Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SURAT AL-KAFIRUN, AN – NASHR, AL - LAHAB

Dosen Pengampu :

Ainun Nadlif, S.Ag, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Arsita Wahyuningsih (182071200016)

2. Farichatul Ilmiah (182071200018)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa dan karena limpahan dan
rahmat serta anugerahnya, penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu, penulis sangat berterima kasih atas bantuan serta
sumbangan tenaga, pemikiran – pemikiran dari berbagai pihak sehingga makalah ini
dapat terwujud.

Penulis mohon maaf sebesar - besarnya bila ada salah dalam penulisan dan bila
ada perkataan yang tidak berkenan di hati. Oleh sebab itu, penulis menanti kritik dan
saran untuk dijadikan acuan yang guna bagi penulis nantinya supaya dapat membuat
mkalah yang lebih baik lagi.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
penulis sendiri serta semoga makalah ini berguna dalam meningkatkan wawasan.

SIDOARJO, 27 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................................ii

PENDAIIULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................1

C. Tujuan.....................................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................2

PEMBAHASAN................................................................................................................2

A. Surat Al Kafirun.....................................................................................................2

B. Surat An Nashr.......................................................................................................7

C. Surat Al Lahab......................................................................................................11

BAB III............................................................................................................................16

KESIMPULAN...............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAIIULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai umat islam kita memiliki dua sumber hukum islam yang utama,
yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Namun dalam menetapkan sebuah hukum kita perlu
penafsiran dari kedua sumber hukum tersebut. Karena apabila kita memaknai
keduanya secara normatif, maka dapat dikhawatirkan akan salah arti dan tidak
sesuai dengan permasalahan yang kontemporer. Tafsir adalah kunci untuk
membuka pintu gudang yang tenimbun dalam Al-Qur‘an.
Sungguh sangat disayangkan apabila Al-Qur’an hanya dilafadzkan saja oleh
orang-orang Islam dengan irama dan lagu yang indah, tetapi kesan yang diperoleh
dari Al-Qur‘an sedikitpun tak membekas kecuali sekedar nyanyian irama lagu atau
sekedar mengambil berkah dari padanya. Terkadang kita lalai dan enggan untuk
memahami apa makna dari AlQuran dan Al-Hadist. Padahal didalam makna ayat-
ayat Al-Quran lersebut terdapat mutiara indah yang mampu menjadi pedoman
untuk hidup kita.
Dari kegiatan menafsirkan ayat-ayat Al~Quran dan hadist tersebut, kita bisa
lebih memahami makna apa yang terkandung dalam sebuah ayat. Sena kita dapat
mengetahui asbabun nuzul surat atau ayat yang kita tafsirkan. Dalam makalah ini
kami akan membahas tentang tafsir surat Al-Lahab. An-Nashr, Al-Kairun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa isi kandungan Surat Al-Kafirun?
2. Apa isi kandungan An-Nashr ?
3. Apa isi kandungan Al-Lahab ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui seagala sesuatu tentang Surat Al-Kafirun.
2. Untuk mengetahui seagala sesuatu tentang Surat An – Nashr
3. Untuk mengetahui seagala sesuatu tentang Surat Al-Lahab

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Surat Al Kafirun
Surat Al Kafirun (‫ )الكافرون‬adalah surat ke-109 dalam Al Quran. Berikut ini
terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat Al Kafirun. Surat ini terdiri dari enam
ayat dan merupakan Surat Makkiyah. Dinamakan surat Al Kafirun yang berarti
“orang-orang kafir” karena surat ini memerintahkan Rasulullah untuk berbicara
kepada orang-orang kafir bahwa beliau takkan menyembah berhala yang mereka
sembah.
Ia dinamakan juga Surat Al ‘Ibadah. Karena surat ini memproklamirkan
ibadah hanya kepada Allah dan takkan beribadah kepada berhala yang disembah
orang kafir. Dinamakan pula Surat Ad Din sebagaimana ayat terakhir. Nama
lainnya adalah surat Al Munabadzah dan Muqasyqasyah. Dinamakan
Muqasyqasyah atau Muqasyqisyah (penyembuh) karena kandungannya
menyembuhkan dan menghilangkan penyakit kemusyrikan.
1. Surat Al Kafirun beserta Artinya.

‫ َواَل أَنَا عَابِ ٌد‬. ‫ َواَل أَ ْنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما أَ ْعبُ ُد‬. َ‫ اَل أَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدون‬. َ‫قُلْ يَا أَيُّهَا ْال َكافِرُون‬
ِ ‫ لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي ِد‬. ‫ َواَل أَ ْنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما أَ ْعبُ ُد‬. ‫َما َعبَ ْدتُ ْم‬
‫ين‬
(Qul yaa ayyuhal kaafiruun, laa a’budu maa ta’buduun. Walaa antum ‘aabiduuna
maa a’bud. Wa laa ana ‘aabidum maa ‘abadtum. Wa laa antum ‘aabiduuna maa
a’bud. Lakum diinukum waliya diin)
Artinya:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku”.
2. Asbabun Nuzul
Ibnu Katsir menjelaskan asbabun nuzul Surat Al Kafirun dalam
tafsirnya. Bahwa orang-orang kafir Quraisy pernah mengajak Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyembah berhala-berhala mereka selama
2
satu tahun, lalu mereka akan menyembah Allah selama satu tahun. Maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat ini.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait asbabun nuzul Surat Al
Kafirun ini. Bahwa Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin Abdul
Muthalib dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Mereka mengatakan, “Wahai Muhammad, marilah kami menyembah
Tuhan yang kamu sembah dan kamu menyembah Tuhan yang kami sembah.
Kita bersama-sama ikut serta dalam perkara ini. Jika ternyata agamamu lebih
baik dari agama kami, kami telah ikut serta dan mengambil keuntungan kami
dalam agamamu. Jika ternyata agama kami lebih baik dari agamamu, kamu telah
ikut serta dan mengambil keuntunganmu dalam agama kami.”
Penawaran seperti itu adalah penawaran yang bodoh dan konyol. Maka
Allah pun menurunkan Surat Al Kafirun sebagai jawaban tegas bahwa
Rasulullah berlepas diri dari agama mereka. Sayyis Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil
Quran menjelaskan, bangsa Arab tidak mengingkari adanya Allah. Akan tetapi,
mereka tidak mengerti hakikat-Nya sehingga mempersekutukan-Nya. Mereka
beribadah kepada berhala yang mereka buat untuk menggambarkan orang shalih
atau malaikat yang menjadi perantara mendekatkan diri kepada Allah. Mereka
sendiri menganggap malaikat adalah anak perempuan Allah.
Mereka merasa heran ketika Rasulullah mendakwahkan tauhid, untuk
beribadah hanya kepada Allah. Mereka pun menentang dakwah itu dengan
berbagai cara. Setelah gagal menghentikan Rasulullah dengan menyakiti beliau,
mereka menawarkan harta dan jabatan. Ketika upaya itu juga gagal, mereka
mengambil jalan kompromi. Menawarkan kerjasama dengan bersama-sama
menyembah Tuhan mereka selama satu tahun, lalu tahun berikutnya menyembah
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah pun menurunkan Surat Al Kafirun sebagai
jawabannya.
3. Tafsir Surat Al Kafirun
a. Surat Al Kafirun ayat 1

َ‫قُلْ يَا أَيُّهَا ْال َكافِرُون‬


Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,

3
Kata qul (‫ )قل‬yang berarti “katakanlah” merupakan firman Allah dan perintah-
Nya agar Rasulullah menyampaikan ayat ini kepada orang-orang kafir, secara
khusus kafir Quraisy. Yakni sebagai jawaban atas tawaran mereka. Kata ini
membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan
segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al Quran yang disampaikan
oleh malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang disembunyikan, yang
paling wajar adalah menghilangkan kata qul ini.
Kata al kaafiruun (‫ )الكافرون‬berasal dari kata kafara (‫ )كفر‬yang berarti
menutup. Disebut kafir karena hatinya tertutup, belum menerima hidayah
Islam. Siapapun yang tidak menerima Islam, maka ia adalah kafir. Baik itu
orang-orang musyrik maupun ahli kitab. Sebagaimana firman-Nya:
‫َار َجهَنَّ َم خَالِ ِدينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُ ْم َشرُّ ْالبَ ِريَّ ِة‬ vَ ‫ب َو ْال ُم ْش ِر ِك‬
ِ ‫ين فِي ن‬ ِ ‫إِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا ِم ْن أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-
orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al Bayyinah: 6)
Namun secara spesifik, al kaarifuun yang diajak bicara di Surat Al Kafirun ini
adalah orang-orang kafir Quraisy yang mengajak kerjasama menyembah
Tuhan secara bergantian. Sebagai penegasan bahwa tidak mungkin Rasulullah
menyembah tuhan mereka dan tidak ada titik temu antara kemusyrikan
dengan tauhid.
b. Surat Al Kafirun ayat 2

َ‫اَل أَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدون‬


”aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.”

Kata a’budu (‫ )أعبد‬merupakan bentuk kata kerja masa kini dan akan
datang (fi’il mudhari’). Ini merupakan penegasan bahwa Rasulullah tidak
akan menyembah tuhan mereka baik di masa kini maupun masa depan.
Menurut Ibnu Katsir, makna maa ta’buduun adalah berhala-berhala dan
sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan. Rasulullah tidak akan menyembah
mereka dan tidak akan memenuhi ajakan orang kafir dalam sisa usianya.
c. Surat Al Kafirun ayat 3

‫َواَل أَ ْنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما أَ ْعبُ ُد‬


4
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu juga tidak akan
menyembah Tuhan yang disembah Rasulullah di masa kini dan masa datang.
Meskipun nantinya penduduk Makkah berbondong-bondong masuk Islam,
namun orang-orang yang mendatangi Rasulullah untuk mengajak menyembah
tuhan mereka, semuanya tidak masuk Islam bahkan mati terbunuh dalam
kondisi kafir. Ibnu Katsir menjelaskan, maa a’bud (‫ا أعبد‬vv‫ )م‬adalah Allah
semata. Lafazh maa bermakna man.
d. Surat Al Kafirun ayat 4

‫َواَل أَنَا عَابِ ٌد َما َعبَ ْدتُ ْم‬


Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah
Ada sebagian mufassir yang menyamakan makna ayat 4 ini dengan
ayat 2. Dan menyamakan makna ayat 5 dengan ayat 3. Padahal jika
diperhatikan kata yang digunakan, akan didapati makna yang terkandung di
dalamnya. Kata ‘abadtum (‫ )عبدتم‬merupakan bentuk kata kerja masa lampau
(fi’il madhi). Berbeda dengan kata ta’budun (v‫دون‬vv‫ )تعب‬pada ayat 2 yang
merupakan fi’il mudhari’. Perbedaan maa ta’buduun dan maa ‘abadtum ini
menunjukkan bahwa apa yang mereka sembah di masa kini dan esok bisa
berbeda dengan apa yang mereka sembah di masa kemarin. Sedangkan untuk
Allah yang diibadahi Rasulullah, digunakan kata yang sama yakni maa a’bud.
Menunjukkan konsistensi ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah. Tidak
akan berubah.
e. Surat Al Kafirun ayat 5

‫َواَل أَ ْنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما أَ ْعبُ ُد‬


dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Perhatikan redaksi ayat 3 dan ayat 5 ini. Sama-sama digunakan kata
maa a’bud (‫ )ما أعبد‬yang merupakan bentuk kata kerja masa kini dan masa
datang (fi’il mudhari’). Menegaskan bahwa apa yang beliau sembah tidak
berubah. Sayyid Qutb mengatakan bahwa ayat ini merupakan penegasan
terhadap ayat sebelumnya agar tidak ada lagi salah sangka dan kesamaran.
Supaya tidak ada lagi prasangka dan syubhat. Syaikh Muhammad Abduh
mengatakan, ayat 2 dan ayat 3 menjelaskan perbedaan yang disembah.

5
Sedangkan ayat 4 dan 5 menjelaskan perbedaan cara beribadah. Tegasnya,
yang disembah lain, cara menyembah juga lain.
f. Surat Al Kafirun ayat 6

ِ ‫لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي ِد‬


‫ين‬
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
Kata diin (‫ )دين‬artinya adalah agama, balasan, kepatuhan dan ketaatan.
Sebagian ulama memilih makna balasan karena menurut mereka orang kafir
Quraisy tidak memiliki agama. Sedangkan yang mengartikan din sebagai
agama, bukan berarti Rasulullah mengakui kebenaran agama mereka namun
mempersilakan menganut apa yang mereka yakini. Didahulukannya kata
lakum (‫ )لكم‬dan liya (‫ )لي‬menggambarkan kekhususan karena masing-masing
agama berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Ibnu Katsir mengutip
Imam Bukhari bahwa lakum diinukum yakni kekafiran, sedangkan waliya
diin yakni Islam. Sayyid Qutb menegaskan, “Aku di sini dan kamu di sana!
Tidak ada penyeberangan, tidak ada jembatan dan tidak ada jalan kompromi
antara aku dan kamu!”
“Sesungguhnya jahiliyah adalah jahiliyah dan Islam adalah Islam.
Perbedaan antara keduanya sangat jauh.” Sedangkan Buya Hamka
menegaskan dalam Tafsir Al Azhar, “Soal aqidah, di antara tauhid
mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau
dicampuradukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan
syirik, artinya adalah kemenangan syirik.”
4. Isi kandungan Surat Al Kafirun
Surat Al Kafirun adalah jawaban tegas bahwa dalam aqidah tidak ada
kompromi. Dalam ibadah tidak boleh ada pencampurbauran. Tidak mungkin
Rasulullah dan orang-orang beriman menyembah berhala dan sesembahan orang
kafir meskipun hanya setahun, sehari bahkan sedetik. Karena itu adalah
kemusyrikan dan kekafiran. Surat ini juga menunjukkan manhaj yang jelas
dalam dakwah Islam bahwa ia tidak boleh menerima tawaran apapun yang
bertentangan dengan tauhid. Dan demikianlah hendaknya seluruh dai mengambil
jalan sebagai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil jalan.

6
B. Surat An Nashr
Surat An Nasr (‫ )النصر‬adalah surat ke-110 dalam Al Quran. Berikut ini
terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat An Nasr. Surat ini terdiri dari tiga ayat
dan merupakan Surat Madaniyah, meskipun turunnya tidak di Madinah. Sebab
penggolongan surat Makkiyah dan Madaniyah bukanlah berdasarkan tempat
turunnya tetapi berdasarkan waktu turunnya. Surat yang turun sebelum hijrah ke
Madinah digolongkan sebagai surat Makkiyah. Sedangkan surat yang turun sesudah
hijrah disebut Surat Madaniyah. Dinamakan surat An Nasr yang berarti pertolongan
karena surat ini membicarakan pertolongan Allah. Nama tersebut diambilkan dari
ayat pertama surat ini. Ia dinamakan juga Surat Idza jaa’a nashrullaahi wal fath,
sebagaimana bunyi awal surat ini. Ia juga dinamakan surat At Taudi’ (perpisahan)
karena terdapat isyarat dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
1. Surat An Nasr beserta Artinya

‫ فَ َسبِّحْ بِ َح ْم ِد‬. ‫اس يَ ْد ُخلُونَ فِي ِدي ِن هَّللا ِ أَ ْف َواجًا‬


َ َّ‫ َو َرأَيْتَ الن‬. ‫إِ َذا َجا َء نَصْ ُر هَّللا ِ َو ْالفَ ْت ُح‬
ً‫َربِّكَ َوا ْستَ ْغفِرْ هُ إِنَّهُ َكانَ تَوَّاب‬
(Idzaa jaa-a nashrulloohi wal fath. Waro-aitan naasa yadkhuluuna fii diinillaahi
afwaajaa. Fasabbih bihamdi robbika wastaghfirhu innahuu kaana tawwaabaa)
Artinya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.

2. Asbabun Nuzul
Surat An Nasr adalah surat yang terakhir diturunkan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni setelah surat At Taubah. Menurut Ibnu
Katsir, ia diturunkan di Mina sewaktu Haji Wada’. Namun ada pula yang
berpendapat diturunkan sebelum Fathu Makkah. Asbabun Nuzul Surat An Nasr
ini terkait dengan dua hal. Pertama, ia mengabarkan kemenangan dan masuk
Islamnya orang-orang Arab berbondong-bondong. Kedua, ia mengisyaratkan
telah dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa surat ini diturunkan pada pertengahan
hari-hari tasyrik. “Maka aku mengetahui bahwa hal ini merupakan al wada’

7
(perpisahan),” kata Ibnu Umar. Mengenai Asbabun Nuzul Surat An Nasr, Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa setelah Allah menurunkan surat
ini, Rasulullah memanggil Fatimah radhiyallahu ‘anha. Fatimah menangis saat
Rasulullah mengabarkan bahwa ajalnya telah dekat. Lalu Fatimah tersenyum
karena Rasulullah bersabda:
ٌ ‫ك أَ َّو ُل أَ ْهلِى الَ ِح‬
‫ق بِى‬ ِ َّ‫ فَإِن‬، ‫الَ تَ ْب ِكى‬
“Jangan menangis, karena sesungguhnya engkau adalah keluargaku yang paling
awal menyusulku.” (HR. Ad Darimi dan Thabrani; hasan). Terkait juga dengan
asbabun nuzul surat An Nasr, Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas
bahwa Umar bin Khattab menyertakan beliau dalam majelis para pahlawan
perang Badar. Sebagian pahlawan Badar keberatan Ibnu Abbas dimasukkan
dalam majlis itu. Lalu Umar pun menguji mereka semua. “Apa pendapat kalian
mengenai firman Allah idza ja’a nashrullahi wal fath dalam surat An Nasr?”
“Allah memerintahkan kita untuk bertahmid dan beristighfar kepada-Nya jika
Dia menolong dan memberi kemenangan,” jawab salah seorang dari mereka.
Yang lain diam, tidak ada jawaban berbeda. “Apakah demikian pendapatmu
wahai Ibnu Abbas?”
“Tidak wahai Amirul Mukminin. Idza ja’a nashrullahi wal fath
merupakan isyarat ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang Allah
beritahukan kepada beliau. Datangnya kemenangan dan fathu Makkah
merupakan tanda ajal beliau.” “Aku tidak mengetahui tafsir surat An Nasr ini
melainkan apa yang kamu katakan,” pungkas Umar.
3. Tafsir Surat An Nasr
a. Surat An Nasr ayat 1

‫إِ َذا َجا َء نَصْ ُر هَّللا ِ َو ْالفَ ْت ُح‬


Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan
Kata nashr (‫ )نصر‬artinya adalah kemenangan atau pertolongan dalam
mengatasi lawan. Kata nashrullah (‫ )نصر هللا‬menunjukkan bahwa kemenangan
itu dinisbatkan kepada Allah karena sumbernya dari Dia semata. Kata ini juga
menunjukkan bahwa kemenangan ini bukan sembarang kemenangan.
Sedangkan kata al fath (‫ )الفتح‬berasal dari kata fataha (‫ )فتح‬yang berarti
membuka. Kata ini kemudian bermakna kemenangan karena kemenangan

8
adalah terbukanya sebuah jalan atau wilayah yang tadinya tertutup dan
dihalangi.
Ibnu Katsir menjelaskan, seluruh ulama sepakat bahwa al fath yang
dimaksud dalam ayat ini adalah pembebasan kota Makkah (fathu Makkah).
Saat itu, suku-suku bangsa Arab menunda masuk Islam karena menunggu
pembebasan kota Makkah. Mereka meyakini, jika Muhammad bisa kembali
ke Makkah dan mengalahkan kaumnya, ia benar-benar seorang Nabi. Sayyid
Qutb mendukung pendapat bahwa surat ini turun sebelum Fathu Makkah.
Karena ayat ini mengisyaratkan kemenangan yang akan terjadi. Dalam Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, ia mengkompromikan dzahiriyah nash dengan hadits
Ummu Salamah. Bahwa ayat ini turun mengabarkan berita gembira
pembebasan kota Makkah. Setelah pembebasan kota Makkah, Rasulullah
tahu bahwa beliau akan wafat sehingga memanggil Fatimah untuk
memberitahukan dekatnya ajal tersebut.
Sejalan dengan pendapat Sayyid Qutb tersebut, ayat ini sekaligus
merupakan bukti kebenaran Al Quran. Sebab apa yang dikabarkan Al Quran
kemudian benar-benar terjadi. Makkah benar-benar dibebaskan. Redaksi
dalam ayat ini juga menunjukkan bahwa pertologan Allah dan kemenangan
ini didatangkan Allah. Bukan kewenangan manusia. Rasulullah dan para
sahabat tidak bisa menentukan hasil perjuangan mereka. Namun Allah-lah
yang mendatangkan pertolongan dan kemenangan.
b. Surat An Nasr ayat 2

‫ين هَّللا ِ أَ ْف َواجًا‬ َ َّ‫َو َرأَيْتَ الن‬


ِ ‫اس يَ ْد ُخلُونَ فِي ِد‬
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong
Kata raaita (‫ )رأيت‬bisa berarti melihat dengan mata kepala dan bisa juga
bermakna mengetahui. Dan Rasulullah memang melihat secara langsung
penduduk Makkah berduyun-duyun masuk Islam dan beliau mendapatkan
berita bahwa penduduk jazirah Arab juga berbondong-bondong masuk Islam.
Setelah Fathu Makkah, penduduk Makkah berbondong-bondong masuk
Islam. Sebagiannya langsung di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Orang-orang Arab di luar Makkah dan Madinah juga berbondong-
bondong masuk Islam. Selama ini mereka menunggu apakah Rasulullah bisa

9
membebaskan Makkah setelah sekian lama ‘diusir’ dari tanah kelahiran yang
di dalamnya ada Baitullah.
c. Surat An Nasr ayat 3

‫فَ َسبِّحْ بِ َح ْم ِد َربِّكَ َوا ْستَ ْغفِرْ هُ إِنَّهُ َكانَ تَ َّوابًا‬


maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-
Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
Kata sabbih (‫بّح‬vv‫ )س‬berasal dari kata sabaha (‫بح‬vv‫ )س‬yang artinya
berenang. Yakni seorang yang menjauh dari posisinya. Sehingga maknanya,
menjauhkan Allah dari segala kekurangan. Mensucikan Allah dari segala
kekurangan. Kata tawwaba (‫ )توابا‬berasal dari kata yang terbentuk dari tiga
huruf ta’ (‫)ت‬, wauw (‫ )و‬dan ba’ (‫ )ب‬yang maknanya adalah kembali. Yakni
kembalinya seseorang ke posisinya semula. Taubat adalah kembalinya
seorang hamba ke posisinya di hadapan Allah. Jika pelaku tawwab adalah
Allah, maka artinya Dia menerima taubat hamba-Nya. Inilah taujih Rabbani
saat datang pertolongan Allah dan kemenangan dari-Nya. Rasulullah
diperintahkan untuk bertasbih, bertahmid dan beristighfar. Orang-orang
beriman tidak boleh sombong dan euforia atas kemenangan ini. Tapi harus
menyadari bahwa kemenangan itu datangnya dari Allah. Karenanya harus
mendekatkan diri kepada-Nya, mensucikan-Nya, bersyukur kepada-Nya dan
memohon ampunan.
Sayyid Qutb menjelaskan, bertasbih dan bertahmid atas karunia Allah
yang telah menjadikan mereka sebagai pemegang amanat untuk
melaksanakan dakwah-Nya dan menjaga agama-Nya. Beristighfar dari rasa
bangga dan sombong yang kadang-kadang menyelinap ke dalam jiwa saat
kemenangan tiba. Juga beristighfar atas perasaan dan sikap yang boleh jadi
menyertai saat perjuangan panjang dan sekian lama menantikan datangnya
kemenangan.
Ibnu Katsir menjelaskan, Rasulullah tak hanya bertasbih dan
beristighfar. Bahkan pada hari fathu Makkah, beliau mengerjakan sholat
dhuha delapan rakaat. Sebagian ulama berpendapat, disunnahkan mencontoh
Rasulullah mengerjakan sholat delapan rakaat ketika mendapatkan
kemenangan atas suatu negeri. Sholat itu disebut juga sholat al fath. Sa’ad bin

10
Abi Waqash ketika menaklukkan kota-kota di Persia juga melakukan sholat
itu. Rasulullah mensyukuri nikmat pengampunan Allah ini dengan
pengampunan kepada seluruh penduduk Makkah. Beliau memaafkan mereka
meskipun dulunya menyakiti Rasulullah. Saat sebagian sahabat berseru
“haadza yaumul malhamah” (ini adalah hari pertempuran pembalasan),
Rasulullah menegur dengan bersabda “haadza yaumul marhamah” (ini adalah
hari kasih sayang). Saat penduduk Makkah ketakutan akan dibalas
Rasulullah, ternyata beliau memaafkan mereka semua. “Siapa yang masuk
Masjidil Haram, ia aman. Siapa yang masuk rumahnya masing-masing, ia
aman. Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, ia aman.”

4. Isi Kandungan Surat An Nasr


Surat An Nasr mengandung kabar gembira, arahan dan isyarat masa
depan. Kabar gembira bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong
Rasulullah dan memberinya kemenangan. Orang-orang pun akan berbondong-
bondong masuk Islam setelah kemenangan itu. Surat ini sekaligus memberi
arahan, ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan tersebut, hendaklah
Rasulullah menghadapkan diri kepada Allah dengan bertasbih, bertahmid dan
beristighfar. Yang tidak banyak diketahui, surat ini juga memberikan isyarat
akan tibanya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau akan wafat,
sehingga sahabat yang tahu seperti Abu Bakar dan Fatimah menangis karenanya.

C. Surat Al Lahab
Surat Al Lahab adalah surat ke-111 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan,
asbabun nuzul, dan tafsir Surat Al Lahab. Surat ini terdiri dari lima ayat dan
merupakan Surat Makkiyah. Dinamakan surat Al Lahab karena surat ini
membicarakan Abu Lahab yang suka menyakiti Rasulullah dan balasan baginya
berupa neraka yang apinya bergejolak (al lahab). Kata lahab (‫ )لهب‬yang merupakan
azab bagi Abu Lahab disebutkan di ayat tiga. Ia disebut juga Surat Al Masad.
Diambil dari ayat terakhir pada surat ini, ketika mensifati istri Abu Lahab. Juga
dinamakan Surat Tabbat karena firman Allah ini diawali dengan kata tersebut.
1. Surat Al Lahab dan Artinya

11
َ ‫ َما أَ ْغنَى َع ْنهُ َمالُهُ َو َما َك َس‬. َّ‫ب َوتَب‬
ٍ َ‫ارًا َذاتَ لَه‬vvَ‫ َسيَصْ لَى ن‬. ‫ب‬
.‫ب‬ ٍ َ‫َّت يَدَا أَبِي لَه‬
ْ ‫تَب‬
ِ َ‫َوا ْم َرأَتُهُ َح َّمالَةَ ْال َحط‬
‫ فِي ِجي ِدهَا َح ْب ٌل ِم ْن َم َس ٍد‬. ‫ب‬
(Tabbat yadaa abii lahabiw watabb. Maa aghnaa ‘anhu maaluhuu wamaa kasab.
Sayashlaa naaron dzaata lahab. Wamroatuhuu hammaalatal hathob. Fii jiidihaa
hablum mim masad)
Artinya: Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. Kelak dia
akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa
kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dari sabut.
2. Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul surat Al Lahab diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
shahih-nya. Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
naik ke bukit Shafa, mengumpulkan orang-orang Quraisy lalu menyeru mereka.

َ ُ‫صبِّ ُح ُك ْم أَوْ يُ َمسِّي ُك ْم أَ َما ُك ْنتُ ْم ت‬


‫ص ِّدقُونِى‬ َ ُ‫أَ َرأَ ْيتُ ْم لَوْ أَ ْخبَرْ تُ ُك ْم أَ َّن ْال َع ُد َّو ي‬
“Bagaimana pendapat kalian jika aku sampaikan kepada kalian bahwa musuh
akan menyerang di pagi hari atau petang hari, apakah kalian percaya?” Mereka
menjawab, “kami percaya.” Lalu Rasulullah mengatakan,

ٍ ‫فَإِنِّى نَ ِذي ٌر لَ ُك ْم بَ ْينَ يَ َدىْ َع َذا‬


‫ب َش ِدي ٍد‬
“Maka sesungguhnya aku memperingatkan kepada kalian akan datangnya adzab
yang keras.” Tiba-tiba Abu Lahab menyela, “tabbal laka alihaadzaa. Celakalah
kamu ini, karena inikah engkau mengumpulkan kami?” Maka Allah pun
menurunkan Surat Al Lahab.

ٍ َ‫َّت يَدَا أَبِي لَه‬


َّ‫ب َوتَب‬ ْ ‫تَب‬
Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.. (hingga
akhir surat) Abu Lahab yang nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muthallib
sebenarnya masih paman Rasulullah. Namun orang yang memiliki nama
kuniyah Abu Utaibah itu adalah orang yang paling sengit menyakiti Rasulullah.
Orang yang memiliki julukan (laqab) Abu Lahab karena wajahnya mengkilap ini
sering mengikuti Rasulullah dari belakang lalu mendustakan beliau. Ia
mempengaruhi orang-orang untuk menolak dakwah beliau. Imam Ahmad
meriwayatkan, suatu ketika Rasulullah sedang mendakwahi orang-orang untuk

12
masuk Islam. Dari belakang, ada laki-laki berwajah cerah, bermata juling dan
rambutnya berkepang yang tidak lain adalah Abu Lahab mengatakan,
“Sesungguhnya dia adalah pemeluk agama baru lagi pendusta.” Surat Al Lahab
ini merupakan ancaman balasan dari Allah untuk Abu Lahab dan istrinya yang
juga tak kalah sengit menyakiti Rasulullah. Bahwa kelak, Abu Lahab akan
masuk neraka dengan siksa yang sangat pedih.
3. Tafsir Surat Al Lahab
a. Surat Al Lahab ayat 1

ٍ َ‫َّت يَدَا أَبِي لَه‬


َّ‫ب َوتَب‬ ْ ‫تَب‬
Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.

Kata tabbat (‫ )تبت‬atau tabba (‫ )تب‬terdiri dari dua hufur yaitu ta’ (‫ )ت‬dan ba’
(‫)ب‬. Penggabungan dua huruf ini, manapun yang didahulukan,
mengandung arti keputusan atau kepastian yang pada umumnya berakhir
dengan kebinasaan. Yadaa (‫ )يدا‬artinya adalah kedua tangan. Namun yang
binasa dari Abu Lahab bukan hanya tangannya namun keseluruhan
dirinya. Ini adalah bentuk majazi. Awalnya ia dijuluki Abu Lahab karena
wajahnya cerah atau mengkilap. Namun kata lahab (‫ )لهب‬juga berarti
kobaran api yang menyala dan sudah tidak memiliki asap lagi. Setelah
Rasulullah diutus dan dia menyakiti beliau, nama lahab mengisyaratkan
bahwa ia akan dibakar api bergejolak di neraka. Ada juga yang
berpendapat, nama Abu Lahab mengisyaratkan bahwa gejolak api selalu
menyertainya. Yakni api permusuhannya kepada Rasulullah. Menurut Ibnu
Katsir, ayat pertama Surat Al Lahab ini menunjukkan bahwa Abu Lahab
celaka, telah nyata merugi dan binasa.
Kebinasaan Abu Lahab di dunia bisa disaksikan orang-orang yang
melihat kematiannya. Setelah perang badar, Abu Lahab ditimpa penyakit
lepra hingga akhirnya meninggal. Teman-temannya tidak ada yang yang
mau menguburkannya karena takut kalau menyentuhnya akan tertular.
Hingga tiga hari jasadnya dibiarkan. Akhirnya digali lubang di bawah
tempat tidurnya dan ia dijatuhkan ke lubang itu sebagai kuburnya.
b. Surat Al Lahab ayat 2

13
َ ‫َما أَ ْغنَى َع ْنهُ َمالُهُ َو َما َك َس‬
‫ب‬
Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan.
Kata aghna (‫نى‬vvv‫ )أغ‬merupakan bentuk lampau. Seakan-akan tidak
bergunanya harta dan usahanya di masa datang sudah tidak berguna bagi
Abu Lahab. Maa kasab (‫ا كسب‬vv‫ )م‬dalam ayat ini menurut menurut Ibnu
Abbas dan Aisyah adalah anak. Abu Lahab begitu membanggakan harta
dan anak-anaknya. Ia pernah mengatakan, “Jika apa yang dikatakan oleh
keponakanku ini benar, maka sesungguhnya aku di hari kiamat kelak akan
menebus diriku dari azab dengan harta dan anak-anakku.” Apa yang
dikatakan Abu Lahab hanyalah angan-angannya. Harta dan anak-anak
serta apa yang ia usahakan setelah turunnya ayat ini sama sekali tidak
bermanfaat baginya. Sama sekali tidak akan bisa menyelamatkannya dari
kebinasaan.
c. Surat Al Lahab ayat 3

ٍ َ‫َسيَصْ لَى نَارًا َذاتَ لَه‬


‫ب‬
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Kata lahab (‫ )لهب‬ini artinya kobaran api yang menyala dan sudah tidak
memiliki asap lagi. Dan dengan itulah Abu Lahab akan diazab. Ayat ini
menjelaskan kebinasaan yang akan dialami Abu Lahab di akhirat kelak.
Bahwa ia akan dimasukkan ke dalam neraka. Yang apinya, menurut Ibnu
Katsir, menyala dengan hebatnya dan sangat membakar.
d. Surat Al Lahab ayat 4

ِ َ‫َوا ْم َرأَتُهُ َح َّمالَةَ ْال َحط‬


‫ب‬
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Istri Abu Lahab bernama Ummu Jamil. Nama aslinya adalah Arwah binti
Harb bin Umayyah, saudara perempuan Abu Sufyan. Seperti suaminya,
Ummu Jamil juga sangat sengit menyakiti Rasulullah. Ia disebut Al
Qur’an sebagai hammaalatal hathab (‫ة الحطب‬vv‫ )حمال‬yang artinya adalah
pembawa kayu bakar. Ia pernah meletakkan ranting-ranting berduri di
jalan yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalimat
hammaalatal hathab (‫ة الحطب‬vv‫ )حمال‬juga berarti pembawa isu dan fitnah.
Ummu Jamil suka mengejek Rasulullah sebagai orang fakir.
14
e. Surat Al Lahab ayat 5

‫فِي ِجي ِدهَا َح ْب ٌل ِم ْن َم َس ٍد‬


Yang dilehernya ada tali dari sabut.

Kata jiid (‫ )جيد‬artinya adalah leher. Kata ini biasanya digunakan untuk
menggambarkan keindahan leher wanita yang dihiasi dengan kalung Kata
masad (‫ )مسد‬adalah sejenis tali yang berasal dari pohon Al Masad yang
tumbuh di Yaman dan dikenal sangat kuat. Masad juga berarti tali yang
terbuat dari sabut. Ayat ini menggambarkan betapa hinanya dia. Bagian
tubuh yang seharusnya indah justru terjerat dengan tali yang terbuat dari
sabut. Ibnu Jarir menuturkan, istri Abu Lahab memiliki sebuah kalung
mewah yang sangat mahal. Ia mengatakan, “Sesungguhnya aku akan
menjual kalung ini untuk (biaya) memusuhi Muhammad.” Maka Allah
menghukumnya dengan tali dari api neraka yang dikalungkan di lehernya.
Ketika menafsirkan ayat ini, Mujahid mengatakan bahwa maknanya
adalah pasung leher yang terbuat dari besi.
4. Isi Kandungan Surat Al Lahab
Surat ini menunjukkan betapa luar biasanya ilmu Allah. Bahwa Al Quran
dan Rasulullah selalu benar meskipun Abu Lahab mendustakannya. Seandainya
Abu Lahab pura-pura masuk Islam, ia mungkin punya amunisi untuk menuduh
bahwa Al Quran keliru. Tapi Abu Lahab benar-benar selalu menentang
Rasulullah dan pada akhirnya binasa seperti firman Allah di surat ini. Syaikh
Wahbah Az Zuhaili mengatakan, surat Al Lahab ini menjelaskan bentuk siksa
Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil serta balasan mereka berdua di dunia dan
akhirat. Karena memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

15
BAB III

KESIMPULAN

Dari berbagai penafsiran Surat Al-Kafirun diatas, maka dapat disimpulkan


bahwa hubungan antar agama mcmbutuhkan sikap toleransi. kcmudian sikap toleransi
yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis dan tidak berbelit-belit. Serta
jalinan persaudaraan dan loleransi antara umat beragama sama sekali lidak dilarang olch
Islam. Selama masih dalam talaran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling
menghormati hak-haknya masing-masing.
Dari penafsiran tentang Surat Al-lahab dapat diambil pelajaran bahwa Surat ini
merupakan salah satu tanda dari tanda-landa kekuasaan Allah. Dimana Allah
menurunkan surat ini dalam kondisi Abu Lahab dan istrinya masih hidup, sementara
keduanya telah divonis sebagai orang yang akan disiksa didalam api neraka, yang
konsekuensinya mereka berdua tidak akan menjadi orang yang beriman. Dan apa yang
dikabarkan Allah SWT Dzat Yang Maha Mengetahui pekara yang gaib pasti terjadi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. 2014. Tafsir Juz’amma Muhammad Abduh. Bandung:Penerbit


Mizan.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 2015. Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 30.
Semarang:PT. Toha Putra
Dieb, Musthafa. 2010. AL-Wafi Syarah Kitab arba’in An-Nawawiyah. Jakarta : Al
I’tishom
‘Ied Daqiqil, Ibnu. 2013. Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi. Yogyakarta: Hitam
Pustaka

17

Anda mungkin juga menyukai