Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERANC.

SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

“DESAIN STASIUN KERJA”

Dosen Pembimbing: Ir.Amri, S.T., M.T

Disusun Oleh:

Iqbal Maulana

180130133

Unit A4 Teknik Industri

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai tugas tambahan peranc. Sistem kerja dan ergonomi yang
dibimbing oleh bapak Ir. Amri. MT.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, Semoga kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman penulis. Penulis yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Serdang Bedagai, 18 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ...................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Upah ......................................................................3
2.2 Pendekatan Ergonomis Dalam Mendesain Stasiun Kerja ...........................3
2.3 Software Jack ......................................................................................4
2.4 Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Duduk....................................5
2.5 Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri ...................................6
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengenalan IKM ..................................................................................8
3.2 Proses Produksi ...................................................................................8
3.3 Pengolahan Data ..................................................................................8
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.........................................................................................10
4.2 Saran ...................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desain stasiun kerja yang ergonomis merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk pencapaian suatu produktivitas kerja yang tinggi. Desain stasiun
kerja akan berpengaruh pada sikap kerja yang dilakukan pekerja baik duduk
maupun berdiri. Masing-masing sikap kerja mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap tubuh. Di dalam mendesain suatu stasiun kerja, salah satu pertimbangan
penting yang tidak boleh dilupakan adalah setiap manusia berbeda satu dengan yang
lainnya (Tarwaka, 2015).

Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan
kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut (Tarwaka,
2015). Oleh sebab itu, penempatan seorang pekerja seharusnya sesuai dengan beban
optimum yang sanggup dilakukan. Selain 2 itu juga dipengaruhi oleh pengalaman,
keterampilan motivasi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, kelelahan
merupakan segi yang harus mendapat perhatian di perusahaan-perusahaan tekstil.
Kelelahan berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan
tubuh untuk bekerja. Kelelahan yang terus-menerus untuk jangka waktu yang
panjang akan menyebabkan terjadinya kelelahan kronis (Suma’mur, 2009).

World Health Organization (WHO) dalam model kesehatan yang dibuat


sampai tahun 2020 meramalkan gangguan psikis berupa perasaan lelah yang berat
dan berujung pada depresi akan menjadi penyakit pembunuh nomor dua setelah
penyakit jantung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja
Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di
negara tersebut yang dipilih secara acak menunjukkan bahwa 65% pekerja
mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental
dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan. Hasil
penelitian yang dilakukan pada salah satu perusahaan di Indonesia khususnya pada
bagian produksi mengatakan rata-rata pekerja mengalami kelelahan dengan

1
mengalami gejala sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di bahu
(Irma dkk, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah


penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan desain stasiun kerja dan postur kerja
dengan menggunakan analisis biomekanik untuk mengurangi beban statis dan
keluhan pada otot di londry x ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum Mengetahui perbedaan beban kerja dan kelelahan kerja


antara sikap kerja berdiri dan duduk pada karyawan londry x.

Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui dan menganalis karakteristik tenaga kerja bagian


mengambil pakaian, menyetrika dan meletekkan pakaian.

b. Untuk mengukur dan menganalisis perbedaan beban kerja antara sikap


kerja berdiri dan duduk pada karyawan londry x.

c. Untuk mengukur dan menganalisis perbedaaan kelelahan kerja antara


sikap kerja berdiri dan duduk pada karyawan londry x.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi londry x Hasil penelitian ini dapat memberi bahan masukan untuk
mengetahui perbedaan beban kerja dan kelelahan kerja antara sikap kerja berdiri
dan duduk pada karyawan londry x.

2. Bagi Tenaga Kerja Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai


tambahan masukan dan informasi mengenai kondisi yang diamali pekerja.

3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan mampu memberikan acuan


bagi penelitian selanjutny

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Desain Stasiun

Stasiun kerja (work station) adalah area, tempat atau lokasi dimana aktivitas
produksi akan diselenggarakan untuk merubah bahan baku menjadi sebuah produk
yang memiliki nilai tambah. Stasiun kerja yang dirancang secara benar akan mampu
memberikan keselamatan dan kenyamanan kerja bagi operator yang selanjutnya
akan berpengaruh secara signifikan didalam menentukan kinerjanya

2.2 Pendekatan Ergonomis Dalam Mendesain Stasiun Kerja

Agar setiap desain produk dapat memenuhi keinginan pemakainya maka


harus dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut :

➢ Mengetahui kebutuhan pemakai (berdasarkan kebutuhan dan orientasi


pasar, wawancara langsung dengan pemakai produk yang potensial dan
menggunakan pengalaman pribadi). Fungsi produk secara detail (dapat
memuaskan pemakai harus dijelaskan secara detail melalui daftar item
masing-masing fungsi produk).

➢ Melakukan analisis pada tugas-tugas desain produk. Mengembangkan


produk. Melakukan uji terhadap pemakai produk. Suatu desain produk
disebut ergonomis apabila secara antropometris, faal, biomekanik dan
psikologis kompatibel dengan manusia pemakainya.

Menurut Das and Sengupta (1993) pendekatan secara sistemik untuk


menentukan secara dimensi stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada
etnik, jenis kelamin dan umur.
2. Mendapatkan data antropometri yang relavan dengan populasi pemakai
3. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pemakaian,
sepatu dan posisi normal

3
4. Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan kursi
dan meja kerja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan
bekerja dengan posisi duduk maupun berdiri secara bergantian.
5. Tata letak dari alat-alat tangan, control dalam kisaran jangkauan
optimum
6. Menempatkan displai yang tepat sehingga operator dapat melihat objek
dengan pandangan yang tepat dan nyaman
7. Review terhadap stasiun kerja secara berkala

Desain fasilitas kerja yang baik harus berorientasi pada manusia sebagai
pengguna peralatan tersebut. Desain fasilitas harus mempertimbangkan dimensi
tubuh pengguna atau anthropometri pengguna. Antropometri merupakan cabang
dalam human sciences yang membahas mengenai ukuran tubuh, bentuk, kekuatan,
dan kapasitas kerja. Antropometri merupakan cabang penting dalam ilmu ergonomi
(Pheasant, 2003). Antropometri berasal dari kata “anthro” yang memiliki arti
manusia dan “metri” yang memiliki arti ukuran. Menurut Wignjosoebroto (2000),
antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia. Ketinggian meja kerja yang terlalu rendah sering menjadi penyebab postur
kerja yang membungkuk.

Perancangan fasilitas sesuai anthropometri pekerja dapat membantu


mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur berdiri, duduk
atau postur kerja lainnya. Pada beberapa pekerjaan, terdapat postur kerja yang tidak
alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat
mengakibatkan keluhan sakit pada tubuh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
yang berkaitan dengan postur tubuh, antara lain yaitu semaksimal mungkin
mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan postur membungkuk dengan
frekuensi yang sering dan jangka waktu lama. Selain itu, seorang pekerja juga
seharusnya tidak menggunakan jangkauan maksimum (Susihono dan
Prasetyo,2012). Kerja monoton seringkali menyebabkan pembebanan yang
monoton pada berbagai bagian otot dan mengakibatkan kelelahan.

2.3 Software Jack

Pada penelitian ini perancangan stasiun kerja akan dilakukan dengan


software Jack. Kondisi tubuh dari manekin dalam software ini dapat disesuaikan
sesuai dengan kondisi asli dari tubuh antropometri manusia aktual. Keunggulan dari
software Jack adalah dalam hal menciptakan simulasi manusia dengan karakteristik
ergonomi, biomekanik, dan antropometri yang kemudian dapat dioperasikan dan

4
bertindak layaknya di dunia nyata. Dalam penelitian ini, secara biomekanika
terdapat beberapa analisis dalam analisis toolkit jack yang digunakan, yaitu :

1. Low Back Analysis (LBA) Digunakan untuk mengevaluasi gaya yang


diterima oleh tulang belakang pada postur dan kondisi tertentu. Dalam analisis
LBA, terdapat dua hal yang menjadi fokus utama yaitu pada muscle tension yang
menjelaskan mengenai gaya yang terjadi pada beberapa otot yaitu erecctor spine,
latissimus dorsi, erternal oblique, internal oblique, dan rectus abdominus dan
menggambarkan momen gaya yang terjadi pada L4 dan L5.

2. Static Strength Perediction (SSP) Digunakan untuk mengevaluasi


presentase dari suatu populasi pekerja yang memiliki kekuatan untuk melakukan
pekerjaan yang diberikan pada virtual human berdasarkan postur tubuh, jumlah
energi yang dibutuhkan, dan antropometri.

3. Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) Digunakan untuk


memperkirakan kecukupan waktu pemulihan yang tersedia untuk suatu pekerkajan
sehingga dapat menghindari kecelakaan kerja.

4. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Merupakan metode ergonomi


yang digunakan untuk mengevaluasi postur kerja seorang pekerja terhadap faktor
resiko dalam melakukan pekerjaannya.

2.4 Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Duduk


Clark (1995), menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk
mempunyai derajat stbulitas tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan
subjektif bila bekerja lebih dari dua jam. Di samping itu tenaga kerja juga dapat
mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan. Mengingat posisi duduk
mempunyai keuntungan maupun kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja
yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis
pekerjaan apa saja yang sesuia dilakukan dengan posisi duduk. Untuk maksud
tertentu,
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat duduk yang
dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan tubuh. Ukuran
tempat duduk disesuai dengan dimensi ukuran antropometri pemakainya. Fleksi
lutut membentuk sudut 90º dengan telapak kaki bertumpu pada kaki atau injakan
kaki (Pheasant 1988). Jika landasan kerja terlalu rendah, tulang belakang akan
membentuk kedepan, dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat dari posisi rileks,

5
sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman. Sanders dan
McCormick (1987) memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan
kerja pada posisi kerja sebagai berikut :
1. Jika memungkinkan menyediakan meja dan dapat diatur turun dan naik
2. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi
rileks pada bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal
atau sedikit menurun (sloping dwon slightly)
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang
yang berlebihan

2.5 Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri


Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan diperusahaan.
Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan
maupun kerugian. Menurut Sutalaksana (2000), bahwa sikap berdiri merupakan
sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga kativitas kerja yang dilakukan lebih
cepat kuat dan teliti. Namun demikian, posisi duduk keberdiri dengan masih
menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri itu
sendiri lebih melelahkan dari pada duduk dan energy yang dikeluarkan untuk
berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk
Pada desain stasiun kerja berdiri,apa bila tenaga kerja harus bekerja untuk
periode yang lama,maka factor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan
pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus di desain agar tidak
terlalu banyak menjangkau, menbungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi
kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut Pulat(1992) dan Clark(1996)
memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik di lakukan dengan
posisi berdiri adalah sebagai berikut :
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2. Harus memegang objek yang berat(lebih dari 4,5 kg)
3. Sering menjangkau ke atas,kebawah,dan ke samping
4. Sering di lakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5. Di perlukan mobilitas tinggi

6
Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri,secara
perinsip hamper sama dengan desain ketinggian landasan kerja posisi duduk.
Manuaba (1986),Sanders dan McCormick(1987) Grandjean(1993) memberikan
rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri di dasarkan
pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut :
1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk
mengurangi pembebanan statis pada otot bagian belakang, tinggi
landasan kerja adlah 5-10 cm diatas tinggi siku berdiri.
2. Selama kerja manual,di mna pekerja sering memerlukan ruangan untuk
peralatan,material dan konteiner dengan berbagai jenis,tinggi landasan
kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat,tinggi
landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

7
BAB III

PEMBAHASAN

Studi Kasus Toko Londry X

3.1 Pengenalan IKM


Londry x adalah sebuah industry rumahan yang bergerak di bidang produk
dan jasa mencuci pakaian yang berlokasi di Jl. Amal Kec. Galang kota, Kab.Deli
Serdang, Sumatera Utara 20585. Londry x senantiasa memberikan pelayanan jasa
terbaik dalam memuaskan konsumen demi meningkatkan outfit usaha, kualitas,
produktifitas serta ketepatan waktu.

3.2 Proses Produksi


Londry x hanya menerima jasa mencuci pakaian mulai dari pakaian anak-
anakasampai orang dewasa. Namun untuk pakaiannya sendiri juga memiliki
kriteria, diantaranya tidak diperkenankan untuk pakaian yang menciut saat dicuci
dan juga tidak melayani mencuci celana dalam apapun. Alat bantu yang digunakan
pada proses produksi ini adalah, mesin cuci, dan alat setrika.

3.3 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan mengukur tpostur kerja berdiri dan
postur kerja duduk dengan desain stasiun kerja hasil rancangan. Postur kerja yang
memberikan nilai yang lebih baik akan menjadi postur kerja yang
direkomendasikan. Postur kerja yang dipilih adalah postur kerja saat mengambil
pakaian, postur kerja saat menyetrika pakaian, dan postur kerja saat meletakkan
pakaian yang telah disetrika pada tempat yang disediakan. Masing-masing kondisi
akan dianalisis menggunakan analisis (Static Strength Prediction) SSP, (Low Back
Analysis) LBA, (Ovako Working Posture Analysis) OWAS, dan (Rapid Upper
Limb Assessment) RULA dengan bantuan software Jack 8.2. Hasil analisis postur
kerja awal ditunjukan pada tabel 1.

SSP digunakan untuk mengetahui seberapa besar prosentase suatu postur


kerja dapat diterima oleh suatu populasi tertentu. Sehingga dengan SSP akan
diketahui apakah postur kerja yang dilakukan dapat diterima atau tidak. Analisis
LBA akan menunjukan tekanan, momen, dan gaya yang diterima pada otot-otot
tulang belakang (Erector Spine, Latimus Dorsi, External Oblique, Interal Oblique,
Rectus Abdominus) sehingga dapat diketahui beban yang diterima otot saat
melakukan pekerjaan. Analisi RULA digunakan untuk mengetahui apakah postur

8
kerja yang dilakukan pekerja aman dilakukan atau tidak. Sedangkan analisis OWAS
dilakukan untuk mengetahui tingkat urgensi suatu postur tubuh.

Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Postur Kerja Awal

Postur Kondisi OWAS LBA (N) RULA

Mengambil pakaian Aktual berdiri 2 1118 7

Aktual duduk 2 971 5

Menyetrika pakaian Aktual berdiri 2 901 5

Aktual duduk 2 765 5

Meletakkan pakaian Aktual berdiri 2 831 4

Aktual duduk 4 1349 6

Tabel 2. Dimensi Stasiun Kerja Baru

Part Dimensi Persentil *Ukuran (cm) *Total (cm)

Sandaran kursi Lebar bahu bagian atas 95% 38 38

Kedalaman kursi Panjang popliteal 5% 38+3.8 (allowance 10 %) 42

Lebar kursi Lebar pinggul 95% 38+3.8 (allowance 10 %) 42

Tinggi kursi Tinggi popliteal duduk 5% 42 42

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Setelah Perbaikan

Postur OWAS LBA (Newton) RULA

Mengambil pakaian 1 350 3

Menyeterika pakaian 1 446 3

Meletakkan pakaian 1 551 3

9
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan menggunakan rancangan


stasiun kerja baru, dimana staisun kerja tersebut terdiri dari meja dan kursi yang
telah didesain sesuai dengan antropometri tubuh pekerja dan sesuai dengan gerak
tubuh kerja yang dibutuhkan pekerja sehiggga terhindar dari postur kerja yang
berbahaya. Postur usulan yang diberikan adalah, pekerja duduk pada kursi (stasiun
kerja usulan) dengan posisi tubuh tegap, arah kepala sejajar dengan arah objek yang
dikenai pekerjaan, dan pekerja dihindarkan dari posisi kerja membungkuk dan
posisi kerja twist. Dengan menerapkan stasiun kerja baru dan postur kerja baru
terbukti dengan analisis biomekanik dapat menurunkan beban statis pada otot
sehingga dapat disimpulkan bahwa keluhan pada otot muskuloskeletal dapat
berkurang.

3.2 Saran

Dari pembahasan di atas diharapkan kepada pegiat IKM dapat memilih


kursi dan meja serta peralatan lain yang digunakan dalam proses produksi terutama
yang berkaitan dengan kenyaman dalam bekerja yang talh memenuhi standart
kesehatan bekerja, agar terhindar dari kelelahan dan rasa nyeri pada punggung
akibat dari duduk yang tidak ergonomis ataupun dalam keadaan berdiri.

10
DAFTAR PUSTAKA

Husein, T., Kholil, M., & Sarsono, A. (2009). Perancangan Sistem Kerja
Ergonomis Untuk Mengurangi Tingkat Kelelahan. INASEA, Vol 10 No. 1, 45-58.
Madyana, A. (1996).

Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya


Yogyakarta. Middlesworth, M. (1993).

Manuaba, A.1999. Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tenaga Kerja Dan


Perusahaan. Dalam: Proceedings Symposium Dan Pameran Ergonomi Indonesia
2000, Tehnology Business Operation Unit IPTN. Bandung: I:1-9

Tarwaka,1995. Penyerasian Alat Kerja Terhadap Perkembangan Antropometri


Tenaga Kerja Wanita Pada Sektor Industry Pakaian Jadi Di Bali. Majalah Hiperkes
Dan Keselamatan Kerja , Jakarta: XXVIII(2): 47-55.

11

Anda mungkin juga menyukai