Anda di halaman 1dari 176

Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,

KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

BAB 5

KAWASAN STRATEGIS NASIONAL MAHATO

5.1 Profil Wilayah KSN Mahato

5.1.1 Profil Wilayah Kabupaten Rokan Hulu

5.1.1.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Rokan Hulu

Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau
dengan ibu kotanya terletak di Pasir Pengarayan. Berdasarkan Permendagri Nomor 66
Tahun 2011, Kabupaten Rokan Hulu memiliki luas wilayah sebesar 722.978 Ha.
Secara administratif, kabupaten ini memiliki 16 daerah kecamatan, 7 daerah
kelurahan dan 149 daerah desa. Kabupaten Rokan Hulu dikenal dengan
sebutan "Negeri Seribu Suluk". Kabupaten Rokan Hulu terletak pada garis lintang
00°25‟20-010°25‟41 LU 1000°02‟56-1000°56‟59 BT. Secara geografis, Kabupaten
Rokan Hulu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Labuhan


Batu, Provinsi Sumatera Utara,

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat,


Provinsi Sumatera Barat; dan

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hilir

Kabupaten Rokan Hulu terdiri dari 16 kecamatan, yaitu sebagai berikut :

A. Kecamatan Bangun Purba

B. Kecamatan Kabun

C. Kecamatan Kepenuhan

D. Kecamatan Kunto Darussalam

Laporan Akhir | V-1


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

E. Kecamatan Rambah

F. Kecamatan Rambah Hilir

G. Kecamatan Rambah Samo

H. Kecamatan Rokan IV Koto

I. Kecamatan Tambusai

J. Kecamatan Tambusai Utara

K. Kecamatan Tandun

L. Kecamatan Ujungbatu

M. Kecamatan Pagaran Tapah Darussalam

N. Kecamatan Bonai Darussalam

O. Kecamatan Kepenuhan Hulu

P. Kecamatan Pendalian IV Koto

Sebagian besar daerah Kabupaten Rokan Hulu adalah dataran rendah hingga
menengah, di bagian timur deretan bukit barisan dengan ketinggian 5-1.125 mdpl. Di
berbagai kawasan bukit barisan terdapat beberapa jenis fauna dan flora yang memiliki
potensi wisata yang cukup besar. Untuk jenis flora yaitu sebagai berikut :

- Anggrek hutan;

- Kayu kemayan;

- Bunga raflesia berukuran kecil, dan lainnya

Semetara potensi fauna di Kabupaten Rokan Hulu yang masih ditemukan yaitu
beberapa jenis hewan yaitu Harimau, Gajah, Kancil, Enggang, Serindit, Beruang; dan
lainnya.

Laporan Akhir | V-2


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.1.2 Karakteristik Fisik

Daerah Rokan Hulu dikenal dengan nama Rantau Rokan atau Luhak Rokan Hulu,
karena merupakan daerah tempat perantauan suku Minangkabau yang ada di daerah
Sumatera Barat. Rokan Hulu pada masa ini juga diistilahkan sebagai „Teratak Air
Hitam‟ yakni Rantau Timur Minangkabau di sekitar daerah Kampar sekarang.Hal ini
mengakibatkan masyarakat Rokan Hulu saat ini memiliki adat istiadat serta logat
bahasa yang masih termasuk ke dalam bagian rumpun budaya Minangkabau.
Terutama sekali daerah Rao dan Pasaman dari wilayah Provinsi Sumatera
Barat.Sementara di sekitar Rokan Hulu bagian sebelah Utara dan Barat Daya,
terdapat penduduk asli yang memiliki kedekatan sejarah dan budaya dengan etnis
Rumpun Batak di daerah Padang Lawas di Provinsi Sumatera Utara.Sejak abad yang
lampau, suku-suku ini telah mengalami melayunisasi dan umumnya mereka mengaku
sebagai suku Melayu.

Laporan Akhir | V-3


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.1 Peta Administrasi Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V-4


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat


Rokan Hulu menggunakan adat istiadat dan
bahasa daerah yang termasuk varian Rumpun
Budaya Minangkabau. Utamanya mirip dengan
daerah Rao dan Pasaman di Provinsi Sumatera
Barat dengan Persukuan, Molayu/Melayu,
Kandang Kopuah, Bonuo, Ampu, Pungkuik,
Moniliang atau Mandahiliang, Kuti, Caniago, Piliang, Domo, Potopang/Petopang,
Maih, Soborang, Anak Rajo-rajo, Non Soatuih, Non Limo Puluh, Molayu Tigo
Induk, Molayu Panjang, Molayu Tongah, Ompek Induk, Molayu Bosa, Bono Ampu,
Molayu Ompek Induk, Molayu Pokomo, Piliang Kecil, Domo Kecil, Molayu Kecil,
Molayu Bawah, Molayu Bukik, Aliantan, Suku Tengku Panglimo Bosa, Suku
Maharajo Rokan, Suku Tengku Bosa, Suku Maharajo, dan Bendang.

A. Topografi
Kabupaten Rokan Hulu berada pada ketinggian 70-86 Meter dari permukaan
laut. Disebelah Barat Kabupaten mempunyai kontur tanah yang bergelombang
yang merupakan bagian pegunungan Bukit Barisan sedangkan sebagian besar
lainnya merupakan daerah rendah yang subur, dimana 85% terdiri dari dataran
dan 15% rawa-rawa.
Secara geomorfologi Kabupaten Rokan Hulu merupakan dataran bergelombang
dan wilayah bagian barat merupakan dataran berbukit yang dibentuk oleh
gugusan bukit barisan. Di daerah Kabupaten Rokan Hulu terdapat:
a. Sungai Rokan Kiri
b. Sungai Rokan Kanan
c. Sungai Sosah.
Selain sungai besar tersebut, terdapat juga sungai-sungai kecil antara lain Sungai
Tapung, Sungai Dantau, Sungai Ngaso, Sungai Batang Lubuh, Sungai Batang
Sosa, Sungai Batang Kumu, Sungai Duo (Langkut), dan lain-lain.Sungai Rokan
Kanan hulunya terdapat di Pinarik, Sungai Rokan Kiri di Rao Sumatera Barat,

Laporan Akhir | V-5


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

kedua sungai besar ini bermuara di Kualo Sako, Sungai Sosah hulunya berada di
Hapung Tapsel bermuara di Kualo Batang Sosa, Batang Kumu hulunya di Tapsel
dan bermuara di Kualo Tuk Musolin, Sungai Duo berhulu di Sei Salak bermuara
di Kualo Sungai Duo, Sungai Suligi bermuara di Sungai Siak.
Kondisi tersebut Wilayah Kabupaten Rokan Hulu memiliki 3 sungai besar yaitu :
- Sungai Rokan Kanan (151,9 km);
- Sungai Rokan Kiri (204,1 km); dan
- Batang Sosah.
Sungai ini adalah simpul dari beratus-ratus sungai kecil yang ada di Rokan Hulu
yang kemudian bermuara ke Sungai Rokan bahagian hilir dengan panjang lebih
kurang 100 km, kedalaman rata-rata 6-8 meter serta lebar 92 meter (luas
13.177km2).
Ada beberapa bukit yang ternama di Kabupaten Rokan Hulu seperti Bukit
Simolombu 1.036m dpl, Bukit Hulu Pawan 860m dpl, Bukit Maliao 1.189m dpl,
Bukit Hulu Menaming 858m dpl, Bukit Cundong 879m dpl, Bukit Adiantua
306m dpl, Bukit Batuhaorpit, Bukit Pajok 256 mdpl, Bukit Buar 406 mdpl, Bukit
Batu Tangkap 276m dpl, Bukit Paninjauan 215m dpl, dan dua gunung kecil yaitu
Gunung Bongsu 419m dpl, dan Gunung Kocik 319m dpl. Dengan kondisi
demikian tidak berlebihan Rokan Hulu disebut sebagai View nya Rantau Riau.
Tabel 5.1 Kemiringan Kabupaten Rokan Hulu
No Kemiringan Luas (Ha)
1 0-8% 673.714,81
2 8-15% 103.149,96
3 15-25% 41.757,90
4 25-40% 4.376,46
5 >40% 14184.22
Jumlah 837183.35
Sumber : Hasil Keluaran GIS Tahun 2014

Laporan Akhir | V-6


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.2 Peta Kemiringan Lereng

Laporan Akhir | V-7


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.3 Bukit Simolombu di Kabupaten Rokan Hulu

B. Iklim/Curah Hujan
Curah hujan di Kabupaten Rokan Hulu yaitu per tahun rata-rata 2.559 mm/tahun.
Jumlah bulan kering 4-5 bulan dan 7 bulan basah. Rata-rata jumlah hari hujan
adalah 12 hari per bulan dan curah hujan maksimum selama 24 jam adalah 36,50
mm/hari.

Tabel 5.2 Jumlah Hari Hujan di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012
Hari Hujan di Kabupaten Jumlah Curah Hujan Kabupaten
No Bulan
Rokan Hulu Rokan Hulu (mm)
1 Januari 13 239,6
2 Februari 6 152,5
3 Maret 12 237,6
4 April 10 327,9
5 Mei 7 109,9
6 Juni 15 240,7
7 Juli 15 200,5
8 Agustus 8 412,5
9 September 13 189,7
10 Oktober 8 -
11 November 13 211,7
12 Desember 15 167,4
Jumlah/Total 135 2.490,0
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Kabupaten Rokan Hulu berada pada ketinggian 70-86 Meter dari permukaan
laut. Di sebelah Barat Kabupaten mempunyai kontur tanah yang bergelombang
yang merupakan bagian pegunungan Bukit Barisan sedangkan sebagian besar
lainnya merupakan daerah rendah yang subur, dimana 85% terdiri dari dataran
dan 15% rawa-rawa.

Laporan Akhir | V-8


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kabupaten Rokan Hulu tergolong daerah beriklim tropis dengan temperatur


udara berkisar antara 220 - 310 C, terdapat dua musim yaitu Musim Hujan dan
Musim Kemarau. Musim kemarau pada umumnya terjadi antara bulan Maret
sampai dengan Agustus sedangkan Musim Hujan terjadi bulan September
sampai dengan Januari.

C. Struktur Geologi
Berdasarkan struktur geologi wilayah di Kabupaten Rokan Hulu dimana batuan
tertua yang terdapat di wilayah ini adalah kelompok batuan metasedimen dan
malihan yang termasuk ke dalam Formasi Kuantan (Puku) serta Formasi
Bohorok (Pub) berumur Permo A - Karbon. Batuan-batuan tersebut diterobos
oleh batuan granit Intrusi Rokan (MPiro) dan Granit Giti (MPigt). Batuan-batuan
tertua serta batuan granit ini selanjutnya ditutupi oleh batuan-batuan malih dari
Formasi Muarasoma (Mums) dan batuan batuan melange Kelompok Woyla
(Muwm) berumur Jura hingga Kapur.

Selanjutnya di atas keseluruhan kelompok batuan tersebut, diendapkan secara


tidak selaras batuan dari Formasi Pematang (Tlpe) berumur Oligosen Akhir,
terdiri dari batulumpur, konglomerat kerakalan, dan serpih.Di atasnya secara
tidak selaras diendapkan Formasi Telisa (Tmt) yang menjemari dengan Formasi
Sihapas (Tms) berumur Miosen. Formasi Telisa terdiri dari batulumpur
gampingan dan batulanau, bersisipan batugamping dan batupasir. Formasi
Sihapas terdiri dari batulumpur, batulanau, dan batupasir. Selanjutnya secara
tidak selaras berturut-turut diendapkan Formasi Petani (Tup) berumur Pliosen
yang terdiri dari batulumpur, batulanau, dan batupasir serta Formasi Minas
(Qpmi) berumur Plistosen Akhir dan terdiri dari batulumpur, batulanau, pasir dan
kerikil. Di atas Formasi Minas secara tidak selaras diendapkan Endapan
Permukaan Tua (Qp), dan terakhir Endapan

Laporan Akhir | V-9


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.4 Peta Curah Hujan di Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V - 10
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Permukaan Muda.Potensi masing-masing bahan galian tersebut dapat disimpulkan


sebagai berikut :

a. Granit, terdapat di daerah-daerah Desa Kotoranah, Kecamatan Kabun (sumber


daya hipotetik 15 juta ton), Desa Tanjungmedan, Kecamatan Rokan IV Koto (12.5
juta ton), Desa Kaiti, Kecamatan Rambah (18 juta ton), Desa Giti, Kecamatan
Kabun (310 juta ton). Kegunaan umum granit adalah sebagai batu hias (ornamen)
pada dinding bangunan, bahan pembuatan ubin teraso, dan sebagai batu agregat
untuk konstruksi bangunan gedung dan jembatan. Kegiatan pembangunan yang
sangat pesat pada saat ini di wilayah Kabupaten Rokan Hulu khususnya dan di
wilayah Provinsi Riau pada umumnya sangat membutuhkan batuan granit ini
dalam jumlah besar.

b. Felspar, terdapat di daerah Desa Tanjungmedan, Kecamatan Rokan IV Koto (1,25


juta ton). Kegunaan utama felspar adalah sebagai bahan glasur untuk keramik. Di
daerah desa Tanjungmedan, Kecamatan Rokan IV Koto, ditemukan endapan
felspar dalam tubuh granit pegmatik. Ukuran kristal felspar yang cukup besar
hingga mencapai lebih dari 10 cm memungkinkan felspar ini dapat dipisahkan dari
komponen granit lainnya dengan cara peremukan batuan hingga ukuran tertentu.
Di lokasi ini juga terdapat sabastone yang merupakan material hasil pelapukan
granit yang sangat tebal dan kaya akan kandungan mineral felspar dan lempung.
Hasil uji bakar menunjukkan bahwa sabastone ini dapat digunakan sebagai bahan
campuran untuk pembuatan keramik badan bewarna.

c. Kuarsit, terdapat di daerah Desa Aliantan, Kecamatan Kabun (5 juta ton). Analisis
kimia terhadap endapan kuarsit ini memberikan angka kandungan silika (Si2O3)
sebesar 89,17%, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri keramik.

d. Bentonit, terdapat di daerah Desa Kotoranah, Kecamatan Kabun (25 ribu ton).
Endapan bentonit ini terbentuk dari hasil proses hidrotermal yang biasanya
mempunyai mutu yang cukup baik. Dari analisis kimia diketahui kandungan
SiO2 nya sebesar 53,46% dan Al2O3 31,88%. Salah satu kegunaan utama bentonit
adalah sebagai bahan pemucat warna minyak sawit mentah (CPO).

Laporan Akhir | V - 11
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

e. Batugamping, terdapat di daerah Desa Cipang Kiri Hulu, Kecamatan Rokan IV


Koto (74 juta ton). Batugamping mempunyai kegunaan yang sangat beragam
dalam bidang industri, bangunan, dan pertanian.

f. Marmer, terdapat di daerah Desa Kaiti, Kecamatan Rambah (1 juta ton). Endapan
marmer yang terdapat di daerah ini adalah berupa batugamping marmeran.
Marmer ini dapat digunakan sebagai batu hias (ornamen) pada dinding ataupun
lantai bangunan.

g. Kaolin, terdapat di daerah Kotoranah, Kecamatan Kabun (6 juta ton). Kaolin dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk pelapis dan pengisi pada berbagai industri
ataupun sebagai bahan baku untuk industri keramik.

h. Andesit, terdapat di daerah Desa Kotoranah, Kecamatan Kabun (88 juta ton).
Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Rokan Hulu,
andesit di daerah ini mempunyai kualitas kuat tekan sebesar 1.168,27 kg/cm3
dengan rasio H/D lebih kurang 2,306. Endapan andesit ini sangat prospek untuk
digunakan sebagai bahan fondasi ataupun sebagai agregat untuk bangunan.

i. Pasir Kuarsa, terdapat di daerah-daerah Desa Pawan, Kecamatan Rambah (1,25


juta ton), Desa Sungai Harapan, Kecamatan Tambusai Utara (200 ribu ton), Desa
Lubuk Bendahara, Kecamatan Rokan IV Koto (22,5 juta ton), Desa Kabun,
Kecamatan Kabun (42,5 juta ton). Endapan pasir kuarsa dari daerah Pawan
mempunyai kandungan SiO2 total sebesar 93,23% dengan distribusi besar butir
tertinggi (69%) antara 72-150 mesh. Untuk endapan pasir kuarsa daerah Sungai
Harapan kendungan SiO2 sebesar 94,60% dengan distribusi besar butirnya
sebanyak 42,5% mempunyai ukuran antara 35-72 mesh. Pasir kuarsa ini dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai jenis industri, antara lain industri
semen, keramik, dan industri pengecoran logam.

j. Sirtu, terdapat di daerah-daerah Desa Rantau Kasai, Kecamatan Tambusai Utara


(2,5 juta ton), Desa Bangun Purba Timur Jaya, Kecamatan Bangun Purba (25 juta
ton), Desa Sungai Napal, Kecamatan Tambusai (5.juta ton), Desa Menaming,

Laporan Akhir | V - 12
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kecamatan Rambah (15.juta ton), Desa Ujungbatu, Kecamatan Ujungbatu (5 juta


ton), Desa Rokan, Kecamatan Rokan IV Koto (6 juta ton), Desa Batulangkah,
Kecamatan Tandun (5.5 juta ton). Endapan sirtu yang cukup luas dan tebal di
tempat-tempat tersebut mempunyai prospek yang sangat besar untuk dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan fisik yang
sangat pesat di wilayah ini. Salah satu keistimewaan endapan sirtu ini adalah
merupakan satu-satunya jenis bahan galian yang bersifat terbarukan, karena aliran
sungai selalu membawa material baru menggantikan material yang digali atau
menambah endapan yang ada.

k. Lempung, terdapat di daerah-daerah Desa Bangun Jaya, Kecamatan Tambusai


Utara (2.5 juta ton), Desa Tali Kumain, Kecamatan Tambusai (125 ribu ton), Desa
Daludalu, Kecamatan Tambusai (124 ribu ton), Desa Kepenuhan Hulu, Kecamatan
Kepenuhan (3.75 juta ton), Desa Rokan Timur, Kecamatan Rokan IV Koto (250
ribu ton), Desa Tibawan, Kecamatan Rokan IV. Koto (25 juta ton), Desa
Sukadamai, Kecamatan Ujungbatu (250 juta ton). Hasil uji bakar lempung dari
daerah Daludalu menunjukkan bahwa lempung ini dapat dipergunakan sebagai
bahan campuran (bahan plastis) untuk pembuatan keramik badan berwarna karena
susutnya sangat tinggi. Sedangkan endapan lempung biasa yang terdapat dalam
jumlah besar juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bata merah
ataupun keramik kasar/gerabah. Di beberapa lokasi terdapat tempat-tempat
pembuatan dan pembakaran bata merah.

D. Kebencanaan
Dara data-data kebencanaan yang ada, dimana Provinsi Riau terdapat bebrapa
jenis bencana yang sering terjadi dan menjadi perhatian khusus oleh wilayahnya
guna menunjang kebutuhan dan pemanfaatan ruang wilayah nantinya. Dimana
ada beberapa jenis bencana yang pernah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir yaitu sebagai berikut.

Laporan Akhir | V - 13
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Banjir
Berikut ini adalah data banjir yang terjadi di Provinsi Riau dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir yaitu mulai dari Tahun 2000-2014 adalah sebagai
berikut.

Tabel 5.3 Data Kejadian Bencana Banjir di Provinsi Riau


Tahun 2000-2014
No Kabupaten Jumlah Kejadian Banjir
1 Bengkalis 1
2 Indragiri hilir 7
3 Indragiri hulu 15
4 Kampar 19
5 Kota Dumai 5
6 Kota Pekanbaru 10
7 Kuantan Singingi 10
8 Pelalawan 10
9 Rokan Hilir 14
10 Rokan Hulu 14
11 Siak 2
Total 107
Sumber: BNPB Tahun 2014

Dari Tabel 4.2, diketahui bahwa di Provinsi Riau dalam kurun waktu 2000-
2014 terdapat 11 (sebelas) Kabupaten/Kota yang pernah mengalami banjir.
Kabupaten Bengkalis terjadi banjir sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten
Indragiri Hilir terjadi banjir sebanyak 7 (tujuh) kali, Kabupaten Indragiri Hulu
terjadi banjir sebanyak 15 (lima belas) kali, Kabupaten Kampar terjadi banjir
sebanyak 19 (sembilan belas) kali, Kota Dumai terjadi banjir sebanyak 5
(lima) kali, Kota Pekanbaru terjadi banjir sebanyak 10 (sepuluh) kali,
Kabupaten Kuantan Singingi terjadi banjir sebanyak 10 (sepuluh) kali,
Kabupaten Pelalawan terjadi banjir sebanyak 10 (sepuluh) kali, Kabupaten
Rokan Hilir terjadi banjir sebanyak 14 (empat belas) kali, Kabuapten Rokan
Hulu terjadi banjir sebanyak 14 (empat belas) kali, dan Kabupaten Siak
terjadi banjir sebanyak 2 (dua) kali. Untuk Kabupaten Rokan Hulu adalah
daerah yang menjadi kajian KSN Mahato, sehingga perlu adanya kajian
khusus dalam mengkaji kestrategisan wilayah kedepannya.

Laporan Akhir | V - 14
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Kebakaran Hutan dan Lahan


Berikut ini adalah data kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi
Riau dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu mulai dari Tahun 2000-2014
adalah sebagai berikut.

Tabel 5.4 Data Kejadian Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau
Tahun 2000-2014
Jumlah Kejadian Kebakaran
No Kabupaten
Lahan
1 Bengkalis 2
2 Indragiri hilir 5
3 Kota d u m a i 2
4 Kota pekanbaru 3
5 Rokan Hilir 1
6 Siak 5
Total 18
Sumber: BNPB Tahun 2014

Dari Tabel 4.3 diatas, diketahui bahwa di Provinsi Riau dalam kurun waktu
2000-2014 terdapat 6 (enam) Kabupaten/Kota yang pernah mengalami
kebakaran lahan. Kabupaten Bangkalis terjadi kebakaran lahan sebanyak 2
(dua) kali, Kabupaten Indragiri Hilir terjadi kebakaran lahan sebanyak 5
(lima) kali, Kota Dumai terjadi kebakaran lahan sebanyak 2 (dua) kali, Kota
Pekan Baru terjadi kebakaran lahan sebanyak 3 (tiga) kali, Kota Rokan Hilir
terjadi kebakaran lahan sebanyak 1 (satu) lahan, Kabupaten Siak terjadi
kebakaran lahan sebanyak 5 (lima) kali.

 Kekeringan
Berikut ini adalah data kekeringan yang terjadi di Provinsi Riau dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir yaitu mulai dari Tahun 2000-2014 adalah sebagai
berikut.

Laporan Akhir | V - 15
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.5 Data Kejadian Bencana Kekeringan di Provinsi Riau


Tahun 2000-2014
Jumlah Kejadian Bencana
No Kabupaten
Kekeringan
1 Bengkalis 2
2 Indragiri Hilir 2
3 Kampar 4
4 Kuantan Singingi 4
5 Pelalawan 1
6 Rokan Hilir 5
7 Rokan Hulu 3
8 Siak 2
Total 23
Sumber : BNPB Tahun 2014

Dari Tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa di Provinsi Riau dalam kurun waktu
2000-2014 terdapat 8 (delapan) Kabupaten/Kota yang pernah mengalami
kekeringan. Kabupaten Bengkalis terjadi kekeringan sebanyak 2 (dua) kali,
Kabupaten Indragiri Hilir terjadi kekeringan sebanyak 2 (dua) kali,
Kabupaten Kampar terjadi kekeringan sebanyak 4 (empat) kali, Kuantan
Singingi terjadi kekeringan sebanyak 4 (empat) kali, Kabupaten Pelalawan
terjadi kekeringan sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten Rokan Hilir terjadi
kekeringan sebanyak 5 (lima) kali, Kabupaten Rokan Hulu terjadi kekeringan
sebanyak 3 (tiga) kali, dan Kabupaten Siak terjadi kekeringan sebanyak 2
(dua) kali. Untuk Kabupaten Rokan Hulu adalah daerah yang menjadi kajian
KSN Mahato, sehingga perlu adanya kajian khusus dalam mengkaji ke
strategisan wilayah kedepannya.

Laporan Akhir | V - 16
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.5 Peta Rawan Bencana Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V - 17
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

E. Analisis Kemampuan Lahan


Berdasarkan hasil analisis Kawasan Mahato, dimana daya dukung lahan yang
terdapat di kawasan Mahato tersebut ada sekitar 837.888 ha, dimana dengan
rincian kawasan kendala adalah sekitar 61.028,45 ha dan kawasan potensial
adalah sekitar 776.859,89 ha. Dari data luasdaya dukung lahan tersebut dapat
dikemukakan bahwa KSN Mahato merupakan kawasan yang perlu dilindungi
terhadap kerusakan lingkungan maupun perubahan lahan yang dapat membuat
habita gajah dan juga ikan arwana menjadi semakin kritis. Perlu adanya
pemantauan dan melestarikan kawasan Mahato sebagai Kawasan Strategis
Nasional kedepannya.

Tabel 5.6 Daya Dukung Lahan di KSN Mahato

No Kawasan Luas (Ha)

1 Kawasan Kendala 61.028,45


2 Kawasan Potensial 776.859,85
TOTAL 837.888,30
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.7 terkait dengan data hasil daya
dukung lahan di KSN Mahato tersebut.

Laporan Akhir | V - 18
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.6 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V - 19
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.1.3 Karakteristik Penggunaan Lahan Kabupaten Rokan Hulu

Kabupaten Rokan Hulu memiliki luas lahan sekitar 758.813 ha. Sebagian besar
didominasi oleh lahan pertanian. Pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk
meningkatkan produksi pangan yaitu beras, palawija dan hortikultura. Peningkatan
produksi perkebunan lainnya melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi
tanaman perkebunan. Data statistik pertanian yang disajikan dalam bab ini dibagi
dalam 5 sub-sektor yaitu:

- Pertanian Tanaman Pangan, yaitu berupa data tanaman pangan meliputi luas
panen dan produksi tanaman bahan makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
- Perkebunan, yaitu tanaman perkebunan yang merupakan tanaman
perdagangan yang cukup potensial di daerah ini ialah kelapa sawit, karet dan
kelapa.
- Peternakan, yaitu berupa peternakan ayam, itik, sapi, kerbau, kabing/domba,
dan babi.
- Perikanan, yaitu berupa perikanan laut dan perikanan budidaya.
- Kehutanan, yaitu berupa hutan lindung, hutan suaka alam, hutan produksi dan
lainnya.

A. Tanaman Holtikultura
Kabupaten Rokan Hulu adalah wilayah yang sesuai untuk Pengembangan
Agribisnis Hortikultura khususnya Tanaman Hias dan Biofarmaka dapat tumbuh
baik pada dataran rendah sampai dengan 700 meter. Dengan demikian perlu
diadakan pengembangan dan pembukaan terhadap kawasan areal Tanaman Hias
dan Biofarmaka di Kabupaten Rokan Hulu, khusus nya di Dusun Sungai
Bungo.Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kesiapan
petani dan dinamika lingkungan agribisnis pada satu wilayah dengan harapan
dapat menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan produksi dan berfungsi sebagai
model percontohan petani/kelompok tani di kawasan lainnya. Masalah utama dan
sering dihadapi oleh petani pelaku utama didalam usaha tani adalah modal, untuk

Laporan Akhir | V - 20
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

itu Pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten Rokan Hulu perlu menyediakan
anggaran dalam Pengembangan Pertanian Hortikultura/Tanaman Hias dan
Biofarmaka.

Strategi pengembangan hortikultura dilakukan melalui pendekatan pengembangan


secara terintegrasi dan terpadu mulai dari produksi, distribusi sampai dengan
konsumsi serta pendekatan integrasi vertikal dan kohesi horizontal pelaku usaha
hortikultura.

a. Permasalahan wilayah dalam penanaman tanaman holtikultura yaitu :

- Kondisi cuaca yang tidak menentu; dan

- Kondisi tanah di Dusun Sungai Bungo yang masih memerlukan


pemupukan.

b. Pemecahan masalah wilayah dalam penanaman tanaman holtikultura yaitu :

- Menganjurkan kepada petani agar melakukan penyiraman rutin;

- Pemberian pupuk kandang yang merata agar proses penguapan air bisa
diminimalisir sehingga tanah tetap terjaga kelembabannya.

B. Hutan
KSN Mahato yang berada di Provinsi Riau merupakan salah satu kawasan hutan
lindung di Kabupaten Rokan Hulu yang terancam kelestariannya oleh alih fungsi
lahan tanpa ijin menjadi perkebunan kelapa sawit. Luas tutupan hutan di KSN
Mahato saat ditetapkan pada tahun 1983 adalah 28.800 hektar saat ini telah
beralih fungsi sebnayak 24.000 hektar, Berubahnya fungsi KSN Mahato sebagai
kawasan tangkapan air kemudian menjadi perkebunan sawit. Inilah yang
menyebabkan Rokan Hulu selalu ditimpa bencana banjir dan kebakaran lahan.

Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi ditetapkan dengan


kriteria: memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan
dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat); dan/atau

Laporan Akhir | V - 21
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

merupakan kawasan yang apabila dikonversi mampu mempertahankan daya


dukung dan daya tampung lingkungan. (pasal 64 ayat 4 PP 26 2008).

Tabel 5.7 Luas Areal Hutan di Kabupaten Rokan HuluTahun 2012


Luas Hutan di Kabupaten Rokan
No Jenis Hutan
Hulu (Ha)
1 Hutan Lindung 67.574
2 Hutan Produksi Terbatas 134.772
3 Hutan Produksi Tetap 51.592
4 Hutan Bakau 0
Jumlah/Total 253.938
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Dari data BPS Provinsi Riau Tahun 2013, didapat bahwa Kabupaten Rokan Hulu
memiliki luas hutan lindung sekitar 67.574 ha, hutan produksi terbatas ada
sekitar 134.772 ha, dan hutan produksi tetap ada sekitar 52.592 ha.

Kebakaran hutan dan lahan merupakan agenda tahunan Riau, khususnya pada
musim kemarau (kering). Kerawanan hutan dan lahan di Provinsi Riau terhadap
kebakaran terutama sangat terkait dengan kegiatan pembukaan lahan (land
clearing) dalam usaha pertanian rakyat, usaha perkebunan skala sedang dan besar
(perusahaan) serta kegiatan dibidang kehutanan lainnya seperti kegiatan
perambahan hutan, okupasi lahan dan pencurian kayu (illegal logging).

KSN Mahato memiliki posisi yang sangat strategis dalam proses pelaksanaan
pembangunan yang berkelanjutan karena hutan lindung merupakan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, sehingga
kelestarian KSN Mahato secara otomatis akan menjadi salah satu faktor penting
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungah hidup.

KSN Mahato memilki tujuan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup adalah sebagai berikut:

- Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari


pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

Laporan Akhir | V - 22
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

- Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;

- Menjamin kelangsungan kehidupan mahluk hidup dan kelestarian


ekosistem;

- Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

- Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;

- Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa


depan;

- Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai


bagian dari hak asasi manusia;

- Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana;

- Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

- Mengantisipasi isu lingkungan global.

Dan selanjutnya pada KSN Mahato menjelaskan tentang penyusunan rencana


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemanfaatan sumberdaya
alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dengan memperhatikan

- Keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;

- Keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan

- Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Laporan Akhir | V - 23
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.8 Tabel Kawasan Hutan Wilayah Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2014

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2014

C. Pertanian
Pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pangan
yaitu beras, palawija dan hortikultura. Peningkatan produksi perkebunan lainnya
melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi tanaman perkebunan

Pentingnya Penataan ruang ini mengandung makna bahwa setiap kebijakan


Pembangunan yang dibuat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota agar tidak
keluar dari arahan pemanfaatan ruang yang sudah ada. Secara implisit Tata

Laporan Akhir | V - 24
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Ruang juga memuat tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat


dan Daerah, baik dalam hal Penetapan/Perubahan Status Kawasan Hutan,
Pemberian izin alokasi Ruang untuk Investasi maupun Pengembangan
Pemukiman/Perkotaan dan Pedesaan, dan lain-lain. Jika dilihat dari perspektif
Ekologis Tata Ruang juga berfungsi untuk memberikan kepastian bagi
perlindungan/pelestrian terhadap kawasan, ekosistem, dan habitat yang memiliki
nilai ekologis tinggi. Kemudian Maknanya akanlebih luas apabila dilihat dari
Perspektif Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik.

Sub sektor tanaman pangan terdiri daritanaman padi (padi sawah dan padi
ladang),jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau,ubi kayu dan ubi jalar. Data
tanaman panganmeliputi luas panen dan produksi tanamanbahan makanan,
sayur-sayuran dan buah-buahan.Selama periode 2010 luas panentanaman padi
mengalami peningkatansebesar 4,46 persen yaitu dari 149.423hektar menjadi
156.088 hektar. Panen padisawah terluas di Kabupaten Indragiri Hilir,sementara
panen padi ladang terluas diKabupaten Rokan Hulu.Pada tahun 2010 ini,
produksi tanaman padi sebesar 574.864 ton, terdiri dari 507.370 ton padi sawah
dan 67.494 ton padi ladang.

Tabel 5.9 Luas Tanaman Pangan Menurut Jenis di Kabupaten Rokan Hulu
Tahun 2012
Luas Tanaman Pangan di
No Jenis Tanaman Pangan
Kabupaten Rokan Hulu (Ha)
1 Padi Sawah 5.189
2 Padi Ladang 10.506
3 Jagung 747
4 Ubi Kayu 320
5 Kacang Tanah 893
6 Ubi Jalar 165
7 Kacang Kedelai 1.787
8 Kacang Hijau 579
Jumlah/Total 20.186
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Laporan Akhir | V - 25
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Dari data BPS Provinsi Riau Tahun 2013, dimana dapat dilihat bahwa jenis
tanaman pangan yang cukup banyak di Kabupaten Rokan Hulu adalah jenis
tanaman pangan padi ladang yang mencapai 10.506 ha. Sedangkan luas lahan
tanaman pangan yang paling sedikit yang di dapat di Kabupaten Rokan Hulu
adalah ubi kayu yaitu hanya sekitar 320 ha.

Tabel 5.10 Luas Tanaman Sayur-Sayuran Menurut Jenis di Kabupaten Rokan


Hulu Tahun 2012
Jenis Tanaman Sayur- Luas Tanaman Sayur-Sayuran di
No
Sayuran Kabupaten Rokan Hulu (Ha)
1 Cabe 371
2 Ketimun 217
3 Terong 189
4 Kacang Panjang 287
5 Bayam 327
6 Kangkung 311
7 Sawi 12
8 Labu 17
9 Lainnya 0
Jumlah/Total 1.731
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Dari data BPS Provinsi Riau Tahun 2013, dapat dilihat bahwa jenis tanaman
sayur-sayuran yang cukup banyak di lahan Kabupaten Rokan Hulu adalah bayam
yaitu sekitar 327 ha.Sedangkan untuk lahan yang sedikit yaitu sawi yang hanya
ada sekitar 12 ha.

D. Perkebunan
Pada Tahun 2007, Provinsi Riau terdapat lahan
perkebunan sawit mencapai luasan 2,157,091
ha. Seperempat lahan kelapa sawit indonesia
berada di Provinsi riau dari 2,158,091 ha luas
sawit riau 39% Sawit berada di lahan gambut
dan 55% berada di lahan gambut dalam.

Laporan Akhir | V - 26
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.11 Luas Areal Perkebunan Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten Rokan
Hulu Tahun 2012
Luas Areal Perkebunan di
No Jenis Perkebunan
Kabupaten Rokan Hulu (Ha)
1 Karet 56.649
2 Kelapa 1.178
3 Kelapa Sawit 422.743
4 Kopi 172
5 Pinang 157
6 Enau Arenga 13
7 Gambir 109
8 Kakao 193
Jumlah/Total 481.214
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data BPS Provinsi Riau Tahun 2013, dapat dilihat bahwa luas areal
perkebunan khususnya kelapa sawit cukup mendominasi di Kabupaten Rokan
Hulu. Luas aeral kelapa sawit tahun 2013 yaitu sekitar 422.743 ha. Sedangkan
luas areal pekebunan yang paling kecil yang terdapat di Kabupaten Rokan Hulu
adalah enau arenga yaitu hanya sekitar 13 ha. Besarnya luas lahan kelapa sawit
tersebut satu sisi dapat meningkatkan produksi ekonomi wilayah Kabupaten
Rokan Hulu, namun untuk kawasan lindung yang ada saat ini di Kabupaten
Rokan Hulu ternyata cukup banyak sudah beralih fungsing menjadi lahan kelapa
sawit. Kawasan lindung yang di terapkan dalam KSN Mahato cukup riskan
hubungnnya dengan luas lahan yang telah di alih fungsikan menjadi lahan kelapa
sawit tersebut. Berdasrkan data dari Balai SDA, dimana perkebunan kelapa sawit
cukup banyak menguras air bawah tanah yang diserap oleh tanaman kelapa sawit
tersebut, sehingga dampak akan kekeringan dan kekurang air bersih pada
wilayah sekitarnya di Kabupaten Rokan Hulu semakin menjadi masalah pada
tiap tahunnya.

Laporan Akhir | V - 27
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.12 Sebaran Luas Lahan Badan Usaha Perkebunan Yang Tidak aktif

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa luasa lahan untuk kelapa sawit di
Kabupaten Rokan Hulu cukup besar dan cukup mendominasi lahan perkebunan
lainnya di Kabupaten Rokan Hulu. Berikut ini adalah tabel luas areal lahan
perkebunan yang ada di Kabupaten Rokan Hulu yaitu sebagai berikut.

Tabel 5.13 Data Luas, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Per Kabupaten di
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2010
Luas Areal Rerata
Produksi Petani
No KAB/KOTA Prod
TBM TM TTR Total (Ton) (KK)
(Ton/Ha)
1 Rokan Hulu 79.169 122.328 6.307 207.804 441.298 3,61 70.064
Sumber :Dinas Perkebunan, Tahun 2011

E. Perternakan
Kabupaten Rokan Hulu memiliki jenis ternak dan unggas yang di produksi pada
tiap tahunnya yang cukup beragam, yaitu mulai dari sapi, kerbau, kambing,
domba, babi, berbagai jenis ayam dan itik. Sektor peternakan jauh lebih stabil
peningkatannya dibandingkan sektor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Tabel 5.14 Ternak dan Unggas di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012
No Jenis Ternak dan Unggas Jumlah Ternak di Kabupaten Rokan Hulu (ekor)
1 Sapi 26.057
2 Kerbau 2.498

Laporan Akhir | V - 28
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No Jenis Ternak dan Unggas Jumlah Ternak di Kabupaten Rokan Hulu (ekor)
3 Kambing 37.051
4 Domba 1.005
5 Babi 2.492
6 Ayam Ras Petelur 200
7 Ayam Ras Pedagang 2.067.313
8 Ayam Kampung 231.500
9 Itik 28.926
Jumlah/Total 2.397.042
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data BPS Provinsi Riau Tahun 2013 tersebut, dapat dilihat bahwa
jumlah ternak yang cukup dominan di Kabupaten Rokan Hulu adalah kambing
yaitu sekitar 37.051 ekor dan unggas yang paling banyak yaitu ayam ras
pedangan yang mencapai 2.067.313 ekor pada tahun 2013.

F. Perikanan
Pada Kabupaten Rokan Hulu ditemukan bahwa, produksi perikanan yang banyak
ditemukan yaitu perikanan perairan laut dan kolam keramba. Jumlah produksi
perikanan yang di kembangkan di Kabupaten Rokan Hulu adalah sebagai
berikut.

Tabel 5.15 Produksi Perikanan di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012


Jumlah Produksi Perikanan di
No Jenis Perikanan
Kabupaten Rokan Hulu (Ton)
1. Perikanan Perairan Laut 18.883
2. Kolam Keramba 2.511
Jumlah/Total 21.394
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut, dapat dilihat bahwa produksi perikanan di


Kabupaten Rokan Hulu didominasi oleh perikanan perairan laut yaitu ada sekitar
18.883 ton dan keramba sekitar 2.511 ton pada tahun 2013.

Laporan Akhir | V - 29
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.7 Peta Guna Lahan Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | IV - 30
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

G. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabu[aten Rokan Hulu Tahun 2012


Analisis perubahan tutupan lahan Kabupaten Rokan Hulu dilakukan dengan
mengunakan metode tumpang tindih peta tutupan lahan tahun 1990, 2000, 2008
dan tahun 2012. Berdasarkan analisis tersebut, dapat dilihat bahwa dari tahun
1990-2012 tutupan lahan di Kabupaten Rokan Hulu mengalami alih fungsi lahan
hutan ke perkebunan kelapa sawit. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut.

Laporan Akhir | V - 31
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.8 Peta Land Cover Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012

Laporan Akhir | V - 32
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.1.4 Karakteristik Ekonomi Kabupaten Rokan Hulu

Dalam perjalannya sebagai sebuah Kabupaten Rokan Hulu mempunyai pertumbuhan


ekonomi selama 5 tahun terakhir rata-rata 6,46% pertahun, dengan mata pencaharian
penduduk bergerak pada bidang pertanian 52, 42%, bidang Industri 11,49 %, bidang
perdagangan 7,14% dan sektor lain sebesar 28,95%.Struktur perekonomian
Kabupaten Rokan Hulu baik dengan migas maupun tanpa migas didiminasi oleh
sektor pertanian.Pruduksi perkebunan kelapan sawit merupakan salah satu potensi
ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu.Berdasarkan data hasil Dinas Perkebunan
diketahui bahwa ada sekitar 22 Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) yang besar dan
cukup potensial.

Berdasarkan data PDRB atas dasar harga berlaku tanpa migas, maka telah terjadi
kenaikan dari 10,000,061.79 juta rupiah pada tahun 2009 meningkat menjadi
11,359,412.98 juta rupiah pada tahun 2010. Sumber utama dari PDRB Kabupaten
Rokan Hulu adalah dari sektor pertanian, yaitu mencapai 52,50 %. Begitu pentingnya
sektor pertanian tersebut, maka harus ada perhatian lebih, sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan perhitungan PDRB
Kabupaten Rokan Hulu atas harga berlaku tanpa migas, sector pertanian memiliki
persentase distribusi terbesar yaitu 65,33 % pada tahun 2010. Kemudian pada tahun
2011 diproyeksikan turun menjadi 63,90%. Penurunan ini mungkin saja terjadi akibat
dari fluktuasi harga komoditas pertanian, terutama komoditas perkebunan, sehingga
menimbulkan dampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Rokan Hulu.

Potensi Kabupaten Rokan Hulu cukup kuat untuk mendukung upaya diversifikasi
perekonomiannya. Hal ini cukup beralasan terutama di lihat dari status Rokan Hulu,
kekayaan danragam sumber daya alam yang berada pada hinterland Rokan Hulu,
serta yang tak kalah pentingadalah ketersediaan infrastruktur (prasarana ekonomi)
yang dapat menjamin kelangsungan prosesproduksi. Oleh sebab itu, sudah saatnya
Kabupaten Rokan Hulu mempromosikan diri dan mengambillangkah untuk menarik

Laporan Akhir | V - 33
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

investor berskala menengah serta menengah atas pada zona-zona pertaniandan


industri potensial yang ada di Kabupaten Rokan Hulu.

Gambar 5.9 Jumlah dan Sebaran Perkebunan Kelapa Sawit (PKS)


di Provinsi Riau

Sumber :Dinas Perkebunan, Tahun 2011

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa wilayah dengan perkebunan kelapa sawit
(PKS) di Provinsi Riau merupakan wilayah yang cukup mendominasi, sehingga dapat
dikatakan selain migas, perkebunan sawit merupakan sektor perekonomian terbesar di
Provinsi Riau. Untuk Kabupaten Rokan Hulu yang memiliki 22 lokasi kawasan
perkebunan kelapa sawit (PKS) juga merupakan salah satu sektor ekonomi terbesar di
Kabupaten Rokan Hulu sat ini. Namun untuk pengembangan KSN Mahato, dimana
yang akan mengatur terhadap kawasan hutan lindung di kawasan Kabupaten Rokan
Hulu, maka untuk luas wilayah yang sebagian besar di dominasi oleh kebun kelapa
sawit akan ada beberapa lokasi yang harus di reboisasi menjadi lahan lindung agar

Laporan Akhir | V - 34
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dapat menyeimbangkan antara kawan budidaya yang ada dengan kawasan


lindungnya.

Dengan muncuinya konsep pengembangan regional Master Plan Riau 2020 (termasuk
IMSGT) membuat Kabupaten Rokan Hulu semakin kuat untuk dikembangkan
sebagai kota industri,perdagangan dan pariwisata. Perekonomian Kabupaten Rokan
Hulu saat ini belum memiliki industriunggulan atau sejumlah sektor ekonomi secara
gabungan, karena struktur perekonomian RokanHulu selama ini terbelenggu kepada
kegiatan pertanian/perkebunan dan perdagangan dalam bentukhasil bahan mentah.

5.1.1.5 Karakteristik Sosial Kependudukan Kabupaten Rokan Hulu

A. Sosial Kependudukan Kabupaten Rokan Hulu

Kabupaten Rokan Hulu memiliki jumlah penduduk Tahun 2013 sekitar yaitu
517.576 Jiwa dan luas wilayah 7.449.85 Km2. Kabupaten Rokan Hulu memiliki
berbagai macam suku dan ragam budaya, sebagian besar merupakan keturunan
suku Melayu Rokan dan Mandailing. Selain itu terdapat pula suku Jawa, Minang
Kabau, Sunda, batak dan masih terdapat adanya masyarakat terasing yaitu: Suku
Bonai dan Suku Sakai, dua suku pertama dan suku terakhir merupakan suku asli
Rokan Hulu.

Tabel 5.16 Jumlah Penduduk di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Total


1 Rokan IV Koto 10.979 10.556 21.535
2 Pendalian IV Koto 6.055 5.297 11.352
3 Tandun 14.254 13.559 27.813
4 Kabun 12.627 11.587 24.214
5 Ujung Batu 23.841 22.490 46.331
6 Rambah Samo 15.380 14.218 29.598
7 Rambah 23.297 22.388 45.685
8 Rambah Hilir 19.064 18.146 37.210
9 Bangun Purba 8.523 8.093 16.616
10 Tambusai 29.329 27.860 57.189
11 Tambusai Utara 42.537 39.354 81.891
12 Kepenuhan 11.312 10.557 21.869
13 Kepenuhan Hulu 8.618 8.099 16.717

Laporan Akhir | V - 35
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Total


14 Kunto Darussalam 22.523 20.277 42.800
15 Pagaran Tapah Ds 8.030 7.501 15.531
16 Bonai Darussalam 11.356 9.869 21.225
Jumlah/Total 267.725 249.851 517.576
Sumber : Data BPS Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013

Berdasarkan data BPS Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013, dimana jumlah
penduduk di Kabupaten Rokan Hulu adalah sekitar 517.576 jiwa, dengan jumlah
penduduk laki-laki sekitar 267.725 jiwa dan perempuan sekitar 249.851 jiwa.

Tabel 5.17 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013


Luas Wilayah Jumlah Kepadatan
No Kecamatan
(Km2) Penduduk Penduduk
1 Rokan IV Koto 904,07 21.535 24
2 Pendalian IV Koto 210,28 11.352 54
3 Tandun 386,99 27.813 72
4 Kabun 539 24.214 45
5 Ujung Batu 90,57 46.331 512
6 Rambah Samo 259,14 29.598 114
7 Rambah 396,66 45.685 115
8 Rambah Hilir 307,99 37.210 121
9 Bangun Purba 219,59 16.616 76
10 Tambusai 1.127,50 57.189 51
11 Tambusai Utara 682,25 81.891 120
12 Kepenuhan 683,26 21.869 32
13 Kepenuhan Hulu 231,67 16.717 72
14 Kunto Darussalam 507,39 42.800 84
15 Pagaran Tapah Ds 115,59 15.531 134
16 Bonai Darussalam 800,23 21.225 27
Jumlah/Total 7462,18 517.576 69
Sumber : Data BPS Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013

Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Ujung Batu 512
jiwa/km2 diikuti oleh Pagaran Tapah Darussalam 134 jiwa/km2. Kecamatan yang
kepadatan penduduknya rendah yaitu berada pada Kecamatan Bonai Darussalam
yaitu hanya 27 jiwa/km2. Masyarakat Rokan Hulu masih sangat kuat memegang
teguh budaya dan tradisi kesehariannya. Hukum dan Adat masih berpengaruh

Laporan Akhir | V - 36
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dalam kehidupan bermasyarakat, terlihat dengan upacara Perkawinan,


Penyambutan Tamu Negeri dan acara budaya lainnya.

B. Sosial Kependudukan Kecamatan Tambusai (Kawasan Inti Mahato)

Kecamatan Tambusai merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu


dengan luas wilayah menurut pengukuran Kantor Camat adalah 1.127,50 Km2
atau 112.750 Ha, mempunyai 10 Desa dengan pusat pemerintahan berada di Desa
Tambusai Tengah. Pada Tahun 2012 Penduduk Kecamatan Tambusai mempunyai
sebanyak 57.189 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 51 jiwa/Km2. Berikut
ini adalah tabel yang menjabarkan jumlah penduduk berdasarkan kelurahan/desa
yang ada di Kecamatan Tambusai yaitu sebagai berikut.

Tabel 5.18 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tambusai Tahun 2013
Luas Jumlah Kepadatan
No Kelurahan/Desa Wilayah Penduduk Penduduk
(Km2) (jiwa) (jiwa/Km2)
1 Tambusai Barat 159,00 4.741 30
2 Sungai Kumango 167,00 5.434 33
3 Batas 51,00 2.727 53
4 Tali Kumain 48,00 1.988 41
5 Tambusai Tengah 46,00 6.999 152
6 Rantau Panjang 48,00 2.145 45
7 Sialang Rindang 269,50 2.813 10
8 Tambusai Timur 284,00 3.759 13
9 Suka Maju 13,00 4.633 356
10 Batang Kumu 42,00 11.549 275
11 Tingkok - 2.433 -
12 Lubuk soting - 859 -
Jumlah/Total 1.127,50 50.080 44
Sumber : BPS Kecamatan Tambusai Tahun 2013
Keterangan : Untuk Desa Tingkok dan Desa Lubuk Soting, Luas wilayah
terhitung di Desa Tambusai Timur.

Berdasarkan data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yang ada di


Kecamatan Tambusai, dimana jumlah penduduk yang paling banyak yaitu
terdapat di Desa Tambusai Tengah yang mencapai 6.999 jiwa. Sedangkan jumlah

Laporan Akhir | V - 37
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

penduduk yang sedikit terdapat di Desa Lubuk Soting yaitu hanya sekitar 859
jiwa. Untuk kepadatan penduduk yang paling dominan dan padat yaitu terdapat di
Desa Suka Maju yaitu sekita 356 jiwa/km2. Sedangkan untuk kepadatan
penduduk yang paling sedikit yaitu terdapat di Sialang Rindang yang hanya
sekitar 10 jiwa/km2.

C. Sosial Kependudukan Kecamatan Tambusai Utara (Kawasan Inti Mahato)

Kecamatan Tambusai Utara merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten


Rokan Hulu dengan luas wilayah menurut pengukuran Kantor Camat adalah
682,50 Km2 atau 68.250 Ha, mempunyai 11 Desa dengan pusat pemerintahan
berada di Desa Tambusai Utara. Pada Tahun 2012 Penduduk Kecamatan
Tambusai Utara mempunyai penduduk sebanyak 81.891 jiwa dengan kepadatan
penduduk rata-rata 114 jiwa/Km2. Berikut ini adalah tabel yang menjabarkan
jumlah penduduk berdasarkan kelurahan/desa yang ada di Kecamatan Tambusai
Utara yaitu sebagai berikut.

Tabel 5.19 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tambusai Utara


Tahun 2013
Luas Jumlah Kepadatan
No Kelurahan/Desa Wilayah Penduduk Penduduk
(Km2) (jiwa) (jiwa/Km2)
1 Suka Damai 195,00 3.378 17
2 Mahato Sakti 26,50 3.698 140
3 Rantau Sakti 18,00 4.605 256
4 Payung Sekaki 11,14 381 34
5 Pagar Mayang 18,00 2.494 139
6 Simpang Harapan 19,00 1.684 89
7 Mekar Jaya 18,00 2.256 125
8 Bangun Jaya 30,00 757 25
9 Tambusai Utara 60,00 22.487 375
10 Tanjung Medan 26,50 4.639 175
11 Mahato 295,00 26.512 90
Jumlah/Total 717,14 72.891 102
Sumber : BPS Kecamatan Tambusai Utara Tahun 2013

Laporan Akhir | V - 38
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berdasarkan data BPS Kecamatan Tambusai Utara dimana jumlah penduduk


paling banyak terdapat di Desa Mahato yaitu mencapai 26.512 jiwa, sedangkan
jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Desa Payung Sekaki yang hanya
381 jiwa. Untuk kepadatan penduduk di Kecamatan Tambusai Utara sediri dilihat
berdasarkan luas wilayahnya, dimana Desa Tambusai Utara merupakan daerah
yang cukup padat di Kecamatan Tambusai Utara tersebut yaitu mencapai 375
jiwa/km2. Sedangkan daerah dengan kepadatan penduduk terendah yaitu terdapat
di Desa Suka Damai yang hanya 17 jiwa/km2.

5.1.1.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana Kabupaten Rokan Hulu

Berdasarakan wilayah yang termasuk dalam kajian KSN Mahato, dimana untuk
sarana yang terdapat di kawasan Kabupaten Rokan Hulu adalah seperti sarana
pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan lainnya.Untuk prasarana yang ada di
kawasan KSN Mahato khususnya Kabupaten Rokan Hulu adalah seperti prasarana air
bersih, listrik, telekomunikasi, dan lainnya.

A. Sarana Pendidikan

Semakin maju pendidikan berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi
masa depan berbagai bidang kehidupan. Demikian pentingnya peranan
pendidikan, tidaklah mengherankan kalau pendidikan senantiasa banyak
mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Pada tahun 2010/2011,
terdapat 25 sekolah untuk jenjang SMA & MA, 8.880 murid dan 635 guru,
dengan rasio murid terhadap guru yaitu 13,98. Sedangkan pada tahun 2009/2010
rasio murid terhadap guru hanya 11,77. Sehingga terjadi peningkatan sebanyak
2,21. Dan peningkatan ini juga terjadi pada jenjang pendidikan lainnya. Tetapi
peningkatan ini belum menandai adanya peningkatan mutu pendidikan, karena
banyak faktor yang akan mempengaruhinya.

Laporan Akhir | V - 39
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berikut ini adalah data jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten
Rokan Hulu Tahun 2012 berdasarkan data BPS Provinsi Riau Tahun 2013.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.20 Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Rokan


HuluTahun 2012
No Jumlah Sarana Pendidikan di
Jenis Sekolah
Kabupaten Rokan Hulu (unit)
1 TK 189
2 SD 335
3 SLTP 82
4 SMU 31
5 SMK 15
6 Perguruan Tinggi 2
Jumlah/Total 654
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa jumlah sarana pendidikan
yang cukup banyak di Kabupaten Rokan Hulu adalah sarana pendidikan SD yaitu
ada sekitar 335 unit, dan sarana pendidikan PT (perguruan tinggi) hanya 2 unit.
Namun untuk angka putus sekolah (APK) di Kabupaten Rokan Hulu ternya masih
cukup tinggi. Rendahnya APK pada SMP dan SMA akibat dari distribusi sekolah
yang berada di wilayah kecamatan sehingga sulit dijangkau oleh tamatan SD dari
daerah terpencil, Kemudiain infrastruktur seperti jalan dan transportasi yang tidak
memadai untuk menjangkau sekolah tersebut. Di sisi lain kekurang mampuan
orang tua untuk membiayai transportasi juga menjadi kendala.

B. Sarana Peribadatan

Kabupaten Rokan Hulu dikenal dengan selogan


Negeri Seribu Suluk, karena Kabupaten ini
sangat menonjolkan kereligiusan masyarakatnya
yang taat beragama. Kehidupan antar umat
beragama di Kabupaten Rokan Hulu berjalan

Laporan Akhir | V - 40
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dengan baik. Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Rohul juga banyak dihuni
oleh penduduk yang beragama non muslim yang merupakan penduduk urban
yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Mayoritas penduduk urban tersebut
beragama kristen. Namun terlepas dari hal tersebut hubungan antara masing-
masing individu berjalan dengan baik, tanpa ada diskriminasi dari pihak-pihak
tertentu.Apalagi yang berkaitan dengan tekanan-tekanan dari partai politik untuk
memperoleh suara pada pemilu, baik legislatif maupun eksekutif.

Masyarakat kota adalah masyarakat yang majemuk dan pada umumnya sangat
heterogenitas termasuk di dalam pengamalan terhadap sang penciptanya. Agama
yang resmi dianut oleh masyarakat Pasir Pengaraian adalah Islam, Kristen
Katolik, Kristen Protestan dan Budha.

Berikut ini adalah data jumlah sarana peribadatan yang terdapat di Kabupaten
Rokan Hulu Tahun 2012 berdasarkan data BPS Provinsi Riau Tahun 2013.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.21 Sarana Peribadatan di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012


Jumlah Sarana Peribadatan di
No Jenis Peribadatan
Kabupaten Rokan Hulu (unit)
1 Mesjid 603
2 Mushola/Langgar 763
3 Gereja Khatolik 37
4 Gereja Protestan 118
5 Vihara 3
6 Pura 0
Jumlah/Total 1.524
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data tabel diatas maka dapat dilihat bahwa Jumlah sarana
peribadatan yang cukup banyak terdapat di Kabupaten Rokan Hulu adalah
Musholla/Langgar yaitu ada sekitar 763 unit dan tersebar di setiap kecamatan di
Kabupaten Rokan Hulu tersebut. Sedangkan jumlah sarana peribadatan yang
sedikit yaitu vihara yang hanya ada 3 unit.

Laporan Akhir | V - 41
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

C. Sarana Kesehatan

Berikut ini adalah data jumlah sarana kesehatan yang terdapat di Kabupaten
Rokan Hulu Tahun 2012 berdasarkan data BPS Provinsi Riau Tahun 2013.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.22 Jumlah Sarana Kesehatan di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012
Jumlah Sarana Kesehatan di
No Sarana Kesehatan
Kabupaten Rokan Hulu (unit)
1 Rumah Sakit Umum 1
2 Rumah Sakit Swasta 2
3 Klinik Bersalin 11
4 Apotek 25
5 Klinik Dokter Pembantu 22
6 Puskesmas 21
7 Puskesmas Pembantu 100
8 Polindes 11
9 Posyandu 544
Jumlah/Total 737
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah sarana kesehatan di
Kabupaten Rokan Hulu didominasi oleh sarana kesehatan posyandu yaitu sekitar
544 unit yang tersebar di setiap desa di Kabupaten Rokan Hulu, sedangkan yang
sedikit yaitu sarana kesehatan rumah sakit umum yang hanya 1 unit.

D. Prasarana Air Bersih

Berikut ini adalah data jumlah prasaran air bersih yang terdapat di Kabupaten
Rokan Hulu Tahun 2012 berdasarkan data BPS Provinsi Riau Tahun 2013. Dari
hasil persentase jumlah pemakai air bersih di Kabupaten Rokan Hulu dimana
dapat dilihat bahwa pemakaian air bersih banyak masih menggunakan sumur.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Laporan Akhir | V - 42
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.23 Prasarana Air Bersih di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012
Jumlah Prasarana Air Bersih di
No Jenis Sumber Air
Kabupaten Rokan Hulu (%)
1 Ledeng 7,63
2 Pompa Iar 2,09
3 Sumur 53,34
4 Sumur Tak Terlindung 28,20
5 Mata Air 0,60
6 Lainnya 8,13
Jumlah/Total 100,00
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah prasarana air bersih
yang cukup banyak dipergunakan di Kabupaten Rokan Hulu adalah sumur yaitu
sekitar 53,34% dan yang paling sedikit dipergunakan oleh masyarakat Kabupaten
Rokan Hulu adalah prasarana air bersih berupa mata air yang hanya 0,60%.

E. Karakteristik Sistem Transportasi

Kelancaran perhubungan darat sangat tergantung dengan kondisi prasarana


perhubungan darat, seperti jalan dan jembatan. Pada tahun 2009, panjang jalan
kabupaten 1.610,32 km, jumlah ini bertambah pada tahun 2010 menjadi 2.140,37
km. Sedangkan jalan provinsi belum mengalami perubahan, yaitu 470,27 km.
Kabupaten Rokan Hulu tidak memiliki jalan negara (nasional).

Berdasarkan data yang ada kondisi jaringan jalan di Kabupaten Rokan Hulu
masih relatif kurang baik dan masih banyak lokasi-lokasi yang jaringan jalannya
masih rusak dan berupa tanah, sehingga untuk akses cepat ke lokasi mengalami
sedikit hambatan dan kendaraan yang melintasi juga di dominasi oleh kendaraan
besar dan membuat kondisi jalan semakin lama semakin rusak akibat beban
kendaraan yang melintasinya cukup berat. Berikut ini adalah kondisi jaringan
jalan yang terdapat di Kabupaten Rokan Hulu adalah sebagai berikut.

Laporan Akhir | V - 43
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.24 Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012
Panjang Jalan di Kabupaten Rokan
No Kondisi Jaringan Jalan
Hulu (Km)
1 Baik 438,92
2 Sedang 557,98
3 Rusak 636,52
Jumlah/Total 1633,42
Sumber : Data BPS Provinsi Riau Tahun 2013

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa kondisi jaringan jalan yang rusak di
Kabupaten Rokan Hulu lebih besar dari pada kondisi jaringan jalan yang baik
yaitu ada sekitar 636,52 km. Sedangkan untuk kondisi jaringan jalan yang baik
hanya sekitar 438,92 km.

Sistem transportasi yang dikembangkan di Kabupaten Rokan Hulu ini diarahkan


untuk menunjang perkembangan social ekonomi, perdagngangan, pariwisata, dan
pertahanan keamanan. Berdasarkan rencana pengembangan sistem transportasi
jalan raya di Kabupaten Rokan Hulu, dimana diarahkan untuk menghubungkan 4
(empat) Kota Besar yang dapat meningkatkan pelayanan bagi kecamatan-
kecamatan dengan pusat pelayanannya dapat memacu pertumbuhan kegiatan
ekonomi. Pengembangan jaringan jalan yang ada di Kabupaten Rokan Hulu yaitu:

- Pembukaan jalan yang menghubungkan Kabupaten Rokan Hulu (melalui


Rokan IV Kota) dengan Sumatera Barat (Rao-Pasaman). Yang didukung
dengan pembangunan jembatan pada beberapa titik yang memotong aliran
sungai;

- Percepatan pembangunan di bagian Utara Kabupaten Rokan Hulu melalui


pembukaan jaringan jalan baru;

- Jalan yang menghubungkan Kota Tengah dengan Kota Dumai sebagai


alternatif jalan aliran komditas perkebunan ke Pelabuhan Dumai;

- Jalan Tangun yang menghubungkan ke Kabupaten Tapanuli Selatan


Sumatera Utara.

Laporan Akhir | V - 44
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berikut ini adalah kondisi jaringan jalan yang terdapat di kawasan hutan lindung
mahato yang bahwasannya merupakan akses jalan mesuk menuju kawasan
perkebunan PT. Turganda. Akses jaringan jalan menuju kawasan hutan mahato
dibuka oleh PT. Turganda tersebut, sehingga semakin lama semakin tumbuh
permukiman dan sarana penunjang lain di dalam kawasan yang seharusnya masuk
kedalam kawasan hutan lindung;

Gambar 5.10 visualisasi akses jaringan jalan yang terdapat pada kawasan hutan
lindung mahato yang telah berubah lahannya menjadi perkebunan sawit

Laporan Akhir | V - 45
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.11 Peta Sebaran Infrastruktur Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V - 46
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Di Kabupaten Rokan Hulu juga dikembangkan sarana transportas angkutan


sungai yang akan diprioritaskan ke daerah, desa atau kampong lama yang
mencakup semua kecamatan yang masih menggunakan jalur perhubungan ini.
Secara historis, keberadaan sungai di Kabupaten Rokan Hulu sangat mendukung
kegiatan ekonomi beberapa kawasan-kawasan yang ada di Kabupaten Rokan
Hulu, maka angkutan sungai dapat dimanfaatkan untuk menjembatani kedalam
dan keterbatasan daya jangkau melalui jalur darat ke kecamatan Rokan IV Koto
dan beberapa daerah terpencil lainnya yang masih memiliki kekurangan secara
tradisional terdapat modal angkutan sungai ini.

F. Karakteristik Pariwisata

Secara administratif Kabupaten Rokan Hulu berdekatan dengan Kabupaten


Tapanuli selatan di Sumatera Utara, sehingga ada beberapa keanekaragaman
sektor wisata yang ada relatif sama. Di Kabupaten Rokan Hulu terdapat beberapa
sektor wisata yang sering dikunjungi oleh para pengunjung maupun turist asing
yang datang.Berikut ini adalah beberapa jenis sektor wisata yang ada di
Kabupaten Rokan Hulu yaitu sebagai berikut.

1. Sipogas, yaitu berupa bendungan Kaiti terdapat batu-batuan yang besar


dengan aliran sungai dari kaki Bukit Haorpit yang terjal dan berbatu, konon
dahulu kala tempat petua-petua melakukan semedi/pertapaan. Daerah ini
memiliki cerita/dongeng yang dapat kita tanyakan kepada juru kunci daerah
ini. Daerah Sipogas dan Bendungan Kaiti dapat ditempuh dengan kendaraan
roda dua sekitar 4 km dari Pasir Pengaraian serta bersimpangan dengan objek
Air Panas Hapanasan dan Air Pawan serta Goa Huta Sikafir, disamping itu
bendungan yang genangan airnya menjadikan tempat ini cocok untuk
berekreasi sambil mendayung kereta air yang dapat disewa kepada pemilik
kereta air disekitar danau, kegiatan ini lebih cocok untuk melihat tebing batu-
batu sungai sepanjang danau ke hulu sungai Sipogas, di hulu sungai ini tidak
jauh berjalan ada tebing yang terjal untuk kegiatan panjat tebing, disini selalu

Laporan Akhir | V - 47
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dijadikan kegiatan pertandingan panjat tebing alam yang diselenggarakan oleh


FPTI.

2. Rumah Batu Serombou terletak di desa Serombou Indah sekitar 12 km dari


jalan Provinsi dengan kondisi jalan dapat dilalui kendaraan roda empat pada
musim kemarau. Terdapat 3 batu berbentuk rumah secara radial menonjol
keluar seperti payung, bagian bawah menjorok berlobang, hutan dan bebatuan
yang berbentuk binatang serta benda-benda rumah yang terlihat tidak jelas
dan nyata (Gejala alam yang beraturan). Dikisahkan sebuah dongeng tentang
sumpah seorang yang sakti terhadap warga kampung yang durhaka tidak
menjalankan syariat Islam hingga satu kampung disumpah menjadi batu.
Dekat daerah ini terdapat sebuah kampung yang terisolir dari modernisasi
tempat ini dikenal orang dengan desa Tanjung Botong.

3. Makam Raja-Raja Rambah terletak di desa Kumu sekitar 9 km dari


pasirpengarayan dan masuk sekitar 100 meter dari jalan Provinsi dengan
kondisi jalan semenisasi. Daerah ini adalah bekas Kompleks kerajaan Rambah
yang terakhir, terdapat beberapa makam Raja Rambah yang terkenal. Masuk
ke tempat ini berkesan suasana angker dikarenakan makam-makam telah
ditumbuhi kayu-kayu besar, ada salah satu makam raja Rambah yang
dilindungi oleh urat-urat kayu ara sehingga makam tersebut seperti terletak di
dalam pangkal kayu sehingga para peziarah melihat makam harus merunduk
masuk kedalam jalinan urat kayu ara tersebut.

Gambar 5.12 Objek Wisata Makam Raja-Raja Rambah


di Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V - 48
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

4. Benteng Tujuh Lapis. Setelah melihat makam kita bisa langsung


melanjutkan dengan kendaraan ke daerah Dalu-dalu Kecamatan Tambusai
sekitar 23 km dari makam raja-raja Rambah. Benteng tanah yang dibuat
masyarakat dalu-dalu pada zaman penjajahan Belanda atas petuah Tuanku
Tambusai di atas bumbun tanah ditanam bambu atau aur berduri.

Gambar 5.13 Objek Wisata Benteng Tujuh Lapis


di Kabupaten Rokan Hulu

5. Istana Rokan (Rumah Tinggi) terletak di desa Rokan IV Koto sekitar 46 km


dari Pasir Pengarayan. Istana Rokan adalah peninggalan kesultanan “Nagari
Tuo” berumur 200 tahun. Istana dan beberapa rumah penduduk sekitar ini
memiliki koleksi ukiran dan bentuk bangunan lama khas melayu (Rumah
tinggi).

6. Taman Nasional Bukit Suligi memiliki jenis flora dan fauna yang dilindungi
oleh pemerintah, ada danau yang indah didalam taman ini yang dijadikan
sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat yang berkunjung. Selain berekreasi
tempat ini dijadikan tempat penelitian biologi yang membuat tempat ini
menarik. Terdapat sumber air panas yang tidak terlalu besar serta goa-goa dan
seramnya hutan yang lebat. Bagi para wisatawan yang ingin bermalam
ditempat ini disediakan camping ground.

7. Mesjid Tua Kunto Darussalam terletak sekitar 62 km dari Pasirpengarayan


yang didirikan pada tahun 1937 oleh R.T. Muhammad Alie dan terdapat 3
makam ahli Suluk (Khalifah) Tengku Imam Khalifah Muda dan Imam
Nawawi. Mesjid Tua Kunto Darussalam ini sebagai pusat Tarkat

Laporan Akhir | V - 49
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Na‟syahbandiyah, dalam perkembangan selanjutnya dibangun “bangunan


suluk” pada tahun 1958.

8. Wisata Air Sungai Rokan Kiri yang mengalir melintasi kota ujungbatu salah
satu potensi untuk wisata air deras, atau wisata petualangan dengan
menggunakan boat ke hulu sungai yang deras dengan tebing-tebing sungai
yang cadas sekaligus dapat menyaksikan hutan sekunder disepanjang sungai,
sambil melihat kehidupan tepi sungai sekitar 1 jam perjalanan kita akan
jumpai air terjun hujan lobek di tebing sungai, dihulu sungai ada dua air terjun
yang cukup tinggi yaitu air terjun sungai murai dan air terjun sungai tolang.

9. Sumber Air Panas Pawan terletak di desa Pawan sekitar 9 km dari


Pasirpengarayan. Mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor serta roda
dua, uniknya becak jerman pun dapat melayani trayek langsung ke lokasi.
Tempat ini sangat diminati oleh wisatawan, dengan keunikan ada dua sumber
air panas dari gejala post vulkanis yang masing-masing sumber berbeda panas
airnya (Suhu sisi kiri 600oC dengan debit air 7200 ml/dtk, sisi kanan 480-
580oC dengan debit air 1800 ml/dtk), yang disalurkan ke beberapa pancuran
yang jatuh di tepi sungai kecil yang airnya dingin dan bersih lagi jernih
dengan suhu 200-250oC. Tempat ini baik untuk rekreasi kesehatan, sambil
bersenang-senang bersama keluarga, yang didukung oleh alam yang asri serta
tempat parkir yang luas, tersedia pula Camping Ground.

10. Air Panas Hapanasan, Tempat wisata ini berjarak jarak 6 Km. dari ibukota
Kabupaten Rokan Hulu, Pasir Pengaraian, fasilitas yang dimiliki diantaranya
Musholla, lahan parker, toilet, arena permainan anak-anak, kolam renang dan
panggung terbuka. Pada tahun 2009 di objek wisata air panas hapanasan ini
akan di bangun waterboom, outbond, pusat informasi kupu-kupu dan
kelengkapan lainnya.

11. Goa Huta Sikafir berada sekitar 1 km dari sumber air pawan, kita akan
menjumpai hutan dengan kayu-kayu besar, yang dililiti oleh urat-urat kayu
hawa (Sulur). Didalam kawasan hutan 6 hektar inilah terdapat 41 goa-goa

Laporan Akhir | V - 50
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

besar dan kecil yang setiap goa memiliki nama yang sesuai dengan kondisi
goa, seperti contoh goa landak, goa ini seperti lobang sarang landak, goa tupai
seperti parit yang panjang tidak terlalu sempit. Dari sekian banyak goa yang
terkenal keindahannya ialah Goa Mata Dewa dan Goa Lepong, serta Goa
Kulam. Goa-goa ini cukup membuat anda lelah berpetualang didalamnya
bersama pemandu yang telah siap melayani jasa pramuwisata di Huta Sikafir.

12. Air Terjun Aek Martua terletak di kecamatan Bangun Purba merupakan air
terjun bertingkat-tingkat, sehingga sering pula disebut air terjun tangga seribu,
dapat ditempuh melalui jalan darat, sungguh mengagumkan untuk dinikmati.

Gambar 5.14 Objek Wisata Air Terjun Aek Mertua


di Kabupaten Rokan Hulu

13. Sungai Bungo adalah sebuah kampung dikaki bukit Hadiantua dengan
penduduk sekitar 30 KK dengan pencaharian penduduk berkebun, berladang,
serta meramu hutan. Daerah yang asli perkampungan tanpa pengaruh
modernisasi dan terisolir sekitar 1 jam perjalanan dari bendungan Cipogas.
Tempat ini cocok dijadikan Ecotourism, dimana segala kegiatan yang
memiliki sifat menjauhkan diri dari keramaian dan tidak menuntut fasilitas
yang baik, sifat berpetualang dan berkemah dipinggir kampung, serta melihat
rutinitas masyarakat.

Laporan Akhir | V - 51
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.15 Peta ODTW Kabupaten Rokan Hulu

Laporan Akhir | V - 52
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.2 Profil Wilayah Kabupaten Padang Lawas

5.1.2.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Padang Lawas


Padang Lawas adalah daerah di pedalaman
Sumatera yang dahulu merupakan bagian dari
Kabupaten Tapanuli Selatan.1 Sejak tahun
2007 Kabupaten Tapanuli Selatan telah
dimekarkan menjadi tiga, yaitu Kabupaten
Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas
dan Kabupaten Padang Lawas Utara.
Padanglawas diketahui mempunyai
Sumberdaya budaya berupa bangunan-
bangunan dan peninggalan lain dari masa pengaruh Hindu-Budha di Indonesia.
Wilayah Kabupaten Padang Lawas terbagi atas Wilayah Kecamatan Barumun,
Barumun Tengah, Batang Lobu Sutam, Huristak, Huta Raja Tinggi, Lubuk Barumun,
Sosa, Sosopan dan Ulu Barumun dan Wilayah Kecamatan dengan luas keseluruhan
4.229,99 km². Batas administrasi Kabupaten Padanglawas yaitu sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara;


 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu (Provinsi Riau);
 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten
Pasaman (Prov. Sumatera Barat); dan
 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten
Tapanuli Selatan
Tabel 5.25 Luas Wilayah di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Kecamatan Luas (Km2) Distribusi Luas (%)

1 Sosopan 407,52 9,63


2 UluBarumun 241,37 5,71
3 Barumun 119,50 2,83
4 Barumun Selatan 122,60 2,90
5 LubukBarumun 300,23 7,10
6 Sosa 611,85 14,46
7 BatangLubu Sutam 586,00 13,85

Laporan Akhir | V - 53
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No Kecamatan Luas (Km2) Distribusi Luas (%)


8 HutarajaTinggi 408,00 9,65
9 Huristak 357,65 8,46
10 Barumun Tengah 443,09 10,47
11 Aek Nabara Barumun 487,75 11,53
12 Sihapas Barumun 144.43 3,41
Total Luas Kabupaten Padang Lawas 4.229,99 100,00
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa Kecamatan yang memiliki luas
wilayah yang relatif lebih besar di Kabupaten Padang Lawas yaitu di Kecamatan Aek
Nabara Barumun sekitar 487,75 Km2. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas
wilayah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kecamatan lainnya di
Kabupaten Padang Lawas yaitu Kecamatan Baruman yang hanya sekitar 119,50 Km2.

5.1.2.2 Karakteristik Fisik Kabupaten Padang Lawas


Kabupaten Padang Lawas adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia,
yakni hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten ini resmi berdiri
sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 38 Tahun 2007,
tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2007, bersamaan dengan dibentuknya Kabupaten
Padang Lawas Utara, menyusul RUU yang disetujui pada 17 Juli 2007. Ibukota
kabupaten ini adalah Sibuhuan. Padanglawas adalah daerah di pedalaman Sumatera
yang mempunyai sumberdaya budaya dan alam. Sumberdaya budaya yang dimiliki
berupa tinggalan budaya berupa bangunan candi, prasasti, relief dan arca. Di daerah
Sumatera juga ditemukan tinggalan budaya, misalnya di daerah Provinsi Jambi dan
Provinsi Riau. Begitu pula dengan sumberdaya alam di Padanglawas dijumpai
dengan adanya flora dan fauna yang beragam.

Laporan Akhir | V - 54
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.16 Peta Administrasi Kabupaten Padang Lawas

Laporan Akhir | V - 55
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

A. Topografi

Padang Lawas merupakan salah satu daerah yang terletak pada dataran rendah
kaki pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar 50-300 mdpl. Dataran
rendah tersebut dikelilingi rangkaian perbukitan. Dengan demikian daerah
tersebut, seolah-olah merupakan danau kering yang tepiannya berupa rangkaian
perbukitan. Secara umum bentang alam (morfologi) di kawasan Padang Lawas
dan sekitarnya memperlihatkan kondisi dataran rendah, dan dataran
bergelombang. Kondisi bentang alam seperti itu, apabila diklasifikasikan dengan
mempergunakan Sistem Desaunettes, 1977, yang berdasarkan atas besarnya
prosentase kemiringan lereng dan beda tinggi relief suatu tempat, maka daerah
penelitian terbagi atas dua satuan morfologi, yaitu: Satuan Morfologi Dataran dan
Satuan Morfologi Bergelombang Lemah. Satuan Morfologi Dataran, mempunyai
kemiringan lereng antara 0% - 2%. Satuan Morfologi Dataran dimanfaatkan oleh
penduduk sebagai lahan pertanian, perkebunan dan perkampungan serta situs-
situs arkeologi.

Bentang alam Situs Padang Lawas dipengaruhi oleh empat faktor yang dominan,
yaitu Lithologi, Struktur geologi, Stadia daerah dan Tingkat erosi. Berdasarkan
hal tersebut, maka penentuan satuan morfologi daerah penelitian dilakukan
dengan metode pendekatan Desaunettes, yang didasarkan pada besarnya
kemiringan lereng dan beda tinggi relief suatu tempat. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka daerah penelitian dibagi dalam dua satuan morfologi, yaitu:

A. Satuan Morfologi Dataran, mempunyai kemiringan lereng antara 0%-2%.


Satuan morfologi ini dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan pertanian,
perkebunan, dan perkampungan. Situs-situs arkeologi sebagian besar
ditemukan di daerah ini;

B. Satuan Morfologi Bergelombang Lemah, mempunyai kemiringan lereng


antara 2%-8%. Satuan morfologi tersebut berupa hutan dengan vegetasi yang
kurang lebat serta sebagian dimanfaatkan sebagai ladang ataupun sebagai
sawah tadah hujan.

Laporan Akhir | V - 56
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Sungai induk yang mengalir di dataran rendah Padang Lawas adalah Sungai
Barumun. Sungai tersebut mengalir dari arah barat daya ke arah timur laut, dari
Kampung Unterudang ke arah barat laut, Sungai tersebut bercabang menjadi
Batang Pane dan Batang Sirumambe. Batang Pane mempunyai arah aliran dari
barat laut ke tenggara dan di Kampung Habaruan Batang Pane berbelok ke arah
utara, sedangkan Batang Sirumambe berarah aliran dari barat ke timur. Bentuk
dan keadaan pola aliran sungai induk, sungai sub-induk dan anak-anak sungai di
daerah penelitian dan sekitarnya dapat digolongkan ke dalam pola aliran sungai
dendritik, trellis, dan rectangular.

- Pola dendritik berbentuk seperti pohon dan khas pada daerah dataran dengan
batuan yang homogeny;

- Pola trellis berbentuk seperti jari-jari dan khas pada daerah perlipatan yang
telah mengalami erosi cukup lanjut; dan

- Pola rectangular cabang-cabang sungainya membentuk sudut siku-siku dan


khas pada daerah patahan.

Stadia sungai, kenampakkan sungai di daerah penelitian dan sekitarnya dicirikan


dengan dataran banjir (flood plain) sangat luas melampaui meander belt, aliran
sungai berkelok-kelok, didapatkan pulau-pulau tapal kuda, tidak terdapat air
terjun di sepanjang aliran sungai, erosi lebih kecil daripada proses pengendapan,
terdapat spur (taji), terdapat oxbow lake dan terdapat endapan di puncak meander
(point bar). Berdasarkan hal tersebut, maka stadia sungai dapat digolongkan ke
dalam stadia tua. Dari kenampakkannya pada Sungai Barumun, terdapat adanya
tebing-tebing gravel yang membuktikan bahwa Sungai Barumun telah mengalami
peremajaan (rejuvination).

Situs-situs yang terdapat di Padang Lawas secara umum terdapat pada daerah-
daerah yang memiliki ketinggian antara 50-300 meter dpl. Secara kenampakan
luar interaksi antara tumbuhan dan binatang yang hidup di daerah Padang Lawas
termasuk dalam bentuk vegetasi pamah darat (lowland vegetation). Berikut ini

Laporan Akhir | V - 57
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

adalah batas ketinggian wilayah tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Padang
Lawas berdasarkan data BPS Tahun 2013 yaitu sebagai berikut ini.

Tabel 5.26 Ketinggian Wilayah di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Ketinggian mdpl
No Kecamatan
(Meter)
1 Sosopan 774,00
2 UluBarumun 210,00
3 Barumun 154,00
4 Barumun Selatan 226,00
5 LubukBarumun 142,00
6 Sosa 100,00
7 BatangLubu Sutam 128,00
8 HutarajaTinggi 150,00
9 Huristak 63,00
10 Barumun Tengah 133,00
11 Aek Nabara Barumun 88,00
12 Sihapas Barumun 89,00
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa ketinggian wilayah yang terdapat
di Kabupaten Padang Lawas yaitu terdapat di Kecamatan Sosopan yang mencapai
774,00 mdpl. Sedangkan Kecamatan yang ketinggian wilayahnya relatif lebih
rendah yaitu terdapat di Kecamatan Huristak yaitu hanya sekitar 63,00 mdpl.

B. Iklim/Curah Hujan

Berdasarkan data BPS Kabupaten Padang Lawas dalam angka Tahun 2012, curah
hujan bervariasi antar kecamatan, curah hujan tertinggi rata-rata mencapai 598
mm yang terjadi pada bulan Desember, sementara curah hujan terendah rata-rata
mencapai 86 mm yang terjadi pada bulan Juni. Musim kemarau biasanya terjadi
sekitar bulan Mei hingga September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober
hingga bulan April.

Laporan Akhir | V - 58
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.27 Jumlah Hari Hujan di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Bulan Hari Hujan CurahHujan (mm)

1 Januari 183 14
2 Februari 117 7
3 Maret 208 18
4 April 232 22
5 Mei 166 13
6 Juni 86 14
7 Juli 97 8
8 Agustus 323 16
9 September 281 16
10 Oktober 383 21
11 November 565 21
12 Desember 598 17
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Di daerah dataran rendah Padang Lawas angin berhembus dengan kecepatan


tinggi, merupakan angin fohn (angin panas jatuh). Angin ini terjadi pada waktu
tekanan atmosfer di sebelah timur Bukit Barisan rendah, sedangkan di sebelah
barat Bukit Barisan tekanannya tinggi. Akibatnya terjadi aliran udara dengan
kecepatan yang tinggi dari barat menuju ke timur Bukit Barisan. Daerah yang
dipengaruhi angin fohn dekat Padang Lawas dahulu mungkin ditumbuhi oleh
hutan kerangas yang miskin akan jenis vegetasi dan fauna. Hutan kerangas adalah
lahan yang telah dihutankan, dan bila dibuka maka hutan tersebut tidak dapat
ditanami padi. Hutan kerangas biasanya tumbuh di atas tanah yang berasal dari
bahan-bahan silika yang jarang, miskin akan basa, mempunyai struktur yang
kasar, dan mudah kering. Pada padang-padang yang terbuka permukaan tanahnya
ditutupi lapisan pasir putih setebal 0,5 - 5 cm di bagian bawahnya berwarna gelap
(Anwar 1984: 66).

Kondisi hidrologi di Kabupaten Padang Lawas terdiri dari air permukaan yaitu
sungai, danau dan air bawah tanah. Sungai yang ada dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari, sumber air minum dan untuk irigasi, sebagian wilayah di
Kabupaten Padang Lawas yang dilalui Satuan Wilayah Sungai lintas Provinsi dan

Laporan Akhir | V - 59
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

lintas Kab/Kota, yaitu desa Sipiongot di Kecamatan Dolok yang dilalui oleh WS
Barumun-Kualuh lintas Kab/Kota dan Satuan Wilayah Sungai Rokan lintas
Provinsi. Secara kewilayahan, Kabupaten Padang Lawas berada dalam wilayah
Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun.

Laporan Akhir | V - 60
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.17 Peta Curah Hujan Kabupaten Padang Lawas

Laporan Akhir | V - 61
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

C. Struktur Geologi

Secara geologis, wilayah Kabupaten Padang Lawas memiliki struktur tanah dan
batuan yang kompleks dicirikan oleh bentuk bentang alam perbukitan. Tetapi
sebagian wilayah potensial menimbulkan tanah longsor terhadap 40-50% dari
luas daerah Kabupaten Padang Lawas yang mencakup 5 wilayah kecamatan yang
merupakan kawasan yang rentan gerakan tanah longsor.

Kabupaten Padang Lawas merupakan dataran aluvium yang lapisan tanahnya


berupa lempung, pasir dan pasir halus, kerikil, dan atau butir batuan lain yang
terendapkan oleh air yang mengalir, baik karena banjir maupun arus sungai yang
mengalir di daerah tersebut. Material dasarnya berasal dari Bukit Barisan yang
seolah-olah berkeliling memagarinya, dan sekaligus merupakan hulu dari
sungaisungai yang demikian banyak mengalir di Padang Lawas. Pengamatan atas
lokasilokasi yang mengandung obyek arkeologis mengasilkan beberapa catatan
menyangkut lingkungan flora dan fauna.

Laporan Akhir | V - 62
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.18 Peta Struktur Geologi Kabupaten Padang Lawas

Laporan Akhir | V - 63
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

D. Kebencanaan

 Banjir

Dara data-data kebencanaan yang ada, dimana Provinsi Sumatera terdapat


bebrapa jenis bencana yang sering terjadi dan menjadi perhatian khusus oleh
wilayahnya guna menunjang kebutuhan dan pemanfaatan ruang wilayah
nantinya. Untuk Kabupaten Padang Lawas sendiri, dimana berdasarkan data
BNPB tahun 2000-2014 terdapat bencana banjir dan kebakaran hutan dimana
ada beberapa jenis bencana yang pernah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir yaitu sebagai berikut.

Tabel 5.28 Data Kejadian Bencana Banjir di Provinsi Sumatera Utara


Tahun 2000-2014

No Kabupaten Jumlah Kejadian Banjir


1 ASAHAN 30
2 BATU BARA 8
3 DAIRI 3
4 DELI SERDANG 33
5 HUMBANG HASUNDUTAN 2
6 KARO 5
7 KOTA BINJAI 5
8 KOTA MEDAN 30
9 KOTA PADANGSIDIMPUAN 7
10 KOTA SIBOLGA 5
11 KOTA TANJUNG BALAI 12
12 LABUHAN BATU 19
13 LABUHAN BATU SELATAN 3
14 LABUHAN BATU UTARA 2
15 LANGKAT 28
16 MANDAILING NATAL 21
17 NIAS 4
18 NIAS BARAT 1
19 NIAS SELATAN 3
20 PADANG LAWAS 1
21 PADANG LAWAS UTARA 1
22 SAMOSIR 3
23 SERDANG BEDAGAI 23
24 SIMALUNGUN 3

Laporan Akhir | V - 64
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No Kabupaten Jumlah Kejadian Banjir


25 TAPANULI SELATAN 18
26 TAPANULI TENGAH 6
27 TAPANULI UTARA 5
28 TOBA SAMOSIR 3
Total 284
Sumber: BNPB Tahun 2014

Dari tabel dapat tersebut diketahui bahwa di Provinsi Sumatera Utara dalam
kurun waktu 2000-2014 terdapat 28 (dua delapan) Kabupaten/Kota yang
pernah mengalami banjir. Kabupaten Asahan terjadi banjir sebanyak 30 (tiga
puluh) kali, Kabupaten Batu Bara terjadi banjir sebanyak 8 (delapan) kali,
Kabupaten Dairi terjadi banjir sebanyak 3 (tiga) kali, Kabupaten Deli Serdang
terjadi banjir sebanyak 33 (tiga puluh tiga) kali, Kabupaten Humbang
Hasundutan terjadi banjir sebanyak 2 (dua) kali, Kabupaten Karo terjadi
banjir sebanyak 5 (lima) kali, Kota Binjai terjadi banjir sebanyak 5 (lima) kali,
Kota Medan terjadi banjir sebanyak 30 (tiga puluh) kali, Kota
Padangsidimpuan terjadi banjir sebanyak 7 (tujuh) kali, Kota Sibolga terjadi
banjir sebanyak 5 (lima) kali, Kota Tanjung Balai terjadi banjir sebanyak 12
(dua belas) kali, Kabupaten Labuhan Batu terjadi banjir sebanyak 19
(sembilan belas) kali, Kabupaten Labuhan Batu Selatan terjadi banjir
sebanyak 3 (tiga) kali, Kabupaten Labuhan Batu Utara terjadi banjir sebanyak
2 (dua) kali, Kabupaten Langkat terjadi banjir sebanyak 28 (dua puluh
delapan) kali, Kabupaten Mandailing Natal terjadi banjir sebanyak 21 (dua
puluh satu) kali, Kabupaten Nias terjadi banjir sebanyak 4 (empat) kali,
Kabupaten Nias Barat terjadi banjir sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten Nias
Selatan terjadi banjir sebanyak 3 (tiga) kali.

Kabupaten Padang Lawas terjadi banjir sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten


Padang Lawas Utara terjadi banjir sebanyak 1 (satu), Kabupaten Samosir
terjadi banjir sebanyak 3 (tiga) kali, Kabupaten Serdang Berdagai terjadi
banjir sebanyak 23 (dua puluh tiga) kali, Kabupaten Simalungun terjadi banjir

Laporan Akhir | V - 65
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

sebanyak 3 (tiga) kali, Kabupaten Tapanuli Selatan terjadi banjir sebanyak 18


(delapan belas) kali, Kabuapten Tapanuli Tengah terjadi banjir sebanyak 6
(enam), Kabupaten Tapanuli Utara terjadi banjir sebanyak 5 (lima) kali, dan
Kabupaten Toba Samosir terjadi banjir sebanyak 3 (tiga) kali.

 Kebakaran Hutan dan Lahan

Berikut ini adalah data kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi
Sumatera Utara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu mulai dari Tahun
2000-2014. Dimana Kabupaten Padang Lawas terjadi 1 (satu) kali dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 5.29 Data Kejadian Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2000-2014

No Kabupaten Jumlah Kejadian Kebakaran Lahan

1 KOTA SIBOLGA 1
2 LABUHAN BATU 1
3 MANDAILING NATAL 1
4 PADANG LAWAS 1
Total 4
Sumber: BNPB Tahun 2014

Dari tabel tersebut diketahui bahwa di Provinsi Bali dalam kurun waktu 2000-
2014 terdapat 4 (empat) Kabupaten/Kota yang pernah mengalami kebakaran
lahan. Kota Sibolga terjadi kebakaran lahan sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten
Labuhan Batu terjadi kebakaran lahan sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten
Mandailing Natal terjadi kebakaran lahan sebanyak 1 (satu) kali, dan
Kabupaten Padang Lawas terjadi kebakaran lahan sebanyak 1 (satu) kali.

Laporan Akhir | V - 66
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.2.3 Penggunaan Lahan Kabupaten Padang Lawas


Penggunaan lahan di Kabupaten Padang Lawas lebih didominasi oleh lahan sawah,
lahan ladang, penggembalaan, dan lahan kosong yang masih belum dikembangkan.
Pada Kabupaten Padang Lawas juga terdapat lahan rawa yang hanya sekitar 340 km2.
Pada tempat-tempat yang tidak diolah atau lahan kosong kebanyakannya ditumbuhi
oleh berbagai jenis tumbuhan semak belukar antara lain alang-alang (Imperata
cylindrica, fam Poaceae), mahang (Macaranga spp, fam Euphorbiaceae), senduduk
(Melastoma malabatricum), putri malu (Mimosa pudica, fam Fabaceae), dan
beberapa jenis tumbuhan semak belukar lainnya baik berupa perdu maupun rumput-
rumputan. Penggunaan lahan di Kabupaten Padang Lawas berbagai macam, dimana
untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.30 Penggunaan Lahan di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013


Rawa Kolam /
Lahan Pekarangandan Tegal / Ladang / Penggem Lahan
No Kecamatan Tidak Tebat / Jumlah
Sawah Bangunan Kebun Huma balaan Kosong
Ditanami Empang
1 Sosopan 1.094,00 1.500,00 2.432,00 250,00 - - 8,00 150,00 5.434,00
2 UluBarumun 1.418,00 21,00 42,00 760,00 - - 15,00 - 2.256,00
3 Barumun 2.192,00 400,00 1.750,00 50,00 2.400,00 300,00 60,00 50,00 7.202,00
4 Barumun Selatan - - - - - - - - -
5 LubukBarumun 1.850,00 1.600,00 800,00 85,00 50,00 - 30,00 - 4.415,00
6 Sosa 3.670,00 3.035,00 266,00 500,00 17.250,00 40,00 32,00 - 24.793,00
7 BatangLubuSutam 1.003,00 21,00 265,00 160,00 412,00 - 23,00 - 1.884,00
8 HutarajaTinggi 15,00 2.000,00 - 10.618,50 416,00 - 25,50 - 13.075,00
9 Huristak 1.372,00 281,00 110,00 15,00 112,00 - 10,00 - 1.900,00
10 Barumun Tengah 3.358,00 30,00 754,00 369,00 2.160,00 - 48,00 11.937,00 18.656,00
11 Aek Nabara Barumun - - - - - - - - -
12 Sihapas Barumun 15.972,00 8.888,00 6.419,00 12.807,50 22.800,00 340,00 251,50 12.137,00 79.615,00
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Dari data tabel tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Padang
Lawas didominasi oleh lahan lahan sawah sekitar 15.972 Km2, lahan ladang/huma
yaitu ada sekitar 12.807,50 Km2, dan lahan kosong yang mencapat 12.137 Km2.

A. Hutan

Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun,


sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena pengalihan

Laporan Akhir | V - 67
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

lahan menjadi areal perkebunan dan pembangunan infrastruktur jalan. Kerusakan


terbesar sekitar 40% dari total kerusakan hutan terjadi di kawasan Pantai Barat
yang meliputi Kabupaten Tapsel, Padang Lawas, Humbang Hasundutan, Pakpak
Barat hingga Kabupaten Dairi.

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap jenis-jenis tumbuhan pada lingkungan


di sekitar situs-situs di Padang Lawas, dan berdasarkan pada ketinggian daerah di
bawah 300 meter di atas pemukaan laut serta kondisi iklim terutama curah hujan
di daerah ini, maka besar kemungkinan tipe ekosistem masih sama dengan masa
saat biaro-biaro di Padang Lawas difungsikan yaitu ekosistem hutan hujan tropis
daerah dataran. Hutan kerangas adalah lahan yang telah dihutankan, dan bila
dibuka maka hutan tersebut tidak dapat ditanami padi. Hutan kerangas biasanya
tumbuh di atas tanah yang berasal dari bahan-bahan silika yang jarang, miskin
akan basa, mempunyai struktur yang kasar, dan mudah kering.

Kehidupan binatang liar tampak lebih menonjol di kawasan yang berupa dataran
berbukit yaitu babi hutan (Sus scrofa) yang dalam pandangan penduduk adalah
hama tanaman, kancil (Tragulus javanicus), musang (Paradoxurus
hermaphroditus), musang kesturi (Viverra zibetha), rusa (Cervus equimus),
monyet, lutung (Pythecus pyrrahus), kalong (Pterocarpus edulis), beruang, dan
berjenis biawak (Varanus). Secara umum dapat dikatakan bahwa populasi hewan-
hewan liar itu cenderung menurun akibat aktivitas manusia, terutama berkenaan
dengan ekslpoitasi lahan yang sebelumnya merupakan habitat fauna tersebut.

B. Perkebunan

Adanya penanaman kelapa sawit dan diikuti pula


dengan peningkatan aktivitas industri, jelas akan
membuat turunnya kualitas lingkungan di
Padanglawas. Terlebih lagi bagi bangunan biara
di sana yang terbuat dari bata, yang sangat peka

Laporan Akhir | V - 68
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

terhadap polusi udara dan polusi air. Hal ini merupakan ancaman bagi kelestarian
cagar budaya kawasan tersebut. Ancaman lain bagi tinggalan budaya adalah
pemanfaatan bagi kepariwisataan. Pemanfaatan bagi kepariwisataan kadang
dianggap mampu memberikan dampak positif, antara lain sebagai penghasil
kesejahteraan, membuka lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Ada pula
yang memberikan dampak negatif, baik terhadap nilai-nilai sosial budaya maupun
pencemaran terhadap lingkungan fisik dan biotis.

Pada dataran rendah persawahan juga cukup luas, mengingat adanya sungai-
sungai yang menjadi sumber air yang diperlukan. Tebing sungaisungai itu
dipenuhi berbagai jenis pohon bambu/ibus, pohon aren/bargot (Arenga pinnata)
dan pohon pinang (Arecca catechu). Juga pohon mangga kwini (Mangifera
adorata) dan banyak jenis pohon pisang (Musa paradica). Kemudian pada bagian
dataran berbukit yang berketinggian antara 160-240 meter d.p.l., terdapat situs
Makam Jiret Mertuah (Pageran Bira) yang floranya cukup beragam.

Selain terdapat pohon-pohon yang memang sengaja dibudidayakan penduduk


Kabupaten Padang Lawas sejak awal abad ke-20 M yaitu seperti :

- Karet (Hevea brassiliensis),

- Kopi (Coffea spp) dan

- Kelapa,

Pada Kabupaten Padang Lawas juga dijumpai jenis-jenis pohon liar yang berupa
perdu maupun pohon keras lainnya yaitu:

- Pohon kapuk (Ceiba - Simarnapuan,


pentandra), - Palangas,
- Balaka, - Goti,
- Jior, - Mayang,
- Hapadan, - Lambou, dan
- Simarninian, - Pohon bambu.
- Haloban,

Laporan Akhir | V - 69
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

C. Pertanian

Pertanian tanaman pangan dimaksud merupakan pertanian padi sawah, padi


ladang dan holtikultura. Kabupaten Padang Lawas merupakan salah satu
Kabupaten yang berada di Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai sumber
daya alam yang cukup besar dan tingkat pertumbuhan yang semakin meningkat.
Sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Produksi tanaman bahan
makanan (tabama) di Kabupaten Padang Lawas terbesar adalah padi dan ubi
kayu. Produksi padi mulai dari tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami
peningkatan produksi sebesar 18.986 ton. Namun pada tahun 2011 mengalami
penurunan sebesar 38.468 ton dan pada tahun 2012 meningkat sebesar 23.543 ton.

Dari hasil peningkatan jumlah produksi padi, perlu juga di lakukan peninjauan
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena terdapat banyak variabel
yang berpengaruh terhadap produksi padi tersebut. Untuk itu variabel tersebut
perlu di reduksi untuk memperoleh beberapa faktor-faktor yang dominan yang
dapat mempengaruhi Produksi padi di Kabupaten Padang Lawas. Untuk
mereduksi/meringkas dari variabel banyak diubah menjadi sedikit variabel maka
digunakan analisis faktor.

D. Peternakan

Pada Kabupaten Padang Lawas terdapat banyak hewan ternak berupa sapid an
kerbau, karena daerah padang lawas banyak dijumpai sawah dan hutan, sehingga
hewan tersebut banyak dijadikan hewan ternak bagi masyarakat sekitarnya.
Berikut ini adalah beberapa jumlah hewan ternak yang ada di Kabupaten Padang
Lawas yaitu sebagai berikut.

Tabel 5.31 Jumlah Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013


No Kecamatan Sapi Sapi Perah Kerbau Kuda
1 Sosopan - - 25 1
2 UluBarumun 14 - 19 -
3 Barumun 57 - 136 -

Laporan Akhir | V - 70
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No Kecamatan Sapi Sapi Perah Kerbau Kuda


4 Barumun Selatan 14 - 12 -
5 LubukBarumun 446 - 744 -
6 Sosa 278 - 538 -
7 BatangLubuSutam - - 71 -
8 HutarajaTinggi 1.569 - 650 -
9 Huristak 1.899 - 4.012 -
10 Barumun Tengah 1.498 - 4.300 -
11 Aek Nabara Barumun 749 - 2.150 -
12 Sihapas Barumun 6.524 - 12.657 1
Total 13.048 0 25.314 2
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa jumlah hewan ternak
yang cukup banyak di jumpai di Kabupaten Padang Lawas yaitu sapi yang
mencapai 13.048 ekor dan kerbau sekitar 25.314 ekor.

E. Industri

Berdasarkan data BPS Tahun 2013 dimana pada Kabupaten Padang Lawas
terdapat 10 jenis industri yang dikembangkan di kawasan tersebut. Sebagian besar
industri yang dikembangkan di Kabupaten Padang Lawas adalah industri
rumahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.32 Jumlah Industri di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Industri Jumlah (Unit)


1 Pandai Besi 46
2 Rumah Tangga 92
3 Anyaman/Kerajinan 33
4 Meubel 85
5 Tenun 1
6 Tahu/Tempe 30
7 Batu Bata 64
8 Gula Aren 67
9 Bengkel Las 11
10 Tukang Jahit 88
Total 517
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Laporan Akhir | V - 71
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berdasarkan data tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa jumlah industri
rumahan yang cukup banyak dikembangkan di Kabupaten Padang Lawas yaitu
industri rumah tangga yaitu terdapat 92 unit, dan tukang jahit yang ada sekitar 88
unit. Sedangkan yang paling sedikit dijumpai di Kabupaten Padang lawas yaitu
industri tenun yang hanya 1 unit saja di Kabupaten Padang Lawas.

F. Pertambangan

Sumur minyak “Blok Tonga” yang berada di Kabupaten Padang Lawas, Provinsi
Sumatera Utara, direncanakan akan beroperasi Maret 2012 dengan produksi awal
1.000 barel per hari.

General Manager PT Mosesa Petroleum Sapar Suyono di Medan, Kamis,


mengatakan pihaknya telah melakukan eksplorasi di Blok Tonga di Padang
Lawas sejak tahun 2009. Dari proses eksplorasi yang dilakukan, pihaknya telah
menemukan minyak pada tahun 2011 dan menyiapkan kran untuk proses
produksi. Untuk tahap awal, Blok Tonga akan memproduksi 1.000 barel minyak
per hari yang akan ditingkatkan secara bertahap menjadi 2.400 hingga 3.000 barel
per hari. Dengan kapasitas produksi 2.400-3.000 barel per hari, Blok Tonga
diharapkan akan berproduksi hingga delapan tahun.

Sebagai tahap awal untuk penjualan, pihaknya berencana akan melakukannya di


Dumai, Provinsi Riau, dengan menumpang fasilitas Chevron sebagai lokasi
terdekat dari Blok Tonga. Namun proses produksi dan penjualan tersebut belum
dapat dilakukan karena masih menunggu izin dari pemerintah melalui
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Karena itu, pihaknya
mengharapkan dukungan dari Pemprov Sumut dan Pemkab Padang Lawas dalam
bentuk rekomendasi ke Kementerian ESDM guna mendapatkan izin komersial
Blok Tonga.

Laporan Akhir | V - 72
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.19 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Padang Lawas

Laporan Akhir | V - 73
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.20 Peta Land Cover Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

Laporan Akhir | V - 74
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.2.4 Karakteristik Perekonomian Kabupaten Padang Lawas


Sektor yang paling dominan dalam mendukung kegiatan perekonomian di Kabupaten
Padang Lawas adalah sektor perkebunan. Adapun potensi mengenai pengembangan
perekonomian wilayah di Kabupaten Padang Lawas diuraikan sebagai berikut:

 Sektor tanaman pangan merupakan salah satu sektor yang mengalami


perkembangan cukup pesat di Kabupaten Padang Lawas;

 Komoditas tanaman yang juga pertumbuhannya pesat adalah kemiri, lada,


aren, nilam dan tembakau;

 Pengembangan di sektor perkebunan di Kabupaten Padang Lawas menjadi


sektor penunjang utama kegiatan perekonomian masyarakat;

 Tanaman buah buahan yang menunjang perekonomian di Kabupaten Padang


Lawas adalah mangga,duku dan durian;

 Di tingkat kabupaten, peternakan ayam kampung, itik, kambing dan domba,


produksinya juga yang mengalami pertumbuhan yang cepat; dan

 Berdasarkan hasil analisis, secara rataan sektor perikanan budidaya air tawar
dapat dikembangkan dengan baik di Kabupaten Padang Lawas.

Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan
laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
2000 mengalami peningkatan sebesar 6,31 persen dibanding tahun 2011.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar
11,63 persen. Disusul sektor bangunan 10,39 persen; sektor listrik, gas dan air bersih
9,69 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 8,81 persen; dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran 7,44 persen. Sedangkan 4 (empat) sektor ekonomi
lainnya memiliki laju pertumbuhan di bawah 7 persen. PDRB Padang Lawas pada
tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai Rp.2.067,67 miliar, sedangkan atas
dasar harga konstan 2000 sebesar Rp.848,65 miliar.

Laporan Akhir | V - 75
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Struktur perekonomian Padang Lawas yang dihitung dengan PRDB atas dasar harga
berlaku didominasi sektor pertanian sebesar 65,85 persen; disusul sektor jasa sebesar
9,53 persen; sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 9,04 persen, dan sisanya
disumbangkan sektor lainnya. PDRB per kapita Padang Lawas atas dasar harga
berlaku pada tahun 2012 mencapai Rp.8,91 juta, atau meningkat 9,45 persen
dibanding tahun 2011.

Tabel 5.33 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Lapangan Usaha 2010 2011*) 2012**)

1 Pertanian 443.347,68 470.338,16 497.634,32


2 Pertambangan dan Penggalian 4.844,54 5.388,91 6.015,74
3 Industri Pengolahan 32.221,33 34.362,38 36.664,72
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 885,46 962,25 1.055,47
5 Bangunan 72.240,51 79.427,19 87.678,87
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 80.200,24 85.948,61 92.340,75
7 Pengangkutan dan Komunikasi 22.212,01 23.553,07 25.089,19
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
8 4.459,39 4.930,95 5.365,52
Perusahaan
9 Jasa-Jasa 89.879,53 93.343,79 96.810,30
PDRB 750.290,69 798.255,31 848.654,88
PDRB TANPA MIGAS 710.757,21 750.290,69 798.255,31
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data PDRB Tahun 2013 tersebut dapat diketahui bahwa nilai ekonomi
yang cukup besar disumbangkan untuk pemasukan wilayah Kabupaten Padang Lawas
yaitu pertanian yang mencapai 497.634,32 juta dan yang paling sedikit yaitu pada
lapangan usaha listrik, gas, dan air bersih yang hanya 1.055,47 juta. Untuk PDRB
atas dasar harga konstan yaitu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.34 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Lapangan Usaha 2010 2011*) 2012**)

1 Pertanian 3,87 6,09 5,80


2 Pertambangan dan Penggalian 9,05 11,24 11,63
3 Industri Pengolahan 3,77 6,64 6,70

Laporan Akhir | V - 76
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No Lapangan Usaha 2010 2011*) 2012**)


4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 6,91 8,67 9,69
5 Bangunan 8,41 9,95 10,39
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,90 7,17 7,44
7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,95 6,04 6,52
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
8 9,26 10,57 8,81
Perusahaan
9 Jasa-Jasa 11,40 3,85 3,71
PDRB 5,56 6,39 6,31
PDRB TANPA MIGAS 5,56 6,39 6,31
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa lapangan usaha yang cukup besar
pemasukan nilai ekonominya untuk daerah yaitu pertambangan dan penggalian yang
mencapai 11,63%. Sedangkan yang paling kecil yaitu jasa-jasa yaitu hanya 3,71%.

Pada Kabupaten Padang Lawas pada tahun 2013 terdapat jumlah keseluruhan pasar
yang tersebar di 12 kecamatan yaitu sekitar 29 unit. Untuk lebih jelas dapat diliha
pada tabel berikut ini.

Tabel 5.35 Jumlah Pasar di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013


Kelas Pasar
No Kecamatan Jumlah
II III Harian
1 Sosopan - 2 - 2
2 UluBarumun - 2 - 2
3 Barumun 1 1 - 2
4 Barumun Selatan - 1 - 1
5 LubukBarumun - 3 - 3
6 Sosa - 3 1 4
7 BatangLubuSutam - 2 - 2
8 HutarajaTinggi - 6 1 7
9 Huristak - 2 - 2
10 Barumun Tengah - 2 1 3
11 Aek Nabara Barumun - 1 - 1
12 Sihapas Barumun - - - -
Total Pasar di Padang Lawas 1 25 3 29
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pasar yang cukup banyak
dijumpai di Kabupaten Padang Lawas yaitu pasar kategori kelas III, dan paling

Laporan Akhir | V - 77
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

banyak terdapat di Kecamatan Hutaraja Tinggi yaitu ada sekitar 6 unit pasar.
Sedangkan untuk kategori kelas pasar II hanya terdapat di Kecamatan Barumun yaitu
1 unit.

5.1.2.5 Karakteristik Sosial Kependudukan Kabupaten Padang Lawas


Pengelolaan dan pemberdayaan keragaman budaya masyarakat di Kawasan Padang
Lawas, meliputi pula aktivitas pertanian di lahan yang subur, menenun, berladang,
dan berburu. Keberadaan arsitektur rumah tradisional dan budaya yang unik dapat
diupayakan pengelolaannya melalui pendekatan ekomuseum. Hal ini sesuai dengan
apa yang menjadi indikator dari ekomuseum yang dapat dikelola dan diberdayakan
oleh masyarakat. Ekomuseum-pun dapat melibatkan pengrajin, seniman, penulis dan
pemain musik. Semua sesuai dengan pendapat Corsane bahwa karakteristik
ekomuseum mencakup area yang luas, lanskapnya in situ, melibatkan kegiatan bagi
wisatawan, mempromosikan pariwisata budaya, dan membantu menjelaskan
hubungan antara masa lalu dan masa sekarang. Berdasarkan data BPS Tahun 2013
dapat dilihat bahwa jumlah pendudauk dan kepadatan penduduk pada tiap kecamatan
bervariasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.36 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Padang Lawas Tahun
2013

Luas Wilayah Penduduk Kepadatan Penduduk


No Kecamatan
(Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
1 Sosopan 407,52 9.299 23
2 UluBarumun 241,37 14.187 59
3 Barumun 119,5 44.905 376
4 Barumun Selatan 122,6 7.037 58
5 Lubuk Barumun 300,23 16.588 56
6 Sosa 611,85 32.605 54
7 Batang Lubu Sutam 586 12.180 21
8 HutarajaTinggi 408 40.315 99
9 Huristak 357,65 20.353 57
10 Barumun Tengah 443,09 18.957 43
11 Aek Nabara Barumun 487,75 11.081 23
12 Sihapas Barumun 144,43 4.659 33
Total 4.229,99 232.166 55
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Laporan Akhir | V - 78
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Padang
Lawas yaitu yang cukup banyak terdapat di Kecamatan Barumun yaitu sekitar 44.905
jiwa dengan kepadatan cukup tinggi yaitu sekitar 376 jiwa/Km2. Sedangkan untuk
kecamatan dengan penduduk paling sedikit di Kabupaten Padang Lawas yaitu
terdapat di Kecamatan Sihapas Barumun yaitu sekitar 4.659 jiwa dan kepadatan
penduduk paling rendah terdapat di Kecamatan Batang Lubu Sutan yang hanya 21
jiwa/Km2. Untuk distribusi penduduk di Kabupaten Padang Lawas dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 5.37 Distribusi Penduduk di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Kecamatan Penduduk Distribusi Penduduk


1 Sosopan 9299 4,01
2 Ulu Barumun 14187 6,11
3 Barumun 44905 19,34
4 Barumun Selatan 7037 3,03
5 Lubuk Barumun 16588 7,14
6 Sosa 32605 14,04
7 Batang Lubu Sutam 12180 5,25
8 HutarajaTinggi 40315 17,36
9 Huristak 20353 8,77
10 Barumun Tengah 18957 8,17
11 Aek Nabara Barumun 11081 4,77
12 Sihapas Barumun 4659 2,01
Total 232166 100
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa distribusi penduduk paling tinggi
terdapat di Kecamatan Barumun yaitu sekitar 19,34%, sedangkan untuk distribus
penduduk paling sedikit yaitu berada pada Kecamatan Sihapas Barumun yaitu sekitar
2,01%.

Laporan Akhir | V - 79
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.21 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Padang Lawas

Laporan Akhir | V - 80
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.2.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana Kabupaten Padang Lawas


Berdasarakan wilayah yang termasuk kawasan penyangga dalam kajian KSN Mahato,
dimana untuk sarana yang terdapat di kawasan Kabupaten Padang Lawas adalah
seperti sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan lainnya.Untuk prasarana yang
ada di kawasan penyangga bagi kawasan KSN Mahato khususnya Kabupaten Padang
Lawas adalah seperti prasarana air bersih, listrik, telekomunikasi, dan lainnya.

A. Sarana Pendidikan

Berdasarkan data tabel BPS Tahun 2013, dapat dilihat bahwa jumlah saran
pendidikan di Kabupaten Pdang Lawas masih tergolong kurang tersebar dan
memadai pada tiap kecamatan yang ada. Untuk lebih jelasnya persebaran dan
jumlah sarana pendidik yang terdapat di Kabupaten Padang Lawas yaitu sebagai
berikut.

Tabel 5.38 Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Kecamatan SD SMP SMU

1 Sosopan 12 2 1
2 UluBarumun 14 1 1
3 Barumun 29 4 1
4 Barumun Selatan 6 1 1
5 LubukBarumun 14 3 -
6 Sosa 23 6 1
7 BatangLubuSutam 9 2 -
8 HutarajaTinggi 25 4 1
9 Huristak 13 3 -
10 Barumun Tengah 18 2 1
11 Aek Nabara Barumun 10 2 -
12 Sihapas Barumun 5 1 1
Total 178 31 8
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah sarana pendidikan
yang banyak dijumpai di Kabupaten Padang Lawas yaitu SD yang mencapai 178
unit dan tersebar di setiap kecamatan. Sarana pendidik SD yang cukup banyak
terdapat di Kecamatan Barumun yaitu sekitar 29 unit dan untuk SMP paling

Laporan Akhir | V - 81
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

banyak terdapat di Kecamatan Sosa yaitu 6 unit, sedangkan untuk saran


pendidikan SMU sebagian besar tersebar pada tiap kecamatan hanya 1 (satu) unit
per kecamatan. Untuk sarana pendidikan memang masih tergolong kurang
memadai dan butuh penambahan unit sarana pada beberapa lokasi tertentu.

5.1.2.7 Karakteristik Sistem Transportasi Kabupaten Padang Lawas


Pada Kabupaten Padang Lawas dimana, masih banyak terdapat kondisi jaringan jalan
yang masih rusak dan rusak berat. Ini merupakan tanggung jawab pemerintah daerah
sendiri untuk bisa membantu dan membangun sarana jarigan jalan yang lebih baik
lagi agar akses dan jalannya roda ekonomi bagi daerah tersebut bisa lebih lancar dan
berkembang. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi jaringan jalan yang terdapat di
Kabupaten Padang Lawas yaitu sebagai berikut ini.

Tabel 5.39 Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Jenis Jalan
Total
No Kondisi Permukaan Jalan Jalan Jalan
Jalan Negara (Km)
Provinsi Kabupaten
(Km)
(Km) (Km)
1 Baik - 61,06 203,13 264,19
2 Sedang - 47,38 196,47 243,85
3 Rusak - 23,03 177,01 200,04
4 Rusak Berat - 45,63 142,68 188,31
5 Tidak dirinci - - - -
Total - 177,10 719,30 896,40
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa kondisi jaringan jalan yang baik
terdapat sekitar 264,19 Km, dan untuk kondisi jaringan jalan yang rusak berat
terdapat sekitar 188,31 Km. Untuk kontruksi jaringan jalan yang ada di Kabupaten
Padang Lawas bermacam-macam yaitu mulai dari kerikil, beraspal, tanah dan
lainnya. untuk lebih jelasnya dapat dilihat padat tabel berikut ini.

Laporan Akhir | V - 82
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.40 Kontruksi Jaringan Jalan di Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013
Jenis Jalan
Jalan Jalan Total
No Konstruksi Permukaan Jalan Jalan Negara
Provinsi Kabupaten (Km)
(Km)
(Km) (Km)
1 Beraspal - 177,10 226,1 403,20
2 Kerikil - - 259,54 259,54
3 Tanah - - 229,67 229,67
4 Tidak dirinci - - 3,98 3,98
Total - 177,10 719,305 896,405
Sumber : Data BPS Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa panjang jaringan jalan yang di
bangun dengan menggunakan aspal adalah sekitar 403,20 Km, dan kerikil sekitar
259,54 Km.

5.1.2.8 Karakteristik Pariwisata Kabupaten Padang Lawas


Kabupaten Padang Lawas juga mempunyai sejumlah Objek Wisata sebagai Sumber
Daya Alam yang diharapkan bisa mendongkrak SDM (Sumber Daya Masarakat)
Antara Lain :

 Pemandian Sijorni;

 Pemandian Air Panas; dan

 Sejumlah Pantai hasil olahan Masyarakat yang diolah dari keindahan Sungai
Barumun Yang ada Di padang lawas Seperti Pantai Joker.

Selain objek wisata alam Kabupaten Padang Lawas juga mempunyai objek wisata
sejarah seperti :

 Candi Tandihat terletak di Desa Tandihat, Kecamatan Barumun Tengah


Kabupaten Padang Lawas Sumatera Utara. Candi Tandihat terdiri dari tiga
kompleks percandian yaitu kompleks I , II , dan III yaitu :

Laporan Akhir | V - 83
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Candi Tandihat I merupakan kompleks pecandian yang terdiri dari sebuah


bangunan induk dan 5 candi perwara. Sungai Barumun mengalir di
sebelah barat candi ini.

 Candi Tandihat II setidaknya terdiri dari dua bangunan. Satu merupakan


bangunan induk dan sebuah gundukan lebih kecil kemungkinan
merupakan candi perwara. Komponen bangunan yang ditemukan di Candi
Tandihat II antara lain adalah makara, dan tiga buah arca perunggu yang
saat ini tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.

 Candi Tandihat III terletak di Desa Gunung Manaon Kecamatan Barumun


Tengah. Candi tersebut disebut juga dengan Candi Longung. Bangunan
candi ini terletak di meander Sungai Barumun, sehingga rawan akan erosi.
Kondisinya saat ini tertimbun tanah. Setidaknya di lokasi tersebut terdapat
dua bangunan candi, yaitu candi induk dan perwara. Komponen bangunan
di candi Tandihat III antara lain adalah sebuah stamba berukuran cukup
besa.

 Candi Sipamutung di Desa Siparau Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten


Padanglawas merupakan bukti sejarah peradaban yang diperkirakan berdiri
pada abad XI, Candi yang dikelilingi oleh rangkaian perbukitan rendah
tersebut terletak, di dipinggir Sungai Barumun yang membelah dataran
Padanglawas dan berjarak sekitar 40 Km dari ibukota Kabupaten
Padanglawas, Sibuhuan.

Menuju lokasi candi, jalan aspal hanya sampai di Desa Binanga dan melewati jalan
desa sepanjang tiga km. Kemudian meniti jembatan gantung yang berada di atas
sungai Barumun. Komplek candi berjarak 250 meter dari pinggir aliran Sungai
Barumun.

Sejumlah pendapat mengatakan, lokasi tersebut merupakan titik awal dari asal-usul
manusia jaman dahulu memasuki wilayah Padanglawas dan sekitarnya, karena pada
saat itu perjalanan hanya dapat dilalui melalui jalur laut dan sungai.

Laporan Akhir | V - 84
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Pendapat itu menyatakan para leluhur memasuki Padanglawas melalui Laut


Labuhan Bilik (Labusel) kemudian berangsur menuju Sungai Barumun dan
menemukan Padanglawas sebagai tanah harapan.

Melihat keadaan lokasi dari luar komplek candi, kemungkinan kawasan yang jadi
perkampungan Desa Siparau dan didiami 160 KK tersebut, adalah bekas sebuah
benteng yang juga tempat pemujaan, karena masih terdapat bekas dinding dari bahan
tanah dan paret pembatas mengelilingi komplek candi diperkirakan seluas 100
hektar.

Hal ini sesuai dengan pendapat warga asli yang telah bertempat tinggal didaerah itu
sejak dari moyang mereka yang umumnya bermarga Harahap, Siregar, Hasibuan dan
Daulay. Beberapa kalangan menyebut Candi Sipamutung merupakan satu-satunya
candi yang didirikan Ummat Budha dan paling megah di antara candi yang terdapat
di Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara yang umumnya didirikan umat
Hindu.

Bentuk dan ukurannya terdiri dari sebuah biara induk menghadap ke timur dengan
denah bujur sangkar berukuran 11 X 11 meter, tinggi 13 meter. terdiri dari bagian
kaki, badan, dan atap. Sedangkan di kedua sisinya terdapat 6 biaro yang lebih kecil,
pada bagian bawahnya tersusun 16 buah stupa yang lebih kecil. Lima buah Biaro dari
bata dan sebuah dari batu andesit.

Biaro-biaro yang terbuat dari bata adalah Biaro perwara di sebelah timur candi induk
berbentuk mandapa berdenah segi empat berukuran 10,25 X 9,9 meter, tinggi 1,15
meter. Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter dengan pintu
masuk sejenis gapura.

Di daerah Padanglawas, yang berdekatan tersebut terdapat sedikitnya 11 candi yang


sebagian sudah dipugar yaitu :

- Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III di Desa Portibi Paluta;

- Candi Tandihat I dan Tandihat II;

- Candi Manggis ;

Laporan Akhir | V - 85
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

- Candi Stopayan;

- Candi Paya;

- Candi Pulo;

- Candi Sangkilon di Palas.

Namun popularitas candi Sipamutung yang menjadi pelengkap cagar budaya dan
keindahan alam Bumi Padang lawas itu tertinggal dari candi yang lainnya. Hal ini
disebapkan sarana perhubuhungan menuju situs budaya tersebut belum tersentuh
pembangunan dan hal ini menjadi salah satu pemicu pesona wisata candi sipamutung
kian terlupakan.

Selain itu, kesadaran warga setempat untuk ikut memelihara situs kuno tersebut
masih kurang. Lingkungan candi yang dipagar dengan kawat berduri telah rusak,
sehingga kerbau piaraan wargapun masuk dan merumput di lokasi candi.

Di Kabupaten Padang Lawas banyak terdapat potensi wisata khususnya wisata wisata
alam dan wisata budaya. Potensi-potensi ini belum sempat dikelola oleh pemerintah
secara maksimal. Beberapa tempat Wisata di Kabupaten Padang Lawas antara lain
sebagai berikut:

- Pemandian Aek Siraisan di Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun

- Pemandian Aek Milas di Paringgonan, Kecamatan Ulu Barumun

- Makam Oppu Parmata Sapihak di Parmata Sapihak, Desa Binabo, Kecamatan


Barumun

- Danau Gayambang di Ujung Batu, Kecamatan Sosa

- Candi Sipamutung di desa Siparau, Kecamatan Barumun Tengah

- Candi Sangkilon di desa Sangkilon, Kecamatan Lubuk Barumun

Laporan Akhir | V - 86
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.1.3 Fakta dan analisa Kawasan Hutan Lindung Mahato

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan. Pengelolaan kawasan lindung secara baik dan benar, dapat mengurangi
tingkat bahaya bencana alam yang ditimbulkan seperti banjir, longsor, pendangkalan
waduk, kekeringan, dan sebagainya. Selain bencana alam kerusakan kawasan lindung
juga menimbulkan bencana sosial akibat hilangnya aset hidup yang seharusnya
diperoleh masyarakat.

Berdasarkan acuan penetapan kawasan hutan lindung dalam RTRW Nasional dan
RTRW Provinsi Riau, juga memperhatikan hasil analisis kesesuaian lahan
(berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990) di wilayah Kabupaten Rokan Hulu, maka
sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu meliputi :

1. Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato

Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato dengan luas kurang lebih 28.800
(dua puluh delapan ribu delapan ratus) hektar terletak di Kecamatan Tambusai
Utara dan Kecamatan Tambusai

2. Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi

Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi dengan luas kurang lebih 23.731 (dua
puluh tiga ribu tujuh ratus tiga puluh satu) hektar terletak di:

a. Kecamatan Rokan IV Koto

b. Kecamatan Ujung Batu

c. Kecamatan Tandun

d. Kecamatan Kabun

e. Kecamatan Pendalian IV Koto

3. Kawasan Hutan Lindung Sungai Rokan

Laporan Akhir | V - 87
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan Hutan Lindung Sungai Rokan dengan luas kurang lebih 16.254
(enam belas ribu dua ratus lima puluh empat) hektar meliputi:

a. Kecamatan Rokan IV Koto


b. Kecamatan Pendalian IV Koto

Kawasan hutan lindung mahato ternyata berdasarkan data tahun 2012, yang dulunya
hutan sudah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan sawit yang dikuasai oleh PT
Turganda; Habitat langka dan termasuk dilindungi yang dulunya banyak terdapat di
kawasan hutan lindung seperti gajah, ikan arwana, badak, dan lainnya sekarang telah
tidak ditemukan lagi jejaknya dalam kawasan mahato tersebut; Ikan arwana yang
dulu banyak terdapat di sungai mahato, saat ini sudah mulai berkurang akibat dari
perubahan guna lahan yang semakin lama semakin berkembang menjadi perkebunan;

Berdasarkan hasil dilapangan, dimana kondisi hutan lindung mahato yang


bahwasannya merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola oleh pemerintah
pusat, ternyata sudah kritis dan telah beralih fungsi hutan menjadi kebun sawit dan
lainnya. Berikut ini terdapat beberapa isu permasalahan yang ada dilapangan sebagai
masukan dalam pengembangan KSN Mahato kedepannya yaitu sebagai berikut ini;

1. Kawasan hutan mahato yang dulunya ditetapkan sebagai kawasan hutan


lindung, namun berdasarkan kondisi saat ini sudah berubah dan beralih fungsi
wilayah menjadi perkebunan sawit yang di kuasai oleh PT. Turganda;

2. Perubahan kawasan hutan mahato yang dirinci mulai tahun 1990-2012 telah
berubah cukup signifikan menjadi lahan perkebunan, semak belukar, tanah
terbuka, pertanian lahan kering yang bercampur dengan semak belukar;
(sumber : berdasarkan data perubahan guna lahan di kawasan hutan mahato
yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau);

3. Akses menuju kawasan Hutan Mahato cukup sulit dijangkau, selain karena
jaringan jalan yang berupa tanah kuning, namun juga banyak terdapat pintu-
pintu masuk yang dikelola oleh perusahan perkebunan sawit (PT.Turganda);

Laporan Akhir | V - 88
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.22 Visualisasi beberapa pintu palang dari PT. Turganda yang merupakan
akses menuju kawasan hutan mahato

4. Sebagian besar lahan perkebunan yang dikembangkan pada kawasan hutan


mahato baik itu milik masyarakat, maupun PT, itu semua harus di setorkan
hasilnya ke koperasi khusus kelapa sawit yang dikuasai oleh PT. Turganda;

5. Masyarakat yang bekerja dan mengelola hasil perkebunan sawit di dalam


kawasan hutan mahato tersebut mayoritasnya adalah orang bukan asli pribumi
(orang nias, padang lawas, dan sumatera lainnya) yang mencapai 80% jumlah
penduduk di kawasan Desa Mahato tersebut, dan hanya sekitar 20% saja yang
merupakan penduduk asli kawasan mahato tersebut. (sumber : hasil
wawancara dengan pegawai Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan Hulu);

6. Berdasarkan data hasil wawancara, dimana masih terdapat kawasan sengketa


batas wilayah yaitu ± 41 ha antara kawasan hutan mahato dengan kawasan
sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara). (sumber : hasil wawancara dengan
pegawai dinas Kehutanan Provinsi Riau);

7. Pada kawasan sekitar hutan mahato saat ini juga sudah banyak terbangun
kawasan permukiman dan pendidikan;

8. Habitat langka seperti ikan arwana yang sering ditemukan di sungai mahato,
saat ini sudah mulai berkurang jumlah dan sebarannya. Namun telah banyak
berkembang dan terdapat penangkarannya pada kawasan di luar hutan mahato
yaitu berada pada “Danau Seribu”;

Laporan Akhir | V - 89
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

9. Habitat seperti gajah yang bahwasannya dulu pernah ada di kawasan hutan
mahato, saat ini semakin kritis dan keberadaannya semakin tidak terlihat
jejaknya;

Gambar 5.23 Visualisasi beberapa sarana yang telah tumbuh disekitar kawasan hutan
mahato yaitu seperti sarana peribadatan dan sarana pendidikan

10. Kawasan hutan mahato yang ditetapkan sebagai KSN oleh pemerintah pusat
dari tahun 1983 (SK Menhut 673), namun pada saat sekarang ini yang telah
banyak mengalami perubahan penggunaan lahannya tetap saja tidak
memberikan pemasukan yang signifikan terhadap PAD di Kabupaten Rokan
Hulu, padahal perubahan guna lahan di kawasan hutan mahato tersebut
sebagian besar bersifat illegal dan dikembangkan serta dikuasai besar-besaran
oleh PT. Turganda saat ini.

Gambar 5.24 Visualisasi kawasan hutan mahato yang telah berubah fungsi menjadi
kawasan perkebunan dan semak belukar

Laporan Akhir | V - 90
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.41 Perubahan Penutupan Lahan (Land Cover) Di Hutan Lindung Sungai Mahato Kabupaten Rokan Hulu-
Provinsi Riau Tahun 1990 – 2012

TAHUN
NAMA
LUAS
KAWASAN
1990 2000 2003 2006 2009 2011 2012

Hutan Lahan Hutan Lahan


HL. SUNGAI Hutan Lahan
Kering Kering Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar 11.359,32
MAHATO Kering Sekunder
Sekunder Sekunder

Tanah Terbuka Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar 2.388,80

Perkebunan Perkebunan Perkebunan 23,33

Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka 1.344,60

Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar 2.503,11

Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka 34,05

Hutan Tanaman Hutan Tanaman Hutan Tanaman Hutan Tanaman Perkebunan Perkebunan 0,22

Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Perkebunan Perkebunan Perkebunan 11,01

Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan 483,74

Tanah Terbuka Tanah Terbuka 170,74

Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar 62,32

Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka 146,55

Laporan Akhir | V - 91
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

TAHUN
NAMA
LUAS
KAWASAN
1990 2000 2003 2006 2009 2011 2012
Hutan Rawa
Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan 3.753,76
Sekunder
Hutan Rawa Hutan Rawa
Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka Tanah Terbuka 462,59
Sekunder Sekunder
Semak/Belukar Semak/Belukar Semak/Belukar
Semak/Belukar Rawa 26,60
Rawa Rawa Rawa
Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan
Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan
Kering Kering Kering
Kering bercampur Kering bercampur Kering bercampur 6.091,07
bercampur bercampur bercampur
dengan Semak dengan Semak dengan Semak
dengan Semak dengan Semak dengan Semak
Pertanian Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan
94,16
Lahan Kering Kering Kering Kering Kering Kering Kering
Pertanian
Lahan Kering
Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan 678,86
bercampur
dengan Semak
Sumber : DinasKehutan Provinsi Riau Tahun 2013

Laporan Akhir | V - 92
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.25 Peta Citra Landsat di Kawasan Lindung Mahato Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau

Laporan Akhir | V - 93
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.26 Peta Kawasan Inti Hutan Lindung Mahato Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau

Laporan Akhir | V - 94
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.2 Tinjauan Kebijakan

Berdasarkan kajian terhadap KSN Mahato yang disusun saat ini, maka perlu adanya
tinjaun terhadap kebijakan spasial yang terdiri dari RTRW Nasioanl, Provinsi, dan
juga Kabupaten/Kota. Dan kebijakan sektoral yanterdiri dari industri, ESDM, dan
lainnya. untuk lebih jelas dapat dilihat pada rincian yang disusun berikut ini.

Menurut Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang, dimana dijelaskan bahwa penataan ruang diklasifikasikan
berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan,
dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan
meliputi penataan ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN), penataan ruang kawasan
strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Dalam rangka perwujudan pengembangan KSN secara efisien dan efektif yang
penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR)-nya diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (PP 26/2008),
perlu suatu proses perencanaan untuk masing-masing KSN secara baik dan benar
serta implementasi RTR KSN yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan
baik di pusat maupun daerah. Oleh karena itu, diperlukan acuan dalam penyusunan
RTR KSN dengan memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan terkait.
Dengan adanya pedoman penyusunan RTR KSN, diharapkan dapat mengakomodasi
kebutuhan peraturan pelaksanaan dalam rangka implementasi UU 26/2007.

Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya


diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap
kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Penataan ruang kawasan strategis dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan,
melindungi dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis
kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. Kawasan Strategis Nasional
dapat ditipologikan menjadi :

Laporan Akhir | V - 95
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;

 Kawasan Perkotaan/Metropolitan

 Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

 Kawasan Industri

 Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas

2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup;

 Kawasan Hutan Lindung

 Kawasan Taman Nasional

 Kawasan Kritis Lingkungan

3. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya;

 Kawasan Konflik Sosial

 Kawasan Adat Tertentu dan Warisan Budaya

4. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam


dan/atau teknologi tinggi;

 Kawasan Teknologi Tinggi

 Kawasan Sumber Daya Alam

5. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan;

 Kawasan Perbatasan

Dasar Pemikiran Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional yaitu
sebagai berikut ini :

a. Sesuai dengan pasal 14 Undang-undang No 26. Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional merupakan rencana
rinci dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana Tata Ruang

Laporan Akhir | V - 96
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan Strategis Nasional merupakan operasionalisasi dari Rencana Tata


Ruang Wilayah Nasional. Rencana rinci ini disusun apabila :

 Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau

 Rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan
skala peta dalam encana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan.

b. Tingkat kedalaman materi muatan RTR Kawasan Strategis Nasional adalah


merupakan arahan-arahan spesifik, terkait dengan tema atau fokus kawasan
strategis yang bersangkutan yang diamanahkan untuk dirujuk oleh RTRW
dibawahnya yaitu RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.

c. Pada prinsipnya RTR Kawasan Strategis Nasional tidak mengatur hal-hal


yang sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah, kecuali untuk hal-hal
yang apabila diatur oleh pemerintah daerah (sesuai dengan kewenangannya)
tidak dapat mewujudkan tujuan dari penerapan kawasan strategis nasional
tersebut.

d. Tingkat kedalaman RTR Kawasan Strategis Nasional dapat dibuat hingga


setara dengan RDTR, pada kondisi :

 Luas fisik kawasan strategis tersebut relatif kecil dan membentuk suatu
enclave, dan dalam kawasan strategis tersebut tidak terdapat penduduk
atau jumlah penduduknya sangat sedikit sekali, sehingga “turut
campurnya” pemerintahan yang lebih tinggi tidak akan mengganggu
jalannya pemerintahan daerah terkait.

 Ada hal-hal yang spesifik di dalam kawasan strategis tersebut yang


kemampuan pengelolaan dan pengoperasiannya hanya dikuasai oleh
pemerintah pusat.

Laporan Akhir | V - 97
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.27 Dasar Pemikiran Penyusunan Rencana Tata Ruang


Kawasan Strategis Nasional

5.2.1. RTRW Nasional

Rencana kawasan lindung terkait Pulau Sumatera berdasarkan RTRWN dapat dilihat
pada tabel berikut:

Laporan Akhir | V - 98
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.42 Kawasan Lindung di Wilayah Pulau Sumatera (Khusus Provinsi


Sumatera Utara dan Provinsi Riau)
NO KAWASAN LINDUNG LOKASI (PROVINSI)
SUAKA MARGASATWA
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut
1 Sumatera Utara
(II/B/2)
2 Suaka Margasatwa Barumun (I/B/2) Sumatera Utara
3 Suaka Margasatwa Siranggas (II/B/2) Sumatera Utara
4 Suaka Margasatwa Dolok Surungan (II/B/2) Sumatera Utara
5 Suaka Margasatwa Kerumutan (II/B/2) Riau
Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar/Danau Pulau Bawah
6 Riau
(I/B/2)
7 Suaka Margasatwa Bukit Rimbang – Bukit Baling (III/B/2) Riau
8 Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (II/B/2) Riau
9 Suaka Margasatwa Balai Raja (II/B/2) Riau
10 Suaka Margasatwa Tasik Besar/Tasik Metas (II/B/2) Riau
Suaka Margasatwa Tasik Serkap/Tasik Sarang Burung
11 Riau
(II/B/2)
12 SuakaMargasatwa Pusat Pelatihan Gajah (II/B/2) Riau
13 Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang (II/B/2) Riau
14 Suaka Margasatwa Tasik Belat (II/B/2) Riau
15 Suaka Margasatwa Bukit Batu (II/B/2) Riau
CAGAR ALAM
1 Cagar Alam Dolok Sibual-buali (II/A/3) Sumatera Utara
2 Cagar Alam Dolok Sipirok (I/A/3) Sumatera Utara
3 Cagar Alam Lubuk Raya (II/B/3) Sumatera Utara
4 Cagar Alam Sei Ledong (II/B/3) Sumatera Utara
5 Cagar Alam Bukit Bungkuk (I/B/3) Riau
TAMAN NASIONAL
1 Taman Nasional Gunung Leuser (I/A/4) Aceh dan Sumatera Utara
2 Taman Nasional Batang Gadis (II/A/4) Sumatera Utara
3 Taman Nasional Teso Nilo (I/A/4) Riau
4 Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (I/A/4) Riau – Jambi
TAMAN HUTAN RAYA
1 Taman Hutan Raya Bukit Barisan (I/B/5) Sumatera Utara
2 Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Minas) (II/B/5) Riau
TAMAN WISATA ALAM
1 Taman Wisata Alam Holiday Resort (I/B/6) Sumatera Utara
2 Taman Wisata Alam Sungai Dumai (I/A/6) Riau
TAMAN BURU
2 Taman Buru Pulau Pini (I/F) Sumatera Utara
Sumber : RTRWN (PP No.26/2008)

5.2.2. RTR Pulau Sumatera

Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera berkedudukan sebagai rencana rinci RTRWN
dan acuan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata

Laporan Akhir | V - 99
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera berperan


sebagai strategi operasionalisasi RTRWN di Pulau Sumatera serta alat koordinasi dan
sinkronisasi program pembangunan wilayah pulau dan lintas pulau. Operasionalisasi
perwujudan pelestarian kawasan lindung nasional di Pulau Sumatera seperti terlihat
pada tabel berikut :

Tabel 5.43 Operasionalisasi Perwujudan Pelestarian Kawasan Lindung Nasional di


Wilayah Pulau Sumatera

NO KAWASAN LINDUNG NASIONAL JENIS


KAWASAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KAWASAN
BAWAHANNYA
Kawasan yang memberikan
1 Kawasan Hutan Lindung perlindungan terhadap kawasan
bawahannya
Kawasan yang memberikan
2 Kawasan Bergambut perlindungan terhadap kawasan
bawahannya
Kawasan yang memberikan
3 Kawasan Resapan Air perlindungan terhadap kawasan
bawahannya
KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
1 Kawasan Sempadan Pantai Kawasan perlindungan setempat
2 Kawasan Sempadan Sungai Kawasan perlindungan setempat
3 Kawasan Sekitar Danau atau Waduk Kawasan perlindungan setempat
KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM, DAN CAGAR BUDAYA
I SUAKA MARGASATWA
1 Suaka Margasatwa Rawa Singkil (Aceh) Kawasan suaka alam
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat
2 Kawasan suaka alam
Timur Laut (Sumatera Utara)
3 Suaka Margasatwa Barumun (Sumatera Utara) Kawasan suaka alam
4 Suaka Margasatwa Siranggas (Sumatera Utara) Kawasan suaka alam
Suaka Margasatwa Dolok Surungan (Sumatera
5 Kawasan suaka alam
Utara)
6 Suaka Margasatwa Pagai Selatan (Sumatera Utara) Kawasan suaka alam
7 Suaka Margasatwa Kerumutan (Riau) Kawasan suaka alam
Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar/Danau Pulau
8 Kawasan suaka alam
Bawah (Riau)
Suaka Margasatwa Bukit Rimbang-Bukit Baling
9 Kawasan suaka alam
(Riau)
10 Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (Riau) Kawasan suaka alam
11 Suaka Margasatwa Balai Raja (Riau) Kawasan suaka alam
12 Suaka Margasatwa Tasik Besar/Tasik Metas (Riau) Kawasan suaka alam
Suaka Margasatwa Tasik Serkap/Tasik Sarang
13 Kawasan suaka alam
Burung (Riau)
14 Suaka Margasatwa Pusat Pelatihan Gajah (Riau) Kawasan suaka alam
15 Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang (Riau) Kawasan suaka alam
16 Suaka Margasatwa Tasik Belat (Riau) Kawasan suaka alam

Laporan Akhir | V - 100


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

NO KAWASAN LINDUNG NASIONAL JENIS


17 Suaka Margasatwa Bukit Batu(Riau) Kawasan suaka alam
Suaka Margasatwa Isau-Isau Pasemah (Sumatera
18 Kawasan suaka alam
Selatan)
19 Suaka Margasatwa Gunung Raya (Sumatera Selatan) Kawasan suaka alam
20 Suaka Margasatwa Bentayan (Sumatera Selatan) Kawasan suaka alam
21 Suaka Margasatwa Dangku (Sumatera Selatan) Kawasan suaka alam
Suaka Margasatwa Padang Sugihan (Sumatera
22 Kawasan suaka alam
Selatan)
II CAGAR ALAM
1 Cagar Alam Hutan Pinus Jhanto (Aceh) Kawasan suaka alam
Cagar Alam Lubuk Dolok Sibual-buali (Sumatera
2 Kawasan suaka alam
Utara)
3 Cagar Alam Lubuk Dolok Sipirok (Sumatera Utara) Kawasan suaka alam
4 Cagar Alam Lubuk Raya (Sumatera Utara) Kawasan suaka alam
5 Cagar Alam Sei Ledong (Sumatera Utara) Kawasan suaka alam
6 Cagar Alam Rimbo Panti Reg. 75 (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
7 Cagar Alam Lembah Anai (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
8 Cagar Alam Batang Pangean I (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
Cagar Alam Batang Pangean II Reg. 49 (Sumatera
9 Kawasan suaka alam
Barat)
10 Cagar Alam Arau Hilir (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
Cagar Alam Melampah Alahan Panjang (Sumatera
11 Kawasan suaka alam
Barat)
12 Cagar Alam Gunung Sago (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
Cagar Alam Maninjau Utara Dan Selatan (Sumatera
13 Kawasan suaka alam
Barat)
Cagar Alam Gunung Singgalang Tandikat (Sumatera
14 Kawasan suaka alam
Barat)
15 Cagar Alam Gunung Merapi (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
16 Cagar Alam Air Putih (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
17 Cagar Alam Barisan I (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
18 Cagar Alam Air Terusan (Sumatera Barat) Kawasan suaka alam
19 Cagar Alam Bukit Bungkuk (Riau) Kawasan suaka alam
20 Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur (Jambi) Kawasan suaka alam
21 Cagar Alam Cempaka (Jambi) Kawasan suaka alam
22 Cagar Alam Sungai Betara (Jambi) Kawasan suaka alam
23 Cagar Alam Danau Dusun Besar Reg. 61 (Bengkulu) Kawasan suaka alam
Cagar Alam Air Ketebat Danau Tes Reg. 57
24 Kawasan suaka alam
(Bengkulu)
25 Cagar Alam Teluk Klowe Reg. 96 (Bengkulu) Kawasan suaka alam
Cagar Alam G. Lalang-G. Menumbing-G. Maras-G.
26 Mangkol-G. Permisan-Jening Mendayung (Bangka Kawasan suaka alam
Belitung)
27 Cagar Alam Laut Pulau Anak Krakatau (Lampung) Kawasan suaka alam
III TAMAN NASIONAL
Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh dan
1 Kawasan Pelestarian Alam
Sumatera Utara)
2 Taman Nasional Batang Gadis (Sumatera Utara) Kawasan Pelestarian Alam
3 Taman Nasional Nasional Siberut (Sumatera Barat) Kawasan Pelestarian Alam
4 Taman Nasional Tesso Nilo (Riau) Kawasan Pelestarian Alam

Laporan Akhir | V - 101


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

NO KAWASAN LINDUNG NASIONAL JENIS


5 Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (Riau-Jambi) Kawasan Pelestarian Alam
6 Taman Nasional Bukit Dua Belas (Jambi) Kawasan Pelestarian Alam
7 Taman Nasional Berbak (Jambi) Kawasan Pelestarian Alam
Taman Nasional Kerinci Seblat (Jambi, Sumatera
8 Kawasan Pelestarian Alam
Selatan, Bengkulu, dan Sumatera Barat)
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Lampung
9 Kawasan Pelestarian Alam
dan Bengkulu)
10 Taman Nasional Way Kambas (Lampung) Kawasan Pelestarian Alam
11 Taman Nasional Sembilang (Sumatera Selatan) Kawasan Pelestarian Alam
12 Taman Nasional Laut Anambas (Kepulauan Riau) Kawasan Pelestarian Alam
IV TAMAN HUTAN RAYA
Taman Hutan Raya Cut Nyak Dien (Pocut Meurah
1 Kawasan Pelestarian Alam
Intan) (Aceh)
2 Taman Hutan Raya Bukit Barisan (Sumatera Utara) Kawasan Pelestarian Alam
3 Taman Hutan Raya Dr. M. Hatta (Sumatera Barat) Kawasan Pelestarian Alam
4 Taman Hutan Raya Syarif Hasyim (Minas) (Riau) Kawasan Pelestarian Alam
5 Taman Hutan Raya Thaha Saifuddin (Jambi) Kawasan Pelestarian Alam
6 Taman Hutan Raya Raja Lelo (Bengkulu) Kawasan Pelestarian Alam
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
7 Kawasan Pelestarian Alam
(Lampung)
V TAMAN WISATA ALAM
Taman Wisata Alam Holiday Resort (Sumatera
1 Kawasan Pelestarian Alam
Utara)
Taman Wisata Alam Muka Kuning (Kepulauan
2 Kawasan Pelestarian Alam
Riau)
3 Taman Wisata Alam Sungai Dumai (Riau) Kawasan Pelestarian Alam
4 Taman Wisata Alam Sungai Bengkal (Jambi) Kawasan Pelestarian Alam
5 Taman Wisata Alam Bukit Kaba (Bengkulu) Kawasan Pelestarian Alam
Taman Wisata Alam Pantai Panjang-Pulau Baai
6 Kawasan Pelestarian Alam
(Bengkulu)
7 Taman Wisata Laut Pulau Weh (Aceh) Kawasan Pelestarian Alam
8 Taman Wisata Laut Kepulauan Banyak (Aceh) Kawasan Pelestarian Alam
Taman Wisata Laut Perairan Pulau Pinang, Siumat,
9 Kawasan Pelestarian Alam
dan Simanaha (Pisisi) (Aceh)
10 Taman Wisata Laut Sabang (Aceh) Kawasan Pelestarian Alam
11 Taman Wisata Laut Enggano (Bengkulu) Kawasan Pelestarian Alam
Taman Wisata Laut Kepulauan Pieh (Sumatera
12 Kawasan Pelestarian Alam
Barat)
Taman Wisata Laut Perairan Belitung (Bangka
13 Kawasan Pelestarian Alam
Belitung)
14 Taman Wisata Laut Lampung Barat (Lampung) Kawasan Pelestarian Alam
VI KAWASAN HUTAN BAKAU
1 Kawasan Hutan Bakau Kawasan Pelestarian Alam
VII CAGAR BUDAYA DAN ILMU PENGETAHUAN
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu
1 Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan
KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM
1 Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan Rawan Bencana Alam
KAWASAN LINDUNG GEOLOGI
I Kawasan Cagar Alam Geologi

Laporan Akhir | V - 102


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

NO KAWASAN LINDUNG NASIONAL JENIS


Kawasan Cagar Alam Geologi yang memiliki
1 Kawasan Lindung Geologi
keunikan batuan dan fosil
Kawasan Cagar Alam Geologi yang memiliki
2 Kawasan Lindung Geologi
keunikan bentang alam
Kawasan Cagar Alam Geologi yang memiliki
3 Kawasan Lindung Geologi
keunikan proses geologi
4 Kawasan Cagar Alam Geologi yang memiliki Kawasan Lindung Geologi
II Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
1 Kawasan rawan letusan gunung berapi Kawasan Lindung Geologi
2 Kawasan rawan gempa bumi Kawasan Lindung Geologi
3 Kawasan rawan gerakan tanah Kawasan Lindung Geologi
4 Kawasan rawan tsunami Kawasan Lindung Geologi
5 Kawasan rawan abrasi Kawasan Lindung Geologi
III Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Air Tanah
1 Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Lindung Geologi
Air Tanah
KAWASAN LINDUNG LAINNYA
I Cagar Biosfer
1 Cagar Biosfer Kawasan Lindung Lainnya
II Ramsar
1 Ramsar Berbak Kawasan Lindung Lainnya
2 Ramsar Sembilang Kawasan Lindung Lainnya
III Taman Buru
1 Taman Buru Lingga Isaq (Aceh) Kawasan Lindung Lainnya
2 Taman Buru Pulau Pini (Sumatera Utara) Kawasan Lindung Lainnya
3 Taman Buru Semidang Bukit Kabu (Bengkulu) Kawasan Lindung Lainnya
4 Taman Buru Gunung Nanu‟ua (Bengkulu) Kawasan Lindung Lainnya
IV Terumbu Karang
1 Terumbu Karang Kawasan Lindung Lainnya
V Koridor Ekosistem
1 Koridor Ekosistem Kawasan Lindung Lainnya
Sumber : RTR Pulau Sumatera

5.2.3. RTRW Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2029

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas:


kawasan hutan lindung, berada pada ketinggian 2.000 meter d.p.l. dengan kelerengan
lebih dari 45%, mempunyai skor lebih dari 175, mempunyai jenis tanah dengan nilai
5 (regosol, litosol, organosol dan rezina) dan kelas lereng lebih besar dari 15 %,
memiiki bercurah hujan tinggi dan mampu meresapkan air ke dalam tanah, termasuk
kawasan tanah gambut dengan ketebalan 3 m yang terdapat dibagian hulu
sungai/rawa dan yang ditetapkan sebagai hutan lindung. kawasan lahan gambut di

Laporan Akhir | V - 103


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah serta hutan mangrove di


kawasan pantai timur. kawasan resapan terletak menyebar di wilayah kabupaten dan
kota, yang secara rinci kawasan tersebut akan ditetapkan oleh masing–masing
kabupaten dan kota;

1. Kriteria kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya
 Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria:

a. Kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan


intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan
175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;

b. Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit


40% (empat puluh persen); atau

c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 (dua


ribu) meter di atas permukaan laut.

 Kawasan bergambut ditetapkan dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga)


meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau rawa.

 Kawasan resapan air ditetapkan dengan kriteria kawasan yang mempunyai


kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol
tata air permukaan.

2. Kawasan perlindungan setempat


 Kawasan perlindungan setempat di Provinsi Sumatera Utara terdiri atas:
kawasan sempadan pantai, meliputi dataran sepanjang tepian pantai yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
meter dihitung dari sepertiga titik pasang tertinggi ke arah daratan;

 Kawasan sempadan sungai meliputi daratan sepanjang kiri dan kanan


sungai-sungai besar dan kecil;

Laporan Akhir | V - 104


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Kawasan sekitar danau/waduk, meliputi daratan sekeliling tepian yang


lebarnya proporsional dengan bentuk kondisi fisik danau/waduk (antara 50
– 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan);

 Kawasan sekitar mata air, meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan


radius 200 meter di sekililing mata air, kecuali untuk kepentingan umum;

 Ruang terbuka hijau kota ditetapkan 30% dari luas wilayah dengan
dominasi komunitas tumbuhan yang dapat berbentuk satu hamparan,
berbentuk jalur dan atau kombinasi keduanya.

3. Kriteria kawasan perlindungan setempat

 Sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria:

a. Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus)
meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya
curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan
kondisi fisik pantai.

 Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria:

a. Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling


sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;

b. Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar


kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter
dari tepi sungai;

c. Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan


permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari
tepi sungai.

 Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52


ayat (2) huruf c ditetapkan dengan kriteria: daratan dengan jarak 50 (lima

Laporan Akhir | V - 105


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau
atau waduk tertinggi; atau sepanjang tepian danau atau waduk yang
lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau
waduk.

 Ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
huruf d ditetapkan dengan kriteria:

a. Lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter
persegi;

b. Berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk


satu hamparan dan jalur; dan

c. Didominasi komunitas tumbuhan.

4. Kawasan lindung lainnya

 Kawasan lindung lainnya di Provinsi Sumatera Utara terdiri atas ;

a. Cagar biosfer;

b. Ramsar;

c. Kawasan lindung taman buru pulau pini di kepulauan nias .

d. Kawasan perlindungan plasma nutfah;

e. Kawasan pengungsian satwa;

f. Kawasan terumbu karang terletak di pesisir pantai kabupaten tapanuli


selatan, perairan kabupaten Tapanuli Tengah yaitu perairan pulau
Poncan Godang, Poncan Kecil, Pulau Unggas, Pulau Bakal, Pulau
Tunggul Nasi, Pulau Bansalar dan Pulau Talam, di kepulauan Nias
sekitar perairan Pulau Nias, Pulau Masin, Pulau Pasakek, Pulau
Sumbawa dan Pulau Kasik, di Pantai Timur perairan sekitar pulau
Berhala Kabupaten Serdang Bedagai.

g. Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi

Laporan Akhir | V - 106


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.2.4. RTRW Provinsi Riau Tahun 2010-2030

Masukan kebijakan yang terdapat pada RTRW Provinsi Riau yaitu berupa strategi-
strategi pengembangan wilayahnya dengan ditunjang oleh sasaran kewilayahanan
yaitu sebagai berikut ini;

A. Meningkatkan produktivitas dan mengembangkan sektor unggulan wilayah


mencakup di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan migas;
 Sasaran kewilayahannya yaitu : Pengembangan Kawasan Perkebunan,
dengan kegiatan pengembangan komoditi perkebunan, peremajaan dan
rehabilitasi tanaman perkebunan yang dilakukan tersebar di kabupaten dan
kota dalam wilayah Provinsi Riau.
B. Pengusahaan potensi mineral dan/atau kekayaan alam lainnya di Kawasan
Lindung yang dinilai sangat berharga bagi negara dan daerah dilakukan sesuai
peraturan perundangan;
 Sasaran kewilayahannya yaitu : Pemutakhiran dan pengembangan basis data
tata ruang wilayah provinsi Riau, dengan kegiatan antara lain :
- Pemetaan Penggunaan Lahan Eksisting Wilayah Provinsi Riau;
- Pemetaan Gambut Wilayah Provinsi Riau;
- Pemetaan dan Pemutakhiran Data Perizinan Investasi Wilayah Provinsi
Riau;
- Pemetaan Perkebunan Rakyat, Hutan Rakyat dan Tanah-tanah Hak
Ulayat Wilayah Provinsi Riau;
Pemetaan dan Penyusunan Basis Data Kawasan-kawasan Tertinggal,
Kawasan Kritis, dan Kawasan Rawan Banjir di seluruh Wilayah Provinsi
Riau.
C. Mendayagunakan pemanfaatan ruang lautan secara terpadu untuk berbagai
kepentingan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan;
D. Pengusahaan potensi mineral dan/atau kekayaan alam lainnya di Kawasan
Lindung yang dinilai sangat berharga bagi negara dan daerah dilakukan sesuai
peraturan perundangan;

Laporan Akhir | V - 107


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Sasaran kewilayahannya yaitu : Pengembangan kawasan pertambangan


melalui kegiatan :
- Inventarisasi daerah yang berpotensi untuk usaha pertambagan yang
berada pada kawasan hutan lindung di Kab/Kota di Provinsi Riau.
- Rehabilitasi lahan pasca tambang di Kab/Kota di Provinsi Riau.
- Penetapan aturan zonasi penambangan rakyat yang tidak diijinkan agar
tidak menimbulkan dampak lingkungan yang dilakukan di Kab/Kota di
Provinsi Riau.
E. Mengembangkan jaringan prasarana energi, komunikasi dan informasi, sumber
daya air pada sistem ruang perkotaan dan perdesaan secara efesien dan produktif;
F. Merehabilitasi kawasan-kawasan lindung yang mengalami kerusakan untuk
mengembalikan fungsi lindung kawasan. Dan Menata kembali kawasan-kawasan
hutan sesuai fungsinya dengan memperhatikan kriteria kesesuaian, rasio luas dan
sebarannya untuk meningkatkan kelestarian ekosistem wilayah;
G. Mencegah terjadinya perambahan kegiatan budidaya ke dalam Kawasan Lindung
melalui kegiatan pengendalian yang ketat di lapangan;
H. Mencegah terjadinya perambahan kegiatan budidaya ke dalam Kawasan Lindung
melalui kegiatan pengendalian yang ketat di lapangan;
I. Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi sesuai dengan tatanan sosial dan lingkungan hidup perkotaan;
J. Meningkatkan fungsi infrastruktur wilayah yang sudah ada menurut jenjangnya,
baik untuk pelayanan domestik maupun internasional serta membuka kawasan-
kawasan terisolir, khususnya di Pesisir Timur Provinsi Riau;

5.2.5. RTRW Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012-2032

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan. Pengelolaan kawasan lindung secara baik dan benar, dapat mengurangi

Laporan Akhir | V - 108


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

tingkat bahaya bencana alam yang ditimbulkan seperti banjir, longsor, pendangkalan
waduk, kekeringan, dan sebagainya. Selain bencana alam kerusakan kawasan lindung
juga menimbulkan bencana sosial akibat hilangnya aset hidup yang seharusnya
diperoleh masyarakat. Pada bagian berikut ini akan diidentifikasi penetapan kawasan
lindung di wilayah Kabupaten Rokan Hulu hingga tahun 2032.

A. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Kawasan yang berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya di wilayah Kabupaten Rokan Hulu ini meliputi kawasan hutan
lindung dan resapan air. Berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung, definisi dari Kawasan Hutan Lindung adalah
kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan
kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah
banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Perlindungan terhadap
kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana
banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin
ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan permukaan. Pada aspek
pengendalian kawasan lindung, terdapat ketentuan bahwa di dalam kawasan
lindung dilarang melakukan kegiatan budi daya, kecuali yang tidak mengganggu
fungsi lindung.

Dalam menentukan alokasi ruang untuk peruntukan rencana kawasan hutan


lindung di Kabupaten Rokan Hulu, mempertimbangkan acuan penetapan luas dan
sebaran kawasan hutan lindung dalam RTRWN dan RTRW Provinsi Riau.

Penilaian ulang terhadap hutan lindung didasarkan pada kriteria penilaian sebagai
berikut :

1. Kawasan hutan yang memiliki faktor kelerengan, jenis tanah, dan intensitas
hujan dengan jumlah hasil perkalian bobotnya ≥ 175;

2. Kawasan hutan yang memiliki kemiringan lereng ≥ 40%; dan/atau

Laporan Akhir | V - 109


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

3. Kawasan hutan yang berada pada ketinggian ≥ 2.000 meter di atas permukaan
laut.

Berdasarkan acuan penetapan kawasan hutan lindung dalam RTRW Nasional dan
RTRW Provinsi Riau, juga memperhatikan hasil analisis kesesuaian lahan
(berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990) di wilayah Kabupaten Rokan Hulu,
maka sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu meliputi :

 Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato

Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato dengan luas kurang lebih 28.800
(dua puluh delapan ribu delapan ratus) hektar terletak di Kecamatan Tambusai
Utara dan Kecamatan Tambusai

 Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi

Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi dengan luas kurang lebih 23.731 (dua
puluh tiga ribu tujuh ratus tiga puluh satu) hektar terletak di:

a. Kecamatan Rokan IV Koto

b. Kecamatan Ujung Batu

c. Kecamatan Tandun

d. Kecamatan Kabun

e. Kecamatan Pendalian IV Koto

 Kawasan Hutan Lindung Sungai Rokan

Kawasan Hutan Lindung Sungai Rokan dengan luas kurang lebih 16.254
(enam belas ribu dua ratus lima puluh empat) hektar meliputi:

a. Kecamatan Rokan IV Koto

b. Kecamatan Pendalian IV Koto

Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi


untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan.

Laporan Akhir | V - 110


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan ini difungsikan untuk meresapkan dan menyimpan air hujan pada
waktu musim hujan yang menjadi cadangan pada musim kemarau. Penetapan
kawasan resapan air juga ditujukan sebagai upaya konservasi sumberdaya air
untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup.

Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah
yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besar-besaran. Perlindungan terhadap kawasan
resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air
hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan, kebutuhan air tanah
dan penanggulangan banjir baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan
yang bersangkutan.

Beberapa tempat di Kabupaten Rokan Hulu yang memiliki kemampuan untuk


menyerap air tanah dengan baik, dimana lokasi tersebut sebagai hulu dari
sungai-sungai. Saat ini, kawasan tersebut sedang dimanfaatkan untuk lahan
perkebunan dan pertanian (lahan budidaya). Sebagian besar di lahan ini terjadi
kegiatan intensif masyarakat sehingga terjadi pengolahan-pengolahan tanah
yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah dalam menyerap dan
menyimpan air. Bahkan beberapa jenis tanaman yang ditanam tidak memiliki
kemampuan untuk menyimpan cadangan air tanah. Akibatnya adalah
berkurangnya debit air yang dialirkan melalui sungai-sungai.

Dari pengamatan lapangan kawasan resapan air tanah umumnya berada pada
daerah hutan lindung, hal ini sangat baik karena alih fungsi lahan di wilayah
tersebut akan sangat sulit sehingga kelestariannya akan mudah terjaga.
Litologi atau batuan penyusun kawasan ini dominannya berupa batuan
gunung api tua dan muda, sedimen dan metamorfik, retakan, tanah pelapukan
dari kelompok batuan tersebut akan mampu menjadi resapan air tanah dan
mata air yang berada di bawahnya.

Berdasarkan kondisi ini maka kawasan resapan air tanah meliputi Kecamatan
Bonai Darussalam, Kecamatan Kabun, Kecamatan Pendalian IV Koto,

Laporan Akhir | V - 111


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kecamatan Rambah, Kecamatan Rambah Samo dan Kecamatan Rokan IV


Koto. Sedangkan kawasan bergambut di Kabupaten Rokan Hulu terdapat di
Kecamatan Bonai Darussalam, Kecamatan Kepenuhan, Kecamatan Rambah,
Kecamatan Rokan IV Koto.

Tabel 5.44 Rencana Luas Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap


Kawasan Bawahannya di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2032
Kawasan Perlindungan
Terhadap Kawasan
No Kecamatan Bawahannya Total Persentase (%)
Hutan Resapan
Lindung Air
1 Kec. Bangun Purba - -
2 Kec. Bonai Darussalam 4.827,97 4.827,97 6,40
3 Kec. Kabun 11.365,90 11.365,90 15,07
4 Kec. Kepenuhan - -
5 Kec. Kepenuhan Hulu - -
6 Kec. Kunto Darussalam 656,04 656,04 0,87
7 Kec. Pagaran Tapah Darussalam - -
8 Kec. Pendalian IV Koto 2.512,06 2.512,06 3,33
9 Kec. Rambah 466,73 466,73 0,62
10 Kec. Rambah Hilir - -
11 Kec. Rambah Samo - -
12 Kec. Rokan IV Koto 22.071,50 22.071,50 29,27
13 Kec. Tambusai 4.900,25 4.900,25 6,50
14 Kec. Tambusai Utara 24.262,56 24.262,56 32,17
15 Kec. Tandun 4.346,44 4.346,44 5,76
16 Kec. Ujung Batu - -
Kab. Rokan Hulu 69.458,70 5.950,74 75.409,44 100,00
Sumber : Hasil Rencana, Rahun 2011

Berdasarkan data hasil Pola Ruang dari RTRW Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012-
2032, dimana Kawasan Hutan Lindung Mahato di arahkan sebagai :

• Sebagai kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya;

• Termasuk kedalam kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air;

Laporan Akhir | V - 112


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

• Termasuk kedalam kawasan perlindungan setempat seperti :

 Sempadan Sungai;

 Ruang Terbuka Hijau;

• Sebagian wilayah hutan lindung mahato termasuk kedalam kawasan hutan


produksi terbatas;

• Sebagian wilayah hutan lindung mahato termasuk kedalam kawasan hutan


produksi hutan rakyat; dan

• Termasuk kedalam kawasan lindung lainnya, seperti :

 Kawasan lindung di Kabupaten Rokan Hulu berupa Konservasi Arwana di


Kawasan Hutan Produksi Mahato Kanan dengan luas kurang lebih 3.814
(tiga ribu delapan ratus empat belas) hektar.

5.2.6. Rancangan Peratuan Daerah (RANPERDA) Kabupaten Padang Lawas


Tahun 2011

A. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Rencana kawasan lindung yang akan dirumuskan pada
bagian ini merupakan pemanfaatan dan kawasan lindung yang telah ditetapkan.
Sebelumnya, yang disesuaikan dengan kendala (constraints) dan pembatas
(limitation) pengembangan sumber daya lahan menurut kaidah-kaidah
pemanfaatan ruang. Dalam RTRW Kabupaten Padang Lawas, penentuan kawasan
lindung didasarkan pada:

 Kriteria kawasan lindung menurut pedoman penyusunan rencana tata ruang

 Hasil analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)

 Kondisi dan persebaran hutan saat ini (existing condition).

Laporan Akhir | V - 113


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1. Kawasan Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahnya sebagai
pengatur tata air, pencegahan banjir, erosi dan memelihara kesuburan tanah.
Kawasan hutan lindung di Kabupaten Padang Lawas adalah seluas 43.531 Hektar.
Kawasan hutan lindung ini terdapat di:

- Kec. Barumun dengan luas lebih kurang 2.692 ha.

- Kec. Batang Lubu Sutam dengan luas lebih kurang 17.047 ha.

- Kec. Sosa dengan luas lebih kurang 21.162 ha.

- Kec. Sosopan dengan luas lebih kurang 2.025 ha.

- Kec. Ulu Barumun dengan luas lebih kurang 605 ha.

2. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Di dalam hal ini kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya di Kabupaten Padang Lawas adalah kawasan resapan air. Kawasan
resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer)
yang berguna sebagai sumber air. Kawasan resapan air ini umumnya terdapat di
bagian hulu dari DAS Barumun dan DAS Rokan, Siaramanggis yang meliputi
Kecamatan Huristak, Barumun Tengah, Lubuk Barumun, Ulu Barumun,
Barumun, Sosa, Huta Raja Tinggi dan Batang Lubu Sutam.

3. Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan lindung yang secara


analisis fisik tidak mencapai karakter atau skoring kawasan lindung. Namun
kawasan-kawasan ini dianggap berbahaya atau berpotensi membahayakan jika
tidak diselamatkan atau dikendalikan, karena akan memberikan dampak negatif

Laporan Akhir | V - 114


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dalam kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat serta sangat berpotensi


dalam kerusakan lingkungan yang berdampak luas dalam kelestarian lingkungan.

Kabupaten Padang Lawas terdapat sungai utama yaitu Sungai Barumun. Sungai
ini memberi kemakmuran bagi masyarakat di sekitarnya untuk bercocok tanam
dan sebagai sumber air minum atau air baku. Oleh karena itu, kawasan sempadan
sungai sejauh 100 meter dari tepi sungai harus dilestarikan. Luas kawasan
sempadan sungai sekitar 8.755 (delapan ribu tujuh ratus lima puluh lima) ha
yang tersebar di sepanjang sungai-sungai yang ada di Kabupaten Padang Lawas
yang dimulai dari daerah hulu sungai hingga ke muara. Kawasan ini perlu
menjadi perhatian agar tidak terjadi pemukiman liar di sepanjang sungai yang
dapat mengotori sungai dan menghambat aliran air. Pengelolaan kawasan ini
perlu diarahkan untuk menjaga optimalisasi aliran sungai, kesinambungan
debit air, dan sanitasi air sungai.

4. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, Dan Cagar Budaya


a. Kawasan Suaka Alam

Dalam hal ini di Kabupaten Padang Lawas terdapat kawasan suaka alam.
Kawasan Suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem khas yang
merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan
flora fauna yang khas dan beraneka ragam. Kawasan suaka alam terdiri dari
cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa dan
daerah pengungsian satwa. Sesuai dengan tujuan perlindungan hutan suaka
alam yaitu “melindungi keanekaragaman biota tipe ekosistem gejala dan
keunikan alam bagi kepentingan plasma nuthfah pada khususnya, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya”. Kawasan Suaka Alam di
wilayah Kabupaten Padang Lawas mempunyai luas sebesar lebih kurang
27.317 ha. Kawasan Suaka Alam ini terdapat di :

- Kec. Barumun dengan luas lebih kurang 9.036 ha

Laporan Akhir | V - 115


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

- Kec. Sosopan dengan luas lebih kurang 9.986 ha

- Kec. Ulu Barumun dengan luas lebih kurang 8.295 ha

Untuk kawasan suaka alam ini direncanakan tetap dipertahankan


fungsinya karena memiliki fungsi lindung yang sangat tinggi.

b. Kawasan Suaka Marga Satwa

Kawasan suaka marga satwa merupakan kawasan yang ditunjuk untuk


tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konservasinya; kawasasan yang memiliki keanekaragaman
dan populasi satwa yang tinggi; kawasan yang merupakan tempat dan
kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan kawasan yang mempunyai
luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Naional di Kabupaten Padang Lawas terdapat Kawasan Lindung Naional
yaitu Suaka Marga Satwa Barumun.

c. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

Kawasan Cagar budaya merupakan merupakan lokasi bangunan hasil budaya


manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi yang khas. Kawasan
Cagar Budaya yang ada di kabupaten Padang Lawas meliputi:

1. Kawasan Kuburan Raksasa Permata Sipihak di Desa Binabo Kecamatan


Barumun,

2. Kawasan Peninggalan Prasasti Kerajaan Panai (Kerajaan Asli Barumun)

3. Kawasan Candi Parmainan di Kecamatan Huta Raja Tinggi.

d. Kawasan Rawan Bencana Alam

Kawasan-kawasan yang sudah menimbulkan bencana dan kawasan yang


berpotensi menimbulkan bencana baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Penentuan kawasan ini didasarkan oleh dua hal yaitu hasil analisis
fisik lahan dan hasil observasi ke lapangan. Kriteria kawasan rawan bencana

Laporan Akhir | V - 116


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

adalah daerah yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami


bencana alam. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh beberapa lokasi
mengalami bencana. Dalam konteks Kabupaten Padang Lawas, jenis
bencana yang ada adalah banjir dan puting beliung. Bencana banjir yang
terjadi karena di Kabupaten Padang Lawas banyak terdapat sungai dan letak
permukiman yang berdekatan dengan sungai. Berikut ini kecamatan yang
memiliki potensi bencana banjir yaitu :

- Kec. Barumun

- Kec. Barumun Tengah

- Kec. Batang Lubu Sutam

- Kec. Sosa

- Kec. Ulu Barumun

Selain banjir, terdapat pula longsor seperti di kecamatan Barumun


TengahTerhadap kawasan yang memiliki potensi bencana banjir tersebut
rencana yang dilakukan adalah :

- Pemeliharaan sempadan sungai sebagai buffer untuk mencegah banjir,

- Revitalisasi sungai

- Relokasi permukiman sekitar sungai yang terhindar dari bencana.

B. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar
kawasan lindung. Penetapan kawasan budidaya dititikberatkan pada usaha
untuk memberikan arahan pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai

Laporan Akhir | V - 117


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dengan fungsi sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi


pemanfaatannya. Kawasan budidaya terdiri atas :

a. Kawasan peruntukan hutan produksi;

b. Kawasan peruntukan pertanian;

c. Kawasan peruntukan perikanan;

d. Kawasan peruntukan pertambangan;

e. Kawasan peruntukan industri;

f. Kawasan peruntukan pariwisata;

g. Kawasan peruntukan permukiman;dan

h. Kawasan peruntukan lainnya.

5.3 Nilai, Isu, dan Analisa Deliniasi

5.3.1. Nilai Strategis

A. Nilai Strategis Kawasan Inti

Nilai strategis di kawasan inti sangat berkaitan dengan peranan KSN Mahato yang
telah dijelaskan sebelumnya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 26
tahun 2008 pasal 80, Hutan Lindung Mahato merupakan aset nasional berupa:

“Kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau


fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi
dan/atau dilestarikan berupa Gajah Sumatera dan Ikan Arwana Golden Red
Mahato.

Laporan Akhir | V - 118


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berikut ini adalah beberapa fakta dan analisa yang terjadi dan didapat pada KSN
Mahato, yaitu:

1) Perlindungan Tata Air KSN Mahato

 Pada DAS mahato yang aliran air sungainya melewati kawasan lindung,
dimana telah banyak berubah fungsi kawasan menjadi perkebunan sawit;

 Potensi bibit ikan arwana yang dahulu banyak dijumpai dan ditemukan di
sungai mahato, saat ini telah berkurang, karena adanya perubahan lahan
dan pengambilan bibit ikan arwana yang tidak menjaga kelestariannya;

 Telah tumbuhnya beberapa bangunan permukiman yang cukup dekat


dengan DAS Mahato;

 Banyak tergenangnya sampah-sampah hasil penebangan pohon yang


terbawa oleh aliran sungai mahato tersebut, sehingga membuat tumpukan-
tumpukan sampah kayu pada beberapa semadan sungai mahato tersebut;
dan

 Aliran sungai mahato saat ini telah mengalami pendangkalan akibat


endapan puing-puing sampah kayu dan pasir yang terbawa dari hulu ke
hilir sungai;

2) Habitat Gajah di KSN Mahato

 Di sekitar kawasan hutan Lindung Mahato, Kecamatan Tambusai, Kab.


Indragiri Hulu, Riau, ratusan ribu hektar lahan telah berubah menjadi
perkebunan sawit. Bukan tidak mungkin perkebunan sawit ini merambah
masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Dan di kawasan ini sering pula
terjadi konflik gajah dan manusia;

 Berdasarkan survey kepunahan habitat gajah yang dilakukan oleh WWF-


Indonesia tahun 2009 pada sembilan kantong gajah di Riau menunjukkan
hanya empat kantong yang kondisinya bagus. Kantong-kantong itu berada

Laporan Akhir | V - 119


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

di Mahato (10 ekor), Koto Tengah (6), Baleraja (45-50), Giam Siak Kecil
(20), Petapahan (20), Tesonilo Utara dan Tesonilo Selatan (200), Serangge
(45-50), dan Pemayungan (50); dan

 Terancamnya habitat gajah dan ancaman lain yang tidak kalah serius
adalah konflik berkepanjangan dengan pembangunan serta perburuan
ilegal gading gajah.

3) Habitat Ikan Arwana di KSN Mahato

 Populasi ikan jenis Scleropages formosus termasuk Stren Golden-red


Mahato sebelum tahun 1980 oleh IUCN telah dianggap rawan punah
(populasi di alam hasil penelitian saat itu dianggap sudah mulai sangat
menghawatirkan, dan dikualifikasikan telah berstatus nyaris punah),
kemudian ditindak lanjuti dengan berbagai peraturan lindungan di tahun
1980 dengan SK Menteri Pertanian (No.716/Kpts/Um/10/1980);

 Arwana Golden Red Mahato sudah sangat dikenal di kalangan hobi ikan
hias dan perdagangan arwana baik lokal, nasional maupun internasional;

 Populasi ikan Arwana Golden-red Mahato yang merupakan salah satu


stren dari Scleropages formosus, kini mungkin tinggal menunggu
hitungan hari akan kepunahannya. Setiap tahun populasi ikan arwana di
habitatnya terus menurun.

 Hasil survei populasi terkini (pertengahan Oktober 2012) di habitat


aslinya di DAS Mahato, Rokan Hulu, Riau populasi ikan arwana golden-
red Mahato hanya memiliki nilai kelimpahan yang relatif sangat kecil;

 Habitat berupa DAS Mahato (sungai Mahato dan rawa Seribu). Tipe
habitat perairan berupa hutan rawa dan DAS Mahato yang bervegetasi
berupa pandan (Pandanus sp.), rerumputan (Graminae), bakung (Liliacea),
dan tanaman lainnya yang terendam air. Keasaman air : 5-5,5 dimusim

Laporan Akhir | V - 120


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

hujan. Kondisi air yang semula relatif bening (sekarang keruh karena
pengaruh erosi dan pencemaran limbah pabrik pengolahan kelapa sawit),
sehingga menurunkan jumlah habitat ikan arwana golden red tersebut; dan

 Akibat pencemaran air sungai mahato, maka induk ikan arwana di lokasi
ini terinformasikan banyak mati karena dampak dari pencemaran pabrik
kelapa sawit Selain itu masih adanya aktivitas memancing ikan yang
dilakukan pendatang (bukan penduduk setempat) mengambil induk ikan
arwana terkadang untuk dikonsumsi karena ketidak tahuan.

 Sebagai bentuk usaha konservatif dari Pemerintah Daerah Kabupaten


Rokan Hulu, Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Keputusan atau SK
Bupati Rokan Hulu Nomor 169 Tahun 2009 yang mengatur kawasan
Hutan Produksi Terbatas (HPT) Mahato dicadangkan untuk kawasan
konservasi ikan arwana seluas 3.700 hektar.

B. Nilai Strategis Kawasan Penyangga

Kawasan penyangga KSN Mahato didominasi oleh kegiatan pertanian dan


perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit yaitu seluas 422.743 Ha (BPS
Provinsi Riau, 2013). Tidak sedikit dari kegiatan tersebut merambah ke kawasan
inti Hutan Lindung Mahato. Hal ini berpengaruh pada fungsi kawasan inti
sebagai kawasan lindung. Semakin luas kegiatan perkebunan dari kawasan
penyangga yang merambah ke kawasan inti, maka akan menurunkan fungsi
kawasan inti sebagai kawasan lindung. Terbukti saat ini dengan berkurangnya
populasi Gajah Sumatera dan habitat ikan arwana golden red Mahato.

Jika kawasan penyangga ditata, maka fungsi kawasan lindung akan terjaga. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa nilai strategis dari kawasan penyangga KSN
Mahato yaitu:

Laporan Akhir | V - 121


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

“Mendukung fungsi kawasan lindung Mahato pada kawasan inti, terutama


mendukung perlindungan habitat gajah Sumatera dan ikan arwana golden red
mahato”.

5.3.2. Isu Strategis

Isu strategis nasional dapat berasal dari cara pandang Pemerintah terhadap potensi
maupun permasalahan di daerah yang dianggap memiliki nilai strategis nasional
(pendekatan top down), dan/atau berdasarkan permasalahan yang diusulkan oleh
daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah untuk diangkat menjadi isu strategis
nasional (pendekatan bottom up). Dalam materi teknis ini, isu strategis berasal dari
studi literatur dan pemahaman terhadap wilayah studi. Isu strategis yang dimaksud
adalah permasalahan yang ditimbulkan dari kegiatan dari luar kawasan hutan lindung
yang bisa mengganggu fungsi hutan lindung tersebut. Beberapa isu permasalahan
strategis tersebut diantaranya:

a. Kegiatan Perkebunan masyarakat di Kawasan Penyangga khususnya di


Kecamatan Tambusai dan Tambusai Utara yang meluas ke kawasan inti Hutan
Mahato. Hal ini diperparah dengan cara yang digunakan masyarakat di sekitar
kawasan inti dalam membuka lading, yaitu dengan cara dibakar (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu, 2012).

b. Ada ruang jelajah gajah yang berada pada kawasan penyangga yang sudah
berkembang menjadi kawasan permukiman (www.wwf.or.id, 2006)

c. Terdapat kawasan sengketa batas wilayah yaitu ± 41 ha antara kawasan hutan


mahato dengan kawasan sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara). (sumber : hasil
wawancara dengan pegawai dinas Kehutanan Provinsi Riau);

Isu strategis tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga isu besar, yaitu isu
lingkungan, ekonomi (berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat) dan isu spasial
(berkaitan dengan permukiman penduduk yang mengganggu kawasan lindung). Isu

Laporan Akhir | V - 122


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

strategis tersebut menuntut adanya penataan di kawasan penyangga terutama terkait


dengan cara mengatasi isu tersebut.

A. Kawasan Inti
 Potensi Kawasan Inti

1. Merupakan Salah Satu Dari 3 Hutan Yang Terdapat Di Kab Rokan Hulu
Yaitu Hl Mahato Seluas 28.321,16 Ha, Hl Rokan Seluas 19.809.55 Ha
Dan Hl Suligi Seluas Seluas 25.145.31 Ha;

2. Berfungsi sebagai pengendali hidrologis wilayah;

3. Kaya dengan keanekaragaman hayati;

4. Terdapat habitat ikan arwana di sungai mahato;

5. Faktor pendukung zona inti KSN Mahato dilihat berdasarkan aspek


spasial dan a spasial, yaitu :

a. Aspek Spasial

 Masih ada sekitar 4.800 Ha lahan hutan lindung yang masih bisa
dilindungi.

 Intensitas hujan harian yang sangat tinggi sekitar 36,5 mm/hari

b. Aspek A Spasial

 Masih terdapat habitat gajah liar dan ikan arwana, terutama di


Kecamatan Tambusai Utara.

 Masalah Kawasan Inti


1. Kawasan hutan mahato yang dulunya ditetapkan sebagai kawasan hutan
lindung, namun berdasarkan kondisi saat ini sudah berubah dan beralih
fungsi wilayah menjadi perkebunan sawit yang di kuasai oleh perusahaan
swasta;

2. Perubahan kawasan hutan mahato yang dirinci mulai tahun 1990-2012


telah berubah cukup signifikan menjadi lahan perkebunan, semak

Laporan Akhir | V - 123


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

belukar, tanah terbuka, pertanian lahan kering yang bercampur dengan


semak belukar;

3. Telah dibangunnya akses jalan untuk arus pergerakan barang seperti


pengangkutan sawit hasil panen di perkebunan yang berada di kawasan
hutan lindung mahato tersebut;

4. Telah terbangunnya kawasan permukiman bagi pegawai perkebunan


yang dikelola oleh perusahaan swasta tersebut;

5. Ada sekitar 80% penduduk di kawasan hutan mahato tersebut adalah


penduduk bukan pribumi (nias, padang lawas, dan lainnya) dan hanya
20% saja penduduk pribumi yang ada dilokasi. (sumber : hasil
wawancara dengan Dinas Kehutanan Kab. Rokan Hulu).

6. Habitat seperti gajah yang bahwasannya dulu pernah ada di kawasan


hutan mahato, saat ini semakin kritis dan keberadaannya semakin tidak
terlihat jejaknya;
7. Habitat langka seperti ikan arwana yang sering ditemukan di sungai
mahato, saat ini sudah mulai berkurang jumlah dan sebarannya. Namun
telah banyak berkembang dan terdapat penangkarannya pada kawasan di
luar hutan mahato yaitu berada pada “Danau Seribu”;
8. Faktor penghambat zona inti KSN Mahato yang dilihat berdasarkan
aspek spasial dan a spasial, yaitu :
a. Aspek Spasial

 Keberadaan permukiman penduduk di zona inti KSN Mahato.

 Perubahan lahan hutan lindung menjadi perkebunan sawi yang


masih terus terjadi.

b. Aspek A Spasial

 Pembalakan Liar (illegal logging)

Laporan Akhir | V - 124


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Penerbitan SKT (Surat Keterangan Tanah) di zona inti oleh


Kepala Desa Setempat

 Conflict Of Interest. Hal ini diperparah dengan tidak adanya


dukungan hukum yang kuat untuk melindungi kepentingan yang
berorientasi pada perlindungan kawasan KSN Mahato.

 Kebiasaan (Habits) Masayarakat yang merusak zona inti dengan


membuka ladang di dalam kawasan hutan.

 Kebakaran Hutan sebagai akibat pembukaan lahan hutan oleh


masyarakat dan perusahaan kayu yang dilakukan dengan cara
membakar, terutama pada saat musim kemarau.

B. Kawasan Penyangga
 Potensi Kawasan Penyangga

1. Besarnya peluang adanya lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar


akibat adanya permintaan pekerja dari perkebunan – perkebunan sawit
yang terbangun di kawasan sekitarnya;

2. Pertumbuhan infrastruktur yang semakin meningkat pada tiap tahunnya,


akibat dari adanya permintaan akan pertumbuhan serta peningkatan
jumlah penduduk;

3. Memiliki lahan yang potensi dikembangkan menjadi lahan perkebunan


dan pertanian.

 Masalah Kawasan Penyangga

1. Terdapat kawasan sengketa batas wilayah yaitu ± 41 ha antara kawasan


hutan mahato dengan kawasan sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara-
Provinsi Riau). (sumber : hasil wawancara dengan pegawai dinas
Kehutanan Provinsi Riau);

Laporan Akhir | V - 125


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

2. Banyak penduduk pendatang yang menetap di kawasan penyangga dan


bekerja sebagai pekerja perkebunan bagi industri kelapa sawit, namun
banyak masyarakat tersebut yang tidak memiliki KTP kawasan tersebut;

3. Semakin banyak tumbuh kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan


pendidikan yang semakin menyebar sampai ke kawasan hutan lindung
mahato;

4. Hasil produksi yang dihasilkan baik dari perkebunan sawit di kawasan


hutan mahato maupun di kawasan sekitarnya yang dikuasai oleh PT.
Turganda tersebut, ternyata sedikit sekali menyetorkan pajak untuk PAD
di Kecamatan Rokan Hulu. (Sumber : Hasil Wawancara dengan pihak
Bappeda Kab. Rokan Hulu)

5.3.3. Delineasi Kawasan Strategis Nasional

Delineasi KSN Mahato merupakan batas yang ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu
yang digunakan sebagai batas wilayah perencanaan KSN. Delineasi KSN Mahato
mencakup kawasan yang mempunyai kawasan inti dan kawasan penyangga.

Dalam delineasi KSN Mahato ini dibatasi pada delineasi Kawasan Penyangga. Oleh
karena itu, kriteria yang ditetapkan pada kajian ini hanya kriteria delineasi kawasan
penyangga. Sedangkan delineasi zona inti mengacu pada SK Kementrian Kehutanan
Nomor SK.878/Menhut-II/2014.

Berdasarkan Peraturan Menteri PU Nomor 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman


Penyusunan RTR Kawasan Strategis Nasional, aspek yang harus diperhatikan dalam
penetapan delineasi hutan lindung adalah keterkaitan kegiatan di kawasan inti dan
kawasan penyangga. Adapun keterkaitan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Kawasan inti pada kawasan hutan lindung yaitu kawasan dengan batas
tertentu sebagai kawasan hutan lindung-taman nasional sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan;

Laporan Akhir | V - 126


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

b. Kawasan penyangga pada kawasan hutan lindung yaitu kawasan dengan


radius tertentu dari batas kawasan inti sebagai kawasan yang berpotensi
mempengaruhi kawasan inti.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :


SK.878/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau Menteri Kehutanan
Republik Indonesia, dimana dijelaskan bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan
menjadi bukan kawasan hutan seluas ± 1.638.249 (satu juta enam ratus tiga pulu
delapan ribu dua ratus empat puluh sembilan) hektar, perubahan fungsi kawasan
hutan seluas ± 717.543 (tujuh satu tujuh belas ribu lima ratus empat puluh ribu)
hektas dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas ± 11.552
(sebelas ribu limaratus lima puluh dua) hektar di Provinsi Riau, dalam rangka
penyesuaian pemanfaatan ruang, sebagaimana diamanatkan pada Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Di dalam TGHK dan perubahan – perubahannya (TGHK Update), luas Kawasan


Hutan Lindung Sungai Mahato adalah : 29.552,95 Ha. Sedangkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 673/Menhut-II/2014 dan No.878/Menhut-II/2014,
luas Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato adalah 29.634,83 Ha. Namun
berdasarkan Citra SPOT rekaman Juli 2013, tutupan Lahan di HL Sungai Mahato
adalah :

- Kebun Sawit (11.714,40 Ha)

- Kebun Karet (1.558,75 Ha)

- Kebun Campuran Sawit dan Karet (13.173,19 Ha)

- Pemukiman (106,93 Ha)

- Data Tidak Tersedia (3.081,55 Ha)

Kriteria delineasi kawasan penyangga KSN Mahato menggunakan batasan


administrasi kecamatan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan batasan delineasi
yang jelas. Meskipun demikian tetap dilakukan analisis kawasan untuk menentukan

Laporan Akhir | V - 127


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

kemampuan kawasan penyangga tersebut. Untuk melakukan analisis kawasan


penyangga tersebut digunakan dua pendekatan yaitu:

1) Pendekatan Sosio-ekonomi merupakan pendekatan yang ditinjau dari segi


sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang sangat erat hubungannya
dengan kawasan tersebut. Kriteria: Keberadaan kegiatan masyarakat yang
ditunjukkan pada peta penggunaan lahan. Kegiatan tersebut seperti: pertanian,
perkebunan, dan sebagainya.

2) Pendekatan ekologi-landskap merupakan pendekatan yang ditinjau dari segi


ekologi lanskap kawasan tersebut, seperti tutupan lahan, ketinggian dan
kemiringan lereng, Kriteria:

a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budi daya secara
ekonomis.

b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan


penyangga.

c. Tidak merugikan segi-segi ekologi/lingkungan hidup apabila dikembangkan


sebagai kawasan penyangga.

d. Tidak mengganggu habitat dan jalur jelajah fauna

5.3.3.1 Delineasi Zona Inti

KSN Mahato merupakan salah satu kawasan hutan lindung di Provinsi Riau.
Kawasan hutan lindung ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor : SK.878/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan
Provinsi Riau Menteri Kehutanan Republik Indonesia, yang kemudian dalam kajian
ini disebut dengan KSN Mahato. Dalam SK tersebut ditetapkan batas delineasi zona
inti KSN Mahato.

Laporan Akhir | V - 128


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.28 Delineasi Hutan Lindung Sungai Mahato


Berdasarkan SK.878/Menhut-II/2014

Sumber: Kementerian Kehutanan, 2014

5.3.3.2 Deleniasi Kawasan Penyangga

Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi lindung dan
berfungsi budi daya, letaknya di antara kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi
budi daya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman keras), kebun
campur, dan lain-lainnya yang sejenis. Seperti yang disebutkan sebelumnya, delineasi
dilakukan dengan menggunakan pendekatan batas administrasi kecamatan agar batas
delineasi kawasan penyangga jelas. Berdasarkan analisis yang dilakukan, delineasi
kawasan penyangga alternatif ke dua ini meliputi batas administrasi Kecamatan
Tambusai Utara dan Rokan Hulu, Provinsi Riau, dan Kecamatan Barumun Tengah
dan Sosa Provinsi Sumatera Utara.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, delineasi dilakukan dengan menggunakan


pendekatan batas administrasi kecamatan agar batas delineasi kawasan penyangga
jelas.Berdasarkan analisis yang dilakukan, delineasi kawasan penyangga alternatif ke

Laporan Akhir | V - 129


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dua ini meliputi batas administrasi Kecamatan Tambusai Utara daokan Hulu, Provinsi
Riau), dan Kecamatan Barumun Tengah dan Sosa (Provinsi Sumatera Utara).

Dalam pembuatan delineasi kawasan penyangga tersebut, didukung dengan analisis


kawasan penyangga. Analsis dilakukan dengan memasukan seluruh variabel yang
diseb tkan sebelumnya dengan bantuan Sistem Informasi Geografis dan teknik
skoring berdasarkan ketentuan skoring pada Keputusan Presiden Nomor 32 tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Skor kawasan penyangga 125-175) dan
asumsi yang dipakai.

Gambar 5.29 Diagram Alir Penetapan Delineasi Kawasan Penyangga

A. Perlindungan Tata Air

Sistem wilayah sungai berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Rokan. Penetapan
proporsi luas kawasan hutan terhadap luas daerah aliran sungai (DAS)
dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata air. Selain ketentuan tersebut,
penetapan kawasan ruang terbuka hijau juga didasarkan pada pertimbangan
bahwa sebagian besar wilayah daratan Kabupaten Rokan Hulu mempunyai
konfigurasi daratan yang berbukit dan bergunung serta memiliki intensitas curah
hujan cukup tinggi yang peka terhadap gangguan keseimbangan tata air seperti
banjir, erosi, sedimentasi dan rawan kekurangan air.

Distribusi luas kawasan hutan disesuaikan dengan kondisi daerah aliran sungai
antara lain, morfologi, jenis batuan, serta bentuk pengaliran sungai dan anak-

Laporan Akhir | V - 130


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

anak sungai. Dengan demikian kawasan hutan tidak harus terdistribusi secara
merata pada setiap wilayah administrasi yang ada di daerah aliran sungai.

Kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat
tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya --terutama menyangkut
tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh
masyarakat di sekitarnya.

Pada kawasan hutan lindung mahato perlu adanya perlindungan terhadap tata air
sebagai salah satu cara dalam menjaga dan memelihara kualiatas air bagi
kebutuhan wilayah bawahannya. Hal yang perlu dijaga dalam melindungi
kawasan tata air di KSN Mahato adalah:

 Perlindungan terhadap hutan lindung;


 perlindungan terhadap kawasan mata air yang ada di KSN;
 Perlindungan terhadap kawasan resapan air; dan
 Perlindungan terhadap kawasan setempat, yaitu sepertiPerlindungan terhadap
kawasan sempadan sungai di KSN.

B. Perlindungan Habitat Gajah

Provinsi Riau (termasuk di hutan lindung


Mahato), di mana industri bubur kertas dan
perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan
tingkat deforestasi yang tinggi, jumlah populasi
gajah Sumatera turun sampai 80 persen dalam
kurun waktu kurang dari 25 tahun. Fragmentasi habitat telah membatasi ruang
gerak kelompok-kelompok gajah ini di dalam blok-blok hutan kecil dan
membuat mereka sulit untuk bertahan dalam waktu yang lama.

Hal utama yang perlu dilakukan segera untuk melindungi dan menyelamatkan
serta melindungi habitat gajah di Indonesia (termasuk untuk habitat gajah
kawasan hutan mahato) adalah:

Laporan Akhir | V - 131


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Memahami, memonitor dan mempublikasikan kondisi seluruh habitat gajah,


serta daerah jelajahnya sehingga dapat diketahui dan dipahami oleh
masyarakat luas dan aktor pembangunan untuk menghindari kegiatan
pembangunan yang dapat menimbulkan konflik dengan gajah;

 Meminimalisasi kehilangan habitat dengan menghindari kegiatan


pembangunan di sekitar dan di dalam kawasan yang diketahui memiliki
populasi gajah dan atau merupakan daerah jelajah gajah;

 Membangun koridor-koridor pada habitat gajah yang terputus akibat aktivitas


pembangunan. Perlu dilakukan pengintegrasian habitat dan daerah jelajah
dalam tata ruang, perencanaan pembangunan dan pengelolaan konsesi;

 Mengembangkan konsep “Managed Elephant Range” dengan melakukan


pengelolaan habitat oleh multi pemangku kepentingan secara terpadu terutama
di luar kawasan konservasi (areal HPH, HTI, Perkebunan, Pertambangan dan
lahan masyarakat);

 Melaksanakan program restorasi dan rehabilitasi habitat gajah untuk


meningkatkan daya dukung habitat;

 Melaksanakan studi intensif pada ekologi pakan (dietary ecology), pola


pergerakan (movement) dan penggunaan habitat (habitat use) untuk
mengoptimalkan intervensi manajemen konservasi gajah;

 Mensinergikan habitat dan koridor gajah dalam program tata ruang dan
pembangunan nasional, provinsi serta kabupaten/kota di Indonesia (termasuk
untuk habitat gajah kawasan hutan mahato).

C. Perlindungan Habitat Ikan Arwana

Populasi ikan jenis Scleropages formosus termasuk stren Golden-red Mahato


sebelum tahun 1980 oleh IUCN telah dianggap rawan punah (populasi di alam
hasil penelitian saat itu dianggap sudah mulai sangat menghawatirkan, dan

Laporan Akhir | V - 132


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dikualifikasikan telah berstatus nyaris punah), kemudian ditindak lanjuti dengan


berbagai peraturan lindungan di tahun 1980 dengan SK Menteri Pertanian
(No.716/Kpts/Um/10/1980). Karena Indonesia telah ikut meratifikasi
penandatanganan Konvensi Internasional CITES, maka jenis ikan arwana
tersebut di tahun 1980 resmi efektif berlaku masuk CITES appendix 1 (tidak
boleh diperjual-belikan kecuali dari hasil penangkaran), di tahun 1995
perlindungan jenis ikan arwana dan ikan lainnya diperkuat status lindungannya
oleh SK Menteri Kehutanan (No.516/Kpts/II/1995), dan disusul kemudian PP
No.7/1999 terakhir diperkuat oleh PP No.60/2007. Berbagai regulasi tersebut
pada intinya mengikat kita semua tidak terkecuali siapapun, untuk bertindak
nyata melindungi populasi arwana jenis ini di habitat aslinya, berikut menjaga
keutuhuhan habitat sebagai tempat hidupnya (Populasi dan habitatnya dilindungi
Undang-undang dan berbagai peraturan yang begitu berlapis, berkekuatan hukum
yang kuat dan mengikat untuk dilaksanakan dilapangan secara utuh).

Kondisi kualitas habitat terkini menampakan banyak menurun dibanding dengan


tahun-tahun sebelumnya. Kekeruhan diakibatkan oleh adanya erosi dan
pencemaran air. Erosi akibat dari adanya kegiatan pembuatan kanal-kanal air di
Rawa Seribu yang berhubungan juga dengan sungai Mahato.

Akibat pencemaran air sungai mahato, maka induk ikan arwana di lokasi ini
terinformasikan banyak mati karena dampak dari pencemaran pabrik kelapa
sawit. Selain itu masih adanya aktivitas memancing ikan yang
dilakukan pendatang (bukan penduduk setempat) mengambil induk ikan arwana
terkadang untuk dikonsumsi karena ketidak tahuan. Upaya yang harus segera
dilakukan dan ditanggapi untuk melindungi habitat dari ikan arwana golden-red
mahato yaitu :

 Melakukan rehabilitasi habitat dan populasi ikan arwana golden-red Mahato


di habitat aslinya di DAS Mahato, Rokan Hulu, Riau.

 Melakukan rehabilitasi habitat ikan arwana golden-red Mahato secara


konseptual agar tepat sasaran, maka perlu disusun pedoman Kerja Lapangan

Laporan Akhir | V - 133


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

khusus tentang “Rehabilitasi habitat dan populasi ikan arwana golden-red


Mahato (Scleropages formosusus) di habitat aslinya di DAS Mahato, Rokan
Hulu, Riau;

 Melakukan pembibitan ulang terhadap ikan arwana golden-red mahato


tersebut;

 Melakukan penanaman pohon kayu, bambu, rotan dan beberapa tumbuhan


lain di sekitar perairan, sehingga dengan begitu secara tidak langsung daun-
daun yang jatuh akan dijadikan makan oleh ikan arwana golden-red mahato
tersebut. Pohon-pohon yang ditanam, terangnya dapat menjadi penyangga
(buffer) terjadinya abrasi dipinggiran perairan sungai tempat habitat ikan
Arwana Golden Fish dan jenis arwana lainnya.

 Melakukan penangkaran terhadap ikan arwana golden-red mahato tersebut,


baik oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat sekitar. Dalam
ketentuannya, setiap penangkaran ikan arwana golden-red mahato maupun
jenis Golden Fish ditandai dengan sertifikat oleh BBKSDA dan ditubuh ikan
terdapat microchip nomor seri ikan, sehingga lebih legal kedepannya.

Gambar 5.30 Upaya Penangkaran Ikan Arwana Golden-Red Mahato yang dapat oleh
Masyarakat sekitar

Dari 3 (tiga) hal Penetapan Delineasi Kawasan Penyangga yang telah dijelaskan
tersebut, maka dapat dilihat rincian setiap penetapan deliniasi kawasan
penyangga tersebut pada gambar-gambar peta berikut ini.

Laporan Akhir | V - 134


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.31 Peta DAS di Pengembangan Kawasan Penyangga KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 135


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.32 Peta Jelajah Gajah di KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 136


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.33 Peta Ecoregion Kawasan Penyangga di KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 137


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.34 Peta Kawasan Inti Hutan Mahato

Laporan Akhir | V - 138


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.35 Peta Delineasi Kawasan Penyangga KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 139


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.4 Konsep Pengembangan

Konsep pengembangan kawasan penyangga dibuat berdasarkan pendekatan


perbandingan, pendekatan ekoregion dan pendekatan konsep pembangunan
berkelanjutan.

A. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

Pendekatan perbandingan dilakukan dengan membandingkan konsep


pengembangan kawasan penyangga di daerah lain yang memiliki karakteristik
yang hampir sama dengan kawasan penyangga KSN Mahato. Tujuan dari
pendekatan ini adalah mengadopsi konsep pengembangan kawasan penyangga
yang diterapkan di kawasan lain sebagai best practice.

B. Pendekatan Ecoregion

Pendekatan ecoregion merupakan suatu konsep atau cara pemahaman atau


pendekatan yang memposisikan pengelolaan sumber daya hayati dalam suatu
kesatuan besar dari daratan dan lautan dan kehidupan dari beragam
karakteristik spesies, komunitas, dinamika dan kondisi lingkungan. Dimana satu
dengan lainnya saling tergantung dan keterkaitan yang kuat antar sumberdaya
hayati dan ekosistem pada skala region, oleh karena itu diperlukan pendekatan
atau pengelolaan konservasi yang lebih luas, komprehensif dan terintegrasi
dengan tidak terlalu tersekat oleh batas politik, atau dengan kata lain program aksi
ekoregion merupakan pendekatan Konservasi Sumberdaya Alam melalui
pendekatan wilayah ekologi ketimbang wilayah politik, administrasi
pemerintahan serta demi kesejahteraan kehidupan manusia untuk masa sekarang
dan masa yang akan datang.

C. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan

Pendekatan pembangunan berkelanjutan merupakan pendekatan pengembangan


dengan orientasi keberlanjutan sumberdaya dan kelestarian lingkungan dimasa
yang akan datang. Ada beberapa asumsi yang digunakan dalam pendekatan
pembanguna berkelanjutan, yaitu:

Laporan Akhir | V - 140


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

a. Proses pembangunan harus berlangsung terus menerus atau berkelanjutan


dengan ditopang oleh sumber daya yang ada, kualitas lingkungan dan kualitas
manusia.

b. Sumber daya alam terutama udara, air dan tanah memiliki ambang batas di
mana penggunaannya cenderung menurunkan kualitas dan kuantitasnya;

c. Kualitas lingkungan berkorelasi dengan kualitas hidup;

d. Dalam pembangunan yang berkelanjutan, pola penggunaan sumber daya alam


seharusnya memberi arah pilihan untuk masa depan;

e. Pembangunan berkelanjutan mengandalkan soliditas transgenerasi yaitu


pembangunan yang memungkinkan generasi mendatang untuk meningkatkan
kesejahteraannya.

Pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar utama yang satu sama lainnya


saling terkait dan mendukung, yaitu:

1) pertumbuhan ekonomi,

2) pemerataan sosial, dan

3) pelestarian lingkungan hidup.

Gambar 5.36 Tiga pilar Pembangunan Berkelanjutan

Laporan Akhir | V - 141


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka


diharapkan penataan ruang yang akan dilakukan merupakan:

a. Penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya penataan
ruang yang mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan
fungsi ruang;

b. Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan
dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang
yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;

c. Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan


ruang yang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran
penduduk antarwilayah, pertumbuhan dan perkembangan antarsektor,
antardaerah, dan antara sektor dengan daerah; dan

d. Penataan ruang yang berkelanjutan, artinya penataan ruang yang


menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumberdaya alam.

5.5 Alternatif Pengembangan

Penyusunan alternatif konsep pengembangan Kawasan KSN Mahato dilakukan


dengan menggunakan pendekatan perbandingan (Comparative Approach), yaitu
mengkaji konsep pengembangan hutan lindung yang sudah ada sebagai Best Practice
penyusunan konsep pengembangan KSN Mahato. Beberapa acuan konsep
pengembangan yang sudah ada diantaranya adalah Kawasan Hutan Amazon (Brazil),
dan Kawasan Gunung Salak (Bogor, Indonesia).

Secara konseptual, “buffer zone” atau wilayah penyangga berfungsi untuk


menyangga wilayah utama, mencegah terjadinya kerusakan dan memberikan lapisan
perlindungan tambahan. Untuk mencegah kerusakan kawasan inti, diperlukan konsep
yang jelas dalam mengelola kawasan penyangga. Konsep pengembangan kawsan
penyangga KSN Mahato terdiri dari empat aspek, yaitu aspek pusat pelayanan, aspek

Laporan Akhir | V - 142


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

infrastruktur, dan aspek zona pemanfaatan. Untuk lebih jelasnya tujuan masing-
masing konsep pengembangan kawasan penyangga dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.45 Tujuan Konsep Pengembangan Kawasan Penyangga


No. Aspek Tujuan
1. Pusat Pelayanan Adanya pusat pelayanan kawasan penyangga yang bisa memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat agar tidak mengganggu kawasan inti.
3. Zona Pemanfaatan Tertatanya zona pemanfaatan di kawasan penyangga sehingga tidak
mengganggu kawasan inti dan jalur jelajah gajah (home range)
2. Infrastruktur Terciptanya infrastruktur yang ramah lingkungan
Sumber:Hasil Analisis Tahun 2014

5.5.1. Konsep Pusat Pelayanan

Konsep pusat pelayanan yang diterapkan di Kawasan Penyangga KSN Mahato


diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat agar tidak mengganggu
kawasan inti. Beberapa kegiatan yang berpotensi dikembangkan di pusat pelayanan
Kawasan Penyangga KSN Mahato diantaranya adalah:

a. Lembaga penyuluhan perkebunan;

b. Lembaga pelatihan ekonomi kreatif yang tidak merusak kawasan inti;

c. Pusat Pelatihan dan Penangkaran Gajah Sumatera; dan

d. Pusat Pembudidayaan Ikan Arwana Golden Red Mahato.

Pengembangan pusat pelayanan di kawasan penyangga sangat terbatas, sehingga


diperlukan adanya keterkaitan dengan wilayah lain di luar kawasan penyangga untuk
mendukung pusat pelayanan di kawasan penyangga.

Laporan Akhir | V - 143


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan Inti
Wil.Pelayanan

Wil.Pelayanan

Wil.Pelayanan

Gambar 5.37 Ilustrasi Konsep Pusat Pelayanan Kawasan Penyangga

5.5.2. Konsep Zona Pemanfaatan

Pengelolaan kawasan penyangga KSN Mahato dibagi menjadi 3 zona yang saling
berhubungan seperti terlihat pada Gambar dibawah yaitu zona inti (core area),
Kawasan Penyangga (buffer area), dan zona transisi (transition area).

 Kawasan inti (Core Area) adalah kawasan konservasi atau kawasan lindung
dengan luas yang memadai, mempunyai perlindungan hukum jangka panjang,
untuk melestarikan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya.
 Kawasan penyangga (Buffer Zone) adalah wilayah yang mengelilingi atau
berdampingan dengan area inti dan teridentifikasi, untuk melindungi area
intidari dampak negatif kegiatan manusia. Dimana hanya kegiatan-kegiatan
yang sesuai dengan tujuan konservasi yang dapat dilakukan. Beberapa
kegiatan yang berada di Kawasan Penyangga meliputi:
a. Zona Perlindungan Setempat;

b. Pusat Penelitian;

c. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Satwa;

d. Permukiman; dan

e. Pertanian dan Perkebunan.

Laporan Akhir | V - 144


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.38 Ilustrasi Zona Pemanfaatan Kawasan Penyangga KSN Mahato

5.5.3. Konsep Pengembangan Infrasruktur

Konsep pengembangan infrastruktur diarahkan pada pengembangan prasarana dan


sarana transportasi. Beberapa konsep pengembangan transportasi yang penting untuk
diperhatikan adalah :

a. Untuk mendukung aksesibilitas semua jenis komponen fasilitas kecamatan


dan aksesibilitas dalam skala bagian kawasan penyangga, maka diperlukan
peningkatan dan pembangunan jaringan jalan secara terpadu yang
memudahkan hubungan pergerakan antar bagian wilayah kecamatan di
Kawasa Penyangga. Pemisahan dan penegasan fungsi dari ruas-ruas jalan
sangat diperlukan mengingat intensitas kegiatan yang diarahkan jangan
sampai menggangu kawasan inti.

b. Pengembangan transportasi diarahkan untuk mendukung aktivitas ekonomi


dan sosial penduduk. Pelayanan transportasi yang murah, mudah dan efisien
merupakan prioritas utama bagi kebutuhan masyarakatnya sehingga perlu
diprioritaskan pelayanan transportasi umum untuk kemudahan pergerakan ke
bagian wilayah lain.

Laporan Akhir | V - 145


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

c. Mengembangkan pola jaringan jalan yang paling efisien untuk mendukung


pergerakan penduduk dan medukung fungsi lindung kawasan inti.

d. Pengembangan sistem transportasi berfungsi untuk merintis pusat-pusat


pertumbuhan dan pengembangan dan pelayanan baru dan mengendalikan
penggunaan tanah dengan tetap meningkatkan efisiensi pergerakan internal
dan eksternal. Strategi pengembangan transportasi dapat dikelompokkan
menjadi 4 (empat), yaitu pengembangan pola jaringan jalan, hirarki jalan,
aksesibilitas ke pusat pelayanan, dan prasarana transportasi.

5.6 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan

Dalam pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mahato, maka perlu dilihat
berdasarkan tujuan, kebijakan, serta strategi arahan pengembangan yang akan
ditetapkan pada KSN Mahato tersebut.

5.6.1. Tujuan
Faktor-faktor yang melandasi tujuan pengembangan kawasan penyengga KSN
Mahato adalah:

a. Peningkatan SDM
Sumber daya manusia sangatlah penting dalam mengoptimalkan pengelolaan dan
pengendalian pengembangan kawasan sekitar Hutan Lindung Mahato yang
menjadi Kawasan Strategis Nasional.
b. Partisipasi Masyarakat terhadap Lingkungan
Partisipasi dan kepedulian masyarakat terhadap Kawasan Strategis Nasional
Hutan Mahato dalam perencanaan dan pengembangannya lebih mengutamakan
kebutuhan dan perlindungan terhadap SDA yang terkandung didalamnya.
c. Perlindungan tata air
Air adalah kebutuhan dasar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebagai
sumber kehidupan, keberadaan dan ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas
yang cukup adalah mutlak adanya. KSN Mahato adalah kawasan hutan yang

Laporan Akhir | V - 146


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan


untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Perlindungan tata air yang ada di
kawasan hutan lindung adalah dengan cara melakukan rehabilitasi hutan dan
lahan diprioritaskan pada lahan kritis, terutama yang terdapat di bagian hulu
daerah aliran sungai, agar dapat melindungi tata air serta pencegahan terhadap
banjir dan kekeringan dapat dipertahankan secara maksimal.
d. Perlindungan Jalur Jelajah dan Populasi Gajah Sumatera serta Habitat Ikan
Arwana Golden Red Mahato.
Habitat langka dan termasuk dilindungi yang dulunya banyak terdapat di kawasan
hutan lindung seperti gajah dan ikan arwana sekarang sulit ditemukan lagi
jejaknya dalam KSN Mahato tersebut. Ikan arwana yang dulu banyak terdapat di
sungai mahato, saat ini sudah mulai berkurang akibat dari perubahan guna lahan
yang semakin lama semakin berkembang menjadi perkebunan, terutama
perkebunan Kelapa Sawit dan Perkebunan Karet Rakyat.
e. Ekonomi wilayah
Sebagian besar kegiatan perekonomian di KSN Mahato bergantung pada sektor
perkebunan kelapa sawit. Di mana kegiatan perekonomian tersebut mengancam
fungsi lindung KSN Mahato.
f. Sosial kependudukan
Kecenderungan perkebangan penduduk di KSN Mahato adalah cenderung naik
dengan kepadatan penduduk rata-rata pada tahun 2012 adalah 66-90 Jiwa/Km2.
Sebagian besar penduduk di sekitar Kawasan Hutan Mahato bermata pencaharian
sebagai petani kelapa sawit sebanyak 36.000 jiwa.
g. Kelengkapan fasilitas pelayanan
Jika dilihat dari kelengkapan fasilitas pelayanan, kawasan penyangga KSN
Mahato relatif cukup lengkap. Beberapa fasilitas tersebut adalag fasilitas
pendidikan dari jenjang SD sampai SMA/SMK, sarana rekreasi: waterboom mini,
sarana kesehatan: puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan
posyandu.

Laporan Akhir | V - 147


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berdasarkan kondisi potensi dan permasalahan tersebut, maka ditetapkan tujuan


pengambangan Kawasan Penyangga KSN Mahato sebagai berikut:
“Mewujudkan KSN Mahato yang mampu mendukung fungsi Kawasan Inti sebagai
Perlindungan Tata Air, Perlindungan Habitat Gajah Sumatera dan Ikan Arwana”

5.6.2. Kebijakan
Kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Mahato yaitu sebagai berikut:

1. Mengembalikan Kawasan Inti menjadi kawasan lindung;


2. Adanya kegiatan perlindungan terhadap kawasan yang merupakan daerah
perlindungan air dan SDA yang ada didalamnya;
3. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di kawasan penyangga dengan orientasi
kegiatan yang mendukung fungsi kawasan inti;
4. Penataan zona-zona pemanfaatan ruang yang mendukung fungsi kawasan inti;
5. Pengembangan infrastruktur yang tidak mengganggu fungsi kawasan inti; dan
6. Adanya aturan tegas yang memberikan kekuatan kuat untuk menjaga dan
melestarikan Kawasan Strategis Nasional Mahato.

5.6.3. Strategi Arahan Pengembangan


1. Untuk mengembalikan kondisi kawasan inti menjadi kawasan lindung lagi, maka
kebijakan yang perlu dilaksanakan yaitu :
a. Mempertahankan dan memperluas hutan lindung yang telah ada, serta
memperluas areal hutan bagi daerah-daerah yang memenuhi kriteria hutan
lindung pada KSN Mahato;
b. Daerah yang memenuhi kriteria sebagai hutan lindung, apabila kesulitan
menjadi kawasan hutan lindung, maka dapat digunakan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang yang dapat mempertahankan fungsi hidrologis
sebagaimana yang masuk dalam kriteria hutan lindung;
c. Mengendalikan kegiatan budidaya yang terlanjur ada di KSN Mahato,
sehingga tidak mengganggu fungsi lindung kawasan;

Laporan Akhir | V - 148


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

d. Pengendalian terhadap pengembangan kegiatan budidaya yang dapat


mengganggu fungsi lindung, mengubah bentang alam, penggunaan lahan serta
merusak ekosistem alam yang ada.
2. Adanya kegiatan perlindungan terhadap kawasan yang merupakan daerah
perlindungan air dan SDA yang ada didalamnya, maka kebijakan yang perlu
dilaksanakan yaitu :
a. Meningkatkan aktivitas mengelelolaan dan pengawasan terhadap area resapan
air dan sumber air, serta SDA yang ada didalamnya;
b. Meningkatkan aktivitas pengawasan yang dikelola oleh pemerintah pusat,
daerah, dan masyarakat dengan cara memberi masukan akan pentingnya
perlindungan terhadap segala yang ada dalam Kawasan Hutan Lindung
Mahato tersebut.
3. Untuk mengembangkan pusat-pusat pelayanan di kawasan penyangga dengan
orientasi kegiatan yang mendukung kawasan inti yaitu dengan cara :
a. Memanfaatkan wilayah-wilayah sekitar kawasan inti yang layak dan potensial
dikembangkan untuk kegiatan budidaya namun tetap tidak mengganggu
kawasan inti yang ditetapkan sebagai kawasan lindung;
b. Mengembangkan pusat-pusat pelayanan yang mendukung kawasan
penyangga untuk pengembangan wilayah dan tetap menjaga kawasan inti
sebagai kawasan lindung yang harus di jaga luasan wilayahnya;
4. Untuk melakukan penataan zona-zona pemanfaatan ruang yang mendukung
fungsi kawasan inti, yaitu seperti ;
a. Adanya pengendalian dan pengaturan terhadap pertumbuhan kawasan
budidaya pada zona-zona tertendu di kawasan penyangga yang tidak
mengganggu kawasan inti yaitu kawasan lindung;
b. Pembatasan klasifikasi zona yang harus ada di kawasan penyangga, yaitu
hanya memperbolehkan pengembanagan zona pemanfaatan ruang seperti
permukiman kepadatan rendah, perdagangan dan jasa skala kecamatan,
pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya;

Laporan Akhir | V - 149


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

c. Tidak memberi izin pemanfaatan ruang seperti industri skala besar, industri
pertambangan, dan kagiatan lainnya yang dapat merusak lingkungan serta
kawasan inti.
5. Untuk mengembangkan infrastruktur yang tidak mengganggu kawasan inti,
dimana dengan cara ;
a. Membangun jaringan jalan yang tidak masuk kedalam kawasan inti yaitu
kawasan lindung agar ekosistem dan kondisi alam yang ada tidak berubah
nantinya;
b. Tidak membuka jaringan jalan baru pada kawasan inti, namun hanya
memperbaiki jaringan jalan yang telah ada;
c. Tidak mengijinkan pembangunan infrastruktur yang pada jangka panjang
dapat berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan di kawasan inti,
seperti industri, TPA, dan lain sebagainya;
d. Memberikan batasan dan juga sempadan deliniasi wilayah yang bisa
dikembangkan pada sekitar kawasan inti.
7. Adanya aturan tegas yang memberikan kekuatan kuat untuk menjaga dan
melestarikan Kawasan Strategis Nasional Mahato, yaitu dengan cara ;
a. Menyusun dan membuat aturan-aturan tegas terhadap pelestarian Kawasan
Strategis Nasional Mahato berdasarkan masukan aturan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat maupun daerah;
b. Menyusun tim khusus yang menangani pelestarian Kawasan Strategis
Nasional Mahato agar tidak rusak akibat kurangnya pengawasan dari pihak
yang berwenang.
Berdasarkan permasalahan utama Kawasan Penyangga KSN Mahato yaitu
merambahnya kegiatan di Kawasan Penyangga ke Kawasan Inti, sehingga
mengganggu fungsi kawasan inti sebagai kawasan lindung. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut dan mencapai tujuan pengembangan Kawasan Penyangga
KSN Mahato, maka dirumuskan strategi pengembangan Kawasan Penyangga KSN
Mahato. Strategi yang dirumuskan lebih cenderung pada optimalisa lahan. Adapun
strategi pengembangan tersebut adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir | V - 150


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 5.46 Strategi Pengembangan Kawasan Penyangga KSN Mahato


Strategi Struktur Ruang Pola Ruang
No. Aspek Tujuan
1. Pusat Terbentuknya  Mengembangkan pusat kegiatan  Pengembangan pusat Lembaga  Mengembangkan kapasitas dan SDM
Pelayanan pusat pelayanan dan memberdayakan berbagai penyuluhan perkebunan; untuk optimalisasi lahan
kawasan kelembagaan yang mendukung  Pengembangan pusat Lembaga  Meningkatkan pendampingan petani
penyangga yang KSN Mahato; pelatihan ekonomi kreatif yang  Membuat regulasi yang menjamin
bisa memenuhi  Mempertahankan fungsi tidak merusak kawasan inti; sistem usaha tani rakyat lebih
kebutuhan konservasi untuk keberlanjutan  Pengembangan Pusat Pelatihan kompetitif
hidup hidup ekosistem dan dan Penangkaran Gajah Sumatera;  Menjamin tidak ada monopoli harga,
masyarakat agar keanekaragaman hayati beserta dan seperti pada hasil perkebunan kelapa
tidak habitatnya.  Pengembangan akses jaringan sawit.
mengganggu  Mengendalikan pengembangan untuk Pusat Pembudidayaan Ikan  Menyediakan ruang2 bagi pos2 dan
kawasan inti kegiatan budidaya yang dapat Arwana Golden Red Mahato. sarpras Pengamanan di Perbatasan
sebagai mengganggu fungsi lindung,  Meningkatkan program  Mengembangkan lahan pertanian
perlindungan mengubah bentang alam, koordinasi, komunikasi, dan ramah lingkungan.
tata air, penggunaan lahan serta merusak jaringan kerja  Untuk menjamin keberlanjutan
perlindungan ekosistem alam yang ada. ketersediaan air perlu dilakukan
habitat gajah  Meningkatkan aktivitas konservasi hutan dibagian hulu DAS.
sumatera dan mengelelolaan dan pengawasan  Pengendalian pengawasan, dan
ikan arwana. terhadap area resapan air dan pembinaan kegiatan usaha dalam
sumber air, serta SDA yang ada kawasan konservasi.
didalamnya;  Mengembangkan kawasan lindung di
 Memanfaatkan wilayah-wilayah Kawasan Penyangga untuk
sekitar kawasan inti yang layak konservasi dan ekowisata, khususnya
dan potensial dikembangkan di sekitar sempadan mata air,
untuk kegiatan budidaya namun sempadan sungai, suaka alam dan
tetap tidak mengganggu kawasan margasatwa.
inti yang ditetapkan sebagai  Mengendalikan perubahan
kawasan lindung; penggunaan lahan di kawasan
 Mengembangkan pusat-pusat lindung untuk menjaga keseimbangan
pelayanan yang mendukung tata air, ekosistem, iklim makro dan
kawasan penyangga untuk lingkungan sekitar;
pengembangan wilayah dan tetap
menjaga kawasan inti sebagai
kawasan lindung yang harus di
jaga luasan wilayahnya;

Laporan Akhir | V - 151


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Strategi Struktur Ruang Pola Ruang


No. Aspek Tujuan

2. Zona Tertatanya zona  Menata Lahan Untuk Konservasi  Penataan kawasan penyangga  Pengembangan pertanian organik,
Pemanfaatan pemanfaatan di dan Ekonomi, utama sebagai jalur hijau untuk pemilihan jenis tanaman yang tidak
kawasan  Menata permukiman di Kawasan mendukung perlindungan kawasan mengundang keluarnya satwa liar
penyangga Penyangga. inti. dari dalam kawasan
sehingga tidak  Menata lahan produktif  Penataan Kawasan Penyangga  Mengoptimalkan produksi gabungan
mengganggu masyarakat, seperti hutan rakyat, transisi sebagai jalur tanaman kehutanan dan pertanian
kawasan inti kebun, sawah. keseimbangan antara kepentingan untuk memperbaiki kondisi hara,
dan jalur jelajah  Mengembangkan pola lahan konservasi dan pengembangan mencegah erosi dan memperbaiki
gajah (home agroforestry, tidak monokultur. ekonomi masyarakat. kondisi lahan olahan serta
range)  mengendalikan dan mengatur  Sebagai fungsi penyangga sosial, menghasilkan pendapatan harian,
terhadap pertumbuhan kawasan maka Tipe Pemukiman dapat bulanan, dan tahunan.
budidaya pada zona-zona dikelola untuk pengembangan  Pembangunan buffer di sepanjang
tertendu di kawasan penyangga pemukiman termasuksarana dan perbatasan kawasan lindung dengan
yang tidak mengganggu kawasan pra sarana yang dibutuhkan. pemukiman.
inti yaitu kawasan lindung;  Penataan Kawasan Penyangga  Mengarahkan pemanfaatan lahan di
sebagai penyangga sosial sekaligus desa-desa perbatasan bagi kegiatan
penyangga fisik atau ekologi. budidaya yang mendukung kegiatan
Dengan kedua fungsi penyangga konservasi
tersebut, maka tindakan
pengelolaan yang bisa dilakukan
antara lain pendampingan
pengembangan.

3. Infrastruktur Terciptanya  Mengembangkan infrastruktur  Peningkatan prasarana, sarana dan  Pengendalian pengawasan, dan
infrastruktur kawasan yang ramah lingkungan. utilitas permukiman di desa-desa pembinaan kegiatan usaha dalam
yang ramah Artinya, infrastruktur yang Perbatasan; kawasan konservasi.
lingkungan dikembangkan tidak difungsikan  Perbaikan jaringan jalan yang ada  Mengembangkan industri kerajinan
untuk mengembangkan wilayah, pada kawasan inti dengan tidak yang ramah lingkungan pada sekitar
tetapi sebatas melayani membuka jaringan jalan baru pada kawasan lindung.
kebutuhan masyarakat setempat. kawasan inti tersebut;  Mengatur jaringan jalan yang ada
 Mengembangkan jaringan  Perbaikan dan peningkatan akses disekitar kawasan lindung agar tidak
infrastruktur berwawasan jaringan jalan pada kawasan terjadi pembangunan jaringan jalan
lingkungan yang mendukung penyangga untuk peningkatan didalam kawasan lindung, sehingga
kegiatan di Kawasan penyangga pertumbuhan ekonomi masyarakat dapat mencegah pertumbuhan

Laporan Akhir | V - 152


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Strategi Struktur Ruang Pola Ruang


No. Aspek Tujuan
dan kawasan inti. sekitar. kawasan yang dapat menyebabkan
 Memberikan batasan dan juga kawasan lindung menjadi terganggu.
sempadan deliniasi wilayah yang
bisa dikembangkan pada sekitar
kawasan inti.
 Membangun jaringan jalan yang
tidak masuk kedalam kawasan
inti yaitu kawasan lindung agar
ekosistem dan kondisi alam yang
ada tidak berubah nantinya;

Sumber: Analisis tahun 2014

Laporan Akhir | V - 153


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

5.7.1. Rencana Struktur Ruang

A. Pusat-Pusat Pelayanan

Dalam penentuan pusat pelayanan di KSN Mahato ditetapkan seperti dibawah ini:
 Primer
Pusat pelayanan primer di KSN Mahato ditetapkan dalam rangka mendukung
sistem perlindungan tata air, perlindungan habitat ikan arwana dan gajah
sumatera. Dengan kriteria kawasan yang merupakan zona resapan tinggi.
Pusat Pelayanan Primer di KSN Mahato meliputi :
1. Pusat Pelayanan Tambusai Utara, di Kabupaten Roka Hulu; dan
2. Pusat Pelayanan Barumun Tengah di Kabupaten Padang Lawas
Pusat pelayanan primer berfungsi sebagai :
a. Pusat pengamanan Hutan Lindung Mahato;
b. Pusat Konservasi keanekaragaman hayati;
c. Lembaga penyuluhan perkebunan
d. Lembaga pelatihan ekonomi kreatif yang tidak merusak kawasan inti
e. Pusat Pembudidayaan Ikan Arwana Golden Red Mahato
f. Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati
g. Pusat Pelatihan dan Penangkaran Gajah Sumatera
 Sekunder
Pusat pelayanan sekunder di KSN Mahato ditetapkan untuk mendukung Pusat
Pelayanan Primer dengan kriteria kawasan yang meberikan pelayanan utama
terhadap kawasan peruntukan utama, perdagangan dan/atau jasa di kawasan
Mahato dan merupakan kawasan resapan sedang. Adapun pusat pelayanan
sekunder meliputi :
1. Pusat Pelayanan Tambusai di Kabupaten Rokan Hulu
2. Pusat Pelayanan Sosa di Kabupaten Padang Lawas
Pusat pelayanan sekunder berfungsi sebagai :
a. Pusat perdaganagan dan jasa;

Laporan Akhir | V - 154


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

b. Pusat evakuasi bencana.


B. Sistem Jaringan

Rencana struktur ruang pada kawasan penyangga, terdiri atas rencana sistem
jaringan transportasi sebagai prasarana utama, dan rencana pengembangan
prasarana lainnya, meliputi rencana pengembangan sistem jaringan
energi/kelistrikan, rencana sistem jaringan telekomunikasi, rencana sistem
jaringan sumber daya air, dan rencana sistem Jaringan prasarana wilayah lainnya
mencakup prasarana lingkungan, seperti air bersih, drainase, pengelolaan
persampahan, air limbah, listrik, dan telepon.

 Jaringan Transportasi

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

 Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan dengan peranan


pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul
jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

 Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan bersifat


menerus yang memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus
walaupun masuk ke dalam kawasan perkotaan.

 Pusat-pusat kegiatan adalah kawasan perkotaan yang mempunyai


jangkauan pelayanan nasional, wilayah, dan lokal.

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

 Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan


dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa di dalam
kawasan perkotaan.

 Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan adalah kawasan yang


mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan

Laporan Akhir | V - 155


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta


kegiatan ekonomi.

Rencana pengembangan infrastruktur diarahkan pada pengembangan


prasarana dan sarana transportasi. Beberapa konsep pengembangan
transportasi yang penting untuk diperhatikan adalah :

a. Untuk mendukung aksesibilitas semua jenis komponen fasilitas


kecamatan dan aksesibilitas dalam skala bagian kawasan penyangga,
maka diperlukan peningkatan dan pembangunan jaringan jalan secara
terpadu yang memudahkan hubungan pergerakan antar bagian wilayah
kecamatan di Kawasan Penyangga. Pemisahan dan penegasan fungsi dari
ruas-ruas jalan sangat diperlukan mengingat intensitas kegiatan yang
diarahkan jangan sampai menggangu kawasan inti.

b. Pengembangan transportasi diarahkan untuk mendukung aktivitas


ekonomi dan sosial penduduk. Pelayanan transportasi yang murah, mudah
dan efisien merupakan prioritas utama bagi kebutuhan masyarakatnya
sehingga perlu diprioritaskan pelayanan transportasi umum untuk
kemudahan pergerakan ke bagian wilayah lain.

c. Mengembangkan pola jaringan jalan yang paling efisien untuk


mendukung pergerakan penduduk dan medukung fungsi lindung kawasan
inti.

d. Pengembangan sistem transportasi berfungsi untuk merintis pusat-pusat


pertumbuhan dan pengembangan dan pelayanan baru dan mengendalikan
penggunaan tanah dengan tetap meningkatkan efisiensi pergerakan
internal dan eksternal. Strategi pengembangan transportasi dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu pengembangan pola jaringan
jalan, hirarki jalan, aksesibilitas ke pusat pelayanan, dan prasarana
transportasi.

Laporan Akhir | V - 156


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

e. Adanya perbaikan jaringan jalan yang sudah ada/eksisting pada kawasan


inti, namun tidak di ijinkan untuk pembangunan jaringan jalan baru atau
membuka jaringan jalan yang melintasi kawasan inti;

 Jaringan Listrik

a. Pengembangan sistem jaringan energy listrik berupa sistem interkoneksi


pada wilayah tengah yang jalur jaringannya melewati kawasan inti dan
kawasan penyangga;

b. Adanya pembangunan sarana SPBU pada kawasan penyangga guna


mempermudah masyarakat untuk menghasilkan bahan bakar untuk
keperluan sehari-hari;

c. Pengembangan jaringan Instalasi Pengelolaan Listrik Terpadu (IPLT)


pada kawasan penyangga di KSN Mahato sebagai pembangkit listrik
yang lebih efisien dan tidak boros energy;

 Jaringan Telekomunikasi

a. Adanya pengembangan sistem jaringan telekomunikasi berupa BTS yang


saling menghubungkan untuk memberikan sinyal yang kuat untuk
kawasan-kawasan yang jauh dari sumbernya;

b. Adanya pengelolaan terhadap jaringan BTS yang eksisting agar dapat


digunakan untuk jangka panjang;

 Jaringan Persampahan

c. Adanya pengembangan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah


pada kawasan penyangga di KSN Mahato;

d. Adanya pengelolaan terhadap TPA yang dibangun dan yang telah ada,
agar lebih terjaga dan efisien penggunaan dan pengoperasiannya lebih
teratur, sehingga tidak membuat kawasan sekitarnya menjadi tercemar;

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah adalah rencana yang


mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan

Laporan Akhir | V - 157


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana


wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi
sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem
jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh
daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem
jaringan prasarana lainnya. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten
berfungsi:

a. Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten yang


memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di
sekitarnya yang berada dalam wilayah kabupaten; dan

b. Sistem perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang


keterkaitannya serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada
dalam wilayah kabupaten, terutama pada pusat-pusat kegiatan/perkotaan
yang ada.

Rencana pengembangan fungsi pusat pelayanan di KSN Mahato disusun


dengan mempertimbangkan dan/atau mengacu kepada :

1. Kebijakan RTRWN, RTRW Provinsi Riau, RTR Pulau Sumatera, RTRW


Kabupaten Rokan Hulu.
2. Hutan Lindung Mahato.
3. Hasil-hasil analisis yang menggambarkan pusat pelayanan saat ini.
4. Rumusan pusat pelayanan yang dikemukakan dalam RTRW masing-
masing kabupaten.

5.7.2. Rencana Pola Ruang

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan. Pengelolaan kawasan lindung secara baik dan benar, dapat mengurangi

Laporan Akhir | V - 158


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

tingkat bahaya bencana alam yang ditimbulkan seperti banjir, longsor, pendangkalan
waduk, kekeringan, dan sebagainya.

A. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah


terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah
untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan permukaan. Pada
aspek pengendalian kawasan lindung, terdapat ketentuan bahwa di dalam
kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budi daya, kecuali yang tidak
mengganggu fungsi lindung. Penilaian ulang terhadap hutan lindung didasarkan
pada kriteria penilaian sebagai berikut :

1. Kawasan hutan yang memiliki faktor kelerengan, jenis tanah, dan intensitas
hujan dengan jumlah hasil perkalian bobotnya ≥ 175;

2. Kawasan hutan yang memiliki kemiringan lereng ≥ 40%; dan/atau

3. Kawasan hutan yang berada pada ketinggian ≥ 2.000 meter di atas permukaan
laut.

Berdasarkan acuan penetapan kawasan hutan lindung dalam RTRW Nasional dan
RTRW Provinsi Riau, juga memperhatikan hasil analisis kesesuaian lahan
(berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990) di wilayah Kabupaten Rokan Hulu,
maka sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu meliputi :

 Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato

Kawasan Hutan Lindung Sungai Mahato dengan luas kurang lebih 28.800
(dua puluh delapan ribu delapan ratus) hektar terletak di Kecamatan Tambusai
Utara dan Kecamatan Tambusai

B. Kawasan Sempadan Sungai

Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari


kegiatan manusia yang mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik

Laporan Akhir | V - 159


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kecamatan Tambusai
Utara berupa Sungai Mahato yang merupakan anak sungai Rokan Kanan.

C. Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan lindung di Kabupaten Rokan Hulu berupa Konservasi Arwana di


Kawasan Hutan Produksi Mahato Kanan dengan luas kurang lebih 3.814 (tiga
ribu delapan ratus empat belas) hektar.

Untuk mendukung rencana pusat pelayanan yang akan dikembangkan pada


pengembangan kawasan penyangga KSN Mahato tersebut, maka perlu juga adanya
rencana zona pemanfaatan yang mendukung KSN Mahato tersebut, zona
pemanfaatan terhadap KSN Mahato tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.47 Zona Pemanfaatan Ruang Kawasan Penyangga di KSN Mahato


No Pola Ruang Kode Luas_Ha
I Zona Lindung
1 Hutan Lindung L-1 28.394,02
2 Konservasi Arwana L-2 3.814,40
3 Rawan Banjir L-3 903,47
4 Ruang Terbuka Hijau L-4 39,06
5 Sempadan Sungai L-5 3.763,25
II Zona Budidaya
1 APL B-1 8.721,31
2 HP B-2 127.871,14
3 Hutan Produksi Konversi B-2.1 15.820,06
4 Hutan Produsksi Terbatas B-2.2 20.209,27
5 Hutan Rakyat B-3 2.007,45
6 Pertanian B-4 8.079,18
7 Pertanian Pangan Lahan Basah B-4.1 4.470,97
8 Pertanian Pangan Lahan Kering B-4.2 4.639,04
9 Perkebunan Besar B-5 20.416,64
10 Perkebunan Rakyat B-6 13.948,11
11 Peternakan B-7 1.022,81
12 TanamTahun B-8 3.308,53
13 Permukiman B-9 7.928,99
14 Perdagangan dan Jasa B-10 17,01
Sumber : Rencana Pengembangan Kawasan Penyangga KSN Mahato dan Hasil Analisis Tahun 2014

Laporan Akhir | V - 160


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Dari data rencana zona pemanfaatan ruang kawasan penyangga di KSN Mahato
tersebut, maka dapat dilihat bahwa peruntukan lahan pada kawasan penyangga berupa
kawasan lindung dan budidaya dengan sub zona yang berbeda dan disesuaikan
dengan kondis lahan di KSN Mahato tersebut. Rencana pengembangan kawasan
penyangga KSN Mahato juga perlu adanya pengembangan rencana infrastruktur yang
sesuai dengan kebutuhan KSN Mahato, yaitu dengan cara pengaturan terhadap zona
infrastruktur yang telah ada dan dikembangkan rencana infrastruktur yang baru
seperti :

 Dilakukannya penutupan Jalan, karena jaringan jalan tersebut akan


mempengaruhi Fungsi kawasan inti;

 Adanya pengembangan perubahan Jalur Rencana Jalan, sehingga tidak


melewati kawasan inti; dan

 Penutupan akses jalan menuju kawasan yang dikembangkan menjadi


perkebunan sawit pada kawasan hutan lindung.

Untuk lebih jelasnya terkait dengan rencana zona pengembangan kawasan penyangga
di KSN Mahato tersebut yaitu dapat dilihat pada gambar-gambar peta berikut ini.

Laporan Akhir | V - 161


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.39 Peta Rencana Infrastruktur Pengembangan Kawasan Penyangga KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 162


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.40 Peta Rencana Zona Pemanfaatan Ruang Kawasan Penyangga KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 163


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang untuk Kawasan penyangga di KSN Mahato


adalah lebih kepada pengendalian perambahan pembangunan wilayah yang menjalar
ke kawasan lindung, sehingga perlu adanya insentif-desinsentif dalam pengendalian
kawasan strategis nasional tersebut.

Dalam panduan muatan rencana tata ruang kawasan strategis nasional (RTR KSN)
diberikan arahan umum mengenai insentif-disinsentif untuk setiap tipologi KSN.
Arahan insentif-disinsentif ini terdapat dalam arahan mengenai pengendalian
pemanfaatan ruang untuk setiap tipologi KSN. Dengan demikian, untuk setiap
tipologi kawasan strategis nasional dibutuhkan arahan insentif-disinsentif yang
berbeda-beda tergantung tujuannya. Upaya mendorong pengembangan KSN ini
merupakan tanggung jawab Pemerintah, sementara untuk mendorong pengembangan
kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota merupakan tanggung jawab masing-
masing pemerintah provinsi/Kabupaten/kota tersebut. Selain itu, perangkat insentif-
disinsentif ini juga dapat diterapkan untuk mendorong/mengendalikan
pengembangan-pengembangan kawasan lainnya di luar kawasan strategis tersebut.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam penerapan perangkat insentif-disinsentif
ini adalah keterpaduandari berbagai jenis insentif-disinsentif ini, baik yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat (termasuk K/L Sektor), provinsi, kabupaten, kota dan
dampaknya terhadap pengembangan wilayah secara keseluruhan. Jangan sampai
penerapan insentif dalam suatu sektor tertentu malah memberikan dampak negatif
bagi pengembangan wilayah.

Adanya pemberian insentif dan disinsentif dalam pengendalian ruang untuk KSN
Mahato, dimana perlu melihat beberapa arahan yang bisa dijadikan acuan dalam
penyusunan dan pemanfaatan ruang KSN Mahato tersebut.

1. Memuat arahan ketentuang insentif- dan disinsentif sebagai dasar bagi


pemerintah-pemerintah dalam menyiapkan ketentuan insentif dan desisnsentif
di wilayahnya, dalam rangka memperkuat fungsi lindung kawasan;
2. Memuat arahan ketentuan insentif dan desinsentif sebagai dasar bagi
pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka ketentuan insentif dan

Laporan Akhir | V - 164


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

desinsentif di wilayah, dalam rangka mengamankan kepentingan Nasional di


KSN.

Pemberian insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam modal
dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah kawasan
penyangga. Pemberian insentif ini dapat berbentuk :

a. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah,

b. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah,

c. Pemberian dana stimulan, dan/atau

d. Pemberian bantuan modal.

Sedangkan pemberian kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah


kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal
dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah pemberian
bantuan teknis, dan/atau percepatan pemberian perizinan. Kriteria pemberian insentif
dan pemberian kemudahan diatur dalam PP 45/2008 pasal 5 sebagai berikut:

a. Memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat;

b. Menyerap banyak tenaga kerja lokal;

c. Menggunakan sebagian besar sumberdaya lokal;

d. Memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik;

e. Memberikan kontribusi dalam peningkatan produk domestik regional bruto;

f. Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;

g. Termasuk skala prioritas tinggi;

h. Termasuk pembangunan infrastruktur;

i. Melakukan alih teknologi;

j. Melakukan industri pionir;

k. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, atau daerah perbatasan;

Laporan Akhir | V - 165


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

l. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;

m. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; atau industri
yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang diproduksi di
dalam negeri.

Daerah yang akan memberikan insentif maupun kemudahan penanaman modal harus
membuat pengaturan mengenai kedua hal tersebut yang diatur dengan Perda (PP
45/2008 pasal 7) dan paling tidak memuat:

a. Tata cara,

b. Kriteria,

c. Dasar penilaian,

d. Jenis usaha atau kegiatan penanaman modal yang diprioritaskan;

e. Bentuk insentif dan kemudahan yang dapat diberikan,dan

f. Pengaturan pembinaan dan pengawasannya.

Strategi untuk pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu


kawasan berfungsi lindung di KSN Mahato meliputi:

a. Menata kembali pembangunan sarana prasarana yang berada di kawasan


berfungsi lindung;
b. Mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang di bagian hulu wilayah sungai
(ws) mahato, kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, dan kawasan
konservasi; dan
c. Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan dengan kelerengan terjal.

Strategi untuk pengembangan koridor ekosistem antar kawasan berfungsi konservasi


pada KSN Mahato meliputi:

a. Menetapkan koridor ekosistem antarkawasan suaka alam dan pelestarian


alam;

Laporan Akhir | V - 166


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

b. Mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan budi daya pada koridor


ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi;
c. Membatasi pengembangan kawasan permukiman pada koridor ekosistem
antarkawasan berfungsi konservasi; dan
d. Mengembangkan prasarana yang ramah lingkungan pada koridor ekosistem
antarkawasan berfungsi konservasi.

Laporan Akhir | V - 167


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 5.41 Peta Sistem Konektivitas Kawasan Penyangga KSN Mahato

Laporan Akhir | V - 168


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5.8 Arahan Pengelolaan KSN Mahato dan Sekitarnya

Untuk menjaga Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mahato dimasa yang akan datang,
maka perlu adanya pengelolaan yang lebih lanjut serta berkelanjutan dengan adanyan
dukukungan dari berbagai pihak baik dari pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat
sekitarnya. Berikut ini adalah beberapa arahan pengelolaan yang dapat diterapkan
dalam menjaga KSN Mahato dan sekitarnya yaitu sebagai berikut ini.

a. Memberdayakan Pengelolaan Lokal Secara Berkelanjutan

Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan mahato diberdayakan melalui


pembentukan kawasan lindung dengan pemanfaatan terbatas sehingga masyarakat
tetap dapat memanfaatkan sumber daya hutan meskipun dengan cara-cara yang
ramah bagi lingkungan. Sebagai insentif untuk kewajiban menjaga kawasan
lindung dengan pemanfaatan terbatas tersebut, masyarakat diberikan hak
penguasaan lahan hutan dan menerima berbagai bantuan mulai dari pembangunan
infrastruktur sampai kepada proyek-proyek percontohan untuk pengentasan
kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat.

b. Mendukung Upaya Pemeliharaan Hutan Yang Dikelola Dengan Baik

Yaitu dengan memanfaatkan sejumlah dana telah dialokasikan untuk mengelolan


kawasan hutan untuk melakukan percobaan pengelolaan hutan secara lestari;
sebuah pusat penelitian dan program pelatihan kehutanan yang berkelanjutan
telah dibentuk; dan program sertifikasi baik untuk pembeli maupun bagi penjual
produk kayu hutan tropis telah mulai berjalan.

c. Pengelolaan Terhadap Pengembangan Sektor Pertanian Pada Kawasan


Penyangga

Penataan lahan produktif masyarakat, seperti hutan rakyat, kebun, sawah, yaitu
dengan cara pendampingan pengembangan pertanian organik, pemilihan jenis
tanaman yang tidak mengundang keluarnya satwa – satwa liar dan dilindungi dari
dalam kawasan mahato.

Laporan Akhir | V - 169


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

d. Pengelolaan Terhadap Kelestarian Kehidupan Habitat Gajah dan Ikan


Arwana

Membangun koridor-koridor pada habitat gajah yang terputus akibat aktivitas


pembangunan. Perlu dilakukan pengintegrasian habitat dan daerah jelajah dalam
tata ruang, perencanaan pembangunan dan pengelolaan konsesi. Mengembangkan
konsep “Managed Elephant Range” dengan melakukan pengelolaan habitat oleh
multi pemangku kepentingan secara terpadu terutama di luar kawasan konservasi
(areal HPH, HTI, Perkebunan, Pertambangan dan lahan masyarakat);

Adanya penanaman pohon kayu, bambu, rotan dan beberapa tumbuhan lain di
sekitar perairan, sehingga dengan begitu secara tidak langsung daun-daun yang
jatuh akan dijadikan makan oleh ikan arwana golden-red mahato tersebut. Pohon-
pohon yang ditanam, terangnya dapat menjadi penyangga (buffer) terjadinya
abrasi dipinggiran perairan sungai tempat habitat ikan Arwana Golden Fish dan
jenis arwana lainnya. Melakukan penangkaran terhadap ikan arwana golden-red
mahato tersebut, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat sekitar.

5.9 Indikasi Program

Berdasarkan hasil rencana yang dikeluarkan berdasarkan hasil yang telah dikaji baik
data sekunder maupun data primer, maka pada kawasan penyangga terdapat kawasan
budidaya dengan peruntukan yang telah tumbuh dan akan berkembang. Kawasan inti
adalah sebagai kawasan yang di jaga peruntukan ruangnya, sedangkan kawasan
penyangga adalah kawasan yang dikendalikan peruntukan ruangnya.

 Penetapan kawasan hutan produksi ditujukan untuk mewujudkan kawasan hutan


produksi yang dapat memberikan manfaat :

1. Mendorong peningkatan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub


sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;

2. Mampu meningkatkan fungsi lindung, menjaga keseimbangan tata air dan


lingkungan serta pelestarian kemampuan sumberdaya hutan;

Laporan Akhir | V - 170


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

3. Mampu menjaga kawasan lindung terhadap pengembangan kawasan


budidaya;

4. Mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan, meningkatkan


pendapatan daerah, dan meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar
hutan;

5. Meningkatkan nilai tambah produksi hasil hutan dan industri pengolahannya


dan meningkatkan ekspor; atau

6. Mendorong perkembangan usaha dan peran masyarakat sekitar hutan.

 Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat, dimana Rencana sebaran kawasan hutan


rakyat dapat dikembangkan di seluruh wilayah kecamatan dalam lingkup wilayah
kawasan penyangga yang berpotensi untuk dikembangkan;

 Kawasan perkebunan di Kawasan Penyangga dikembangkan berdasarkan fungsi


kawasan dan potensi yang ada pada daerah masing-masing memiliki prospek
ekonomi cepat tumbuh;

 Rencana pengembangan peruntukan perikanan di Kawasan Penyangga diarahkan


pada perikanan tangkap dan budidaya. Budidaya ikan air tawar terdiri dari
budidaya perikanan sungai, danau, telaga, kolam, dan sawah serta pembibitan
ikan; dan

 Rencana peruntukan lainnya yang arahan pengembangannya sesuai dengan


pengembangan pada pola pemanfaatan ruang kawasan penyangga KSN Mahato.

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan rencana zona pemanfaatan ruang pada
kawasan penyangga KSN Mahato yang dikeluarkan berdasarkan rencana pola ruang
yang telah disusun.

Indikasi program utama yang akan diterapkan pada KSN Mahato meliputi:

a. Indikasi program untuk Kawasan Lindung; dan

b. Indikasi program untuk Kawasan Budidaya.

Laporan Akhir | V - 171


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan . Kawasan lindung di KSN Mahato, meliputi:

a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; dan

b. Kawasan suaka alam dan pelestarian alam.

1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan


Bawahannya

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


ditetapkan dalam rangka memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara
optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu, dan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan
kayu.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


di KSN Mahato berupa kawasan hutan lindung ditetapkan di:

 Sebagian wilayah Kecamatan Tambusai, dan sebagian wilayah


Kecamatan Tambusai Utara yang berada di Kabupaten Rokan Hulu
Provinsi Riau, dan

 Sebagian wilayah Kecamatan Barumun, sebagian wilayah Kecamatan


Barumun Tengah, dan sebagian wilayah Kecamataan Barumun
Tengah yang berada pada Kabupaten Padang Lawas Provinsi
Sumatera Utara.

2. Kawasan Suaka Alam Dan Pelestarian Alam

Kawasan suaka alam dan pelestarian alam ditetapkan dalam rangka


meningkatkan pemanfaatan keunikan, kekhasan, keindahan alam dan/atau
keindahan jenis atau keanekaragaman jenis satwa liar dan/atau jenis
tumbuhan.

Laporan Akhir | V - 172


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan Budi Daya wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan

Indikasi rencana program yang dibutuhkan untuk mewujudkan program tersebut


selama 20 (dua puluh tahun) ke depan. Indikasi rencana program diuraikan sebagai
berikut:

Tabel 5.48 Indikasi Program Kawasan Lindung dan Budi Daya KSN Mahato
Periode
Lokasi/
No Kawasan Indikasi Program 2015- 2020- 2025- 2030-
Kecamatan 2014
2019 2024 2029 2034
1 Kawasan Lindung
a. Kawasan yang Disepanjang a. Relokasi kawasan budidaya di
mempengaruhi sungai kecil dan sekitar sungai besar dan kecil;
daerah setempat sungai besar di b. Penetapan status pada kawasan
(jalur hijau sungai) KSN Mahato sempadan sungai; dan
c. Penetapan dan pelestarian budidaya
ikan arwana mahato yang ada di
sungai kecil dan besar mahato;
b. Kawasan lindung Pada Kawasan a. Relokasi Permukiman penduduk di
yang Inti Mahato kawasan lindung;
mempengaruhi b. Delineasi batas area perlindungan
bawahannya setempat pada Rencana Tata Ruang
(hutan); yang lebih rinci;
c. Pengendalian aktivitas budidaya
pada hutan berfungsi lindung yang
tersisa;
d. Rehabilitasi lahan kritis; dan
e. Reboisasi
c. Penataan Kawasan Pada Kawasan a. Penataan Kembali Fungsi Kawasan
Hutan Lindung Inti Mahato Hutan Lindung
b. Program Rehabilitasi dan
Pemantapan Fungsi Kawasan Hutan
lindung
d. Perwujudan Pada Kawasan a. Rehabilitasi dan Pemantapan
Kawasan Suaka Inti Mahato Kawasan Suaka Alam
Alam b. Revitalisasi Taman Kawasan Sungai
Lindung Mahato
c. Penataan Kembali Kawasan Wisata
Alam Hutan Lindung Mahato
d. Rencana Pengembangan Kawasan
Sempadan Sungai Berhutan Bakau
(HB)
e. Perwujudan Pada Kawasan a. Studi Penangaan Bencana di
Kawasan Rawan Inti dan Kwasan Kabupaten dan/atau Kota;
Bencana Alam Penyangga b. Sosialisasi Penanganan Bencana
Banjir;
c. Sosialisasi Penanganan Bencana
Gempa;
d. Sosialisasi Penanganan Bencana
Longsor;
e. Penataan Kembali Kawasan-

Laporan Akhir | V - 173


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Periode
Lokasi/
No Kawasan Indikasi Program 2015- 2020- 2025- 2030-
Kecamatan 2014
2019 2024 2029 2034
kawasan disekitar kawasan Rawan
Bencana
f. Perwujudan Pada Kawasan a. Penataan Kawasan Cagar Alam
Kawasan Lindung Inti dan Kwasan Geologi dan Kawasan Rawn
Geologi Penyangga Bencana alam Geologi di Kawasan
Inti dan Kawasan Penyangga
Mahato;
b. Rencana Pengembangan
Pengelolaan Kawasan Lindung
Geologi;
2 Kawasan Budidaya
a. Kawasan Pada Kwasan a. Rencana Pengembangan Kawasan
Peruntukan Penyangga Peruntukan Hutan Produksi;
Hutan Produksi b. Penebangan hutan dengan sistem
tebang pilih
c. Penanaman hutan secara bertahap;
d. Perbaikan manajemen kehutanan;
dan
e. Reboisasi
b. Kawasan Pada Kwasan Rencana Pengembangan Kawasan
Peruntukan Penyangga Hutan Rakyat
Hutan Rakyat
c. Kawasan Pada Kwasan a. Review Penyusunan Master Plan
Peruntukan Penyangga Kawasan Agropolitan di Kabupaten
Pertanian dan/atau Kota;
b. Penyusunan RPJM Kawasan
Agropolitan di Kabupaten dan/atau
Kota;
c. Penyusunan DED Kawasan
Agropolitan di Kabupaten dan/atau
Kota;
d. Rencana Pengembangan Kawasan
Peruntukan Pertanian di Kabupaten
dan/atau Kota;
e. Rencana Pengembangan Kawasan
Lahan Pertanian Pangan yang
berkelanjutan (LP2B);
f. Perbaikan dan pengembangan
prasarana irigasi;
g. Peningkatan kualitas dan
produktivitas lahan;
h. Rehabilitasi prasarana pertanian;
dan
i. Ekstensifikasi lahan sesuai dengan
arahan lokasi sawah dan kesesuaian
lahan
d. Kawasan Pada Kwasan a. Rencana Pengembangan Kawasan
Peruntukan Penyangga Perkebunan Komoditi Unggulan;
Perkebunan b. Mempertahankan luas lahan yang
tersedia;
c. Peningkatan kualitas dan
produktivitas;
d. Pengembangan teknologi
penanganan pasca panen;
e. Pengembangan pola perkebunan
rakyat melalui usaha tani terpadu;

Laporan Akhir | V - 174


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Periode
Lokasi/
No Kawasan Indikasi Program 2015- 2020- 2025- 2030-
Kecamatan 2014
2019 2024 2029 2034
f. Pengembangan agrobisnis yang
terkait dengan perkebunan rakyat;
g. Pengembangan pola pemasaran dan
distribusi hasil pertanian rakyat
h. Pengembangan feeder road;
i. Ekstensifikasi lahan sesuai dengan
arahan lokasi perkebunan dan
kesesuaian lahan;
j. Peningkatan sarana dan prasarana
kawasan perkebunan
e. Kawasan Pada Kwasan a. Pengembangan dan Peningkatan
Peruntukan Penyangga Mutu Perikanan Tanggap dan
Perikanan Budidaya;
b. Pengembangan Kawasan
Peruntukan perikanan budidaya
perikanan;
c. Pengembangan panti benih
(budidaya ikan arwana); dan
d. Pengembangan sarana dan
prasarana pendukung;
f. Kawasan Pada Kawasan a. Rehabilitasi Kawasan Andalan
Peruntukan Penyangga untuk Industri Pengolahan kelapa
Industri sawit;
b. Pengembangan Kawasan Andalan
untuk Industri Pengolahan kelapa
sawit;
c. Pembangunan Kawasan Pendukung
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK);
dan
d. Rehabilitasi Pembangunan Kawasan
peruntukan industri kecil dan
menengah (IKM).
g. Kawasan Pada Kwasan a. Penyediaan Sarana dan Prasarana
Peruntukan Penyangga Pendukung Pariwisata di Kabupaten
Pariwisata dan/atau Kota;
b. Pengembangan kawasan-Kawasan
Wisata di Kabupaten dan/atau Kota;
c. Pengembangan Kawasan Pariwisata
Budaya;
d. Pengembangan Kawasan Pariwisata
Alam dan Pariwisata Buatan di
Kabupaten dan/atau Kota;
e. Pengembangan Pariwisata yang
bernilai Strategis Nasional;
f. Pengembangan Ekowisata
(akomodasi, atraksi, alam SDM);
dan
g. Pengembangan Wisata bahari, alam,
dan agrowisata.
h. Kawasan Pada Kwasan Rencana Pengembangan Permukiman
Peruntukan Penyangga Perkotaan dan Perdesaan di Kawasan
Permukiman Penyangga KSN Mahato
i. Kawasan Pada Kwasan a. Peningkatan status jalan dari jalan
Jaringan Penyangga lokal menjadi jalan kolektor;
Transportasi b. Peningkatan fungsi jaringan jalan
kolektor primer yang

Laporan Akhir | V - 175


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Periode
Lokasi/
No Kawasan Indikasi Program 2015- 2020- 2025- 2030-
Kecamatan 2014
2019 2024 2029 2034
menghubungkan pusat sekunder
dengan pusat tersier;
c. Pembebasan lahan yang terkena
pembangunan jalan;
d. Perbaikan jaringan jalan yang telah
ada.
j. Kawasan Pada Kwasan a. Penetapan Kawasan Perbatasan;
Perbatasan Penyangga b. Penyetara penyebaran penduduk
dengan kawasan perbatasan
(hinterlandnya);
c. Pengembangan sektor-sektor
ekonomi;
d. Penataan Permukiman Penduduk;
dan
e. Penetapan bata-batas wilayah antar
Kecamatan, Kabupaten dan
Provinsi.
k. Kawasan Pada Kwasan Pembangunan Sarana dan Prasarana
Peruntukan Penyangga Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Lainnya
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014

Laporan Akhir | V - 176

Anda mungkin juga menyukai