Anda di halaman 1dari 40

Nama : Mifthahul Khoir

No BP : 1911412023
Laporan: LO Radiologi Kedokteran Gigi

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Terapan Dasar Radiologi KG.


a) Sejarah Radiologi

Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika pertama kali menemukan sinar
Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda yang
disebutnya sinar baru atau sinar-X. Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi
dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa
bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-
cara pemeriksaan konvensional (Rasad, 2000).
Dua pelopor x-ray gigi lainnya adalah William David Coolidge dan Howard Riley
Raper. Kemajuan paling signifikan dalam radiologi datang pada tahun 1913 ketika
William D. Coolidge memperkenalkan tabung katoda panas berisi kawat pijar
didalamnya. Pada tahun 1919, William D. Coolidge dan General Electric
memperkenalkan mesin x-ray gigi. Pada tahun 1923, miniatur yang lebih kecil dari versi
yang pertama dimunculkan, dan dalam 30 tahun terakhir kemajuan besar telah dibuat
dalam membatasi ukuran sinar x-ray (Thomson & Johnson, 2012).
b) Radiografi Kedokteran Gigi

Radiografi dan pengambilan gambar modilitas lainnya digunakan untuk mendiagnosis


dan memantau penyakit mulut, serta untuk memantau perkembangan dentofasial dan
kemajuannya atau prognosis terapi. Pemeriksaan radiograf dapat dilakukan dengan
menggunakan pengambilan gambar secara digital atau dengan film konvensional
(American Dental Association, 2012).
Pemeriksaan radiograf secara konvensional terbagi menjadi pemeriksaan radiografik
proyeksi intraoral seperti periapikal yang terdiri dari paralel dan bisekting, oklusal,
bitewing, dan ektraoral seperti panoramik, lateral sefalometri dan Postero Anterior (PA)
sefalometri (Miles, dkk, 2009).
c) Terapan Radiologi Kedokteran gigi
 Kegunaan radiologi dalam bidang kedokteran gigi secara garis besar:
 Radiodiagnosa mengetahui kelainan pada gigi, contohnya: adanya kelainan
apikal dan periapikal
 Untuk mengetahui adanya kelainan pada rahang
 Untuk mengetahui adanya fraktur rahang atau akar gigi
 Untuk mengetahui karies yang tersembunyi, karies sekunder, kedalaman
karies, dll
 Untuk melihat lokasi lesi / massa / benda asing pada rongga mulut
 Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi
 Untuk melihat adanya penyakit periodontal dan trauma
 Evaluasi hasil perawatan, yaitu untuk melihat keberhasilan perawatan yang
telah dilakukan, contohnya: mengetahui apakah apeks gigi telah menutup
setelah dilakukan perawatan apeksifikasi
 Untuk keperluan prosedur eksodonsi, contohnya : melihat hubungan gigi
dengan sinus maksilaris atau kanalis mandibularis sebelum dilakukan
eksodonsi
 Pada bidang forensik, untuk mengidentifikasi korba, baik korban kecelakaan
maupun pembunuhan. Dokumen foto radiogrfic tersebut dicocokkan dengan
kondisi korban
 Perencanaan suatu perawatan kuratif dan rehabilatif

 Dalam kedokteran gigi radiografi terbagi atas:


- Radiografi intra oral
Radiografi Intraoral terbagi menjadi tiga tipe yaitu periapikal, bitewing, dan
oklusal. Periapikal dan bitewing adalah yang paling sering digunakan dalam
proyeksi di kedokteran gigi (Miles, dkk, 2009).
Radiografi Periapikal
Dua teknik yang digunakan untuk radiografi periapikal antara lain
teknik paralel dan teknik bisekting. Teknik paralel adalah metode yang
sering menjadi pilihan, karena teknik paralel jarang menghasilkan gambar
distorsi. Sedangkan teknik bisekting kekurangannya yaitu distorsi gambar.
Teknik bisekting digunakan pada pasien dengan lengkung palatal rendah
dan juga anak-anak yang tidak mampu menyesuaikan dengan posisi teknik
paralel (Farman & Kolsom, 2014).
Tujuan radiografi periapikal adalah untuk merekam seluruh gigi dan
tulang pendukung, dan digunakan untuk mengevaluasi karies dan
kehilangan tulang periodontal, serta membantu dalam diagnosis dan
perawatan.

Radiografi Bite Wing


untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah
anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat
permukaan gigi yang berdekatan dengan puncak tulang alveolar.
untuk melihat karies dibawah restorasi.

Radiografi Oklusal
untuk melihat area yang luas pada rahang atas dan rahang bawah pada
satu film.

- Radiografi Ekstraoral
foto panoramik
 gambaran yang memperlihatkan struktur facial, termasuk maksila
dan mandibula serta struktur pendukungnya.

foto lateral
 untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka,diagnosa fraktur,
keadaan patologis tulang tengkorak dan muka
 untuk evaluasi kondisi dari tulang dan posisi impaksi gigi/ lesi
yang besar

foto chepalometric
 untuk memperlihatkan relasi gigi rahang atas dan rahang bawah
dengan tulang wajah.
 untuk melihat tengkorak, tulang wajah akibat trauma penyakita
atau kelainan tumbuh kembang
 untuk melihat jaringan lunak nasofaring, sinus paranasal, dan
palatum keras.

foto postero anterior


 untuk melihat tengkorak pada bidang postero anterior
 untuk memperlihatkan struktur gambaran wajah : sinus frontalis,
ethmoidalis, fossa nasalis, dan orbita

foto antero posterior


 untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan mandibula
 untuk memperlihatkan gambaran sinus frontalis, ethmoidalis, dan
tulang hidung. Dll.
d) Alat yang digunakan
1) Pesawat sinar x
Pada dasrnya dibagi menjadi dua jenis :
- Standar/ dengan pesawat kaki (mobile)
Keuntungannya: dapat dipindahkan sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan
- Jenis fixed
Pesawat yang menempel pada dinding dan langit (plafon)
Keuntungannya: tidak memerlukan tempat yang luas
Pesawt sinar x terdiri dari tiga komponen utama:
1. Kepala tabung sianr x (tube head), terdiri dari:
a. Tabung hampa udara (glass x-ray) tube)
berisikan filamen, copper block dan target
b. Step-up transformer
diperlukan untuk menaikkan tegangan utama
c. Step-up dwon transformer
diperlukan untuk menurunkan tegangan utama
d. Pelindung lead (surrounding lead shield)
untuk meminimalisir kebocoran
e. Minyak
untuk mengantisipasi panas yang timbul
f. Aluminium filtration
untuk menghilangkan bahaya penggunaan sinar x (sebagai filter)
g. Collimator
menentukan besarnya berkas sinar x yang keluar
h. Cone
untuk menentukan arah sinar x, membatasi luas berkas sinar x dan
mencegah radiasi hambur
2. Kontol panel
Komponen kontrol panel terdiri dari :
a. Tombol on/off
b. Timer
c. Warning lightyang menyala ketika sinar x dihasilkan
d. Exposure time selector, terdiri dari :
> Numerical  menentukan waktu
> Anatomical menetukan area mulut yang akan disinari sinar
xselanjutnya waktu eksposur ditentukan secara otomatis
3. Lengan pesawat sinar x

2) Film sinar x
Terdiri dari dua jenis :
a. Non- screen film (film intraoral)
digunakan untuk film intraoral. Ukuran film yang digunakan antara lain:
> 31x41 mm periapikal
> 22x35mm  bite wing
> 57x76mm foto oklusl

Film ini dikemas dalam satu paket yang terdiri dari :


o Pembungkus luar dari plastik lunak
Fungsi : untuk melindungi cairan saliva yang dapat mengkontaminasi
film
o Kertas hitam
Fungsi : melindung film dari cahaya yang dapat merusak film
o Lead foil
Terletak dibelakang film, berfungsi untuk mencegah adanya sisa
radiasi yang dapat melewati film menuju kejaringan pasien

3) Grid
alat yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi radiasi hambur
yang dapat menyebabkan kabut pada hasil radiografis/ membuat gambar menjadi
kabur
4) Duty cycle
mengatut frekuensi penyinaran
5) Extension arm
mengatur posisi dan jarak dari tube head dengan control panel

2. Mahasiswa Mampu Mengetahui dan Menjelaskan Teknik Pengambilan Foto Rotgen.


A. Intra Oral
 Radiografi Periapikal
Tujuan radiografi periapikal adalah untuk merekam seluruh gigi dan tulang
pendukung, dan digunakan untuk mengevaluasi karies dan kehilangan tulang
periodontal, serta membantu dalam diagnosis dan perawatan. Radiografi
intraoral dapat di hasilkan dengan menggunakan reseptor film atau digital
(Williamson, 2009). Setiap foto radiograf periapikal biasanya menunjukkan
dua hingga empat gigi dan didukung informasi yang rinci tentang gigi dan
jaringan yang mengelilingi tulang alveolar (Whaites, 2009).
Gambar foto periapikal

Indikasi utama radiografi periapikal adalah :

a) Untuk mendeteksi infeksi/ inflamasi bagian apikal.

b) Penilaian terhadap kondisi periodontal.

c) Setelah adanya truma pada gigi dan berhubungan dengan tulang alveolar.

d) Penilaian kehadiran dan posisi dari gigi yang belum erupsi.

e) Penilaian mofrologi akar sebelum pencabutan/ekstraksi.

f) Penilaian sebelum dan setelah operasi apikal.

g) Evaluasi mendetail dari kista apikal dan lesi lainnya dalam tulang alveolar.

h) Evaluasi setelah operasi implan (Whaites, 2009).

Radiografi periapikal terdiri dari 2 teknik yaitu :

Teknik Paralel
Radiografi periapikal teknik paralel digunakan pada pengambilan
gambar gigi untuk mengurangi bentuk distorsi pada gambar dan
mengurangi radiasi X-ray.
Teknik pengambilan gambarnya yaitu dengan meletakkan film atau
reseptor gambar paralel ke gigi untuk diambil gambar, dan mengarahkan x-
ray beam tegak lurus dengan film dan giginya (Miles, dkk, 2009).

Keuntungan :
a) Gambar dihasilkan akurat secara geometris dengan perbesaran yang
kecil.

b) Bayangan dari dinding zygomatik muncul diatas apikal gigi molar.

c) Dataran tulang periodontal ditampilkan dengan baik dan jaringan


periapikal ditunjukkan dengan akurat dengan pemanjangan yang minimal.

d) Mahkota gigi terlihat dengan baik sehingga dapat dideteksi apakah ada
karies.

e) Radiograf memungkinkan untuk di reprodusi pada waktu kunjungan


dan operator yang berbeda.

f) Posisi relatif dapat dipertahankan antara film, gigi, dan X-ray beam,
tidak berpengaruh pada kepala pasien (Whaites, 2009).

g) Dengan memegang gambar reseptor yang sesuai perangkat,


membutuhkan waktu kurang dari mencoba untuk mencari posisi dari
garis-imajiner.

h) Bila menggunakan pemegang reseptor gambar panjang 16 inci, dosis


radiasi pasien dapat dikurangi.

i) Menghasilkan gambar dengan distorsi dimensi minimal.

j) Meminimalkan superimposisi struktur yang berdekatan.

k) sumbu panjang gigi dan merekam bidang reseptor gambar dapat secara
visual terletak sehingga lebih mudah untuk mengarahkan sinar-x tepat
(Thomson & Johnson, 2012).

Kerugian :

a) Posisi pegangan dalam mulut dapat mempersulit operator yang belum


berpengalaman.

b) Apikal gigi kadang muncul sangan dekat dengan ujung film.

c) Memposisikan pegangannya pada daerah molar ketiga bisa sangat sulit.

d) Pegangan bersifat disposable (Whaites, 2009).

e) Penempatan reseptor gambar mungkin sulit untuk diterima pada pasien


tertentu: anak-anak, orang dewasa dengan mulut kecil, lengkung palatal
rendah, atau adanya tori, pasien dengan mukosa sensitif atau refleks
muntah yang tinggi, daerah edentulous.

f) Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan ketidaknyamanan pasien


saat reseptor gambar mempengaruhi jaringan mulut (Thomson & Johnson,
2012).

Teknik Bisecting

Teknik ini, yang sering disebut dengan teknik “Short-cone periapical” adalah
yang paling sering digunakan di praktik kedokteran gigi rutin dengan small low-
output dental x-ray (Mason, 1988). Film intraoralnya diletakkan dekat dengan gigi
dan X-Ray beamnya dapat diarahkan pada sudut yang tepat untuk film dan
obyeknya, biasanya dipegang oleh pasien sendiri (Mitchell, dkk, 2014).
Teknik bisekting menggunakan aturan isometri yaitu dua segitiga adalah sama
jika mereka memiliki dua sudut yang sama dan memliki satu sisi yang sama
(Iannucci & Howerton, 2012).

Gambar 1. Aturan Isometrik (Iannucci & Howerton, 2012)

Teknik pengambilan gambarnya antara lain yaitu:

1. Reseptor gambar diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan


diperiksa tanpa membengkokkan reseptornya.

2. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang
reseptor gambar dinilai dan dibagi dua (Whaites & Drage, 2013).

3. Tabung X-ray diposisikan pada sudut yang tepat pada garis bisekting
dengan pusat sinar pada X-ray menuju menembus pada apeks gigi.

4. Menggunakan prinsip geometrik dari segitiga sama sisi, panjang


sebenarnya gigi akan ekual dengan panjang gambar gigi.

Keuntungan :
a) Memberikan detail yang bagus (Poyton, 1982).
b) Memposisikan film relatif simpel dan cepat, serta nyaman untuk pasien,
pada seluruh area mulut.

c) Apabila seluruh angulasinya di taksir dengan benar, gambar giginya


akan sama panjang dengan gigi aslinya dan

seharusnya adekuat (namun tidak ideal) untuk kebanyakan tujuan


diagnosis (Whaites, 2009).

d) Cocok untuk pasien dengan lengkung palatal yang rendah dan pasien
anak-anak (Farman & Kolsom, 2014). dan mandibular yang sensitif di
area premolar (Iannucci & Howerton, 2012).

Kerugian :

a) Sulit untuk disejajarkan (Poyton, 1982).

b) Semakin banyak variabel yang terlibat sering menghasilkan gambar


yang terdistorsi sangat buruk. Mahkota gigi sering mengalami distorsi.

c) Kesalahan dalam angulasi vertikal menyebabkan gambar memanjang


atau memendek. Kesalahan angulasi horizontal menyebabkan tumpang
tindih dari mahkota dan akar. Angulasi vertikal dan horizontal harus
disesuaikan untuk tiap pasien. hal ini memerlukan ketrampilan.

d) Tingkat tulang periodontal terlihat sangat buruk.

e) Pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas menyempit.

f) Dasar dinding os zygoma sering bertabrakan (overlies) dengan akar gigi


M1 Rahang Atas (Whaites, 2009).

g) Distorsi gambar dan kelebihan radiasi (Farman & Kolsom, 2014).

 Radiografi BiteWing
- untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah anterior
dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukaan gigi
yang berdekatan dengan puncak tulang alveolar.
- untuk melihat karies dibawah restorasi.

Teknik bitewing:
- film yang digunakan: spesial bite wing film, standard film dangn bite film
holder
- pasien menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film dalam mulut
Gambar foto bitewing

 Radiografi Oklusal
Radiografi oklusal adalah radiografi yang digunakan untuk melihat anatomi
tulang maksila maupun mandibular dengan area yang luas dalam satu film.
Radiografi oklusal dapat mendeteksi adanya fraktur, celah di palatum, dan
kelainan lainnya dari area yang luas. Film yang digunakan adalah film khusus
oklusal.
Teknik rontgen oklusal:
- Mengintrusikan pasien untuk mengoklusikan dan menggigit bagian
film.
- cross section view : sinar diarahkan tegak lurus terhadap film dan
oklusal plane
- topographic view : sinar diarahkan ≤ 90o terhadap film oklusal
plane 45o – 60o

B. Ekstra Oral
1. Teknik foto panoramik
gambaran yang memperlihatkan struktur facial, termasuk maksila dan
mandibula serta struktur pendukungnya.
 Kelebihan foto panoramik :
> Daerah liputannya luas daripada intraoral
> Dosis radiasi foto panoramik ini relatif lebih kecil, dimana dosis
radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik sama
dengan dosis empat kali foto intraoral
 Kekurangan foto panoramik
> Dapat terjadi sedikit distorsi
Pada penegakkan diagnosa, foto panoramik berguna untuk:
- Adanya lesi tulang/ ukuran dari posisi gigi terpendam/ impaksi yang
menghalanngi gambaran pada intraoral
- Melihat tulang alveolar dimana terjadi pocket lebih dari 6mm
- Melihat kondisi gigi sebelum dilakuakan rencana pembedahan
- Rencana perawatan orthodonti yang diperlukan untuk mengetahui
keaadaan gigi atau benih gigi
- Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada bagian mandibula
- Rencana perawatan implan gigi untuk vertical heightnya
- Mengevaluasi TMJ disorders/kelainan.

Teknik Foto Panoramik:

- film dimasukkan ke dalam kaset


- buat identifikasi pasien di bagian depan kaset
- letakkan kaset di kaset holder
- lepaskan perhiasan, logam, kacamata, dll
- pasien duduk memegang hand holder
- atur posisi kepala pasien
- atur image layer
- pasien diminta menggigit bite plastic
- tentukan kondisi sinar x
- pasien diinstruksikan untuk diam ± 15 menit
- tekan tombol penyinaran

Gambar foto panoramic

2. Teknik foto lateral


untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka,diagnosa fraktur, keadaan
patologis tulang tengkorak dan muka
untuk evaluasi kondisi dari tulang dan posisi impaksi gigi/ lesi yang besar
3. Teknik chepalometric
untuk memperlihatkan relasi gigi rahang atas dan rahang bawah dengan tulang
wajah.
untuk melihat tengkorak, tulang wajah akibat trauma penyakita atau kelainan
tumbuh kembang
untuk melihat jaringan lunak nasofaring, sinus paranasal, dan palatum keras

chepalometric projection, terdiri atas


 posteroanterior chepalometric
tube head diputar 90o sehingga arah sianr x tegak lurus pada sumbu
transmetal
 lateral chepalometric
posisi tube head berada di sisi kiri pasien
 oblique chepalometric
arah tube head berasal dari belakang salah satu ramus
4. Teknik foto postero anterior
untuk melihat tengkorak pada bidang postero anterior
untuk memperlihatkan struktur gambaran wajah : sinus frontalis, ethmoidalis,
fossa nasalis, dan orbita
5. Teknik foto antero posterior
untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan mandibula
untuk memperlihatkan gambaran sinus frontalis, ethmoidalis, dan tulang hidung

6. Proyeksi water / sinus projection


evaluasi maksila, sinus frontal,ethmoidalis,orbita,sutura zygomatico frontalis
dan rongga nasal

7. Reverse towne projection


untuk memeriksa fraktur dari leher condilus mandibula (pasien dengan
kondilus mengalami perpindahan tempat)
untuk melihat dinding postero lateral maksila

8. Submentovertex projection
untuk meliaht dasar tengkorak
posisi dan orientasi kondilus,sinus sphenoidalis dan fraktur pada arcus
zygomaticus, lengkung mandibula, dan dinding lateral sinus maksila

3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Mutu Hasil Rotgen.


A. Standar
 Gambaran foto rontgen dianggap baik:
1) struktur anatomis dari regio gigi yang difoto harus jelas, yaitu perbedaan dari
gambaran enamel, dentin, kamar pulpa, dan jaringan periapikalnya harus betul-
betul tajam dan terlihat jelas.
2) gambaran dari puncak-puncak tonjol gigi atau cusp gigi yang difoto yaitu cusp
bukal,lingual atau palatal sedapat mungkin bersatu, dimana permukaan oklusal
dari gigi tersebut tidak terlihat sama sekali.
3) Daerah interdental dibawah titik kontak dua gigi yang bertetangga pada foto
tidak boleh tumpang tindih satu dengan yang lain, sehingga tidak terlihat
4) Pada film radiografis intraoral proyeksi periapikal, daerah interdental harus
tampak jelas, kecuali pada kasus gigi berjejal.
 Factor yang memengaruhi mutu hasil rotgen.

a) penggunaan reseptor gambar tercepat sehingga kompatibel dengan


peran diagnostik (film atau digital).

b) paparan film dan teknik pengolahan yang tepat.

c) penggunaan pelindung dan kerah tiroid.

d) meminimalkan jumlah gambar yang diambil untuk memperoleh


informasi diagnostik yang penting saja (American Dental Association,
2012).

Kualitas gambar dan detail yang ditampilkan pada radiograf tergantung pada
beberapa faktor antara lain seperti :
1. Kontras, perbedaan antara macam-macam warna hitam, putih, dan
bayangan abu-abu.

2. Geometri gambar, posisi relatif dari reseptor gambar, objek, dan tabung
X-ray.

3. Karakteristik dari X-ray beam.

4. Ketajaman dan resolusi gambar (Whaites, 2009).

 Syarat utama evaluasi mutu radiograf intra oral:


1. Harus konsisten
2. Pengetahuan tentang penyakit/ kelainan
3. Pemahaman anatomi tiga dimensi
4. Syarat kondisi saat membaca(sumber cahaya,keadaan ruangan,pembesaran
gambar)

 Evaluasi mutu radiograf:


1. Objek tercakup semua dalam radiograf dan terletak di tengah
2. Kontras, detil,ketajaman baik
3. Daerah interdental tampak jelas
4. Cusp bukal dan lingual/palatal terletak dalam satu bidang(untuk gigi posterior),
untuk gigi anterior perhatikan daerah servikal dan panjang gigi rata-rata
5. Distorsi minimal

Kesalahan sudut vertikal


 Sudut vertikal yang seharusnya menghasilkan gambaran radiografik yang baik.
 Sudut vertikal yang terlalu besar menyebabkan pemendekan gambar.
 Sudut vertikal yang terlalu kecil menyebabkan gambar memanjang.
 Kesalahan sudut horizontal
 Gambaran normal

Kesalahan Sudut Horizontal

Gambaran Normal

 Syarat evaluasi mutu ekstra oral


 Evaluasi Mutu Radiografi Sefalometri Posterior Anterior

Gambar radiografi sefalometri posterior anterior yang memiliki mutu yang baik
dan dapat diinterpretasi secara akurat memiliki criteria:
- Objek tercakup, yaitu objek yang akan dilihat kelainanya semua tampak
dalam gambar .
- Kontras baik, yaitu perbedaan dari daerah raiopaque dan radiolucent
terlihan jelas .
- Detail baik, yaitu tanda-tanda anatomis tampak dengan jelas
- Ketajaman baik, yaitu ouline dari setiap tanda anatomis terlihat jelas
- Proporsional antara muka atas dan bawah serta bentuk dan ukuran gigi
- Sinus frontal dan septum nasal terlihat jelas
- Simetris antara muka bagian kiri dan kanan
- Ouline mandibula kiri dan kanan sama jelas
 Evaluasi Mutu Radiografi Sefalometri Lateral

Gambar radiografi sefalometri lateral yang memiliki mutu yang baik dan dapat
diinterpretasi secara akurat memiliki kriteria
- Objek tercakup, yaitu objek yang akan dilihat kelainanya semua tampak dalam
gambar
- Kontras baik, yaitu perbedaan dari daerah raiopaque dan radiolucent terlihan
jelas
- Detail baik, yaitu tanda-tanda anatomis tampak dengan jelas
- Ketajaman baik, yaitu ouline dari setiap tanda anatomis terlihat jelas
- Sella tursica berhimpit dan tidak ada bayangan
- Oklusi gigi terlihat jelas
- Sebaiknya terlihat bayangan jaringan lunak pada hidung dan bibir
- Garis Frankfort sejajar dengan lantai
 Evaluasi Mutu Radiografi Panoramik
- Gambar radiografi panoramic yang memiliki mutu yang baik dan dapat
diinterpretasi secara akurat memiliki kriteria :
- Objek tercakup, dari Temporomandibular Jpint sampai tepi mandibula
- Kontras baik, yaitu perbedaan dari daerah raiopaque dan radiolucent terlihan
jelas
- Detail baik, yaitu tanda-tanda anatomis tampak dengan jelas
- Ketajaman baik, yaitu ouline dari setiap tanda anatomis terlihat jelas
- Kejelasan tiga region gigi abterior, dan kondiloid kanan dan kiri
- Simetris, yaitu sudut mandibula kiri dan kanan sama jelas
- Gigi posterior dan anterior proporsional dan memiliki warna yang jelas
- Tidak terdapat gost image, yaitu bayangan dari benda-bedan yang dipakai oleh
pasien, seperti anting-anting.

B. Prosesing
Struktur Film Radiografi Dental
Film radiologi terdiri dari 4 komponen utama:
• A plastic base., transparan, berisi cellulose acetate, berfungsi sebagai
pendukung emulsi, namun tidak mempengaruhi hasil akhir (final image)
• Selapis tipis bahan adhesive untuk penahan emulsi pada base.
• Bahan emulsi (Emulsion) yang berada pada 2 sisi dari base, berisi kristal perak
halida (biasanya bromida) ditanam dlm matriks gelatin.
• Lapisan pelindung (protective layer) berupa clear gelatin yang melindungi
emulsi dari kerusakan

Prosesing Film
Prosesing adalah serangkaian tahap untuk mengubah gambaran laten
(tersembunyi) pada film yang telah terekspos menjadi gambar radiografi yang
visibel (dapat dilihat)
Proses pembentukan bayangan laten pada film radiografi
 Paparan radiasi  kimiawi : mengubah kristal silver halide yg bersifat
fotosensitif pada film radiografi utk memproduksi gambaran laten
(tersembunyi).
 Prosesing film  mengubah gambaran laten menjadi gambaran
radiografik yg visible (dpt dilihat = visual).

Prosedur Umum Prosesing


1. DEVELOPING  Memasukkan film yg telah terpapar sinar X
dlm larutan developer
2. RINSING  Mencuci film dg air mengalir
3. FIXING  Memasukkan film dlm larutan fixer
4. WASHING Mencuci film dg air
5. DRYING  Mengeringkan film

1. DEVELOPING
 Merupakan tahap pertama dalam prosesing
 Menggunakan cairan kimia developer
 Tujuannya secara kimiawi mengendapkan kristal perak halida yang
telah terpapar sinar X sehingga berwarna hitam
 Fungsi utama developer : mengubah kristal silver halide yg telah
terpapar sinar X menjadi butiran bromida dan silver metalik.
 Larutan developer juga berfungsi melunakkan emulsi film solution
selama dalam prosesing
 Proses developing dilakukan dg cara memasukkan dan
menggoncangkan film dlm lar developer selama 5-10 detik, sampai
terbentuk bayangan putih.

Komposisi Larutan Developer


Fungsi Bahan Kimia Aktifita
s
kimiawi
Activator Sodium Melunakkan&mengembangkan emulsi
carbonate shg reducing agent bs bekerja lebih efektif
Reducing Metol Menghasilkan gbrn abu-abu
Agents Hydroquinone Menghasilkan gbrn hitam lebih lambat
drpd metol, menghasilkan kontras yang
baik antara hitam dan putih
Restraine Potassium Mereduksi kristal2 yg tdk tertembus sinar
r bromide X dan mencegah gbrn kabut pd film
Preservat Sodium sulfite Mencegah zat pereduksi teroksidasi
ive

Solvent Water Pelarut bahan kimia

2. RINSING

 Rinsing merupakan tahap yang penting untuk menghentikan


developing dengan cara membersihkan sisa-sisa developer

 Umumnya membutuhkan waktu sekitar 20 detik dengan air yang


mengalir

 Tahap ini tetap harus dilakukan dalam ruang gelap di bawah


safelight

3. FIXING

Fungsi utama : melarutkan dan menghilangkan Kristal silver halide dari


emulsi film --- yg tdk terproses selama developing.
Proses fixing dilakukan dg cara memasukkan film dlm lar fixer selama 10
menit, dan menggoncangkan film setiap 5-30 detik utk mencegah
terbentuknya gelembung udara, sampai terbentuk bayangan gigi dan jar
sekitarnya.
Komposisi Larutan Fixer

Fungsi Bahan Kimia Aktivitas Kimia

Acidifier Acetic or sulfuric Menetralisir sisa2 larutan


acid developer yang msh
tersisa

Fixing agent Ammonium Melarutkan sisa kristal


thiosulfate silver halida yang tdk
tersinari

Hardener Alumunium M’kerutkan &


chloride/sulfide m’keraskan gelatin pd
Preservative Sodium sulfite emulsi film
Menjaga keseimbangn
kimiawi lar.fixer

Solvent Water Pelarut bahan kimia

4. WASHING
 Menggunakan air mengalir sampai bau asam dari lar fixer
menghilang.
 Efektif pd suhu air 60 F.
 Tujuan : utk menghilangkan sisa-sisa larutan fixer.
 Proses washing yg tdk baik dpt menyebabkan discolorisasi dan
menyebabkan stains (kotoran/noda) pd film shg mengurangi
keakuratan informasi diagnostik.
5. DRYING

 Merupakan tahap akhir dari prosesing film.

 Film dikeringkan dalam suhu ruang menggunakan dryer dalam


heated drying cabinet

 Film harus benar-benar dalam kondisi kering sebelum dipegang

Darkroom/Kamar Gelap
 Istilah Kamar Gelap sering digunakan untuk mendeskripsikan
kondisi dengan pencahayaan yang minimal.
 Pada kamar gelap, semua lampu harus dimatikan, atau bebas
dari sinar putih, lampu maupun sinar alam.
 Pada kondisi kamar gelap, diusahakan tidak terdapat celah
yang memungkinkan sinar untuk masuk.
 X-ray film sangat sensitif terhadap visible white light.
 Adanya kebocoran white light dapat menyebabkan film fog
(film berkabut).
 Film yang berkabut nampak berwarna keabuan pudar, kurang
kontras dan susah untuk diagnosa.

Requirements for a Darkroom


 Harus selalu dalam kondisi bersih.
 Kontrol infeksi dilaksanakan dengan penggunaan sarung tangan,
disinfektan, spray, dan handuk kertas/lap disposible.
 Tertdapat container khusus yang diberi label untuk film yang telah
dipakai dan telah terkontaminasi saliva pasien.
 Tersedia recycle container untuk lead foil; lead foil seharusnya
tidak dibuang ke dalam tempat sampah.
 Lampu intensitas rendah (light-tight room)
 Tanki prosesing untuk cairan developer dan fixer.

Types of Darkroom Lighting


 Room lighting: white light dapat digunakan ketika aktivitas
pembersihan, pencampuran bahan maupun restocking materials.
 Safelighting : safelight adalah pencahayaan menggunakan sinar
dengan intensitas cahaya yang rendah, biasanya dalam spektrum
merah-orange. Safelight ini dapat digunakan dalam kamar gelap
untuk memudahkan dalam melakukan prosesing namun masih
dalam batas aman tanpa efek yang merusak film. Pada film
ekstraoralsafelight akan merusak film krn intensifying screennya
sangat sensitif thd sinar.

Metode Prosesing
1. Manual :
 Dengan kamar gelap :

Metode visual dan Metode temperatur (waktu)


Yang dipergunakan pada lab radiologi adalah metode visual.
Perbedaan metode visual dan metode temperatur waktu adalah
pada saat developing.
Pada metode visual, film dimasukkan dlm lar developer sampai
terbentuk bayangan putih;
Pada metode temperature, waktu, lamanya tahap developing
mengikuti tabel temperatur waktu.
 Tanpa kamar gelap (self procesing) : larutan monobath
disuntikkan dlm pembungkus film yg telah disinar, dipijat 15 detik
---- pembungkus film dibuka --- film dimasukkan lar pengeras ----
dibilas air ---- dikeringkan.

2. Otomatis --- menggunakan prosesor otomatis


 Metode Manual dg menggunakan kamar gelap
 Automatic film processing merupakan metode yang cepat dan
simple untuk melakukan prosesing dental x-ray films.
 Setelah melepaskan paket film, otomatis, automatic processor
akan tahapan prosesing dengan sendirinya.

Keuntungan Automatic Film Processing


 Membutuhkan waktu yang lebih sedikit.
 Waktu dan temperaturnya lebih terkontrol.
 Peralatan yang dibutuhkan lebih sedikit.
 Tempat yang digunakan lebih minimal.

C. Kesalahan dan Penyebab Kegagalan Radiograf


Klasifikasi kegagalan radiograf menurut Rushton & Homer (1994) dibagi berdasarkan
aspek-aspek berikut:

1. Keberadaan bagian apeks gigi atau area yang dimaksudkan untuk didiagnosis
tidak terlihat dalam gambar maupun tulang periapikal yang muncul hanya
sepanjang kurang dari 3mm.

2. Gambar yang kabur dari apeks gigi ataupun area yang dimaksudkan untuk di
diagnosis.

3. Adaanya cone cut dinilai sebagai kesalahan dimana cone memotong sebuah
bagian dari gigi geligi.

4. Angulasi vertikal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar yang
memanjang atau memendek. Secara subyektif dikategorikan sebagai “ringan” dan
“berat”, tidak dapat digunakan dalam klinis apabila masuk kategori “berat”.

5. Angulasi horizontal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar gigi
tumpang tindih (apabila dilihat dari mahkota maupun akar gigi). Film tidak dapat
diterima ketika tumpang tindih mencapai setengah dimensi horizontal dari akar
maupun mahkota.

6. Film yang melengkung menghasilkan gambar distorsi seperti gambar yang


merenggang pada gigi yang akan didiagnosis, ditolak apabila gambar tidak dapat
diandalkan untuk penggunaan klinis.

7. Anatomi yang terlalu keatas (Superimpose) dari daerah yang dimaksudkan.


Apabila hingga mengkaburkan gambar apeks gigi atau daerah yang dimaksud,
maka radiograf ditolak.

8. Tidak adanya mahkota gigi dalam radiograf, hilang secara keseluruhan maupun
sebagian dari mahkota gigi.

9. Posisi film, yang ideal adalah ketika gigi yang dimaksud berada di
tengah/pusat. Penyimpangan dari posisi yang ideal dinilai sebuah kegagalan,
karena posisi yang buruk membuat hilangnya sebagian besar daerah yang
dimaksudkan untuk didiagnosis.

10. Kesalahan akibat hal yang lain seperti gerakan dari pasien maupun alat
radiografinya, film yang terbalik, dan adanya benda asing .
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Dasar-Dasar Interpretasi Radiologi KG

A. Struktur Anatomi
1. Enamel

enamel
a. Lokasi : terletak pada semua gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen.
Berada hanya pada mahkota gigi paling koronal dengan batas bawah adalah
dentin.
b. Ukuran : mengikuti luas permukaan mahkota gigi dan memiliki
ketebalan kurang lebih 1-2,5 mm, dan tertipis di perbatasan dengan sementum di
CEJ.
c. Jumlah : melingkupi setiap mahkota gigi.
d. Bentuk : menyesuaikan bentuk oklusal tiap gigi.
e. Radiodensitas : enamel menunjukkan suatu gambaran radiopak yang sangat jelas,
paling radiopak di antara semua struktur gigi. Paling radiopak karena strukturnya
yang berbeda dari struktur jaringan keras lain yang terdapat pada tubuh manusia.

2. Dentin

a. Lokasi : terletak pada semua gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen.
Berada pada mahkota dan akar gigi, pada mahkota berada tepat dibawah enamel. Pada
akar gigi, dentin mengelilingi pulpa hingga ke ujung ak
b. ar.
c. Ukuran : mengikuti luas permukaan mahkota gigi dan memiliki
ketebalan kurang lebih 10 mm, dan tertipis di apikal gigi.
d. Jumlah : melingkupi setiap mahkota gigi.
e. Bentuk : menyesuaikan bentuk oklusal tiap gigi.
f. Radiodensitas : dentin menunjukkan gambaran radiopak, tetapi tidak lebih
radiopak dari pada enamel dan sementum.

3. Sementum

a. Lokasi : terletak pada semua gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen.
Berada pada seluruh permukaan akar gigi mengelilingi dentin, ke arah koronal
berbatasan dengan enamel yang disebut pertautan enamel sementum (Cemento Enamel
Junction). Bagian terluar dikelilingi oleh ligamen periodontal yang nampak radiolusen
pada gambar.
b. Ukuran : mengikuti luas permukaan akar gigi dan memiliki
ketebalan 10-60 mikron pada separuh koronal akar gigi, dan paling tebal sekitar 150-
200 mikron pada sepertiga apikal akar gigi.
c. Jumlah : melingkupi setiap akar gigi.
d. Bentuk : menyesuaikan bentuk akar gigi, karena menyusuri seluruh
permukaan akar gigi.
e. Radiodensitas : sementum menunjukkan suatu gambaran radiopak, hampir sama
dengan enamel. Tetapi karena ukurannya yang sangat tipis, sulit untuk menemukannya
dalam foto ronsen.

4. Ruang pulpa (pulp chamber) dan saluran akar pulpa (pulp canal)
a. Lokasi : terletak pada semua gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen.
Berada pada mahkota gigi dan akar gigi. Pulpa dikelilingi oleh dentin.
b. Ukuran : mengikuti bentuk anatomi dari gigi, ukuran bisa beragam.
c. Jumlah : ruang pulpa terdapat 1 pada tiap gigi, dan saluran akar pulpa pada
tiap gigi beragam dari 1 sampai 3 bahkan lebih jika terdapat anomali. Pada gigi-gigi
anterior normalnya terdapat 1 saluran akar pulpa dan premolar pertama dan kedua RB
juga memiliki 1 saluran akar pulpa, pada gigi premolar pertama RA umumnya terdapat
2 saluran akar pulpa, pada semua gigi molar RA terdapat 3 saluran akar, sedangkan
molar RB terdapat 2 saluran akar.
d. Bentuk : menyesuaikan bentuk oklusal tiap gigi.
e. Radiodensitas : ruang pulpa dan saluran akar pulpa merupakan gambaran
radiolusen.

5. Ligamen periodontal

a. Lokasi : ligamen periodontal terletak mengelilingi semua permukaan akar


gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen. Berada diantara sementum dan lamina
dura.
b. Ukuran : melingkupi seluruh permukaan akar gigi dengan ketebalan
berkisar antara 0,3-0,1 mm.
c. Jumlah : melingkupi permukaan akar setiap gigi.
d. Bentuk : seperti garis hitam melingkupi permukaan akar setiap gigi.
e. Radiodensitas : ligamen periodontal menunjukkan gambaran radiolusen berserat
yang mengelilingi akar gigi, nampak berserat karena ligamen periodontal terdiri dari
serat-serat pendukung gigi.

6. Lamina dura

a. Lokasi : berada mengelilingi akar gigi.


b. Ukuran : ketebalan beragam, jika terjadi kerusakan maka garis
putih tersebut akan nampak radiolusen atau ketebalan radiopaknya berkurang.
c. Jumlah : terdapat melingkupi permukaan akar setiap gigi-geligi.
d. Bentuk : seperti garis putih yang melingkupi seluruh permukaan akar gigi.
e. Radiodensitas : lamina dura menunjukkan gambar garis radiopak sepanjang akar
gigi yang mengelilingi ligamen periodontal.

7. Tulang alveolar

Tulang alveolar

a. Lokasi : terdapat pada RA dan RB.


b. Ukuran : menyesuaikan ukuran rahang.
c. Jumlah : seluas RA dan RB.
d. Bentuk : menyesuaikan rahang.
e. Radiodensitas : Serangkaian kompartemen radiolusen yang mewakili sumsum
tulang, dipisahkan oleh tulang trabekular yang radiopak seperti sarang lebah.
8. Fossa nasalis

(yang ditunjuk oleh angka 10)


a. Lokasi : terletak pada rahang atas, di dekat apikal dari gigi insisivus
sentral.
b. Ukuran : seukuran jempol orang dewasa.
c. Jumlah : terdapat 1 fossa nasalis pada setiap tengkorak kepala manusia.
d. Bentuk : membulat tapi tidak jelas.
e. Radiodensitas : gambaran radiolusen dengan tepi radiopak, dan ditengah bulatan
radiolusen tersebut terdapat garis radiopak difuse yang memotong bulatan radiolusen
menjadi 2 bagian kanan dan kiri.

9. Aveolar crest

Alveolar crest pada gigi anterior


Alveolar crest pada gigi posterior

a. Lokasi : terletak pada bagian dari rahang yang menopang gigi geligi.
Merupakan puncak dari lamina dura. Terletak kurang lebih 2 mm dari apikal ke CEJ.
b. Ukuran : tidak menentu, tergantung dari jarak antar gigi yang
bersebelahan itu sendiri, jika jauh maka alveolar crest datar dan luas, jika dekat maka
alveolar crest sempit dan tajam.
c. Jumlah : menyesuaikan dengan jumlah gigi, terdapat satu alveolar crest
diantara 2 buah gigi.
d. Bentuk : pada daerah posterior mendatar, dan pada daerah anterior
meninggi atau meruncing ke koronal.
e. Radiodensitas : gambaran radiopak yang merupakan puncak dan akhir dari
lamina dura ke arah koronal.

10. Nasal spinalis anterior

a. Lokasi : terletak di rahang atas, di daerah apikal dari gigi insisivus sentral.
b. Ukuran : kecil, dengan panjang sekitar 1-5 mm.
c. Jumlah : terdapat 1 spina nasalis anterior pada setiap tengkorak manusia.
d. Bentuk : berupa tonjolan tulang di bawah fossa nasalis, yang merupakan
perpanjangan dari dasar atau lantai dari fossa nasalis.
e. Radiodensitas : perpanjangan radiopak dari septum nasalis.

11. Linea oblique eksterna

a. Lokasi : terletak di rahang bawah kanan dan kiri, di daerah posterior dari
gigi molar dari arah anterior ramus asenden mandibula ke arah molar.
b. Ukuran : sesuai dengan bentuk dari mandibula.
c. Jumlah : ada 2 pada mandibula, kanan dan kiri.
d. Bentuk : sesuai dengan bentuk dari mandibula.
e. Radiodensiti : garis radiopak dari arah anterior ramus asenden mandibula ke
arah molar.

12. Foramen insisivus

a. Lokasi : terletak di antara akar atau apikal insisif sentral rahang atas.
b. Ukuran : berbeda-beda, bulatan dengan diameter kurang lebih 3-5
mm.
c. Jumlah : terdapat 1.
d. Bentuk : bulat dan bisa juga oval.
e. Radiodensiti : bulatan radiolusen dengan batas difuse yang kurang jelas.
13. Linea oblique interna

a. Lokasi : terletak pada rahang bawah posterior, kanan dan kiri, di daerah
lingual.
b. Ukuran : sesuai dengan bentuk dari mandibula.
c. Jumlah : ada 2 pada mandibula, kanan dan kiri.
d. Bentuk : bentukan tulang menonjol yang memanjang di daerah lingual,
kanan dan kiri mandibula.
e. Radiodensitas : garis radiopak yang melintang sepanjang akar molar rahang
bawah.

14. Foramen lingual

a. Lokasi : terletak di rahang bawah bagian anterior rahang di daerah lingual.


Berada di daerah apikal insisif sentral rahang bawah.
b. Ukuran : kurang dari 1 mm.
c. Jumlah : 1.
d. Bentuk : bulat kecil.
e. Radiodensitas : bulatan radiolusen yang kecil.
15. Kanalis mandibularis

a. Lokasi : terletak pada rahang bawah kanan dan kiri, melintang secara
horizontal di bawah gigi molar.
b. Ukuran : lebarnya (dari garis radiopak hingga garis radiopak di
bawahnya) berkisar antara 3-4 mm.
c. Jumlah : 2 kanan dan kiri mandibula.
d. Bentuk : seperti tabung yang panjang.
e. Radiodensitas : berupa radiolusen yang dibatasi oleh garis radiopak, dan
memanjang di bawah gigi geligi molar.

16. Sinus maksilaris

(ditandai dengan angka 5)


a. Lokasi : terletak pada rahang atas, kanan dan kiri, di daerah apikal dari
gigi molar pertama rahang atas, meluas sampai premolar dan kadang kaninus.
b. Ukuran : sepanjang gigi molar pertama rahang atas sampai gigi
premolar atau kaninus.
c. Jumlah : 2 pada rahang atas, kanan dan kiri.
d. Bentuk : bulatan yang tidak beraturan.
e. Radiodensitas : ruang radiolusen dengan batas radiopak yang jelas.
17. Tuberositas maksilaris

a. Lokasi : terletak di rahang atas, kanan dan kiri di bagian posterior dari
geligi molar yang paling akhir di rahang tersebut, dan merupakan batas akhir dari
rahang atas.
b. Ukuran : seukuran mahkota gigi molar.
c. Jumlah : terdapat 2 di rahang atas, kanan dan kiri.
d. Bentuk : seperti benjolan membulat di posterior gigi molar.
e. Radiodensitas : berupa gambaran radiopak di posterior gigi molar paling akhir di
rahang atas.

18. Sutura palatina mediana

a. Lokasi : terletak membujur di tengah palatum, dan membagi palatum


menjadi 2 bagian kanan dan kiri.
b. Ukuran : memanjang sepanjang palatum.
c. Jumlah : 1 pada rahang atas.
d. Bentuk : garis panjang di tengah palatum, mulai dari bagian tengah insisif
sentral rahang atas sampai ke posterior.
e. Radiodensitas : garis radiolusen tipis dengan batas radiopak.
19. Foramen mentalis

a. Lokasi : terletak di rahang bawah kanan dan kiri, di daerah apikal dari
premolar kedua.
b. Ukuran : diameter kurang lebih 2 mm.
c. Jumlah : terdapat 2 di mandibula kanan dan kiri.
d. Bentuk : bulat dan kadang sedikit oval.
e. Radiodensitas : bulatan radiolusen.

20. Mental ridge

a. Lokasi : terletak pada rahang bawah bagian anterior daerah lingual.


b. Ukuran : ketebalan sekitar 3-4 mm.
c. Jumlah : 1 pada rahang bawah.
d. Bentuk : garis tebal
e. Radiodensitas : garis radiopak yang tebal yang melintang di daerah apikal dari
geligi anterior rahang bawah.

21. Prosessus zygomaticus


(ditunjuk oleh angka 3)
a. Lokasi : terletak pada rahang atas kanan dan kiri, di daerah apikal dari gigi
molar.
b. Ukuran : garis panjang seperti panjang gigi molar dan tebal.
c. Jumlah : melingkupi setiap mahkota gigi.
d. Bentuk : garis tebal seperti huruf J atau U.
e. Radiodensitas : garis tebal radiopak yang berbentuk seperti huruf J atau U di
daerah apikal gigi molar.

22. Nutrient canals

a. Lokasi : terletak pada akar gigi rahang atas dan rahang bawah, tetapi
biasanya lebih terlihat jelas pada gigi anterior rahang bawah. Merupakan jalan masuk
pembuluh darah dan nervus.
b. Ukuran : lebar kurang dari 1 mm, dan panjang vertikal di bawah
apikal gigi.
c. Jumlah : sesuai jumlah akar gigi yang ada.
d. Bentuk : garis panjang.
e. Radiodensitas : terlihat seperti garis vertikal yang radiolusen di bawah akar gigi.
Mudah dilihat di regio anterior.
B. Kelainan Normal
 Fordyce granule adalah kelenjar sebasae ektopik atau sebasae
choristomas(jaringan normal yang terdapat dalam rongga mulut yang terletak
dalam lokasi abnormal).
 Hairy tongue adalah perpanjangan secara abnormal dari papilla filiformis yang
membuat dorsom lidah tampak berambut.
 Fissure tongue adalah kondisi varian normal yang ditandai dengan terdapatnya
celah yang dalam di dorsum lidah dan umumnya tidak terasa sakit
 Torus adalah tonjolan tulang pada rahang. Terletak pada garis tengah palatum dan
gusi cekat lingual dari mandibular.
 Leukoedema adalah diskolorasi mukosa menjadi keputihan, difusse , dan filmy
seperti lipatan-lipatan permukaan yang mengakibatkan mengkerutnya mukosa.

 Kelainan abnormal

1.Agenisi

a. Lokasi : bisa terjadi di rahang atas maupun rahang bawah di regio posterior maupun
anterior. Merupakan kelainan dimana tidak terdapat benih gigi. Dapat terjadi pada gigi
sulung maupun gigi permanen. Umumnya disebabkan karena herediter atau keturunan.
b. Ukuran : -
c. Jumlah : tidak menentu, bisa hanya satu gigi bisa juga banyak.
d. Bentuk : -
e. Gambar ronsen: tidak terdapat gambar bentukan benih gigi di dalam rahang.

2. Dilaserasi
a. Lokasi : bisa terjadi pada gigi manapun. Kelainan ini merupakan pembengkokan /
lengkungan dari akar-akar gigi yang lain dari biasanya. Etiologi dihubungkan dengan
trauma ketika terjadi pertumbuhan akar. Faktor herediter juga dapat terlibat pada
beberapa kasus.
26

b. Ukuran : bisa ujung ajar saja, tengah dan seluruh panjang akar.
c. Jumlah : -
d. Bentuk : struktur akar atau apikal gigi yang bengkok.
e. Gambar ronsen: gambaran struktur gigi normal yang bengkok.

3. Crowded dan Maloklusi Kelas 2 Divisi 1.

4. Taurodonsia
a. Lokasi : gigi-gigi mempunyai mahkota yang panjang, menyebabkan ruang pulpa
bertambah tinggi dalam arah apiko-oklusal. Lebih sering mengenai gigi

permanen daripada gigi susu. Dapat terjadi pada pasien dengan Down Syndrome,
Klinefelter Syndrome, amilogenesis imperfecta.
b. Ukuran : menyesuaikan bentuk gigi tersebut.
c. Jumlah : 1 pada 1 gigi, bisa terjadi pada lebih dari 1 gigi.
d. Bentuk : seperti ruang pulpa hanya lebih besar dan lebih tinggi puncaknya.
e. Gambar ronsen: gambaran ronsen pulpa yang radiolusen tetapi lebih luas dari pada
ukuran ruang pulpa normal

Anda mungkin juga menyukai