Anda di halaman 1dari 6

PRAKTIKUM SKIN TEST

BLOK 11 MODUL 3

Disusun Oleh:

Aegirine Rafilah Dahlan

1810015001

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2020
Uji Intradermal untuk Ampicillin

A. Definisi
Uji intradermal adalah pemeriksaan untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas
yang dimediasi oleh IgE terhadap bahan yang diujikan. Uji ini juga dapat
digunakan untuk mengetahui reaksi hipersentivitas tipe lambat tetapi dalam hal
ini dibatasi uji intradermal untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe cepat.
Terdapat dua cara uji intradermal:
1. Pengujian intradermal menggunakan konsentrasi alergen tetap
Uji ini digunakan bagi pasien yang telah mendapat hasil negatif pada skin
prick test. Ekstrak alergen yang digunakan berada dalam konsentrasi tinggi.
2. Quantitative Intradermal Testing Methods
Uji ini dilakukan pada pasien yang belum pernah menjalani skin prick test.
Pada tes ini digunakan ekstrak alergen yang sangat encer, kemudian jika
negatif, diberikan lagi ekstrak alergen dengan konsentrasi lebih tinggi hingga
didapatkan 2 hasil positif berurutan.
Kali ini, yang akan dibahas adalah metode yang pertama (menggunakan
konsentrasi alergen tetap).

B. Indikasi
Keperluan untuk menyuntikkan obat sistemik.

C. Kontraindikasi
Sudah diketahui terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap bahan/obat yang
diujikan.
D. Efek Samping
1. Reaksi anafilaksis
2. Urtikaria
3. Reaksi iritasi
4. Nyeri saat penyuntikan
E. Persiapan
1) Alat dan Bahan
a) Obat yang diujikan (Ampicillin)
b) Phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan Nacl 0,9%) atau larutan
NaCl 0,9%
c) Kontrol positif (larutan histamin 0,01 µg/ml) (Digunakan untuk
memastikan pada keadaan anergi)
d) Kontrol negatif (larutan NaCl 0,9%)
e) Spuit 1 cc (untuk uji intradermal)
f) Penggaris dan spidol/pulpen
g) Alkohol 70%, kapas, tisu
h) Hand scoon
i) Perlengkapan kedaruratan medik:

- Tempat tidur - Spuit 1 cc dan 3 cc


- Oksigen - Adrenalin/epinefrin injeksi
- Set infus - Kortison/kortikosteroid
- Cairan NaCl 0,9% parenteral lain.
500cc

2) Persiapan Pasien
a) Pasien menandatangani informed consent
b) Pemeriksaan dilakukan bila telah diketahui hasil uji tusuk obat
sebelumnya negatif.
c) Hentikan obat yang dapat memengaruhi hasil sesuai waktu paruh obat
(pada umumnya 3-5 hari sebelumnya). Obat yang dapat memberi hasil
positif palsu: morfin, kodein, aspirin, β blocker, tetrasiklin. Obat yang
memberi hasil negatif palsu: antihistamin, epinefrin, efedrin, aminofilin,
kortikosteroid lebih dari 10 mg prednison per hari.
d) Kondisi kulit seperti dermographisme/pressure urticaria harus dihindari
karena dapat memprovokasi hasil positif palsu.
e) Awasi tanda-tanda vital pasien. Pasien berada dalam pengawasan dokter
di rumah sakit dalam 6 jam setelah uji intradermal dilakukan.
3) Persiapan Dokter
Tidak ada persiapan khusus.
F. Prosedur Tindakan
1) Pengenceran bahan uji intraderma
a) Pengenceran bahan dilakukan tidak melebihi 2 jam sebelum uji kulit
intradermal dilakukan.
b) Cara pengenceran obat: solusio steril dari obat yang dicurigai diencerkan
menggunakan phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan NaCl 0,9%)
atau dalam larutan NaCl 0,9% sehingga diperoleh konsentrasi obat 10−1 .
Untuk ampicillin, konsentrasi obat maksimum adalah 20 mg/mL.
2) Penyuntikan bahan uji intradermal
a) Phenolated saline atau larutan NaCl 0,9% digunakan sebagai kontrol
negatif.
b) Sejumlah 0,01 ml larutan histamin 0,01 µg/ml disuntikkan pada volar
lengan bawah sampai terbentuk indurasi dengan diameter 4-6 mm.
c) Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
d) Cuci tangan 7 langkah dan pakai hand scoon.
e) Tentukan lokasi yang akan dilakukan skin test (lengan kanan atau lengan
kiri) terutama di lokasi yang dengan dapat dengan mudah dilihat.
f) Siapkan spuit 1cc yang sudah dimasukkan dengan obat
g) Bersihkan dengan alkohol lokasi yang akan disuntik
h) Uji intradermal dimulai dengan penyuntikan larutan obat dengan
konsentrasi 10−1 .
i) Sejumlah 0,01 ml larutan obat disuntikkan pada kulit ekstensor lengan.
Arahkan spuit 10-15° lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan dan
masukkan obat hingga terbentuk indurasi dengan diameter 4-6 mm.
3) Pembacaan hasil uji intradermal
a) Pembacaan hasil: pada menit ke 15-30 setelah uji intradermal dilakukan.
Hal ini karena kadang terdapat iritasi kulit setelah injeksi yang
menyebabkan kulit kemerahan dan sulit dibedakan dengan hasil
“positif”, reaksi iritasi ini sudah menghilang dalam 15-30 menit.
b) Uji intradermal disebut positif (+) bila dalam 30 menit setelah
penyuntikan bahan obat terjadi urtika dengan diameter lebih dari 10 mm
dan eritem di sekitar urtika atau bila selisih diameter urtika bahan uji dan
kontrol negatif 1,5 mm atau terjadi perluasan diameter urtika 1,5 mm
dibanding diameter urtika awal penyuntikan.
c) Penilaian menurut The Standardization Committee of Northern Society
Allergology :
 Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
 Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
 Derajat bentol + (+1) dan ++ (+2) digunakan bila bentol yang
timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol
 Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter
bentol histamin dinilai ++++(+4)
d) Bila hasil uji intradermal negatif, maka dilakukan evaluasi ulang
terhadap pasien dalam waktu 7 hari setelah tes dilakukan untuk melihat
apakah hasil tetap negatif atau menjadi positif. Bila diperlukan bisa
dilakukan evaluasi ulang setelah hari ke 7 uji intradermal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andres, B., Dordal, M. T., Perdomo, G., Rueda, M., Mujal, P., Romero, M., &
Lleonart, R. (2015). Intradermal Tests: Drug Concentration Chart. Barcelona:
European Academy of Allergy and Clinical Immunology. Retrieved from
http://www.eaaci.org/congresses/eaaci2015/clinical_village/posters/eaaci2015_
clinicalvillage_station2_intradermal.pdf
2. Rosenstreich, D. L., Fried, M. P., de Vos, G. S., & Jackman, A. H.
(2016). Manual of allergy and clinical immunology for otolaryngologists. San
Diego, CA: Plural Publishing, Inc.
3. Barbaud, A., Goncalo, M., Bruynzeel, D. P., & Bircher, A. (2001). Guidelines
for performing skin tests with drugs in the investigation of cutaneous adverse
drug reactions.
4. Genser JK, Grendelmeier PS. In vivo allergy diagnosis - skin tests. Dalam :
Akdis CA, Agache I, editor. Global Atlas Of Allergy. European Academy of
Allergy and Clinical Immunology. 2014;150-175
5. Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (2017). Panduan Keterampilan Klinis bagi
Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer.Jakarta : PB IDI.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
(2017). Panduan Keterampilan Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
di Indonesia. Semarang : PERDOSKI

Anda mungkin juga menyukai