Anda di halaman 1dari 5

A.

LATAR BELAKANG

Gangguan deficit-atensi / hiperaktivitas telah ditemukan dalam literature


selama bertahun-tahun dengan berbagai istilah. Pada awal 1900-an, anak
impulsive, terdisinhibisi, dan hiperaktif – banyak di antaranya memiliki cedera
neurologis yang disebabkan oleh ensefalitis – dikelompokkan di bawah label
“sindrom hiperaktif”. Pada tahun 1960-an suatu kelompok heterogen anak-anak
dengan koordinasi buruk, ketidakmampuan belajar, dan labilitas emosional tetapi
tanpa cedera neurologis spesifik digambarkan menderita cedera otak minimal.
Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal
gangguan, seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan tingkat
kesadaran yang abnormal dan kemampuan yang buruk untuk memodulasi emosi.
Teori tersebut pada awalnya didukung oleh pengamatan bahwa medikasi stimulant
membantu menghasilkan atensi yang bertahan dan memperbaiki kemampuan anak
untuk memusatkan perhatian pada tugas yang diberikan. Sekarang ini, dunia
menghadapi pandemic COVID-19 yang membuat semua orang harus melakukan
karantina di rumah masing-masing bisa dianggap salah satu menyebabkan
gangguan, walaupun banyak variabel lingkungan dapat menyebabkannya dan
banyak gambaran klinis yang dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan salah satu
kelainan otak umum yang diderita anak-anak. Namun, remaja dan orang dewasa
dapat pula terkena ADHD dan dibutuhkan penanganan khusus agar gejala
gangguan tersebut dapat diminimalisir. ADHD dominan hiperaktif-impulsif
adalah ADHD yang dimiliki orang yang biasanya mempunyai masalah
hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
Dalam kuesioner survey, subjek penelitian diminta menjawab 20
pertanyaan yang didesain untuk mengetahui dampak COVID-19 terhadap
kesehatan mental. Berdasarkan hasil dari survey dari kuesioner yang dibagikan,
mengungkapkan bahwa remaja cenderung berfrekuensi tinggi merasa bosan dan
jenuh selama masa karantina pandemic COVID-19, menunjukkan gejala ADHD
sebanyak 87,6%.
Meski demikian, penelitian lanjutan dibutuhkan untuk mencari tahu
apakah hubungan ADHD dan frekuensi rasa bosan dan jenuh selama masa
pandemic COVID-19. Selain itu, perlu dilakukan rencana intervensi terhadap
pengidap ADHD karena adanya wabah ini berdampak buruk pada kesehatan
mental.

B. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder

ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,


dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Gangguan Perhatian dan Hiperaktivitas
ADHD pertama kali ditemukan pada tahun 1902 oleh seorang dokter Inggris,
Professor George F. Still.

ADHD adalah istilah populer, kependekan dari Attention Deficit


Hyperactivity Disorder; (Attention: perhatian, Deficit: berkurang, Hyperactivity :
hiperaktif, dan Disorder: gangguan), yang berarti gangguan pemusatan perhatian
disertai hiperaktif. Istilah ini merupakah istilah yang sering muncul pada dunia
medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan
dan psikologi. Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang
disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak dimana individu
mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan
tidak mendukung tentang perhatian mereka (Baihaqi, 2008 : 2).

Gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder menurut Nevid


(2005:160) adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh aktifitas motorik berlebih
dan ketidakmampuan untuk memfokuskan perhatian. Sattler (2002) dalam
Evanjeli (2015) menjelaskan individu dengan ADHD dapat juga mengalami
gangguan lain seperti kesulitan belajar, gangguan perilaku yang menentang,
gangguan perilaku, depresi, maupun gangguan kecemasan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan yang
disebabkan karena adanya kelebihan energy pada seorang individu yang
mengakibatkan adanya tiga perilaku utama yaitu kurangnya perhatian,
hiperaktifitas serta impulsivitas yang terjadi pada seorang individu. Seorang yang
mengalami gangguan ADHD biasanya mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi
pada satu hal dan sulit untuk tenang.

2. Ciri-ciri Attention Deficit Hyperactivity Disorder


o Sulit memusatkan perhatian

Gejalanya berupa kesulitan dalam memerhatikan arahan dari orang lain atau
pelajaran dari guru. Contohnya:

 Tidak fokus dalam mengerjakan sesuatu.


 Perhatiannya mudah teralihkan.
 Sering terlihat seperti tidak mendengarkan pembicaraan atau arahan,
bahkan ketika diajak berbicara langsung.
 Tidak memerhatikan hal-hal detail.
 Ceroboh.
 Sulit mengatur tugas dan aktivitas yang dijalani.
 Sulit mengikuti instruksi untuk mengerjakan sesuatu.
 Sering kehilangan barang-barang yang digunakan sehari-hari.
 Tidak menyukai aktivitas yang perlu memusatkan perhatian, seperti
mengerjakan PR.

Bila hanya ada gejala ini tanpa perilaku hiperaktif, artinya penderita mengalami
ADHD jenis inatentif.

Perilaku hiperaktif dan impulsif

Contoh dari perilaku hiperaktif dan impulsif adalah:


 Sulit untuk diam di tempat duduknya ketika mengikuti pelajaran di kelas.
 Kebiasaan menggerakkan bagian tubuh, terutama kaki atau tangan, ketika
sedang duduk.
 Sulit melakukan aktivitas dengan tenang.
 Berlari-lari atau memanjat sesuatu di saat yang tidak tepat.
 Sering memotong pembicaraan orang lain.
 Berbicara terlalu banyak.
 Sering mengganggu aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
 Tidak dapat diam dan selalu ingin bergerak.

3. Gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder

Gejala ADHD pada masa kanak-kanak dan remaja mudah dikenali, sedangkan
pada orang dewasa lebih sulit dideteksi. Umumnya, gejala ADHD yang dialami
pengidap saat dewasa berawal dari masa kanak-kanak. Gejala umum dari ADHD
antara lain:

 Tidak memperhatikan. Gejala ini meliputi mudah terdistraksi, pelupa, tidak


menghiraukan lawan bicara, tidak mengikuti petunjuk, tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan atau tugas di sekolah, mudah teralihkan, kehilangan
fokus, memiliki masalah dengan keteraturan, serta menghindari tugas yang
membutuhkan perhatian yang panjang.
 Hiperaktif. Gejala ini meliputi selalu tampak bersemangat, berbicara
berlebihan, sulit dalam menunggu giliran, tidak dapat duduk tenang,
menghentakkan tangan atau kaki, selalu gelisah, tidak dapat diajak duduk
untuk waktu lama, berlarian atau memanjat di situasi yang tidak sesuai, tidak
dapat bermain dengan tenang, sulit untuk bersantai, sering mengganggu orang
lain, dan selalu memberi jawaban sebelum pertanyaan diselesaikan.
 Impulsif. Gejala ini ditandai dengan perilaku berisiko tanpa memikirkan
konsekuensi dari tindakannya.
C. RENCANA INTERVENSI

Pada dasarnya, gejala ADHD dapat diminimalisir melalui konsumsi obat,


konsultasi dengan terapis dan menjalankan pola hidup sehat. Menurut situs Help
Guide, gejala ADHD yang terjadi pada anak-anak dapat dikurangi dengan
berolahraga, makan makanan sehat dan seimbang, dan tidur yang cukup.
Konsumsi obat-obatan dan konsultasi ke psikolog, terapis cognitive-behavioural,
dan spesialis pendidikan juga bisa dilakukan.
Remaja ataupun orang dewasa dapat menempuh cara-cara di atas pula
untuk meminimalisir gejala ADHD, dengan cara:
 Mengonsumsi obat, obat-obatan ini digunakan untuk membantu pengidap
lebih tenang dan mengurangi sikap impulsif sehingga dapat lebih
memusatkan perhatian.
 Berolahraga
 Makan makanan sehat
 Tidur yang cukup
 Menjalankan Cognitive Behavioural Therapy (CBT), terapi ini dilakukan
untuk menolong pengidap mengubah pola pikir dan perilaku saat
mengalami masalah dalam hidupnya.

 Terapi psikologi, terapi ini bertujuan supaya pengidap ADHD dapat


menemukan solusi untuk mengatasi gejala penyakitnya.
 Pelatihan interaksi sosial, pelatihan ini bertujuan untuk menolong
pengidap dalam memahami perilaku sosial yang dapat diterima dalam
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai