Modul Skills Lab 3.3 PDF
Modul Skills Lab 3.3 PDF
NEUROSENSORY DISORDERS
MODUL SKILLS LAB
BLOK 3.3
NEUROSENSORY DISORDERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2018
1
TIM PENYUSUN
2
VISI DAN MISI FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI CIREBON
3
DESKRIPSI MODUL
Pada semester III blok 3.3 neurosensory disorders, keterampilan yang diajarkan
pemeriksaan mata dan pembuatan resep kacamata, dan keterampilan komunikasi meliputi
anamnesis pada kasus-kasus kelainan sistem neurologi. Buku ini selain membuat
panduan untuk masing-masing keterampilan yang dilatihkan juga dilengkapi dengan lembar
kegiatan mahasiswa yang berguna agar instruktur dapat memantau bersama mahasiswa
4
DAFTAR ISI
Deskripsi modul...................................................................................................... 4
Daftar Isi................................................................................................................. 5
5
TATA TERTIB
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
1. Di laboratorium, para praktikan harus memakai jas praktikum dan name tag.
2. Praktikan yang akan mengikuti kegiatan keterampilan klinis harus berpakaian rapidan
sopan serta menggunakan jas praktikum.
3. Praktikan tidak diperbolehkan memakai celana jeans dan memakai sandal/sepatu
sandal. Untuk praktikan wanita yang berambut panjang, rambutnya harus terikat rapi.
4. Praktikan datang tepat waktu dengan membawa buku panduan keterampilan klinis.
Praktikan yang datang terlambat lebih dari 15 menit atau tidak membawa buku panduan
keterampilan klinis, tidak diperbolehkan mengikuti keterampilan klinis pada hari itu
5. Setiap praktikan berhak untuk mengikuti kegiatan di laboratorium keterampilan klinis
sesuai jadwal dan ketentuan yang berlaku. Praktikan yang akan melakukan latihan
diluar jadwal harus seizin Ka. Lab Keterampilan klinis/Skills Lab.
6. Praktikan harus mengikuti semua materi kegiatan di laboratorium keterampilan klinis,
apabila praktikan tidak mengikuti kegiatan keterampilan klinis, maka harus menunjukkan
surat keterangan sakit atau surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kemudian praktikan harus mengikuti open lab yang harus berkoordinasi dengan Ka Lab
untuk melengkapi materi yang belum diikuti oleh praktikan.
7. Mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri
dari ±10 mahasiswa yang dipimpin oleh satu instruktur.
8. Semua praktikan harus aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Keterampilan
Klinis.
9. Selama kegiatan keterampilan klinis, praktikan dilarang menyalakan atau menggunakan
telepon seluler, ipad, dan/atau alat elektronik lainnya. Praktikan juga dilarang merokok,
makan dan minum di dalam laboratorium, serta meninggalkan laboratorium tanpa seijin
instruktur.
10. Setiap praktikan wajib menjaga kebersihan ruangan dan kerapihan alat di ruang
Laboratorium Keterampilan Klinis. Kelalaian dalam melakukan hal tersebut akan
mengakibatkan sanksi sesuai ketentuan laboratorium.
11. Tiap kerusakan/kehilangan alat atau fasilitas laboratorium yang dilakukan oleh
praktikan, harus dibuatkan berita acara yang diketahui oleh ketua kelompok dan
6
instruktur untuk kemudian dilaporkan kepada Koodinator Alat dan Perlengkapan
Laboratorium keterampilan klinis.
7
PENILAIAN SKILLS LAB
8
KETERAMPILAN KOMUNIKASI
Tujuan Pembelajaran
Area Kompetensi :
1. Komunikasi Efektif
2. Keterampilan Klinis
3. Landasan Ilmiah Kedokteran
Pendahuluan
Anamnesis
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.
Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya.
Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan
kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan
gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu
jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat.
Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan
diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita
(anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis).
Suatu penyakit umumnya mempunyai manifestasi subyektif dan manifestasi
obyektif. Manifestasi subyektif ialah hal-hal yang dirasakan oleh pasien yang tidak dapat
dinyatakan secara obyektif, misalnya nyeri kepala, rasa puyeng, rasa semutan, dada seolah
ditekan, rasa mual, dan badan rasa ditusuk-tusuk. Adanya keluhan atau manifestasi
subyektif dapat diketahui dari keluhan pasien. Kata lain untuk manifestasi subjektif adalah
“simtom”.
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena
perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis
kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan
oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati
diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh
setengah jalan ke arah diagnosa yang tepat”.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar
dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya
dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain.
Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:
1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.
2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
Pengambilan anamnesis yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.
10
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur,
pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong
pasien datang berobat ke dokter.
Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:
1. Sejak kapan mulai
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis
makan dan lain sebagainya)
5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang
dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
11
keluhan atau gejala penyerta seperti penglihatan ganda (diplopia), kesulitan
menyusun kata-kata (disartria), dan kesulitan berjalan atau mempertahankan
keseimbangan (ataksia)
perasaan seperti lingkungan sekeliling pasien bergerak, berputar
dipengaruhi perubahan posisi atau tidak
disertai rasa mual muntah atau tidak
ada atau tidaknya Tinitus (telinga berdenging, berdesis)?
3. Kesemutan
Keluhan ini biasanya menunjukkan penyakit serabut saraf sensoris perifer. Kelinan ini
paling sering menyerang satu ekstremitas. Keluhan bilateral atau simetris mengarah
kepada penyaki sistemik.
Yang penting untuk ditanyakan:
perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas
rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar
lokasi
paparan toksin, seperti logam berat (timah hitam, arsen, dsb)
Riwayat defisiensi gizi (B9 dan B12), diabetes mellitus, penyalahgunaan alkohol,
dan penyakit-penyakit lainnya
4. Nyeri
Rasa nyeri berasal dari jaringan saraf. Penyakit peradangan serabut saraf sensoris,
neuritis, menimbulkan nyeri sepanjang perjalanan saraf tersebut. Kawasan nyeri
memberikan petunjuk yang dapat diandalkan tentang saraf yang terlibat. Ingatlah bahwa
suatu proses di bagian distal dapat menimbulkan nyeri proksimal terhadap lesi saraf
tersebut. Misalnya terjepitnya nervus medianus di pergelangan tangan, sindrom carpal
tunnel, secara khas menimbulkan nyeri di tangan. Tetapi dapat pula menimbulkan nyeri
di tangan tetapi dapat pula menimbulkan nyeri di bahu atau lengan atas.
Faktor pencetus dan memperberat juga memberikan petunjuk penting. Nyeri discus
lumbal dengan nyeri ischialgia khas memberat dengan aktivitas dan membaik dengan
istirahat. Ajukanlah pertanyaan spesifik untuk menentukan tempat-tempat pencetus.
Perangsangan daerah tubuh tertentu dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri secara
jelas. Pada tic douloureux, penyakit nervus trigeminus yang menimbulkan nyeri yang
sangat hebat, pasien sering mengatakan sentuhan pada daerah wajah tertentu
menimbulkan serangan nyeri yang sangat hebat.
Yang penting untuk ditanyakan:
Tanyakanlah nyeri dirasakan dimana?
Apakah terdapat penjalaran nyeri, bila ada penjalarannya sampai mana?
Bagaimanakah sifat nyeri?
Apakah nyeri terjadi terus-menerus?
Nyeri dirasakan sejak kapan?
Faktor yang memperberat dan yang meringankan nyeri
12
5. Muntah
Yang penting untuk ditanyakan:
Ada atau tidaknya rasa mual
Karakteristik muntah, tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan
keluar (proyektil)
Isi muntahan
Warna muntahan
terus-menerus atau tidak
Faktor yang menyebabkan muntah
makanan terakhir yang dikonsumsi sebelum terjadinya keluhan muntah
6. Kesadaran
Yang penting untuk ditanyakan:
Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba atau perlahan
Rasa lemah dan seperti ingin pingsan
Riwayat gangguan vascular, metabolic, trauma
Penyebab penurunan kesadaran
7. Motorik
Yang penting untuk ditanyakan:
Bagian tubuh yang terasa lemah atau lumpuh
sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang
keterlambatan gerak
khorea, tic
8. Saraf otonom
Yang penting untuk ditanyakan:
Buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido)
Retensio atau inkontinesia urin atau alvi
9. Kejang
Yang penting untuk ditanyakan:
- Adanya riwayat kejang atau serangan epilepsy
- Usia pertama kali kejang
- Frekuensi kejang
- Durasi kejang
- Sifat kejang
- Penurunan kesadaran diantara waktu kejang
- Riwayat obat-obatan anti kejang
- Riwayat trauma kepala atau keadaan lainnya
10. Gangguan penglihatan (visus)
Yang penting untuk ditanyakan:
- ketajaman penglihatan
- Diplopia
13
- Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
11. Pendengaran
Yang penting untuk ditanyakan:
- Perubahan pendengaran?
- Disertai tinnitus atau tidak
- Onset
- riwayat membersihkan telinga
12. Saraf otak lainnya
Yang penting untuk ditanyakan:
- Gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi
(pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah
- Kelemahan pada otot wajah
- Bicara cadel atau pelo
- Perubahan suara menjadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang
(afonia)
- Disfagia
13. Fungsi luhur
Yang penting untuk ditanyakan:
- Mudah lupa atau tidak
- Disfasia, afasia motorik, dan afasia sensorik
- Gangguan membaca (disleksia)
- Kemampuan membaca dan menulis
14. Tremor
Tremor atau gerakan involunter lain dapat terjadi dengan atau tanpa manifestasi
neurologi tambahan.
Sebagian besar informasi mengenai status mental pasien menjadi jelas pada saat
dilakukan anamnesis. Saat kita melakukan anamnesis, kita juga dapat memperoleh banyak
data mengenai keadaannya, misalnya keadaan kesadarannya, konsentrasi, kecepatan
bereaksi, ingatan, penggunaan bahasa, cara mengungkapkan kata, pendengaran,
intelegensia, dan sebagainya.
Anamnesis kadang-kadang dapat pula menolong kita membedakan suatu keluhan
bersifat organik atau psikogenik, yaitu dari cara pasien mengemukakan keluhannya serta
pola keluhannya.
Disamping data yang bersifat saraf, perlu juga dijajaki adanya keluhan lain, yang bukan
merupakan keluhan saraf namun mungkin ada sangkut pautnya dengan kelainan saraf yang
sedang diderita. Misalnya kelainan jantung, paru, hipertensi, dan diabetes melitus.
Selain itu, keadaan sosial, ekonomi, dan pekerjaan perlu ditelusuri, demikian juga
keadaan keluarga, dan penyakit yang bersifat herediter.
Daftar Pustaka
1. Daroff, B Robert., Jankovic, Joseph. Bradley’s: Neurology In Clinical Practice
14
Seventh Edition. Elsivier Inc. 2016.
2. Biller, Jose., Gruener, Gregory., Brazis., Paul. DeMYER’S: The Neurologic
Examination Seventh Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2017
3. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010
15
PEMBUATAN STATUS NEUROLOGIS
PADA BAGIAN PEMERIKSAAN NEUROLOGIS DAN PEMERIKSAAN STATUS
NEUROLOGIS
Tujuan Pembelajaran
Dasar Teori
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Sistem saraf perifer terdiri
dari 12 pasang saraf cranialis dan saraf spinal serta perifer. Sebagian besar saraf terdiri dari
serabut motorik dan sensorik.
Medulla Spinalis
16
Medulla spinalis adalah jaringan saraf yang terdapat di dalam kolumna vertebralis,
memanjang dari batas bawah medulla oblongata sampai vertebra lumbal 1 atau 2. Medulla
spinalis membawa jalur saraf motorik dan sensorik yang penting, yang keluar masuk melalui
radix anterior dan posterior, serta saraf spinalis dan perifer. Medulla spinalis juga menjadi
pusat lengkung refleks tendo (saraf spinalis).
Saraf Perifer
Selain saraf cranialis, sistem saraf perifer juga termasuk saraf spinal dan perifer yang
membawa rangsang dari dan menuju medulla spinalis. 31 pasang saraf terdapat pada
medulla spinalis: 8 cervical, 12 thoracis, 5 lumbal, 5 sacral, dan 1 coccygeal. Setiap saraf
memiliki radix anterior (ventral) yang mengandung serabut motorik dan radix posterior
(dorsal) yang mengandung serabut sensorik. Radix anterior dan posterior akan bergabung
membentuk saraf spinalis yang pendek, kemudian saraf spinalis ini akan bergabung dengan
saraf spinalis lain dari tingkat yang lain membentuk saraf perifer. Sebagian besar saraf
perifer mengandung serabut motorik dan sensorik.
Secara singkatnya struktur di atas sangat penting dalam regulasi kesadaran,
gerakan, keseimbangan, dan refleks. Pemeriksaan sistem saraf (neurologi) pada dasarnya
sama seperti pemeriksaan sistem tubuh yang lain diawali dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Hal yang penting untuk diperiksa dalam pemeriksaan
neurologis :
- Status mental
- Pemeriksaan nervus cranialis I – XII
- Pemeriksaan sistem motorik dan sensorik
- Pemeriksaan refleks
Beberapa pemeriksaan diatas telah diberikan pada sesi sebelumnya, sehingga pada buku
ini akan dijelaskan lebih lanjut, mengenai :
- Pemeriksaan kesadaran
- Pemeriksaan rangsang meningeal
- Pemeriksaan fungsi saraf kranialis
- Pemeriksaan refleks patologis
Sedangkan pemeriksaan fungsi kortikal luhur yang meliputi status mental dapat digunakan
instrumen seperti :
- TOAG (Test Orientation and Attention of Galvaston)
- MMSE (Mini Mental Status Examination)
I. Pemeriksaan Kesadaran
Pemeriksaan kesadaran ditentukan berdasarkan respon pasien terhadap rangsang
nyeri, taktil, verbal, dan visual. Pemeriksaan kesadaran dapat dilakukan secara kuantitas
dan kualitas.
Pemeriksaan kesadaran secara kuantitas dengan menggunakan Glasgow Coma Scale,
dengan menilai respon mata, motorik dan verbal, jika afasia kemampuan verbal tidak dapat
dinilai dan jika lumpuh yang dinilai adalah anggota gerak yang sehat.
Verbal (Bicara )
5 = orientasi baik, normal
4 = disorientasi, kalimat dan kata-kata baik
3 = kata – kata baik, kalimat tidak tepat (inappropriate)
2 = meracau, kata-kata tidak dimengerti
1 = tidak respon
Motorik
6 = dapat melakukan gerakan sesuai perintah
5 = Dapat mengetahui arah datangnya rangsangan
18
(lokalisasi)
4 = dapat menghindari rangsangan (withdrawal)/adduksi
3 = abnormal fleksi(dekortikasi)i bila dirangsang
2 = ekstensi (decerebrasi) bila dirangsang
1 = tidak respon
19
Gambar 2. Pemeriksaan Brudzinski II
20
b. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
Pastikan pasien tidak mengalami gangguan sistem penghidu (contoh pilek)
c. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu lubang hidung.
Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah kanan.
d. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka, seperti kopi, teh,
dan sabun.
e. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya, tanyakan jenisnya.
Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan jawaban bila pasien merasa menhidu
sesuatu namun tidak dapat mengenalinya secara spontan, seperti, “Apakah ini kopi,
atau teh?”
f. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.
Visual aquity
Menilai tajam penglihatan, dan menentukan apakah ada kelainan refraksi atau tidak,
dan menentukan diagnosis kelainan refraksi
Lapang pandang
Menilai lapang pandang dengan donders’ confrontation test
Interpretasi:
Gambaran funduskopi normal:
- Warna kuning-orange
- Pembuluh darah sedikit pada disc
- Batas disc tegas
- Atrofi optic
- Warna putih
- Tidak terdapat pembuluh darah pada disc
- Papiledema
Warna pink, hiperemis
- Pembuluh darah disc lebih terlihat dan banyak
Disc sembab
Gambar 7. Papiledema
22
Pemeriksaan Nervus Opticus dan Occulomotorius (N II - N.III)
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan refleks pupil. Normalnya ukuran pupil kanan
dan kiri sama besar. Saat diberikan rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.
Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang, ukuran pupil tidak sama
kanan dan kiri. Pupil yang berukuran lebih besar tidak dapat berkonstriksi dengan
baik. Penyebab kelaianan ini antara lain trauma tumpul pada mata, glaukoma sudut
terbuka, dan gangguan saraf parasimpatik pada iris, seperti pada tonic pupil dan
paralisis n.okulomotorius. Saat pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil yang
lebih kecil tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada Horner’s syndrome. Hal
ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik.
Pemeriksaan nervus Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens (N. III, IV, dan N. VI)
Pemeriksaan fungsi terdiri:
a. Pemeriksaan gerakan bola mata
b. Observasi kelopak mata:
- Adakah ptosis
- Kedipan mata
- Bagaimana pasien membuka/nutup mata
Ptosis adalah penyempitan fisura palpebra oleh karena menurunnya kelopak
mata atas akibat :
1. Kelemahan otot levator palpebra superior
2. Kelemahan otot tarsalis superior
Ptosis tanpa kelemahan otot levator palpebra --- Pseudoptosis.
Untuk membedakan ptosis dan pseudoptosis :
▪ Ptosis
– Diminta angkat kelopak mata atas.
– Ptosis tetap ada.
– Kerutan dahi (+).
▪ Pseudoptosis
– Diminta angkat kelopak mata atas
– Ptosis tetap ada.
– Kerutan dahi (-)
23
Gambar 9. Pemeriksaan N.III, IV, dan VI
24
Gambar 10. Pemeriksaan N. V
25
Gambar 11. Pemeriksaan N. VII
26
Pemeriksaan Nervus Vagus (N. X)
Cara pemeriksaan :
- Tes menelan bersama N IX, adanya kelemahan menelan.
- Tes artikulasi, suara serak.
- Reflek muntah : melalui cara menyentuh pharing, palatum, dasar lidah, atau
dinding posterior pharing dengan spatel tongue, atau alat lain yg mirip.
27
Pemeriksaan Nervus Hipoglossus (N.XII)
1. Pemeriksaan untuk otot intrinsik dan ekstrinsik lidah :
2. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah kemudian menarik dan menjulurkan lidah
dengan cepat lihat deviasi.
3. Lesi unilateral lidah akan membelok ke sisi lesi waktu dijulurkan dan pada posisi diam
di dalam mulut deviasi ke sisi sehat.
4. Lihat atrofi lidah dan gerakan fasikulasi.
5. Lihat cara pasien bicara apakah ada disartri.
6. Parese N. XII (hypoglossus)
7. Didalam mulut : tonus sisi sehat menarik lidah jadi akan tertarik dan miring kesisi
sehat.
8. Diluar mulut bila dijulurkan :akan keluar dan miring ke sisi sakit.
R.Hoffman
▪ Sikap : tangan pasien dan pemeriksa terlukis pada gambar.
▪ Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku ibu jari
pemeriksa.
▪ Respons : Ibu jari, telunjuk serta jari - jari yang lainnya berefleksi sejenak setiap
jari tengah pasien digores
28
R.Tromner
▪ Sikap : tangan pasien dan pemeriksa terlukis pada Gambar.
▪ Stimulus : mencolek ujung jari pasien.
▪ Respons : Ibu jari, telunjuk serta jari - jari yang lainnya berefleksi sejenak setiap
jari tengah pasien tercolek.
Refleks Babinski
▪ Sikap : pasien berbaring dengan tungkai diluruskan.
▪ Stimulus : dilakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit ke
pangkal ibu jari. Goresan perlahan, tak boleh nyeri – menarik kaki.
▪ Respons :
(+) gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari jari lainnya
29
Refleks Chaddock
▪ Sikap : pasien berbaring dengan tungkai diluruskan.
▪ Stimulus :dilakukan penggoresan bagian lateral maleolus. Goresan perlahan, tak
boleh nyeri – menarik kaki.
▪ Respons :
(+) , gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari jari lainnya.
Refleks Gordon
– Rangsang memijit M. gastrocnemeus
Respons = Babinski
Refleks Oppenheim
– Rangsang menggores tibia pada M. Tibialis anterior.
– Respons = Babinski
30
Gambar 21. Pemeriksaan Refleks Oppenheim
Refleks Gonda
– Rangsang : Menekan ke plantar jari ke IV dan mendadak dilepas.
– Respons : Babinski.
Refleks Schaefer
– Rangsang : Memijat tendon Achilles
– Respons : Babinski
31
Status Neurologis
Daftar Pustaka:
1. Biller, Jose., Gruener, Gregory., Brazis., Paul. DeMYER’S: The Neurologic
Examination Seventh Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2017
2. Campbel, W William. DeJong’s: The Neurologic Examination Seventh Edition.
Philadelpia: Lippincott Company; 2013.
32
LESSON PLAN
Pertemuan I
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan 25 menit
pemeriksaan kesadaran, rangsang meningeal, motorik, dan
sensorik kepada pasien simulasi
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 - Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba 60 menit
sendiri dengan diobservasi temannya kemudian bergantian
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback dan mengobservasi pada
masing-masing kelompok
5 - Penutup 5 menit
- Diskusi, penugasan, rencana pertemuan ke II
Pertemuan II
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan 25 menit
pemeriksaan refleks fisiologis, patologis, dan fungsi
keseimbangan kepada pasien simulasi
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 - Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba 60 menit
sendiri dengan diobservasi temannya kemudian bergantian
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback dan mengobservasi pada
masing-masing kelompok
5 - Penutup 5 menit
- Diskusi, penugasan, rencana pertemuan ke II
33
Pertemuan III
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan 25 menit
pemeriksaan saraf kranialis kepada pasien simulasi
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 - Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba 60 menit
sendiri dengan diobservasi temannya kemudian bergantian
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback dan mengobservasi pada
masing-masing kelompok
5 - Penutup 5 menit
- Diskusi, penugasan, rencana pertemuan ke II
34