik.
 Bagaimana tenaga kependidikan dan dinas bekerja sama un
mempertahankan, memperbaiki rriaupun mengembangkan kinerja yang
ada sekarang
 Bagaimana prestasi kerja akan diukur
 Mengenali berbagai hambatan kerja dan menyingkirkannya.
Sedangkan menurut Achmad 5 Ruky (2004:5) menyatakan bahwa sebuah
program Manajemen Kinerja dapat didefinisikan sebagai berik : ditinjau dan
bunyi kalimatnya, Manajemen Kinerja ini berkaitan denqan usaha, kegiatan atau
program yang diprakarsai dan dilaksanakan ole" pimpinan organisasi (perusahaan)
untuk; "merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan. Karena
program ini rnencanturn- kan kata management, seluruh kegiatan yang dilakukan
dalam sebuah proses rnanajernen harus terjadi, dimulai dengan menetapkan tujuan
da sasaran yang ingin dicapai, kemudian tahap pembuatan rencana
pengorganisasian, penqqerakan/penqarehan dan akhirnya evajuasi atas hasilnya.
Secara teknis program ini memang harus dimulai denga menetapkan
tujuan dan sasaran yaitu '''kinerja dalam bentuk apa dan yang seperti bagaimana
yang ingin dicapai. Karena yang menjadi objek adalah kinerja manusia, maka bentuk
yang paling umum tentunya. adaleh kinerja dalam bentuk "produktivitas" sumber daya
manusia.

242 Pengelolaan Pendidikan


Program Performance Management" sebenarnya mempunyai ruang lingkup
yang lebih besar. Bila program ini diterapkan, ia bersifat menyeluruh atau
menggarap semua bagianjfungsi dari sebuah organisasi ("organization wide").
Program ini akan menjamah semua elemen, unsur atau input yang harus
didayagunakan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut,
bukan hanya manusia. Elemen-elemen tersebut adalah teknologi (peralatan,
metode kerja) yang digunakan, kualitas dari input (terrnasuk material),
kualitas lingkungan fisik (keselarnatan, kesehatan kerja, lay-out tempat kerja
dan kebersihan), iklim dan budaya organisasi (terrnasuk supervisi dan kepernimpinan)
dan sistern kompensasi dan imbalan. Kegiatan dengan ruang lingkup seperti itu
akan merupakan sebuah proyek besar dan melibatkan hampir sernua orang. dan
ditangani langsung oleh pimpinan puncak organisasi. Beberapa team "ad hoc" baik
yang terdiri dari "orang dalam" dan atau konsultan diberi tugas-tugas khusus
untuk rnerrrbantu pimpinan melakukan penelitian-penelitian, membuat
rancangan sampai menangani proyek-proyek khusus.
Bila manajemen kinerja dipergunakan dengan tepat, banyak sekali keuntungan
yang dapaf dlperoleh. Menurut.Robert Bacal (2.002:6) ada beberapa keuntungan
manajemen kinerja yaitu :
 Bagi para manajer; mengurangi keterlibatannya dalam manajemen mikro,
menghemat waktu dengan membantu para karyawan
mengambil keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka
memiliki pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan, mengurangi
kesalahfahaman yang menghabiskan waktu diantara para staf tentang siapa
yang bertanggongjawab atas apa, mengurangi frekuensi situasi dimana para
manajer tidak memikili informasi pada saat- membutuhkannya.
 Bagi karyawan; memperoleh pengetahuan yang lebih baik menganai
pekerjaan dan tanggung jawab mereka
 Bagi organisasi; organisasi akan bekerja_lebih efektif bila tujuan-tujuan
organisasi, unit-unit kerja yang lebih kecil serta tanggungjawab semua
karyawan smeuanya terhubunqkan,
Ada satu alasan mengapa manajemen kinerja itu penting sebuah alasan
hukum yang serius. Pemerintah,. naik pemerintah pusat maupun perrierintah
daerah, telah menetapkan berbagai Undang-undang, ketentuan dan peraturan
yang mengatur apa yang boleh dilakuka oleh perusahaan berkenaan dengan
pemutu.san hubungan kerja
 Kriteria Manajemen Kinerja Yang Baik
Sistem manajemen kinerja yang saeperti apa yang akan kita. gunakan
tentunya akan sangat tergantung pada kebutuhan dan tujuan masing-masing
organisasi. Walaupun demikian Cascio yang dikutip Achmad 5 Ruky (2004:35)
agar sebuah manajemen kinerja yang efektif hendaknya memiliki syarat-syarat
sebagai tersebut.

Manajemen Tenaga Pendidikdan Kependidikan 243


 Relevance: hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah yang relevan dan
terkait dengan pekerjaannya, apakah itu outputnya, prosesnya dan inputnya.
 Sensitivity : sistem yang digunakan harus cukup peka untuk
membedakan anatara karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi
 Reliability : sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa
menggunakan tolak ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan stabil.
 Acceptability : sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima
oleh karyawan yang menjadi penile! rnaupun yang dinilai dar! memfasilitasi
komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.
 Practicability : semua instrumen misalnya formulir yang digunakan harus
mudah digunakan oleh kedua belah pihak tidak rumit dan tidak berbelit-belit.

 Langkah-Iangkah Manajemen Kinerja

 Persiapan pelaksanaan Proses.


 Penyusunan Rencana Kerja.
 Pengkomunikasian Kinerja Yang Berkesinambungan.
 Pengumpulan data, pengamatan dan dokumentasi.
 Mengevaluasi Kinerja.
 Pengukuran dan Penilaian Kinerja.

5. Pemberian Kompensasi
Program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan
perusahaan, karyawan dan pemerintah . Supaya tujuan tercapai dan memberika,n
kepuasan bagi semua pihak hendaknya program pemberian kompensasi didasarkan
pada prinsip adil dan wajar.
Peterson dan Plowman (dalam Malayu; 2003: 120) orang mau bekerja sama karena
hal-hal berikut ini :
 The desire to live, artinya keinginan untuk hidup rnerupakan keinginan utama
dari setiap orang. Manusia bekerja untuk mendapatkan makan dan makan
untuk melanjutkan hidupnya.
 The desirt for possesion, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan
keinginan manusia yang kedua ini merupakan salah satu sebab mengapa manusia mau
bekerja.
 The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan
keinginan selangkah di atas kelnqinan untuk memiliki, mendorong
orang mau bekerja

244 Pengelolaan Pendidikan


 The desire for recognation, artinya keinginan akarr pengakuan
merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang untuk
bekerja.

 Tujuan Kompensasi
Tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah sebagai ikatan kerja
sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan serta
disiplin.
Malayu mengemukakan (2003: 121) bahwa tujuan pemberian
kompensasi adalah sebagai tersebut.

 Ikatan kerja sama, dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja


sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan
tugasnya
 Kepuasan kerja, dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi
kebutuhan -kebutuhan fisik, status soasial dan egoistiknya sehingga memperoleh
kepuasarr kerja dari -keterlibatannya.
 Pengadaan efektif, jika pengadaan kompensasi diterapkan cukup besar,
pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
 Motivasi, jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manager akan
 mudah memotivasi bawahannya
 Stabilitas karvaewan.: dengan program kompensasi atas prinsip adil dan
layak serta eksternal konsistensi yang kornpentatif maka stabilitas
karyawan lebih terjamin karena turn over relatif kecil
 Disiplin, dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka didiplin
karyawan semakin baik, mereka akan menyadari dan mentaati
peraturan-peratutan yang berlaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi kornpensai Malayu (2003: 127) mengemukakan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kompensasi yaitu :

 Penawaran dan permintaan tenaga kerja


 Kemampuan dan kesediaan perusahaan Serikat buruh/organisasi karyawan
produktivitas kerja karyawan
 Pemerintah dan undang-undangnya
 Biaya hidup/cosr of living
 Posisi Jabatan karyaawan
 Pendidikan dan pengalaman karyawan
 Kondisi perrekonomian nasional
 Jenis dan sifat pekerjaan

Manajemen Tenaga Pendidikdan Kependidikan 245


Tenaga pendidik dan kependidikan yang berstatus sebagai pegawai.
Undang-Undang no 43 tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian dan
Peraturan Pemerintah 1 tahun tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS, PP No 3
tahun 2006Tunjangan Jabatan Struktural, PP 12 Tahun 2006 Tentang tunjangan
Umum Bagi Pegawai Negeri Sipil, PP no 25 tahun 2006 tentang Pemberian
Gaji/pension/Tunjangan Bulan Ketiga belas Kepada pegawai Negeri, Pejabat Negara,
dan Penerima Pensiun/Tunjangan.
Dari beberapa aturan terse but, selain gaji pokok yang diteri tenaga pendidik
dan kependidikan yang berstatus PNS ada beberapa tunjangan yang diberikan
antara lain

 Tunjangan jabatan structural adalah tunjangan jabatan yang diberikan kepada


PNS yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam jabatan strktural sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
 Tunjangan jabatan fungsional adalah tunjangan jabatan yang diberikan
kepada PNS yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam struktural
'fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
 Bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang berstatus sebagai PNS kebijakan
pemberian kompensasi ini didasarkan pada kebijakan lembaga/yayasan.

6. Pengembangan Karier
Pengembangan karier adalah suatu kondisi yang menunjukan adanya
peningkatan-peningkatan status seseorang dalam suatu organisasi dalam jalur karier
yang telah ditetapkan dalam organisasi bersangkutan.
Perjalanan karier seseorang baik karyawan maupun individu lainya
a. Pentingnya karier
Berbicara tentang karier maka kita akan bertitik tolak pads as dasar bahwa
seseorang yang mulai bekerja setelah bekerja dalam suatu organisasi akan terus
bekerja untuk organisasi tersebut.
Berangkat dari asumsi demikian maka merupakan suatu hal yang logis jika
dalam kehidupan kekaryaannya seseorang menanyakan berbagai pertanyaan
berkaitan dengan :
1) Kemampuan, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dituntut oleh
organisasi agar meraih kemajuan dalam kariernya?
2) Sistem prornosi apa yang berlaku dalam organisasi Apakah promosi
berdasarkan prestasi kerja ataukah berdasarkan senioritas? Ataukah
gabungan dari keduanya?

246 Pengelolaaan Pendidikan


3) Jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah organisasi
rnenvelenqqrakan pelatihan terasebut ataukah pekerja sendiri yang
mencari kesempatan itu ?
4) Apakah promosi di ' masa depan menuntut keikutsertaan dalam program
pengembangan yang diselenggarakan oleh organisasi ?
5) Sampai sejauhmana faktor keberuntungan berperan dalam promosi
seseorang dalam organisasi ?
6) Apakah organisasi menganut kebijaksanaan "promosi orang dalam " atau
membuka "pintu masuk lateral" ntuk berbagai kedudukan dan jabatan?
7) Mana yang lebih penting : Kemampuan kerja atau kesediaaan
beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan promosi
seseorang ?
Berdasarkan pertanvaan-pertanyaan mendasar di atas maka
kesimpulannya adalah maju tidaknya seseorang dalam karier tergantung ada yang
ersangkutab itu sendiri, ia perlu terlibat aktif dalam menentukan arah
kariernya.
Jika seseorang berbicara permasalahan karier dalam kehidupan
organisasional, biasanya yang dimaksud adalah keseluruhan pekerjaan yang
dilakukan dan jabatan yang dipangku oleh. seseorang selama dia berkarya.
Memang sukar menemukan sebuah pola universal mengenai karier semua
orang, karena yang terjadi sangat beraneka ragam. Ada rang yang mencapai
kernajuan dalam kariernya berdasarkan suatu encana kariaer tertentu. Tetapi ada
yang tanpa direncanakanpun meraih kemajuan dalam kariernya sehingga kemajuan
itu dikait-kaitkan dengan "nasib baik". Terlepas dari tepat tidaknya soal nasib,
yang jelas bahwa prestasi kerja, pengalaman, pelatihan dan pengembangan
ternyata erperan penting dalam menernpuh berbagai jalur karier seseorang.
Seorang pekerja hendaknya memiliki pernaharnan pola karier yang terbuka
baginya. Sondang P. Siagiaan (2003:206)menyatakan ada 3 pol a karier yang harus
diketaui oleh seorang pekerja yaitu :
1) Sasaran karier yang ingin ia capai dalam arti tingkat kedudukan atau jabatan
tertinggi yang mung kin dicapai apabila ia mampu bekerja dengan
produktif, loyal pada organisasi, menunjukan perilaku yang fungsional
serta mampu bertumbuh dan berkembang.
2) Perencanaan karier dalam arti keterlibatan seseorang dalam pemilihan jalur dan
sasaran kariernya. .
3) Kesediaan mengambil langlah-Iangkah yang diperlukan dalam ranqka
pengembangan kariersambil berkarya.
b. Hakikat dan Tujuan Pengembangan Karier
Secara umum hakikat dan tujuan pengembangan karier merupakan proses
awal yang harus diketahui dengan jelas. Hakikat akan mengacu

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 247


pada dasar kekuatan yang membantu proses pengembangan, sedangkan tujuan
justru pada apa serta bagaimana meniti karier yang diharapkan Sergiovani
dan Staratt (Casmiati,2000:29) mengungkapkan konsep dasar. pengembangan
individu adalah pemerataan, akan tetapi diri personil yang sangat
berperan, ditunjang oleh kesernpatan yang tersedia dari lembaga, pada
dasarnya pembinaan dan pengembangan staf yang berorientasi pada
pertumbuhan dan perkembangan kemampuan personil
Prinsip dasar yang dijadikan panduan pengembangan karier terdiri dari:
(1) kemampuan manajerial, (2) kemampuan fungsional keamanan, (4)
kreativitas, dan (5) otonomi independen.
Pertama, personil yang memiliki kemampuan manajerial adalah
mereka yang memiliki kapasitas untuk memiliki tanggung jawab tertentu
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain,
serta memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah. kedua personil
yang berpegang kepada kemampuan teknis antara lain memiliki komitmen
pada kinerja fungsional dan memandang bahwa administratif merupakan
kerja yang membosankan. pengembangan karier yang didasarkan pada
upaya personil mencari perlindungan dan keamanan. Artinya karier yang
ditempuh pada tingkat perubahan vertikal dapat menjamin suatu
perlindungan
keamanan kehidupan. Keempat, personil yang mempunyai kreativitas yakni
mereka yang rnernillki kreativitas, yakni mereka yang minat yang
besar dalam menciptakan atau menciptakan sesuatu baru. Kelima,
personil yang mendambakan otonomi ind independent pekerjaan.
Dalam kaitan ini mereka menunjukan minat yang besar terhadap
kemerdekaan dan demokrasi dalam bekerja.
Selanjutnva dikatakan bahwa hakikat karier individual dan dibatasi
secara sosial, manusia hanya meniti atau mencetak karier dari
pengalaman-pengalaman khusus mereka, kesempatan-kesempatan karier
yang diberikan dalam masyarakat mempengaruhi dan membentuk manusia.
Karier yang akan dikembangkan sesuai dengan perencanaan
kebutuhan internal akan memberikan hasil yang lebih baik ,dari pada
hanya bergantung kepada perekrutan dari luar yang mungkin dilaksanakan secara terburu-
buru.
Pengembangan karier merupakan bagian dari pengem personil
yang dirumuskan dengan jelas. Menurut Oteng Sutisna pengembangan
karier hendaknya mempunyai tujuan-tujuan sebagai tersebut.(1) pertumbuhan
pribadi, (2) pengembangan profesione Tindakan perbaikan unit atau sistem,
(4) mobilitas ke atas efektivitas jabatan, Hal tersebut membawa
implikasi pertama pengembangan sumber daya rnanusia diperlukan untuk
perubahan peningkatan kemajuan organisasi. Kedua, posisi pekerjaan
tersebut ditinggalkan seseorang padahal posisi strategis merupakan suatu
kebutuhan yang dicari-cari kehidupan manusia.
248 Pengelolaan Pendidikan
Berbeda dengan Malayu S Hasibuan (1994). Tujuan pengembangan karier
adalah untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan bekerja karyawan karena

a. Perencanaan karier
Penelitian menunjukan bahwa di masa yang lalu hanya organisasi yang
besar saja yang terlibat aktif dalam perencanaan karier pekerjaannya.
Penglaman banyak organisasi menunjukan bahwa terdapat tiga alasan yang asering
dikemukakan mengapa hal itu terjadi yaitu
1) sukar menyusun suatu rencana karier bagipara pegawai untuk
jangkauan tertentu
2) diperlukan biaya yang besar untuk menyelenggarakan berbagai jenis
program pelatihan dan pengembangan bagi semua pegawai yang akan
mengalami promosi
3) Perencanaan karier dipandnag sebagai urusan dan kepentingan para
pegaawai sendiri dan bagian pengelola sumber daya manusiahanya
bekewajiban untuk membantu pegawai
Berbagai alasan tersebut sebetulnya kurang tepat untuk dikemukakandam.
ketidaktepatan tersebut dewasa ini telah disadari oleh sernakin banyak satuan
organisasi yang mengelola sumber daya manusia. Kesadaran demikian
timbul karena adanya promosi bahwa promosi dari dalam sebagai kebijaksanaan
organisasi mernpunvai dampak motivasional yang sangat kuat. Artinya, jika
pare peqawai rnelihat da enilai bahwa prosek kariernya dalam organtsasi cerah,
mereka akan erdorong untuk menami:Jah pengetahuan dan keterampilannya
sebagai persiapan menerima tugas yang lebih berat di kemudian hari.
Dengan keterlibatan bagian kepegawian dalam perencanaan karier pegawai
secara proaktif, nilai para anggota tersebut bagi organisasi semakin bertambah
Sondang P Siagiaan(2003:207) mengemukakan ada 5 hal yang arus
dipertimbangkan agar para pegawai dapat menentukan jalur karier dan pengembangan
karier yang dapat mereka tempuh yaitu:
Pertama, Perlakuan yang adil dalam berkarier. Perlakuan yang adil hanya
bisa terwujud apabila kriteria promosi didasarkan pada perimbangan-
pertimbangan yang objektif, rasional dan diketahui secara di kalangan pegawai.
Kedua, Kepedulian para atasari langsung, Para pegawai pada murninya
mendambakan keterlibatan atasan langsung mereka dalam perencanaan karier
masing-masin.Salah satu bentuk kepeduliaan itu ialah memberikan umpan balik
kepada pegawai tentang pelaksanaan masing-masing sehingga pegawai tersebut
mengetahui potensi yang harus dikembangkan dan kelemahan yang harus diatasi.

Ma
najemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 249
Ketiga, informasi tentang berbagai peluang promosi.Para pegawai umumnya
mengharapkan bahwa mereka memiliki akses kepada informasi tentang berbagai
peluang untuk dipromosikan.
Keempat, minat untuk dipromosikan. Pendekatan yang tepat digunakan dalam
berbagai hal menumbuhkan minat pegawai untuk pengembangan karier ialah
pendekatan yang fleksibel dan proaktif.
Kelima, tingkat kepuasan. Meskipun secara umum dapat bahwa setiap orang
ingin meraih kemajuan ukuran keberhasilan digunakan adalah berbeda-beda,
Tingkat kepuasan akan dicapai padatingkatan karier yang berbeda pada setiap
pegawai.
d. Pengembangan Karier
Betapapun baiknya suatu perencanaan karier yang telah dibuat oleh seorang
pekerja disertao oleh suatu tujaun karier yang realistik, rencana tersebut tidak
akan menjadi kenyataan tanpa pengembangan karier yang sistematik dan
programmatik.
e. Peranan Departemen SDM dalam pengembangan karier
Merupakan suatu kenyataan bahwa dalam usaha menentukan tujuan,
jalur, rencana dan pengembangan kariernya, seorang pegawai berangat dari
keinginan memuaskan berbagai jenis kebutuhan nya karena itu persepsi sorang
pekerja tentang kemungkinan meniti dalam suatu organisasi akan sangat diwarnai
oeh pandangan sampai sejauh mana pemenuhan akan kebutuhan pribadinya.
Kenyataan demikianlah yang mendorong departemen SDM secara proaktif
ikut serta dalam pengembangan karier pegawai. Sondang P Siagiaan (2003 :221)
mengemukakan lima sasaran dalam pengembangan karier pegawai yaitu:

 Membantu pegawai dalam pengembangan karier masing-masing pada


gilirannya menumbuhkan loyalitas karena merasa dibantu organisasi dalam
meraih kemajuan dalam kariernya yang mengurangi keinginan pindah
keorganisasi yang lainnya.
 Tersedianva sekelompok pegawai yang memiliki poterrsss kemampuan
untuk dipromosikan di masa yang akan datang
 Membantu para pelatih mengidentifikasikan kebutuhan para pegawai dalam
pelatihan dan penqernbanqan tertentu.
 Perbaikan dalam prestasi kerja, peningkatan loyalitas dan penemuan motivasi di
kalangan pegawai.
 Meningkatkan produktivitas dan mutu kekaryaan para pegawei,
f. Pemberhentian
Pemberhentian adalah fungsi oper.atif terakhir rnanajemen Istilah
pemberhentian sinonim dengan separation, pemisahan

250 pengelolaan pendidikan


pemutusan hubungan tenaga kerja karyawan dari suatu organisasi perusahaan.
Fungsi pemberhentian harus mendapat perhatian serius dari pimpinan.
Pemberhentian didasarkan pada UU no 12 berperikemausiaan dan
menghargai pengabdian kepada organisasi.
Alasan-alasan pemberhentian :
 Undang-undang
 Keinginan Perusahaan
 Keinginan Karyawan
 Pensiun
 Kontrak Kerja Berakhir
 Kesehatan karyawan
 Meninggal Dunia
 Perusahaan dilikuidasi.
Proses Pemberhentian :
 Musyawarah karyawan dengan pimpinan
 tahun 1964 KUHP, yang diberikannya
 Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan
 Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
g. Contoh Program Pengelolaan Tenaga Pendidik Dan Kependidikan.

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 251


Pengolah Pendidkan 252
Gambar 10.5
Prioritas Dirjen PMPTK Sebagai Realisasi Manajemen Tenaga
Pendidik & Kependidikan

D. Rangkuman
Tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses pendidikan memegang
peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui
pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dipandang dari dimensi
pembelajaran, peranan pendidik (guru, dosen, pamong pelajar, instruktur, tutor,
widyaiswara) dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang
dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Untuk
memahami konsep manajemen tenaga pendidik dan kependidikan , kita terlebih
dahulu harus mengerti arti manajemen dan tenaga pendidik dan kependidikan.
Berbagai definisi tentang mariajemen telah banyak dikemukakan.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus
dilakukan mulai dari tenaga perididik dan kependidikan itu masuk ke dalarn
organisasi pendidikan sampai akhirnya berhenti melalui proses, perencanaan SDM,
perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian kompensasi, penghargaan,
pendidikan dan latihan/pengembangan dan pemberhentian.Tujuan rnanajemen
tenaga pendidik dan kependidikan berbeda dengan manajemen sumber daya
manusia pada konteks bisnis, Di dun.a pendidikan tujuan manajemen SDM lebih
mengarah pada pernbanqunan pendidikan yang bermutu, membentuk SDM yang
handal, produktif, kreatif dan berprestasi.

Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 253


E. Latihan
Berdasarkan teori dan peraturan perundangan yang berlaku,
kembangkan secara skematik lanqkah-lanqkah dalam pengembangan tenaga
pendidik denkependidikan di Indonesia?
F. Daftar Pustaka
Biro Kepegawaian. (2000). Himpunan Ketentuan Pelaksanaan PP Bidang Kepegawaian. Jakarta:
Biro Kepegawaian Depdiknas.

Castetter, B.W.(1996}. The Human Resources Function in Educatio, 2 Administration. New


Jersey: Prentice-Hall Inc.

Cahayani,Ati, (200S},Strategi dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manus'


Gramedia,Jakarta

Dirjen Dikdasmen.(1997). Keputusan Mendikbud No. 0296/U/1996 tentang Penugasan


Guru Pegawai Negeri Sipil sebagai Kepala Sekolah di Lingkungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud.

Hadari Nawawi, (2001), Perencanaan SDM untuk organisasi Provit dan Non Provit Yogyakarta,
Gajah Mada University Press

Hasibuan, M.S.P. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia: Dasar dan kunci Keberhasilan.
Jakarta: Penerbit Gunung Agung.

Kanwil Depdiknas Provinsi Jawa Barat. (2000). Buku Perundang-Undangan Tahun 2000.
Bandung: Kanwil Depdiknas Provinsi Jawa Barat

Manullang, M. dan Marihot M. (2001). Manajemen Personalia. Yogyakarta: gadjah Mada


University Press.

Moekijat. (2000). Administrasi Kepegawaian Negara. Bandung: CV Mandar Maju.

Michael Harris, (2000), Human Resource Management, Orlando, The Dryden Press;

Randall S Schuler, (1987},Personnal and Human Resource Management,L Angeles,West


Publishing Company.

Randall S Schuler, (2000), Manajemen SDM Menghadapi Abad 21, Terjemaha ' Erlangga.

Rifai. M. (1982). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jemmars. Smalley, R.L.
(2000). Menyeleksi dan Mewawancarai Calon Karyawan. Jakarta; Penerbit PPM.

Syaefuddin, A. (1992). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung; Jurusan


Administrasi Pendidikan .FIP IKIP Bandung

T. Hani Handoko, (2000), Manajemen Personalia dan SDM, Yogyakarta, BPFE

Tim Dinas P & K Provinsi DT I Jawa Barat. (1985). Petunjuk Praktis Penqanqkatan Jabatan
Kepala Sekolah oasar di Lingkunagn Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Bandung: Dinas P & K Provirisi DT I Jawa Barat.

254 Pengelolaan Pendidikan


Pendidikan dipandang sebagai sektor publik yang dapat melayani
masyarakat dengan berbagai pengajaran, bimbingan dan latihan yanq dibutuhkan
oleh peserta didik. Manajemen keuangan dalam lembaga pendidikan berbeda
dengan manajemen keuangan perusahaan yang berorientasi profit atau laba.
Organisasi Pendidikan dikategorikan sebagai organisasi publik yang nirlaba (non
profit). Oleh karena itu manajemen keuangannya memiliki keunikan sesuai
dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Penerapan peraturan dan sistem rnanajernen keuangan yang baruu dalam
lembaga pendidikan tidak dapat disangkal lagi. Permasalahan yang terjadi di dalam
lembaga terkait dengan manajemen keuangan pendidikan diantaranya sumber dana
yang terbatas, pembiayaan program yang serampangan, tidak mendukung visi,
misi dan kebijakan sebagaimanana tertulis didalam rencana strategis lembaga
pendidikan. Di satu sis- lembaga pendidikan perlu dikelola dengan tata pamong
yang baik (good governance), sehingga menjadikan lembaga pendidikan yang
bersih dan berbagai malfungsi dan malpraktik pendidikan yang merugikan
pendidikan.
B. MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN
1. Konsep Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan.
Sedangkan fungsi keuangan rnerupakan kegiatan utama yang harus dilakukan oleh
mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu. Fungsi manajemen
keuangan adalah menggunakan dana da mendapatkan dana, (Suad Husnan, 1992:4)
Manajemen dalam perusahaan bisnis terdiri dari beberapa individu yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok:(1) kelompok manajem tingkat pelaksana
(operational management) meliputi para supervisor,(2) kelompok manajemen
menengah ( middle management),meliputi kepale department manajer divisi, dan
manajer cabang, dan (3) rnanaiernen eksekutif (executive management) atau disebut
juga manajemen ounce (top rnanajernent) yang meliputi presiden, wakil presiden
dan beberepe eksekutif sebagai penanggung jawab dari fungsi-fungsi : pernasaran,
pembelajaan, produksi,(manufacturing),pembiayaan (finance) da akuntansi. Manajemen
eksekutif secara prinsipil berkenaan denga pembuatan keputusan jangka panjang,
manajemen menengah berkaita dengan keputusan jangka rnenenqah, dan
manajemen operasioanl berkaitan dengan pembuatan keputusan jangka pendek,
(Usry,Hamme1991-:2).
Konsep manajemen dapat digarnbarkan dalarn kalimat seperti membuat
keputusan, memberi perintah, rnenetapkan kebijakan, menyediakan
pekerjaan dan system reward (imbalan), d mempekerjakan orang untuk
rnelaksanakan kebijakan". Manajemen menetapkan tujuan yang akan
dicapai dengan menqtnteqrasikar- pengetahuan dan keterampilan dengan
kecakapan dan pengalama

256 Pengelolaan Pendidlkaa


personil, Supaya berhasil, manajemen harus melaksanakan secara efektif
fungsi-fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan dan
pengorganisasian fungsi utama manajemen eksekutif, sedangkan pengawasan
merupakan fungsi manajemen operasional (lower management).
Pelaksanaan ketiga fungsi utama tadi perlu keterlibatan (partisipasi) dari tiap tingkatan
manajemen, (Usrv, Hammer, 1991:2).
Manajemen memiliki tiga tahapan penting yaitu tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan dan tahap penilaian (evaluasi), ketiga tahapan tadi apabila diterapkan
dalam manajemen keuangan adalah menjadi tahap perencanaan keuangan
(budgeting) dan tahap pelaksanaan (akunting) dan tahap penilaian atau auditing,
(Thomas. H. Jones, 1985:22).
2. Organisasi Pendidikan sebagai Organisasi Sektor Publik
Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang memiliki
keunikan tersendiri dan memiliki sumber daya yang tidak kecil bahkan bisa
dikatkan besar. Organisasi tersebut melakukan transaksi ekonomi dan keuangan
tetapi bukan untuk mencari laba seperti halnya entitas ekonomi yang lain
(perusahaan) yang mencari laba, (Deddi Nordiawan). . .
Sementara tujuan organisasi nirlaba menurut Henke O. Emerson (1991 :4)
adalah untuk lavanan-lavanan sosial tanpa maksud mengambil keuntungan.
Organisasi seperti ini tanpa kepemilikan saham yang dapat dijual atau
diperdaqanqkan oleh perorangan ada pun kelebihan pendapatan digunakan
untuk meningkatkan kemampuan layanan dari cirganisasi. Sumber pembiayaan
setidaknya dari pajak dan atau bantuan dari yang lainnya. Layanan organisasi
didistribusikan atas dasar kebutuhan bukan atas permintaan. Contoh dari
organisai nirlaba ini adalah: lembaga pemerintah, perguruan tinggi, rumah
sakit, lembaga kesehatan dan kesejahteraan lainnya, tempat ibadah, dan. yayasan.
Kelompok organisasi nirlaba ini adalah: (a) Organisasi nirlaba publik
(Public nonprofit organization) dan (b) Organisasi nirlaba swasta (private nonprofit
enterprise units).
nirlaba publik (Public nonprofit organization) diciptakan oleh komunitas
formal dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka
memiliki sanksi hukum yang membolehkan mereka untuk menarik pajak bagi
sumber organisasinya contohnya lembaga- lembaga di pemerintah pusat, provinsi
dan kabupaten/kota. Organisasi ini dipimpin- oleh wakil (petugas) yang terpilih
yang diharapkan dapat bertindak atas kepentingan dari warga dalam komunitas.
Pimpinan tadi secara operasional memiliki akuntabilitas kepada pihak yang
memilihnya (konstituen). Akuntansi dan pelaporan sangat penting dalam lembaga
seperti ini.

Manajemen Keuangan Pendidikan 257


Organisasi nirlaba swasta (private nonprofit enterprise units) diciptakan oleh
kelompok orang yang memiliki perhatian pada jenis layanan tertentu, seperti
pendidikan dan kesehatan di dalam masyarakat yang diselenggarakan atas dasar
nirlaba. Lembaga ini pada umumnya dtberr izin oleh pemerintah tetapi tidak
memiliki kewenangan untuk menarik pajak sebagai sumber lembaganya.
Sedangkan sumber lembaga berasal dari bantuan sukarela untuk sebagian atau
seluruh sumber lembaganya.
Ciri-ciri organisasi sektor publik adalah sebagai berikut:
 Dijalankan tidak untuk meneari keuntungan finansial
 Dimiliki secara kolektif oleh publik
 Kepemilikan atas sumber daya tidak digambarkan dalam bentuk saham
yang dapat diperjualbelikan
 Keputusan-keputusan yang terkait kebijakan maupun operasional didasarkan
pada konsensus.
3. Penganggaran (Budgeting)
Penganggaran merupakan proses keqiatan atau proses penyusunan anggaran
(budget). Budget ini merupakan rencana operasional yang dinyatakan seeara
kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu (Nanang Fattah,
2000). Budget may be defined as the financial plan for the future, usually for one
year but posbly a longer ad shorter period of time, (Thomas H. Jones, 1985:22).
Sementara kalau anggaran sektor publik adalah sebuah proses yang dilakukan
oleh organisasi sektor publik untuk merrgalokasikan sumber daya yang
dimilikiriya kedalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas, (Freeman dalam
Deddi Nordiawan, 2006:48).
Dari pengertian tersebut menggungkapkan peran anggaran dalam pengelolaan
kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentu berkeinqlnan
memberikan pelayaan maksimal kepada masvarakat tetapi sering terkendala oleh
keterbatasan sumber daya yang dimiliki, maka anggaran memiliki fungsi dan peran
penting.
Anggaran dapat dikatakan juga sebagai pernvataan menqenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu dalam ukuran finansial.
Penganggaran sektor publik berbeda dengan perusahaan swasta. Karena penggangaran
sektor publik lebih banyak muatan politis sedangkan perusahaan swasta. relatif
lebih keeil muatarr - politisnya. Selain itu bagi sektor publik anggaran tidak
hanya sebagai sebuah, rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk
akuntabilitas atas pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya.
a. Karakteristik Anggaran
Anggaran memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran. Sisi
pengeluaran menggambarkan perolehan atau besarnya dana yang

258 Pengelolaan Pendidikan


diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana, misalnya dari pemerintah, masyarakat, orang
tua peserta didik dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan sisi pengeluaran
menggambarkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk tiap komponen
program. Istilah-istilah yang lazim untuk pengeluaran anggaran adalah dana
rutin dan dana pembangun ( recurrent expenditure dan capital expenditure).
b. Fungsi Anggaran
Anggaran disamping sebagai alat untuk perencanaan dan
pengendalian manajemen, juga merupakan alat bantu bagi manajemen dalam
mengarahkan suatu organisasi dalam posisi yang kuat atau lemah, (Nanang Fattah,
2000: 49). Sementara beberapa fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sektor
publik menurut Deddy Nordiawan (2006:48-49) adalah sebagai berikut:
1. Anggaran_sebagai Alat perencanaan
Dengan fungsi ini organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan kearah mana
kebijakan dibuat.
2. Anggaran sebagai Alat Pengendalian
Dengan adanya anggaran organisasi sektor publik dapt menghindari adanya
pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang
tidak semestinya (misspending).
3. Anggaran sebagai Alat kebijakan
Dengan adanva anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas
kebijakan tertentu,
4. Anggaran sebagai Alat Politik
Dengan adanya anggaran dapat dilihat komitmen pengelola dalarn melaksanakan
program-program yang telah dijanjikan.
5. Anggaran sebagai Alat Koordinasi dan komunikasi
Dengan dokumen anggaran yang komprehensif sebuah bag ian atau unit
kerja atau departernen dapat mengetahui apa yang harus dilakukan
dan apa yang akan dilakukan oleh masing-masing bag ian atau unit kerja
lainnya.
6. Anggaran sebagai Alat Penilaian Kinerja
Anggaran adalah suatu ukuran ya_ng bisa menjadi patokan apakah suatu
bagian/unit kerja telah me menu hi target baik berupa terlaksananya
aktivitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.
7. Anggaran sebagai Alat Motivasi.
Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan rnenjadi- kan
nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. Dengan
catatan anggaran .akan menjadi alat motivasi yang baik jika memenuhi sifat
menantang tetapi masih mungkin dicapai.

Manajemen Keuangan Pendidikan 259


Maksudnya adalah suatu anggaran itu hendaknya jangan terlalu tinggi
sehingga tidak dapat dipenuhi juga jangan terlalu rendah sehingga
terlalu mudah dicapai.
c. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Anggaran
Prinsip-prinsip penyusunan anggaran apabila dikaitkan : dengan
anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian menurut Nanang
Fattah (2000:49) adalah sebagai berikut:
 Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas
dalam sistem rnanajernen organisasi.
 Adanya sistem akuntansi anggaran yang memadai dalam
melaksanakan
 Adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi.
 Adanya dukungan dari pelaksana dari tingkat atas hingga yang
paling bawah.
Sedangkan apabila prinsip-prinsip anggaran dikaitkan dengan
peran dan fungsi anggaran sebagai pedoman bagi organisasi publik dan
pemerintah adalah seperti dikemukakan oleh Deddy Nordiawan
(2006:49-50), yaitu:

 Otorisasi oleh legislatif


 Komprehensif/menyeluruh
 Keutuhan artinya semua penerimaan dan pengeluaran tersebut
tercakup dalam satu dana umum.
 Nondiscretionary apropriasi, jurnlah yang disetujui legislatif harus
termanfaatkan secara ekonomis .
 Periodik
 Akurat
 Jelas
 Transparansi
Sedangkan prosedur penyusunan anggaran adalah sebagai berikut :
 Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
selarna periode anggaran.
 Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalarn uang,
dan barang
 Semua sumber dinyatakan dalam. bentuk uang sebab anggaran pada
dasarnya merupakan pernvataan finansial.
 Memformulasikan anggaran dalarn bentuk format yang telah disetujui
dan diperrgunakan oleh instansi tertentu,

260 Pengelolaan Pendidikan


 Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dan pihak
yang berwenang.
 Melakukan revisi usulan anggaran
 Persetujuan revisi usulan anggaran
 Pengesahan anggaran.

Gambar 11.1
Prosedur Penyusunan Anggaran

d. Bentuk-Bentuk Anggaran
1) Anggaran Butir-Per Butir (Line Item Budget)
Anggaran butir per butir merupakan bentuk anggaran yang
konvensional, namun paling simpel dan banyak digunakan. Dalam

Manajemen Keuangan Pendidikan 261


bentuk ini, setiap pengeluaran dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori
atau jenis butir, misalnya gaji, upah, honor menjadi satu kategori atau
satu nomor/ butir sedangkan perlengkapan, sarana, material dalam butir
tersendiri
Kelebihan :

 lebih simpel
 mudah dalam pengawasan pengeluaran biaya.
Kelemahan :

 tidak membantu dalam pengambilan keputusan seperti mengevaluasi


harga (unit cost) dalam hubungannya dengan pencapaian suatu program .
 tidak akan dapat menunjukkan hubungan antara masukan program
dengan keluaran .
 tidak bisa menganalisis untung rugi (cost benefit analisis)
 lebih mengarahkan pada pembukuan dan tidak terhadap tujuan suatu program
2) Anggaran Program (Program Budget System)
Bentuk anggaran ini dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap program.
Anggaran program dihitung berdasarkan jenis program. Sebagai bahan
perbandingan kalau dalam anggaran butir per butir disebutkan gaji guru (item
01), sedangkan dalam anggaran program disebut gaji untuk perencanaan
pengajaran IP. sebaqal salah satu komponen, dan komponen lain yang termasu
program percobaan mencakup alat-alat IPA, bahan-bahan kimia, IPA dan
sebagainya menjadi satu paket namanya Gaji qun Program IPA. Adapun
Keuntungan Bentuk Anggaran Program
 Mengorganisasikan sejumlah besar pengeluaran menjadi rencana yang log is
dan konkrit;
 merangsang perencanaan tahunan dan reevaluasi periodik dari pelaksanaan
rencana;
 menghindari sentralisasi berlebihan, di mana keputusan menumpuk
di tingkat atas.
3) Anggaran Berdasarkan Kinerja (Performance - Based Budget)
Bentuk ini sesuai namanya menekankan pada kinerja (performance)
dan bukan pada keterperincian dari suatu alokasi anggaran . Pekerjaan dalam
.suatu program dipecah dalam bentu beban kerja dan unit hasil yang dapat diukur.
Hasil pengukurannya dipergunakan untuk rnenqhltunq -rnasukan dana dan tenaga
yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan suatu program

26
2 Pengelolaan Pendidikan
Anggaran berdasarkan hasil ini rnerupakan alat manajemen yang dapat
mengidentifikasi secara jelas satuan dari hasil suatu program dan sekaligus merinci
butir perbutir dari kegiatan yang harus dibiayai.
Bentuk ini nienuntut akuntansi yang teliti dan pemroses data yang akurat.
Hal ini mengakibatkan sistern ini rnenjadi mahal terutama bagi lembaga
kecil/belum berkembang
4) PPBS/ SP4 (Planning Programing Budgeting System/ Sistem Perencanaan
Penyusunan program & pengangaran)
Bentuk ini dipopulerkan oleh Robert McNamara tahun 1960 di AS. PPBS/SP4
merupakan kerangka kerja dalam perencanaan dengan mengorganisasikan
inforrnasi dan menganalisisnya secara slsternatis. Dalam PPBS tiap-tiap tujuan suatu
program dinyatakan dengan jelas, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam proses PPBS/SP4 data tentang biaya, keuntungan kelayakan suatu
program disajlkan secara lengkap sehingga peng- ambil keputusan dapat
menentukan keuntungan, kelayakan suatu program yang disajikan secara
lengkap sehingga pengambil keputusan dapat menentukan pilihan program yang
dianggap paling menguntungkan
 Ciri dari SP4/PPBS
 Perencanaan menggunakan pendekatan sistem
 Orientasi perencanaan pada pengeluaran
 Penganggaran didasarkan pada program yang telah ditetapkan.
 Keseimbangan anfara otonomi dan pengarahan harus diperhatikan
berdasarkan pada prinsip .perencanaan atas bawah (top-up) dan atas bawah
(top -down)
 Perencanaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dan bergulir
(rolling plan)

 Tiga unsur PPBS/SP4 yang saling menunjang.


 Siklus operasi yang mengatur seluruh urutan jadwal kegiatan yang disesuaikan
dengan siklus DUP dan DIP.
 Struktur program yaitu gambaran hierarki program yang disusun dengan
bertitik tolak dari permasalahan pokok yang dihadapi pada tahun mendatang ;
 Sistem informasi yang meliputi, dokumen pengarahan, perencanaan,
memo program koordinatif, konsep program operasional, usulan program,
memo keuangan, Daftar Usulan Proyek (DUP), dan Oaftar Isian Proyek (DIP)
serta petunjuk operasional

Manajemen Keuangan Pendidikan 263


 Kelebihan Bentuk SP4/PPBS
 Taksonomik, artinya penggolongan tujuan berdasarkan tujuan,
 Analitik, ada perbandingan keuntungan. dan kerugian alternatif.
 Proyektif, yaitu memberi arah perencanaan jangka panjang,
 Konsentrik, yaitu' memberi perhatian pada pencapaian tujuan akhir, dan
 Evaluatif, yaitu memberi kemudahan menilai keberhasilan program dan
efektifitas penggunaan sumber-sumber :

 Kelemahannya yaitu:
 Kekeliruan mengakibatkan pemborosan sumber-sumber
 Seringkali mengabaikan tujuan kualitatif yang sukar diukur,
 Kekurangan data/inforrnasi dapat mengakibatkan kesalahan penentuan prioritas,
alokasi biaya dan waktu penyelesaian suatu program'
5) Anggaran Berbasis Nol (Zero Based Budget/ZBB)
Bentuk pembuatan anggaran ini adalah bahwa setiap aktivitas atau
program yang telah diadakan di tahun-tahun sebelumnya tidak secara
otomatis napat dilanjutkan. Setia aktivitas harus dievaluasi setiap tahun untuk
menentukan apaka aktivitas itu akan .diadakan tahun ini dengan melihat
kontribusi yang diberikannya kepada tujuan organisasi.
Proses dart anggaran berbasis nol adalah sebagai berikut:
 Membagi semua operasi dad organisasi ke dalam unit-unit keputusan.Unit-
unit keputusan ini adalah program, aktlvttas, atau unit organisasi di tingkat
yang rendah .
 Dasar untuk pembagian adalah aktivitas secara spesifik, jasa spesifi yang
diberikan, sub unit organisasi atau aktivitas alternatif yang dilakukan
untuk mencapai tujuan dan program.
 Memilih cara yang terbalk untuk menyediakan jasa berdasar- kan anal isis
biaya-manfaat atau anal isis lain (pertimbangan politis).
 Menentukan pilihan atas beberapa unit orqanisasi sehingga , didapat
keputusan keputusan tentang berapa banyak jasa van akan disediakan (sama
denqan tahun yang lalu; ditambah atau dikurangi).

264 Pengelolaan Pendidikan


4. Akuntansi (Accounting)
Akunting adalah bahasa yang digunakan untuk menqqambarkan hasil
kegiatan ekonomi. Sebagaimana diungkapkan oleh Henke o. Emerson,
(1991:3) "Accounting is the language used to describe the result of economic
activities".Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan konversi (perubahan) sumberdaya
yang ada menjadi barang dan jasa yang bisa dipakai. Oleh karena itu, akunting
berkaitan denqan mengukur dan menyingkap hasil dari kegiatan konversi sumber
daya tadi. Teknik manajernen yang digunakan adalah MBO (Management By
Objective). Kegiatan yanq dirnaksud adalah kegiatan finansial (keuanqan) di dalam
organisasi laba dan nirlaba. Accounting is the process of clasifying; recording,
and summarizing finansial' transactions and sometimes, describing organizational
activities that accompany those transactions, (Thomas H. Jones, 1985:22).
Selain pendapat di atas Arens & Loebbecke (1996: 3) menjelaskan bahwa
akuntansi merupakan proses pencatatan, penqelompokkan , dan pengikhtisaran
kejadian-kejedian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan
menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.
Fungsi' akuntansi bagi badan usaha dan masyarakat adalah menyajikan informasi
kuantitatif tertentu yang dapat digunakan oleh pimpinan entitas ekonomi maupun
pihak lainnya untuk mengambil keputusan. Agar penyajian informasi tepat,
maka seorang akuntan harus memiliki pengetahuan baik mengenai prinsip-prinsip
dan aturan-aturan dalam penyusunan informasi akuntansi. Disamping itu,
seorang akuntan harus mengembangkan sistem yang dapat menjarnin bahwa
semua peristiwa ekonomi yang terjadi dalam organisasi dapat tercatat dengan
mencukupi pada saat yang tepat dengan biaya yang pantas.
Kegiatan akuntansi memerlukan sistem akuntansi yang benar. Didalam
sistem akuntansi terdiri dari catatan-catatan akuntansi (buku cek, jurnal, dan
buku besar) serta serangkaian proses dan prosedur yang ditetapkan untuk staf,
sukarelawan dn para profesional. .Tujuan sisten akuntansi ini adalah untuk
memastikan bahwa data keuangan dan transaksi ekonorni diinputkan secara
tepat ke dalam catatan akuntansi, serta laporan-Iaporan yang perlu disajikan secara
akurat dan tepat waktu, (Indra Banstian, 2007:75).
Komponen-Komponen Sistem Akuntansi, secara tradisional sistern akuntansi terdiri
dari komponen -komponen berikut: .
a) Bagan Perkiraan/Akun '
Bagan perkiraan adalah daftar masing-masingitem, di mana pencatatannve dibagi ke
dalam lima kategori.

 Aktivatas;
 Utang;
 Aktiva bersih;
 Pendapatan;
 Belanja.

Manajemen Keuangan Pendidikan 265


Masing-masing pencatatan ditentukan dengan mengidentifikasi angka
yang diinputkan ke sistem akuntansi.
b) Buku Besar
Buku besar rnengklasifikasi informasi pencatatan, dimana bagan perkiraan
atau akun bertindak sebagai daftar isi buku besar. Dalam sistem manual, ringkasan
total dari seluruh jurnal dimasukkan ke dalam buku besar setiap bulannya dimana
hal ini dilakukan selama satu tahun dan dilaporkan pad a tanggal neraca. Dalam
sistem terkornputerisasi, data secara khusus dimasukkan ke sistem sekali saja.
Saat entri data telah disetujui oleh pemakai, perangkat lunak memasukkan
informasi itu ke seluruh taporan, dimana angka yang dicatat akan muncul.
c) Jurnal
Jurnal digunakan untuk mencatat semua transaksi akuntansi, sebelum
diklasifikasikan ke buku besar.' Jurnal mengatur informasi secara kronoloqrs dan
sesuai dengan jenis transaksi. Contoh:

 Jurnal untuk mencatat transaksi pengeluaran kas adalah suatu pencatatan


secara kronologis atas cek yang ditulis, yang dikategorikanmenurut bagan
perkiraan/akun ,
 Jurnal untuk mencatat transaksi penerimaan kas adalah pencatatan secara
kronologis atas seluruh setoran yang dibuat, yang dikategorikan rnenurut
bagan perktraan/akun
 Jurnal untuk mencatat transaksi gaji, yaitu jurnal yang mencatat seluruh
transaksi yang terkait dengan penggajian.
 Jurnai untuk mencatat transaksi pengeluaran kas dan piutang
merupakan bag ian akun pertambahan blaya dan pendapatan. Jurnal ini
bermanfaat untuk mengelompokkan transaksi pertambahan biaya dan atau
pendapatan yang terlalu banyak melaui jurnal.

d) Buku Cek
Buku cek menyajikan kombinasi jurnal dan buku besar. Sebagian besar
transakst keuangan akan dicatat melalui buku cek, dimana tanda penerimaan yang
disetor ke dan dari saldo pembayaranakan dibuat.
Tabel 11.1
Tabel Siklus Akuntasi
Tahap  Kegiatan pengidentifikasiandan
Pencatatan pengukuran dalam bentuk buktf transaksi
dan bukti pencatatan.
 Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke
dalam buku harian atau jurnal
 Memindahbukukan (posting) dari jurnal
berdasarkan kelompok atau jenisnya ke
dalam akun buku besar,

266 Pengelolaan Pendidikan


Tahap  Penyusunan neraca saldo (trial-
Pengikhtisaran balance) berdasarkan akun-akun buku
besar
 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian
 Penyusunan kertas kerja (work sheet)
 Pembuatan ayat jurnal penutup
(closing entries)
 Pembuatan neraca saldo etelah
penutupan
 Pembuatan ayat jurnal pernbalik

Tahap  Neraca
Pelaporan  Laporan Surplus /Defisit laporan
aktiva
 Laporan arus kas
 Laporan Perubahan aktiva bersih
 Catatan atas laporan keuangan

5. Auditing
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriterla-krlterla yang telah
ditetapkan. Auditing seharusnva dilakukan oleh seorang y,ang independen
dan kompeten, (Arens & Loebbecke, 1996:1). Auditing may be defined as the
review of finansial transction to assure their accuracy, completeness,
legality, and comparability with general accepted practices, (Thomas H.
Jones,1985:22).
Untuk melaksanakan audit, diperlukan . informasi yang dapat
dtverifikast dan sejumlah standar (kriteria) yang dapat diqunakan sebaqai pegangan
pengevaluasian informasi tersebut, Agar dapat diverifikasi, informasi harus
dapat diukur, Informasi yag dapat diukur memiliki berbagai bentuk.
Dalam auditing data akuntansl yang rnenjadi. pokok - adalah
menentukan apakah informasi yang tercatat telah rnencerrnln denqan benar
kejadian ekonomi pada periode akuntansi. Oleh karena kritertanva adalah aturan-
aturan akuntansi, rnaka seorang auditor harus mernahami aturan-aturan dimaksud
dengan baik. Dalam asudit laporan .keuangan, aturan-aturan dimaksud adalah
prtnslp-prinsip akuntanst yang berlaku urrurm. Dalam sistem akuntansi -
Indonesia, maka standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh IAI (Ikatan
Akuntan Indonesia). .
 Jenis-jenis Audit
1. Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan
secara keseluruhan- yang rnerupakan informast terukur yang akan diverifikasi,
telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu.
Manajemen Keuangan Pendidikan 267
Umumnya kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Seringkali juga dilakukan audit keuangan yang disusun berdasarkan pada basis
kas akuntansi lainnya yang sesuai dengn kebutuhan organisasi yang bersangkutan.
Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan
tersebut akan lebih efisien mernpekerjakan satu auditor untuk melaksanakan audit dan
membuat kesimpulan yang dapat diandalkan oleh sernua pihak daripada
membiarkan masing-masing pihak melakukan ausit sendiri-sendiri.
2) Audit Operasional
Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur
dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektitasnya.
Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan
sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi lembaga.
Dalam audit operasional, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-
masalah akuntansi, tetapi juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi,
pernanfaatan komputer, metode produksi, pemasaran dan bidang-bidang lain
sesuai dengan keahlian auditor.
Pelaksanaan audit operasional dan hasil yang dilaporkan lebih suli untuk
didefinisikan daripada jenis audit Iatnnva. Efisiensi dan efektivitas operasi suatu
organisasi jauh lebih sulit penqevaluasiannva secara objektif dibandingkan
penerapan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Kriteria yang digunakan untuk evaluasi informasi terukur dalam
audit operasional cenderurrq subyektif. Pada praktiknya, auditor operasional
cenderung memberikan saran perbaikan prestasi kerja dlbandinqkan melaporkan
keberhasilan prestasi 'kerja yang sekarang. Dalam hal- ini audit operasional
lebih merupakan konsultasi manajemen daripada audit.
3) Audit ketaatan
Audit ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah auditi (klien) telah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan 'piha yang memlliki
otoritas lebih tinggi. Suatu asudit ketaatan pada lembaga (perusahaan) swasta, dapat
terrnasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan oleh lembaga. Contoh peninjauan tingkat upah, pemeriksaaan
perjanjian dengan pihak lain (sepeti bank/kreditor), dan memenuhi ketentuan
hukum yanf berlaku.
Dalam audit atas badan-badan pemerintah rnakin -banvak audit ketaatan
yang dilakukan oleh karena banyaknya aturan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang. Di hampir sernua organisasi swasta dan nirlaba, selalu terdapat kebijakan
khusus, perjanjian, dan kewajiban hukum yang membutuhkan suatu audit ketaatari.
.

268 Pengelolaan Pendidikan


Hasil audit ketaatan biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi
kepada pihak tertentu dalam organisasi.Pimpinan organisasi adalah pihak yang paling
berkepentinqan atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan. Oleh
sebab itu mereka sering mempekerj.akan auditor untuk melakukan tugas itu.
Selain jenis audit diatas, menurut (Thomas H. Jones, 1985:23) terdapat
jenis audit yang dapat dikembangkan oleh auditor, yaitu audit yang dilakukan di
dalam kantor atau audit di atas meja (desk audit) dengan melihat laporan-
Iaporan yang masuk dan audit yang dilakukan dengan rnendatanqi objek di
lapangan (field audit) untuk memverifikasi data dan laporan yang masuk dan
dibuktikan di lapangan. Audit program dan audit keuangan seperti telah dibahas
sebelumnya.
Kegiatan lain yang terkait dengan manajemen keuangan adalah membuat
laporan pertanggung jawaban keuangan kepada kalangan internal lembaga atau
eksternal yang menjadi stakeholder lembaga pendidikan. Pelaporan dapat
dilakukan secara periodik seperti laporan tahunan dan laporan pada masa akhir
jabatan pimpinan.
C. Implementasi di Lapangan
 Penganggaran
Manajemen keuangan pendidikan yang akan dijadikan contoh kajian disini
adalah manajemen keuangan di tingkat mikr.o, satuan pendidikan atau lembaga
penyelenggara pendidikan sekolah. Setiap sekolah seyogyanya memiliki rencana
strategis untuk periode waktu tertentu yang didalamnya mencakup visi misi dan
program, serta sasaran tahunan. Oleh karena itu pembiayaan pendidikan
yang terintegrasi dan komprehensif dengan rentra di sekolah dan diarahkan untuk
ketercapaian tujuan lembaga sebagaimana sudah didokumentasikan.
Pada lazimnya surnber pembiayaan untuk sekolah tiap sekolah menqenal
dua macam pembiayaan, yaitu: pembiayaan rutin dan pembiayaan
pembangunan. Untuk memperoleh biaya rutin, pimpinan sekolah harus dapat
menyusun anggaran sekolah tiap tahunnya. Pimpinan juga harus memotivasi
komite sekolah, sekolahnya dan masyarakat setempat dalam rangka
pengumpulan dana untuk menunjang pelaksanaan pendidikan yang ditawarkan.
Semua dana yang diperolert harus dikelola secara efektif untuk menjamin agar
siswa memperoleh manfaat 'fang sebesar-sebesarnya.
Tujuan utama manajemen keuangan sekolah adalah: (1) menjarnin agar dana yang
tersedia -diperqunakan untuk kegiatan harian sekolah dan menggunakan kelebihan
dana untuk diinvestasikan kernbali;(2) memelihara barang-barang (aset)
sekolah, dan (3) menjaga agar. peraturan-peraturan serta praktik
penerimaan, pencatatan dan- pengeluaran uang diketahui dan dilaksanakan.

Manajemen Keuangan Pendidikan 269


Kerangka kerja manajemen keuangan di sekolah mencakup pengertian
seperti berikut: (1) pembukuan yang cermat dan akurat, (2), pertanggung jawaban
yang luwes, (3) pertukaran pengeluaran, (4) kemudahaan membelanjakan
uang bagi kepala sekolah. Bila tidak akan menghambat kebebasan sekolah
dalam bertransaksi apa yang dibutuhkannya. (5) Kebijakan keuangan dan (6)
Alokasi dana yang tepat.
Kebijakan keuangan sekolah terkait dengan pegangan dan bantuan bagi para
adminisrator dan manajer dalam mengontrol dan mengatur:

 Penerimaan uang
 Pembukuan uang
 Pengambilan uang, dan
 Pembelanjaan uang.
Alokasi dana yang tepat; kepala sekolah harus menquasai betul apa yang
dimiliki dan dibutuhkan oleh tiap bagian Agar dapat mengalokasikan dana
dengan tepat, perlu mengikut-sertakan staf dan para pembantu kepala sekolah
dalam proses penentuan alokasi dana.
Selain enam pengertian tadi, penerimaan dana sekolah perlu mendapat
perhatian pimpinan sekolah. Hal ini berkaitan dengan buku catatan penerimaan
dana sekolah, kepala sekolah perlu memahami tentang:

 Tujuan diadakannva buku Catatan Penerimaan Dana Sekolah


 Informasi yang harus tercantum dalarn setlap penerimaan, dan
 Memberdayakan uang tunal,
Selain itu kepala sekolah perlu memahami praktik-praktsk
pemanfaatan jasa perbankan dan jenis-jents rekeningnya. Dia juga perl memahami
cara untuk pengamanan dana selama bertransaksi dengan baik, dan penarikan
dana dan cara mencegah pemalsuan.
 Akuntasi (pembukuan)
Kepala sekolah hendaknya benar-benar mernaharnt dim dapat
menjelaskan fungsi tujuan manfaat pembukuan kepada stat keuangan. Hal-
hal yang berkaitan dengan ini antara Ialn:
 Buku Pas (Vate Book)
Buku pos pad a hakikatnya memuat informasi beberapa dana yang masih tersisa
untuk tiap pos anggaran. Buku pos mencatat penstiwa- peristiwa pembelanjaan
uanq.hartan. Darl buku pos kepala sekolah dengan mudah dapat melihat
apakah sekolah telah berlebih membelanjakan uang. Karena itu, dianjurkan
agar .kepela sekolahi menyelenggarakan buku tersebut,

270 Pengelolaan Pendidikan


Tabel 11.2
Contoh buku Pos

Pos : Pemeliharaan Laboratorium IPA


Anggaran : 8.250.000,-

tanggal Pembelian jumlah Sisa (Rp)


08-08-2007 Mikroskop 3.000.000,00 5.250.000,00
02-09-2007 Alat pengukur suhu 60.000,00 5.190.000,00
11-10-2007 Bahan-bahan kimia 700.000,00 4.490.000,00
22-10-2007 Gelas ukur 550.000,00 3.940.000,00

 Faktur
Faktur dapat berupa buku atau lembaran lepas yang dapat diarsipkan.
Seperti pada contoh berikut, faktur berisi rincian tentang: (a) maksud pembelian;
(b) tanggal pembelian; (c) jenis pembelian; (d) rincian barang yang dibeli, (e)
jumlah pembayaran, dan (f) tanda tangan pemberi kuase (kepala sekolah).

 Hal-hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain:


 Faktur ditulis dan ditanda tanqan sebelum uang dibayarkan
 Harus ada nomor untuk diagendakan
 Kuitansi pembelian harus dilampirkan
 Faktur untuk mempertanggungjawabkan penggunaan uang umum.
Tabel 11.3
Contoh Faktur Pembayaran

Manajemen Keuangan Pendidikan 271


 Buku kas
Buku kas mencatat rincian tentang penerimaan dan pengeluaran uang serta
sisa saldo secara harian dan pada hari r:ang sama, misalnya pembelian kapur tulis.
Dengan demikian kepala sekolah akan segera tahu tentang keluar masuknya uang
pada hari yang sama. Termasuk yang harus dicatat pada buku kas adalah
Cheque yang diterima dan dikeluarkan pada hari itu.•

 Lembar cek
Lembar cek merupakan alat bukti bahwa pembayaran yang dikeluarkan
adalah sah. Lembar cek dikeluarkan bila menyangkut tagihan atas pelaksanaan suatu
transaksi, misalnya barang yang dipesan sudah dikirimkan dan catatan
transaksinya. benar. Orang yang berhak menandatangi lembar cek adalah kepala
sekolah atau petugas keuangan.

 Jurnal
Sebagai pengawas keuangan kepala sekolah harus membuka buku jurnal
dimana seluruh transaksi keuangan setiap hari dicatat.

 Buku Besar
Ada data keuangan berarti, informasi dan jurnal hendaknya
dipindahkan ke buku besar atau buku kas induk pada setiap akhir bulan. Buku
besar mencatat kapan terjadinya transaksi pembelian, keluar masuknya
uang saat itu, dan neraca saldonya.
Tabel 11.4
Contoh Buku Besar Umum

TANGGAL NO.FAKTUR ALAT TULIS PENGELUARAN

07-08-2007 182/7 Kertas HVS 125.000,-

12-08-2007 182/7 Spidol Snowman 174.000,-

08-09-2007 183/20 215.000,-

 Buku kas pembayaran uang sekolah


Buku kas pembayaran berisi catatan tentang pembayaran uanq sekolah
siswa menurut tanggal pembayaran, jumlah dan sis~ tunqqakkan atau kelebihan
pembayaran sebelumnya. Pencatatan• imtuk tia pernbavaran harus segera
dilakukan untuk menghindari timbuln masalah karena kuitansi hilang, lupa
menyimpan atau karena pekerjaan yang menjadi bertumpuk.
272 Pengelolaan Pendidikan
 Buku Kas Piutang
Buku ini berisi daftar/catatan orang yang berutang kepada sekolah enurut
jurnlah uang yang berutang, tanggal pelunasan dan sisa utang yang belum dilunasi.
Informasi dalam buku ini harus selalu dalam mutakhir untuk melihat jumlah
uang milik sekolah yang belum kembali.
 Neraca percobaan
Tujuan utama diadakannya neraca percobaan ialah untuk mengetahui
secara tepat keadaan neraca pertanggung jawaban keuangan secara cepat, misalnya
mingguan atau dua mingguan. Hal ini memungkinkan kepala sekolah sewaktu-
waktu (selama tahun anggaran) menentukan hal yang harus didahulukan dan
menangguhkan pengeluaran yang terlalu cepat dari pos tertentu
D. Rangkuman
Pendidikan dipandang sebagai sektor yang strategis dan memiliki peran
penting dalam menghasilkan surnber daya manusia dalam suatu bangsa. Bangsa-
bangsa yang rnaju memiliki Sumber daya manusia unggul dengan memiliki
pengetahuan, sikap dan keterampilan, kreativitas dan inovasi melebihi bangsa lainnya
yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, .tetapi sumber dayanya lemah.
Kemampuan dan kesungguhan pemerintah untuk mernbiavar pendidikan sesuai
dengan amanat UUD 1945 dan UU No 20 tahun 2003 tentang sisdiknas mengikat
secara legalitas formal, oleh karena dengan menyediakan anggaran yang sesuai dengan
amanat merupakan suatu keniscayaan. Biaya atau "uanq yang disediakan
pemerintah untuk pendidikan harus dimanfaatkan oleh lembaga penyelenggara
pendidikan baik di pusat maupun didaerah.
Uang merupakan sumber daya yang terbatas dan langka, maka perlu
dikelola dengan baik dan benar. Uang tersebut digunakan oleh pemerintah
untuk investasi fisik dan non fisik di bidang pendidikan, dan biaya operasional
pendidikan menurut jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Pendidikan sebagai sektor publik yang berorientasi pada pelayanan publik
dipandang sebagai sektor publik yang berorientasi pada nirlaba (non profit)
berbeda dengan sektor publik lain seperti perusahaan yang berorientasi keuntungan,
laba (profit). Tujuan manajemen keuangan -pada intinya untuk menjamin agar dana
yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, memelihara
barang-barang (aset) milik lembaga pendidikan, dan menjaga agar pengelolaan
keuangan terse dengan peraturan yang berlaku.Kerangka manajemen keuangan di
tingkat mikro (sekolah) meliputi : buku catatan keuangan dan penerimaan dana
sekolah. Untuk mengelola keuangan sekolah secara aman, kepala sekolah perlu
memahami praktik - praktik perbankan dan memanfaatkannya.Lebih lanjut
dia perlu memahami tujuan dan fungsi pembukuan dan ditindak lanjuti dengan
pemeriksaan (auditing) secara berkala, sehingga terhindar penyimpangan dan
kekeliruan yang tidak diinginkan. Untuk mempermudah manajeme keuangan
kepala sekolah dapat dibantu oleh staf di sekolah dengan prinsip jujur,
transparansi, dan akuntabel.
E. Latihan
1. Definisi
Manajemen keuangan yang baik dan benar seharusnya terinte- grasi dan
mendukung pembiayaan dan pelaksanaan Rencana Strategis (rentra)
lembaga pendidikan. Setiap lembaga memili" rencana strategis untuk jangka
waktu tertentu katakan 5 tahun yang dijabarkan dalarn program dan sasaran
tahunan. Sernuanva dilandasi oleh kebijakan keuangan yang ditetapkan oleh
lembaga, Manajemen keuangan tidak dapat dipisahkan dari pembiayaa
program di lembaga.
2. Masalah
Rencana strategis seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga, tetapi banyak
yang belum memilikinya sehingga tidak, terjadinya manajemen
keuangan yang terpadu (terintegrasi) dengan renstra sekolah, tidak sesuai
dengan prinsip dan peraturan keuangan yang berlaku. Dampaknya banyak
terjadi inefisiensi, turnpanq tindih dan tidak menunjang keberhasilan
program di sekolaf dan bahkan kekellruan serta penyimpangan yang
dapat merugikan lembaga Manajemen keuangan
3. Pokok Masalah
Implementasi keuangan yang terpadu dengan rencana strategis dalam suatu
lembaga yang didukung sistem akuntansi yang berlaku didalam lembaga
pendidikan
4. Alternatif Solusi
a. Memadukan manajemen keuangan dengan rencana strategis
(renstra) lembaga pendidikan secara bersarnaan (simultan)

274 Pengelolaan Pendidikan


b. Pembuatan rencana strategis terlebih dahulu baru manajemen keuangan.
c. Pimpinan lembaga pendidikan membuat rencana strategis tanpa
diintegrasikan dengan manajemen keuangan.
5. Solusi
Memadukan manajemen keuangan dengan implementasi rencana strategis
(renstra) lembaga pendidikan secara bersamaan (simultan).
6. Rekomendasi
a) Pimpinan lembaga menerapkan rnanajernen keuangan sesuai dengan
prinsip dan peraturan yang berlaku.
b) Melibatkan staf di lembaganya untuk pelaksanaan program- program
yang telah ditetapkan.
c) Mengangkat dan menetapkan petugas pengelola keuangan yang jujur
dan berdedikasi bagi kepentingan pendidikan.
Soal Latihan:
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan sebagai sektor publik
berikut karakteristiknya?
2) Mengapa manajemen keuangan penting dilaksanakan dalam lembaga
sekolah?
3) Apa yang dimaksud dengan penganggaran dan proses pelaksanaanya ?
4) Sebutkan jenis dan bentuk anggaran pendidikan yang bisa diadopsi
oleh sekolah?
5) Sebutkan sistem pembukuan penting yang mendukung proses pembukuan
di lembaga pendidikan.
6) engapa auditing menjadi penting dilaksanakan di sekolah? Berikan
argumen suadara
F. Daftar Pustaka
Arens dan Loebecke, (1991) Auditing, Pendekatan Terpadu, (edisi Indonesia),
Prentice Hall, Salemba Empat, Jakarta.
Bastian Indra, (2007), Akuntansi Yayasan dan Lembaga Publik, PSASP,
Erlangga, Jakarta.
Fattah, Nanang, (2000). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Rosda.
Bandung.

Manajemen Keuangan Pendidikan 275


-----"(2007), Manajemen Keuangan, Makalah, disampaikan dalam seminar MDC Kanwil
Depag Jawa Barat.
Husnan Suad, (1992) Manajemen Keuangan, Teori dan Penerapan, BPFE,
Yogyakarta
Henke O. Emerson, (1988), Introduction to NonProfit Organization Accounting, (third
Edition), PWS-Kent Publishing Co.,Boston.
Jones. H. Thomas, (1985), Introduction ro School Finance. Technique and
Social Policy, MacMillan Publishing Company, New York.
Matz Adolph, Et.al (1991), Akuntansi Biaya, Perencanaan dan
Pengendalian, (edisi 9), Erlangga, Jakarta.
Nordiawan Deddi, (2006), Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat, Jakarta.
BAB 12
KERJASAMA SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Oleh
Dr.Nur Aedi, M.Pd.
Elin Rosalin, M.Pd.

A. Pendahuluan
Mungkin majunya perkembangan masyarakat diisyaratkan dengan semakin
besarnva tuntutan masyarakat terhadap perkembang lembaga pendidikan, sehingga
tidak menutup kemungkinan bagi lembaga tidak dapat mengakomodasi tuntutan
masyarakat tersebut maka mustahil akan berdampak pada pengucilan lembaga
atau dengan lain lembaga tersebut akan mati bersamaan dengan memudarnya
keperceyaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Tumbuh kembangnya kepercayaan masyarakat: mengisyaratkan pula atas desakan
kebutuhan lembaga untuk semakin berkembang guna serta kebutuhan masyarakat sehingga
pada gilirannya masyarakat akan menentukan pilihan lembaga mana yang layak untuk
diberikan kepercayaan mendidik masvarakat peserta didik.
Desakan kebutuhan masing-masing baik lembaga ataupun masyarakat tentu berbeda
walaupun pada prinsip dasarnya memiliki
kesamaan yakni mencerdaskan kehidupan anak bangsa yakni mendidik
manusia Indonesi seutuhnya, dan cita-cita ini akan tampak hanya sebagai sebuah
angan-angan jika antara masyarakat dan lembaga pendidikan tidak terjalin
komunikasi dengan baik, sehingga lajim dikatakan bahwa keduanya merupakan
simbiosis mutalisme, yakni sebagai suatu keharusan yang menyatukan visi dan misi
diantara keduanya sehingga satu dengan lainnya tidak dapat melepaskan diri.
Dalam bahasa yang lebih dinamis dikatakan bahwa lembaga pendidikan
dan masyarakat bukan hanya sekedar menjalin hubungan, tetapi lebih kepada
komunikasi, dan keluasan makna ini akan berdarnpak terhadap harmonisasi
hubungan sekolah dan masyarakat sehingga pada gilirannya dapat tercipta jika
masing-masing elemen yang menjadi pelengkap hubungan tersebut dapat
terpelihara serta masing-masing memberikan dukungan satu dengan lainnya.
Dengan kata lain, hubungan sekolah dengan masyarakat akan membuahkan hasil
berupa kerjasama, dan kerjasama tersebut dapat terlaksana dengan baik jika
terjadi komunikasi yang kondusif yang mengarah kepada pemenuhun kebutuhan
keduanya
B. Konsep Dasar
Jika dilihat dari sisi maknanya, hubungan sekolah dan rnasyarakat memiliki
pengertian yang sangat luas sehingga masing-masing ahli memiliki persepsi
yang berbeda bed a hal ini tentu disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda-beda,
seperti diungkapkan bahwa " hubungan masyarakat dengan sekolah merupakan
komunikasi dua arah antara. Organisasi dengan publik secara timbal balik
baik dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen dengan
meningkat pembinaan kerjasama serta pemenuhan kepentingan
bersama (International Public Relation Association).
Secara lebih umum dikatakan bahwa hubungan sekolah dan rnasvarakat
diartikan sebagai suatu proses komunikasi dengan tujuan meningkatkan
pengertian warga masvarakat tentang kebutuhan praktik pendidikan serta
berupaya dalam memperbaiki sekolah (Soetomo dan Soemanto; 1992 : 236).
Memaknai pengertian komunikasi, secara spesific dikemukakan oleh Emerson Reck
(1993: 25) bahwa: Public relation is the continued process of keying policies,
servior and action to the best interest of those individual and group
confidence and goodwifl and individual or institution covets, and secondly. It is the
interpretation of these policies, services and action toassure complete understanding and
appreciation.
Public relation dimaknai sebagai sebuah proses penetapan kebijakan, pelayanan serta tindakan-
tindakan nyata berupa kegiatan yang melibatkan orang banyak agar orang-orang yang terlibat
dalam kegiatan tersebut memiliki kepercayaan terhadap lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan tersebut. Logikanya jika lembaga tersebut tidak melakukan kegiatan maka akan
mengalami kesulitan bagi masyarakat untuk mengenal lembaga tersebut.
Hal serupa dikemukakan oleh Rex Harlow (1999: 17) bahwa:
Public relation merupakan suatu fungsi dari manajemen yang khas dan mendukung pembinaan,
pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya terutama menyangkut aktivitas
komunikasi, pengertiaan, penerimaan dan kerjasama; melibatkan rnanajernen dalam persoalan
perrnasalahan, membantu manajemen menanggapi opini public;
mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif,
bertindak sebagai system peringatan dini dalarn mengantisispasi kecenderungan mempergunakan
penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana .utama.
Pengertian: diatas jauh lebih bersifat umum dan sedikitnya mengalami kesulitan bagi pembaca
pemula karena demikian banyak , elemen yang terlibat di dalam pengukuran efektivitas suatu
komunikasi. Namun ada hal yang menarik bahwa komunikasi hendaknya dilakukan melalui
pengkajian penelitian dan pengembangan hal ini perlu di sadari terutama oleh rnanajernen sekolah
bahwa penelitian dan pengembangan adalah sesutu yang mutlak dilaksanakan oleh lembaga sebab
atas dasar inilah maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan mendesak yang dirasakan oleh
masyarakat dan perlu segera ditanggapi.
Hal senada dikemukakan pula oleh Leslie dalam (The School and Community Relations; 1984:
14) bahwa:
School public relations is a process of communication between the school and community for
purpose of increasing citizen understanding of educational needs and practices and encouraging
intelligent citizen interest and cooperation in the work of improving the school.
Pengertian diatas hampir memiliki kesamaan dengan apa yang diungkapkan oleh Mamusung
(1988: 6) bahwa sekolah sebagai lernbaga social yang diselenggarakan dan dimiliki oleh
rnasyarakat seharusnya memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan sekolah memiliki kewajiban
secara legal dan formal untk memberikan penerangan kepada masyarakat tentang tujuan-tujuan,
program-program,kebutuhan serta keadaannya, dan sebaliknya sekolah harus mengetahui dengan
jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakatnya.
Memaknai pendapat-pendapat diatas. Penulis memiliki persepsi yang berbeda dan hal ini belum
diungkapkan oleh penulis-penulis sebelumnya, yakni saluran komunikasi. Saluran komunikasi
dianggap penting sebab berkaitan dengan jalan yang ditempuh baik oleh lembaga terhadap
masyarakat atau sebaliknya masyarakat melakukan komunikasi dengan lembaga sebab hal ini
sekaligus berhubungan dengan tujuan, peran dan fungsi antara keduanya.
Secara umum hubungan sekolah dan masyarakat memiliki tujuan· yang hendak dicapai yakni
berupa peningkatan mutu pendidikan, sehingga pada gilirannya masyarakat akan merasakan
dampak langsung dari kemajuan tersebut. Adapun tujuan yang lebih kongkrit hubungan antara
sekolah dan masyarakat antara lain:
 Guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan perturnbuhan peserta didik
 Berperan dalam memahami kebutuhan-ebutuhan masyarakat yang sekaligus menjadi
desakan yang dirasakan saat kini
 Berguna dalam mengembangkan proqrarn-prcqram sekolah kearah yang lebih maju dan
lebih membumi agar dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai pengguna jasa
pendidikan.
Untuk membantu pemahaman tentang makna dari hubungan sekolah dan masyarakat, maka Oteng
(Administrasi dan Supervisi Pendidikan) mengungkapkan bahwa hubungan sekolah dan
masyarakat memiliki tujuan dalam (1) mengembangkan pemahaman tentang maksud dan saran-
saran dari sekolah; (2) menilai program sekolah dengan kata-kata kebutuhan-kebutuhan terpenuhi
(3). mempersatukan orang tua, murid serta guru-guru dalam memenuhi kebutuhan perkembangan
peserta didik; (4) mengembangkan kesadaran akan pentingnya pendidikan sekolah dalam era
pembangunan; (5) membangun dan memielihara kepercayaan terhadap sekolah; (6) memberitahu
masyarakat tentang pekerjaan sekolah dan (7) rnenqerahkan bantuan dan dukungan bagi
pemeliharaan dan peningkatan proqrarn sekolah
Adapun peran serta fungsi sekolah dalam mengembangkan hubungannya dengan masyarakat
antara lain bertujuan dalam merumuskan saluran- saluran komunikasi yang dapat dipergunakan
bak oleh sekolah maupun oleh masyarakat yang notabene selama ini diabaikan dan bahkan dalam
pengamatan penulis hal inilah yang menyebabkan komunikasi sekolah dan masyarakat selama ini
kurang harmonis.
Disadari atau tidak, sekolah sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang sosial dan hal ini harus
mampu berperan sebagai agent of change, selecting agency, class leveling agency, assimilating
agency dan agent of preservation. Sebagai agent of change tentu lembaga pendidikan hendaknya
lebih mengedepankan peran dan fungsinya sebagai pembaharu bagi masyarakat peserta didik dan
masyarakat umum terutama dalam menggali potensi yang mengarah pada paradigma dan
perubahan berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan standar norma yang berlaku, sehingga jika
rnasyarakat peserta didik melakukan pelanggaran
atas hal tersebut, maka ada dua pertanyaan yang dikemukakan apakah lernbaga tidak berhasil
dalam mendidik peserta didik ataukah peserta didik itu sendiri yang memang susah untuk dibentuk
sebagai manusia berakal yang berakhlakul karimah.
Sedangkan sebagai sellecting agency lembaga hendaknya mau dan mampu memilah dan memilih
potensi masyarakat yang beragam, tentu hal ini membutuhkan keterarnpilan-keterarnptlan khusus,
terutama dari pengelola pendidikan sehingga pada gilirannya potensi masyarakat dalam hal ini
peserta didik mampu berkembang secara optimal.
Adapun peran dan fungsi lembaga pendidikan sebagai class leveling agency hendaknya lembaga
pendidikan rnarnpu menjadi perantara sebagai peningkat taraf sosial baqi masyarakat peserta didik
itu sendiri,. sehingga kecenderungan peserta didik untuk berperilaku yang. menyimpang terhadap
peran dan fungsi lembaga sebagai assimilaing agency dapat terhindarkan sedini mungkin.
Jika prinsip-prinsip diatas dapat dilaksanakan, maka pada gilirannya tuntutan lembaga pendidikan
sebagai agent of preservation a an terlaksana dengan baik dan jika hal ini terjadi, maka
pemeliharaan serta penerusan sifat-sifat budaya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang luhur akan
terpeliliara dan dapat diteruskan.

C. Implementasi Di Lapangan
Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat mengalarni
kendala yang cukup berarti diantaranya (1) tujuan komunikasi yang kurang jelas; (2) saluran
komunikasi yang transparan dan profesional; (3) keterampilan komunikasi yang kurang
mendukung; (4) tindak lanjut yang kurang mendukung dan pengawasan kurang terstruktur dan
berkesinambungan.
Hendaknya pembahasan mengenai hubungan sekolah dan masyarakat hendaknya sudah mulai
dirumuskan pada beberapa persoalan pokok, yakni apa dampak yang akan dirasakan, siapa yang
merasakan langsung atas dampak tersebut serta bagaimana membedakan masyarakat peserta
didik dengan masyarakat umum. Namun dari sekian banyak pertanyaan yang rnuncul maka ada
salah satu pertanyaan yang hendaknya dirumuskan secara lebih pasti yakni bagaimana dampak
hubungan tersebut berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik dan kemajuan
kelembagaan.
Tujuan komunikasi atau dalam hal ini hubungan sekolah dan masyarakat yang dilakukan oleh
lembaga selama ini masih bersifat one way traffic communication sehingga muncul kesan bahwa
lembaga hanya mengharapkan dukungan masyarakat hanya untuk mempertahankan eksistensi
kelembaqaan semata, bahkan kesan lain yang muncul kepermukaan bahwa lembaga hanya ingin
mendapatkan keuntungan semata sementara kebutuhan masyarakat terhadap lembaga kurang
diperhatikan.
Berikutnya saluran komunikasi yang dilakukan ole lembaga dapat dilakukan melalui beberapa
saluran, diantaranya (1) transparansi laporan keuangan sekolah terhadap orang tua murid; (2)
bulein sekolah; (3) surat kabar; (4) pameran sekolah; (5) open house; (6) kunjungan ke sekolah;
(7) kunjungan ke rumah siswa; (8) penjelasan oleh staf sekolah; (9) gambaran keadaan sekolah
melalui siswa; (10) melalui radio dan televisi: (11) laporan tahunan dan lain-lain.
Sampai saat ini, semestinya kita sebagai pengelola kelembagaan mempertanyakan saluran
komunikasi tersebut diantaranya msaluran manakah yang selama ini telah kita perqunakan serta
baqalrnana tingkat keefektifan saluran-saluran yang dipergunakan dan selanjutnya bagaimana
pengelola mampu memperbaiki komunikasi tersebut sehingga akan berdarnpak terhadap
perbaikan lembaga secara berkelanjutan.·. •
Namun ada hal lain yang dituntut dari lembaga yakni keterampilan- keterampilan komunikasi,
sudah semestinya lembaga mempergunakan sistem komunikasi dua arah (two way traffic.
communication) artinya kebermaknaan suatu komunikasi mampu diarahkan pad a perbaikan
sistem pendidikan secara menyeluruh dan hal ini merupakan tugas bersama antara pengelelola
lembaga dan masyarakat sehingga pada gilirannya ketika komunikasi tersebut tidak sampai baik
kepada lembaga ataupun kepada masyarakat maka tidak akan mengalami kesulitan dalam
menterjemahkannya kedalam sistem operasional yang disepakati oleh keduanya (Iembaga dan
masyarakat).
Hal lain yang selama ini terlupakan yakni pengawasan yang berkelanjutan, survei membuktikan
bahwa kelemahan yang terjadi pada kelembagaan kita adalah pengawasan mutu yang
berkelanjutan, sebagai salah satu contoh komite sekolah berperan dalam memberikan kontrol
terhadap mutu kelembagaan yang datang dari masyarakat namun kenyataannya sampai sejauh
mana komite tersebut berperan dalam peningkatan mutu kelembagaann?
Pada beberapa negara maju seperti Australia dikenal dengan school council yang selanjutnya di
Indonesia disebut dengan komite sekolah, Djam'an (2001) menyebutkan bahwa komite sekolah
akan terdiri dari kepala sekolah, refresentatif staf sekolah, orang tua murid, anggota masyarakat
dan refresenatatof dari departernen pendidikan nasional setempat.
Komite sekolah bertanggung jawab dalam penyusunan perencanaan strategik dan tahunan
sekolah, perumusan kebijakan sekolah, pemenuhan kebutuhan sekolah, anggaran sekolah, ikut
memantau kegiatan keseharain sekolah. menilai keberhasilan pelaksanaan proqrarn-proqram yang
dilaksanakan sekolah serta ikut mensyahkan laporan tahunan sekolah. Namun kenyatan yang
terjadi kita sejauh iru harus mempertanyakan lebih lanjut peri hal keterlibatan komite sekolah
melakukanseranqkalan kegiatan-kegiatan diatas.

D. Rangkuman
Lembaga pendldikan dan masyarakat merupakan dua jenis lingkungan yang berbeda namun
keduanya tidak dapat dipisahkan bahkan saling membutuhkan dalam pertumbuhan serta
perkembangannya, dengan demikian, maka sekolah tidak bisa menjadi lembaga yang ekslusif
dan memisahkan diri dari linqkunqan masyarakatnya, dan sernakinn tinggi tingkat perhatian
masyarakat terhadap lembaga pendidikan terkait maka akan semakin besar pula peluang sekolah
untuk mempertahankan eksistensinya dernikian sebaliknva.
Hubungan sekolah dan masyarakat diharapkan mampu menumbuhkan, buhkan kreativitas serta
dinamika kedua belah pihak sehingga hubungan tersebut bersifat aktif dan dinamis, sehingga pada
gilirannya prinsip tranparansi yang dlakukan oleh keduanya akan mengarahkan profesinalisasi
pengelolaan kelembagaan yang seriantiasa membawa kearah perubahan yang inovatif sehingga
akan berdampak peningatan mutu kelembagaan secara total (total quality management)..

E. Latihan Kasus Hubungan Sekolah dan Masyarakat


1. Deskripsi Masalah
Komite sekolah merupakan salah satu jalur yang ditempuh dalam mengembangkan system two
way traffic communicaton dan hal ini merupakan salah satu upaya memberdayakan sekolah dan
masyarakat dengan mengadakan serta melaksanakan kegiatan sehingga pihak-pihak yang
berkepntingan (stekeholders) pendidikan terlibat langsung dalam memikirkan, membahas,
membuat keputusan serta melakukan evaluasi yang berkelanjutan terkait dengan program-program
yang dibuat oleh sekolah.
Masalah-masalah yang muncul terkait dengan pemberdayaan sekolah dan pemberdayaan
masyarakat melalui jalur sekolah diantaranya: (1) penyamaan konsep pemberdayaan itu sendiri:
(2) memaknai peran serta masyarakat sebagai kemitraan sekolah; (3) memaknai bentuk kerjasama
yang dilakukan oleh masyarakat terhadap sekolah serta (4) keluaran yang diharapkan oleh masing-
masing baik oleh lembaga pendidikanm maupun masyarakat.

2. Pokok Masalah
Menyamakan persepsi tentang makna pemberdayaan ternyata masih menuntut keterampilan
khusus baik dari manajer sekolah maupun pihak stakeholders pendidikan, sebab tidak sedikit
kasus ini muncul kepermukaan diantaranya sekolah selalu disudutkan pada persoalan-persoalan
dilematik terkait masalah model pemberdayaan yang dilakukan sekolah, contoh yang konkrit
adalah sekolah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan cara menjalin kerjasama
dengan masyarakat namun pada gilirannya masyarakat memiliki persepsi yang berbeda bahwa
masyarakat hanya dijadikan sebagai salah satu alat atau kendaraan untuk mencapai keberhasilan
program sekolah
Jelasnya, memaknai pemberdayaan sekolah dan pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan
makna yang cukup mendalam, oleh sebab itu dibutuhkan kemampuan manajerial sekolah dalam
mengembangkan system kerjasama yang saling menguntungkan dengan jalan tidak ada yang
dirugikan baik pihak sekolah mapun pihak masyarakat.

3. Alternatif Solusi
Solusi-solusi yang dapat ditawarkan dalam menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat
sebenarnya bermuara pada keterampilan-keterampilan manajerial sekolah tentu hal ini menjadi
tugas pokok yang sekolah dapat harus diemban oleh manajer sekolah sehingga sekolah dapat
memilih program pengembanganseperti apa yang dapat dilakukan.
Memaknai alternatif tersebut sekolah dapat menawarkan beberapa solusi diantaranya: (1)
menggali potensi guna menjalankan departemen humas sesuai dengan peran dan fungsinya; (2)
meningkatkan kemampuan manajerial kepala sekolah; serta (3) meningkatkan kemampuan
pemahaman masyarakat dalam memaknai hubungan yang harrmonis.

4. Solusi Terpilih
Solusi terpiuh yang dianggap efektif dalam menjalin hubungan sekolah dan masyarakat dapat
dilihat dari peran dan fungsi departemen humas yang di dalamnya meliputi (1) strategi kampanye
public relation yang meliputi pesan atau informasi yang harus disarnpaikan berdasarkan pada
kebutuhan atau kepentingan khalayak sebagai sasarannva; (2) public relation sebagai
komunikator dan mediator yang berusaha mementuk opini berupa sikap positif dari masyarakat
melalui rangsangan; (3) mendorong public untuk berperan serta dalam aktivitas dalam perubahan
serta situasi negative menjadi situasi yang positif serta (4) perubahan sikap dan penilaian dari
pihak public dapat terjadi, oleh sebab itu pembinaan dan pengembangan yang berkesinambungan
harus dilakukan agar peran serta tersebut terpelihara dengan baik.

5. Rekomendasi
Tuntutan
utama agar perencanaan serta pelaksanaan tersebut dapat terlaksana dengan baik maka diperlukan
beberapa langkah perbaikan, yakni: ( 1 ) peningkatan kemampuan manajer hubungan masyarakat
dalam mengamati serta menganalisa suatu persoalan berdasarkan fakta di lapangan, perencanaan
kerja, berkomunikasi hingga mengevaluasi suatu problematika yang sedang dihadapi oleh
sekolah; (2) kemampuan dalam menarik perhatian rnelalui berbagai kegiatan publikasi yang
kreatif, inovatif, dinamis dan menarik bagi publiknya sebagai target sasaran; (3) kemampuan
untuk mempengaruhi pendapat umum melalui kekuatarr public relation dalam merekayasa
pandangan yang searah dengan kebijakan organisasi yang diwakilinya dalam posisi yang saling
menguntungkan; serta (4) tuntutan keampuan manajer hubungan masyarakat menjalin suasana
saling percaya, menghormati serta mengedepankan prinsip-prinsip goodwill baik dengan pihak
internal mapun eksternal.

F. Daftar Pustaka
Ametembum, Supervisi Pendidikan, Suri, Bandung
Keith, Serry Dan Henriques Girling Robert, Education, Managementand Participation, Alyn And
Bacon: Boston London Toronto Sindey Tokyo Singapore
Kindered, Leslie W, The School And Community Relations, Thir Edition, New Jersey: Prentice
Hall. Inc Englewood Cliffs
Kolter Philip, 1999, Manajemen Pemasaran PT Ikrar Mandiri Jakarta
Mulyasa, E, 2000 Manajemen Berbasis Sekolah Dan Masyarakat, Bandung
Rivai Dan J, Mamusunng, 1998 Hubungan Sekolah Dan Masyarakat, Bandung
Rusian Rosady, 1998 Manajemen Humas Dan Manajemen Komunikasi, Konsepsi Dan Aplikasi,
Raja Grafindo Persada, Jakarta
Satori Djam’an, 1998, Pengembangan Sistem Quality Assurance Pada Sekola, Bahan Ceramah
Seminar Adpen, FIP UPI Bandung
BAB 13

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTUnPENDIDIKAN


Oleh

Drs. Deni Koswara, M.Pd.


Cepi Triatna, M.Pd.

A. Pertdahuluan

Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan
kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa. Sering kali kebesaran suatu bangsa
diukur dari sejauh mana rnasyarakatnya mengenyam pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang
dimiliki oleh suatu masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak
saja dilihat dari kemegahan fasilitas pendidikan yang dirniliki, tetapi sejauh mana .output (Iulusan)
suatu pendidikan dapat membangun sebagai manusia yang paripurna sebagaimana tahapan
pendidikan tersebut.

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jalur, yaitu pendidikan


formal, pendidikan non-formal, dan pendidikan informal. Hal ini sebagaimana disuratkan dalam
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 10, 11, 12,
dan 13: "(10) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (12) Pendidikan nonformal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. (13) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan".

Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara terstruktur (dalam arti memiliki


kurikulum dan system pengelolaan yang sistematis) adalah pendidikan yang diselenggarakan pada
jalur formal dan non- formal. Jalur formal ini sering disebut sebagai pendidikan persekolahan.

Pada hakikatnya pendidikan yang menyumbang terhadap pembangunan bangsa adalah


pendidikan pada tiga jalur tersebut. Ketiga jalur tersebut merupakan trilogi pendidikan yang secara
sinergis membangun bangsa melalui pembangunan sumber daya insani dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari terampil menjadi ahli.

Sumbangan pendidikan terhdap pembangunan bangsa tentu bukan hanya sekedar


penyelenggaraan pendidikan, tetapi pendidikan yang bermutu, baik dari sisi input, proses, output,
maupun outcome. Input pendidikan yang bermutu adalah guru-guru yang bermutu, peserta didik
yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang bermutu, dan berbagai aspek
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu adalan proses
pembelajaran yang bermutu. Output pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang memiliki
kompetensi yang disyaratkan. Dan outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu
melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau terserap pada dunia usaha atau dunia industri.

Mengapa pendidikan harus bermutu? pendidikan saat ini, dalam hal ini pendidikan
persekolahan, dihadapkan pada berbagai tantangan baik nasional maupun internasional. Tantangan
nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan. Pernbangunan
ekonomi sampai saat ini masih belum beranjak dari dunia krisis semenjak tahun 1997/1998.
Bahkan perkembangan ekonorm pada level bawah (ekonomi kerakyatan) masih dalam kondisi
stagnan kalau tidak dikatakan mundur. Sosial kemasyarakatan bangsa ini seperti ada yang salah,
dimana kerusuhan, konflik antar daerah, pencurian, perkelahian, tawuran, free seks pada kalangan
remaja dan dewasa dan berbagai kondisi negatif kemasyarakatan lainnya semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Perkembangan budaya global saat ini malah mengikis berbagai budaya asli bangsa,
khususnya budaya daerah. Dari sisi keamanan, masyarakat merasa tidak aman untuk berjalan di
malam hari atau di tempat-tempat sepi, padahal ini adalah Negara merdeka! "Apa kata dunia?"
tentang Indonesia ini. Kondisi nasional tersebut menantang dunia pendidikan untuk dapat
menghasilkan lulusan yang mampu memecahkan dan membawa Indonesia pada bangsa yang maju
dan beradab.
Tantangan dunia internasional menunjukkan bahwa Indonesia saat ini akan menghadapi
berbagai persaingan global, seiring dengan berlangsungnya globalisasi, khususnya dalam
perdagangan (ekonomi). Globalisasi menghantarkan pada perubahan lingkungan strategis bangsa di
mata bangsa-bangsa lainnya di dunia ini. Selain globalisasi, perkembangan teknologi informasi juga
menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Perubahan lingkungan strategis pada tataran global
tersebut tercerrnin pada pembentukan forum-forum seperti GATT, WTO, dan APEC, NAFTA dan
AFTA, IMG-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan SOSEKMALINDO yang merupakan usaha untuk
menyongsong per- dagangan bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang amat
ketat. Pertanyaannya adalah, "sanggupkah bangsa ini bersaing dengan Negara lain?" "Apa yang
menjadi keunggulan bangsa Indonesia saat ini?"

Pemecahan masalah nasional dan pemenangan persaingan global ini menuntut dimilikinya
sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya yang disertai dengan kepemilikan akhlak mulia.
Dimana penyelenggaraan kenegaraan dan kernasyarakatan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) menjadi salah satu indicator dari kepemilikan akhlak mulia ini. Pembangunan
bangsa yang seimbang antara jasmani dan rohani akan mernberikan kemajuan yang pesat,
sebagaimana disuratkan dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Jawaban untuk
tantangan nasional dan inernasional adalah "pendidikan yang bermutu". Pendidikan yang bermutu
merupakan kunci untuk membangun manusia yang mpeten dan beradab.

Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan rnerupakan lembaga yang berfungsi sebagai
"agent of change", bertugas untuk membangun peserta didik agar sanggup memecahkan masalah
nasioanl (internal) dan memenangkan persaingan internasional (eksternal). Penyelenggaraan
sekolah harus diorientasikan pada pembentukan manusia yang kompeten beradab.

Manajemen peningkatan mutu pendidikan dalam bab ini merupakan sebuah kajian mengenai
bagaimana sebuah pendidikan persekolahan harus dikelola secara efektif, efisien, dan berkeadilan
untuk mewujudkan pendidikan (persekolahan) sebagaimana diharapkan.

B. Konsep Dasar Manajemen Mutu

1. Sejarah Mutu
Konsep manajemen mutu pendidikan merupakan sebuah konsep yang berasal dari Total
Quality Management (TQM). TQM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920an oleh edward
deming di Jepang. Deming adalah seorang warga amerika yang menjadi salah satu konsultan
perusahaan di Jepang. Konsep TQM pada awalnya berkembang dari pemikiran untuk mewujudkan
produk yang bermutu sampai pada akhirnya meliputi semua aspek dalam organisasi.
Perkembangan upaya mewujudkan mutu dapat ditelusuri dari konsep "inspection" kemudian
berkembang "quality qontrol and statistical theory", selanjutnya berkembang "quality in Japan"
yang menghantarkan pada konsep "total quality". Perkembangan selanjutnya adalah “total quality
management" kemudian berkembangan menjadi "quality awards and excellence model".
Perkembangan selanjutnya adalah "business excellence" (http://www.bpir.com/total-quality-
management-history-of-tqm-and-bussinees-excellence-bpir.com.html).

Inspection (inspeksi) meliputi pengukuran, pengujian, dan produk, proses dan pelayanan
dalam membuat produk yang sama. Pada awalnya inspeksi muncul untuk menentukan apakah
pekerja dan hasil kerjaannya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pabrik/industry atau
tidak. Hal ini dianggap berjalan baik pada kondisi para pekerja yang rendah produktivitasnya dan
perusahaan relative kecil. Artinyo semua pegawai akan terawasi dengan baik dan seksama. Namun
seiring dengan perkembangan dunia industri dalam memproduksi barang dalam jumlah yang
banyak, inspeksi menjadi tidak lagi efektif dalarn mewujudkan suatu produk yang bermutu. Pada
tahun 1911 Frederick W. Taylor berperan penting dalam inspeksi. Dia mempublikasikan 'The
Principles of Scientific Management' yang memberikan sebuah kerangka untuk rnendayagunakan
orang-orang secara efektif dalam suatu organisasi. Salah satu konsep taylor adalah secara jelas
mendefenisikan tugas-tugas pada suatu standart.
Inspeksi adalah salah satu tugasnya yang bertujuan untuk:

a. Menyediakan jaminan bahwa tidak ada kegagalan produk baik pada pabrik atau
“workshop”
b. Memfokuskan pada produk dan mendeteksi masalah-masalah di dalam produk.
c. Melaksanakan pengetesan paad setiap item untuk menjamin bahwa produk telah sesuai
dengan spesifikasinya
d. Menganalisis proses produksi akhir dan mendukung pelatihan khusus inspektur.

Perkembangan ini pada akhirnya memunculkan sebuah departemen/bagian yang berfungsi


secara khusus untuk melakukan inspeksi. Dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini, khususnya
dalam struktur organisasi departemen pendidikan nasional dikenal “Inspektorat Jenderal”. Inspeksi
saat ini tidak lagi menjadi jawaban untuk semua masalah mutu suatu produk, tetapi menjadi salah
satu alat untuk meningkatkan mutu suatu produk,
Quality Control and Statiscal Theory pertama kali diperkenalkan untuk mendeteksi dan
memperbaiki masalah-masalah selama proses produksi untuk mencegah adanya kegagalan suatu
produk. Teori statistic memainkan peran penting dalam area ini. Pada tahun 1920an, W. Shewhart
mengembangkan sebuah aplikasi metode statistic untuk manajemen mutu. Dia membuat model
chart kontrol pertama dan menunjukan bahwa variasi dalam proses produksi akan menghasilkan
variasi produk. Karenanya, eliminasi variasi dalam proses proses akan menghasilkan standar dan
produk akhir yang baik.
Proses kontrol secara statistic ini (1) memfokuskan pada produk dan pendeteksian dan
pengontrolan masalah-masalah mutu. (2) melibatkan pengetesan sejumlah sampel dan secar
statistic menyimpulkan adanya kesamaan untuk semua produk. (3) meliputi tahapan-tahapan dalam
proses produksi. (4) menyadari akan pelatiahan personalia bagian produksi dan pengontrol mutu.
Quality in Japan pada tahun 1940an, produk-produk Jepang dipersepsi cheep dan shoddy
imitations. Para pemimpin industri Jepang memahami hal ini dan bermaksud untuk menghasilkan
produk inovatif yang berkualitas. Akhirnya mereka mengundang Deming, Juran dan Feigenbaum
untuk mempelajari baqaimana mencapai maksud tersebut. Deming rnengungkapkan bahwa mereka
(para industriawan Jepang) akan mencapai tujuan mereka dalam lima tahun, tidak banyak orang
Jepang yang mempercayainya. Namun demikian, mereka mengikuti apa yang disarankannya.
Pada tahun 1950an, manajemen dan kontrol mutu dikembangkan secara cepat menjadi tema
untuk manajemen Jepang. Ide mengenai mutu tidak berhenti sampai pada level manajemen.
Lingkaran mutu dimulai pada tahun 1960an. Lingkaran mutu (Quality Circle) adalah kelompok
pekerja volunteer yang bertemu dan mendiskusikan isu-isu berbagi aspek ditempat kerja dan
mereka membuat presentasi kepada manajemen berdasarkan ide-ide mereka. Sebuah hasil dari
Quality circle adalah motivasi pegawai. Para pekerja merasa mereka dilibatkan dan didengar. Hasil
lainnya adalah ide peningkatan mutu tidak saja pada mutu produk akan tetapi juga semua aspek
organisasi. Hal ini barangkali sebagai awal dari ide total quality.
Total Quality adalah sebuah istilah yang pertama kali dimunculkan oleh Feigenbaum (Dr.
Armand ve Feigenbaum) pada konferensi internasional pertama mengenai quality control di
Jepang pada tahun 1969. Ishikawa juga mendiskusikan "total quality control”. Jepang, yang
berbeda dengan ide barat mengenai "total quality". Menurut Ishikawa kontrol rnutu perusahaan
secara luas melibatkan semua karyawan pegawai dari jajaran top manajemen sampai pekerja.
Total Quality Management berkembang pada tahun 1980an - 1990an. Setelah melakukan
observasi terhadap kesuksesan Jepang mengenai isu-isu kepegawaian, perusahaan-perusahaan barat
mulai mengenalkan inisiatif mutu menurut versi mereka. TQM dibuat sebagai suatu alat untuk
mengekspresikan spectrum rnutu yang lebih luas yang difokuskan pada strategi-strategi, program-
program, dan teknik-teknik. Definisi TQM secara spesif meliputi: focus pelanggan, keterlibatan
semua peqawai/karvawan, perbaikan secara terus menerus dan integrasi manajemen mutu ke dalam
organisasi.
Quality Awards and excellence Models merupakan satu lanqka maju dalarn manajemen
mutu yang dikembangkan pada tahun 1988 oleh Malcolm Baldrige Award di Amerika Serikat.
Model tersebut dikenal secara internasional sebagai model TQM. Model itu dibuat oleh
pemerintah Amerika Serikat untuk mendukung perusahaan-perusahaan mengadopsi model tersebut
dan meningkatkan kemampuan kompetitifnya. Merespon hal tersebut, hal serupa dibuat oleh
Organisasi Manajemen Mutu Eropa pada tahun 1992 yang dikenal dengan EFQM (European
Foundetron Quality Management). EFQM ini menjadi kerangka lomba mutu di Eropa.
Tujuan lomba mutu adalah untuk mendukung sejumlah perusahaan untuk mengadopsi
prinsip-prinsip manajemen mutu. Model-model tersebut merupakan alat praktis, yang membantu
organisasi untuk mengukur dimana posisi perusahaan saat ini dan mau kernana perusahaan di masa
yang akan datang. Model-model tersebut juga membantu organisasi untuk menciptakan sebuah
rencana untuk mengurangi gap mutu yang ada. Pada saat ini, ratusan lomba mutu dan berbagai
model banyak berkembang di dunia.
Business excellence merupakan sebuah nama yang digunakan untuk membedakan TQM saat
ini dengan TQM di masa lalu. Pada tahun 80an dan awal 90an masih banyak ketidakjelasan
mengenai TQM. Jadi istilah "business excellence" mengandung arti TQM, tetapi dalam definisi dan
pendekatan yang lebih jelas. Model ini pertama kali dibuat pada pertengahan tahaun 1980an
sebagai reaksi terhadap perkembangan mutu di Barat yang juga lahir karena perkembangan mutu di
Jepang. Model ini pada awalnya sebagai "quality award" atau TQM models. Dari waktu ke waktu,
istilah "business excellence" mulai menggantikan istilah "quality" (mutu) dan TQM. Saat ini,
banyak Negara memandang model "business excellence" sebagai mekanisrne kunci untuk
meningkatkan kinerja organisasi.

2. Definisi Mutu
Pengertian mutu memiliki variasi sebagaimana didefinisikan oleh masing-masing orang atau
pihak. Produsen (penyedia barang/jasa) atau konsumen (penqquna/pernakai barang/jasa) akan
memiliki definisi yang berbeda mengenai mutu barang/jasa. Perbedaan ini mengacu pada orientasi
masing-masing pihak mengenai baranq/jasa yang menjadi objeknya. Satu kata yang menjadi
benang merah dalam konsep mutu baik menurut konsumen maupun produsen adalah kepuasan.
Barang atau jasa yang dikatakan bermutu adalah yang dapat rnemberikan kepuasan baik bagi
pelanggan maupun produsennya,
Apabila kita mencoba menelusuri latar belakang munculnya gerakan mutu, maka kita akan
bertemu dengan tiga bapak mutu, yaitu W. Edwards Deming, Joseph Juran, dan Philip B. Crosby.
Ketiga pakar mutu tersebut memiliki pandangan yang beragam mengenai filosofi mutu.
Deming menulis buku yang paling penting yang berjudul Out of The Crisis. Buku tersebut
menjelaskan tentang transformasi gaya manajemen Amerika. Deming mengkonsentrasikan
penjelasannya pada kesalahan atau kegagalan manajemen untuk dijadikan dasar perencanaan di
masa yang akan datang dan untuk meramalkan masalah yang akan terjadi. Ia melihat bahwa
masalah mutu pada hakikatnya terletak pada konsep manajemen, khususnya kegagalan senior
manajer dalam proses perencanaan. Deming mengemukakan 14 butir filosofi mutu gaya baru yang
menjadi daya tarik bagi pihak manajemen untuk merubah gaya pendekatan mereka. Deming
mengkombinasikannya dengan pemahaman tentang pentingnya psikologi, khususnva untuk
mengatasi hambatan dalarn mengadopsi suatu budaya mutu.
Secara tegas Deming juga menekankan pentingnya pencegahan daripada memperbaiki
kerusakan, hal inilah yang dinilai sebagai kontribusi unik dalam memahami bagaimana menjamin
peningkatan mutu. Studi penting Deming adalah analisa mengenai kegagalan rnutu. Hasil
kajiannya menunjukkan bahwa penyebab kegagalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab
kegagalan khusus dan umum. Penyebab umum adalah adanya kegagalan sistem, yaitu berkaitan
dengan proses internal lembaga. Hal tersebut dapat diatasi atau dikurangi jika dilakukan perubahan
sistem, proses, dan prosedurnya. Sedangkan penyebab khususnya adalah gangguan yang datang
dari komponen sistem yang bervariasi.
Joseph Juran merupakan salah satu pakar mutu yang pernah mendapatkan penghargaan yang
dinilai prestisius dari kaisar Jepang, yaitu order of Sacred Treasure, Juran telah meluncurkan
sejumlah buku mengenai mutu, diantaranya: Juran's Quality Control Handbook, Juran on
Planning for Quality, dan Juran on Leadership for Quality.
Sebagai pakar di bidang mutu, Juran memiliki ide penting mengenai mutu, yaitu produk
atau jasa yang bermutu adalah produk atau jasa yang bisa menernukan spesifikasi yang diinginkan
oleh pelanggan. Untuk mewujudkan idenya itu, Juran mengemukakan dua hal, yaitu:

(1) Hukum 85/15.

Hukurn 85/15 yang dikemukakan Juran rnenqunqkapkan bahwa 85 % masalah mutu yang
dihadapi organisasi disebabkan karena buruknya desain proses. Desain proses merupakan
proses manajemen yang dilakukan untuk mengelola organisasi. Apabila desain proses dibuat
secara benar maka dapat dikatakan bahwa mutu telah dibuat secara benar. Desain proses
sistem merupakan manajemen.

(2) Strategi Manajemen Mutu (StrategiC Quality Managem&nt)

Untuk memperbaiki manajemen dalam rangka rnencapai mutu, Juran mengembangkan suatu
pendekatan yang disebut strategic quality management (SQM). SQM merupakan tiga
bagian proses berdasarkan perbedaan tingkat staf. Perbedaan tingkatan staf ini dinilai
memberikan kontribusi yang unik bagi peningkatan mutu. Manajer puncak memiliki
pandangan strategis organisasi. Manajer madya memegang peranan operaslonal mutu. Dan
pengawas mutu bertanggungjawab atas pengawasan mutu.

Philip Crosby terkenal dengan dua idenya mengenai mutu. Pertama, bahwa mutu adalah
gratis. Artinya pemborosan dan ketidak-efisienan pada sistem dapat dihemat dan dibayar oleh
program peninqkatan mutu. Kedua, bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan dan seluruh hal yang
tidak mencerminkan mutu dapat dihapus seluruhnya jika lembaga memiliki keinginan kuat untuk
menghilangkannya.
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan.
Sallis (1993) mendefinisikan mutu dalam dua persfektif, yaitu mutu absolut dan mutu relatif. Mutu
absolut merupakan mutu dalam arti yang tidak bisa ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak.
Absolut juga dapat dikatakan sebagai suatu kondisi yang ditentukan secara sepihak, yakni oleh
produsen (jasa atau barang). Dalam pandangan absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang
terbaik menu rut pertimbangan produsen dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Sedanqkan
mutu relatif diartikan sebagai mutu yang ditetapkan oleh selera konsumen. Dengan demikian, suatu
barang atau jasa dapat disebut bermutu oleh seorang konsumen, tetapi belum tentu dikatakan
bermutu oleh konsumen yang lainnya.
Pandangan rnengenai mutu di atas mengimplikasikan bahwa barang atau jasa yang
diproduksi harus selalu mengutamakan kesesuaian antara kebermutuan dalam persfektif absolut
dan relatif. Sallis (1993) mengungkapkannya denqan istilah fir for their purpose, Artinya setiap
barang atau jasa yang diproduksi harus memuaskan pelanggan dan memenuhi spesifikasi yang
dimiliki produsen. Walaupun demikian, pada hakikatnya mutu absolut merupakan kondisi atau
spesifikasi yang ditetapkan manajemen (organisasi) untuk memenuhi kepuasan pelanggan,
sehingga organisasi memiliki arah dan gambaran mengenai apa yang harus dilakukan manakala
memproduksi suatu barang atau jasa.
Penulis memandang mutu sebagai kondisi yang terkait dengan kepuasan pelanggan terhadap
barang atau jasa yang diberikan oleh produsen. Lebih luas dari itu, konsep mutu juga ditetapkan
oleh produsen sebagai pembuat atau pemberi jasa yang didasarkan pada spesifikasi yang telah
ditentukan oleh produsen. Manajemen kontemporer saat ini mengorientasikan proses manajemen
pada upaya untuk mencapai mutu baik pada input, proses, maupun output organisasi, sehingga
diharapkan organisasi akan selalu merniliki hubungan yang berarti dengan pelanggannya.
Keberartian inilah yang akan membuat organisasi dikatakan sebagai organisasi yang bermutu.

3. Definisi Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen mutu terpadu merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip
mutu untuk menjamin suatu produk barang/jasa memiliki spesifikasi mutu sebagaimana ditetapkan
secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu dilakukan secara menyeluruh,
yaitu mulai dari input, proses, output, dan outcome. Dilakukan secara berkelanjutan menunjukkan
bahwa upaya mewujudkan mutu merupakan bagian kerja keseharian, bukan sesuatu yang bersifat
temporal (sewaktu-waktu). Dalam konteks outcome (dampak) dikenal dengan istilah layanan purna
jual. Dalam dunia pendidikan, layanan puma jual ini . terkait dengan keterlibatan alumni dalam
pengelolaan dan pengembangan sekolah. Semua komponen sistem organisasi diposisikan Sebagai
bagian untuk menjamin mutu dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Beberapa isu yang dibuat oleh konferensi dewan mutu pada Mei 1990 (Ross, 1993:1-2)
adalah sebagai berikut:

a. A cultural change based on a management philosophy of meeting custome requirements


through continous improvement. (satu perubahan budaya didasarkan pada filosofi
manajemen sesuai dengan tuntutan pelanggan melalui perbaikan berkelanjutan.

b. Management behavior that includes acting as role models, use of quality processes and
tools, encouraging communications, sponsoring feedback
activities and a supporting environment. (perilaku
manajemen juga harus berperan sebagai model, menggunakan alat dan proses mutu,
mendorong komunikasi, mensponsori umpan balik, dan mendukung lingkungan).

c. Mechanisms of change including training, communications, recognition, teamwork, and


customer satisfaction program. (mekanisme perubahan meliputi: pelatihan, komunikasi
perubahan, pengenalan, kerjasama kelompok, dan program pemuasan pelanggan).

d. Implementing TQM by defining the mission, identifying system output, identifying


customers, negotiating customers' requirements, developing a "suppliers
spesipication" that details customer requirements and expectation, and determining the
necessary required to fulfill those requirements and expectations. (pengimplementasian
TQM dengan mendefinisikan misi, mengidentifikasi system output, bernegosiasi dengan
tuntutan pelanggan, mengembangkan spesifikasi bagi supplier sebagaimana diharapkan dan
dituntut pelanggan, dan menentukan syarat-syarat yang perlu untuk mengisi harapan dan
tuntutan pelanggan tersebut).

e. The cost of quality as the measure of non-quality (not meeting customer requirements).
(Biaya mutu sebagai ukuran yang bukzr' mutu atau tidak memenuhi yang disyaratkan
pelanggan).

4. Prinsip Mutu
Menurut Deming, ada 14 prinsip mutu yang harus dilakukan organisasi/perusahaan jika
menghendaki dicapainya mutu, yaitu:
1) Menciptakan konsistensi tujuan untuk pengembangan produk dan jasa dengan adanya
tujuan suasana bisnis yang kompetitif.
2) Adopsi filosofi baru
3) Menghentikan ketergantungan pada adanya inspeksi dan digantikan dengan upaya
pencapaian mutu.
4) Menghentikan anggapan bahwa penghargaan dalam bisnis adalah terletak pada harga.
5) Peningkatan sistem produksi dan layanan secara terus menerus guna peningkatan mutu
dan produktivitas.
6) Pelatihan dalam pekerjaan
7) Kepemimpinan lembaga
8) Menghilangkan rasa takut
9) penghalang antar departemen/biro
10) Mengurangi slogan peringatan-peringatan dan target, dan mengganti dengan
pemantapan metode-metode yang dapat meningkatkan

mutu kerja
11) Kurangi standar kerja yang menentukan kuota berdasarkan jumlah.
12) Hilangkan penghambat yang dapat merampas hak asasi manusia untuk merasa bangga
terhadap kecakapan kerjanya.
13) Lembagakan suatu 'program pendidikan dan peningkatan diri yang penuh semangat.
14) Setiap orang dalam perusahaan bekerja sama dalam mendukung proses transformasi.

Menurut Josep Juran (Ross, 1993:3) ada 10 langkah untuk meningkatkan mutu, yaitu:

1) Build awareness of opportunities to improve (membangun kepedulian untuk


perbaikan/peningkatan).

2) Set goals for improvement (menentukan tujuan-tujuan untuk peningkatan).

3) Organize to reach goals. (mengorganisasi untuk pencapaian tujuan).

4) Provide training. (rnenyelenggarakan pelatihan).

5) Carry out projects to solve problems. (mendorong pembangunan pemecahan masalah).

6) Report progress. (melaporkan perkembangan).

7) Give recognition. (memberikan perngakuan)

8) Communicate results. (mengkomunikasikan hasil-hasil).

9) Keep score.

10)Maintain momentum by making annual improvement part of the regular systems and
processes of the company. (menjaga momentum dengan membuat peningkatan tahunan
sebagai bag ian dari system dan proses regular perusahaan).

Philip Crosby (Ross, 1993: 3), mengemukakan ada 4 prinsip mutu, yaitu:
1) Quality is defined as conformance to requirements not “godness” (mutu didefinisikan
sebagai kesesuaian dengan tuntutan, bukan “kebaikan”).
2) The system to delivering quality is the prevention of poor quality through process
control, not appraisal or correction, (system untuk mengantarkan/mencapai mutu adalah
pencegahan terhadap mutu yang rendah melalui proses pengawasan, bukan penilaian
atau koreksi)
3) The performance standard is zero defects, not "that's close enough." (standar perporma
adalah tidak ada kesalahan, bukan "hal itu hampir mendekati, "
4) The measurement of quality is the price of non coformance, not indexes. (pengukuran
mutu adalah harga dari ketidakseragaman, bukan indeks-indeks).
Prinsip mutu adalah sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini merniliki kekuatan untuk
mewujudkan mutu. Akan hal ini, berbagai ahli dan organisasi mencoba merumuskan prinsip-
prinsip yang paling tepat untuk dapat mewujudkan mutu dalam organisasi. Ada delapan prinsip
mutu berdasarkan versi ISO, yaitu: (1) Customer Focused Organisation, (2) Leadership, (3)
Involvement of People, (4) Process Aproach, (5) System Approach to Management, (6) Continual
Improvement, (7) Factual Approach to Decision Making, dan e8) Mutually Beneficial Supplier
Relationship. (Igit, 2007: 1).

Customer focused organization adalah orientasi pada pelanggan. "Organizations depend on


their customer and therefore should understand current and future needs, meet customer
requirements and strive to exeed customer expectations" (Igit,2007: 1). Maksud dari orientasi
pelanggan ini adalah organisasi tergantung pada pelanggannya karenanya harus memahami
berbagai kebutuhan pelanggan pada saat ini dan di masa yang akan datang, kenali
persvaratan/tuntutan pelanggan da berusaha untuk memenuhinya atau bahkan melebihi apa yang
diharapkan pelanggan.

Penerapan khusus Prinsip 1 (orientasi pelanggan) adalah:

a. Teliti, pahami kebutuhan dan harapan pelanggan;

b. Pastikan bahwa sasaran organisasi sejalan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan;

c. Komunikasikan kebutuhan dan riarapan pelanggan ke seluruh organisasi;

d. Ukur kepuasan pelanggan lalu ambil tindakan dari hasil pengukuran;


e. Kelola secara sistematis hubungan dengan pelanggan; dan
f. Buatlah keseimbangan pendekatan antara kepuasan pelanggan dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya seperti: pemilik modal, karyawan, pemasok, masyarakat dan
pemerintah.

Leadership adalah prinsip kedua, yaitu kepemimpinan organisasi. "Leaders establish


unity of purpose and direction of the organization . They should create and maintain the
internal environment in which people can fully involved in achieving the organization's
objectives" (Igit, 2007:2). Maksudnya adalah pemimpin itu menentukan kesatuan arah dan tujuan
organisasi. Pemimpin harus menciptakan dan rnenjaga /mernelihara lingkungan internal dimana
orang-orang dapat terlibat secara penuh dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Penerapan khusus Prinsip 2 (kepemimpinan) adalah:

a. Pertimbangkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan, termasuk pelanggan;'

b. Tetapkan dan jelaskan visi organisasi ke depan agar setiap orang mengerti tujuan;

c. Tentukan sasaran dan target yang menantang dan sosialisasikan;

d. Ciptakan dan sokong nilai-nilai kebersamaan, kejujuran dan model tugas yang etis pada
semua level organisasi;

e. Lengkapi semua orang dengan sumberdaya yang diperlukan (misalnya: pelatihan sesuai
keperluan bidang tugas), dan beri kebebasan bertindak dengan penuh tanggungjawab; dan

f. Beri semangat kebesaran hati dan pengakuan terhadap konstribusi setiap orang.

Involvement of people adalah keterlibatan orang-orang (SDM) yang dimiliki oleh


organisasi/perusahan. "People at all levels are the essence of an organization and their full
involvement enables their abilities to be used for the organization's benefit" (Igit, 2007:2).
Maksudnya adalah orang-orang pada semua tingkatan merupakan esensi organisasi dan
keterlibatan mereka secara penuh memungkinkan digunakannya kemampuan mereka untuk
keuntungan organisasi.

Penerapan khusus Prinsip 3 (keterlibatan orang-orang) adalah:

a. Upayakan setiap orang memahami 'pentinqnva konstribusi dan peran mereka dalam
organisasi;
b. Upayakan setiap orang mengenali batasan kinerja serta lingkup tanggung-jawab mereka
dalam organisasi;
c. Upayakan setiap orang mengetahui permasalahan kerja mereka dan termotivasi untuk
menyelesaikannya;
d. Ajak setiap orang aktif melihat peluang untuk meningkatkan kornpetensi, pengetahuan dan
pengalaman mereka;
e. Fasilitasi agar setiap orang bebas berbagi pengetahuan/ pengalaman dan berinovasi; dan
f. Budayakan agar setiap orang secara terbuka mendiskusikan perrna- salahan.

Process approach, yaitu menggunakan pendekatan proses. "A desire result is achieved more
efficiently when related resources and activities are managed as a process" (Igit, 2007:3).
Maksudnya bahwa hasil yang diinginkan dicapai secara lebih efisien manakala sumber daya-
sumber daya dan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dikelola sebagai satu proses.

Penerapan khusus Prinsip 4 (pendekatan proses) adalah:

a. Secara sisternatis menentukan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai hasil


yang diinginkan;

b. Menganalisa dan mengukur kapabilitas aktivitas-aktivitas kunci;

c. Mengidentifikasi interface aktivitas-aktivitas kunci di dalam dan di antara fungsi-fungsi


organisasi;

d. Upayakan agar proses lebih singkat dan efektif, tidak berbelit-belit;

e. Menekankan pada faktor-faktor seperti sumberdaya, metode dan material untuk


memperbaiki aktivitas kunci pada organisasi;

f. Mengevaluasi resiko, konsekwensi, dan dampak aktivitas pad a pelanq- gan/ pemasok
ataupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

System approach to management yaitu menggunakan pendekatan system pada manajemen.


"Identifying, understanding and managing system of interrelated processes for a given objective
improves the organization's effectiveness and efficiency" (Igit, 2007:4). Maksudnya adalah
pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolan sistem dari proses-proses yang terkait untuk
memberikan perbaikan-perbaikan terhadap efektivitas dan efisiensi pada organisasi secara
objektif.

Penerapan khusus Prinsip 5 (menggunakan pendekatan sistem pada manajemen) adalah:

a. Penyusunan sistem untuk mencapai sasaran organisasi dengan lebih efektif dan efisien;
b. Memahami keadaan saling - ketergantungan diantara proses-proses pada sistem;
c. Pendekatan struktur yang harmonis dan integrasi proses-proses, dengan tugas yang
tidak saling tum pang tindih;
d. Memberikan pemahaman terbaik pada tugas-tugas/ tanggungjawab yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan bersama, serta mengurangi hambatan lintas fungsional; dan
e. Menargetkan dan menenentukan bagaiman aktivitas khusus dalam suatu sistem akan
beroperasi.

Continual improvement yaitu perbaikan/peningkatan secara berkelanjutan. “Continula


improvement should be a permanent obejctive of the organization” (Igit, 2007: 4). Maksunya
adalah perbaikan secara berkelanjutan seharusnya menjadi tujuan permanen organisasi.
Penerapan khusus Prinsip 6 (perbaikan secara berkelanjutan) adalah:

a. Laksanakan secara konsisten pendekatan organisasi untuk kontinuitas (kelangsungan)


perbaikan performansi;
b. Sediakan dan kirim SDM untuk pelatihan terhadap metode dan alat perbaikan
berkesinambungan;
c. Laksanakan perbaikan yang kontinu pada produk, proses dan sasaran sistem;
d. Tetapkan tujuan dan sasaran sebagai pedoman, ukur pencapaian untuk perbaikan yang
berkesinambungan; dan
e. Beri penghargaan dan pengakuan terhadap perbaikan.

Factual approach to decision making, yaitu menggunakan pendekatan factual dalam


pembuatan keputusan. "Effective decisions are based on the analysis of data and information"
(Igit, 2007:5). Maksudnya adalah bahwa keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan
informasi.

Penerapan khusus Prinsip 7 (pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan) adalah:


a. Pastikan bahwa data dan informasi cukup akurat dan dapat dipercaya;
b. Sediakan data yang dapat diakses oleh yang membutuhkan;
c. Analisa data dan informasi dengan menggunakan metode yang valid; dan
d. Buat keputusan dan ambil tindakan berdasarkan analisis faktual, seimbang dengan
pengalaman Intuisi,

Mutually benefical supplier relationships adalah memiliki hubungan yang saling


menguntungkan denqan supplier. "An organization and its supplier are interdependent, and a
mutually beneficial relationship enhance the ability of both to create value" (Igit, 2007:5).
Maksudnya bahwa suatu organisasi dan supliernya adalah saling berhubungan/ membutuhkan, dan
mempunyai kerjasama yang saling menguntungkan akan meningkatakan kemampuan kedua belah
pihak untuk menciptakan nilai keberhasilan.
Penerapan khusus prinsip 8 (hubungan yang saling menguntungkan dengan suplier) adalah:
a. Tetapkan hubungan yang seimbang antara keuntungan jangka pendek dengan
mempertimbangkan jangka panjang;

b. Sinergikan keahlian dan sumberdaya secara berpasangan dengan pemasok;

c. Identifikasi dan pilih pemasok-pemasok kunci;

d. Susun pengembangan bersama, untuk fleksibilitas dan kecepatan merespon perubahan


kebutuhan pasar; dan

e. Berikan semangat, dorongan dan penghargaan atas peingkatan dan prestasi pemasok.

5. Komponen Mutu

Komponen-komponen mutu merupakan bagian-bagian yang harus ada dalam upaya untuk
mewujudkan mutu. Bagian-bagian ini merupakan pendukung dan menjadi prasyarat dimilikinya
mutu, beberapa komponen mutu yang dimaksud adalah:

a. Kepemimpinan yang berorientasi pada mutu

Manajer puncak harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan secara terpadu dengan
memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data, dan
mengidentifikasi orang-orang (SDM). Dalam implementasi TQM sebagai kunci proses
manajemen, manajer puncak berperan sebagai penasihat, guru dan pimpinan.

Pimpinan suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen dan semua
perilakunya terhadap produktivitas organisasi, bahan terhadap respon pesaing. Kenyataan ini harus
menyadarkan manajer puncak untuk mengakui bahwa mereka harus mengernbangkan manajemen
secara partisipatif, baik visi dan misi mereka maupun proses manajemen yang dapat mereka
pergunakan untuk mencapai keduanya.
Pimpinan harus mengerti bahwa TQM adalah suatu proses yang harus bersinergi dan terdiri
dari prinsip-prinsip dan komponen-komponen pendukung yang harus dikelola agar mencapai
perbaikan mutu secara berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.

b. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Perwujudan mutu didasarkan pada keterampilan setiap pegawai dalam merencanakan,


mengorganisasi, membuat, mengevaluasi, dan mengembangkan barang/jasa sebagairnana
tuntutan pelanggan. Pemahaman dan keterampilan pegawai menjadi kunci untuk mewujudkan hal
itu melalui aplikasi pemahaman dan kemampuannya. Perkembangan tuntutan pelanggan inilah
yang terus berkembang dan harus direspon positif oleh manajer puncak melalui penyipan
SDM/pegwai yang kompeten dalam bidangnya. Dinamisasi tuntutan mengharuskan diupgradenya
kemampuan pegawai secara terus menerus. Bahkan investasi terbesar haruslah pada SDM
organisasi. Diklat terkait dengan keterampilan pokok dan keterampilan pendukung kedua-duanya
menjadi utama dalam membentuk pegawai yang kompeten. Keterbatasan implementasi diklat
memungkinkan untuk memilih pada keterampilan inti, sedangkan untuk keterarnpllan pendukung
dikembangkan melalui proses kepemimpinan.

c. Struktur Pendukung

Manajer puncak akan memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap
perlu dalam melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh
dari luar melalui konsultan atau tim mutu, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam
organisasi itu sendiri. Staf pendukung yang kecil dapat membantu manajemen puncak untuk
mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui "network" denqan manajer mutu di bagian
lain dalam organisasi dan membantu sebagai nara sumber mengenai topik-topik yang berhubungan
dengan mutu bagi rnanajer puncak.

d. Komunikasi

Komunikasi dalam suatu organisasi yang beorientasi mutu perlu diternpuh dengan cara yang
bervariasi agar pesan yang dikomunikasikan dapat tersampaikan secara efektif dan manajer puncak
dapat berkomunikasi kepada seluruh pegawai mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh
untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu
secara pribadi dengan para pegawai untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan
menjawab pertanyaan dari setiap pegawai. Namun demikian, jika pegawai/anggota organisasi
berjumlah sangat banyak, maka penyampaian mengenenai komitmen orqarusasi terhadap mutu
harus disampaikan secara terus menerus dan konsisten.
e. Ganjaran dan Pengakuan

Tim dan/atau individu-individu yang berhasil menerapkan prinsip-prinsip mutu dalam


proses mutu harus diakui dan diberi ganjaran sebagaimana kemampuan organisasi, sehingga
pegawai lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Kegagalan
dalam mengenali seseorang yang mencapai sukses akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah
menuju pekerjaan yang sukses, dan memungkinkan promosi atau sukses individu secara
menyeluruh. Jadi pada dasarnya pegawai yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan
diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh pegawai lainnya.

f. Pengukuran

Penggunaan data hasil pengukuran (evaluasi) menjadi sangat penting di dalam menetapkan
proses manajemen mutu. Hasil pengukuran merupakan informasi umpan balik bagi manajer puncak
mengenai kondisi riil bagairnana garnbaran proses mutu yang ada dalam organisasi. Bahkan hasil
evaluasi ini harus menjadi dasar untuk mengambil keputusan bagi rnanajer puncak. Pendapat-
pendapat umum mengenai mutu organisasi harus diganti dengan fakta dan data. Setiap orang dalarn
organisasi dan yang terkait dengan organisasi harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang
dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan fakta dan data. Dalam menentukan dan
memilih data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur secara konsisten untuk rnengetahui
seberapa jauh kebutuhan benar-benar dipenuhi.
Pengumpulan data dari pelanggan juga menjadi penilaian kinerja yang realistis serta sangat
berguna di dalarn memotivasi setiap orang untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya. Di
sarnping keenarn komponen di atas, ada 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pirnpinan dalam
TQM, yaitu:
1) Pembuatan keputusan bagi pimpinan didasarkan pada data, bukan hanva pendapat saja.
2) Pimpinan berperan sebagai pelatih dan fasilitator bagi setiap anggota organisasi.
3) Pimpinan terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan
melalui berbagai pendekatan.
4) Pimpinan harus berupaya membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang
memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
5) Pimpinan harus berupaya membangun dan memelihara kepercayaan anggotanya untuk
berkomitmen terhadap pernbanqunan mutu crqanisasi.
6) Pimpinan harus paham betul bagaimana mengapresiasi terima kasih kepada anggota
organisasi yang berhasil/berjasa.
7) Secara aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram.
8) Perilaku dalam organisasi diorientasikan pada pelanggan internal/eksternal.
9) Memiliki keterampilan dalam menilai situasi dan kernampuan ora.ng lain secara tepat.
10) Memiliki kemampuan untuk rnenciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan.
11) Mau mendengar dan menyadari berbagai kekurangan dan kesalahan anggota organisasi.
12) Selalu berusaha memperbaiki sistem dan banyak berimprovisasi secara terus menerus.
13) Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja secara terus menerus

6. Implementasi Manajemen Mutu melalui Konsep MPMBS


MPMBS adalah sebuah singkatan dari "Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah",
yaitu sebagai model desentralisasi dalam bidang pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar
dan menengah diyakini sebagai model yang akan mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam konteks penyelenggaraan persekolahan saat ini konsep MPMBS dijadikan sebagai suatu
kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Umaedi (1999:2-3) mengungkapkan bahwa ada dua hal yang menjadi landasan mengapa
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan
MPMBS, yaitu:
"pertama strategi pernbangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi
yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah
dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana
pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otornatis lembaga
pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang
diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori "education production.
function" (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga - pendidikan (sekolah),
melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua pengelolaan pendidikan
selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya,
banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat rnikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa
kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh
dan akurat oleh birokrasi pusat".
Lebih lanjut, Umaedi (1999) mengungkapkan bahwa Konsep MPMBS adalah konsep yang
menawarkan kerjasarna yang erat antara tiga pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
persekolahan, yaitu sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing -
masing. MPMBS ini berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pernberian kemandirian
kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan
kualitas pendidikan melalui. Pengelolaan sumber daya sekolah yang ada.
Apabila ditelusuri secara historis, MPMBS ini berasal dari pengembangan konsep effective
school yang intinya adalah melakukan perbaikan proses pendidikan. (PBM) di sekolah. Orientasi
manajemendalam MPMBS dapat ditelusuri pada indikator; (i) lingkungan sekolah yang aman dan
tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki
kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah,
guru, dan stat lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah
yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adan a pelaksanaan evaluasi yang terus menerus
terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untu
penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang
tua murid/masyarakat. (Umaedi, 1999:5).
Sedangkan kata mutu dalam MPMBS ini memiliki makna mutu proses dan mutu hasil.
"Proses pendidikan" yang bermutu melibatkan berbagai input, seperti: bahan ajar, metodologi,
sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif. Mutu "hasil pendidikan" mengacu. pada prestasi yang dicapai
oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat
berupa prestasi akademik maupun non-akademik. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi
yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati,
kebersihan, dan sebagainya.
Kerangka kerja MPMBS sebagaimana dikemukakan Umaedi (1999:7-9) meliputi:
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur sernua sumber daya
sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan
keuangan harus ditujukan untuk: (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan
dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii)
pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) penquranqan
kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-}awaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik
kepada masyarakat maupun pemerlnteh. Hal rru merupakan perpaduan antara kornitrnent terhadap
standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/rnasyarakat. Pertanggung- jawaban
(accountability) ini bertujuan untuk rneyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai
dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika
mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap
sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada
orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap
pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah
bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses
penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap
siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua
indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara
intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana,
karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan ini yaitu;
1) pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
2) Bagaimana mengembangkan kerterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum
tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
sumber daya yang ada
3) pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena
alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapaian kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang
dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan
psikornotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara
objektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan
maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan
mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekruitmen (dalam
arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka
pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam
pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus
rnenerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan
wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang
peningkatan mutu dan penghargaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol
sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan
tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru
untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Strategi implementasi MPMBS dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1) Penyusunan basis data dan .profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara
sistematis menyangkut berbagai aspek akadernis, administratif (siswa, guru, staf), dan
keuangan.
2) Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelernahan
mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah., kinerja dalam mengembangkan dan
mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3) Berdasarkan anal isis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan
sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang
berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasionai yang
akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuan
dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber
daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
4) Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama
dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka
pendek (tahunan termasuk anggarannnya. (Umeadi, 1999: 11).

C. Rangkuman
Secara historis kajian mutu merupakan suatu yang terus berkembang sesuai dengan
perkembangan tuntutan pelanggan barang/jasa terhadap barang/jasa yang mereka inginkan.
Merespon hal ini produsen mencoba memberikan jaminan mutu kepada pelanggannya melalui
berbagai cara. Perkembangan mutu ini dapat dilihat dari munculnya inspection, quality control dan
statistical theory, quality in Japan, total. quality, total quality management, quality Awards and
Excellence Models, dan business Excellence.
Konsep dasar manajemen mutu dapat ditelusuri pada pendiri dan pengembangan mutu, yaitu
W. Edwards Deming, Walter A. Shewhart, Kaoru Ishikawa, Armand Val Feigenbaum, Josep
Juran, dan Philip Crosby.
Manajemen mutu terpadu (total quality managemenet) adalah konsep yang
mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk menjamin suatu produk barang/jasa memiliki
spesifikasi mutu sebaqeimana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Implementasi mutu dilakukan melalui aplikasi prinsip mutu. Deming mengajukan 14 prinsip
mutu, Juran mengajukan 10 prinsip mutu dan Crosby rnengajukan 4 prinsip mutu.
Komponen mutu yang harus ada adalah kepemimpinan yang berorintasi pada mutu,
pendidikan dan pelatihan (diklat), struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan
pengukuran (evaluasi).
Implementasi manajemen mutu di dalam persekolah Indonesia saat ini dikenal dengan istilah
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasi Sekolah(MPMBS). Model ini diartikan sebagai konsep
yang menawarkan kerja sama yang erat antar sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan
tanggungjawabnya masing-masing. Kerangka kerja MPMBS meliputi sumber daya,
pertanggungjawaban kurikulum, dan personil sekolah. Strategi implementasinya dilalui melalui
empat tahapan, yaitu; penyusunan basis data dan profil sekolah; penyusunan evaluasi diri;
mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan; dan merencanakan
dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek.

D. Latihan
Diskusikanlah berbagai isu mengenai mutu di bawah ini dalam kelompok kecil (4-5 orang
per kelompok)!
1. Mengapa pendidikan persekolahan di Indonesia masih belum mampu bermutu dilihat dari
nilai UN nasional pendidikan saat ini?
2. Apa yang harus dilakukan pada level sekolah, jika anda di posisikan sebagai seorang guru
dan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu lulusan (lulus 100% dengan melebihi
standar yang ditetapkan oleh orang tua daan sekoah)?

E. Daftar Pustaka
Arveson, Paul. 1998. Background and Historv of Measurement-Based Management. Tersedia
online: http://www.balancedscorecard.org/Backgrou n d/tabid/l06/Default.aspx. [15 Juli
2008].
Hoy, Wayne K., dan Miskel, Cecil G. 2001. Educational Administration: Theory, Research, end
Practice. (sixth Edition). New York: McGraw Hill.
Igit. 2007. 8 Prinsip Manajemen Mutu Versi ISO. Tersedia online: http://lgit.wordpress
.com/2007/05/09/8-prinsip-manajemen-rnutu-versi-ISO [15 Juli 2008].
Kurnia, Ahmad. 2008. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).1. Tersedia online:
/http://elqorni.wordpress.com/2008/04/24/manjemen-mutu-terpadu-total-guality-
managernent/. [15 Juli 2008].
Lunenburg, Fred C. dan Ornstein, Allan C. 2004. Educational Administration: Concepts and
Practices. (Fourth Edition). USA: Wadswort- Thomson Learning Inc.
Omnilingua.com. Quality Theorists. Tersedia online: www.ornnilingua.com/omnicenter
/theorists.aspx. [is Juli 2008].
Putro, K. Zarkasih dan Mahlani, M. 2008. Pendekatan Total Quality Management (TQM) Dalam
Pendidik.Tersedia online: http://mahalaniraya.wordpress.com/2008/ 03/01/ pendekatan-total-
quality-management-tqm-pendidikan /[15 Juli 2008].
Ross, Joel E. 1993. Total Qualitv Management; Text, Cases and Readings .. USA:St.Lucie Press.
Setiani, Helis., Islami, M. Irfan., dan Fuad, ABB. Analisis Implementasi Kebijakan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di Gugus 03 kecamatan Mojosari
Kabupaten Mojokerto (Analysis of Implementing Management Policy of School-Based
Quality Improvement (MPMBS) at Group 03 of Mojosari Subdistrict,
MojokertoManucipality). Tersedia online: http://publik.brawijaya.ac.id/simple/us
/jurnal/pdffile/Helis%20Setiani%20 00-02 .pdf. [15 Juli 2008].
Sutisna, Oteng. 1993. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis Untuk Praktik Profesional.
Bandung: Angkasa.
TQM Guru's Ideas. Tersedia online: www.hkbu.edu.hk/~samho/tqm/tqmex/gurus.h tm. [15 Juli
2008].
Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Sebuah Pendekatan Baru dalam
Pengelolaan Sekolah untuk Peningkatan Mutu. Tersedia online:
http://ssep.net/director.html. [10 Pebruari 2007].
Yunus, Falah. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. Tersedia online:
http://www.geocities.com/quruvalah/ManajPeninqMutuPend.html. [15Juli 2008].
BAB 14

SUPERVISI PENDIDIKAN
Oleh
-Dra. Cicih Sutarsih, M.Pd.
Nurdin, M.Pd.

A. Pendahuluan

Menelusuri krisis pendidikan nasional yang kurang bermutu, sukar kita menetapkan salah satu
penyebabnya yang pasti, karena akan seperti mengurai benang yang kusut. Sehingga pastinva
penelusuran akan sampai pada jantung kegiatan di sekolah sebagai 'core bussinesnya' yaitu
penyelenggaraan belajar mengajar yang ditangani guru harus diperhatikan, sebab disinilah dapur
kegiatan belajar berada.

Usaha apapun yang telah dilakukan pemerintah mengawasi jalannya pendidikan untuk
rnendonqkrak mutu bila tidak ditindak lanjuti dengan pembinaan gurunya, tidak akan berdampak
nyata pada kegiatan layanan belajar di kelas. Kegiatan pembinaan guru merupakan bag ian yang
tidak mung kin dipisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu
pembelajaran.
Kajian yang dilakukan oleh Depdiknas, Bappenas, dan Bank Dunia
(1999: 47) menemukan bahwa guru merupakan kunci penting dalam keberhasilan memperbaiki
mutu pendidikan, dikemukakannya; 'guru rnerupakan titik sentral dalam usaha mereformasi
pendidikan, dan mereka menjadi kunci keberhasilan seti-ap usaha peningkatan mutu pendidikan.
Apapun namanya, apakah itu pembaharuan kurikulum, penqernbanqan metode-metode mengajar,
peningkatan pelayanan belajar, penvediaan buku teks, hanya akan berarti apabila melibatkan guru'.
Masalah mutu pembelajaran menyangkut masalah yang sanqz; esensial yaitu masalah kualitas
mengajar yang dilakukan oleh guru harus mendapatkan pengawasan dan pembinaan yang terus
menerus dan berkelanjutan. Masalah ini berhubungan erat dengan supervisi pendidika yang
dilakukan oleh kepala sekolah selaku pimpinan kepad guru-gurunya.
Dalam rangka otonomi sekolah, kepala sekolah mempun kewenangan yang besar dalam mernbuat
kebijakan tingkat sekolah, melaksanakan dan menqawesinva. supaya sekolah yang dipimpinn a
semakin memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan lingkungannya. Kepala
sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan pad a tingkat sekolah, kini memiliki kewenanqan
dan keleluasaan dalam; mengembangkan program, mengelola dan mengawasinya, merniliki
keleluasaan dalam mengatur segenap sumber daya yang dimilikinya, yang dapat digalinya supaya
terjadi peningkatan mutu dan produktivitas yang signifikan dalam memberi layanan belajar
bermutu melalui guru-guru profesional yang kooperatif. Aktivitas pengarahan dan bimbingan yang
dilakukan oleh atasan dalam hal ini kepala sekolah kepada guru-guru serta personalia sekolah
lainnya yang langsung menangani belajar para. siswa untuk meperbaiki situasi belajar mengajar
inilah yang dimaksud dengan supervisi.
B. Konsep Dasar
1. Pengertian
Pengertian supervisi pendidikan pada umumnya mengacu kepada usaha perbaikan situasi belajar
mengajar. Akan tetapi nampaknya masih terdapat banyak keragaman pendapat dalam menafsirkan
istilah tersebut. Hal tersebut akan membawa implfkasi yang berbeda pula dalam pelaksanaannya.
Untuk memberikan kerangka acuan mengenai pengertian supervisi, ada baiknya kita mengkaji
kembali beberapa pendapat para ahli.
 Neagley (1980: 20) dikutip oleh Made Pidarta, mengemukakan bahwa setiap
layanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan instruksional, belajar
dan kurikulum dikatakan supervisi. Supervisi disini diartikan sebagai bantuan dan
bimbingan kepada guru- guru dalam bidang instruksional, belajar dan. kurikulum, dalam
usahanya mencapai tujuan sekolah.
 Kimbal Wiles (1956: 8) berpendapat bahwa "Supervision is an assitance in the
development of a better teaching-learning situation" yaitu suatu bantuan dalam
pengembangan peningkatan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
 N. A. Ametembun (1981: 5) rnerumuskan bahwa supervisi pendidikan adalah pembiaan
ke arah perbaikan situasi pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan berupa bimbingan
atau tuntutan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya, dan peningkatan mutu
mengajar dan belajar pada khususnya.
 Oteng Sutisna (1982: 223), menjelaskan bahwa pandangan baru tentang supervisi
terdapat ide-ide pokok, seperti: menggalakan pertumbuhan profesional gutu,
mengembangkan masalah-masalah belajar mengajar dengan efektif. Pendekatan-
pendekatan baru tentang supervisi ini menekankan pada peranan supervisi selaku
bantuan, pelayanan atau pembinaan pada guru dan personil pendidikan lain dengan
maksud untuk memperbaiki kemampuan guru dan kualitas pendidikan.
 Sergiovanni (1971: 10) yang dikutif Made Pidarta mengemukakan pernyataan yang
berhubungan dengan supervisi sebagai berikut. (1) Supervisi lebih bersifat proses dari
pada peranan, (2) Supervisi adalah suatu
proses yang digunakan oleh personalia sekolah yang bertanggung
jawab terhadap aspek-aspek tujuan sekolah yang bergantung secara langsung kepada
para personalia yang lain, untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu.
 Badan Kajian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (1982:
mendefinisikan supervisi pendidikan sebagai: "segala usaha yang memberikan
kesempatan kepada guru untuk berkembang secara profeslonal, sehingga mereka .lebih
mampu lagi dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu memperbaiki dan
menyempurnakan proses belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya
supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan profesional bagi guru-guru. Bimbingan
profesional yang dimaksudkan adalah segala usaha yang memberikan kesempatan bagi guru-
guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih maju lagi dalam
melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mernperbaikl dan , meningkatkan proses belajar murid-
rnurid.
Menurut Alfonso (1981), Neagley dan Evans (1980), serta Marks Stroops (1978) yang dikutif oleh
Djam'an Satori, melukiskan hubungan supervisi, proses mengajar belajar dan hasil belajar seperti
dapat dilihat pada model berikut.
Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Oleh karena suatu pengajaran sangat tergantung pada kemampuan mengajar guru, maka
kegiatan supervisi menaruh perhatian utama pads peningkatan kemampuan profesinal guru, yang
pada gilirannya akan meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Dalam anal isis terakhir, kualitas
supervisi akan direfleksikan pada peningkatan hasil belajar murid.
Seorang supervisor apakah dia kepala sekolah, penilik sekolah atau pengawas dalam
melaksanakan suoervisi hendaknya berlandaskan pada prinsip-prinsip supervisi. Adapun prinsip-
prinsip yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut.

3. Fungsi-fungsi dan Tujuan Supervisi Pendidikan


a. Fungsi Supervisi Pendidikan
Dalam pelaksanaannya, supervisor pendidikan perlu memahami Jungsi-fungsi supervisi yang
merupakan tugas pokok sebaqai supervisor pendidikan. Fungsi-fungsi utama supervisi pendidlkan
adalah sebagai berikut.
1) Menyelenggarakan Inspeksi
Sebelum memberikan pelayanan. terhadap guru, supervisor pendidikan mengadakan inspeksi
terlebih dahulu. Inspeksi tersebut dimaksud sebagai usaha mensurvai seluruh sistem
pendidikan yang ada, guna menemukan masalah-masalah, kekuarangan-kekurangan, baik
pada guru, murid, perlengkapan, kurikulum, tujuan pendidikan, metode mengajar, maupun
perangkat lain di sekitar keadaan proses belajar mengajar.
Sebagai fungsi supervisi, inpeksi harus bersumber pada data yang aktual dan tidak pada
informasi yang sudah kadaluarsa.
2) Penelitian Hasil Insfeksi Berupa Data
Data tersebut kemudian di olah untuk dijadikan bahan penelitian. Dengan cara ini dapat
ditemukan teknik dan prosedur yang efektif sebagai keperluan penyelenggaraan pernberian
bantuan kepada guru, sehingga supervisi dapat berhasil dengan memuaskan.
Langkah-Iangkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan supervlsi sekurang-kurangnya
adalah:
 Menemukan masalah yang ada pada situasi belajar mengajar
 Mencoba mencari pemecahan yang diperkirakan efektif
 Menyusun program perbaikan
 Mencoba cara baru, dan
 Merumuskan pola perbaikan yang ada standar untuk pemakaian yang lebih luas.
3) Penilaian
Kegiatan penilaian berupa usaha untuk mengetahui seqala fakta yang mempengaruhi
kelangsungan persia pan, penyelenggaraan dan Hasil pengajaran.
4) Latihan
Berdasarkan hasil penelitlan dan kemudian diadakan latihan. Pelatihan ini dimaksudkan untuk
memperkenalkan cera-care baru sebagai upaya perbaikan dan atau peningkatan. Hal inipun
bisa sebagai pemecahan atas masalah-masalah yang dihadapi. Pelatihan ini dapat berupa
lokakarya, seminar, demonstrasi mengajar, simulasi, observasi, saling mengunjungi atau cara
lain yang dipandang efektif.
5) Pembinaan
Pembinaan atau pengernbangan merupakan lanjutan dan kegiatan rnemperkenalkan cara-cara
baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menstimulasi, mengarahkan, memberi semangat agar
guru-guru rnau menerapkan cara-cara baru yang diperkenalkan sebagai hasil penemuan
penelitian, termasuk dalam hal ini membantu guru-guru memecahkan masalah dan kesulitan
dalam menggunakan cara-cara baru.
b. Tujuan Supervisi Pendidikan
Tujuan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang
baik. N.A. Ametembun (1981: 28) merumuskan tujuan-tujuan supervisi pendidikan dengan
memperhatikan beberapa faktor yang sifatnya khusus, sehingga dapat membantu mencari dan
menentukan kegiatan supervisi yang lebih efektif. Adapun tujuan-tujuan itu adalah:
1) membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang
sebenarnya dan peranan sekolah mencapai tujuan itu.
2) memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta
didiknya menjadi anggota masyarakat yang efektif.
3) membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-
aktivitasnya dan kesulitan mengajar belajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-
perbaikan.
4) meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lainnya terhadap tata
kerja yang demokratis dan kooperatif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong-menolong.
5) memperbesar ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu layanannya secara maksimal dalam
bidang profesinya (keahlian) meningkatkan 'achievement motive'.
6) membantu pimpinan sekolah untuk mempopulerkan sekolah kepada masyarakat dalam
mengembangkan program-program pendidikan.
7) rnembantu kepala sekolah dan guru-guru untuk dapat mengevaluasi aktivitasnya dalam konteks
tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik, dan
8) mengembangkan 'esprit de corps', guru-guru, yaitu adan.ya rasa kesatuan dan persatuan
(kolegialitas) antar guru-guru.

3. Teknik-teknik Supervisi Pendidikan


Berbagai teknik dapat digunakan supervisor dalam membantu guru menlngkatkan situasi
belajar mengajar, baik secara kelompok (group techniques), maupaun secara perorangan
(individual techniques), ataupun dengan cara langsung atau bertatap muka, dan cara tak la.ngsung
atau rrielalut media komunikasi (visual, audial, audio visual.
Beberapa teknik supervisi yang dapat digunakan supervisor pendidikan antara lain:
a. Kunjungan kelas secara berericana untuk dapat memperoleh gambaran tentang kegiatan
belajar mengajar di keias.
b. Perternuan pribadi antara supervisor dengan guru untuk membicarakan masalah-
masalah khusus yang dihadapi guru.
c. Rapat antara supervisor dengan para guru di sekolah, biasanya untuk membicarakan
masalah-masalah umum yang menyangkut perbaikan dan atau peningkatan mutu
pendidikan.
d. Kunjungan antar kelas atau antar sekolah merupakan suatu kegiatan yang terutama untuk
saling menukarkan pengalaman sesama guru atau kepala sekolah tentang usaha-usaha
perbaikan dalam proses belajar mengajar.
e. Pertemuan-pertemuan di kelompok kerja penilik, kelompok kerja kepala sekolah, serta
pertemuan kelompok kerja guru, pusat kegiatan guru dan sebagainya. Pertemuan-
pertemuan tersebut, dapat dilakukan oleh masing-masing kelompok kerja, atau
gabungan yang terutama dimaksudkan untuk menemukan masalah, mencari alternatif
penyelesaian, serta menerapkan alternatif masalah yang tepat.
Secara singkat, garnbaran tentang berbagai cara pelaksanaan pembinaan dan pelayanan
profesional (supervisi) kepada guru adalah sebagai berikut.

Tabel 14.2
Cara Pelaksanaan Pembinaan Dan Pelayanan Profesional Kepada Guru
no Jenis Teknik Tujuan Keuntungan Hamabatan/
pelayanan/p pelayanan kelemahan
embinaan
1 2 3 4 5 6
1. Kunjungan Observasi PBM Mengetahui cara Dapat Guru merasa
kelas dikelas oleh guru mengetahui canggung dan
pemlik/pengawa melaksanakan kelebihan kurang bebas
s/ kepala sekolah PBM yang dapat
dikembangka
n, dapat
mengetahui
kelemahan
perbaikan,
dapat
memberikan
koreksi/perba
ikan sesuai
kebutuhan
2. Pertemuan Pemilik/kepala Bantuan khusus Berdialog Agak sulit
pribadi sekolah bertatap langsung, menemukan
muka dengan lebih terarah waktu
seorang guru
3. Rapat staf Kepala sekolah/ Bantuan umum Bantuan Agaksulit
pemilik diberkankepa menemukan dan
berhadapan da seluruh cukup menyita
dengan guru gurur dalam waktu
satu kali
pertemuan
pertukaran
pikiran secara
umum
4. Kunjungan Guru dari slah Mengetahui cara Mengetahuig Menganggu
antar kelas satu kelas guru lain dalam uru lain KBM kelas lain
mengunjungi melaksanakan dalam kelas sendiri
kelas lain dlam KBM dan melaksanakan ditinggalkan
satu sekolah pengelolaan KBM dan
kelas pengelolaan
kelas. Hal-hal
yang baik
dpat
dijadikan
contoh. Hal-
hal yang
kurang baik
dapat
didiskusikan
5. Kunjungan Oleh penilik/ Mengetahui Dapat Dianggap kurang
sekolah pengawas tanpa keadaan memberikan demokratis
pemberitahuan sebenarnya bimbingan
aktual
Dengan Guru Kepala Tidak
pemberitahuan mengetahui sekolah/guru mencerminkanke
maksud dan dapat adaan sehari-hari
tujuan kujungan menunjukan
hasil
usahanya
Atas undangan Guru ingin Dapat Perlu penyediaan
diketahui melayani waktu yang tepat
keberhasilannya kebutuhan
khusus
setempat
6. Kunjungan Guru dari Mengetahui Mengetahui Mungkin
antar sekolah sekolah lain disekolah lain bagaimana mengganggu
dikunjungi antar melakukan KBM guru sekolah sekolah lain.
sekolah dan pengelolaan lain Sekolah sendiri
sekolah serta melaksanakan ditinggalkan
kelasnya KBM dan
mengelola
sekolah/kelas.
Hal-hal yang
baik dapat
dicontoh.
Hal-hal yang
tidak baik
dapat
didiskusikan

C. Prosedur Kegiatan Supervisi Pengajaran/Pelayanan Profesional Guru


Supervisi merupakan suatu proses, yaitu serangkaian kegiatan rnernbawa guru ke tingkat
kemarripuan yang lebih tinggi. Jadi supervisi tidak dapat diselesaikan dengan satu kegiatan berupa
kunjungan kelas saja, atau hanya dengan mengadakan wawancara saja, atau hanya menyuruh guru
mengikuti penataran saja.
Secara keseluruhan, Moh. Riva'i, menggambarkan prosedur supervisi pendidikan pada bagan
berikut.
Tabel 14.3
Prosedur Supervisi Pendidikan

1. Pengumpulan data tentang keseluruhan situasi Dengan cara/teknik;


belajar mengajar:
- observas/kunjungan kelas
- Murid - pertemuan pribadi
- Guru - studi laporan dan dokumen
- Program pengajaran - kuesioner
- Alat/fasilitas
- situasi

2. Penyimpulan/penilaian, tentang; Dengan cara:

- keberhasilan murid - menetukan kriteria bersama


- keberhasilan guru - pertemuan pribadi
- faktor penunjang dan penghamabat - diskusi antar guru
dalam PBM

3. Diskusi kelemahan, tentang: Dengan cara:

Penampilan guru didepan kelas Pertemuan pribadi

penguasaan materi rapat staff

penguasaan metode konsultasi dengan nara

hubungan antar personel sumber/ahli

administrasi kelas

4. Memperhatikan kelemahan/ meningkatkan Dengan cara;


kemampuan, dalam hal ;
Informasi langsung
Kelemahan/kekurangan yang telah dikemukakan
bersama Demokraktis

Interclass dan inter school visit

Tugas bacaan

Penataran dalam berbagai bentuk

5. Bimbingan dan pengembangan, dalam hal: Dengan cara:


Penerapan hasil usaha Kunjungan kelas

Peningkatan atau penataran Pertemuan pribadi

6. Penilaian kemajuan, dalam hal; Dengan cara;

Perubahan yang tlah dicapai sebagai hasil Kunjungan bebas


peningkatan dan bimbingan
Pertemuan pribadi

Observasi

disukusi

Dalam usaha memberikan pelayanan profesional kepada guru-guru, supervisor pendidikan


akan menaruh perhatian terhadap aspek-aspek proses mengajar belajar yang merupakan kondisi
bagi terwujudnya proses belajar yang efektif. Alam hal ini tugas ·seorang supervisor pendidikan
adalah mempelajari secara objektif dan terus menerus tentang masalah proses mengajar belajar,
atas dasar itu ia memberikan pelayanan atau bimbingan profesional yang diperlukan kepada guru-
guru.
Dengan demikian seorang supervisor pendidikan hanya akan efektif apabila ia memahami
persoalan-persoalan mengajar belajar yang dihadapi oleh guru-guru yang selanjutnya memberikan
bimbingan profesional yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadai oleh guru-guru,
baik secara perorangan maupun kelompok. Lebih dari itu, seorang supervisor pendidikan baru akan
berorientasi pada perbaikan pengajaran. Ini berarti bahwa, seorang supervisor pedidikan dituntut
untuk selalu 'dekat' dengan guru-guru dan menempatkan diri sebagai bagian dari sistem pengajaran
(Ojam'an
ip
d
-G
S ro
,m
g
n
e
Bg
lfe
a
(K sS
jrM
a)
m asl h
,()ck
h
m
-n
K B
M
j Satori, 1985).
tb

Pengkajian ide baru Perbaikan dan


pengembangan

Ket :
S = supervisor
G = Guru

Gambar 14.2
Supervisi pendidikan sebagai bagian dari sistem pengajaran

1. Perilaku-perilaku Etik yang Pertu Dimiliki Supervisor Pendidikan


Salah satu pendukung keberhasilan dalam melaksanakan supervisi adalah perilaku supervisor
sendiri. Faktor manusia di belakang tugas mempunyai pengaruh besar dalam keberhasilan misi
supervisi. Supervisi yang berhasil adalah mereka yang dapat melaksanakan tugasnya berkenaan
denqan diri 'supervisee' (orang yang disupervisi). Ia memiliki sifat-sifat kepribadian yang diterima
dalam pergaulan sesama kerabat kerja. Ia memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan profesi supervisor
dan ia dapat menjaga etik pekerjaannya.

Sifat utama yang harus dimiliki supervisor terdiri dari:

a. Sifat yang berhubunqan dengan kepribadian:

1) memperhatikan perbuatan nyata dalam segala hal;


2) bertindak sesuai dengan waktu dan tempatnya dalarn segala hal;
3) keterbukaan, tidak menyembunyikan sesuatu yang dirahasiakan;
4) tidak kehabisan inisiatif, penuh prakarsa;
5) tekun dan ulet dalam rnenqerjakan pekerjaan;
6) mempunyai daya tahan psikis yang tinggi dan tidak cepat putus asa.

b. Sifat yang berhubungan dengan profesi:


Sifat-sifat ini dikemukakan oleh Edgar H. Schein (1972: 8-9), sebagai berikut.
1) Seorang profesional harus bekerja full time di bidang profesinya dan sebagai sumber
penghidupan. secara implisit mengandung pengertian bahwa seorang profesional tidak boleh
bekerja lebih banyak diluar dan menomor duakan tugas utamanya.

2) Seorang profesional memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja dalam bidangnya, yang
merupakan dasar bagi pilihan jabatan tersebut, sehingga jabatan tersebut akan dikerjakan
dengan sepenuh hati.

3) Memiliki suatu pengetahuan khusus dan keterampilan yang diperolehnya dari pendidikan yang
cukup lama.

4) Membuat keputusan-keputusan dalam tindakannya demi kepentingan klien, bukan harus


bekerja tanpa pamrih.

5) pelayanan atas dasar kebutuhan yang objektif dari klien. tidak boleh ada motif-motif lain yang
tersembunyi didalamnya. keduanya klien dan petugas profesional harus jujur dan terbuka, dan
harus dapat menciptakan hubungan akrab demi kemajuan klien.

6) seorang profesional harus berorientasi pada pelayanan terhadap klien yang dia pentingkan
adalah bagaimana ia dapat melayani guru dengan sebaik-baiknya demi kejujuran guru-guru itu
sendiri. ia adalah orang yang mengabdi kepada tugasnya.

7) seorang profesional mernpunyai otonomi dalam bertindak rnenqenai apa yang baik bagi klien.
ia adalah orang yang lebih tahu tentang apa yang baik bagi klien dari pada klien itu sendiri.

8) menjadi anggota organisasi profesi yang diseleksi melalui ukuran- ukuran tertentu; seperti
sta.ndar pendidikan atau ukuran-ukuran lain yang sejenis, memiliki keahlian yang sama dan
dalam wilavah tertentu.

9) memiliki pengetahun yang spesifik.

10) seorang profesional tidak boleh mengiklankan untuk mendapatkan pasaran luas. Kliennya-lah
yang diharapkan untuk berinisiatif mencarinya.
c. Sifat-sifat supervisor yang dikehendaki 'survisee', Menurut pendapat dan harapan
supervisi pada umumnya, supervisor hendaknya:

1) mempunyai perhatian terhadap segala kegiatan di sekolah.


2) bersikap simpatik dan mempunyai perhatian terhadap murid.
3) mempunyai sikap terbuka, yang tidak apriori dan menolak pendapat orang lain.
4) mempunyai daya humor dan tidak cepat tersinggung.
5) percaya pada diri sendiri (self confidence) sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dan
ketenangan pada supervisee.
6) tidak terlalu mencari-cari masalah-masalah kecil.
7) dapat mengajak dan menimbulkan rasa ingin tahu.
8) kritis, tetapi bersifat membangun dan dapat memberikan saran-saran.
9) Luas pengetahuannya tentang masalah-masalah pendidikan dan maslah organisator.
10) dapat mengemukakan ide-ide baru.
11) sehat fisik dan terpelihara, serta berpakaian rapih.

d. Supervisor yang demokratis, semua pihak berharap:

Supervisor yang demokratis diharapkan selalu berusaha secara kontinu menjalin pertalian
kesatuan yang optimal diantara guru-guru. Supervisor yang kritis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
Tabel 14.4
Ciri-ciri supervisor otokratis dan demokratis
No Supervisor otoraktis Supervisor demokratis
.
1. Beranggapan bahwa ia dapat melihat dan Menyadari bahwaa kemampuan sekian
menemukan semua segi-segi masalah puluh anggota stafnya merupakan potensi
yang dihadapinya yang dapat melebihi kemampuannya sendiri
2. Tidak tahu atau tidak mau memanfaatkan Dapat dan berusaha memanfaatkan
pengalaman orang lain pengalaman orang lain
3. Tidak dapat atau tidak bersedia Tahu bagaimana mendelegasikan tugas dan
melepaskan kekuasaan dari tangannya tanggung jawabnya
4. Biasanya sangat tertarik pada pekerjaan- Dapat melepaskan diri dari tugas-tugas rutin,
pekerjaan rutinnya, sehingga sukar sehingga dapat menegmbangkan
melihat masalah-masalah yang lebih besar kepemimpinan yang kreatif
5. Berprasangka terhadap ide-ide baru Dapat lekas mengakui dan menghargai ide
orang lain
6. Mempunyai sifat sebagai orang yang lebih Memelihara sikapa ramah sebagai penolong
tahu dan penasehat
7. Tidak mau mengakui bahwa ia mengakui Selalu berusaha menerapkan cara-cara yang
bahwa ia memiliki sifat yang otoraktis demokratis
8. Kurang memberi kesempatan kepada Selalu berusaha melaksanakan tugas
orang lain untuk maju sebagai pemimpin memimpin adalah menimbulkan
kepemimpinan yang dipimpin

e. Supervisi Kelompok

Supervisi kelompok muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan-kelemahan supervisi


individual. Kelemahan supervisi individual irn terutama terletak pada kekurang sempurnaan dalam
menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh guru. Masalah-masalah tersebut hanya
diselesaikan berdasarkan pandangan supervisor dan guru bersangkutan. Padahal supervisor dan
guru itu pada umumnya ahli pada bidang tertentu saja. Sementara itu masalah yang dihadapi
sangat mungkin berkaitan dengan banyak bidang, yang tidak bisa diamati semuanya oleh
supervisor dan guru tersebut. Kelemahan yang lain ialah berhubungan dengan biaya yang
dikeluarkan. Penyelesaian masalah individual sudah jelas memakan biaya lebih banyak daripada
penyelesaian masalah kelompok, sebab supervisi individual diadakan jauh lebih sering dari pada
bila memakai supervisi kelompok pada sekolah yang sama dengan permasalahan yang sama.

Mengajar secara berkelompok (team teaching) merupakan langkah awal dalam supervisi
kelompok. Dalam pengajaran seperti ini, beberapa orang guru akan mengajarkan suatu bidang
studi bersama. Masing- masing guru memberikan satu aspek tertentu dari bidang studi itu kepada
para murid. Sehingga bidang studi itu dengan seluruh aspeknya bisa diterima dengan relatif
sempurna oleh murid-murid. Sebab masing-masing aspek diberikan oleh guru yang ahli dalam
aspek itu (Made Pidarta, 1992: 245).

f. Supervisi Klinis

Acheson & Gall menyatakan bahwa supervisi klinis ialah proses membina guru untuk
memperkecil jurang antara perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar seharusnya atau
yang ideal (Tim Dosen, 1989:112). Sementara itu Lucio (1979: 20) membatasi maksud supervisi
klinis hanya untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan mengubah preforma mereka
agar cocok dengan inovasi itu.

Sama halnya denqan mendiagnosis orang sakit, maka guru pun dapat diagnosis dalam proses
belajar mengajar, untuk menemukan aspek-aspek mana yang membuat guru itu tidak dapat
mengajar dengan baik. Kemudian aspek itu satu persatu diperhatikan secara insentif. Jadi supervisi
klinis itu merupakan satu model supervisi untuk rnenyelesaikan masalah tertentu yang sudah
diketahui sebelumnya.

D. Implementasl di Lapangan

Implementasi dilapangan banyak terjadi keragaman dalam memahami dan melaksanakan


supervisi. Hal ini terjadi karena diakibatkan oleh perbedaan latar belakang pendidikan dan tingkat
jabatan, perbedaan dalam orientasi profesional mereka, perbedaan dalam tujuan dan keterampilan
menganalisa, perbedaan dalam kesanggupan jasmani dan vitalitas hidup, perbedaan dalam
kualifikasi kemampuan untuk memimpin dan berdiri untuk dipimpin, perbedaan dalam kondisi
psikologis, perbedaan dalam pengalaman belajar mengajar, serta perbedaan dalam kesanggupan
dan sikap profesionai.

Perbedaan tersebut seyogyanya tidak menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan


supervisi profesional. Sikap supervisor yang memaksakan kehendak, menakut-nakuti guru, yang
melumpuhkan kreatifitas anggota stat perlu diubah. Sikap korektif yang mencari-cari kesalahan
harus diganti dengan sikap kreatif dimana setiap orang mau dan mampu menumbuhkan dan
mengembangkan kreatifitasnya untuk perbaikan pengajaran. Penilaian pelaksanaan supervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah merupakan salah satu cara untuk mengetahui kelemahan
pelaksanaan pembinaan rnaupun faktor yang memberinya harapan dalam kemudahan pelaksanaan
supervisi.

Sikap guru dalam menghadapi supervisor tidak perlu canggung dan waswas, hal ini dapat
mengakibatkan performs guru menurun. Guru harus memperlihatkan kemampuannya dengan
meningkatkan kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. Setelah mendapat bimbingan, guru
memiliki 'sense of commitment' yang semakin besar ketika mengajar, kepuasan kerjanya semakin
tinggi terlihat dari kesanggupan mengelola kelas pada waktu mengajar.

Implementasi dilapangan banyak ditemukan masalah-masalah yang masih menghambat


terlaksananya supervisi, diantaranya:
1) Sistem kerja sentralisasi yang masih melekat. Guru perlu pembiasaan budaya kerja baru
sesuai semangat otonomi pendidikan dan otonomi daerah yang menuntut kreatifitas dan
kerja keras. Kebiasaan lama dalam bekerja harus sudah ditinggalkan;
2) Persaingan mutu sekolah semakin terasa berat. Pembinaan pembelajaran harus dilakukan
semakin serius dan bersungguh-sungguh;
3) Masih adanya mental anak emas untuk guru yang dinilai dan baik.

4) Tuntutan akuntabllltas penyelenggaraan sekolah dari masyarakat yang sernakin tinggi,


menyebabkan kesibukan dalam menangani urusan administrasi, terutama menghadapi
pemeriksaan pembukuan, LSM dan Pers.

5) Transparasi manajemen sekolaah yang sering terjadi benturan kebijakan dengan komite
sekolah, menyebabkan kesulitan bergerak untuk kelancaran tugas-tugas rutin

6) Transparasi pengelolaan keuangan sekolah yang pembukuan dan bukti-buktinya menyita


banyak waktu.

Usaha untuk kelancaran dan keberhasilan pemecahan permasalahan yang ditempuh dalam
kegiatan supervisi oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut.

1. Penyamaan visi dan rnisi:


2. Pengelolaan supervisi yang baik;
3. Pelibatan guru secara individual dalam pelaksanaan supervisi;
4. Pelibatan organisasi guru, seperti PKG, KKG, dan KKKS untuk mengukur keberhasilan
guru dalam pembelajaran dan sebagai tempat sharring.

E. Rangkuman
Kegiatan supervisi merupakan proses aktivitas untuk meningkatkan kemampuan profesional
guru, dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kemajuan
belajar anak. Sasaran program supervisi ditunjukan langsung kepada guru yang melayani kegiatan
belajar, namun demikian program supervisi juga memperhatikan pertumbuhan belajar murid.
Maka pada hakikatnya supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan profesional bagi
guru-guru. Dalam pelaksanaan supervisi perlu pemahaman dan keterampilan yang profesional.
Profesional dalam mengorganisasi guru, menguasai teknik-teknik supervisi, dan memiliki perilaku
etik yang baik.
F. Latihan
1. Setelah mengetahui pengertian supervisi, berikan pemahaman anda mengenai pengertian
supervisi pendidikan?
2. Siapa saja yang dapat menjadi supervisor dan kompetensi apa saja yang harus dimiliki
seorang supervisor?
3. Dengan mengamati sekolah-sekolah di lingkungan anda, apakah kegiatan supervisi sudah
berjalan baik sesuai dengan tujuan? Berikan alasannya?
4. Coba sebutkan teknik-teknik supervisi yang anda ketahui, berikut penjelasannya?
5. Apa yang dimaksud dengan supervisi kelompok dan supervisi klinis?
Berikan analisa anda mengenai istilah tersebut?

G. Daftar Pustaka
Alfonso, Robert J. & Gerald Firth Ricard Neville, (1981). Intructional Supervision Behavioral
System. Boston: Allyn Bacon.
Neagley Ross, Dean Evan. (1970). Hand Book for Efective Supervision of Intruction.New Jersey:
Prentice-Hall Inc.
Purwanto M, Ngalim. (2000). Administresi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suhardan, Dadang, (2006). Supervisi Bantuan Protesional; Layanan dalam Meningkatkan Mutu
Pembelajaran. Bandung: Mlitiara Ilrnu
Ametembun, N.A. (1981). Supervisi Pendidikan; Penuntun Bagi Para Penilik, Pengawas, Kepala
Sekolah, dan Guru-guru. Bandung: Suri.
Gregorio, (1966). School Administration and Supervision. Quezon: Garcia. Hariwung, A.,J.
(1989). Supervisi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Pidarta, Made. (1992). Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Piet A., Sahertian & Ida Aleida. (1990). Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice
Education. Jakarta: Rineka Cipta.
Ray E.,B. dan Grimsley, (1987). Reading in Education Supervision. New York: ASCD

Rifa'I M, Moh. (1986). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jemmars.

Soetopo, Hendiyat & Soemanto, Wasty.,( 1984}. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.
Jakarta Bina Aksara.
Subari, (1994). Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Supandi, (1986). Materi Pokok Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
BAB 15

PEMASARAN PENDIDIKAN
Oleh
Drs. Yoyon Sahtiar Irianto, M.Pd.
Eka Prihatin, M.Pd

A. Pendahuluan
Nelengnengkung ... nelengnengkung, geura gede geura jangkung, geura sakola sing
jucung, geura makayakeun Indung ... !
(nelengnengkung... nelengnengkung, cepatlah besar cepatlah tinggi, cepat-cepat selesaikan
sekolah, segeralah muliakan Ibu ... !)

Itulah sebait syair, ketika Sang Ibu mengayun saya (baca: anak) ketika akan ditidurkan.
Dengan segenap kasih sayang, harapan, dan do’a, sang ibu berusaha membesarkan saya agar
menjadi manusia berpendidikan dan berharap kembali memuliakannya, memuliakan sang ibu
yang mengadung, membesarkan dan mendidiknya, serta Sang Ibu Pertiwi yang memberinya
kehidupan. Sungguh tak terbayangkan, apabila ada anak yang telah besar, telah berpendidikan dan
tidak dapat kembali ke ibunya dengan memuliakannya, maka anak tersebut akan menjadi anak
'durhaka' selamanya, dan Alloh SWT tidak akan mengampuni dosa anak yang durhaka pada
ibunya. Na'udzubillah ... !
Tidak disangkal bahwa saya pada saat dilahirkan ke dunia, memang merupakan sosok
makhluk yang paling tidak berdaya. Tidak berdaya, karena saya harus selalu diajari oleh Sang Ibu
bagaimana saya dapat membuka mulut agar mau dan bisa menetek, harus diajari bagaimana saya
bisa bicara, harus diajari bagaimana cara saya dapat berdiri dan berjalan, diajari bagaimana saya
dapat mengenal nama-nama atau simbol-simbol benda yang ada di sekelilingnya, dan harus diajari
pula keterampilan-keterampilan praktis yang diperlukan dalam hidup sehari-hari, sampai dengan
diajari tata pergaulan agar bisa bergaul dengan manusia lainnya. Dan pada akhirnya saya
disekolahkan, mendapat pekerjaan, mendapat penghasilan, menikah dan mempunyai anak.
Selanjutnya, seiring pembaharuan dan perkembangan jaman, dimana pengetahuan dan
keterampilan yang harus dipelajari bertambah dan berkembang semakin kompleks, kemudian
upaya-upaya pembelajaran tersebut mulai diformalkan dalam bentuk apa yang sekarang dikenal
dengan persekolahan. Munculnya pendidikan persekolahan ini pada awalnya adalah suatu proses
yang bertujuan untu menyempurnakan harkat dan martabat manusia yang diupayakan secara terus
menerus. Di mana pun proses pendidikan terjadi, menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai
nilai-nilai yang dalam, karena jika kita mambicarakan pendidikan pada hakikatnya membicarakan
harkat dan martabat serta nilai-nilai kemanusiaan. Namun ternyata, belakangan lembaga
pendidikan yang namanya 'sekolah' ini hanya menyediakan waktu yang sangat terbatas, dan penuh
dengan aturan yang ketat dan jelimet. Dan pada saat sekarang, 'sekolah' tersebut cenderung
menganggap dirinya sebagai satu-satunya wadah pembelajaran bagi kelanjutan generasi.
Kebanyakan orang sering melupakan bahwa pengetahuan dan keterampilan untuk bekal hidup dan
kehidupan tidak hanya didapat dan dipelajari di 'sekolah'. Padahal sebetulnya, di luar 'sekolah' pun
bahkan jauh lebih banyak.
Akibat kompleksitas dan heterogenitas jenis, sifat, dan situasi yang disebut sekolah tersebut
kebanyakan orang sering mengidentikan dengan pendidikan; Manakala membicarakan sistem
pendidikan cenderung yang dibahas adalah sistem persekolahan; Membicarakan pengelolaan
pendidikan, yang dibahas hanya terbatas pada pengelolaan sekolah. Akibatnya, paradigma
pendidikan yang begitu universal hanya dipandang secara terbatas, dan lebih banyak adaptif
daripada inisiatif. Ahirnya, sistem pengelolaan pendidikan pun lebih banyak tergantung pada
sistem politik yang dianut dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Secara filosofis tanggungjawab pendidikan melekat pada keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Dalam konteks rumah tangga negara pendidikan merupakan hak setiap warga negara,
maka di dalarnnva mengandung makna bahwa negara berkewajiban memberikan layanan
pendidikan kepada warganya. Karena itu pengelolaan sistem : pernbangunan pendidikan harus
didesain dan dilaksanakan secara bermutu, efektif dan efisien. Pelayanan pendidikan harus
berorentasi pada upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas-Iuasnya bagi warga masyarakat.
Dalam kontek inilah Pernerintah Kabupaten Bandung memiliki kewajiban dan tugas dalam
mernberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya sebagai hak warga yang harus
dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Demikian pula bahwa pembangunan pendidikan
merupakan fondasi untuk melaksanakan pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat
secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah untuk membangun potensi manusianya
yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan diberbagai bidang pembangunan lainnya.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang
mempunyai peranan penting dalam proses transformasi sosial di dalam masyarakat. Pendidikan
menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan mobilitas vertikal dan horizontal
masyarakat, yang mengarah pada pembentukan konstruksi sosial baru. Konstruksi sosial baru ini
terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik, yang menjadi elemen penting dalam
memperkuat daya rekat sosial (social cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat
terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat yang
kernudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian,
pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi sosial
untuk terwujudnya integrasi nasional.
Dalam perspektif budaya, pendidikan juga merupakan wahana penting dan medium yang
efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di
kalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk memupuk
kepribadian banqsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Bahkan
"peran pendidikan menjadi lebih pentinq ketika arus globalisasi semakin kuat, yang membawa
pengaruh nilai-nilai dan budaya yang seringkali bertentanqan dengan nilai-nilai dan kepribadian
bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk
rnernbanqun kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai warga rnenqukuhkan ikatan-
ikatan sosial,· dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-banqsa, dan agama,
sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Sedangkan dalam perspektif ekonomi, pendidikan merupakan upaya mempersiapkan
sumber daya manusia (human invesment) yang akan menghasilkan manusia-manusia yang
handal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu,
pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-Iulusan bermutu yang merniliki kompetensi
pengetahuan, mampu menguasai dan rnengembangkan teknologi yang berrnanfaat bagi
kehidupan. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan
daya saing nasional dan rnembangun kernandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam
memasuki persaingan antarbangsa di era global.
B. Pendidikan di Era Persaingan Global

Globalisasi merupakan driver forces pada semua aspek kehidupan. Konsep kesejagatan ini
menciptakan paradigma borderless world, yaitu dunia yang tidak mengenal batas-batas territorial
kedaulatan sebuah negara/bangsa. Dampaknya turut menciptakan persaingan yang semakin tinggi
pada semua aspek kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan pendidikan, dimana penqelolaannva
tidak dapat dilakukan secara tradisional akan tetapi membutuhkan kemampuan khusus sehingga
output pendidikan sesuai dengan kebutuhan pangsa pasar baik nasional rnaupun internasional.
Pengelolaan pendidikan menjadi sangat penting, dimana pertumbuhan dan perkembangan
lembaga dipengaruhi oleh kemampuan administrator dalam melakukan scaning lingkungan
ekternal, kompetitor lembaga lain, memperhitungkan kompetensi internal, harus dapat menciptakan
strategi yang mumpuni untuk memenangkan persaingan tanpa meninggalkan esensi dari pendidikan
itu sendiri.
Fokus dari manajemen pendidikan mengalami perubahan, dari sekedar melayani proses
pendidikan menjadi bagaimana rnernbuat pemakai pendidikan diubah menjadi pelanggan
pendidikan (customer pendidikan), dimana pelanggan pendidikan akan rnernberikan loyalitas yang
tinggi untuk tidak bisa berpaling pada lembaga lain. Hal itu akan menciptakan (1) Makes regular
repeat purchases yaitu pelanggan yang selalu membeli atau memakai secara teratur program yang
diluncurkan oleh, lembaga, misalnya mahasiswa menyelesaikan studi sarnpai akhir tetap pada
jurusan yang sama, (2) Purchases across product and service lines, pelanggan membeli diluar lini
produk/ jasa, misalnya ketika UPI mengeluarkan program lain yaitu pelatihan Bahasa Inggris maka
banyak mahasiswa jurusan lain yang rnengikuti pelatihan tersebut, (3) Refers other yaitu
merekomendasikan produk lain, misalnya mahasiswa UPI merekomendasikan kepada keluarga,
teman ataupun masvarakat setiap program layanan pendidikan baik merekomendasikan jurusan
yang diambil maupun layanan lainnya (training, seminar, loka karya dsb). (4) Demonstrates an
immunity to the full of the competition yaitu menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis
dari pesaing, misalnya selain UPI banyak lembaga lain yang menawarkan pendidikan serupa yaitu
untuk calon guru, akan tetapi sebanyak dan semenarik apapun yang dilakukan oleh lembaga lain,
mahasiswa UPI tetap teguh memilih UPI sebagai lembaga layanan pendidikanya.
Customer seperti di atas yang akan dicari oleh setiap lembaga pendidikan, hal itu bisa
dilakukan melalui strategi pemasaran pendidikan, strategi ini diadopsi dari dunia bisnis, dimana
penerapannya disesuaikan dengan nilai filosofi dari pendidikan itu sendiri sebagai lembaga non
profit.
Abad ke-21 yang dikenal dengan era globalisasi atau sering diterjemahkan era 'kesejagatan'
memiliki ciri perubahan antara lain: (1) perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan masyarakat;
(2) perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan berdampak pada hubungan antar
negara di dunia tanpa batas. Perubahan yang sangat mendasar tersebut berdampak pada perubahan
besar dan cepat dalam tata kehidupan masyarakat, persaingan sangat ketat antar bangsa baik
didalam maupun.luar negeri.
Asia Free Trade Area (AFTA) yang berkembang sejak tahun 2003 memiliki prinsip-prinsip
pokok dan ketentuan yang tertuang dalam General Agreement on Trade of Service yaitu: (1)
Prinsip Market Acces atau Most Favoured Nation (MFN); (2) Prinsip National Treatment; (3)
Prinsip Cross Border Supply; (4) Prinsip Consumption Abroad; (5) Prinsip Commercial Precence;
dan (6) Prinsip Precence of Natural Person. Hal tersebut menurut akan membawa dampak yang
sangat luas terhadap perubahan kehidupan bangsa khususnya Bangsa Indonesia.
Perubahan-perubahan yang sangat mungkin terjadi antara lain: (1) Membanjirnya tenaga
kerja asing yang lebih berkualitas terutama dalam kemampuan berbahasa Inggris dan keterampilan
khusus dari Negara-negara ASEAN; (2) Seluruh pelajar dari lima Negara ASEAN akan dapat
belajar di berbagai sekolah dan universitas di Negara-negara ASEAN; (3) Akan terjadi kompetisi
silang antar bangsa ASEAN dalam bidang ekonomi, jasa, pendidikan, dan profesi-profesi lain; (3)
Sulitnya lapangan kerja bagi tenaga kerja dengan titel sarjana sekalipun; (4) Meleburnya budaya
ASEAN membentuk budaya regional; (5) Perkembangan komunikasi dan transportasi akan
rnernpercebat proses perubahan sosiai budaya, warga masyarakat akan memilih status ganda
sebagai warga dunia dan warga nasional.
Perubahan-perubahan tersebut menuntut adanya peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia yang siap berkompetisi untuk merebut pendidikan yang berkualitas,
menjadi tenaga 'kerja yang dapat merebut profesi-profesi yang strategis, menjadi pelajar yang siap
berkompetisi tingkat regional maupun internasional dalarn bidanq ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni-budaya, olah raga, serta dapat berkompetisi dalam arena pertukaran pelajar tingkat regional
maupun internasional. Semua tuntutan itu menjadi tantangan berat untuk menyediakan lembaga
pendidikan yang mampu mempersiapkan SDM Indonesia sejajar dengan SDM negara-negara lain
di dunia.
UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan oleh sebab itu Warga Negara Indonesia tanpa memandang
status sosial, ras etnis, agama, dan jender berhak memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan, baik pada jalan formal maupun nonformal telah
ditempuh pemerintah. Hal ini terbukti lahir program-program peningkatan mutu melalui program
Sekolah Berstandar Nasional, Sekolah Unggulan, Sekolah Satu Atap, dan masih banyak program-
program peningkatan mutu yang lain, termasuk rintisan pengembangan model Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI). Namun demikian, program-program peningkatan mutu yang telah ditempuh
tersebut ternyata masih banyak ketertinggalan yang harus dikejar untuk dapat menyesuaikan
dengan perkembangan iptek dan arus kesejagatan.

Munculnya Program SBI pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan SDM yang
berkualitas yaitu Warga Negara yang ungg secara intelektual, moral, kompeten dalam IPTEKS,
produktif, dan memiliki komitmen yang tinggi dalam berbagai peran sosial, ekonomi dan
kebudayaan, serta mampu bersaing dengan bangsa lain di era kesejagatan.

Terkait dengan tujuan SBI tersebut, dalam pasal 50 ayat ( UU.No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, mengamanatkan bahwa· pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Lebih lanjut dikemukakan pula
dalam PP.No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 61 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Di samping itu, dalam Renstra Depdiknas 2005-
2009 Bab V dikemukakan pula bahwa pembangunan S51 dimaksudkan untuk meningkatkan daya
saing bangsa perlu dikembangkan SBI pada tingkat Kabupaten/Kota rnelalui kerjasama yang
konsisten antara Pemerintah dengan Pemerintah Oaerah Kabupaten/Kota, untu rnenqembanqkan
SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf Internasional sebanyak 112 di seluruh Indonesia. .

Apa yang tersurat dalam ketentuan perundangan tersebut, pada dasarnya bertujuan
rnengembangkan satuan pendidikan yang dapa mempersiapkan generasi berkualitas, yakni
berakhlak mulia, cendekia, kompeten menguasai IPTEK, produktif dalam karya; dan merniliki
kontribusi tinggi terhadap berbagai peran dalam peningkatan kualitas Bangsa Indonesia, baik
regional dan nasional maupun dunia internasional. Untuk itu, pemerintah Indonesia telah
menjabarkan mengenai rencana pembangunan pendidikan jangka panjang periode 2005-2025,
antara lain:
Periode 2005-2010 ditargetkan untuk meningkatkan kapasitas dan modernisasi guna
terciptanya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif dalam tataran masyarakat lokal dan global
yang difokuskan pada peningkatan daya tampung satuan pendidikan yang ada. Periode tersebut
lebih diarehkan pada upaya dalam aspek pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan
masyarakat yang berada di seluruh pelosok negeri agar dapat mengurangi angka buta aksara
khususnya pada aspek membaca, menulis, dan berhitung sebagai kompetensi dasar guna
mewujudkan masyarakat yang berbasis pengetahuan (based knowledge society). Periode 2010-
2015 ditargetkan untuk menguatkan pelayanan, menitik beratkan pada rasio kebutuhan dan
kesediaan sarana dan prasarana pendidikan nasional menjadi optimal agar mutu pendidikan
menjadi relevan dan berdaya saing dengan penggunaan strategi milestone peralihan fokus atau
penekanan dari pembangunan aspek kuantitas kepada aspek kualitas. Periode 2015-2020 untuk
meningkatkan daya saing regional difokuskan pada kualitas pendidikan yang memiliki daya saing
regional pada tingkat ASEAN terlebih dahulu dengan berdasarkan pada standar benchmarking
yang objektif dan realistis. Harapan Indonesia pada akhir periode ini sudah bisa menjadi titik pusat
gravitasi sosial ASEAN sebagai sebuah entitas sosiokultural, Periode 2020-2025 memiliki target
untuk meningkatkan daya saing internasional dengan dicanangkannya pencapaian nilai kompetitif
secara internasional. Berbagai program-program yang dicananqkan oleh pemerintah pusat tentunya
harus bersinergi dengan keberhasilan (milestone) pada level daerah baik tingkat provinsi, kota,
dan kabupaten. Tolak ukur keberhasilan berada pad a bagaimana cara untuk mengejewantahkan
berbagal kebijakan strategis di bidang pendidikan baik pada saat proses perencanaan,
implementasi, dan evaluasi yang berkesinambungan (sustainable) sesuai denqan kondisi daerah
yang ada (existing condition) agar tercapai kondisi yang dtcita-citakan (excepted condition).
Sehingga visi insan cerdas Indonesia mampu berkompetitif baik pada tingkat lokal, regional, dan
global.
Namun demikian, apalah artinya tingginya adaptabilitas dan apresiasi terhadap pembaharuan
pendidikan, jika tidak disertai dengan peningkatan kemampuan dalam mengelola perubahan yang
didukung oleh perangkat manajemen pernasaran yang memadai. Tantangan berat yang berkaitan
dengan sistem manajemen yang kompetitif, pada pelaksanaannya akan ditentukan oleh kehandalam
dalam system manajemen pemasaran pendidikan yang bersangkutan.
C. Konsep Dasar Pemasaran Pendidikan
1. Pasar, Pendidikan dan Sekolah
Persaingan dalam dunia pendidikan menjadi tidak dapat terelakkan lagi, banyak lembaga
pendidikan yang ditinggalkan oleh pelanggannya sehingga dalam beberapa tahun ini banyak
terjadi merger dari beberapa lembaga pendidikan. Kemampuan administrator untuk memahami
pemasaran pendidikan menjadi prasyarat dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan
lembaganya.
Ada komponen kunci yang dapat dijadikan bahan analisis untuk memahami konsep
pemasaran pendidikan, yaitu konsep pasar. Pasar merupakan tempat bertransaksi berbagai
komoditas yang dihasilkan produsen dengan yang dibutuhkan, diinginkan dan diharapkan
konsumen. Pemasaran ialah proses transaksional untuk meningkatkan harapan, keinginan dan
kebutuhan calon konsumen sehingga calon konsumen menjadi terangsang untuk merniliki produk
yang ditawarkan dengan mengeluarkan imbalan sesuai yang disepakati.
Pendidikan adalah proses perubahan pola pikir, apresiasi dan pembiasaan manusia agar
menjadi manusia. Sekolah merupakan salah satu kelembagaan satuan pendidikan. Walaupun
kebanyakan orang sering mengidentikan sekolah dengan pendidikan, pendidikan rnerupakan
wahana perubahan peradaban manusia; Manakala membicarakan sistem pendidikan tidak cukup
hanya membahas sistem persekolahan, sehingga untuk membicarakan pemasaran pendidikan pun
sesungguhnya tidak cukup dengan hanya membahas terbatas pada pemasaran persekolahan. Karena
paradigma pendidikan yang begitu universal tidak hanya dipandang secara terbatas pada system
persekolahan.
Pendidikan merupakan produk jasa yang dihasikan dari lembaga pendidikan yang bersifat
non profit, sehingga hasil dari proses pendidikan kasad mata. Untuk mengenal lebih dalam dari
pemasaran pendidikan maka kita harus mengenal terlebih dahulu pengertian dan karakteristik jasa
dan konsep pemasaran sehingga penerapan konsep pemasaran pendidikan ada pada posisi yang
tepat sesuai dengan nilai dan sifat dari pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan yang
dapat laku dipasarkan ialah pendidikan yang: (1) Ada Produk sebagai Komoditas; (2) Produknya
memiliki standar, spesifikasi dan kemasan; (3) Punya panqsa/sasaran yang jelas; (4) Punya jaringan
dan media; dan (5) Tenaga Pemasar.

2. Pengertian dan Karakteristik Jasa Pendidikan


Kotler (2003 :428), seorang ahli pemasaran menegmukakan pengertian jasa adalah "a
service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially
intangible and does not result in the ownership of anything. Its production mayor may not be tied
to a physicel product", dengan demikian jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan
oleh satu pihak pada pihak yang lainnya yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak
menyebabkan kepindahan kepemilikan. Selanjutnya Stanton (2002:537) memberikan definisi jasa
adalah service are identifiable, intangible activities that are the main object of a transaction
designed to provide want-satisfaction to customers. By this defenition we exclude
supplementary services that support the sale of goods or other services, sedangkan Zaithami
dan Bitner (2000: 3) berpendapat jasa "include all economic activities whose output is not a
physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and
provides added value in forms (such as convenience, amusement, timelines, comfort of health)
that are essentially intangible concerns of its first purchaser", jasa pada dasarnya merupakan
seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dan pengertian fisik, dikonsumsi dan
diproduksi pada saat bersarnaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsup tidak berwujud
(intangible) bagi pembeli pertamanya.
Berdasarkan tiga definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan sebagai
produk jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan
konsumen yang diproses dengan menggunakan atau tidak menggunakan bantuan produk fisik
dimana proses yang terjadi merupakan interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa yang
mempunyai sifat tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.
Banyak ahli yang mengemukakan karakteristik jasa, diantaranya adalah: Kotler (2000:429)
mengemukakan bahwa jasa mempunyai empat ciri utama (1) tidak berwujud, sehingga konsumen
tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka
membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, maka konsumen mencari informasi tentang jasa
tersebut, (2) tidak terpisahkan (inseparability), dimana jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya
yaitu perusahaan jasa, (3) bervariasi (variability), dimana jasa sering kali berubah-ubah
tergantung siapa , kapan dan dimana menyajikannya, (4) rnudah musnah (perishability), jasa
tidak dapat di jual pada masa yang akan datang.
Baterson (1997: 12) mengemukakan 8 karakteristik jasa yaitu (1) jasa tidak dapat disimpan
dan dikonsumsi pada saat dihasilkan, (2) jasa tergantunq pada waktu, (3) jasa bergantung pada
tempat, (4) konsumen merupakan bagian integral dari proses produksi jasa, (5) setiap orang atau
apapun yang berhubungan dengan konsumen mempunyai andil dalam memberikan peranan, (6)
perubahan pada konsep kemanfaatan, (7) karyawan penghubung merupakan bagian dari proses
produksi jasa, (8) kualitas jasa tidak dapat diperbaiki pada saat proses produksi karena produksi
jasa terjadi secara real time.
Pendidikan merupakan produk yang berupa jasa, yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut :

a. Lebih bersifat tidak berwujud dari pada berwujud ( more intangible than tangible).

b. Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simultananeous production and consumption). .

c. Kurang memiliki standard an keseragaman (less standardized and uniform). (Leonard L.


Berry-Philip Kotler/Keith Cox 1984:302).
Dan seperti yang dikemukakan oleh Dan Steinhoff (1979: 113) "the raw material of
services is people", bahan baku untuk menghasilkan jasa ialah orang, yang memiliki ciri khas
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, pepatah mengatakan bahwa tidak ada manusia
yang memiliki persamaan bahkan anak kembar sekalipun. Hal itulah yang menjadikan dasar
bahwa pelayanan jasa pendidikan antara satu dengan yang lainnya berbeda.
Dengan melihat karakteristik tersebut, jasa pendidikan diterima setelah melakukan interaksi
dengan penghubung yang sangat dipengaruhi oleh siapa, kapan dan dimana jasa tersebut
diproduksi. Hal itu menjelaskan bahwa keberhasilan pendidikan akan sangat tergantung pada
siapa, kapan dan dimana proses tersebut terlaksana.
Siapa, menunjukkan tenaga pendidik dan kependidikan, artinya semakin tinggi kualitas
dari penyampai pendidikan maka semakin tinggi juga kualitas proses pendidikan tersebut. Dimana,
merupakan lokasi jasa pendidikan tersebut disampaikan, tentu saja hal ini akan mempunyai arti
yang luas namun intinya adalah lingkungan yang kondusif akan mempengaruhi tinginya kualitas
proses pendidikan. Kapan, menunjukkan waktu yang paling tepat dilaksanakan proses pendidikan
sehingga proses tersebut berkualitas.

3. Pengertian Pemasaran Pendidikan


Kotler (200,4: 8) memberikan pengertian pemasaran sebagai berikut.
a. Marketing is the prosess of defining, anticipacing, and creating customer needs and wants,
and of organizing atl the resources of the company to satisfy them at greates profit to the
company and to the customer
b. The performance of business activities that direct the flow of goods and services from
producer to cunsumer or user
c. marketing is the analizing, organizing, planning, and controlling of the firm's customer-
impinging resources, policies, and activities with a view to satisfying the needs and wants
of chosen custome groups at a profit
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pemasaran (marketing) tidak diasumsikan
dalam arti yang sempit yaitu penjualan akan tetapi marketing memiliki pengertian yang sangat
luas. Hal itu sesuai denqan pendapat Goerge Brooker (1985: 192) yaitu "To assume marketing is
merely selling or merely promotion is not only to misunderstanding the concept of marketing ,it
also makes the long-run survival of the organization unlikely".
Begitu pula Owen (1977:593) yang dikutip dari Buchari Alma (2005:62) mengemukakan
"Selling is the persuading or influencing of a audience, with a goal that expects them to conform to
what the instituation relieves ia right. Marketing is consumer oriented and is associated with
serving others".

Lebih jelas dikemukakan oleh Kotler (2003:7) bahwa The marketing concept to me means
that one man is responsible for all phases of marketing: i.e. Selling new products for his markets,
market planning, market research, and advertising to help speed up sales, sehingga ketika akan
menerapkan marketing harus membuat perencanaan terlebih dahulu.

Intinya penerapan marketing tidak hanya berorientasi pada peningkatan laba


perusahaan/lembaga akan tetapi bagaimana menciptakan kepuasan bagi customer sebagai bentuk
tanggung jawab kepada stakeholder atas mutu dari outputnya. Penerapan marketing di atas
terlebih dahulu harus memperbaiki fondasHondasi (image building), diantaranya perhatian pada
kualitas yang ditawarkan (quality offered in core service), serta jeli melihat segmentasi dan
penentuan sasaran ( careful market segmentation and targeting).

Konsep marketing tidak berorientasi asal barang habis tanpa memperhatikan sesudah itu,
berorientasi jangka panjang yang lebih menekankan pada kepuasan konsumen, dimana marketing
itu sendiri adalah suatu usaha bagaimana memuaskan, memenuhi needs and wants dari konsumen,
needs itu merupakan kebutuhan akan hal yang dirasakan kurang oleh konsumen yang harus segera
dipenuhi, sedangkan wants adalah keinginan suatu kebutuhan yang sudah dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti daya beli, pendidikan, agama, keyakinan, famili dsb.
Demikian halnya dengan pernasaran pendidikan, beberapa ahli memberikan pengertian
diantaranya adalah: Kotler (2003:8) mengemukakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses
social dan manajerial, baik oleh individu atau kelompok, untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan
dan diinginkan melalui penciptaan (creation) penawaran, pertukaran produk yang bernilai dengan
pihak lain. Secara lebih luas dikemukakan bahwa :

"Marketing management is the analysis, planning, implementation, and control of


program designed to bring desired exchanges with' target markets for the purpose of achieving
organizatuion's offering is terms -ot the 'target market's needs and desired and using effective
pricing, communication, and distribution to inform, motivate, and service the market.

Khususnya dalam marketing pendidikan John R. Silber yang dikutip Buchari Alma
(2003:53) mengutip (Silber, 1980:7) menyatakan bahwa " In another sense, marketing ethics deal
with avoiding the dubiously legitimized dishonesties of some commercial,advertising and we
should hope that institutions are supplied with the- qualities. ot intellect rind character as well.
Dengan kata lain bahwa etika marketing dalam dunia pendidikan adalah rnenawarkan mutu
layanan intelektual dan pembentukan watak secara menyeluruh. Hal itu karena pendidikan sifatnya
lebih kompleks, yang dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, hasil pendidikannya mengacu
jauh ke depan, membina kehidupan warga Negara, generasi penerus ilmuwan di kemudian hari.

George Brooker (1985:191) mengemukakan: " Most well-managed organizations today,


whether profit or non-profit recognize the importance of implementing formal marketing
programs".

Dalam membangun lembaga pendidikan , Brubacher (1977:107) menyatakan ada dua


landasan filosofi yaitu landasan epistemologis , dimana lembaga pendidikan harus berusaha untuk
mengerti dunia sekelilingnya, memikirkan sedalam-dalamnya masalah yang ada di masyarakat (to
think as profoundly as possible on the society's most puzzling problems even to think the
unthinkable), dimana tujuan pendidikan tidak dapat dibelokkan oleh berbagai pertimbangan dan
kebijakan, tetapi harus berpegang teguh pada kebenaran. Sedangkan landasan politik adalah
memikirkan kehidupan praktis untuk tujuan masa depan bangsa karena masyarakat kita begitu
kompleks sehingga banyak masalah pemerintahan, industri, pertanian, perbankan, tenaga kerja,
bahan baku. sumber daya alam dan manusia, hubungan internasional, pendidikan, lingkungan ,
kesehatan dsb yang perlu untuk di pecahkan oleh tenaga ahli yang dicetak oleh lembaga
pendidikan, dimana lulusan yang bermutu dihasilkan dalam black box processing yang diolah oleh
tenaga pendidik yang bermutu.

Pada dasarnya ada tiga element dalam penerapan marketing yaitu (1) integrated marketing,
(2) create customer satisfaction, dan (3) a profit. Dimana kita harus memanage (1) customer-
impinging resources, (2) policies, (3) activities dan (4) market segmentation, karena empat factor
tersebut akan memberikan reference terhadap pilihan dari customer. Akan tetapi lebih spesifik lagi
marketing memiliki empat aktivitas yaitu analysis, organization, planning dan control.

4. Kepuasan Pelanggan Pendidikan

Seperti telah dikemukakan di awal, bahwa penerapan marketing ini adalah untuk
menciptakan kepuasan bagi pelanggan pendidikan. Ketika berbicara tentang kepuasan maka kita
harus menyadari bahwa kepuasan antara satu orang dengan yang lainnya berbeda, artinya
kepuasan berurusan dengan beberapa hal.

Kata kepuasan berasal dari bahasa Latin "setis" ( artinya cukup baik, memadai) dan
"facio" (rnelakukan atau membuat), sehingga kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan
sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Zeithaml et al (1000:75) menyatakan " Satisfaction is the
consumer's fulfillment response. It is a "judgement that a product pleasurable level of
consumption related fulfillment". Jadi merupakan respons konsumen yang sudah terpenuhi
keinginannya, ada kemungkinan features barang atau jasa.
Senada pendapat yang dikemukakan oleh Kotler (2000: 36) bahwa satisfaction is
person's feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product's
expectation. Dari pengertian tersebut di dapat sebuah kesimpulan:

s = f ( E,P)

S .: Satisfaction
E : Expectation
P : Product Perceived Performance.

Pembelian ulang serta mengajak temannya atas produk dan jasa ini terjadi karena
customer Delivered Value (nilai yang diterima pelanggan) merupakan selisih Total customer value
- Total customer cost ( jumlah segala pengorbanan yang dikeluarkan seseorang). Dalam arti bahwa
dia "rnengorbankan waktu, tenaga, uang yang kemudian dibandingkan dengan nilai, manfaat hasil
yang ia terima. Pandangan tersebut dapat digam- barkan sebagai berikut.

Gambar 15.2
Kepuasan konsumen
Sumber : Buchori Alma
Giese & cote (2000) yang dikuitip oleh Fandy & Gregorius (2005: 195) mengemukakan
tentang tiga kompoen utama; (1) kepuasan pelanggan melakukan respons (emosional and kognitif);
(2) respons tersebut menyangkut proses fokus tertentu (ekspektasi, produk, pengalaman komsumsi
dan seterussnya); dan (3) respons terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan
produk/jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif dan lain-lain). Secara singkat kepuasan pelanggan
terdiri dari respons yang menyangkut fokus yang ditentukan pada waktu tertentu.

Kepuasan pelanggan dikemukakan berdasarkan: Contrast theory yang berasumsi bahwa


konsumen akan membandingkan kinerja produk actual dengan ekspektasi para-pembelian, dimana
apabila kinerja actual lebih besar atau sama dengan ekspektasi, maka pelanggan akan puas, dan
sebaliknya apabila kinerja actual lebih rendah dari ekspektasi maka komsumen akan mengalami
ketidakpuasan. Assimilation theory menyatakan bahwa evaluasi purnabeli merupakan fungsi
positif dari ekspektasi konsumen para-pembelian, karena proses diskonfirmasi secara psikologis
tidak enak dilakukan , konsumen cenderung secara perseptual mendistorsi perbedaan antara
ekspektasi dan kinerjanya ke arah ekspektasi awal sehingga penyimpangan ekspektasinya
cenderung akan diterima oleh konsumen yang bersangkutan. Assimilation-contras theory
berpegang bahwa terjadinya efek asimilasi (assimilation effect) atau efek contrak (contrast effect)
merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja actual.
Apabila kesenjanqannya besar, konsurnen akan memperbesar gap tersebut, dengan kata lain
rentang wakrtu yang diterima (acceptable deviations) dilewati, maka kesenjangan antara
ekspektasi dan kinerja akan menjadi signifikan sehingga disitulah efek kontras berlaku.
Stauss & Neuhaus (1997) yang dikutip Fandhy & Gergorius (2005:203) rnernbedakan tiga
tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi antara emosi spesifik terhadap
penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat
berperilaku untuk memilih lagi penvedia jasa bersangkutan, tipe tersebut adalah :

• Demanding customer satisfaction, merupakan tipe kepuasan yang aktit, relasi dengan
penyedia jasa diwarnai emosi positif, terutama optimisrne dan kepercayaan. Berdasarkan
pengalaman positif dimasa lalu, pelanggan dengan tipe kepuasan ini berharap bahwa penyedia jasa
bakal mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat di masa depan, selain itu
mereka bersedia meneruskan. relasi yang memuaskan denqan penyedia jasa sehingga loyalitas akan
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam meningkatkan kinerjanva seiring dengan
tuntutan pelanggan. .

• Stable customer satisfaction yaitu pelanggan yang memiliki tirlgkat aspirasi pasif dan
perilaku yang demanding. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust
dalam relasi yang terbina saat ini, dima mereka menginginkan segala sesuatunya tetap sama.
Berdasarkan pengalaman positif yang telah terbentuk, mereka bersedia melanjutkan relasi dengan
penyedia jasa.
• Resigned customer satisfaction, pelanggan pada tipe ini merasa puas Namun bukan
diakibatkan pemenuhan ekspektasinya, Namun lebih didasarkan paad kesan tidak realistik,
perilakunya cenderung pasif cenderung tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam menuntut
perbaikan.
• Stable customer dissatisfaction, pelanggan tidak puas terhadap kinerja penyedia jasa
namun cenderung tidak melakukan apa-apa. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi negatif
dan asumtis ekspektasi mereka di masa datang tidak akan terpenuhi, dan tidak melihat adanya
peluang untuk perubahan dan perbaikan.
• Demanding customer dissatisfaction bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku
demanding, pada tingkat emosi ketidakpuasan menimbulkan protes dan oposisi, mereka aktif
menuntut perbaikan.

Gambar 15.3
Model konseptual ekspetasi, keadaan afektif purnabeli dan perilaku afektif
Sumber: fandhy & Georgius (2005: 203)

Dalam melakukan pengukuran kepuasan pelanggan, Kotler (2000: 38) rnengemukakan


beberapa cara diantaranya adalah :
1) Complaint and Suggestion system (sistem keluhan dan saran), informasi dari saran dan
keluhan ini akan dijadikan data dalam melakukan antisipasi dan pengembangan perusahaan.
2) Customer satisfaction surveys (Survey kepuasan pelanggan), tingkat keluhan konsumen
dijadikan data dalam mengukur tentang kepuasan, hal itu bisa melalui survey, pos, telponfrend,
atau angket
3) Ghost shopping (pembeli bayangan), dengan mengirimkan orang untuk melakukan
pembelian di perusahaan orang lain maupun diperusahaan sendiri untuk melihat secara jelas
keunggulan dan kelemahan pelayanannya.
4) Lost customer analysis (analisis pelanggan yang beralih), yaitu kontak yang dilakukan
kepada pelanggan yang telah beralih pada perusahaan lain untuk dijadikan perbaikan kinerja
dalam meningkatkan kepuasan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa timbulnya ketidakpuasan dari konsumen dikarenakan
(1) tidak sesuai harapan dengan kenyataan yang dialaminya, (2) ketidakpuasan dalam pelayanan
selama proses menikmati jasa, (3) perilaku personil kurang memuaskan, (4) suasana dan kondisi
fisik lingkungan tidak menunjang, (5) cost terlalu tinggi, karena jarak, waktu dan harga terlalu
tinggi, (6) promosi tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebenarnya ada beberapa cara untuk mengantisipasi factor-faktor yang dapat- menimbulkan
ketidakpuasan diantaranya adalah penerapan Total Quality Management. Kotler yang dikutip oleh
Buchari Alma (2003:36) mengemukakan bahwa Total quality management (TQM) is an
organization wide approach to continuously improving the quality of all the organization's
processes, products and services. Ini adalah suatu pendekatan secara meriyeluruh dalam
meningkatkan kualitas prod uk, mulai dari proses pembuatan, hasil jadi, pengiriman, pelayanan
yang terus menerus.
Intinya adalah perbaikan mutu terus rnenerus dikenal dengan istilah KAIZEN yaitu
unending improvement, yaitu perbaikan secara kontinu, dalam segala kegiatan sehingga
menghasilkan kualitas yang makin lama makin baik, penjagaan / perbaikan kualitas dilakukan oleh
seluruh civitas akademika sehingga menimbulkan kinerja yang prima dan berbudaya high quality.

D. Penerapan Pemasaran Pendidikan


Pemasaran pendidikan mempunyai 7 elemen pokok yaitu :

Tabel 15.1
The seven Ps or marketing
P1: Product P2: Price P3: Place P4: Promotion
Quality List price Channels Advertising
Features Discount Coverage Personal
Options Allowance Location Selling
Style Payment Inventory Sales
Packaging Period Transport Promotion
Saizes Credit terms publicity
Services
Warraties
Returns
Brand

P5: People P6: Physical evidence P7: Process


Service provider Arrangement of Policies & procedure
Custumer being object Factory/delivery
service Material used Training & rewarding
Other employes Shapes/lines system
and custumer Colour
Temperature noise
Sumber : Kotler et al (2002: 9)

P1: Product merupakan hal yang paling mendasar yang akan menjadi pertimbangan
preferensi pilihan bagi customer, merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada
customer yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Produk itu sendiri terbagi
atas lima tingkatan yaitu : (1) core benefit merupakan manfaat dasar yang sebenarnya dibeli oleh
customer, dalam hal ini adalah pendidikan, (2) Basic product atau versi dasar dari suatu produk
dalam hal ini misalnya penqetahuan dan keterampilan yang memiliki ciri khas, (3) Expected
product yaitu sejumlah atribut yang menyertai diantaranya adalah kurikulum, silabus, tenaga
pendidik dsb, (4) Augmented product merupakan produk tambahan dengan tujuan agar berbeda
dengan produk pesaing, misalnya output dari lembaga tersebut mampu berbahasa inggris baik
lisan maupun tulisan, computer, bahasa arab dsb, (5) potensial product yaitu seluruh tambahan dan
perubahan yang mungkin di dapat produk tersebut dimasa depan diantaranya adalah pengakuaan
lulusan lembaga tersebut dari dunia kerja

P2: Price rnerupakan elemen yang berjalan sejajar dengan mutu produk, dimana apabila
mutu produk baik, maka calon siswa/rnahasiswa berani membayar lebih tinggi sepanjang dirasa
dalam batas kejangkauan pelanggan pendidikan. Salah satu strategi yang sekarang dikembangkan
oleh beberapa persuruan tingggi adalah Skiming price artinya adalah memasang harga yang
setinggi-tingginya pada saat mulai dipasarkan dengan jaminan bahwa produk yang ditawarkan
memang berkualitas tinggi sehingga tidak mengecewakan konsumennya.akan tetapi ketika
hendak menetapkan harga sebaiknya lembaga pendidikan memperhatikan sasaran yang hendak di
capat yaitu : (1) sasaran yang berorientasi pada keuntungan yang bertujuan untuk mencapai target
pengembalian investasi, untuk memperoleh laba maksimum, (2) sasaran yang berorientasi pada
penjualan yang bertujuan : meningkatkan volume penjualan, mempertahankan/meningkatkan
market share, dan (3) sasaran yang berorientasi status quo yang bertujuan untuk menstabilkan
harga dan menghadapi pesaing

P3: Place adalah letak lokasi sekolah mempunyai peranan yang sangat pentinq, karena
lingkurigan dimana jasa disampaikan merupakan bagian dari nilai dan manfaat jasa yang
dipersepsikan cukup berperan sebaqai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan. Dalam hal
ini, penyedia jasa perlu mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut. (1) akses yaitu
kemudahan mencapai lokasi, (2) Vasibilitas yaitu lembaga tersebut dapat terlihat dengan jelas
keberadaan fisiknva, (3) Lalu lintas dalam arti tingginya tingkat kemacetan akan mempengaruhi
minat customer terhadap penyediaan jasa tersebut, (4) Tempat parkir yang luas, (5) Ekapansi yaitu
ketersediaan lahan untuk kemungkinan perluasan usaha, (6) Persaingan yaitu dengan
memperhitungkan lokasi pesaing kita, (7) Peraturan Pemerintah yaitu ketentuan pemerintah
tentang peruntukan lahan sesuai dengan standar pelayanan minimum yang harus di anut oleh
setiap lembaga pendidikan.

P4: Promotion merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yaitu aktifitas pemasaran
yang berusaha rnenyebarkan informasi, rnernpengaruhi/membujuk, dan/atau rnengqingatkan
pasar sasaran atas lembaga dan produknya agar bersedia menerima, mernbeli dan loyal pada
produk yang ditawarkan oleh lembaga tersebut. aktivitas tentang bagqairnana rnernberitahu
pelanggan tentang keberadaan produk/jasa. Yang harus dipertimbangkan adalah bentuk
komunikasi, khususnya iklan (advertising), penjualan personal (personal seiling), promosi
penjualan (setes promotion) dan publisitas (publicity). Cowel (1991:163) mengemukakan secara
garis besar tujuan promosi adalah (1) membangun kepedulian dan ketertarikan terhadap produk
jasa dan lembaga penyedia jasa, (2) membedakan jasa yang ditawarkan dan lembaga dari pesaing,
(3) mengkomunikasikan dan menggambarkan kelebihan dari jasa yang tersedia/lembaga
penyedia jasa tersebut, (4) membujuk customer untuk membeli dan menggunakan jasa tersebut.
Promosi ini lebih tJiarahkan pada lembaga penyedia jasa pendidikan sehingga pengaruh image
lembaga tersebut berperan penting terhadap penjatuhan pilihan custumer promosi yang berlebihan
mempunyai hubungan korelatif yang negatif terhadap daya tarik peminat.

Kompetensi pedagogik adalah (1) Memahami dengan baik-baik dan ciri-ciri peserta didik
yang tumbuh dan berkembang terus menerus, (2) Memahami potensi-potensi anak didik dan cara
rnernbantu mengembangkan dengan serest, seimbang dan total, (3) Memahami teori belajar
termasuk didalamnya bagaimana proses belajar itu terjadi dan bagaimana setiap anak memiliki
karakteristik khusus yang tidak sama, (4) Menguasai berbagai model dan strategi pembelajaran
sehingga murid betul-betul belajar dengan efektif dan kreatif, (5) Menguasai cara-cara
menerapkan lCT dalam proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif,
(6) Menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar yang dipergunakan sebagai medium of
instruction yang efektif, (7) Menguasai bagaimana pendekatan pedagogik delarn setiap
menghadapi permasalahan pembelajaran yang melibatkan peserta didik, (8) Menguasai bagaimana
merancang proses belajar mengajar yang komprehensiv yang mencakup berbagai unsur yang
diperlukan dalam suatu proses pembelajaran yqng produktif, (9) Menguasai bagaimana menilai
kemajuan belajar peserta didik secara total, (10) Menguasai bagaimana membimbing anak bila
menghadapi persoalan dalam pembelajaran, (11) Menguasai prinsip dan proses bagaimana
mengelola proses belajar mengajar termasuk mengelola kelas sehingga tercipta suasana belajar
yang kondusif dan hidup serta memungkinkan terjadinya dan tumbuhnya kreativitas anak dalam
pembelajaran.

Bidang Kepribadian, diantaranya: (1) Memiliki komitmen dan kemauan tinggi dalam
melakukan tugasnya sebagai guru profesional, (2) Memiliki rasa kasih sayang kepada peserta didik
tanpa membeda bedakan, (3) Memiliki rasa tanggung jawab yang kokoh dalam melaksanakan
fungsinya sebagai guru, (4) Berakhlak mulia.

Bidang Profesional, (1) Menguasai substansi atau materi atau isi teaching subjects atau
mata pelajaran yang menjadi bidang keahlian, (2) Menguasai learning equipment dan learning
resources yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, (3) Menguasai bagaimana mengolah
learning resources dari lingkungan hidup sehingga dapat dipergunakan untuk mendukung proses
pembelajaran, (4) Menguasai bagaimana menerapkan teknologi informasi dalarn upaya
meningkatkan efektivitas belajar anak , (5) Menguasai bagaimana menyusun rencana pelajaran
yang mengemas isi, media teknologi dan values dalam setiap proses pembelajaran.

Bidang Sosial adalah (1) Memahami berbagai faktor yang berpengaruh dalam menciptakan
lingkungan belajar yang rnendukunq proses pernbelajaran, (2) Mengerti berbagai faktor sosial-
kultural dan ekonomi yang berpengaruh terhadap proses pendidikan peserta didik, (3) Memahami
pentingnya hubungan antara sekolah dengan orang tua dan tokoh masyarakat yang berpengaruh
terhadap proses pendidikan anak disekolah secara langsung atau tidak langsung, (4) Mengerti nilai-
nilai dan norma-norma yang berlaku dan dijunjung tinggi oleh masyarakat yang merupakan
pegangan hidup, yang memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan watak dan kepribadian
peserta didik, (5) Memahami pendekatan-pendekatan yang diterapkan disekolah untuk menarik
masyarakat untuk berperan serta dalam pendidikan putra-putri mereka disekolah sesuai dengan
kapasitas dan fungsi mereka, (6) Menguasai dan memahami perubahan-perubahan akibat dampak
globalisasi yang mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan termasuk proses pembelajaran dan
bagaimana mengendalikan perubahan tersebut agar tidak terjadi pengaruh negative terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

P6: Physical evidence, seperti yang dikemukakan oleh Zeithaml and Binter (2000: 20) ;
physical is the environment in which the service. is delivered and where the firm and customers
interact, and any tangible components that facilitate performance or communication of the
service., merupakan sarana dan prasarana yang mendukung proses penyampaian jasa pendidikan
sehingga akan membantu tercapainya janji lembaga kepada pelanggannya. Zeithml (2001 :253)
mengemukakan elemen dasi physical Evidence yaitu.

Tabel 15.2
Elemen dari phyical evidence
Servicescape Other tangibles
Facility exterior Bussiness cards
Exterior design Stationery
Signate Billing statements
Parking Employee dress
Landscape Uniforms
Surrounding enviroment Brochures
Facility interior Internet/ web pages
Interior design
Equipment
Signage
Layout
Air quality/temperature

P7: Process, Zaithaml and Bitner (2000:20) menyatakan bahwa process is the actual
procedures, mechanism and floe of activities by which the service is delivery-the service
delivery and operating system. Dengan demikian proses penyampaian jasa pendidikan
rnerupakan inti (core) dari seluruh pendidikan, kualitas dalam seluruh elemen yang menunjang
proses pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan proses
pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi terhadap pengelolaan lembaga pendidikan dan
citra yang terbantuk akan membentuk Circle dalam merekrut pelanggan pendidikan.kalau
digambarkan secara sederhana adalah sebagai berikut.
Gambar 15.5
Model penawaran jasa pendidikan

Gambar 15.6
Model dipengaruhi oleh calon pembeli
E. Kesimpulan

Pemasaran pendidikan merupakan langkah pembaharuan ketika sebuah lembaga pendidikan


harus mengikuti ketatnya persaingan untuk memperoleh customer. Bagi lembaga pendidikan yang
telah memiliki image yang, bagus di masyarakat (katakanlah sekolah favorit), implementasi
pemasaran pendidikan hanya membutuhkan planning yang lebih menyempurnakan keberadaan
sekolah tersebut dengan melakukan improvement quality yang berkesinambungan dengan inovasi
sebagai terobosan baru dalam mengantisipasi permintaan dunia kerja sebagai relevansi dari
pendidikan.

Pendidikan yang dapat laku dipasarkan ialah pendidikan yang : (1) Ada Produk sebagai
Komoditas; (2) Produknya memiliki standar, spesifikasi dan kemasan; (3) Punya panqsa/sasaran
yang jelas; (4) Punva jaringan dan media; dan (5) Tenaga Pemasar.

Pemasaran pendidikan dapat dilakukan melalui promosi, dengan tujuan untuk: (1) Memberi
informasi kepada masyarakat tentang produk-produk sekolah. (2) Meningkatkan minat dan
ketertarikan masyarakat tentang produk sekolah. (3) Membedakan produk sekolah dengan produk
sekolah lainnya. (4) Memberi penekanan nilai 'Iebih' yang diterima masyarakat atas produk yang
ditawarkan. (5) Menstabilkan eksistensi dan kebermaknaan sekolah di masyarakat.

Cara-cara yang dapat dilakukan dalam promosi, antara lain: (1) Komunikasi personal-dan
interpersonal (telemarketing, customer service & training, word of mouth); (2) Periklanan; (3)
Promosi Penjualan; (4) Publisitas/Hubungan Masyarakat; (5) Peralatan Instruksional; dan (6)
Corporate Design.

Komunikasi personal dan interpersonal ialah komunikasi langsung 2 arah antara pemasar
dengan calon konsumen secara perorangan maupun dengan kelompok. Telemarketing ialah proses
penawaran yang dilakukan oleh personil sekolah kepada masyarakat yang dianggap prospektif :
menjadi calon konsurnen melalui media telepon. Customer service and training ialah bantuan
layanan tambahan yang dilakukan oleh personil sekolah yang secara khusus tidak menjalankan
fungsi penawaran dan penjualan untuk memberikan penjelasan teknis tentang standar, spesifikasi,
dan model-model layanan sekolah. Word of mouth: ialah komentar masyarakat baik positif maupun
negative dari seorang kelompok orangtua siswa/masyarakat yang telah/sedang menyekolahkan
ke/di sekolah yang dipromosikan. Periklanan ialah bentuk komunikasi non personal yang dilakukan
oleh sekolah untuk memberi transformasi, pejelasan atau membujuk masyarakat agar
rnenvekolahkan/bersekolan pada sekolah yang ditawarkan. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara
Penyiaran, Cetakan, Internet, Pameran, Surat langsung. Promosi penjualan ialah insentif jangka
pendek/panjang yang ditawarkan kepada masyarakat dan perantara pemasaran untuk merangsang
masyarakat bersekolah ke sekolah yang dipromosikan yang dapat dilakukan dengan sampel/contoh,
kupon, diskon atau bentuk-bentuk hadiah lainnya. Publikasi ialah usaha untuk mendorong
perhatian positif terhadap sekolah dan produk2 unggulannya dengan mengirimkan program2
layanan baru, mengadakan konperensi pers, mengadakan special events (pameran/openhouse),
dan mensponsori kegiatan-kegiatan bermanfaat bagi masyarakat bekerjasama dengan pihak
ketiga. Peralatan instruksional dapat dilakukan melalui web sites, Manuals, Brochures, Video
Audiocassettes, Software/CD ROM, dan Voice Mail. Corporate design dapat berbentuk Logo
sekolah pada pin, Seragam sekolah, Lokasi, tata letak, disain interior dan dekorasi sekolah,
Fasilitas dan peralatan kantor sekolah, Keamanan dan kenyamanan sekolah, dan Atribut lain yang
menimbulkan daya-tarik.

Lain halnya dengan sekolah yang dikatakan tidak mempunyai image seperti di atas, maka
pemasaran pendidikan menjadi lebih banyak lagi tahapannya. Dimulai dengan mengevaluasi 7 P
yaitu:
Pi : Product yang diterjemahkan pada variabel strategi akademik yang berimplikasi pad a
peningkatan mutu akademik dan sosio kultural yang berimplikasi pada peningkatan nilai-nilai
budaya, olahraga, seni, religi, moral dsb
P2 : Price, dimana elemen ini akan sejalan dengan mutu produk. Harga yang ditetapkan
harus disesuaikan dengan qualitas proses pendidikan yang ditawarkan

P3 : Place, dalam menentukan lokasi sekolah yang harus diperhatikan adalah mudah dlcapai
oleh kendaraan umum, lingkungan yang kondusif

P4 : Promotion, bentuk komunikasi yang diterapkan akan sangat berpengaruti terhadap


informasi yang didapat oleh customer, akan tetapi promosi yang berlebihan akan berkorelasi
negatif terhadap daya tarik peminat.

P5 : People, ini menyangkut peranan pemimpin dan civitas akademi'ka dalam -


meningkatkan citra lembaga, dalam arti semakin berkualitas unsur pemimpin d_an civitas
akademika dalam melakukan pelayanan pendidikan maka akan meningkatkan jumlah customer.

P6: Phvsicel Evidence merupakan bentuk fisik dari penyediaan penyampaian jasa tersebut,
dimana bangunan , sarana dan prasarana, desain interior dan eksterior serta fasilitas penting
lainnya sangat mempengaruhi terhadap peningkatan customer pendidikan.

P7: Proses. Elemen terakhir ini merupakan hal yang paling menentukan output Iernbaqa
tersebut, dimana kualitas penyampaian jasa pendidikan ini akan meningkatkan dalam peminat
pendidikan, citra, serta kepuasan dari pelanggan pendidikan.

Ke-7 elemen di atas menjadi panduan dalam rnelakukan analysis untuk menciptakan strategi
pemasaran yang sesuai dengan kornpetensi yang dimiliki oleh suatu lembaga. Penerapan dengan
improvement quality posisi yang diinginkan.

Intinya dengan penerapan pemasaran pendidikan rnaka akan menciptakan budaya kualitas
dalam setiap segmen dan lanqkahnva, sehingga proses pendidikan yang disediakan sesuai dengan
kebutuhan customer dan menimbulkan kepuasan, sedangkan kepuasan dari pelanggan pendidikan
akan mengantarkan lembaga tersebut pada citra yang lebih baik serta peningkatan peminat
pendidikan, sehingga pendapatan lembaga menjadi meningkat pula.

F. Latihan

1. Pemasaran pendidikan menjadi terobosan baru dalam mengelola pendidikan sehingga


peran administrator pendidlkan: menjadi semakin luas, tidak hanyva mengelola
proses pendidikan akan tetapi harus mampu mengelola pemasaran dari pendidikan tersebut.
Berikanlah pendapat saudara kaitan antara pemasaran pendidikan dengan pengelolaan
pendidikan, kemukakan juga keuntungandan kerugiannya

2. Ketika anda berperan sebagai administrator pendidikan, bagaimana langkah saudara


dalam mengimplementasikan konsep pemasaran pendidikan tersebut, berikan dengan contohnya.

G. Daftar Pustaka

Kotler, Philip. 2003. Marketing Management. The millennium Edition. New Jesrey : Prentice-Hall
International Inc.

Kotler, & Gery Armstrong. 2004. Marketing An Introduction. Third Edition. New Jesrey :
Prentice-Hall, Inc,

Alma, Buchari. 2005. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Brubacher, John S. 1977. On The Philosophy Of Higher Education. San Francisco: Jossey Bass,
Publisher.

Stanton', Willtam J, et al. 2002. Fundamentals of Marketing, 10 edition, Sinqapore : Mc Graw-


Hill Internationalg

Zeithaml, Valerie A. and Mary Jo Bitner. 2000. Service Marketing, integreting Customer Focus
Across the Firm. Boston: The McGraw-Hili Companies

Zikmund, William G. Raymond McLeod, -Jr, Faye W. Gilbert. 2003. Customer Relationship
Management, Integreting Marketing, strategy and Information Technology. Hoboken: John
Willy & Sons Inc
BAB 16

KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKSN


Oleh
Drs. H. lahar Permana,M.A.
Drs. Darma Kesuma

A. Pendahuluan

Pelajaran yang dapat dipetik dari pengaruh globalisasi yang tidak terbendung; dari jaringan
politik pemerintahan yang baru; dan dari pemberlakuan perundang-undangan dengan segala
kebijakan mengenai otonomi daerah (Otda), adalah para pengelola pendidikan di daerah,
khususnya para Kepala Sekolah, dituntut untuk mampu mengem- bangkan visi pendidikan dan
kelembagaannya secara kontekstual. Tuntutan seperti ini muncul dengan kuat karena di era Otda
saat ini pihak yang lebih mengetahui secara persis perrpasalahan pendidikan yang harus ditangani
di daerah atau di Sekolah adalah para pengelola pendidikan di daerah itu sendiri. Para Kepala
Sekolah sewajarnya menjadi pihak yang lebih rnengetahui kebutuhan-kebutuhan pendidikan di
Sekolahnya dan bagaimana segala potensi lembaga dan lingkungannya dapat dirnanfaatkan secara
produktif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Di era Otda para pengelola pendidikan, khusunya para Kepala Sekolah dituntut untuk
mampu bertindak secara lebih mandiri dan profesional. Mereka dituntut. untuk berani menanggung
resiko atas keputusan-keputusan yang diambilnya. Mereka tidak boleh banyak menunggu petunjuk,
perintah dan mengharapkan bantuan dari atas atau dari pusat. Tidak usah mereka itu banyak
bertanya kepada atasannya mengenai suatu praktik inovasi atau gagasan-gagasan baru: apakah hal
itu boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan di Sekolahnya? Selama sesuatu itu tidak dilarang,
artinya boleh dilakukan! Tetapi, sekali Anda sebagai Kepala Sekolah bertanya mengenai hal itu
kepada pirnpinan Anda, biasanya akan muneul sikap-sikap dan perilaku pimpinan yang
menunjukkan keberatan atas praktik inovasi atau wirausaha tersebut.

Hariandja (1999) mengungkapkan bahwa ciri birokrasi organisasi-organisasi pemerintah kita


layaknya birokrasi modern tetapi kulturnya masih rnernbawa semangat feodalisme dalam berbagai
aspek kegiatannya. Mudah-mudahan kenyataan seperti ini tidak melanda birokrasi dari pimpinan
kita. Di sinilah, Kepala Sekolah dituntut untuk berani keluar dari keterbelengguan birokrasi yang
merugikan, aktif meneari peru bahan, berani menanggung resiko dan memanfaatkan peluang
dengan mengem- bangkan urusan-urusan (bisnis) yang menguntungkan. Secara singkat Kepala
Sekolah itu dituntut untuk memiliki jiwa dan dapat melakukan wirausaha di Sekolahnya.
B. Konsep Dasar

Siapkah Anda sebagai seorang Kepala Sekolah sekaligus berwirausaha? Dengan kata lain,
benarkah Anda adalah calon seorang wirausaha dalam pendidikan di Sekolah Anda sendiri?
Peristiwa masa lampau, lingkungan dan latar belakang sosial-kultural memiliki peran dalam
membentuk karakter Anda. Anda tentunya telah mengalami suka dan duka dalam meniti karir
pekerjaan. Anda telah memiliki sifat-sifat khusus; terimalah segala kekurangan; anggaplah
kegagalan sebagai pengalaman yang berharga bagi diri Anda! Tidak boleh patah semangat; harga:
kembali diri Anda sendiri saat ini juga! Bukankah Andapun rnemiliki sisi-sisi kehidupan masa
kecil yang aman dan menyenangkan bahkan keberhasilan·keberhasilan yang mengesankan!
Terlepas berskala besar ataupun kecil, Anda sesungguhnya telah terlibat dengan usaha-usaha yang
memiliki bidikan bisnis dan kewirausahaan yang rnenquntunqkan: dan hal itu sekaligus
mengantarkan diri Anda menjadi seorang Kepala Sekolah di era Otda ini, di era reformasi!

1. Tantangan Dan Permasalahan

Saya percaya bahwa kewirausahaan tidak harus selalu berlangsung dalam konteks
perusahaan atau organisasi-organisasi swasta. Kewirausahaan juga tidak hanya untuk bidang
perdagangan dan industri semata. Kewirausahaan, di era Otda, justeru dialamatkan kepada
organisasi- organisasi pemerintah yang memberikan pelayanan berupa jasa kepada publik. Ini
berarti bahwa SEKOLAH tempat Anda bekerja di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat itupun, tidak bisa lepas dari masalah kewirausahaan.
Memang, sewajarnya kewirausahaan menjadi urusan setiap para Kepala sekolah saat ini.
Lebih-Iebih dalam menghadapi kondisi krisis kehidupan bangsa yang berkepanjangan,
kewirausahaan menjadi kebutuhan mendesak untuk segera melingkupi kehidupan kerja Kepala
Sekolah sehari-hari. Beberapa kondisi berikut, memperkuat kebutuhan yang dimaksudkan.
a. Saat ini semakin tumbuh dan berkembang pesaing-pesaing Sekolah, terutama Sekolah yang
telah memiliki beberapa keunggulan, antara lain sistem pendidikan (kurikulum) yang terpadu,
suasana pendidikan yang informal, sistem belajar sehari penuh (full-day system) dan
menyenangkan, pola evaluasi dilengkapi dengan porto-folio, profesionalitas guru
yang handal, sarana/prasarana dan fasilitas pendidikan yang mencukupi.

b. Ketidakpercayaan atas metode-metode tradisional dalam manajemen organisasi dan proses


pendidikan yang dianggap masih amat typical. Di samping sistem manajemenya yang masih
birokratik, profesionalisasi manajemen yang dilakukan Kepala sekolah saat ini masih
belum memadai. Osborne dan Gaebler (1992) terjemahan Rosyid (1999) menyarankan untuk
mewirausahakan birokrasi, yakni dengan mentransformasi semangat kewirausahaan ke dalam
sektor publik, yang di antaranya ke dalam lembaga pendidikan. Proses pendidikan yang
berlangsung di sekolah-sekolah saat ini kebanyakan masih monoton dan kurang bervariasi.
Guru-gurunya belum memiliki agenda inovasi yang memadai. Sekalipun agenda inovasi itu
telah mereka miliki, tidak sedikit mereka menemui berbagai hambatan dan kesulitan dalam
melaksanakannya.

c. Terdapat di antara guru-guru atau pegawai yang pintar dan rnerniltki ide-ide brilian, lebih suka
memilih menjadi seorang wirausaha. Ada di antara mereka yang keluar dari statusnya sebagai
pegawai (negeri) untuk kemudian beralih rnenjadi seorang wirausaha. Atau, sekalipun
statusnya tetap sebagai pegawai (negeri), sering pekerjaan pokok mereka terabaikan
karena kewirausahaannya itu. Lupiyoadi dan Wacik (1998) menyarankan agar peran
perorangan dalam bisnis mereka itu diimbangi dengan dikembangkannya program
entrepreneurship dalam perusahaan (baca: institusi pendidikan).

Tantangan baru (era Otda) sesungguhnya merupakan peluang yang besar untuk
rnenunjukkan kinerjanya yang lebih bermutu. Demikian halnya melalui implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), sekolah diarahkan visinya menjadi lebih berbobot; dikondisikan
prosesnya menjadi lebih dinamis dan maju; diberdayakan segala potensinya menjadi lebih tergali,
berkembang dan efesien; diciptakan suasananya menjadi lebih demokratis; didorong guru-
guru/orang-orangnya menjadi lebih profesional dan sejahtera; dan memang semua itu dimaksudkan
untuk rnenjadikan semua kondisi sekolah lebih dalam arti positif. kenyataannva, tidak semua
Kepala Sekolah mampu melihat tantangan-tantangan itu sebagai peluang dan cambuk untuk maju

2. Konsep Dasar Kewirausahaan

Istilah kewirausahaan sering digunakan silih berganti dengan istilah kewiraswastaan. Kita
bisa saja mengapresiasi makna kedua istilah itu dari pemahaman kata-kata bahwa wira artinya
berani atau berjiwa: kepahlawanan; swa artinva sendiri; usaha artinya cara-cara yang dilakukan
dan sta artinya berdiri. Jadi, seorang Kepala Sekolah itu berjiwa kewirausahaan adalah mereka
yang memiliki keberanian, berjiwa kepahlawanan dan mengembangkan cara-cara kerja yang
mandiri. Lupiyoadi dan Wacik (1998) mengungkapkan bahwa memang realitasnya wirasawsta itu
sama dengan wirausaha yakni berusaha keras menunjukkan sifat-sifat keberanian, keutamaan dan
keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri. Meskipun
demikian, mereka membedakan wirausaha dari wiraswasta, yaitu wirausaha memiliki visi
pengembangan usaha, kreativitas dan daya inovasi; sedang- kan wiraswasta tidak memilikinya.

Istilah kewiraswastaan dan atau kewirausahaan itu sesungguhnya bermuara pengertiannya


pada istilah asing yakni entrepreneurship. Raymond (1995) dikutip Lupiyoadi dan Wacik (1998)
berpendapat bahwa entrepreneurship merupakan proses penciptaan sesuatu yang baru ata
inovasi guna memperoleh kesejahteraan atau kekayaan individu dan mendapatkan nilai tambah
bagi masyarakat. Kesejahteraan atau nilai tambah bagi masyarakat sebagai tujuan dari
kewirausahaan itu, dilakukan melalui pengungkapan. gagasan baru, penggalian sumber daya, dan
merealisasikan gagasan itu menjadi suatu kenyataan yang menguntungkan.

Mencermati makna kewirausahaan di atas, saya berpendapat bahwa kewirausahaan dalam


pendidikan merupakan kerja keras yang terus- menerus yang dilakukan pihak Sekolah terutama
Kepala Sekolah dalam menjadikan Sekolahnya lebih bermutu. Konsep kewirausahaan ini meliputi
usaha membaca dengan cermat peluang-peluang, melihat setiap unsur institusi Sekolah adanya
sesuatu yang baru atau inovatif, menggali sumber daya secara realistik dan dapat dimanfaatkan,
mengendalikan resiko, mewujudkan kesejahteraan (benefits) dan mendatangkan keuntungan
finansial (profits). Benefits dan profits ini terutama dilihat untuk kepentingan peserta didik, guru-
guru, Kepala Sekolah, staf, orang tua, pemerintah dan masyarakat sekitar atau masyarakat yang
lebih Iuas lagi.

3. Karakteristik Seorang Wirausaha

Apakah seorang wirausaha itu terlahir atau dilatih? Pertanyaan ini amat klasik. Anda berada
di sini dalam program pelatihan; dan setia institusi pendidikan meyakini bahwa seorang
entrepreneur itu dapat dibentuk atau dilatih, seperti halnya Anda sebagai seorang Kepala Sekolah
dasar! Jadi, seorang Kepala Sekolah dapat menjadi seorang entrepreneur, yang bertugas
mewirausahakan pendidikan di Sekolahnya. Coba kita lakukan refleksi atas perilaku diri kita
sendiri! Sebagai seorang Kepala Sekolah, apakah perilaku kita ini menunjukkan perilaku seorang
manajer ataukah menunjukan perilaku seorang wirausaha. Pelajari kedua dimensi perilaku itu
sebagaimana tabel 1 berikut ini.

Tabel 16.1
Perbandingan tindakan seorang manajer dan tindakan seorang wirausaha
Tindakan seorang manajer Tindakan seorang wirausaha
Meminimalkan resiko dari pelaksanaan tugas Aktif mencari perubahan dengan membaca
berbagai peluang
Cenderung menghindari resiko yang terjadi Berani menanggng dan mengendalikan
resiko
Menghindari kesalahan Cerderung menerima kesalahan sebagai
sesuatu yang wajar
Didorong oleh kehendak promosi dan Didorong oleh keterbatasan dan peluang
imbalan tradisional untuk memperoleh keuntungan finansial
Cenderung mendelegasikan wewenang dan Lebih langsung dan intensif terlibat dalam
mengontrol pekerja aktivitas operasional organisasi.

Bajaro selaku tim proyek dan anggota Lembaga Industri Skala Kecil Universitas Filipina
(dalam Chico, 1981: Penyunting Wirasasmita, 1994) menyatakan bahwa kunci keberhasilan dalam
berwirausaha adalah dengan memahami diri sendiri. Untuk memulai suatu usaha, hal penting
yang harus dipahami adalah apakah yang bersangkutan memiliki jiwa berwirausaha atau tidak.
Berapa banyak karakteristik jiwa seorang wirausaha yang sukses? Untuk menjawab permasalahan
ini, Bajaro menyarankan kita untuk mempelajari pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Andakah orang yang berani menanggung resiko?

b. Apakah keterlibatan emosi Anda dalam pencapaian tujuan usaha mencerminkan harapan
keberhasilan atau kekhawatiran akan kegagalan?

c. Apakah Anda gigih dan mampu bekerja keras?

d. Apakah Anda selalu bersemangat dan aktif?

e. Apakah Anda menginginkan dan memanfaatkan umpan balik?

f. Apakah Anda menyukai tanggung jawab atas segala keputusan?

g. Percara diri dan mandirikah Anda?

h. Apakah Anda berpengetahuan?

i. Apakah Anda berkemampuan meyakinkan orang lain?

j. Apakah Anda berkemampuan manajerial?

k. Apakah Anda inovatif?

l. Apakah Anda berorientasi pada pencapaian (hasil)?

Bandingkan jiwa kewirausahaan di atas dengan pendapat Meredith et. al. terjemahan
Asparsayogi (2000) mengenai profil seorang wirausaha dalam tabel berikut ini.
Tabel 16.2
Profikl seorang wirausaha

Ciri-ciri Watak

Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas, optimime

Berorientasi tugas dan hasil Kebutuhna akan prestasi, berorietasi laba, ketekunan dan
ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat,
enerjik dan inisiatif

Pengambilan resiko Berani dan mampu mengambil resiko, suka pada tantangan.

Kepemimpinan Bertingkah laku seperti pemimpin, dapat bergaul dengan


orang lain, menanggapi saran dan kritik

keorisinilan Inovatif, kreatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bisa,


mengetahui banyak

Berorientasi ke masa depan Pandangan kedepan (prospektif)

4. Mewirausahakan Pola Manajemen di Sekolah

Hal penting yang patut dipahami para Kepala Sekolah dalam praktik manajemen di
Sekclahnva adalah tuntutan untuk mengubah pola manajemen konvenslonal menjadi pola
manajemen entrepreneurial. Perhatikanlah tabel di bawah ini!
Tabel 16.3
Perubahan pola manajemen konvensional
Menuju pola manajemen entrepreneurial
Manajemen konvensional → manajemen entrepreneurial
Sentralistik → desentralistik
Pendekatan birokratik → pendekatan profesional
Keputusan terpusat → keputusan profesional
Pendelegasi → pemberdayaan
Organisasi hierarki → organisasi datar
Subordinasi → otonomi
Orientasi oleh aparat → orientasi kastemer/pelanggan
Ruang gerak kaku → ruang gerak luwes
Diatur → motivasi diri
Overreglasi → deregulasi
Mengontrol → mempengaruhi
Digerakan aturan → digerakkan misi/visi
Peran fasilitator → peran katalisator
Informasi terpribadi → informasi terrbagi
Individual yang cerdas → teamwork yang cerdas
Menghindari resiko → mengendalikan resiko
Menggunakan uang:
Semuanya & belanja → efisiensi & investasi

Melalui tabel di atas, Kepala Sekolah hendaklah dapat mengidentifikasi pola-pola


manajemen yang biasanya dilakukan. Jika memang dalam beberapa hal Kepala Sekolah itu masih
menunjukkan pola-pola manajemen konvensional, hendaknya ia dapat mengubahnya (melatih diri)
menjadi pola-pola manajemen yang bersifat entrepreneurial.
5. Strategi Kewirausahaan Bagi Sekolah Dasar
Strategi kewirausahaan merupakan langkah-Iangkah pokok yang perlu ditempuh Kepala
Sekolah dalam menjadikan Sekolahnya sebagai organisasi yang bersifat kewirausahaan
(entrepreneurial organization). Lupiyoadi dan Wacik (1998), mengemukakan strategi
kewirausahaan mencakup pengembangan visi, dorongan inovasi, dan penstrukturan iklim
kewirausahaan.
a. Pengembangan Visi/Misi
Langkah awal dalam mewirausahakan lembaga pendidikan adalah merumuskan visi/misi.
Visi atau misi merupakan gambaran cita-cita atau kehendak Sekolah yang ingin diwujudkan di
masa yang akan datang (dalam -kurun waktu tertentu). Sampai saat ini Sekolah-Sekolah kita belum
memiliki visi yang handal dan kuat. Karena itu, visi Sekolah kita belum mampu mendorong dan
mengungkapkan misi entrepreneurship. Visi : Sekolah harus dirumuskan dengan jelas, singkat
dan mengandung dukungan nyata untuk mewujudkan perubahan atau inovasi yang bersifat
entrepreneurial tersebut, Ingat "rnewujudkan perubahan yang memiliki sifat semacarn itu
mengandung arti adanya usaha-usaha besar untuk penciptaan kesejahteraan (benefits) dan atau
perolehan keuntungan finansial (profits).
Visi yang telah dirumuskan, selanjutnya disosialisasikan atau disebarluaskan kepada semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan pendidikan di Sekolah dasar. Maksudnya, agar
visi tersebut dapat dimertqerti dan ntpaharm secara mendalarn sehingga memperoleh du- kungan.
Apalah artinya suatu visi tanpa dipahami secara mendalam oleh para anggota atau pihak yang
berkepentingan itu. Visi yang telah dirumuskan rnelahirkan misi dan program-program yang harus
diemban dalam praktik kewirausahaan.
b. Dorongan Inovasi
Berkaitan dengan semangat mewirausahakan sekolah, strategi ini berarti rnenurnbuh-
suburkan dan mengembangkan gagasan-gagasan orisinal dan inovatif. Karena itu, setiap Kepala
Sekolah dalam mewirausahakan Sekolahnya dituntut memiliki agenda inovasi. Agenda inovasi ini
menjadi alat spesifik dan utama dalam strategi mewirausahakan suatu Sekolah.

Agenda inovasi apa yang sekarang dimiliki Sekolah kita? Agenda inovasi yang dlmlliki itu
sewajarnya merujuk pada perangkat mutu (atau kriteria mutu) yang merefleksikan kebutuhan dan
harapan-harapan Kewirausahaan dalam Pendidikan tentang pendidikan di SEKOLAH dari semua
pihak yang berkepentingan (pemilik, pendiri,pemakai; aparat atau pemerintah; keluarga, dan
masyarakat sekitar atau masyarakat dalam lingkungan yang lebih jauh lagi).
Sebagai alternatif, terdapat dua unsur pokok yang dapat dipertimbangkan untuk
merumuskan agenda inovasi tersebut. Pertama unsur internal institusi Sekolah dan kedua unsur
eksternal Sekolah itu. Pemahaman terhadap unsur-unsur ini bisa sangat sangat sederhana, tetapi
juga hal itu bisa sangat kompleks tergantung kepada kemampuan kita mempelajarinya.
Unsur-unsur internal institusi Sekolah yang dapat dikaji, meliputi:
• Pembelajaran yang dialami peserta didik,
• Pengembangan kurikulum/program pendidikan,
• Kompetensi profesional guru dan pengembangan sistem pengajaran,
• Pra-sarana dan pengembangan sarana/fasilitas-pendidikan,
• Pembiayaan pendidikan,
• Pengernbangan budaya Sekolah,
• Perilaku manajemen itu sendiri.
Unsur-unsur eksternal dari institusi Sekolah itu yang bisa dikaji, meliputi:
• Perhatian dan partisipasi orang tua/rnasvarakat, dan
• Kondisi alam dan lingkungan sosial budaya masyarakat.

Agenda inovasi sebaqai contoh-contoh program yang mengungkapkan kewirausahaan dari


kedua unsur Sekolah di atas, dapat dipelajari lebih lanjut dalam pokok materi keterampilan
membaca peluang dari modul ini.

C. Penstrukturan Iklim Intrapreneurial


Langkah strategis ini merupakan proses pembentukan unsur-unsur dan suasana yang
mendukung (kondusif) atas terselenggaranya agenda. inovasi. Tentu saja, komitmen manajemen
dan kepemimpinan Kepala Sekolah serta profesionalisme staf/guru-guru itu amat dibutuhkan.
Tekanan penstrukturan iklim kewirausahaan berada pada penyempurnaan usaha-usaha untuk
implementasi proyek-proyek inovasi. Artinya strategi. ini menekankan pada proses internal
organisasi, yakni usaha-usaha yang dilakukan pihak Sekolah dalam memantapkan sistem
manajernennva. Hal ini tidak bisa lepas dari tuntutan perubahan mewirausahakan pola
manajemen itu sendiri. Kemampuan menjabarkan kebijakan pendidikan yang berlaku dl
daerahnya, kepemimpinan transformasional dan vislorier, kemampuan mengelola perubahan dan
kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan mengembangkan jaringan kerja yang
menguntungkan, merupakan sejumlah tuntutan yang patut dipenuhi para Kepala Sekolah dalam
mengembangkan strategi yang dimaksudkan.

Brazeal (1993) yang dikutip Lupiyoadi dan Wacik (1998) "mendefinisikan strategi ini
sebagai corporate venturing yakni proses internal organisasi yang pokok untuk mengembangkan
produk, proses dan teknologi. Ketiganya harus diinstitusionalisasikan untuk kemakmuran jangka
panjang. Menyangkut pengembangan produk, proses organisasional atau pengelolaan sekolah
itu haruslah berorientasi pada perolehan hasil (kinerja) yang bermutu dan berorientasi pada
kepuasan kastemer sebagai pihak yang terlayani. Menyangkut pengembangan proses, berarti
pengelolaan sekolah itu sendiri harus berlangsung dalam penciptaan suasana-suasana yang
menggairahkan, dinamis dan menyenangkan. Sedangkan menyangkut teknologi, berati proses
pengelolaan sekolah itu menawarkan usaha-usaha yang lebih praktis, efesien dan efektif dengan
penggunaan sarana dan. peralatan (teknologi) yang makin canggih.
Dengan pengelolaan sekolah yang berorientasi pada produk, proses dan teknologi
sebagaimana dijelaskan di atas, maka pestrukturan iklim kewirausahaan itu secara bertahap
akan terbentuk. Dengan demikian maksud utama pengembangan strategi manajemen sekolah
yang megandung muatan entrepreneurial adalah citra sekolah yang terkesan maju dan bermutu,
serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memperoleh tingkat kesejahteraan dan keuntungan
finansial yang mencukupi.
6. Jenis Aktivitas Dasar Bisnis Bagi Sekolah
Jenis aktivitas dasar untuk bisnis sekolah adalah cakupan pokok suatu kegiatan bisnis yang
dapat dipertimbangkan, dipilih dan dikernbangkan sekolah dalam memperoleh keuntungan
finansial. Hubungan antara kewrrausahaan dengan aktivitas bisnis yang dilakukan laksana suatu
strategi selalu memerlukan taktik. Tiada suatu kewirausahaan tanpa bisnis yang dikembangkan.
Menerapkan konsep Lupiyoadi dan Wacik (1998) mengenai jenis- jenis aktivitas dasar
suatu bisnis yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi, maka bisnis untuk suatu lembaga
pendidikan saya ungkapkan melalui bagan berikut ini.
SEKOLAH membuat atau menyediakan jenis dan jumlah barang atau memberi pelayanan jasa yang
tepat sesuai dengan permintaan/kebutuhan.

Produksi

distribusi komsumsi
dalam jaringan distribusi tingkat permintaan akan
membawa baran atau jasa barang atau jasa; dan daya
untuk pengguna atau beli atau permintaan sekolah
konsumen ditingkatkan oleh ketersediaan
dana

Bagan 16.1
Jenis Aktivitas Dasar bagi lembaga pendidikan (sekolah)
Dengan mempelajari potensi lingkungan internal atau eksternal, sebagaimana tuntutan bisnis
menurut bagan di atas, kepala sekolah beserta staf dan stakeholder lainnya dapat memilih,
melakukan dan mengembangkan jenis-jenis aktivitas bisnis berupa produksi, distribusi dan
konsumsi. Untuk aktivitas produksi, sekolah berusaha membuat atau menyediakan jenis dan
jumlah barang atau memberikan pelayanan jasa yang tepat sesuai dengan permintaan atau
kebutuhan. Aktivitas produksi bisa mengacu pada penggalian dan pemanfaatan sumber daya alam.
Misalnya, bagi sekolah yang kondisinya berada di daerah pedalaman atau pegunungan, dapat
berinisiatif baik langsung ataupun melalui Komite Sekolah bekerja sama dengan pemerintahan
setempat memanfaatkan lahan kosong di sekitar sekolah untuk bisnis bidang pertanian, peternakan
atau perikanan. Di bidang pertanian, misalnya sekolah dapat menggerakkan para siswanya
melakukan penanaman pohon albasia secara masal atau menanam komoditas lain yang bisa
dipanen data jangka waktu yang relatif singkat, seperti menanam jagung, kacang tanah, ketela
pohon, sayuran dan lain-lain. Sekolah juga bisa mengembangkan peternakan ayam, kambing atau
biri-biri atau perikanan pada kolar sekolah.
Tentu saja jenis aktivitas bisnis produksi bagi sekolah yang kondisinya berada pada daerah
perkotaan atau kawasan industri adalah berbeda dari aktivitas bisnis produksi bagi sekolah yang
kondisinya berada, di daerah pedalaman atau pegunungan dan pesisir. Pada daerah perkotaan atau
kawasan industri, lahan-Iahan kosong yang cukup luas jarang diperoleh. Kalaupun ada, hal itu
biasanya amat temporer. Oleh karena pemanfaatan aktivitas produksi bisa jadi tidak lagi bersifat
primer dengan penggalian dan pemanfaatan sumber daya alam secara langsung. Di sini, aktivitas
bisnis produksi menjadi lebih layak bersifat sekunder dan atau bentuk pelayanan jasa yang
memungkinkan.
Sebagai contoh untuk aktivitas bisnis produksi yang bersifat sekunder, dnegan
memanfaatkan bahan mentah (antara lain, terigu) pihak sekolah bisa saja berbisnis dengan
memproduksi kue atau roti. Hasilnya bisa untuk menyediakan siswanya bersarapan di sekolah
dan atau untuk dijual ke pasar lain. Sekolah bisa juga sekedar rnenyediakan kemasan (dus) yang
diperlukan penjual roti/kue atau untuk suatu katering. Contoh lain, sekolah rnernbuka pelayanan
jasa foto copy atau wartel yang diperlukan mungkin tidak hanya untuk warga sekolah tetapi juga
warga masyarakat lainnya disekitar sekolah. Untuk aktivitas distribusi, sekolah melibatkan diri
dalam jaringan distribusi dengan rnernbawa barang atau ikut serta dalam pelayanan jasa dari
produsen kepada para pengguna atau konsumen sebagaimana rnereka butuhkan. Keterlibatan
sekoalh dalam aktivitas distribusi ini bisa mencakup pemasokan, penanganan dan penyimpanan,
pengendalian persediaan pengaturan masalah transportasi. Contoh aktivitas distribusi, melalui atau
tanpa melalui koperasi, sekolah menyediakan sembako baik bagi warga sekolahnya ataupun bagi
warga masyarakat lainnya sekitar sekolah. Contoh ini dapat berlaku bagi sekolah-sekolah baik
yang berada kawasan pedalaman/pegunungan ataupun di kawasan perkotaan/Industri. Untuk
aktivitas konsumsi, sekolah merefleksikan tingkat permintaannya atas barang yang dikonsumsi
atau pelayanan jasa yang dimintai atau dibutuhkannva. Di sini, daya beli atau permintaan pihak
sekolah untuk aktivitas bisnis jenis konsumsi menjadi meningkat oleh dana yang tersedia. Artinya,
sekalipun hal itu bersifat konsumtif, sekolah dapat memperoleh sejumlah keuntungan, misalnya
perolehan harga barang lebih murah, perolehan suatu diskon, perolehan bonus barang lain,
perolehan pelayanan yang lebih intensif, dan lain-lain.

Melalui pemahaman ketiga jenis aktivitas dasar bisnis sebagaimana diuraikan di atas,
diharapkan kepala sekolah dapat terdorong untuk membuka peluang-peluang bisnis yang lebih
luas dan realistik yang memungkinkan sekolah itu dapat memperoleh keuntungan finansial yang
lebih banyak atau lebih besar.

7. Keterampilan Membangun Usaha-Usaha Institusi Sekolah Yang Bersifat


Wiraswasta

Saya percaya institusi sekolah (negeri) yang memperlihatkan orientasi praktik-praktik


manajemen ke arah kewirausahaan, akan semakin turnbuh. Satu kenyataan misalnya, di antara
sekolah-sekolah yang dirninta kesediaan untuk implementasi proyek pemodelan MBS di Oinas
Pendidikan Kota Bandung pada tahun 2001, terdapat SO Negeri tertentu yang menyatakan
ketidaksediaannya. Mereka amat percaya diri dengan praktik-praktik pengelolaan sekolahnya
yang bersifat keswastaan (swa = sendiri; dan sta = berdiri). Namun demikian, mewirausahakan
institusi sekolah negeri bukan berarti mengubah status sekolah negeri menjadi sekolah swasta.

Sehubungan dengan itu mewirausahakan institusi sekolah menghendaki bagaimana para


kepala sekolahnya harus dilengkapi dengan sejumlah keterampilan (Brown: 2000):

a. Menaksir Peluang Bisnis

Peluang bisnis seririgkali berasal dari sebuah gagasan, dan gagasan bisa datang dari mana
saja. Karena itu -kepala sekolah dituntut untuk selalu berhati-hati dan terbuka atas pikiran-pikiran,
bahkan kritikan yang berkembang pada guru-guru dan anggota masyarakatnya. Tidak selamanya
bahwa yang berkilauan itu adalah emas, dan tidak selarnanya pula kritikan itu merusak. Kepala
sekolah harus mampu mempelajari gagasan atau kritikan itu: apakah gagasan atau kritikan itu
benar·benar sebagai peluang atau bukan. Bagaimanakah kita biasa berpikir atas pikiran kita
sendiri, atas gagasan dan kritikan dari orang lain untuk suatu gagasan-gagasan baru yang
statusnva menjadi peluang bisnis?

Gagasan-gagasan atau kritikan manakah yang benar-benar akan mendatangkan bisnis atau
benefits dan profits itu? Kepekaan (sensitivity) atas realitas sekolah yang kita bina sebagai
masalah (bahkan masalah itu terstrukiur), karenanya menjadi objek kritikan yang tajam o/eh
pihak tertentu, hendaknya menjadi tantangan yang penting. Kemudian menyertakan kehendak diri
kita untuk mengubah realitas tersebut menjadi suatu realitas lain yang lebih baik, akan melahirkan
gagasan- gagasan baru sebagai adanya pe/uang bisnis yang mencengangkan. Hal demikian tidak
selalu mudah terjadi. Kepekaan memerlukan latihan yang intensif; dan ingat, kita tidak iri dengan
orang-orang gila sebagaimana mereka tidak lagi memiliki masalah!!!

Terlalu banyak sebenarnya peluang bisnis untuk sekolah; tetapi tidak semua hal itu dapat
dibicarakan dalam kesempatan ini. Perhatikanlah peluang-peluang bisnis sekolah pada tabel
berikut ini!
Tabel 16.4
Peluang bisnis institusi sekolah
Unsur institusi sekolah Realitas sekolah
Tantangan: Gagasan baru
masalah/kritikan (peluang
bisnis)
Pembelajaran peserta didik
Pengembangan kurikulum
Kompetensi profesional guru dan pengembangan
pengajaran
Pengembangan saranaa/fasilitas penididikan
Pembiayaan pendidikan
Pengembangan budaya sekolah
Perilaku manajemen
Perhatian dan partisispasi masyarakat
Kondisi alam dan lingkungan sosial budaya
masyarakat

Ambil contoh untuk unsur institusi sekolah misalnya pernbelajaran peserta didik!
Bagaimana realitas kegiatan belajar peserta didik di sekolah kita? Kita harus berani menyatakan
masalah sendiri (atau memang dikritik pihak lain secara tajam) bahwa realitas kegiatan belajar
peserta didik di kelas-kelas (sekolah-sekolah) kita ini belum atau tidak menyenangkan! Ini
pernyataan sebagai masalah. Sebagai kritikan untuk hal itu bisa jadi pernyataannya berubah
lebih menyakitkan: realitas kegiatan belajar peserta didik pada kelas-kelas atau sekolah kita benar-
benar buruk dan membosankan!
Gagasan baru sebagai peluang bisnisnya mana atau apa? Ya, kegiatan belajar yang
menyenangkan itu! Anda mungkin belum paham bahwa kegiatan belajar yang menyenangkan itu
suatu gagasan baru atau realitas baru yang dikehendaki (oleh diri) yang berarti pula gagasan baru
itu mengandung peluang bisnis! Mari saya tunjukkan pada bagian mengembangkan gagasan
berikut ini.
b. Mengembangkan Gagasan dan Peluang Pasar
Pada dasarnya setelah kita merumuskan sejumlah masalah atau kritikan untuk setiap unsur
institusi sekolah, kita pun dapat mengidentifikasi sejumlah gagasan baru untuk setiap unsur
institusi sekolah tersebut. Sejumlah gagasan baru ini pada dasarnya merupakan peluang-
peluang bisnis. Sejumlah gagasan baru yang lahir sebagai peluang bisnis, menuntut kelayakan
dan perumusan yang tepat hingga menjadi suatu program yang benar-benar bermuatan
entrepreneurial. Dalam hal ini disebut bermuatan entrepreneurial, karena gagasan-gagasan
baru itu dapat dijadikan proyek-proyek bisnis yang memang menjanjikan peningkatan
kesejahteraan dan menguntungkan secara finansial. Untuk penetapan proyek-proyek bisnis
(sebagai pilihan agenda inovasi misalnya untuk kurun waktu/periode tertentu), sejumlah gagasan
baru yang telah diidentifikasi itu perlu dikembangkan lebih lanjut dalam aktivitas dasar bisnis:
apakah pilihannya untuk format produksi, distribusi atau konsumsi? Hal yang sama, apakah
pilihan proyek-proyek bisnis itu untuk komoditas baranq atau untuk komoditas jasa? Coba
perhatikan dengan seksama tabel 5 pada halarnan berikut ini!

Tabel 16.5
Proyek-proyek institusi sekolah
Unsur institusi Gagasan baru Agenda inovasi: proyek-proyek bisnis Peluang
sekolah (peluang barang/jasa pasar
bisnis)
Pembelajaran
peserta didik
Pengembangan
kurikulum
Kompetensi
profesional guru
dan pengembangan
pengajaran
Pengembangan
sarana/ fasilitas
pendidikan
Pembiayaan
pendidikan
Pengembangan
budaya sekolah
Perilaku manajemen
Partisipasi
masyrakat
Kondisi alam dan
lingkungan sosial
budaya masyrakat

Ambil kembali contoh untuk unsur pembelajaran peserta didik! Gagasan baru
sebagaimana telah dirumuskarr menyangkut unsur tersebut adalah kegiatan belajar yang
menyenangkan. Bagaimana kegiatan belajar yang menyenangkan itu dapat dikembangkan
dalam aktivitas dasar bisnis di sekolah kita: apakah untuk produksi, distribusi atau konsumsi?
Pertanyaan ini, antara lain bisa dijawab dengan mempelajari peluang pasar dan
mempertirnbangkan komoditas barang atau jasa yang diperlukan secara simultan. Peluang
pasarnya mana untuk gagasan kegiatan be/ajar yang menyenangkan itu?

Pasar itu luas: di situ ada orang, di situ ada aktivitas, di situ ada kebutuhan (apakah barang
atau jasa), di situ pula ada pasar! Di situ a a murid, di situ ada aktivitas belajar, di situ ada
kebutuhan aktivitas belajar yang menyenangkan, di situ pula ada pasar! Bagaimana tidak? Untuk
memenuhi kebutuhan (atau mewujudkan) aktivitas belajar yang menyenangkan itu, ada keperluan
sejumlah barang; ada pula keperluan pelayanan jasa?

Untuk keperluan sejumlah baranq, misalnya bisa berupa buku-buku, Alasannya, buku-buku
ini amat menunjang untuk mewujudkan kegiatan belajar yang menyenangkan. Buku itu banyak:
buku tulis (buku tulis tipis, buku tulis tebal), buku harian, buku gambar, buku paket, buku teks atau
buku pelajaran, buku cerita, buku laporan pendidikan, buku catatan pribadi (ya, buku-buku
administrasi sekolah), buku penghubung, Kitab Suci AI-Quran, dan seterusnya!

Dari contoh kebutuhan di atas, peluang pasar itu bisa siswa kita , bisa sekolah kita; bisa juga
siswa atau sekolah lainnya: bisa juga orang tua siswa. Format aktivitas bisnis yang dianggap lebih
tepat berupa aktivitas distribusi (ya, sebagai distributor) atau aktivitas konsumsi ( pihak yang
menggunakan) sejumlah barang itu. Untuk format aktivit produksi atas sejumlah barang (buku-
buku) itu nampaknya kurang realistik, kecuali untuk sekolah-sekolah yang benar-benar telah
maju.

Contoh keperluan sejumlah barang di atas sesungguhnya baru sebagian keccciiiiil. dari
keperluan sejumlah barang lainnya yang menunjang kegiatan belajar yang menyenangkan itu.
Sejumlah barang lainnya, antara lain keperluan mebeulair, alat peraga/pengajaran, sarana olah
raga, peralatan kesenian, dan lain-lain. Untuk keperluan pelayan jasa dalam rangka mewujudkan
kegiatan belajar yang menyenangkan itu, antara lain pelayanan jasa untuk kegiatan tambahan
pelajaran, jasa pemanfaatan narasumber, jasa atas pemanfaatan kegiatan promosi suat u produk
perusahaan, jasa pelayanan kegiatan hiburan anak-anak, jasa pelayanan studi tour, jasa pelayanan
pameran sekolah, dan lain-lain. Dari contoh keperluan pelayanan jasa ini, peluang-peluang
pasarnya dapat dibaca. Peluang pasar itu bisa saja meluas tidak saja siswa sekolah kita tetapi juga
mencakup siswa atau sekolah-sekolah karena menyangkut aktivitas pengkoordinasian. Peluang
pasar juga bisa menyangkut keperluan pelayanan jasa untuk waktu tertentu secara rutin ataupun
untuk keperluan pelayanan jasa secara insidental. Adapun format aktivitas bisnis yang dapat
dimanfaatkan bagi keperluan pelayanan jasa ini nampaknya bisa untuk sernua, baik menyangkut
aktivitas produksi , distribusi ataupun aktivitas konsumsi.
Selanjutnya, tidak semua peluang
- bisnis dapat ditetapkan sebagai agenda inovasi atau
proyek-proyek bisnis sekolah. Bisa kewalahan; sekolah dituntut untuk memilih manakah yang
harus didahulukan atau diprioritaskan, dan diunggulkan; dan manakah pula yang lebih
menguntungkan. Di sini kepala sekolah dituntut untuk mampu menaksir kemampuan diri dan
pencarian modal.
.
c. Menaksir Kemampuan Diri dan Mencari Modal
Bagaimanapun hebatnya proyek-proyek bisnis yang ditetapkan, pelaksanaannya
tergantung kemampuan pihak sekolah denqan segala potensi yang dimilikinya. Bagi seorang
wirausaha gagasan, kemauan dan kerja keras adalah modal dan uang adalah salah satu imbalan
yang diperoleh dari usaha mewujudkan gagasan-gagasan itu. Modal pengertiannya bukan sekedar
menyangkut uang, melainkan gagasan itu sendiri, tenaga kerja, prasarana/sarana, dan segala
sumber lingkungan yang dapat mendukung implementasi proyek usaha. Mewirausahakan institusi
pendidikan tidak berangkat dari nol, tetapi juga tidak terlampau mengandalkan modal pinjaman
(meskipun hal ini bisa saja dilakukan).

Umumnya sekolah kita, lebih-Iebih sekolah di daerah terpencil, kondisinya masih


memprihatinkan. Kemampuan dan potensinya amat terbatas. Karena itu penaksiran kemampuan
dan bahkan penearian modal usahanya menjadi lebih bersifat out-sourcing, yakni melihat,
mempelajari dan memanfaatkan sumber-sumber atau potensi yang berada di luar sekolah. Di era
otonomi daerah, pemanfaatan out-sourcing oleh suatu sekolah tidak akan dlsalahkan, melainkan
bentuk perilaku manajemen yang eerdas dan merupakan suatu prestasi. Oleh karena itu pula
potensi setiap sekolah akan menjadi luas; apakah itu menyangkut penyediaan sumberdaya
manusia atau ketenagaan (ahli, teknis, instruktur), lahan atau tempat kegiatan usaha, bahan-bahan,
sumber-sumber, fasilitas/peralatan, biaya atau menyangkut aspek potensi lainnya yang ada di
luar sekolah.

d. Memulai dan Mengelola Suatu Usaha

Mulailah berbisnis dengan sekolah Anda! Setelah diperoleh berbagai pertimbangan -yang
lurus dan mantap atas gagasan, proyek dan modal. yang tersedia, sempurnakanlah segala usaha
yang mendukung, kendalikan resiko yang muncul! Bangun motivasi dan semangat kerja staf Anda
dan tunjukkan bahwa Anda adalah berjiwa entrepreneur! Anda dan semua orang di sekitar Anda
adalah pengubah realitas untuk mewujudkan realitas baru yang lebih menguntungkan!

Setiap usaha menghendaki pengelolaan usaha yang handal. Citra seorang kepala sekolah
yang diharapkan untuk penqelolaan usaha/bisnis ini adalah seorang yang penuh inisiatif, dinamis,
kreatif, inovatif dan produktif. Hendaklah setiap proyek bisnis didukung dengan sistem
perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, motivasi dan kontrol yang baik
Kerjasama yang dibangun pun adalah kerjasama yang luas dan jalinan kemitraan yang kuat.
Secara internal, kepala sekolah dituntut untuk membangun kebersamaan, rasa tanggungjawab,
dan semangat ; kerja (belajar) yang .mendasarkan pada prinsip saling mernbantu dan
melengkapi di antara guru-guru, staf lain dan murid-murid itu sendiri.

Secara eksternal, pihak sekolah membina jalinan dengan semua pihak yang berkepentingan
dan potensial bagi kesuksesan suatu prove bisnis yang dikembangkan sekolah. Sekolah dituntut
mengadakan kontak- kontak bisnis, tukar pengalaman, jalinan kerja usaha dan bagi hasil, dan
saling mengendalikan atau mengevaluasi dengan seseorang, orang tua, tokoh/anggota
masyarakat, para alumni, sekolah-sekolah lain, dinas pendidikan setempat, lembaga
pemerintahan setempat, para pengusaha, para profesional, lembaga atau dunia industri/bisnis,dan
lembaga- lembaga pelayanan sosial/kemasyarakatan lainnya. Kesemua ini penting, karena
memang kesuksesan bisnis sekolah akan sangat tergantung pada kepiawaian kepala sekolah dalam
rnernanfaatkan out-sourcing.

C. Tugas Latihan

Tugas-tugas yang harus dikerjakan melalui pelatihan ini, antara lain mengisi LPK-LPK
yang disediakan. Pemberian skor dan analisis hasilnya dipandu langsung oleh petatar.
LPK-1
Anda Suka M atau W
Petunjuk:
Isikan tanda cek (V) paad kolom-kolom 4, 3, 2, atau 1 yang anda anggap paling sesuai dengan
pengalaman kerja selama ini!
Saya lebih suka 4 3 2 1 Saya lebih suka
Melaksanakan tugas Menghadapi tantangan
sebagaimana aturan yang telah mendorong pelaksanaan tugas
ditetapkan.
Meminimalkan resiko yang Mencari perubahan yang
dipukul dari pelaksanaan tugas diperlukan dari pelaksanaan
tugas
Beranggapan bahwa kekeliruan Beranggapan bahwa kekeliruan
itu tidak perlu terjadi dalam itu sesuatu yang wajar terjadi
berorganisasi daalam organisasi
Hal yang penting adalah Hala yang terpenting adalah
menghindari keliruan itu mennaggug resiko kekelirua
yang terjadi
Kesalahan juga merupakan hal Kesalahan adalah hal yang
yang tidak perlu terjadi di wajar di sekolah
sekolah
Memandang peluang sebagai Membaca berbagai peluang
tambahan pekerjaan untuk memperoleh keuntungan
finansial
Kritik muncul sebagai bentuk Krtitik guru sebagai potensi
ketidakpuasan dlama bekerja untuk mewujudkan kemajuan
bersama
Bekerja didorong oleh kehendak Bekerja didorng oleh
promosi atau imbalan yang bisa kebebsasan dalam memperoleh
diperoleh hasil
Meendelegasikan tugas kepadan Langsung terlibat dengan
staff yang dianggap mampu pelaksanaan tuga sekalipun staf
melaksanakannya bekemampuan melaksanakanya
Melakuakn pengawasan atas Membantu pelaksanaan tugas
pelaksanaan tugas staff staff

LPK-2
Peluang bisnis intitusi sekolah

Petunjuk: rumuskan realitas sekolah, baik untuk kolom tantangan ataupun untuk kolom
gagasan baru secara singkat
Unsur institusi sekolah Realitas sekolah
Tantangan Gagasan baru
masalah/kritikan (peluang bisnis)
Pembelajaran peserta didik
Pengembangan kurikulum
Kompetensi professional guru
Pengembangan sarana/fasilias
pendidikan
Pembiayaan pendidikan
Pengembangan budaya sekolah
Perilaku manajemen
Perhatian dan partisipasi masyarakat
Kondisi alam dan lingkungan sosial
budaya masyarakat

LPK-3
Proyek-proyek bisnis institusi
sekolah

Petunjuk : isilah kolom-kolom yang disediakan untuk gagasan baru, agenda inovasi dan peluang
pasar secara singkat.
Gagsan Agenda inovasi proyek-proyek bisnis
Unsur institusi baru barag/jasa Peluang
sekolah ( peluang produksi distribusi komsumsi pasar
bisnis)
Pembelajaran
peserta didik
Pengembangan
kurikulum
Kompetensi
profesional guru
Pengembangan
saran /prasarana
pendidikan
Pengembangan
budaya sekolah
Perilaku
manajemen
Partisipasi
masyarakat
Kondisi alam dan
lingkungan sosial
budaya
masyarakat

G. Daftar Pustaka

Brown, Carolyn. (2000). Curriculum For Entrepreneurship Education: A Review. Tersedia:


http://www.celcee.edu/Chico, Leon V. (1981). Entrepreneur's Handbook. Penyunting
Wirasasmita, Yuyun. (1994). Buku Pegangan: Kewirausahaan. Bandung: UPT Penerbitan
IKOPIN.
Harianja, Denny B.C. (1999). Birokrasi Nan Pongah»: Belajar Dari Kegagalan Orde Baru.
Yogyakarta: Kanisius.
Lupiyoadi; Rambat; Wacik, Jero. (1998). Wawasan Kewirausahaan: Cara Mudah Menjadi
Wirausaha. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Meredith, Geoffrey G. et al. The Practice Of Entrepreneurs.hip, Terjernahan: Asparsayogi, Andre.
(2000). Kewirausahaan: Teori dan PraktiK. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Osborne, David, Geabler, Ted. (1992). Reinventing Gevernment: How the Entrepreneurial
Spirit is Transforming the Public Sector. Terjemahan Rosyid, Abdul (1999).
Mewirausahakan birokrasi; Mentransformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor
Publik, Jakarta: Pustaka Binaman Press.

Anda mungkin juga menyukai