Anda di halaman 1dari 20

KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF, PENDELEGASIAN DAN

PEMBERDAYAAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan dan Manajerial Pendidikan


Islam 2
DosenPengampu:
Addin Arsyadana M.Pd.I.
Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Fidudiyana Ukrimatun Nabila (932404818)


2. Alifiyah Puspita Al Gholaini (932406418)
3. Nadia Stifani Qurrota A’yun (932408918)

Kelas C
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT , karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah KEPEMIMPINAN DAN MANAJERIAL PENDIDIKAN ISLAM 2.
Selanjutnya kami sampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya atas pemikiran
yang telah diberikan oleh semua pihak dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan
maupun kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran, akan penulis
terima dengan kerendahan hati dan senang hati demi perbaikan makalah ini.

Kediri, April 2020

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................1

ii
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan Partisipatif......................................................2

B. Pengertian Pendelegasian Wewenang.......................................................8

C. Pemberdayaan Wewenang ......................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................15

B. Saran........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia menurut kodrat dan irodatnya dilahirkan untuk
menjadi seorang pemimpin. Manusia telah dikaruniai sifat dan
seklaigus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang, setiap
individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk atau panduan
untuk memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta
komplek persoalannya. Seorang pemimpin terbentuk dari keturunan
ataupun dari pengalaman hidupnya. Pemimpin harus memiliki model
kepemimpinan maupun sifat kepemimpinan yang diharapkan dapat
mendorong seluruh bawahan dan seluruh anggota organisasi dapat
memberdayakan drinya dan membentuk rasa tanggung jawab atas
tugas-tugas yang diembannya.
Pada era globalisasi ini, kepemimpinan harus memiliki sifat
kepemimpinan partisipatif, pendelegasian dan upaya pemberdayaan
setiap komponen manusia yang terlibat dan bertanggung jawab dalam
organisasi maupun pendidikan. Dimana seorang pemimpin harus bisa
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi dan memotivasi orang
lain atau bawahannya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam
organisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan partisipatif?
2. Apa itu pendelegasian?
3. Apa saja yang mencakup pemberdayaan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu sifat kepemimpinan partisipatif.
2. Untuk mengetahui bagaimana pendelegasian terjadi.
3. Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan Partisipatif
1. Pengertian Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan dipahami sebagai kekuatan untuk
menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai
sebuah alat, sarana, atau proses untuk membujuk orang agar bersedia
melakukan sesuatu secara suka rela atau suka cita.
Kepemimpinan mempunyai hubungan mempengaruhi antara
pemimpin dan pengikutnya yang bertujuan untuk mencapai perubahan
nyata dan memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan bersama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
pengaruh individu kepada individu lain untuk memotivasi agar target
yang sudah ditentukan dapat terlaksana.
Dessler mengatakan bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif
berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Model
Kepemimpinan partisipatif didefinisikan seorang pemimpin yang
mengikutsertakan anak buah bersama-sama berperan didalam proses
pengambilan keputusan.
Sedangkan Ranupandojo dan Suad Husnan mengatakan bahwa
gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan.
Gary Yukl menjelaskan, bahwa kepemimpina partisipatif
melibatkan usaha-usaha manajer untuk mendorong dan memudahkan
partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan yang penting.
Sedangkan Menurut Burharuddin mendefinisikan model
kepemimpinan partisipatif sama pengertiannya dengan kepemimpinan
demokratis, yaitu seorang pemimpin yang mengadakan konsultasi
dengan para bawahannya mengenai tindakan-tindakan dan keputusan-
keputusan yang diusulkan atau dikehendaki oleh pimpinan, serta

2
berusaha memberikan dorongan untuk turut serta aktif melaksanakan
semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan.1
Dalam kepemimpinan partisipatif, bawahan ikut serta dalam
penetapan sasaran dan pemecahan masalah. Menurut Badeni,
pemimpin yang partisipatif mendesentralisasikan otoritas kepada
karyawan. Keputusan- keputusan dibuat tidak secara sepihak tetapi
partisipatif. Putusan-putusan itu adalah hasil dari konsultasi pemimpin
dengan para bawahan.2
Selain itu kepemimpinan dengan menggunakan gaya atau
model partisipatif menjadikan seorang pemimpin dan pengikut atau
bawahannya dapat saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah
dan pembuatan keputusan. Dalam hal ini komunikasi dua arah
ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar.
Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
sebagian besar berada pada bawahan. Hal ini sudah sewajarnya karena
bawahan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang lebih
menekankan pada kerja kelompok sampai di tingkat bawah, dimana
pemimpin menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan
yang tinggi pada bawahan. Sehingga dalam setiap proses pengambilan
keputusan dan penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan.
Dalam hal ini, pola komunikasi yang dilakukan oleh seorang
pemimpin adalah komunikasi dua arah. Dengan memberikan
kebebasan kepada bawahan untuk menyampaikan seluruh ide atau
permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan.
2. Karakteristik Kepemimpinan Partisipatif
Perilaku kepemimpinan partisipatif dapat ditunjukkan dengan ciri-
ciri pemimpin sebagai berikut:

1) Pendekatan akan berbagai persoalan dengan pikiran terbuka.


1
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Cet X(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 116.
2
Andre Setiawan, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap Kinerja Karyawan
melalui Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja.” Jurnal Agora. 2017. Vol. 5 No. 3, 1-2.

3
2) Mau atau bersedia memperbaiki posisi-posisi yang telah
terbentuk.
3) Mencari masukan dan nasehat yang menentukan.
4) Membantu perkembangan kepemimpinan yang posisional dan
kepemimpinan yang sedang tumbuh.

5) Bekerja secara aktif dengan perseorangan atau kelompok.


6) Melibatkan orang lain secara tepat dalam pengambilan
keputusan.3
Ciri-ciri lain gaya kepemimpinan partisipatif antara lain, sebagai
berikut:
a. Pendelegasian wewenang terdesentralisasi
b. Keputusan yang diambil pemimpin melibatkan opini dari
bawahan
c. Komunikasi pemimpin dan bawahan dua arah
d. Berorientasi pada hubungan
e. Asumsi pada karyawan karyawan dapat bekerja sama dan
bermoral
f. Perencanaan tujuan dilakukan oleh keterlibatan karyawan

Sedangkan menurut H. Hadari Nawawi dalam bukunya


kepemimpinan mengefektifkan organisasi menuliskan bahwa
kepemimpinan partisipatif sama pemahamannya dengan
kepemimpinan kompromi (compromiser) yang menunjukkan
karakteristik, sebagai berikut:

1) Seorang pemimpin dalam gaya ini untuk mempertahankan


kekuasaanya tidak berorientasi pada anggota organisasi, tetapi
pada pimpinan atasannya yang berpengaruh dan menentukan
jabatan kepemimpinannya.Mengikutsertakan bawahan dalam
mengambil keputusan, bukan untuk kesempatan menyampaikan
gagasan, kreativitas dan lain-lain.
3
Wahjo Sumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Cet.1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1999), 28-29.

4
2) Dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan,
pemimpin selalu memperhitungkan untung rugi bagi dirinya
bukan bagi bawahan atau organisasinya.
3) Tidak tertarik pada pengembangan pekerjaan dan organisasi
melainkan untuk menjalankan tugas guna mempertahankan
kepemimpinannya.
4) Mau bekerja sama dengan bawahan dalam melaksanakan
pekerjaan. Memberikan dorongan (motivasi) secara selektif
pada anggota organisasi atau bawahan.4
3. Potensi Manfaat dari Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif memberikan beragam potensi
manfaat. Empat potensi manfaat meliputi kualitas keputusan yang
lebih tinggi, penerimaan keputusan yang lebih tinggi oleh para
partisipan, kepuasan lebih atas proses keputusan, dan pengembangan
keterampilan pembuatan keputusan.
a. Kualitas keputusan
Melibatkan orang lain dalam membuat keputusan akan
lebih mungkin untuk meningkatkan kualitas daripada keputusan
saat para partisipan memiliki informasi dan pengetahuan yang
tidak dimiliki pemimpin dan bersedia untuk bekerja sama dalam
menemukan solusi yang baik atas masalah keputusan. Proses
keputusan yang digunakan oleh kelompok akan menentukan
apakah anggota mampu mencapai kata sepakat, dan akan
menentukan batas keputusan itu membutuhkan keahlian dan
pengetahuan para anggoatanya.
Jika para anggota memiliki persepsi berbeda akan masalah
itu tau prioritas berbeda akan berbagai hasil, sangatlah sulit untuk
menemukan keputusan berkualitas tinggi. Kelompok mungkin
gagal mencapai kesepkatan. Akhirnya, aspek lain dari situasi
keputusan seperti tekanan waktu, jumlah partisipan, dan kebijakan
formal dapat membuat bentuk partisipasi menjadi tidak praktis.
4
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Cet.II (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2006), 131-133.

5
b. Penerimaan Keputusan
Partisipasi juga memberikan pemahaman yang lebih baik
atas sifat masalah keputusan dan alasan mengapa alternatif tertentu
diterima dan lainnya ditolak. Partisipan mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang bagaimana mereka akan terpengaruh oleh
sebuah keputusan, yang akan mungkin mengurangi ketakutan dan
kecemasan yang tidak beralasan tentangnya. Jika ada
kemungkinan konsekuensi merugikan, partisipan mengizinkan
orang mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan
kekhawatiran mereka dan membantu menemukan solusi yang
dapat memecahkan kekhawatiran ini.
c. Kepuasan terhadap Proses Keputusan
Hasil yang dimungkinkan adalah persepsi yang lebih besar
atas keadilan proseduran dan kepuasan yang lebih kuat terhadap
proses keputusan. Namun, jika tidak ada pengaruh sebenarnya atas
keputusan, suara saja tidak mungkin menghasilkan komitmen yang
kuat untuk menerapkan keputusan itu. Selanjutnya, proses tersebut
dapat menurunkan kepuasan jika partisipan memandang bahwa
pemimpin sedang berusaha memanipulasi mereka untuk
mendukung kepuusan yang tidak disukai.
d. Pengembangan Keterampilan Partisipan
Pengalaman membantu membuat keputusan rumit dapat
menghasilkan pangembangan keterampilan dan kepercayaan diri
yang lebih besar oleh partisipan. Partisipan yang terlibat dalam
semua aspek proses keputusan akan belajar lebih banyak daripada
partisipan yang hanya berkontribusi pada satu aspek.5

4. Tujuan Bagi Partisipan

5
Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Jakarta: Indeks, 2007), 101-102.

6
Tujuan pemimpin untuk menggunakan partisipasi bisa berbeda
tergantung pada apakah partisipan tersebut merupakan bawahan, rekan
sejawat, atasan, atau orang luar.
Konsultasi ke arah bawah dapat digunakan untuk:
a. Meningkatkan kualitas keputusan dengan mengambil pengetahuan
dan keahlian pemecahan masalah dari para bawahan.
b. Meningkatkan penerimaan bawahan atas keputusan dengan
memberikan rasa kepemilikan bagi mereka.
c. Mengembangkan keterampilan pembuatan keputusan dari para
bawahan dan memberi mereka pengalaman dalam membantu
menganalisis permasalahan keputusan dan mengevaluasi solusi.
d. Memudahkan penyelesaian konflik dan pembentukan tim.
Konsultasi lateral dengan orang yang berasal dari subunit
berbeda dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas keputusan jika
rekan sejawat memiliki pengetahuan yang relevan tentang penyebab
masalah dan solusi yang mungkin. Konsultasi lateral memudahkan
koordinasi dan kerja sama di antara para manajer dan subunit
organisatoris berbeda yang memiliki tugas yang saling bergantung.
Namun, konsultasi harus terbatas pada keputusan di mana keputusan itu
tepat, sehingga waktu tidak terbuang dalam pertemuan yang tidak perlu.
Konsultasi ke arah atas memungkinkan manajer untuk
mengambil keahlian dari atasan, yang mungkin lebih besar dari
keahlian manajer itu. Selain itu, konsultasi ke arah atas memungkinkan
manajer untuk mengetahui bagaimana perasaan atasan tentang suatu
masalah dan kemungkinan reaksinya. Manajer yang memiliki otoritas
untuk membuat pilihan akhir dalam keputusan akan lebih bijaksana bila
menghindari untuk terlalu bergantung pada atasan saat membuat
keputusan.
Berkonsultasi dengan orang luar seperti klien merupakan cara
untuk belajar lebih banyak tentang keputusan dan pilihan mereka,

7
memeprkuat jaringan eksternal, meningkatkan koordinasi, dan
menyelesaikan masalah bersama yang berhubungan dengan pekerjaan.6
5. Mendorong Partisipasi
Konsultasi tidak akan efektif kecuali orang secara aktif terkait
dalam menciptakan gagasan, membuat saran, memberitahukan pilihan
mereka, dan mengekspresikan keprihatinan mereka. Ada beberapa
pedoman untuk mendorong lebih banyak partisipasi, antara lain
sebagai berikut:
1) Mendorong orang untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka
2) Menjelaskan dan menyatakan bahwa usulan masih bersifat
sementara
3) Mencatat ide-ide dan saran-saran
4) Mencari cara untuk membangun ide dan saran
5) Berbicara secara taktis dalam mengungkapkan keprihatinan
mengenai sebuah saran
6) Mendengarkan pandangan yang menolak tanpa menjadi defensif.
7) Berusaha untuk menggunakan saran dan menghadapi kerpihatinan
8) Memperlihatkan penghargaan terhadap saran-saran.7

B. Pendelegasian
1. Pengertian Pendelegasian Wewenang
Delegasi adalah memberikan wewenang formal kepada orang
lain (kekuasaan sah) dan tanggung jawab untuk melaksanakan aktivitas
tertentu. pendelegasian wewenang oleh manajer kepada karyawan
perlu agar organisasi dapat berfungsi secara efisien, karena tidak
seorang manajer pun yang dapat menyelesaikan sendiri atau
melakukan supervisi menyeluruh terhadap semua hal. Wewenang
adalah suatu bentuk kekuasaan, sering kali dipergunakan secara lebih
luas unuk merujuk kemampuan menggunakan kekuasaan sebagai
hasildari ciri-ciri seperti pengetahuan atau gelar seperti hakim. Jadi
Pendelegasian wewenang merupakan proses pembagian kerja,
6
Ibid., 102-103.
7
Ibid., 116-118.

8
pengelompokan tugas seorang manajer sedemikian rupa. Sehingga
akhirnya manajer hanya mengerjakan bagian pekerjaan yang tidak
dapat diserahkan kepada para bawahannya. Dengan pendelegasian ini,
maka bawahan akan mempunyai wewenang untuk melaksanakan
tugasnya. Wewenang juga alat untuk bertindak, sedangkan delegasi
wewenang merupakan kunci dinamika organisasi.
2. Asas-Asas Pendelegasian Wewenang
Ada beberapa Asas dalam pendelegasian wewenang yang perlu
diketahui :
a. Asas Delegasi atau hasil yang diharapkan (Principle Delegation by
Result Expected)
Asas ini memperhatikan hasil yang diperoleh dri pemberian
wewenang. Harus disesuaikan dengan adanya jaminan kecapakan
dan keterampilan untuk mencapai hsil yang diharapkan.
b. Asas Penentuan Fungsi atau Kejelasan Tugas (Principle of
Function Definition)
Asas penentuan yang dilakukan oleh para manajer bagi para
bawahan harus secara jelas disertai hasil yang diharapkan.
c. Asas Rantai Berkala (Principle Scalar of Chain)
Asas ini menghendaki adanya urutan wewenang dari
manajer puncak sampai pada bawahan. Apabila manajer puncak
akan memerintahkan tugas kepada bawahan, maka harus melalui
tingkatan yang ada.
d. Asas Tingkat Wewenang (THE authority level pranciple)
Masing-masing pemimpin pda setiap tingkat harus
mengambil keputusan apa saja yang dapat diambilnya sepanjang
mengenai wewenang. 8

8
James A.F.Stoner, R.Edward Freeman, Daniel R. Gilbert,Jr. Manajemen jilid II 1996 Simon &
Schuster (Asia) Pte. Ltd. (Edisi Indonesia).

9
3. Pedoman untuk Pendelegasian yang Efektif
Prasyarat :
a. Prasyarat paling mendasar untuk delegasi yang efektif adalah
kesediaan manajer untuk memberikan kebebasan karyawannya
untuk menyelesaikan tugas yang didelegasikan.
b. Prasyarat kedua untuk delegasi adalah komunikasi terbuka antara
manajer dan karyawan. Manajer mengetahui kemmpuan
karyawannya dapat lebih realistis memutuskan tugas mana yang
dapat didelegasikan kepada siapa.
c. Prasyarat ketiga untuk delegasi adalah kemampuan manajer untuk
menganalisis faktor seperti sasaran organisasi,persyaratan tugasdan
kemampuan karyawan.
Tugas dari Delegasi Efektif :

a. Putuskan tugas mana yang dapat didelegaskan.


b. Putuskan siapa yang akan mendapat penugasan.
c. Siapkan sumber daya yang memadai untuk melakukan tugas
yangdidelegasikan.
d. Delegasikan tugas tadi.
e. Bersiap untuk melakukan campur tangan bila perlu.
f. Tetapkan sistem umpan balik.
4. Hambatan Terhadap Pendelegasian Yang Efektif
Penyebab keengganan untuk mendelegasikan wewenang :
a. Perasaan tidak aman. Manajer enggan mengambil resiko untuk
melimpahkan tugas atau mungkin taku kehilangan kekuasaan bila
bawahannya terlalu baik melaksanakan tugas.
b. Ketidak mampuan manajer. Sebagian manajer bisa sangat tak
teratur dalam membuat perencanaan ke depan.
c. Ketidak percayaan kepada bawahan.
d. Manajer merasa bahwa bawahan lebih senang tidak mempunyai hak
pembuatan keputusan yang luas.
Penyebab keengganan untuk menerima pendelegasian wewenang :

10
a. Perasaan tidak aman bagi bawahan untuk menghindari tanggung
jawab dan resiko
b. Bawahan takut dikritik atau dihukum karena membuat kesalahan.
c. Bawahan tidak mendapat cukup rangsangan untuk beban tanggung
jawab tambahan.
d. Bawahan kurang percaya diri dan merasa tertekan bila dilimpahi
wewenang pembuatan keputusan yang lebih besar.9

C. Pemberdayaan
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan proses pemerdekaan
diri, dimana setiap individu dipandang sebagai sosok manusia yang
memiliki kekuatan cipta, rasa dan karsa, dan jika ketiga aspek
kekuatan diri manusia ini mempunyai tempat untuk berkembang secara
semestinya dalam suatu organisasi, maka akan menjadi kekuatan yang
luar biasa bagi kemajuan organisasi. Oleh karena itu, partisipasi dan
keterlibatan individu dalam setiap pengambilan keputusan memiliki
arti penting bagi pertumbuhan organisasi.10
Apa yang telah dilakukan untuk memberikan lebih banyak
pengaruh kepada orang atas keputusan yang berhubungan dengan
pekerjaan dan untuk menciptakan kondisi yang memupuk inisiatif dan
determinasi diri adalah penekanan dari pandangan mengenai
pembagian kekuasaan dan partisipasi yang berpusat pada pemimpin.
Tindakan-tindakan para pemimpin merupakan sebuah determinan
penting dari pemberian kewenangan , tetapi mereka tidak menjelaskan
kapan dan mengapa orang akan merasa diberikan kewenangan.11
Upaya pemberdayaan bukanlah hal yang sederhana, melainkan
didalamnya membutuhkan kerja keras dan kesungguhan dari
pemimpin agar anggotanya tumbuh dan berkembang menjadi individu

9
Harold Koontz.Cyril O’Dinnel, dan Heinz Weirich, Manajemen, jiid I, Edisi Kedelapan ,
(Penerbit Erlangga, 1992).
10
Sukiyat. Good Leadership: Kepemimpinan Era Globalisasi Pendidikan, (Surabaya: Jakad Media
Publishing, 2020), 5.
11
Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Jakarta: Indeks, 2007), 129.

11
yang berdaya. Jika seorang pemimpin sudah mampu memberdayakan
seluruh anggotanya maka akan tumbuh dinamika organisasi yang
diwarnai dengan pemikiran kreatif dan inovatif dari setiap
anggotanya.12
Kepemimpinan pemberdayaan melambangkan peran ideal dari
pemimpin yang ditunjuk dalam pekerjaan intelektual. Kepemimpinan
ini menekankan pada pengaruh pribadi pegawai daripada pengawasan
dari atas ke bawah. Kepemimpinan ini dapat dilakukan dan
diproyeksikan dengan sesame rekan kerja. Kepemimpinan
pemberdayaan bersama secara khusus menekankan pada membangun
keahlian memengaruhi diri sendiri, yang mengatur kinerja sementara
mempertahankan otonomi. Kepemimpinan pemberdayaan bersama
termasuk dukungan dan bantuan rekan kerja dalam menetapkan tujuan
pribadi, penilaian diri, penghargaan diri, dan pengembangan diri.13
2. Sifat dari Pemberdayaan Psikologis
Istilah pemberian pemberdayaan menjelaskan bagaimana
motivasi instrinsik dan kemanjuran diri dari orang terpengaruh oleh
perilaku kepemimpinan, karakteristik pekerjaan, struktur organisasi,
dan kebutuhan serta nila-nilai mereka sendiri. Salah satu alasan
penting untuk mempertimbangkan proses-proses psikologis adalah
bahwa praktik-praktik partisipatif dan program keterlibatan tidak
selalu mengurangi perasaan tidak memiliki kekuasaan atau
membiarkan orang merasa bahwa pekerjaan mereka berarti dan
berharga (Conger dan Kanungo, 1988). Teori mengenai pemberian
kewenangan psikologis berusaha untuk menjelaskan kapan dan
mengapa usaha untuk memberi kewenangan kepada orang akan
mungkin berhasil.
Spreitzer (1995) melakukan studi dan menemukan dukungan
bagi usulan bahwa pemberdayaan psikologis meliputi empat elemen,
yaitu:
12
Sukiyat. Good Leadership: Kepemimpinan Era Globalisasi Pendidikan, (Surabaya: Jakad Media
Publishing, 2020), 5.
13
Craigh L. Pearce, Joseph A. Maciariello, & Hideki Yamawaki, The Drucker Difference,
(Jakarta: Ufuk Press, 2010), 68.

12
a. Makna. Kandungan dan konsekuensi pekerjaan konsisten dengan
nilai-nilai dan idealisme seseorang.
b. Determinasi diri. Orang memiliki kemampuan untuk menentukan
bagaimana dan kapan pekerjaan itu diselesaikan.
c. Kemanjuran diri (self-efficacy). Orang memiliki kepercayaan diri
yang tinggi mengenai mampu melakukan pekerjaan itu secara
efektif.
d. Dampak. Orang itu yakin bahwa sangat mungkin untuk memiliki
dampak penting pada pekerjaan dan lingkungan kerja.14
Pemberdayaan psikologis membuktikan bahwa kepemimpinan
partisipatif dan pendelegasian bukan satu-satunya perilaku
kepemimpinan yang dapat membuat orang merasa diberikan
wewenang. Beberapa jenis perilaku kepemimpinan dapat secara
langsung mempengaruhi pemberdayaan psikologis, dan perilaku ini
juga dapat memperkuat pengaruh dari kepemimpinan partisipatif dan
pendelegasian (Forrester, 2000; Howard, 1998; Konczak et al, 2000).15
3. Konsekuensi dari Pemberdayaan
Konsekuensi yang menguntungkan meliputi:
a. Komitmen tugas yang lebih kuat
b. Insiatif yang lebih besar dalam menjalankan tanggung jawab peran
c. Ketekunan yang lebih besar di hadapan rintangan dan kemunduran
sementara
d. Lebih inovasi dan pembelajaran
e. Optimisme yang lebih kuat tentang keberhasilan akhir akhir dari
pekerjaan itu
f. Kepuasaan kerja yang lebih tinggi
g. Komitmen organisatoris yang lebih kuat
h. Berkurangnya pergantian karyawan.
Beberapa potensi biaya dan resiko telah diidentifikasi,
contohnya meliputi:
a. Biaya yang lebih tinggi untuk seleksi dan pelatihan
14
Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Jakarta: Indeks, 2007), 129.
15
Ibid., 133.

13
b. Biaya tenaga kerja yang lebih tinggi dari bagi karyawan yang
terampil
c. Kualitas pelayanan yang tidak konsisten
d. Pemberian yang mahal dan keputusan yang buruk oleh beberapa
karyawan
e. Perasaan pelanggan akan ketidakadilan perlakuan yang tidak sama
f. Perlawanan oleh para manajer menengah yang merasa terancam
g. Konflik yang berasal dari harapan karyawan di luar apa yang dapat
dipenuhi oleh manajemen puncak.
Potensi manfaat lebih mungkin terjadi saat kondisinya lebih
menguntungkan bagi pemberian kewenangan.16

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
16
Ibid., 130.

14
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang lebih
menekankan pada kerja kelompok sampai di tingkat bawah, dimana
pemimpin menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang
tinggi pada bawahan. Sehingga dalam setiap proses pengambilan
keputusan dan penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan.
Dalam hal ini, pola komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin
adalah komunikasi dua arah. Dengan memberikan kebebasan kepada
bawahan untuk menyampaikan seluruh ide atau permasalahan yang
berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Ada beberapa ciri (karakteristik) dari model kepemimpinan
partisipatif, antara lain bekerja secara aktif dengan bawahan baik
perseorangan maupun kelompok, mengikutsertakan bawahan secara
tepat dalam pengambilan keputusan, Mementingkan menjalankan tugas
guna untuk mempertahankan kepemimpinan dan kekuasaanya, menerima
masukan dan nasehat yang bersifat membangun demi perkembangan
organisasi, memberikan motifasi secara penuh pada anggota organisasi.
Kepemimpinan partisipatif memberikan beragam potensi manfaat.
Empat potensi manfaat meliputi kualitas keputusan yang lebih tinggi,
penerimaan keputusan yang lebih tinggi oleh para partisipan, kepuasan
lebih atas proses keputusan, dan pengembangan keterampilan pembuatan
keputusan. Sedangkan Tujuan pemimpin menggunakan partisipasinya
bisa berbeda tergantung pada partisipan yang merupakan bawahan, rekan
sejawat, atasan, atau orang luar.
Ada beberapa pedoman untuk mendorong lebih banyak partisipasi,
antara lain m endorong orang untuk mengungkapkan kekhawatiran
mereka, menjelaskan dan menyatakan bahwa usulan masih bersifat
sementara, mencatat ide-ide dan saran-saran.
Pendelegasian wewenang merupakan proses pembagian kerja,
pengelompokan tugas seorang manajer sedemikian rupa. Sehingga
akhirnya manajer hanya mengerjakan bagian pekerjaan yang tidak dapat

15
diserahkan kepada para bawahannya. Dengan pendelegasian ini, maka
bawahan akan mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugasnya.
Pemberdayaan merupakan proses pemerdekaan diri, dimana setiap
individu dipandang sebagai sosok manusia yang memiliki kekuatan cipta,
rasa dan karsa, dan jika ketiga aspek kekuatan diri manusia ini mempunyai
tempat untuk berkembang secara semestinya dalam suatu organisasi, maka
akan menjadi kekuatan yang luar biasa bagi kemajuan organisasi.
Sehingga dapat diketahui bahwa dalam kepemimpinan partisipatif,
proses pengambilan keputusan yang bersifat partisipatf yaitu melibatkan
segala pihak baik dari atasan, bawahan, maupun rekan sejawat. Hal ini
juga berkaitan dengan proses pendelegasian serta pemerdayaan wewenang
seorang pemimpin atas bawahan. Jadi seorang pemimpin tidak hanya
memberi batas seorang bawahan untuk melaksanakan tugasnya saja, sesuai
garis yang sudah berlaku, tetapi juga dapat terlibat secara aktif dalam
proses pemcahan masalah dan pengambilan keputusan.
B. Saran
Dengan demikian dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat
menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan ketika hendak memasuki
dunia kerja, terutama jika berperan dalam bagian manajer atau pemimpin.
Karena seorang pemimpin sangat bebas menentukan pilihannya dalam
melaksanakan gaya kepemimpinannya. Jadi sebaiknya, seorang pemimpin
menerapkan gaya kepemimpinan efektif yaitu kepemimpinan partisipatif,
dimana seorang pemimpin tidak acuh terhadap bawahan atau karyawannya
dengan melibatkan mereka secara langsung dan aktif dalam proses
kepemimpinannya, yaitu pengambilan keputusan serta pemecahan
terhadap suatu masalah yang terjadi di lingkungan kerja, lembga, atau
perusahaan yang dinaunginya.

16
DAFTAR PUSTAKA

A.F.Stoner, James, R.Edward Freeman, Daniel R. Gilbert,Jr. 1996. Manajemen


jilid II. Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd. (Edisi Indonesia).

Koontz, Harold, Cyril O’Dinnel, dan Heinz Weirich. 1992. Manajemen, jilid I.
Erlangga.

L. Pearce, Craigh, Joseph A. Maciariello, & Hideki Yamawaki. 2010. The


Drucker Difference. Jakarta: Ufuk Press.

Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya),


2006.
Nawawi, Hadari. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press), 2006.
Setiawan, Andre. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap Kinerja
Karyawan melalui Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja.” Jurnal Agora,
Vol. 5 No.3. 2017.
Sumidjo, Wahjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), 1999.
Sukiyat. 2020. Good Leadership: Kepemimpinan Era Globalisasi Pendidikan.
Surabaya: Jakad Media Publishing.

Yukl, Gary. 2007. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Indeks.

Anda mungkin juga menyukai