Anda di halaman 1dari 17

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Sinar-x

Sinar-x adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis

dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi

dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar-x bersifat

heterogen dengan panjang gelombang yang sangat pendek, yaitu hanya

1/10.000 panjang gelombang cahaya yang kelihatan. Karena panjang

gelombang yang pendek itu, maka sinar-x dapat menembus benda-

benda (Rasad, 2018).

2.1.2 Sifat-Sifat Sinar-X

Menurut Rasad (2018), beberapa sifat sinar-x adalah sebagai

berikut :

a. Daya tembus

Sinar-x dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang

sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan

tabung (besarnya kV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya.

Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar

daya tembus sinarnya.

b. Pertebaran

Apabila berkas sinar-x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka

berkas sinar tersebut akan bertebaran ke segala jurusan,

menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan/zat yang


9

dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya gambar radiografi

dan pada film akan tampak pengaburan kelabu secara menyeluruh.

Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini, maka diantara subjek

dengan film rontgen diletakkan grid.

Grid terdiri atas potongan-potongan timah tipis yang letaknya

sejajar, masing-masing dipisahkan oleh bahan tembus sinar.

c. Penyerapan

Sinar-x dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai

dengan berat atom atau kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi

kepadatannya atau berat atomnya makin besar penyerapannya.

d. Efek fotografik

Sinar-x dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida)

setelah diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

e. Pendar fluor (fluoresensi)

Sinar-x menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-

tungstat atau zink-sulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila

bahan tersebut dikenai radiasi sinar-x. Luminisensi ada 2 jenis yaitu:

1. Fluoresensi, yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi

sinar-x saja.

2. Fosforisensi, pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa

saat walaupun radiasi sinar-x sudah dimatikan (after-glow).

f. Ionisasi

Efek primer dari sinar-x apabila mengenai suatu bahan atau zat

dapat menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut.


10

g. Efek biologi

Sinar-x akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada

jaringan. Efek biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan

radioterapi.

2.1.3 Efek Kesehatan Radiasi

Menurut Hiswara 2015, interaksi radiasi pengion dengan tubuh

manusia akan mengakibatkan terjadinya efek kesehatan. Efek

kesehatan ini, yang dimulai dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat

molekuler, akan berkembang menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan

gejala, dan juga waktu kemunculannya, sangat bergantung pada jumlah

dosis radiasi yang diserap dan laju penerimaannya. Efek kesehatan

radiasi memiliki 2 jenis yaitu efek stokastik dan efek deterministik.

a. Efek stokastik

Efek stokastik tidak mengenal dosis ambang. Serendah apa pun

dosis radiasi yang diterima, selalu ada peluang untuk terjadinya

perubahan pada sistem biologik baik pada tingkat molekuler maupun

seluler. Dalam hal ini yang terjadi bukan kematian sel namun

perubahan sel dengan fungsi yang berbeda. Bila sel yang mengalami

perubahan adalah sel somatik, maka sel tersebut dalam jangka waktu

yang lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan toksik lainnya,

akan tumbuh dan berkembang menjadi kanker.


Peluang terjadinya efek

Dosis radiasi

Gambar 2.1 Efek Stokastik Radiasi (Hiswara, 2015)


11

b. Efek deterministik (non stokastik)

Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis

ambang (threshold dose) dan umunya timbul dengan waktu tunda

yang relatif singkat dibandingkan dengan efek stokastik. Keparahan

efek ini akan meningkat bila dosis yang diterima semakin besar.

Keparahan efek

Dosis
Ambang

Dosis

Gambar 2.2 Efek Deterministik Radiasi (Hiswara, 2015)

Beberapa efek deterministik lainnya yang dapat muncul akibat

paparan radiasi dosis tinggi pada manusia yaitu :

1. Kulit

Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis.

Tabel 2.1 Beberapa jenis efek radiasi yang dijumpai pada kulit

Rentang
No Efek Radiasi Waktu
Dosis (Gy)

1. Kemerahan (eritem) 2-3 6-24 jam


Kerontokan (epilasi) dan
3-6
2. pengelupasan kulit (deskuamasi 3-8
minggu
kering)
Pelepuhan (blister) dan bernanah 4-6
3. 12-20
(deskuamasi basah) minggu
10
4. Kematian jaringan (nekrosis) >20
minggu
(Hiswara, 2015)

2. Mata

Lensa mata merupakan bagian mata yang sangat sensitif terhadap

radiasi. Terjadinya kekeruhan (katarak) atau hilangnya sifat

transparansi lensa mata sudah mulai terdeteksi setelah pajanan


12

radiasi rendah sekitar 0,5 Gy, bersifat kumulatif dan dapat

berkembang hingg terjadi kekabutan.

3. Paru

Paru adalah organ yang relatif sensitif terhadap pajanan radiasi

eksternal maupun internal. Kerusakan sel yang mengakibatkan

terjadinya peradangan paru akut biasanya terjadi pada dosis 5-15

Gy. Dosis ambang tunggal 6-7 Gy dianggap sebagai dosis

ambang terjadinya pneumonitis akut.

4. Organ Reproduksi

Efek deterministik pada gonad atau organ reproduksi adalah

terjadinya kemandulan. Dosis Radiasi sebesar 0,15 Gy merupakan

dosis ambang kemandulan sementara karena sudah

mengakibatkan penurunan jumlah sel sperma selama beberapa

minggu. Dosis ambang kemandulan tetap diperkirakan sekitar 3,5-

6 Gy.

5. Tiroid

Tiroid atau kelenjar gondok merupakan organ yang berfungsi

mengatur proses metabolisme tubuh melalui hormon tiroksin yang

dihasilkannya. Dosis ambang untuk tiroid akut sekitar 200 Gy.

6. Janin

Efek deterministik pada janin sangat bergantung pada usia

kehamilan saat janin menerima pajaran radiasi. Pada usia

kehamilan 0-2 minggu, dosis radiasi sekitar 0,05 Gy akan

menyebabkan kematian. Dosis radiasi yang sama diterima pada

usia kehamilan 2-7 minggu akan menimbulkan malformasi organ


13

tubuh. Sedang pada usia kehamilan 8-25 minggu akan terjadi

retardasi mental jika janin menerima dosis sekitar 0,1-0,6 Gy.

2.1.4 Proteksi Radiasi

a. Definisi Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Menurut Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011,

proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Sedangkan

keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari

bahaya radiasi.

b. Prinsip Proteksi Radiasi

Untuk mencapai tujuan proteksi dan keselamatan dalam

pemanfaatan diperlukan prinsip utama proteksi radiasi. Prinsip

proteksi radiasi ini terdiri atas pembenaran (justifikasi), optimisasi

proteksi, dan pembatasan dosis (Hiswara, 2015).

1. Pembenaran (justifikasi)

Suatu pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika

menghasilkan keuntungan bagi satu atau banyak individu dan bagi

masyarakat terpapar untuk mengimbangi kerusakan radiasi yang

ditimbulkannya. Kemungkinan dan besar paparan yang

diperkirakan timbul dari suatu pemanfaatan harus diperhitungkan

dalam proses pembenaran. Paparan medik, sementara itu, harus

mendapat pembenaran dengan menimbang keuntungan

diagnostik dan terapi yang diharapkan terhadap kerusakan radiasi


14

yang mungkin ditimbulkan. Keuntungan dan risiko dari teknik lain

yang tidak melibatkan paparan medik juga perlu diperhitungkan.

2. Optimisasi

Dalam kaitan dengan paparan dari suatu sumber tertentu

dalam pemanfaatan, proteksi dan keselamatan harus

dioptimisasikan agar besar dosis individu, jumlah orang terpapar,

dan kemungkinan terjadinya pajanan ditekan serendah mungkin

(ALARA, As Low As Reasonably Achievable), dengan

memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial, dan dengan

pembatasan bahwa dosis yang diterima sumber memenuhi

penghambat dosis.

3. Pembatasan dosis (Limitasi)

Jika prosedur pembenaran dan optimisasi telah dilakukan

dengan benar, sebenamya nilai batas dosis hampir tidak perlu

diberlakukan. Namun, nilai batas ini dapat memberikan batasan

yang jelas untuk prosedur yang lebih subyektif ini dan juga

mencegah kerugian individu yang berlebihan, yang dapat timbul

akibat kombinasi pemanfaatan. Nilai batas dosis (NBD) adalah

dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh pekerja

radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu

tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat

pemanfaatan tenaga nuklir.

c. Proteksi Radiasi terhadap dokter pemeriksa dan petugas radiologi

(Rasad, 2018)

1. Hindari penyinaran bagian-bagian tubuh yang tidak terlindungi.


15

2. Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung, yang

berlapis Pb dengan tebal maksimum 0,5 mm Pb.

3. Hindari melakukan sinar tembus, usahakan melakukan radiografi.

4. Hindari pemakaian sinar tembus tulang-tulang kepala (head

fluoroscopy).

5. Akomodasi mata sebelum melakukan pemeriksaan sinar tembus

paling sedikit selama 20 menit.

6. Gunakan alat-alat pengukur sinar roentgen.

7. Pemeriksaan pesawat sebelum dipakai, misalnya :

a) Perlindungan terhadap bahaya elektrik.

b) Adanya kebocoran pada tabung pesawat.

c) Voltage yang aman dan lamanya.

8. Pemeriksaan rutin terhadap kemungkinan bocor/rusaknya

perlengkapan-perlengkapan perlindungan berlapis Pb.

d. Perisai

Perisai ini dibuat dari timbal atau beton, ada 2 jenis perisai

(Rasad, 2018) :

1. Perisai primer, memberi proteksi terhadap radiasi primer (berkas

sinar guna). Tempat tabung sinar-x dan kaca timbal pada tabir

fluoroskopi merupakan perisai primer.

2. Perisai sekunder, memberi proteksi terhadap radiasi sekunder

(sinar bocor dan hambur). Tabir sarat timbal pada tabir fluoroskopi,

pakaian proteksi, kursi fluoroskopi dan perisai yang dapat

dipindah-pindahkan, merupakan perisai sekunder.


16

2.1.5 Standar Ruangan Radiologi

Berdasarkan PERKA BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang

keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi

diagnostik dan intervensional, fasilitas yang menggunakan pesawat

sinar-x minimal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruangan paling kurang

terletak pada ketinggian 2 m dari lantai;

b. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-x terbuat dari bata

merah ketebalan 25 cm atau beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm 3

dengan ketebalan 20 cm atau setara dengan 2 mm Pb, dan pintu

ruangan pesawat sinar-x harus dilapisi dengan Pb dengan ketebalan

tertentu;

c. Kamar gelap atau alat pengolahan film;

d. Ruang tunggu pasien;

e. Ruang ganti pakaian; dan

f. Tanda radiasi, poster peringatan bahaya radiasi, dan lampu merah

g. Ukuran ruangan pesawat sinar-x dan mobile station harus sesuai

dengan spesifikasi teknik pesawat sinar-x dari pabrik atau

rekomendasi standar internasional atau memiliki ukuran berikut :


17

Tabel 2.2 Ukuran Ruangan Pesawat Sinar-X


No Jenis Pesawat Sinar-X Ukuran Minimum Ruangan
a. Terpasang tetap,
b. Mobile dalam ruangan, tidak termasuk
instalasi gawat darurat dan instalasi
1. perawatan intensif, 4m x 3m x 2,8m
c. Tomografi,
d. Pengukuran densitas tulang,
e. C-Arm untuk Brakhiterapi.
2. Mamografi 3m x 3m x 2,8m
a. Intraoral Konvensional
3. 2m x 2m x 2,8m
b. Intraoral Digital
a. Ekstraoral Konvensional
4. 3m x 2m x 2,8m
b. Ekstraoral Digital
5. CBCT-Scan 3m x 3m x 2,8m
a. Fluoroskopi
b. Penunjang ESWL
c. CT-Scan
d. CT-Scan Fluoroskopi
6. a. C-Arm/U-Arm Angiografi 6m x 4m x 2,8m
b. CT-Scan Angiografi
c. Simulator
d. CT-Scan untuk Simulator
e. CT-Scan Simulator

2.1.6 Besaran dan Satuan Dosis

Menurut Indrati dkk (2017), besaran dosis radiasi meliputi :

a. Paparan berlaku untuk radiasi sinar-x dan gamma pada medium

udara.

Satuannya : Rontgen.

b. Laju paparan : besaran paparan/ekposure dalam satuan waktu.

Misal : R/jam, R/menit.

c. Dosis serap merupakan besaran yang lebih umum berlaku untuk

semua jenis radiasi dan semua jenis medium. Dosis serap hanya

bergantung kepada energi rata-rata yang diserap oleh bahan per

satuan massa bahan tersebut.

Satuannya : rad atau Gy dengan Gy = 100 rad.


18

d. Laju dosis serap merupakan besarnya dosis derap pada satuan

waktu tertentu.

Satuan : rad/menit atau Gy/menit.

e. Dosis ekuivalen harus memperhitungkan efek radiasi sebagai akibat

dari jenis radiasi yang berbeda, yaitu dengan memasukkan faktor

bobot radiasi WR.

Satuan : Rem artinya Rontgen Ekuivalen Man atau Sievert (Sv) 1 Sv

= 100 rem.

f. Laju dosis ekuivalen merupakan besar dosis ekuivalen per satua

waktu. Satuannya : rem/menit, Sv/menit.

g. Dosis efektif, selain memasukkan faktor bobot radiasi juga

memperhitungkan faktor bobot organ/jaringan WT, yaitu tingkat

kepekaan organ/jaringan terhadap efek stokastik.

Satuan : Sievert (Sv).

h. Laju dosis efektif merupakan besaran dosis efektif persatuan waktu.

Satuan : Sv/jam, Sv/menit.

2.1.7 Ruang/Desain Struktural Ruang Radiologi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1014/MENKES/SK/XI/2008, persyaratan ruangan/desain struktural

ruang pemeriksaan radiologi meliputi :

a. Ketebalan dinding

Bata merah dengan ketebalan 25 cm (dua puluh lima sentimeter)

dan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 (dua koma dua gram per sentimeter

kubik), atau beton dengan ketebalan 20 cm (dua puluh sentimeter)

atau setara dengan 2 mm (dua milimeter) timah hitam (Pb), sehingga


19

tingkat radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar-x tidak melampaui

nilai batas dosis 1 mSv/tahun (satu milisievert per tahun).

b. Pintu dan ventilasi

1. Pintu ruangan pesawat sinar-x dilapisi dengan timah hitam dengan

ketebalan 2 mm Pb sehingga tingkat radiasi di sekitar ruangan

pesawat sinar-x tidak melampaui nilai batas dosis 1 mSv/tahun

(satu milisievert per tahun).

2. Ventilasi setinggi 2 (dua) meter dari lantai sebelah luar agar orang

di luar tidak terkena paparan radiasi.

3. Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu merah

yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda

sedang dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya

radiasi).

c. Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai dengan

kebutuhan.

d. Pada tiap-tiap sambungan Pb, dibuat tumpang tindih/overlapping.

e. Ruang ganti pakaian

Ruang ganti pakaian digunakan untuk menyimpan baju

pemeriksaan dan mengganti baju pasien

1. Ada disetiap ruang pemeriksaan.

2. Luas disesuaikan dengan kebutuhan, minimal 1m (p) x 1,5m (l) x

2,7m (t) dilengkapi dengan lemari baju/loker.

2.1.8 Surveymeter

Menurut Indrati dkk (2017), surveymeter adalah alat ukur radiasi

yang dapat menampilkan hasil pengukuran secara langsung pada saat


20

dikenai radiasi. Berfungsi untuk mengukur laju paparan radiasi secara

langsung ditempat kerja sehingga pekerja yang mempergunakan alat ini

dapat memperkirakan dosis yang akan diterimanya bila bekerja ditempat

tersebut dalam waktu tertentu. Sehingga dapat diperkirakan resiko

bahaya serta langkah-langkah yang dapatr diambil untuk mengurangi

resiko tersebut.

Gambar 2.3 Alat Ukur Surveymeter (Indrati dkk, 2017)

Tiga langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum

menggunakan surveymeter adalah :

a. Memeriksa baterai

Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi

detektor. Bila tegangan tinggi detektor tidak sesuai dengan yang

dibutuhkan, maka detektor tidak peka atau tidak sensitif terhadap

radiasi yang mengenainya, akibatnya surveymeter akan

menunjukkan nilai yang salah.

b. Memeriksa sertifikat kalibrasi

Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor

kalibrasi alat dan memeriksa tanggal validitas sertifikat. Faktor

kalibrasi merupakan suatu parameter yang membandingkan nilai

yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis sebenarnya.


21

Bila sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka

surveymeter tersebut harus dikalibrasi ulang sebelum dapat

digunakan lagi.

c. Mempelajari pengoperasian dan pembacaan

Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan

surveymeter “baru”. Setiap surveymeter mempunyai tombol-tombol

dan saklar-saklar yang berbeda-beda, biasanya terdapat beberapa

faktor pengalian misalnya x1; x10; x100 dan sebagainya. Sedang

display-nya juga berbeda-beda ada yang berskala rontgen/jam;

rad/jam; Sievert/jam atau mSievert/jam atau bahkan masih dalam

cpm (counts per minute).

Jika tegangan yang diberikan terlalu rendah, maka beberapa

elektron dan ion (+) akan begabung kembali (recombine) sebelum

mencapai elektroda sehingga ion kembali menjadi molekul tak

bermuatan. Dengan potensial tertentu maka akan terdeteksi arus

dengan penyimpangnya jarum ampermeter. Arus yang terdeteksi

bisanya sangat kecil, sekitar beberapa microampere, namun masih

dapat terdeteksi.

Cara Penggunaan Surveymeter

2.1.9 Nilai Batas Dosis

Nilai batas dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh

bapeten yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota

masyarakat tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti

akibat pemanfaatan nuklir (Perka Bapeten no 8 Tahun 2011).


22

Tabel 2.3 Nilai Batas Dosis


Aplikasi Pekerja Radiasi Masyarakat Umun
20 mSv per tahun, dirata-
ratakan selama 5 tahun
1. Dosis Efektif berturut-turut, sebesar 50 1 mSv per tahun
mSv dalam 1 tahun
tertentu.
2. Dosis ekivalen
15 mSv dalam 1
tahunan 150 mSv dalam 1 tahun
tahun
Lensa mata
3. Dosis ekivalen 50 mSv dalam 1
500 mSv dalam 1 tahun
tahunan Kulit tahun
4. Dosis ekivalen
tahunan
500 mSv dalam 1 tahun -
Tangan dan
Kaki

2.1.10 Teknik Pengukuran Laju Paparan

Cara pengukuran radiasi laju paparan ruangan (Indrati, 2017) :

a. Catat data pesawat sinar-x meliputi : Merk pesawat, Tipe Tabung dan

No.Seri Tabung (Tabung Bagian Dalam/Insert Tube, bukan Wadah

Tabung/Tube Housing), filter bawaan dan Filter tambahan.

b. Catat data ruangan tempat pesawat sinar-x meliputi ukuran ruangan,

dinding, ruang operator, pintu, tanda radiasi.

c. Siapkan surveymeter untuk mengukur laju paparan radiasi.

d. Sebelum melakukan penyinaran gunakan apron.

e. Lakukan penyinaran untuk kondisi penyinaran tertentu, misalnya

toraks atau BNO dan catat tegangan (kV), arus (mA) dan waktu (s)

paparan.

f. Posisikan switch pada surveymeter diawali dengan skala yang lebih

besar untuk pengukuran laju dosis radiasi, bila tidak terbaca ulangi

dengan sekala lebih kecil hingga skala penunjuk terbaca saat

pengukuran dilakukan (posisi switch yang benar adalah pada


23

kedudukan switch dengan satuan mGray/jam atau mRad/ jam, Ingat :

dosis persatuan waktu).

g. Kondisi ruang penyinaran tertutup, lakukan pengukuran laju paparan

radiasi di beberapa tempat atau titik tertentu, misalnya tempat

operator, balik pintu, ruang tunggu, kamar gelap dan ruang sekitar

(sesuai dengan lembar data pengukuran).


24

2.2 Kerangka Teori

Sinar-X

Efek Kesehatan Radiasi

Proteksi
Radiasi

Standar Nilai Batas


Ruang Dosis

Ruang/Desain Struktural
≤1 ≥1
Ruang Radiologi mSv/tahun mSv/tahun

Aman Tidak

Gambar 2.4 Kerangka Teori (Indrati dkk, 2017)

Anda mungkin juga menyukai