Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)


Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan
sumber daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan
definisi dari unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban
(product-load profiles, bills of capacity, bills of resources, atau bill of labor).
Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per
periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat
kerja (work center). RCCP lebih terperinci dari RRP, karena RCCP menghitung
beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual.
Apabila proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan
diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau material,
komponen, dan subassemblies, yang dibutuhkan. Dalam perusahaan yang
berorientasi pada kapasitas seperti industri kimia, apabila RCCP mengindikasikan
terdapat masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui salah
satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau
melalui pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi
kapasitas yang ada. RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana
Produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan
sumber–sumber daya kritis, seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas
gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan.
Proses RCCP melibatkan pelaksanaan dari 3 fungsi berikut :
 Membuat MPS yang achievable
 Perencanaan dan pengontrolan prioritas
 Perencanaan dan pengontrolan kapasitas

Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan untuk


membuat MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu sampai
tiga tahun. Time buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi secara khas
dilakukan mingguan atau bulanan. Kapasitas digambarkan dalam kaitan antara
manusia dan/atau jam mesin dengan work center.
Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir,
RCCP dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix. Bagaimanapun,
RCCP tidak mempertimbangkan inventories dari komponen yang siap untuk
diproduksi dan dalam penyimpanan atau pekerjaan dalam proses, gambaran
singkatnya adalah kapasitas diperlukan mungkin salah. Sumber lainnya dari
kesalahan potensial adalah bahwa MPS tidak secara akurat merefleksikan
pengaruh dari ukuran lot.
RCCP digunakan untuk membuat keputusan pada penyesuaian kapasitas
pada rentang waktu medium. Keputusan mungkin melibatkan penyesuaian dari
standar mesin, pengaturan sub kontrak, atau relokasi kekuatan kerja. Teknik yang
digunakan dalam RCCp terdiri dari bill of capacity dan time-phased bills of
capacity.
  Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari
hierarki perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam mengembangkan
MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan
kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-
sumber spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan
potensial (potential bottleneck), adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada
dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi
dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-
sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang,
kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa
dengan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (Resource Requirements Planning,
RRP), kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap
hal, seperti: RCCP didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping
unit); RCCP didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan;
dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi.
Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan
RCCP, yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu
(leadtimes).
3. Menentukan bill of resources.
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

Teknik dasar yang dapat digunakan untuk metode RCCP antara lain :
 Capacity Planning Factor
 Bill of Capacity
 Time –Phased Bill of Capacity

Rumus untuk menghitung kapasitas yang dibutuhkan produk k pada stasiun kerja i
untuk periode j adalah :

∑ aik b jk untuk semua i, j


k =1

Keterangan :
a ik : waktu baku pengerjaan produk k pada stasiun kerja i

b jk : jumlah produk k yang akan dijadwalkan pada periode j.

Untuk menghitung kapasitas yang dibutuhkan pada setiap workcenter


adalah sebagai berikut :

CR = N x WB

Keterangan:
CR : kapasitas yang dibutuhkan
N : banyak produk
WB : waktu baku
Sedangkan untuk menghitung kapasitas yang tersedia dapat dihitung
menggunakan rumus berikut :

CA = x efisiensi x utilitas

Keterangan:
CA : kapasitas tersedia
Tj : waktu kerja tersedia setiap periode j
Efisensi: variabel acak pekerja
Utilitas : variabel acak mesin

Sedangkan untuk menghitung sisa kapasitas produksi yng tersedia adalah:

Sisa kapasitas = CA – CR

Keterangan:
CA : kapasitas tersedia
CR : kapasitas yang dibutuhkan

Rumus yang akan digunanakan pada modul 2 RCCP adalah sebagai


berikut:

 Effective Daily Capacity = Jumlah mesin/WC x Jumlah shift/hari x


jam kerja/hari x Effisiensi x Utilitas
 Beban kerja/WC = Waktu produksi/thn : Jumlah produksi/thn
 Kapasitas tersedia = EDC x hari kerja/minggu
 Kapasitas dibutuhkan = Standar labor hours/unit/SK x MPS
 Varians = Kapasitas dibutuhkan – Kapasitas tersedia
 % LC = (Kapasitas dibutuhkan /Kapasitas
tersedia) x 100 %
2.1.1. Teknik-Teknik Dalam Penerapan RCCP
1. Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF)
CPOF merupakan perencanaan yang relatif kasar, dengan input yang
diperlukan seperti : MPS, waktu total pabrik yang diperlukan untuk
memproduksi satu part tertentu dan proporsi historis yakni perbandingan
antar stasiun kerja mengenai kapasitas produk pada waktu tertentu.
Teknik ini membutuhkan data dan teknik perhitungan yang paling sedikit
dibandingkan teknik lainnya, sehingga pendekatan ini paling mudah
terpengaruh bila terjadi perubahan dalam volume produk maupun jumlah
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk. Cara
perhitungannya relatif mudah, dengan mengalikan proporsi historis
dengan total kuantitas MPS pada periode tertentu untuk masing-masing
stasiun kerja. Dari hasil perhitungan ini nantinya diperoleh waktu total
yang diperlukan, total waktu ini kemudian dirata-ratakan dan
dibandingkan dengan waktu kapasitas.
2. Bill Of Labor Approach (BOLA)
Bill of Labor Approach didefinisikan sebagai suatu daftar yang berisi
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu item.
BOL bukan merupakan routing, melainkan suatu alat untuk
memperkirakan kebutuhan untuk bill of labor dapat digunakan item atau
kelompok item-item yang sama dan diperluas dengan sejumlah item yang
telah terjadwal untuk menentukan kebutuhan kapasitas. Pendekatan
dengan teknik ini menggunakan data yang rinci mengenai waktu baku
setiap produk pada sumber-sumber utama. Ada masukan yang
dibutuhkan untuk pendekatan BOL, yaitu: MPS dan Bill of Labor.
3. Resources Profile Approach
Pendekatan ini juga menggunakan data waktu baku. Selain itu
membutuhkan pula data lead time yang diperlukan pada stasiun-stasiun
kerja tertentu.
2.2. Master Production Schedule (MPS)
Master production schedule (MPS) merupakan suatu pernyataan tentang
produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan
industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan
kuantitas dan periode waktu. Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya
berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi
induk (master production schedule = MPS), memproses transaksi dari MPS,
memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS dan
memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan
umpan balik dan tinjauan ulang.
Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas
melakukan empat fungsi utama berikut.
1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan
kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirement
planning = M&CRP). M&CRP merupakan aktivitas perencanaan level
3 dalam hirarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada
sistem MRP II.
2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production
and purchase orders) untuk item-item MPS.
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan
kapasitas.
4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk
(delivery promise) kepada pelanggan.
Penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan input utama, ialah:
1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan
ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
2. Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory,
stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stok),
pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released
production and purchased orders) dan firm planned orders. MPS harus
mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan
menentukan berapa banyak yang harus dipesan.

Gambar 2.1. Proses Penjadwalan Produksi Induk


Sumber : Internet

3. Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS


harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori
dan sumber- sumber daya lain dalam rencana produksi.
4. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing
yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock)
dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya
tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk
mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP
menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS,
menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada
perencana atau penyusun jadwal produksi induk (Master Scheduler)
untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang
tersedia.

2.3. Membandingkan Kapasitas yang Dibutuhkan dengan Kapasitas yang


Tersedia.
Menurut Rio (2017), ketika didapatkan kapasitas yang dibutuhkan lebih
besar dari kapasitas yang tersedia, artinya perusahaan membutuhkan tambahan
kapasitas untuk dapat memenuhi seluruh kapasitas produksi yang dibutuhkan. Ada
beberapa pilihan yang dapat dipilih untuk dapat menambah kapasitas produksi,
yaitu dengan melakukan overtime, subkontrak, dan penambahan personil.

Menurut Gaspersz (2005), tindakan yang harus dilakukan ketika kapasitas yang
dibutuhkan tidak seimbang dengan kapasitas yang tersedia adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Kapasitas (Increasing Capacity)
a. Menambah extra shifts.
b. Menjadwalkan lembur (overtime) atau bekerja di akhir pekan (work
wekeends).
c. Menambah peralatan dan/atau personel.
d. Subkontrak satu atau lebih shop orders.

2. Mengurangi Kapasitas (Reducing Capacity)


a. Menghilangkan shifts atau mengurangi panjang dari shifts.
b. Reassign personnel temporarily (JIT menyarankan penggunaan waktu
ini untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan
perawatan terhadap peralatan dan fasilitas).
3. Meningkatkan Beban (Increasing Load) Mengeluarkan pesanan lebih awal
(release orders early) dari yang dijadwalkan.
a. Meningkatkan ukuran lot (lot size).
b. Meningkatkan MPS.
c. Membuat item yang dalam keadaan normal item itu dibeli atau
disubkontrakkan.

4. Mengurangi Beban (Reducing Load)


a. Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar (membeli beberapa item
yang dalam keadaan normal item itu dibuat).
b. Mengurangi ukuran lot (lot size).
c. Mengurangi MPS.
d. Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi (mengeluarkan
pesanan lebih lambat).
e. Meningkatkan waktu tunggu penyerahan (delivery lead times).

5. Mendistribusikan Kembali Beban (Redistributing Load)


a. Menggunakan alternate work centers.
b. Menggunakan alternate routings.
c. Menyesuaikan tanggal mulai operasi ke depan atau ke belakang (lebih
awal atau lebih lambat). II-38
d. Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk
memperlambat pengeluaran pesanan manufaktur.
e. Memperbaiki MPS.

Jika dari pilihan tersebut masih tetap tidak dapat memenuhi kapasitas yang
dibutuhkan, maka MPS dapat dapat direvisi agar seimbang dengan kapasitas yang
tersedia.
2.4. Merevisi MPS Ketika Tidak dapat Memenuhi Kapasitas yang
Dibutuhkan
Jika alternatif diatas tetap tidak dapat membuat kapasitas yang tersedia
memenuhi kapasitas yang dibutuhkan, maka pilihan terakhir yang harus dilakukan
adalah memperbaiki MPS. Menurut Rio (2017), jika terjadi kelebihan kapasitas
yang dibutuhkan, maka proses produksi tidak akan selesai pada tepat waktu.
Sehingga manajemen harus bertanggung jawab untuk merevisi batas waktu
pengerjaan dalam rangka menetapkan MPS yang mungkin untuk diselesaikan
tepat waktu. Ini maksud dari memperbaiki MPS.

2.5. Bill of Material (BOM)


Menurut Sri (2016), Bill of Material (BOM) adalah komponen atau
barang-barang yang dibutuhkan dalam proses manufaktur untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan, dimana daftar komponen tersebut disesuikan dengan
jumlah kapasitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang jadi atau barang
setengah jadi (sub rakitan) sesuai kebutuhan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai