Anda di halaman 1dari 35

Buku Panduan Keterampilan Klinis

NEUROSENSORY DISORDERS
MODUL SKILLS LAB

BLOK 3.3

NEUROSENSORY DISORDERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2018

1
TIM PENYUSUN

dr. Tissa Octavira Permatasari, MMedEd


dr. Vivi Meidianawaty, MMedEd
dr. Shofa Nur Fauzah, M.KM
dr. Bambang Wibisono, M.H.Kes
dr. Kati Sriwiyati, M. BioMed
dr. Dini Norviatin, M.KM
dr. Ruri Eka Maryam, M.M, M.BioMed
M. Duddy Satrianugraha, SSi., MSi.Med
dr. Aprilyan Laras

2
VISI DAN MISI FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI CIREBON

Visi Program Studi Pendidikan Dokter Unswagati Cirebon :

Terwujudnya Program Studi Pendidikan dokter yang unggul di bidang pendidikan


kedokteran berbasis masyarakat yang bereputasi nasional pada tahun 2025

Misi Program Studi Pendidikan Dokter Unswagati Cirebon :

1. Melaksanakan pendidikan yang unggul dlam bidang pendidikan kedokteran berbasis


masyarakat
2. Melaksanakan penelitian kedokteran dasar dan terapan berbasis masyarakat
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat berlandaskan pendidikan kedokteran
berbasis masyarakat

3
DESKRIPSI MODUL

Pada semester III blok 3.3 neurosensory disorders, keterampilan yang diajarkan

berupa pemeriksaan kelainan neurologi disertai pembuatan status neurologis, keterampilan

pemeriksaan mata dan pembuatan resep kacamata, dan keterampilan komunikasi meliputi

anamnesis pada kasus-kasus kelainan sistem neurologi. Buku ini selain membuat

panduan untuk masing-masing keterampilan yang dilatihkan juga dilengkapi dengan lembar

kegiatan mahasiswa yang berguna agar instruktur dapat memantau bersama mahasiswa

didik dalam membantu kemajuan tingkat ketrampilan yang dilatihkan.

4
DAFTAR ISI

Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Unswagati........................................................ 3

Deskripsi modul...................................................................................................... 4

Daftar Isi................................................................................................................. 5

Tata Tertib Laboratorium Ketrampilan Klinik.......................................................... 6

Penilaian Skills Lab................................................................................................ 8

Anamnesis Sistem Neurologi…….......................................................................... 9

Pemeriksaan Fisik Status Neurologi...................................................................... 15

5
TATA TERTIB
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK

1. Di laboratorium, para praktikan harus memakai jas praktikum dan name tag.
2. Praktikan yang akan mengikuti kegiatan keterampilan klinis harus berpakaian rapidan
sopan serta menggunakan jas praktikum.
3. Praktikan tidak diperbolehkan memakai celana jeans dan memakai sandal/sepatu
sandal. Untuk praktikan wanita yang berambut panjang, rambutnya harus terikat rapi.
4. Praktikan datang tepat waktu dengan membawa buku panduan keterampilan klinis.
Praktikan yang datang terlambat lebih dari 15 menit atau tidak membawa buku panduan
keterampilan klinis, tidak diperbolehkan mengikuti keterampilan klinis pada hari itu
5. Setiap praktikan berhak untuk mengikuti kegiatan di laboratorium keterampilan klinis
sesuai jadwal dan ketentuan yang berlaku. Praktikan yang akan melakukan latihan
diluar jadwal harus seizin Ka. Lab Keterampilan klinis/Skills Lab.
6. Praktikan harus mengikuti semua materi kegiatan di laboratorium keterampilan klinis,
apabila praktikan tidak mengikuti kegiatan keterampilan klinis, maka harus menunjukkan
surat keterangan sakit atau surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kemudian praktikan harus mengikuti open lab yang harus berkoordinasi dengan Ka Lab
untuk melengkapi materi yang belum diikuti oleh praktikan.
7. Mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri
dari ±10 mahasiswa yang dipimpin oleh satu instruktur.
8. Semua praktikan harus aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Keterampilan
Klinis.
9. Selama kegiatan keterampilan klinis, praktikan dilarang menyalakan atau menggunakan
telepon seluler, ipad, dan/atau alat elektronik lainnya. Praktikan juga dilarang merokok,
makan dan minum di dalam laboratorium, serta meninggalkan laboratorium tanpa seijin
instruktur.
10. Setiap praktikan wajib menjaga kebersihan ruangan dan kerapihan alat di ruang
Laboratorium Keterampilan Klinis. Kelalaian dalam melakukan hal tersebut akan
mengakibatkan sanksi sesuai ketentuan laboratorium.
11. Tiap kerusakan/kehilangan alat atau fasilitas laboratorium yang dilakukan oleh
praktikan, harus dibuatkan berita acara yang diketahui oleh ketua kelompok dan
6
instruktur untuk kemudian dilaporkan kepada Koodinator Alat dan Perlengkapan
Laboratorium keterampilan klinis.

7
PENILAIAN SKILLS LAB

Aspek Yang Dinilai Dalam Keterampilan Klinis

1. Keterampilan komunikasi: kemampuan mahasiswa menanyakan keluhan utama,


riwayat penyakit sekarang. riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
berhubungan.
2. Pemeriksaan fisik: kemampuan mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik sesuai
dengan masalah klinik pasien dengan menerapkan prinsip menggunakan teknik
pemeriksaan yang benar, sistematik/runut
3. Melakukan tes/prosedur klinik atau intepretasi data untuk menunjang diagnosis
banding/diagnosis: kemampuan mahasiswa melakukan tes/prosedur yang lengkap
dan menyampaikan hasil prosedur atau mengintepretasikan hasil pemeriksaan
penunjang dengan lengkap dan menjelaskan kepada pasien dengan tepat
4. Menentukan diagnosis: kemampuan mahasiswa menetapkan diagnosis kerja dan
diagnosis banding secara lengkap, sesuai dengan masalah pasien
5. Tata laksana farmakoterapi: kemampuan mahasiswa memilih obat dengan tepat
sesuai indikasi, menentukan bentuk sediaan obat dengan tepat, menetapkan dosis
dengan tepat, menuliskan resep dengan benar
6. Tata laksana non-farmakoterapi: kemampuan mahasiswa melakukan tindakan
yang sesuai perintah dan lengkap tetapi dan menyampaikan alasan dan prosedur
pelaksanaan tindakan.
7. Komunikasi dan edukasi pasien: kemampuan mahasiswa mengucapkan
salam,menanyakan identas pasien, menggunakan bahasa yang bisa dimengerti,
menanggapi setiap pertanyaan/pernyataan pasien baik verbal maupun non verbal,
memberikan kesempatan bertanya kepada pasien, membina hubungan baik dengan
pasien, dan atau memberikan penyuluhan yang isinya sesuai dengan masalah
pasien namun dengan cara yang tidak tepat
8. Perilaku profesional: kemampuan mahasiswa meminta informed consent,
melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga tidak
membahayakan pasien, memperhatikan kenyamanan pasien, melakukan tindakan
sesuai prioritas, menunjukkan rasa hormat kepada pasien

8
KETERAMPILAN KOMUNIKASI

ANAMNESIS PADA KELAINAN SISTEM NEUROLOGi

Tujuan Pembelajaran
Area Kompetensi :
1. Komunikasi Efektif
2. Keterampilan Klinis
3. Landasan Ilmiah Kedokteran

Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti latihan keterampilan komunikasi mahasiswa mampu :
1. Berkomunikasi dengan pasien dan anggota keluarganya.
 Mengumpulkan informasi.
2. Memperoleh dan mencatat informasi yang akurat serta penting tentang pasien dan
keluarganya.
3. Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku dan
ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer.
4. Merangkum dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan
prosedur yang sesuai. 1

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti latihan keterampilan komunikasi mahasiswa mampu :
1. Menggunakan penalaran klinik dalam penggalian riwayat penyakit pasien sekarang,
riwayat keluarga atau riwayat kesehatan masa lalu mengenai kelainan pada sistem
neurologi.
2. Menjelaskan prinsip-prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan dengan
terjadinya masalah kesehatan beserta patogenesis dan patofisiologisnya pada
kelainan sistem neurologi.
3. Menggali dan merekam dengan jelas keluhan-keluhan yang disampaikan, riwayat
penyakit saat ini, medis, keluarga, sosial serta riwayat lain yang relevan dengan
kelainan sistem neurologi.
4. Menjelaskan (patofisiologi atau terminologi lainnya) data klinik dan laboratorium
untuk menentukan diagnosis pasti pada kelainan sistem neurologi.

Pendahuluan

Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental, dan laboratorium (penunjang).
9
Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf
otak, sistem motorik, sistem sensorik, reflex, dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat,
mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan
anamnesis, fisik, dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

Anamnesis

Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.
Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya.
Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan
kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan
gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu
jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat.
Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan
diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita
(anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis).
Suatu penyakit umumnya mempunyai manifestasi subyektif dan manifestasi
obyektif. Manifestasi subyektif ialah hal-hal yang dirasakan oleh pasien yang tidak dapat
dinyatakan secara obyektif, misalnya nyeri kepala, rasa puyeng, rasa semutan, dada seolah
ditekan, rasa mual, dan badan rasa ditusuk-tusuk. Adanya keluhan atau manifestasi
subyektif dapat diketahui dari keluhan pasien. Kata lain untuk manifestasi subjektif adalah
“simtom”.
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena
perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis
kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan
oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati
diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh
setengah jalan ke arah diagnosa yang tepat”.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar
dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya
dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain.
Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:
1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.
2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
Pengambilan anamnesis yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.

10
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur,
pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong
pasien datang berobat ke dokter.
Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:
1. Sejak kapan mulai
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis
makan dan lain sebagainya)
5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang
dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya

Setelah keluhan utama selesai dikemukakan dan dibahas, penderita diminta


mengemukakan keluhan lain yang mungkin ada. Tidak jarang pasien melupakan keluhan
lain, mungkin karena dianggapnya tidak atau kurang penting. Padahal, kadang-kadang
keluhan ini tidak kalah pentingnya dari keluhan utama dalam rangka menegakkan diagnosis
yang tepat.
Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau
kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Sakit Kepala
Sakit kepala mungkin menunjukkan penyakit system saraf pusat seperti infeksi, tumor,
stroke, atau sebab-sebab lain (misalnya arthritis temporal, sinusitis, kelainan mata).
Yang penting untuk ditanyakan:
 menilai sifat, bentuk serangan, dan dipengaruhi posisi atau tidak
 Kualitas, terasa seperti berdenyut, terikat atau tertindih
 Lokasi, di seluruh kepala, hanya sebelah, kepala bagian belakang
 Progresifitas, makin lama makin berat atau makin sering
 adanya keluhan pengelihatan
 mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak
2. Pusing
Keluhan pusing atau pening mempunyai banyak arti. Anda perlu mengetahui dengan
benar apa yang dialami pasien.
Yang penting untuk ditanyakan:
 Kepala terasa ringan atau terasa seperti ingin pingsan
 Khusus pada pasien yang berusia lanjut, tentukan adanya riwayat penggunaan
obat

11
 keluhan atau gejala penyerta seperti penglihatan ganda (diplopia), kesulitan
menyusun kata-kata (disartria), dan kesulitan berjalan atau mempertahankan
keseimbangan (ataksia)
 perasaan seperti lingkungan sekeliling pasien bergerak, berputar
 dipengaruhi perubahan posisi atau tidak
 disertai rasa mual muntah atau tidak
 ada atau tidaknya Tinitus (telinga berdenging, berdesis)?
3. Kesemutan
Keluhan ini biasanya menunjukkan penyakit serabut saraf sensoris perifer. Kelinan ini
paling sering menyerang satu ekstremitas. Keluhan bilateral atau simetris mengarah
kepada penyaki sistemik.
Yang penting untuk ditanyakan:
 perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas
 rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar
 lokasi
 paparan toksin, seperti logam berat (timah hitam, arsen, dsb)
 Riwayat defisiensi gizi (B9 dan B12), diabetes mellitus, penyalahgunaan alkohol,
dan penyakit-penyakit lainnya
4. Nyeri
Rasa nyeri berasal dari jaringan saraf. Penyakit peradangan serabut saraf sensoris,
neuritis, menimbulkan nyeri sepanjang perjalanan saraf tersebut. Kawasan nyeri
memberikan petunjuk yang dapat diandalkan tentang saraf yang terlibat. Ingatlah bahwa
suatu proses di bagian distal dapat menimbulkan nyeri proksimal terhadap lesi saraf
tersebut. Misalnya terjepitnya nervus medianus di pergelangan tangan, sindrom carpal
tunnel, secara khas menimbulkan nyeri di tangan. Tetapi dapat pula menimbulkan nyeri
di tangan tetapi dapat pula menimbulkan nyeri di bahu atau lengan atas.
Faktor pencetus dan memperberat juga memberikan petunjuk penting. Nyeri discus
lumbal dengan nyeri ischialgia khas memberat dengan aktivitas dan membaik dengan
istirahat. Ajukanlah pertanyaan spesifik untuk menentukan tempat-tempat pencetus.
Perangsangan daerah tubuh tertentu dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri secara
jelas. Pada tic douloureux, penyakit nervus trigeminus yang menimbulkan nyeri yang
sangat hebat, pasien sering mengatakan sentuhan pada daerah wajah tertentu
menimbulkan serangan nyeri yang sangat hebat.
Yang penting untuk ditanyakan:
 Tanyakanlah nyeri dirasakan dimana?
 Apakah terdapat penjalaran nyeri, bila ada penjalarannya sampai mana?
 Bagaimanakah sifat nyeri?
 Apakah nyeri terjadi terus-menerus?
 Nyeri dirasakan sejak kapan?
 Faktor yang memperberat dan yang meringankan nyeri

12
5. Muntah
Yang penting untuk ditanyakan:
 Ada atau tidaknya rasa mual
 Karakteristik muntah, tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan
keluar (proyektil)
 Isi muntahan
 Warna muntahan
 terus-menerus atau tidak
 Faktor yang menyebabkan muntah
 makanan terakhir yang dikonsumsi sebelum terjadinya keluhan muntah
6. Kesadaran
Yang penting untuk ditanyakan:
 Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba atau perlahan
 Rasa lemah dan seperti ingin pingsan
 Riwayat gangguan vascular, metabolic, trauma
 Penyebab penurunan kesadaran
7. Motorik
Yang penting untuk ditanyakan:
 Bagian tubuh yang terasa lemah atau lumpuh
 sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang
 keterlambatan gerak
 khorea, tic
8. Saraf otonom
Yang penting untuk ditanyakan:
 Buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido)
 Retensio atau inkontinesia urin atau alvi
9. Kejang
Yang penting untuk ditanyakan:
- Adanya riwayat kejang atau serangan epilepsy
- Usia pertama kali kejang
- Frekuensi kejang
- Durasi kejang
- Sifat kejang
- Penurunan kesadaran diantara waktu kejang
- Riwayat obat-obatan anti kejang
- Riwayat trauma kepala atau keadaan lainnya
10. Gangguan penglihatan (visus)
Yang penting untuk ditanyakan:
- ketajaman penglihatan
- Diplopia
13
- Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
11. Pendengaran
Yang penting untuk ditanyakan:
- Perubahan pendengaran?
- Disertai tinnitus atau tidak
- Onset
- riwayat membersihkan telinga
12. Saraf otak lainnya
Yang penting untuk ditanyakan:
- Gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi
(pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah
- Kelemahan pada otot wajah
- Bicara cadel atau pelo
- Perubahan suara menjadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang
(afonia)
- Disfagia
13. Fungsi luhur
Yang penting untuk ditanyakan:
- Mudah lupa atau tidak
- Disfasia, afasia motorik, dan afasia sensorik
- Gangguan membaca (disleksia)
- Kemampuan membaca dan menulis
14. Tremor
Tremor atau gerakan involunter lain dapat terjadi dengan atau tanpa manifestasi
neurologi tambahan.
Sebagian besar informasi mengenai status mental pasien menjadi jelas pada saat
dilakukan anamnesis. Saat kita melakukan anamnesis, kita juga dapat memperoleh banyak
data mengenai keadaannya, misalnya keadaan kesadarannya, konsentrasi, kecepatan
bereaksi, ingatan, penggunaan bahasa, cara mengungkapkan kata, pendengaran,
intelegensia, dan sebagainya.
Anamnesis kadang-kadang dapat pula menolong kita membedakan suatu keluhan
bersifat organik atau psikogenik, yaitu dari cara pasien mengemukakan keluhannya serta
pola keluhannya.
Disamping data yang bersifat saraf, perlu juga dijajaki adanya keluhan lain, yang bukan
merupakan keluhan saraf namun mungkin ada sangkut pautnya dengan kelainan saraf yang
sedang diderita. Misalnya kelainan jantung, paru, hipertensi, dan diabetes melitus.
Selain itu, keadaan sosial, ekonomi, dan pekerjaan perlu ditelusuri, demikian juga
keadaan keluarga, dan penyakit yang bersifat herediter.

Daftar Pustaka
1. Daroff, B Robert., Jankovic, Joseph. Bradley’s: Neurology In Clinical Practice

14
Seventh Edition. Elsivier Inc. 2016.
2. Biller, Jose., Gruener, Gregory., Brazis., Paul. DeMYER’S: The Neurologic
Examination Seventh Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2017
3. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010

15
PEMBUATAN STATUS NEUROLOGIS
PADA BAGIAN PEMERIKSAAN NEUROLOGIS DAN PEMERIKSAAN STATUS
NEUROLOGIS

Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti latihan keterampilan pemeriksaan fisik mahasiswa mampu:

1. Melakukan pemeriksaan neurologis sesuai keluhan penderita


2. Melakukan interpretasi pemeriksaan
3. Membuat status neurologis

Dasar Teori
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Sistem saraf perifer terdiri
dari 12 pasang saraf cranialis dan saraf spinal serta perifer. Sebagian besar saraf terdiri dari
serabut motorik dan sensorik.

Sistem Saraf Pusat


Otak
Otak memiliki 4 daerah: cerebrum, diencephalon, brainstem, dan cerebellum.
Hemispher cerebri mengandung sebagian besar jaringan otak. Tiap hemispher dibagi
menjadi lobus frontal, parietal, temporal, dan osipital. Otak mengandung banyak sekali sel –
sel saraf yang saling berhubungan. Jaringan otak bisa berupa substansia alba dan
substansia grisea. Substansia grisea terdiri dari badan sel saraf. Substansia alba
mengandung serabut axon saraf yang diselubungi oleh myelin. Selubung myelin yang
memberikan warna putih, menyebabkan impuls saraf dapat mengalir lebih cepat.
Di dalam otak terdapat struktur ganglia basalis, yang memengaruhi pergerakan, dan
thalamus serta hypothalamus. Thalamus memproses rangsang sensorik dan meneruskan
ke korteks cerebri. Hipothalamus memelihara homeostasis dan mengatur temperatur,
denyut jantung, dan tekanan darah. Hipothalamus memengaruhi sistem endokrin dan
mengatur perilaku emosional. Kapsula interna yang merupakan substansi alba dimana
serabut myelin berkumpul dari seluruh area korteks serebri dan turun ke batang otak.
Batang otak, yang menghubungkan otak bagian atas dengan medulla spinalis, terdiri dari 3
bagian: otak tengah, pons, dan medulla oblongata. Kesadaran tergantung pada interaksi
antara hemisphere cerebri, dan struktur penting di diencephalon dan batang otak bagian
atas, reticular activating (arousal) system.
Cerebellum berfungsi mengkoordinasi semua gerakan dan mempertahankan
keseimbangan tubuh.

Medulla Spinalis
16
Medulla spinalis adalah jaringan saraf yang terdapat di dalam kolumna vertebralis,
memanjang dari batas bawah medulla oblongata sampai vertebra lumbal 1 atau 2. Medulla
spinalis membawa jalur saraf motorik dan sensorik yang penting, yang keluar masuk melalui
radix anterior dan posterior, serta saraf spinalis dan perifer. Medulla spinalis juga menjadi
pusat lengkung refleks tendo (saraf spinalis).

Sistem Saraf Perifer


Saraf Cranialis
Merupakan 12 pasang saraf yang terdapat di cranium. Nervus cranialis II – XII keluar dari
diencephalon dan batang otak (lihat Gambar). Beberapa nervus cranialis terbatas pada
fungsi sensorik atau motorik umum, sementara yang lainnya ada yang bersifat khusus yaitu
untuk penciuman, penglihatan, dan pendengaran (I, II dan VIII).

Saraf Perifer
Selain saraf cranialis, sistem saraf perifer juga termasuk saraf spinal dan perifer yang
membawa rangsang dari dan menuju medulla spinalis. 31 pasang saraf terdapat pada
medulla spinalis: 8 cervical, 12 thoracis, 5 lumbal, 5 sacral, dan 1 coccygeal. Setiap saraf
memiliki radix anterior (ventral) yang mengandung serabut motorik dan radix posterior
(dorsal) yang mengandung serabut sensorik. Radix anterior dan posterior akan bergabung
membentuk saraf spinalis yang pendek, kemudian saraf spinalis ini akan bergabung dengan
saraf spinalis lain dari tingkat yang lain membentuk saraf perifer. Sebagian besar saraf
perifer mengandung serabut motorik dan sensorik.
Secara singkatnya struktur di atas sangat penting dalam regulasi kesadaran,
gerakan, keseimbangan, dan refleks. Pemeriksaan sistem saraf (neurologi) pada dasarnya
sama seperti pemeriksaan sistem tubuh yang lain diawali dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Hal yang penting untuk diperiksa dalam pemeriksaan
neurologis :
- Status mental
- Pemeriksaan nervus cranialis I – XII
- Pemeriksaan sistem motorik dan sensorik
- Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan Fisik (Status Neurologi Klinik)


Pemeriksaan umum meliputi tanda vital, gambaran umum dari kepala, dada, perut dan
ekstremitas.
Pemeriksaan neurologi, meliputi :
- Pemeriksaan kesadaran dan fungsi kortikal luhur
- Pemeriksaan rangsang meningeal
- Pemeriksaan fungsi saraf kranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
17
- Pemeriksaan refleks: fisiologis dan patologis
- Pemeriksaan fungsi vestibuler dan serebellum

Beberapa pemeriksaan diatas telah diberikan pada sesi sebelumnya, sehingga pada buku
ini akan dijelaskan lebih lanjut, mengenai :
- Pemeriksaan kesadaran
- Pemeriksaan rangsang meningeal
- Pemeriksaan fungsi saraf kranialis
- Pemeriksaan refleks patologis

Sedangkan pemeriksaan fungsi kortikal luhur yang meliputi status mental dapat digunakan
instrumen seperti :
- TOAG (Test Orientation and Attention of Galvaston)
- MMSE (Mini Mental Status Examination)

I. Pemeriksaan Kesadaran
Pemeriksaan kesadaran ditentukan berdasarkan respon pasien terhadap rangsang
nyeri, taktil, verbal, dan visual. Pemeriksaan kesadaran dapat dilakukan secara kuantitas
dan kualitas.
Pemeriksaan kesadaran secara kuantitas dengan menggunakan Glasgow Coma Scale,
dengan menilai respon mata, motorik dan verbal, jika afasia kemampuan verbal tidak dapat
dinilai dan jika lumpuh yang dinilai adalah anggota gerak yang sehat.

Glasgow Coma Scale (GCS)

Eye (membuka mata):


4 =membuka spontan
3 = membuka dengan rangsangan perintah/ verbal
2 = membuka dengan rangsangan nyeri
1 = tidak dapat membuka mata

Verbal (Bicara )
5 = orientasi baik, normal
4 = disorientasi, kalimat dan kata-kata baik
3 = kata – kata baik, kalimat tidak tepat (inappropriate)
2 = meracau, kata-kata tidak dimengerti
1 = tidak respon

Motorik
6 = dapat melakukan gerakan sesuai perintah
5 = Dapat mengetahui arah datangnya rangsangan
18
(lokalisasi)
4 = dapat menghindari rangsangan (withdrawal)/adduksi
3 = abnormal fleksi(dekortikasi)i bila dirangsang
2 = ekstensi (decerebrasi) bila dirangsang
1 = tidak respon

Pada orang normal skor GCS 15.

II. Pemeriksaan Rangsang Meningeal

Tanda rangsang meningeal adalah perangsangan meningen oleh pergeseran struktur


intrakranial, ketegangan saraf spinal yang hipersensitif dan meradang.
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring tanpa bantal, dilakukan anterofleksi leher.
Hasil dinyatakan positif (+) jika terdapat kekakuan dan tahanan disertai rasa nyeri dan
spasme otot, dagu tidak dapat disentuh ke dada.

b. Pemeriksaan tanda Brudzinski I


Pasien baring terlentang, gerakan anterofleksi leher sampai dagu menyentuh sternum.
Hasil dinyatakan positif (+) bila gerakan diatas disusul fleksi involunter pada kedua
tungkai.

Gambar 1. Pemeriksaan Brudzinski I

c. Pemeriksaan tanda Brudzinski II


Pasien baring terlentang, lakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul.
Hasil dinyatakan positif (+) bila terjadi fleksi involunter sendi panggul dan lutut
kontralateral.

19
Gambar 2. Pemeriksaan Brudzinski II

d. Pemeriksaan tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, paha diangkat dan fleksi pada sendi panggul, kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri.
Hasil dinyatakan positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 disertai
nyeri.

Gambar 3. Pemeriksaan Kernig

III. Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranialis


Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: menilai fungsi ke-12 saraf kranial.
Alat dan Bahan:
1. Bubuk kopi
2. Teh
3. Tembakau
4. Gula
5. Garam
6. Jeruk
7. Pen light
8. Kartu Snellen
9. Ophtalmoskop
10. Kapas dipilin ujungnya
11. Garpu tala

Pemeriksaan Nervus Olfaktorius (N.I)


a. Siapkan alat dan bahan.

20
b. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
Pastikan pasien tidak mengalami gangguan sistem penghidu (contoh pilek)
c. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu lubang hidung.
Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah kanan.
d. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka, seperti kopi, teh,
dan sabun.
e. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya, tanyakan jenisnya.
Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan jawaban bila pasien merasa menhidu
sesuatu namun tidak dapat mengenalinya secara spontan, seperti, “Apakah ini kopi,
atau teh?”
f. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.

Pemeriksaan Nervus Optikus (N.II)


Pemeriksaan saraf ini terdiri:
1. Visual aquity
2. Lapang pandang
3. Warna
4. Funduskopi

Visual aquity
Menilai tajam penglihatan, dan menentukan apakah ada kelainan refraksi atau tidak,
dan menentukan diagnosis kelainan refraksi

Gambar 4. Pemeriksaan Visus

Lapang pandang
Menilai lapang pandang dengan donders’ confrontation test

Gambar 5. Pemeriksaan lapang pandang


21
Funduskopi
Tujuan pemeriksaan : Mengevaluasi papil, pembuluh darah dan retina.
a. Untuk memeriksa fundus, pupil harus cukup berdilatasi, sehingga sebelum
melakukan pemeriksaan pasien dapat diberikan cairan midriatikum.
b. Cahaya pada ruang periksa diredupkan.
c. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan.
d. Nyalakan oftalmoskop.
e. Atur lensa pada oftalmoskop (sesuaikan bila pemeriksa memiliki kelainan refraksi).
Atur dioptri funduskopi sesuai dengan visus pasien, mata pemeriksa harus normal
atau menggunakan kacamata sesuai visus.
f. Atur jenis cahaya pada jenis lingkaran penuh.
g. Pasien diminta memfiksasi pandangan jauh melewati bahu pemeriksa.
h. Saat memeriksa mata kanan pasien, pemeriksa meletakkan oftalmoskop di depan
mata kanannya, dipegang dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kiri pemeriksa
memfiksasi kepala pasien.
i. Amati ke dalam pupil dengan sudut aksis 0o untuk melihat diskus optikus dan
pembuluh darah retina. Nilai retina, diskus optikus, cup-disc ratio dan pembuluh
darah retina. Kemudian arahkan 15o ke temporal untuk menilai daerah sekitarnya.
j. Lakukan prosedur yang sama terhadap mata lainnya.
k. Pemeriksaan refleks cahaya dilakukan bersama dengan pemeriksaan N III.

Interpretasi:
Gambaran funduskopi normal:
- Warna kuning-orange
- Pembuluh darah sedikit pada disc
- Batas disc tegas
- Atrofi optic
- Warna putih
- Tidak terdapat pembuluh darah pada disc

Gambar 6. Hasil Funduskopi Normal

- Papiledema
Warna pink, hiperemis
- Pembuluh darah disc lebih terlihat dan banyak
Disc sembab

Gambar 7. Papiledema
22
Pemeriksaan Nervus Opticus dan Occulomotorius (N II - N.III)
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan refleks pupil. Normalnya ukuran pupil kanan
dan kiri sama besar. Saat diberikan rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.
Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang, ukuran pupil tidak sama
kanan dan kiri. Pupil yang berukuran lebih besar tidak dapat berkonstriksi dengan
baik. Penyebab kelaianan ini antara lain trauma tumpul pada mata, glaukoma sudut
terbuka, dan gangguan saraf parasimpatik pada iris, seperti pada tonic pupil dan
paralisis n.okulomotorius. Saat pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil yang
lebih kecil tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada Horner’s syndrome. Hal
ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik.

Gambar 8. Pupil anisokor

Pemeriksaan nervus Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens (N. III, IV, dan N. VI)
Pemeriksaan fungsi terdiri:
a. Pemeriksaan gerakan bola mata
b. Observasi kelopak mata:
- Adakah ptosis
- Kedipan mata
- Bagaimana pasien membuka/nutup mata
Ptosis adalah penyempitan fisura palpebra oleh karena menurunnya kelopak
mata atas akibat :
1. Kelemahan otot levator palpebra superior
2. Kelemahan otot tarsalis superior
Ptosis tanpa kelemahan otot levator palpebra --- Pseudoptosis.
Untuk membedakan ptosis dan pseudoptosis :
▪ Ptosis
– Diminta angkat kelopak mata atas.
– Ptosis tetap ada.
– Kerutan dahi (+).
▪ Pseudoptosis
– Diminta angkat kelopak mata atas
– Ptosis tetap ada.
– Kerutan dahi (-)

23
Gambar 9. Pemeriksaan N.III, IV, dan VI

Pemeriksaan Nervus Trigeminus (N.V)


Komponen Nervus V terdiri :
a. Motorik
b. Sensorik
Komponen sensorik mensarafi wajah dalam 3 cabang : ophtalmika, maksilaris,
mandibularis.
Komponen motorik mensarafi otot pengunyah : otot masseter, temporalis, dan
pterigoideus.

Cara pemeriksaan komponen motorik :


Otot maseter dan temporalis : pasien diminta menutup atau mengatupkan mulut kuat-
kuat dan dipalpasi ototnya.
Otot pterigoideus : pasien diminta membuka mulut lihat apakah ada deviasi, gerakan
rahang ke kanan dan kiri.

Cara pemeriksaan komponen sensorik :


- Refleks kornea ( N.V dan N.VII)
Pasien diminta untuk melirik ke arah kontra lateral dan atas  sentuhlah daerah
limbus pada sisi lateral menutupnya kedua kelopak mata.
- Refleks masseter
Letakan jari telunjuk di atas dagu pasien secara horizontal, mulut pasien sedikit
terbuka lalu telunjuk diketok dengan palu. Normal timbul elevasi rahang.

24
Gambar 10. Pemeriksaan N. V

Pemeriksaan Nervus Facialis (N. VII)


Komponen saraf VII adalah:
▪ Komponen lakrimasi
▪ Komponen pendengaran
▪ Komponen perasa khusus lidah
▪ Komponen motorik otot-otot mimik

Pemeriksaan komponen serabut motorik untuk otot wajah:


▪ Observasi wajah pasien waktu diam, tertawa meringis, bersiul, menutup mata.
▪ Minta pasien mengerutkan dahi, menutup mata kuat-kuat, menggembungkan
pipi, memperlihatkan gigi, tersenyum.
▪ Normal : simetri pada semua gerakan kanan kiri.
Pemeriksaan Lakrimasi :
▪ Dinilai dengan pemeriksaan Zimmer
▪ Lakmus merah  didekatkan/disentuhkan ke canthus medialis dekat saccus
lakrimalis selama 5 menit  menjadi biru.
▪ Normalnya 15-20 mm tiap menit.

Pemeriksaan komponen pendengaran dengan Stetoskop loudness balance tes


▪ Letakkan stetoskop pada kedua telinga pasien
▪ Membran stetoskop tersebut digesek
▪ Hiperakusis pada telinga yang terganggu oleh karena kelumpuhan n. stapedius.

Paresis N VII perifer : separuh muka kurang setiap gerakan


Paresis N VII sentral : bila otot wajah bagian bawah terkena, otot dahi normal

25
Gambar 11. Pemeriksaan N. VII

Pemeriksaan Nervus Vestibulocochlearis (N. VIII)


Pemeriksaan nervus koklearis dilakukan dengan :
- Tes pendengaran : mendengarkan gesekan tangan pemeriksa, detik arloji.
- Tes Rinne, Weber, Schwabach
Pemeriksaan nervus vestibularis dilakukan dengan melihat nistagmus pada mata,
keluhan vertigo, Pemeriksaan Dix - Hallpike`s test, dan tes kalori.

Gambar 12. Pemeriksaan N. VIII

Pemeriksaan Nervus Glossopharyngeus (N.IX)


- Pemeriksaan motorik, pasien diminta membuka mulut , dlihat palatum dan uvula.
Ucapkan aaa. Normal dinding pharing terangkat simetris, uvula ditengah bekerja
sama dengan N.X.

26
Pemeriksaan Nervus Vagus (N. X)
Cara pemeriksaan :
- Tes menelan bersama N IX, adanya kelemahan menelan.
- Tes artikulasi, suara serak.
- Reflek muntah : melalui cara menyentuh pharing, palatum, dasar lidah, atau
dinding posterior pharing dengan spatel tongue, atau alat lain yg mirip.

Gambar 13. Pemeriksaan N. X

Pemeriksaan Nervus Accesorius (N. XI)


Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus
- Pasien diminta menoleh ke satu sisi melawan tangan pemeriksa.
Pemeriksaan otot trapezius
- Pasien disuruh mengangkat bahu pemeriksa menahan ke bawah.

Gambar 14. Pemeriksaan N. XI

27
Pemeriksaan Nervus Hipoglossus (N.XII)
1. Pemeriksaan untuk otot intrinsik dan ekstrinsik lidah :
2. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah kemudian menarik dan menjulurkan lidah
dengan cepat lihat deviasi.
3. Lesi unilateral lidah akan membelok ke sisi lesi waktu dijulurkan dan pada posisi diam
di dalam mulut deviasi ke sisi sehat.
4. Lihat atrofi lidah dan gerakan fasikulasi.
5. Lihat cara pasien bicara apakah ada disartri.
6. Parese N. XII (hypoglossus)
7. Didalam mulut : tonus sisi sehat menarik lidah jadi akan tertarik dan miring kesisi
sehat.
8. Diluar mulut bila dijulurkan :akan keluar dan miring ke sisi sakit.

Pemeriksaan Refleks Patologis


Refleks Patologis = refleks yang tak ada pada orang sehat kecuali bayi dan anak kecil.
Pada orang dewasa sehat :
– Terkelola
– Ditekan oleh susunan Piramidal
Anak kecil 4 – 6 th piramidal belum bermielin penuh, sehingga piramidal belum
sempurna.
Kalau terdapat refleks patologis (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

R.Hoffman
▪ Sikap : tangan pasien dan pemeriksa terlukis pada gambar.
▪ Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku ibu jari
pemeriksa.
▪ Respons : Ibu jari, telunjuk serta jari - jari yang lainnya berefleksi sejenak setiap
jari tengah pasien digores

Gambar 15. Pemeriksaan Refleks Hoffman

28
R.Tromner
▪ Sikap : tangan pasien dan pemeriksa terlukis pada Gambar.
▪ Stimulus : mencolek ujung jari pasien.
▪ Respons : Ibu jari, telunjuk serta jari - jari yang lainnya berefleksi sejenak setiap
jari tengah pasien tercolek.

Gambar 17. Pemeriksaan Refleks Tromner

Refleks Babinski
▪ Sikap : pasien berbaring dengan tungkai diluruskan.
▪ Stimulus : dilakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit ke
pangkal ibu jari. Goresan perlahan, tak boleh nyeri – menarik kaki.
▪ Respons :
(+) gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari jari lainnya

Gambar 18. Pemeriksaan Refleks Babinski

29
Refleks Chaddock
▪ Sikap : pasien berbaring dengan tungkai diluruskan.
▪ Stimulus :dilakukan penggoresan bagian lateral maleolus. Goresan perlahan, tak
boleh nyeri – menarik kaki.
▪ Respons :
(+) , gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari jari lainnya.

Gambar 19. Pemeriksaan Refleks Chaddock

Refleks Gordon
– Rangsang memijit M. gastrocnemeus
Respons = Babinski

Gambar 20. Pemeriksaan Refleks Gordon

Refleks Oppenheim
– Rangsang menggores tibia pada M. Tibialis anterior.
– Respons = Babinski

30
Gambar 21. Pemeriksaan Refleks Oppenheim

Refleks Gonda
– Rangsang : Menekan ke plantar jari ke IV dan mendadak dilepas.
– Respons : Babinski.

Refleks Schaefer
– Rangsang : Memijat tendon Achilles
– Respons : Babinski

Gambar 22. Pemeriksaan Refleks Schaefer

Petunjuk Pelaksanaan Latihan


1. Bacalah petunjuk sebelum datang ke tempat latihan, dan mengerti cara – cara
pemeriksaan, serta anatomi dan fungsi sistem saraf.
2. Penderita diberikan penjelasan mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan.
3. Ambil waktu yang cukup dalam pemeriksaan neurologi ini, sebab interpretasi yang
didapat amatlah penting.
4. Penderita diminta memberikan reaksi apabila ada rasa atau sensasi lain pada saat
pemeriksaan.
5. Catat apa yang didapatkan pada pemeriksaan dan buatlah status neurologisnya.

31
Status Neurologis

Status Mental /Kesadaran : E..M..V..


Tanda rangsang meningeal :
Nervus cranialis :
Motorik : Superior Inferior
Tonus
Trofi
Kekuatan
Cerebellar :
Sensorik : Superior Inferior
Raba halus
Nyeri superficial
Suhu
Diskriminasi dua titik
Getaran/vibrasi
Arah gerak sendi
Refleks fisiologis : Dekstra Sinistra
Biceps
Triceps
Brachioradialis
Patella
Achilles
Refleks patologis : Dekstra Sinistra

Daftar Pustaka:
1. Biller, Jose., Gruener, Gregory., Brazis., Paul. DeMYER’S: The Neurologic
Examination Seventh Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2017
2. Campbel, W William. DeJong’s: The Neurologic Examination Seventh Edition.
Philadelpia: Lippincott Company; 2013.

32
LESSON PLAN
Pertemuan I
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan 25 menit
pemeriksaan kesadaran, rangsang meningeal, motorik, dan
sensorik kepada pasien simulasi
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 - Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba 60 menit
sendiri dengan diobservasi temannya kemudian bergantian
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback dan mengobservasi pada
masing-masing kelompok
5 - Penutup 5 menit
- Diskusi, penugasan, rencana pertemuan ke II

Pertemuan II
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan 25 menit
pemeriksaan refleks fisiologis, patologis, dan fungsi
keseimbangan kepada pasien simulasi
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 - Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba 60 menit
sendiri dengan diobservasi temannya kemudian bergantian
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback dan mengobservasi pada
masing-masing kelompok
5 - Penutup 5 menit
- Diskusi, penugasan, rencana pertemuan ke II

33
Pertemuan III
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan 25 menit
pemeriksaan saraf kranialis kepada pasien simulasi
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 - Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba 60 menit
sendiri dengan diobservasi temannya kemudian bergantian
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback dan mengobservasi pada
masing-masing kelompok
5 - Penutup 5 menit
- Diskusi, penugasan, rencana pertemuan ke II

34

Anda mungkin juga menyukai