Anda di halaman 1dari 6

1.2.

5 Kecenderungan pada Jari-jari Ionik

Jari-jari kation semakin kecil untuk sederet spesies isoelektronik dalam satu periode dengan kenaikan
muatan ion. Sebagai contoh,. secara berurutan mempunyai jari-jari ionik 116, 86, dan 68 pm;
ketiga-tiganya isoelektronik, mempunyai 10 elektron dengan konfigurasi elektronik 1s2 252 2p5. Satu-
satunya perbedaan adalah jumlah proton di dalam intinya; makin besar jumlah proton atau muatan inti
makin besar muatan inti efektifnya, Ze” dan oleh karena itu makin kuat gaya tariknya terhadap elektron
sehingga makin kecil ukuran atau jari-jari ionnya. Jari-jari anion semakin kecil untuk sederet spesies
isoelektronik dalam satu periode dengan penurunan muatan ion. Sebagai contoh, anion ‚N33 802', dan
9F) secara berurutan mempunyai jari-jari ionik 132, 124, dan 117 pm. Ketiga spesies anionik ini adalah
isoelektronik (10 elektron) dan dengan argumentasi yang sama seperti tersebut di atas dapat dijelaskan
penurunan ukuran anion ini. Kedua contoh seri kation (Nat Mg", AP“) dan anion (N3; 0*. F‘) yang juga
isoelektronik menunjukkan bahwa ukuran anion jauh lebih besar ketimbang ukuran kation. Secara
umum memang benar bahwa kation

logam Iebih kecil ukurannya ketimbang anion nonlogam dalam sam penode.

Dalam golongan, ukuran atom semakin besar dengan naiknya nomoratom (dari atas ke bawah),
demikianjuga ukuran ionnya. Sebagai contoh, anion halogenida, F', Cl“, Br, dan l‘, secara berurutan
mempuyai jari-jariionik 117,167,182,dan 206 pm.

Akhirnya perlu diketahui bahwa ukuran ion tidak dapat diperoleh secara langsung, melainkan secara
empirik, yaitu membandingkan hasil pengukuran lebih dari satu senyawa untuk atom-atom yang sama.
Nilai jari-jari ionik yang diperoleh Shannon dan Prewitt (Tabel 1.4) biasanya paling sering digunakan
karena dianggap lebih akurat ketimbang yang lain.

1.2.6 Kecenderungan pada Titik Leleh

ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion dengan ion-ion berlawanan muatan di
sekelilingnya dalam kisi kristal. Proses pelelehan melibatkan pemutusan parsial gaya tarik-menarik
tersebut dan mengizinkan ion-ion dapat bergerak bebas dalam fase cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi
senyawa ionik menyarankan bahwa ikatan ionik tentulah sangat kuat. Semakin kecil ukuran ion berarti
semakin terpusat muatannya sehingga semakin kuat pula ikatan ioniknya, dan dengan demikian semakin
tinggi titik Ielehnya. Hal ini ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida, KF, KCI, KBr, dan KI, yang
secara berurutan mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan 685 °C.

Perbedaan titik leleh secara mencolok dapat terjadi oleh karen’ perbedaan muatan, yaitu semakin tinggi
muatan semakin tinggi pt!la titik lelehnya. Sebagai contoh, NaCl (Na+ Cl‘) meleleh pada suhu 801 °C,
sedangkan M90 (Mg’* 0’) meleleh pada suhu yang sangat tinggi/ 2800°C.

12-7 Polarisasi dan Kovalensi

Sebagian besarpenggabunganlogamdannon-logammempunyai karakter senyawa ionik, namun terdapat


beberapa kekecualian‘ Kekecualian ini terjadi apabila elektron terluar dari anion tertarik begitu kuatnya
ke arah kation sehingga mengakibatkan terbentuknya ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu,
artinya rapatan anion terdistorsi ke arah kation. Distorsi (penyimpangan) dari bentuk idea| anion ini,
yaitu spherical (bentuk bola), disebut polarisasi. Semakin besar sifat polarisasi anion semakin besar
derajat ikatan kovalensinya. Aturan yang dikemukakan oleh Kasimir Fajans perihal polarisasi adalah
sebagai berikut.

(1) Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin besar mempunyai daya
mempolarisasi semakin kuat.

(2) Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif semakin besar akan semakin mudah
terpolarisasi.

(3) Kation yang mempunyai konügurasi elektronik bukan konßgurasi elektronik gas mulia mempunyai
daya mempolarisasi lebih kuat.

Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dengan rapatan muatannya. Rapatan muatan (p)
adalah muatan ion (jumlah unit muatan dikalikan dengan muatan proton dalam satuan coulomb, C) Der
satuan volume, sehingga:

“) Nation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin besar mempunyai daya
mempolarisasi semakin kuat.
(2) Anton dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif sematqn besar akan semakin mudah
terpolarisasi.

(3) Kation yang mempunyai konügurasi elektronik bukan kontigurasi elektronik gas mulia mempunyai
daya mempolarisasi lebih kuat.

Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dengan rapatan muatannya. Rapatan muatan (p)
adalah muatan ion (jumlah (mit muatan dikalikan dengan muatan proton dalam satuan coulomb. ’0 per
satuan volume, sehingga:

"P 4/3 . 7: r dalam satuan coulomb, dan r=jari-jari ion).

p = 3 (dengan n : muatan ion, p = muatan proton

Sebagai contoh, ion natrium mempunyai muatan +1 dan jari-jari ionik 116 pm (1,16 x 10'7 mm), maka
rapatan muatannya adalah:

1x 1,6 x 10"°C 4/3x1t x [1,16 x 10'7mm]3

Rapatan muatan, p = = 24 C mm ’,

Dengan cara yang sama, rapatan muatan ion aluminium dapat dihitung yaitu sebesar 364 C mm'3.
Dengan rapatan muatan yang iauh lebih besar, ion aluminium (A1“) mempunyai daya mempolarisasi

(terhadap anion) yang lebih kuat dibandingkan dengan daya mempolarisasi ion natrium, sehingga
dengan anion yang sama senyawa aluminium lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan senyawa
natrium.
Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionik dari sifat kovalen suatu spesies adalah
dengan membandingkan titik lelehnya. Senyawa ionik (danjuga senyawa kovalenjaringan) cenderung
mempunyai titik Ieleh tinggi, tetapi senyawa kovalen sederhana mempunyai titik Ieleh rendah. Sebagai
contoh, senyawa AIF3 dan All3 mempunyai titik Ieleh yang sangat berbeda yaitu masing-masing 1290
dan 190 °C. Ion fluorida mempunyai jari-jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil daripada jari-jari ionik iodida,
206 pm. Dari data ini ukuran volume anion iodida kira-kira adalah 51/3 (atau 2°63 / ma ) kali ukuran
volume ion f1uorida.ngginya titik Ieleh aluminium fluorida mengindikasikan bahwa senyawa ini lebih
bersifat ionik. Ini berarti bahwa ion fluorida yang ukurannya kecil tidak atau sukar terpolarisasi oleh ion
Al3+ sekalipun muatan positifnya besar. Sebaliknya karena besarnya ukuran ion iodidamaka rapatan
elektronnya mudah dipolarisasi oleh ion AP”, sehingga senyawa All3 yang terbentuk Iebih bersifat
kovalen dengan titik leleh yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI

(685 °C), dan KF (857 °C).

Oleh karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya, maka besarnya muatan
kation sering merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan derajat kovalensi spesies (sederhana)
yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1, dan +2, biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan
kation dengan muatan +3 membentuk senyawa ionik hanya dengan anion yang sangat sukar
terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan muatan teoretik +4 atau lebih sesungguhnya tidak
dikenal sebagai ion, dan senyawanya sering dianggap sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat
kovalen. Sebagai contoh, MnO mempunyai titik leleh 1785 °C tetapi Mn‚0‚ berupa cairan pada
temperatur kamar. Hasil penelitian menunjUkkan bahwa MM“)

membentuk kisi krlstal ionik dalam MnO, tetapi Mn(Vll) membentut‘ molekul kovalen dalam anor
Menurut perhitungan, rapatan muata ion Mn" (jika ada) adalah 1240 C mm'3dan ion Mn2+ adalah 84 C
mm \ Rapatan muatan positif ion Mn” sangat tinggi, dan ukuran ion Iebih kecil dibandingkan dengan ion
Mn“, sehingga mempunyai daya Mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida, dan akibatnya
terbentuk senyawa yang bersifat kovalen, sesuai dengan titik Ielehnya Vang rendah.

Aturan Fajans yang ke tiga berkaitan dengan kation yang mem. punyai konügurasi elektronik bukan gas
mulia. Sebagai contoh adalah kation Ag+ (dengan konßgurasi [Ar] 4d‘°)‚ demikian juga Cu*‚ Sn“, dan Pb".
Senyawa-senyawa perak halida, AgF, AgCI, AgBr, dan Agl, mempunyai titik leleh masing-masing 435, 455,
430, dan 558 °C. harga ini Iebih rendah kira-kira 300 °C dibandingkan dengan titik Ieleh KF, KCI, KBr dan
Kl.. Dengan demikian, kation perak mempunyai daya mempolarisasi yang Iebih kuat dibandingkan
dengan kation K", sehingga senyawa-senyawa perak halida Iebih bersifat kovalen dibandingkan dengan
senyawa-senyawa kalium halida. Petunjuk lain tentang sifat kovalensi halida perak adalah kenyataan
bahwa halida perak (kecuali fluorida) sukar Iarut dalam air sedangkan kalium halida semuanya sangat
mudah Iarut dalam air. Menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat kovalen halida perak mengakibatkan
melemahnya interaksi antara molekul air dengan muatan ion tersebut sehingga cenderung sukar larut.
Untuk perak fluo' rida, ukuran ion fluorida yang kecil menyebabkan sukar dipolarisasi oleh kation perak,
sehingga senyawanya lebih bersifat ionik dan akibatnya dapat Iarut dalam air.

Contoh lain adalah perbandingan sifat oksida dan sulfide antara natriumm dengan tembaga(l). Kation
natrium dan tembaga keduanY” mempunyai jari-jari yang hampir sama. Oksida maupun sulüda dari na’
trium bersifat ionik, larut, dan bereaksi dengan air, tetapi oksida dan sul“ ßda tembagau) tidak Iarut
dalam air. Menurut aturan Fajans yang ke tige, kation CUU) dengan konflgurasi elektronik bukan gas
mulia mempun)’ai

daya mempolarisasi yang lebih kuat hingga mempunyai kecenderungan lebih kovalen. Hal ini paralel
dengan besarnya perbedaan elektronegativitas yaitu ~ 2,5 untuk natrium oksida yang berarti Iebih
bersifat ionik, dan ~ 1,5 untuk tembaga(l) oksida yang berarti Iebih bersifat kovalen.

1.2.8 Hidrasi Ion

Apabila gaya tarik elektrostatik antara ion-ion merupakan gaya pengikat senyawa ionik, pertanyaan yang
muncul adalah apa yang sesungguhnya menjadi gaya penggerak yang melarutkan banyak senyawa ionik
dalam air? Jawabannya adalah terbentuknya interaksi ion-dipol antara senyawa ion dengan molekul air.
Molekul air bersifat polar (dwikutub), dengan muatan negatif Iebih terpusat pada atom oksigen dan
muatan positif pada atom hidrogen. Pada proses pelarutan senyawa ionik, kutub negatif oksigen dari
molekul air akan mengepung dan menarik kation, dan kutub positif atom ' rogen dari molekul air
mengepung dan menarik anion sebagaimana dit jukkan oleh model Gambar1.17.

Jlka interaksi ion-dipol Iebih kuat daripada jumlah gaya tarik Ontarion dan gaya antarmolekul air, maka
proses pelarutan akan berlangsung. Secara sederhana proses pelarutan senyawa ionik NaCl ‘ dalam air
dapat dituliskan sebagai berikut:

Na*CI' + 2n H20 --> Na*(H20)n + Cl(H‚O)_ atau Na*CI' + H20 -+ Na‘(aq) + Cl(aq)
Dalam hal ini terbentuk ion-ion tersolvasi (artinya ion-ion terikat oleh pelarut) atau ion-ion terhidrasi
dalam pelarut air.

Apabila senyawa ionik mengkristal dari pelarutnya (air), sangat sering molekul air terkorporasi ke dalam
kristal, dan terbentuklah se« nyawa hidrat. Dalam berbagai contoh, molekul air secara sederhana hanya
menempati rongga-rongga kosong dalam kisi-kisi kristal, tetapi umumnya molekul air terasosiasi Iebih
dekat kepada ion-ion, biasanya kation. Sebagai contoh, aluminium klorida yang mengkristal sebagai
heksahidrat, AICI3-6H20, kenyataannya keenam molekul air tertata da” lam bangun oktahedron teratur
di sekeliling kation AF", sehingga $8“ nyawa hidrat ini Iebih akurat ditulis dengan formula [Al(OH)J”3CI
dar! formula ini menyarankan bahwa kutub negatif oksigen (air) berinterakii dengan kation AP“
membentuk interaksi katiowdipol, Tentu saja dapa‘ dipahami bahwa jumlah molekul air terhidrat dapat
dikaitkan dengal' _ ukuran maupun besarnya muatan kation.

/\

Anda mungkin juga menyukai