Judul Novel : 5 cm
Penulis : Donny Dhirgantoro
Penerbit : PT. Grasindo
Tahun Terbit : 2007
Tebal : 381 halaman
SINOPSIS
Buku 5 cm ini menceritakan tentang persahabatan lima orang anak muda yang menjalin persahabatan
selama tujuh tahun, mereka diantaranya bernama Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Mereka adalah
sahabat yang kompak, memiliki obsesi dan impian masing- masing, mereka selalu pergi bersama dan
ketemu setiap saat. Karena bosan bertemu setiap hari, akhirnya mereka memutuskan untuk tidak saling
berkomunikasi selama tiga bulan.
Selama tiga bulan berpisah itulah terjadi banyak hal yang membuat hati mereka lebih kaya dari
sebelumnya. Arial yang jatuh cinta sama temen fitnessnya, Riani yang sukses di tempat kerjanya, Ian
yang akhirnya berhasil menyelesaikan skripsinya, Genta yang sukses sebagai EO sebuah pameran dan
Zafran yang semakin tergila-gila sama Arinda, adik kandung Arial. Pertemuan setelah tiga bulan yang
penuh dengan rasa kangen akhirnya terjadi dan dirayakan dengan sebuah perjalanan ‘reuni’ mereka
dengan mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, “Mahameru”. Dan dalam perjalanan inilah mereka
menemukan arti persahabatan yang sesungguhnya.
KELEBIHAN NOVEL
Dalam novel ini, terdapat kata-kata yang membuat kita terinspirasi untuk semangat menjalani kehidupan.
Ditambah lagi penggunaan bahasa yang mudah dimengerti dan penempatan setting waktu dan tempat
yang sangat detail.
KEKURANGAN NOVEL
Pada saat akhir cerita, keadaannya sangat begitu memaksakan, dengan pembentukan keluarga antar
sahabat ditambah lagi dengan keturunan-keturunan mereka yang mempunyai sifat dan karakteristik yang
sama dari para orangtuanya.
Contoh Resensi Film
I. IDENTITAS FILM
Judul Film : My Stupid Boss
Sutradara : Upi Avianto
Produser : Frederica
Penulis Naskah : Upi Avianto
Pemain : Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari, Bront Palarae, Alex Abbad, Atikah
Suhaime, Iskandar Zulkarnaen, Kinwah Chew,
Genre : Drama Komedi
Studio : Falcon Pictures
I. SINOPSIS FILM
Film berjudul My Stupied Boss hasil garapan sutradara Upi Avianto ini mengisahkan
tentang seorang karyawan wanita bernama Diana (Bunga Citra Lestari). Diana baru
saja pindah ke Malaysia karena urusan pekerjaan suaminya yang bernama Dika
(Alex Abbad). Karena tidak betah menganggur di rumah, Diana memutuskan untuk
mencari pekerjaan di Malaysia. Dika merekomendasikan istrinya tersebut untuk
bekerja di sebuah perusahaan milik sahabat lamanya. Keesokan harinya Diana pun
pergi menuju kantor perusahaan milik sahabat suaminya tersebut untuk
kepentingan melamar pekerjaan.
Diana merasa sedikit tenang karena mengetahui bahwa boss di perusahaan yang
akan ia datangi adalah orang Indonesia sama dengan dirinya. Persamaan tempat
asal di negeri orang secara psikologi akan menjadikan sebuah hubungan menjadi
seperti saudara jauh. Maka dari itu, Ia berpikir bahwa pekerjaannya di perusahaan
tersebut tidak akan menemui kendala yang berarti. Akan tetapi semua asumsi yang
Diana pikirkan sebelumnya salah besar. Pemilik perusahaan yang menyebut dirinya
Bossman ini memiliki karakter dan perilaku yang aneh. Ia selalu banyak bicara,
penuh curiga, merasa selalu benar sendiri, pelit, dan segala tingkah laku aneh
lainnya. Bahkan ketika pertama kali Diana menemui bossman, ia disangka seorang
anggota yayasan yang ingin meminta sumbangan. Namun setelah beberapa saat
mengalami keanehan-keanehan yang ditimbulkan oleh bossman, akhirnya Diana
diterima bekerja di perusahaan milik sahabat suaminya tersebut sebagai kerani
(kepala administrasi).
Keanehan demi keanehan yang ada pada bossman tidak berhenti sampai di situ
saja. Suatu ketika bossman menelfon Diana pada pukul 02.00 wib dini hari hanya
untuk sekedar mengingatkan agar rapat bisa dijadwalkan pada pukul 09.00 wib.
Bossman juga mengingatkan agar rapat jangan sampai tertunda dan jangan sampai
ada karyawan yang terlambat. Padahal seluruh karyawan termasuk Diana datang
ke kantor setiap harinya pada pukul 08.00 wib. Masih sangat mungkin bagi
bossman untuk mengingatkan Diana pada saat jam masuk kantor, tanpa harus
mengganggu dirinya dengan menelfon sepagi itu. Keanehan demi keanehan terus
terjadi sampai membuat Diana merasa sangat kesal pada atasannya itu. Tak hanya
Diana saja yang dibuat kesal oleh bossman, seluruh karyawan termasuk para buruh
di perusahaan tersebut memiliki masalah pribadi dengannya.
Suatu ketika Diana memutuskan untuk membalas dendam atas perlakukan
semena-mena yang telah dilakukan oleh bossman terhadap dirinya. Satu per satu
hal yang pernah diperbuat oleh bossman terhadapnya, ia coba untuk membalasnya.
Termasuk menelfon pada saat pukul 02.00 wib. Diana menelfon bossman ketika ia
dan karyawan lainnya berada di kantor pada saat jam kerja. Sementara bossman
yang saat itu berada di New York sedang tertidur pulas. Diana menelfon bossman di
waktu tidurnya dengan alasan urusan pekerjaan yang sangat penting. Pembalasan
demi pembalasan telah dilakukan oleh Diana terhadap bossman. Hingga akhirnya
bossman merasa bahwa Diana telah bersikap sentimen terhadapnya.
Meskipun begitu, keanehan yang ditimbulkan oleh bossman terhadap Diana dan
karyawan lain masih tetap berlanjut. Hingga akhirnya terjadi sebuah insiden yang
membuat Diana benar-benar tidak terima. Bossman menuduh Diana telah
menggelapkan uang perusahaan. Perilaku bossman yang lebih sering berbicara
sebelum dipikirkan terlebih dahulu memang sudah menjadi tabiatnya. Namun kali
ini Diana tidak bisa mentolerir apa yang dilakukan bossman terhadapnya. Diana
marah besar kepada atasannya tersebut dan mengancam akan membawa perkara
ini ke polisi. Bossman yang ketakuan dengan sigap meminta maaf pada Diana. Akan
tetapi Diana tak memperdulikan permintaan maaf atasannya tersebut yang
menurutnya sudah sangat keterlaluan.
Bossman menyesal atas apa yang telah ia perbuat terhadap Diana. Berbagai
macam cara dilakukannya agar Diana mau memaafkan dirinya dan bersedia
kembali bekerja di perusahaannya. Akan tetapi Diana telah memutuskan untuk
berhenti bekerja di perusahaan milik sahabat suaminya tersebut. Ketika hendak
mengajukan pengunduran diri, tiba-tiba bossman mengajaknya ke sebuah panti
asuhan. Bossman berniat untuk merenovasi gedung panti asuhan tersebut dengan
bantuan yang terbilang cukup besar. Di sinilah Diana merasa telah melihat sisi baik
dari atasannya itu. Dengan pertimbangan ini, akhirnya Diana membatalkan niatnya
untuk berhenti bekerja dari perusahaan. Berbagai hal terjadi antara hubungan boss
dan karyawan itu dan terus berlanjut dengan ending yang baik.
IV. SARAN
Film ini sangat baik untuk ditonton untuk semua kalangan baik tua maupun muda.
Terlebih bagi pada pekerja karyawan dan atasan di lembaga atau perusahaan
tertentu. Terdapat banyak adegan dalam film yang dapat menjadi panutan bagi
seorang karyawan dengan contoh yang ada pada tokoh Diana. Sebaliknya sifat-sifat
yang mestinya dihindari oleh seorang atasan ada pada kepribadian serta karakter
yang ada pada tokoh bossman.
Contoh Resensi Pertunjukan
I. Data Pementasan:
Dalam teater yang berjudul POTRET yang dipentaskan oleh mahasiswa FKIP Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2007 ini
mengisahkan tentang kehidupan di perkampungan kumuh yang mana masyarakatnya
tidak mempunyai semangat untuk bekerja keras membanting tulang. Keseharian
masyarakat tersebut hanya melalukan perjudian yang menggantungkan nasib dari
kemujuran judi Cap Ji Kia.
Kisah ini terfokus pada kisah keluarga yang berantakan antara Pak Bei dan Bu Bei
yang sering bertengkar. Konflik tersebut muncul karena Pak Bei yang suka
menghabiskan uang hanya untuk bermain Cap Ji Kia. Sedangkan sebagian
perempuan hanya menghabiskan waktunya dengan aktivitas saling mencari kutu
(petan). Pak Bei merupakan sosok pria yang mudah marah, tempramen dan sering
berbicara kasar, tidak hanya dengan istrinya tetapi juga dengan tetangga yang ikut
campur urusan keluarganya. Sedangkan Bu Bei merupakan istri yang selalu
mempedulikan nasib anaknya agar menjadi anak yang pintar dan tida lupa
sembahyang, sabar, dan selalu menasihati kepada suamunya. Tak pelak, hal itu
sering mengakibatkan percekcokan di dalam rumah tangga. Kemarahan dalam
rumah tangga tersebut sering membuat berisik para tetangga karena suaranya yang
keras dan tidak mempunyai malu bila didengar para tetangga.
Ketika itu Pak Bei datang sembari mengelus-elus kepala ayam yang sering
dipeliharanya. Di samping rumahnya terlihat Gino dan Gundhul yang sedang asik
bermain cap jikia dan Yu Sri dan Yati yang saling mencari kutu kepala. Melihat itu,
Pak Bei meneruskan bermain seket, mengotak-atik nomor yang sekiranya nanti
keluar dalam jap jikia. Tidak lama, terdengar suara Mbah Dul yang sedang mencari
cucunya. Ketika Mbah Dul bertanya kepada Pak Bei mengenai anaknya, Pak Bei
menjawabnya dengan jawaban yang tidak mengenakkan. Masalah itu bertambah
panjang ketika keduanya saling berdebat dan tidak hanya membicarakan masalah
Mbah Dul, tetapi sampai masalah anjing yang dibawa-bawa, masalah cap jikia,
sampai masalah ibadah dan surga.
Pertengaran semakin memuncak ketika Bu Bei berusaha menasihati Pak Bei yang
hari-hari selalu bermain “sonji”. Hal tersebut membuat hati Pak Bei terasa panas.
Mendengar suara Mbah Dul yang tiba-tiba menyahut dari dalam membuat tambah
terbakar hati Pak Bei. Suasana kemarahan tersebut tergambar dalam cuplikan dialog
antara Pak Bei dan Mbah Dul seperti berikut.
“Wis, wis. Wong yen ra mudheng agomo, isine mung ngeyel. Koyo ngono kok ngaku-
aku santri, anak kyayi! Ojo ngino karo agomo, kowe bakal dhadi intipe neroko!”
“Suwargo, neroko kuwi urusane sok mben, Mbah. Sing penting saiki niki nggih
dhuwit. Mung dhuwit, Mbah.”
“Dhuwit lan bondho, kuwi mung titipan, ora langgeng. Opo kowe ning kubur arep
sangu dhuwit lan bondho!”
“Pokoke sing penting saiki, sing kuwoso saiki, kuwi mung dhuwit, dhuwit. Ndhuwe
dhuwit akeh, arep ngopo-ngopo ki sarwo gampang. Bedho yen ra dhuwe dhuwit, sak
enggon-enggon mung dhi anggep remeh. Wong ndhuwe dhuwit kuwi mulyo. Kuwoso.
Sak uni-unine payu. Abang iso dhadi ireng. Ireng iso dhadi pitih. Kuwi wong sing
dhuwe dhuwit. Bedho yen ora dhuwe dhuwit. Pol-pole mung dhadi pesakitan. Dhadi
gedhibal.
“O…dhelalah wong ki yen ra dhuwe iman. Dikandani malak khutbah. Titenono, kowe
arep nemoni opo ! Ciloko saklawase kowe !”
“Ciloko yo ben, iki urusanku dhewe. Kowe ra sah melu-melu. Urusen awakmu dhewe.
Wong tuwo ra pantes diajeni. Ora nggolek dhalan padhang, malah nggawe perkoro.
Kok koyo wis tau ngerti suwargo, neroko. Titik wae yo dhurung, kok kakehan
cangkem.”
Selang berlalu, Mas Pon, tambang cap jikia, datang menghampiri Pak
Bei yang memberitahu bahwa Pak Bei kalah lagi dalam judi. Keberadaan Mas Pon
membuat sangat marah Bu Bei karena menghasut Pak Bei agar menjual ayam satu-
satunya itu dan uangnya untuk memasang cap jikia. Kemarahan Bu Bei tak
terbendung lagi ketika Pak Bei dihampiri Si Mindring yang ingin menagih hutang
kepada Pak Bei karena hutang-hutangnya yang tidak sengaja diketahui istrinya.
Ternyata Pak Bei selain mempergunakan uang yang seharusnya untuk menafkahi
keluarga tetapi digunakan untuk bermain judi cap jikia, ternyata tanpa
sepengetahuan Bu Bei, Pak Bei juga berusaha meminjam dan hutang di luar-luar.
Sayangnya, kemenagan pun tak kunjung didapatkan. Yang didapat hanya luapan
kemarahan sang istri dan depresi yang semakin menjadi-jadi karena ingin dilaporkan
kepada polisi andai hutangnya tidak segera dilunasi. Sang istri pun semakin marah
dan meninggalkannya. Ending tersebut diakhiri dengan menggantungnya Pak Bei
yang menjadi penutup dari cerita terebut.
a. Aspek bentuk:
Dilihat dari aspek bentuk, menurut saya pementasan Teater ini cukup baik, dengan
melibatkan pemain yang jumlahnya lumayan banyak. Sangat baik karena
penggambaran suatu kehidupan masyarakat dan rumah tangga ditampilkan dengan
begitu hidup dan nyata sesuai dengan karakteristik dari cerita yang diangkat. Selain
itu, waktu persiapan untuk pementaan drama ini cukup lama sehingga persiapan
semakin matang. Setting di perkampungan kumuh sangat mencerminkan masyarakat
kelas bawah. Ditambah bahasa yang dipakai bahasa jawa asli, membuat pementasan
semakin hidup dan mudah dipahami, mudah mengena di hati.
b. Aspek isi:
Dilihat dari aspek isi, Teater ini sangat sesuai dengan realitas kehidupan manusia.
Teater ini mampu mengkat salah satu bentuk kehidupan yang nyata terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Pemain mampu memerankan sesuai dengan perannya secara
ekspresif.
Di samping itu, dalam Teater ini mengandung pesan moral yang ingin disampaikan
kepada penonton bahwa kesuksesan tidak bisa ditempuh dengan jalan pintas yang
instan, tetapi membutuhkan kerja keras. Selain itu, pementasan ini berusaha
menyadarkan bahwa judi hanya akan membawa kemiskinan dan tidak akan
membawa kekayaan.
c. Kelebihan:
Teater ini sangat menarik. Teater yang diperankan oleh beberapa orang ini bisa
dikatakan sukses dan menampilkan yang terbaik. Dari segi keaktoran, hampir
sebagian besar pemeran memerankandengan menerapkan teknik keaktoran, terlihat
dari ekspresi, gesture, vokal, dan artikulasi yang baik dalam berdialog. Setiap
pemain mampu memerankan dan menghayati sesuai dengan perannya. Waktu
pementasan juga tidak terlalu lama. Selain dari itu, dalam setiap adegan selalu ada
kejuta-kejutan yang tidak terduga. Sehingga penonton penasaran adegan dengan
adegan berikutnya.
Pementasan Teater ini sangat banyak banyak manfaatnya, Loren E. Tayilor via P.
Hariyanto mengemukakan manfat mempelajari drama adalah memperluas wawasan
budaya, membantu pembentukkan suara, mengembangkan keserasian gerakan,
mengembangkan apresiasi terhadap keindahan, mengembangkan kesedapan sikap,
mengembangkan daya imajinasi, menyediakan rekreasi sehat, mengembangkan
apresiasi sastra, mengembngkan ekspresi diri, mengembangkan sikap kerja sama,
mengembngkan rasa percaya diri, mengembangkan rasa tanggung jawab,
mengemnagkan kontol pribadi, dan memperkuat daya ingatan.
d. Kekurangan
Suatu pementasan pasti ada kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Teater
yang dipentaskan oleh angkatan ini. Salah satu kekurangan dalam pementasan
teater ini, penonton kurang nyaman ketika pergantian setting. Menurut saya
pergantian setting terlalu lama, sehingga penonton merasa jenuh. Selain itu, waktu
black out panggung masih terlihat samar-samar, jadi ketika perekap mengganti
properti masih terlihat oleh penonton.
Selain itu, para tokoh yang memerankan sesosok pria sebagian diperankan oleh
perempuan. Hal tersebut dikarenakan jumlah pemain laki-laki tidak mencukupi untuk
menjalankan pementasan tersebut sehingga terpaksa beberapa perempuan di make
up layaknya seperti laki-laki.
e. Kesatuan
Dari kesatuan, Teater ini telah memiliki unsur kesatuan. Hal ini dapat dilihat dari
setting yang sesuai dengan apa yang diceritakan. Kesatuan tersebut juga tidak
terlepas dari bentuk drama yang berbentuk drama satu babak. Selain itu, adegan
demi adegan berjalan mengalir yang menjadi satu kesatuan. Klimaks terlihat jelas di
akhir pementasan dan itu direspon dengan baik oleh penonton.
f. Keseluruhan
Secara keseluruhan Teater bagus. Semua pemain bermain dengan ekspresif sesuai
dengan perannya, setting juga sesuai, berani menampilakan salah satu sisi
kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat dalam hal ini masyarakat kota besar.
g. Keragaman
Dilihat dari keberagaman, Teater ini cukup beragam khususnya dalam menampilakan
watak dan karakter setiap tokoh. Dengan jumlah pemain yang bisa dikatakan cukup
banyak, Teater ini mampu memerankan kondisi yang beragam. Hal tersebut
tergambar pada tokoh Pak Bei yang mempunyai karakter tempramen, Bu Bei yang
perhatian dan suka menasihati, Mbah Dul yang sering mengurusi masalah orang lain
demi kebaikan, Mas Pon yang menjadi tambang cap jikia yang membujuk dan
mempengaruhi, masyarakat-samysarakat sekitar yang juga sering bermain cap jikia,
para wanita yang kerjaannya mencari kutu kepala untuk menghabiskan waktu,
sampai kepada tokoh dan karakter orang gila.
h. Intensitas
Dilihat dari segi intensitas, Teater ini sangat sesuai dengan keadaan di jaman
modern, khususnya di perkampungan. Pesan moral yang disampaikan cukup sesuai
dengan apa yang terjadi dalam kehidupan nyata.
VI. Penutup
1. Kesimpulan
Dari pementasan Teater angkatan 2007 dapat disimpulakan bahwa apa yang
dipentaskan sudah bagus dan sesuai dengan realitas kehidupan di masa sekarang.
Dilihat dari aspek bentuk, aspek isi, intensitas, keragaman, dan kesatuan sudah
sesuai.
2. Saran
Seperti yang sudah di tulis pada bagian kekurangan, pergantian setting terlalu lama,
sehingga penonton merasa jenuh. Selain itu, waktu black out panggung masih
terlihat samar-samar, jadi ketika perekap mengganti properti masih terlihat oleh
penonton. Sebagai saran, supaya pergantian setting lebih dipercepat sehingga
penonton tidak menunggu terlalu lama.
Resensi Karya Seni