Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN MINI RISET

OSEANOGRAFI DAN SUMBER DAYA KELAUTAN

“Analisis Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di


Pantai Belawan Kelurahan Belawan Bahari ”

DOSEN PENGAMPU : Eni Yuniastuti S.Pd,M.Sc

DISUSUN OLEH : KELOMPOK

EZRA JANSHUA NUARY MARPAUNG (319131013)

ESTER TANIA SIANTURI (3192431016)

GRACE PATRICIA SOLIHIN (3193131006)

LEWI CHRISTO HUTAPEA (3193131013)

RIMA ANNISA HAQI (3191131010)

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PENDIDIKAN GEOGRAFI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah laporan mini riset ini yang berjudul “Analisis
Pengaruh Perubahan Parameter Iklim Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Di Pantai Belawan”. Yang
bertujuan sebagai intrumen pemenuhan penugasan mata kuliah Oseanografi Dan Sumber Daya
Kelautan oleh dosen Ibu Eni Yuniastuti S.Pd,M.Sc.

Penulisan makalah proposal ini merupakan instrumen dasar dalam melakukan kegiatan
penelitian. Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis permasalahan terkait dengan
pembelajaran mata kuliah. Semoga makalah laporan penelitian ini dapat dilakukan dan menjadi
acuan pelaksanaan penelitian guna pemecahan masalah dalam bidang oseanografi dan sumber daya
kelautan. Yang mengkaji tetang perubahan parameter iklim seperti curah hujan, pola angin, dan
peningkatan suhu terhadap hasil tangkapan ikan oleh nelayan di wilayah pesisir Belawan.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Medan, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
Latar Belakang.............................................................................................................................................4
Rumusan Masalah........................................................................................................................................4
Tujuan Penelitian..........................................................................................................................................4
Manfaat Penelitian........................................................................................................................................4
BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................................................4
Perubahan Iklim........................................................................................................................................4
Dampak Ekologis Perubahan Iklim..........................................................................................................4
Adaptasi Perubahan Iklim.........................................................................................................................4
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................................................4
Metode Penelitian.................................................................................................................................4
Populasi dan Sampel.............................................................................................................................4
Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................................................4
Teknik Pengumpulan Data....................................................................................................................4
Teknik Analisis Data............................................................................................................................4
Diagram Alur Penelitian.......................................................................................................................4
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH.......................................................................................................4
Batas Administrasi Wilayah.................................................................................................................4
Topografi dan Kemiringan Lereng.......................................................................................................4
Iklim/KlimatologiHidrologi..................................................................................................................4
Kondisi Sosial.......................................................................................................................................4
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................4
Hasil Penelitian.................................................................................................................................4
Pembahasan Penelitian.....................................................................................................................4
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................................4
Kesimpulan.......................................................................................................................................4
Saran.................................................................................................................................................4
Daftar Pustaka...............................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut
(shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan (Bird, 1969
dalam Sutikno, 1999). “Wilayah daratan dan wilayah laut yang bertemu di garis pantai di mana
wilayah daratan mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang dipengaruhi oleh
proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi air laut. Sedangkan wilayah laut
mencakup perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti sedimentasi dan
aliran air tawar ke laut serta perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia di darat” (Bengen,
2000:3). Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi
bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses
alami yang ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan, (Nontji, 2002).

Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan tempat pertemuan laut dengan daratan yang masih
dipengeruhi oleh aktifitas lautan pada daratan seperti arus, ombak, angin laut, proses pasang surut,
dan dipengaruhi oleh fenomena daratan di laut seperti sedimentasi muara sungai di laut, aktifitas
industri manusia, dan aktifitas nelayan. Wilayah pesisir mejadi sebuah tempat tinggal bagi nelayan
dan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga dalam aktifitasnya akan selalu dipengaruhi oleh
proses lautan dan kegiatan di daratan tempat tinggalnya.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km (berkurang setelah Timor Timur lepas dari Indonesia) serta luas lautan sekitar
3,1 juta km2 (0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km2 perairan kepulauan), Indonesia
memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar. Dengan memanfaatkan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE), Indonesia memiliki hak daulat atas kekayaan alam dan berbagai
kepentingan pada seluas 2,7 km2 dan hak berpartisipasi dalam pemanfaatan di laut lepas di luar
batas 200 mil ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan di dasar laut perairan internasional di laut
landas kontinen, (Rokhimin Dahuri, 2001)

Wilayah Indonesia merupakan wilayah kepulauan dengan luas wilayah perairan yang sangat
luas dan didukung dengan kondisi wilayah yang berbentuk kepualuan dan posisi wilayah indonesia
yang terletak pada zona khatulistiwa dengan kondisi iklim stabil sepanjang tahun. Keadaan wilayah
indonesia yang memiliki wilayah pesisir yang sangat luas menyebabkan banyak penduduk yang
hidup sebagai nelayan dan dengan pembagian zona perairan mengakibatkan nelayan mempu
memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu bertahan hidup dari dinamika lautan.
(Augy Syahailatua, 2008) Akhir-akhir ini, perubahan iklim global (Global Climate Change)
merupakan issue yang cukup menita perhatian masyarakat dunia. Hal ini terutama dampak yang
ditimbulkannya pada kehidupan manusia. Dampak terhadap perikanan merupakan salah satu contoh
dari sumberdaya hayati yang berkaitan dengan konsumsi makanan dan aktivitas manusia. El
Nino/Southern Oscillation (ENSO) yang dikenal dengan istilah El Nino adalah salah satu fenomena
interaksi global laut dengan atmosfir yang berakibat adanya fluktuasi suhu permukaan air laut
Kondisi akibat El Nino dengan kenaikan paras laut mengakibatkan menurunnya produksi primer di
laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap usaha perikanan. Dampak perubahan iklim
terhadap perikanan merupakan salah satu dari sekian banyak dampak yang berhubungan dengan
kehidupan dan penghidupan manusia. Perubahan iklim dengan kenaikan suhu yang berlangsung
terus menerus akan mengakibatkan naiknya paras laut yang secara langsung akan mengurangi luas
kawasan pesisir.

ENSO atau lebih dikenal dengan istilah El Niño, didefinisikan sebagai fenomena interaksi
global laut – atmosfir. Akibat dari fenomena ini yaitu adanya fluktuasi suhu permukaan air laut di
daerah tropis Samudera Pasifik bagian timur, sehingga fenomena ini juga memberikan dampak
yang nyata pada iklim di belahan selatan bumi. Dampak dari El Nino pertama kali diungkapkan
pada tahun 1923 oleh Sir Gilbert Thomas Walker, sehingga fenomena terpenting dari ENSO di
Samudera Pasifik dinamakan sirkulasi Walker. Kejadian ENSO sebagai pemicu variasi cuaca dan
iklim di bumi muncul dengan interval 3-8 tahun. Walaupun ENSO tidak mempengaruhi
keseluruhan area di bumi, namun ENSO dapat berpengaruh di Samudera Pasifik, Atlantik dan
Hindia dengan perubahan distribusi curah hujan, sehingga di beberapa tempat akan terjadi
kekeringan (ANONIMOS, 2008a). Curah hujan di Indonesia sangat bervariasi secara spasial dan
temporal. Secara umum terdapat siklus tahunan dan setengah tahunan di dalam pola musiman curah
hujan di Indonesia (Chang dan Wang, 2005). Beberapa kajian telah menggolongkan pola musiman
curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia berdasarkan tiga tipe hujan, yakni monsunal,
ekuatorial, dan lokal (Boerema, 1938; Aldrian and Susanto, 2003).

Terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global sangat berdampak pada kondisi iklim
wilayah indonesia dan terutama pada sektor kelautan. Pada kondisi ini parameter iklim yang paling
nyata dan paling nampak perubahanya terjadi pada perubahan pola curah hujan dan perubahan arah
dan kecepatan angin. Perubahan iklim yang terjadi merupakan dampak dari pemanasan globak atau
penigkatan suhu global yang berdampak pada proses sirkulasi hidrologi dibumi yang nantinya akan
berdampak pada karakteristik lautan seperti suhu, arus, angin, gelombang serta biotan laut
khususnya ikan. Kondisi ini sangat mempengaruhi aktifitas pada sektor kelautan, khususnya dalam
bidang perikanan dan aktifitas nelayan. Dengan kondisi penduduk wilayah pesisir indonesia yang
dominan bekerja sebagai nelayan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim dan menyebabkan
perubahan aktifitas penduduk di laut atau kegiatan melaut, perubahan yang terjadi bersifat progresif
atau mengalami penurunan intensitas waktu yang digunakan ketika melaut dan akan berdampak
pada penurunan hasil tanggakan yang secara langsung akan menyebabkan penurunan pendapatan
nelayan. Kondisi nelayan yang bergantung pada alam dalam melakukan aktifitas melautnya akan
mengalami perubahan yang tiba-tiba jika terjadi perubahan pada faktor alam tersebut.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim dan
dampaknya merupakan masalah yang kompleks dan dinamis. Berdasarkan laporan
Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC (2007), perubahan iklim telah memberikan efek
yang sangat nyata, hal ini terlihat sejak tahun 1850 tercatat 11 dari 12 tahun terpanas terjadi pada
kurun waktu 12 tahun. Kenaikan temperatur ini merupakan total dari periode 1850-1899 hingga
2001-2005 yaitu 0,74°C. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan
kenaikan permukaan air laut. Muka air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju ratarata 1,8
mm per tahun dalam rentang waktu antara tahun 1961 sampai 2003. Kenaikan total muka air laut
yang berhasil dicatat pada abad ke-20 sekitar 0,18 m . Laporan IPCC juga menyatakan bahwa
kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20. Pemanasan
global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada
upaya penanggulangannya.

Kondisi serupa terjadi pada seluruh wilayah pesisir Indonesia hanya saja dengan intensitas
yang berbeda, khususnya pada wilayah pesisir Belawan, dengan adanya perubahan kondisi iklim
seperti pola curah hujan serta arah dan kecepatan angin sangat mempengaruhi aktifitas melaut
nelayan di wilayah pesisir Belawan. Akibatnya terjadi penurunan hasil tangkapan ikan sehingga
pendapatan nelayan juga akan mengalami penurunan, akibatnya akan mengakibatkan kesulitan
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan. Perubahan parameter iklim mengakibatkan nelayan
mengalami perubahan aktifitas melaut yang bersifat progres intensitas waktu melaut, karena
perubahan yang terjadi memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap nelayan.

Perairan Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ±
24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya dan
merupakan salah satu pelabuhan utama di Indonesia yang banyak disinggahi oleh kapal-kapal
dengan berbagai ukuran. Selain itu laut Belawan juga digunakan sebagai alur transportasi
pengangkutan hasil penangkapan ikan oleh nelayan baik dalam skala kecil maupun skala besar. Hal
ini mengakibatkan laut Belawan sangat rawan terhadap pencemaran laut yang diakibatkan oleh
limbah minyak bumi dari aktivitas kapal tersebut (Paramitha, 2014).

Kelurahan Belawan Bahari termasuk kawasan pesisir yang terletak di Kecamatan Medan
Belawan Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis kelurahan ini terletak pada 03˚ 47’ 19,00” LU
dan 098˚ 42’ 18,17” BT. Kawasan pesisir ini diduga telah mengalami penurunan keseimbangan
ekosistem maupun kualitas air akibat adanya pemanfaatan oleh manusia, seperti daerah pemukiman,
daerah dermaga dan daerah keramba ikan. Aktivitas manusia di sekitar pesisir erat kaitannya
terhadap perubahan lingkungan baik perubahan fisik maupun kimia air. Kelayakan lingkungan
untuk usaha budidaya dapat diestimasi melalui pengukuran kuantitatif dan kualitatif terhadap biota
air yang menghuni perairan tersebut. perubahan yang terjadi pada wilayah pesisir Belawan dan
terjadinya perubahan iklim dan kondisi lautan sangat mempengaruhi kondisi nelayan dalam
melakukan aktifitas melautnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.

Melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis dampak perubahan
iklim terhadap tingkat kesejahteraan nelayan di Pesisir Belawan. Analisis dilakukan mulai dari
mengumpulkan data iklim, observasi terhadap responden, hingga menarik kesimpulan.

B. RUMUSAN MASALAH

a) Bagaimana perubahan kondisi iklim di wilayah lautan pesisir Belawan?


b) Bagaimana pengaruh perubahan iklim terhadap hasil tangkapan nelayan di wilayah pensisir
Belawan?
c) Bagaimana kondisi kesejahtraan masyarakat nelayan di wilayah pesisir Belawan?

C. TUJUN PENELITIAN

a) Mengetahui perubahan kondisi iklim di wilayah lautan pesisir Belawan.


b) Mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap hasil tangkapan nelayan di wilayah pensisir
Belawan.
c) Mengestimasi besarnya tingkat kesejahteraan nelayan di pesisir Belawan sebagai akibat
terjadinya perubahan iklim
BAB II

KAJIAN TEORI

A. KAJIAN TEORI

Perikanan Tangkap Indonesia

Perikanan tangkap merupakan salah satu potensi wiraswasta yang dapat dilakukan oleh
semua masyarakat Indonesia khususnya yang berdomisili di pesisir pantai. Luasnya laut Indonesia
dan panjangnya garis pantai Indonesia menjadi alasan utama besarnya potensi perikanan tangkap di
Indonesia. Menurut Apridar (2010:2)

“Potensi lestari sumber daya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,5 juta ton pertahun dan dari
seluruh potensi sumber daya tersebut, guna menjaga keberlanjutan stok ikan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton pertahun namun pemanfaatanya baru mencapai 4,4juta
ton”(Setkab.go.id 2016). Melihat potensi yang dimiliki laut Indonesia maka terlihat peluang besar
dalam mengembangkan usaha perikanan Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian kemungkinan masyarakat Indonesia dapat sejahtera oleh
hasil dari perikanan laut khususnya sumber daya ikan.

1. Pengertian dan Klasifikasi Nelayan

a). Pengertian Nelayan

Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para
nelayan biasanya bermukiman di daerah pinggir pantai atau pesisir laut (Saastrawidjaya,2002).
Sehingga nelayan dapat dikatakan sebagai orang yang secara aktif melakukan kegiatan
penangkapan ikan atau biota laut lainnya demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Kegiatan yang
dilakukan tidak hanya ketika menangkap ikan dilaut saja melainkan dapat juga membuat jaring, alat
atau perlengkapan menangkap ikan dan lain sebagainya yang berkaitan untuk mendapatkan ikan
dilaut dan ahli mesin, masak serta ahli dalam bidang lain untuk bekerja diatas kapal juga dapat
dikatakan sebagai nelayan.

b). Klasifikasi Nelayan

Terdapat berbagai macam klasifikasi nelayan diantaranya adalah menurut undang- undang
perikanan yaitu:

a). Nelayan
Nelayan adalah orang yang mata pencahariaanya melakukan penangkapan ikan (sumber:
Pasal 1 Angka 10. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan).

b). Nelayan kecil

Nelayan kecil adalah orang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang mengunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5
Gross Ton (GT). (sumber: Pasal 1 Angka 10. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan).

Nelayan bukanlah entitas tunggal, mereka terdiri dari berbagai kelompok. Dilihat dari segi
pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (Mulyadi, 2005: 7):

1) Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.
2) Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh
orang lain
3) Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan
dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

Menurut (Tarigan 2000 dalam Arifin, 2010), berdasarkan pendapatnya, nelayan dapat dibagi
menjadi:

1) Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya
berasal dari perikanan
2) Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya berasal
dari perikanan.
3) Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya
berasal dari perikanan.

Perubahan Iklim

1. Konsep Perubahan Iklim

Perubahan iklim sebagai setiap perubahan dalam iklim pada suatu selang waktu tertentu,
apakah diakibatkan oleh variasi alamiah atau karena aktivitas manusia (anthropogenic). Perubahan
iklim berdasarkan beberapa studi adalah sesuatu yang nampak dan jelas terlihat, khususnya
perubahan suhu yang sangat mempengaruhi beberapa sistem fisik dan biologi diseluruh dunia.

Handoko memberikan pengertian tentang iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari
perubahan nilai unsur-unsur cuaca ( hari demi hari dan bulan demi bulan ) dalam jangka panjang
disuatu tempat atau pada suatu wilayah. Iklim dapat pula diartikan sebagai sifat cuaca di suatu
tempat atau wilayah.
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca pada wilayah tertentu dalam waktu yang panjang. Iklim
merupakan salah satu komponen ekosistem alam sehingga kehidupan manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan tidak terlepas dari pengaruh atmosfer dengan segala prosesnya. Iklim adalah rata-rata
keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap.

Van Everdingen dalam membahas perubahan iklim serta goncangannya mengemukakan


dalam bukunya Algemene Klimatologi aneka latar belakang penelitian para tokoh sebagai berikut:

a). Easton, seorang Belanda, berdasarkan telaah atas kronik kuno dan peristiwa-peristiwa
kontemporer, menemukan bahwa dalam waktu 89 tahun terdapat 4 peristiwa berdasarkan dinginnya
suhu musim dingin. 22 1/4 tahun yang ketiga dan keempat lebihlah menyolok dinginnya jika
dibandingkan dengan yang pertama dan kedua.

b). Bruckner, mengemukakan bahwa ada periode kegoncangan iklim dengan periode 35 tahunan,
akan tetapi dengan variasi antara 25 sampai 50 tahun. Penemuan ini didasarkan atas penelitiannya
terhadap goncangan tinggi permukaan danau-danau selama 25-50 tahun. Sehubungan itu tiap masa
5 tahun rata-rata tinggi permukaan air danau dikorelasikan dengan rata-rata tekanan udara diseluruh
bumi kita.

c). Willet, berteori tentang periode 11 tahunan dihubungkan dengan munculnya noda-noda
matahari. Ditunjukkan oleh para pengamatnya bahwa periodenya dapat minimal 7 tahun dan
maksimal 17 tahun. Noda-noda tersebut berkorelasi dengan menurunnya suhu bumi; 2 tahun
sebelumnya keadaan bumi lebih kering. Sehubungan itu Braak klimatolog dari Hindia Belanda dulu
menulis bahwa fluktuasi perdagangan dunia berlatang belakang kegagalan panen gandum dan ini
disebabkan oleh aneka goncangan suhu, curah hujan, siklon, dan tekanan udara.

2). Dampak Ekologis Perubahan Iklim terhadap Wilayah Pesisir

Beberapa hasil studi menyimpulkan bahwa salah satu sendi kehidupan yang vital dan
terancam oleh adanya perubahan iklim ini adalah sektor pesisir dan masyarakat nelayan yang
mendiaminya. Dalam bukunya Subair Resiliensi Sosial Komunitas Lokal Dalam Konteks
Perubahan Iklim Global IPCC menyebutkan6 setidaknya dua faktor penyebab kerentanan wilayah
tersebut. Pertama, pemanasan global ditenggarai meningkatkan frekuensi badai diwilayah pesisir.
Setiap tahun, sekitar 120 juta penduduk dunia diwilayah pesisir menghadapi bencana alam tersebut,
dan 250 ribu jiwa menjadi korban hanya dalam kurun 20 tahun terakhir (1980-2000).

Kedua, pemanasan global diperkirakan akan meningkatkan suhu air laut berkisar antara 1-3
oC. Dari sisi biologis, kenaikan suhu air laut ini berakibat pada meningkatnya potensi kematian dan
pemutihan terumbu karang diperairan tropis. Dampak ini diperkirakan mengulang dampak peristiwa
El Nino di tahun 1997-1998. World Resource Institute tahun 2002 menyatakan suhu air laut yang
meningkat 1-3 oC pada saat itu telah memicu peristiwa pemutihan terumbu karang yang terbesar
sepanjang sejarah.
Lingkungan wilayah pesisir memiliki karakteristik, stabilitas dan resiliensi yang berbeda
dibandingkan dengan wilayah lainnya, namun demikian selama ini pengetahuan mengenai
karakteristik wilayah pesisir masih kurang dipahami benar oleh para pemanfaatnya, sehingga
pengelolaan, pola pembangunan, dan regulasi disusun sama dengan cara pandang kita terhadap
pengelolaan wilayah daratan atau pulau besar (mainland). Wilayah pesisir adalah wilayah yang
paling rentan terkena dampak buruk bencana atau perubahan iklim sebagai akumulasi pengaruh
daratan atau lautan, sistem pesisir memiliki sistem ekologi dan sistem sosial yang terkait sangat erat
dan merupakan sebuah sistem terintegrasi.

Adaptasi Perubahan iklim

Hadad “Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan” menuturkan Perubahan iklim


diperkirakan akan semakin meningkat pada dekade-dekade mendatang, dengan naiknya frekuensi
dn intensitas kejadian-kejadian cuaca yang ekstrim. karena itu, Salim E dalam bukunya yang
berjudul Ratusan Bangsa merusak Satu Bumi mengemukakan apapun yang diperdebatkan di Forum
Internasional, Indonesia sudah harus melangkah melewati tahap perdebatan itu dan meningkatkan
kapasitas anak bangsa menanggapi tantangan perubahan iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim
merupakan aspek kunci yang harus menjadi agenda pembangunan nasional dalam rangka
mengembangkan pola pembangunan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim dan antisipasi
dampaknya kedepan.

i. Konsep Adaptasi

Perubahan Iklim Secara umum adaptasi adalah proses mengatasi halanganhalangan dari
lingkungan, memanfaatkan sumber-sumber terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem,
penyesuaian dari kelompok-kelompok maupun pribadi terhadap lingkungan dan proses untuk
menyesuaikan dengan situasi yang berubah. Pendapat dari Subair dalam bukunya “Resiliensi Sosial
Komunitas Lokal Dalam Konteks Perubahan Iklim Global” mendefinisikan adaptasi terhadap
perubahan iklim sebagai penyesuaian pada alam maupun sistem kehidupan manusia dalam rangka
merespon pergerakan dan dampaknya yang merugikan atau mengurangi peluang manfaat.

Terkait dengan perubahan iklim, IPCC dalam bukunya Subair mendefinisikan adaptasi
terhadap perubahan iklim sebagai penyesuaian pada alam maupun sistem kehidupan manusia dalam
rangka merespon pergerakan iklim dan dampaknya yang merugikan atau mengurangi peluang
manfaat. Adaptasi tersebut dibedakan ke dalam beberapa tipe, yaitu adaptasi antisipasif dan reaktif,
adaptasi privat dan publik serta adaptasi terencana dan ekonomi.

ii. Jenis dan Dimensi Adaptasi Perubahan Iklim

Adaptasi perubahan iklim merupakan strategi dan tindakan yang diambil oleh orang- orang
sebagai reaksi atau antisipasi terhadap berubahnya kondisi lingkungan untuk meningkatkan serta
mempertahankan kesejahteraan hidup mereka. Oleh karena itu, adaptasi perubahan iklim
melibatkan dua dimensi yaitu kemampuan adaptasi dan aksi adaptasi. Kemampuan adaptasi untuk
meningkatkan kemampuan individu, kelompok dan organisasi agar dapat memprediksi dan
beradaptasi dengan perubahan yang diperkirakan akan terjadi.

Seperti yang dituturkan Mc Carthy et al dalam buku Subair, membagi adaptasi atas tiga jenis :

a). Adaptasi Antisipasif (proaktif ) adalah adaptasi yang dilakukan sebelum dampak perubahan
iklim terjadi.

b). Adaptasi Otonom (spontan) adalah adaptasi yang bukan merupakan respon secara sadar terhadap
rangsangan iklim, tetapi dipicu oleh perubahan ekologi di sistem alam dan oleh perubahan pasar
atau kesejahteraan dalam sistem sosial ekonomi manusia

c). Adaptasi terencana adalah adaptasi yang merupakan hasil dan keputusan kebijakan yang
disengaja, berdasarkan kesadaran bahwa kondisi telah berubah atau akan berubah

iii. Strategi Adaptasi dalam Perubahan Iklim

Strategi adaptasi merupakan pengembangan berbagai upaya yang adaptif dengan situasi
yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya alam dan air, pertanian,
infrastruktur, dan lainlain. Dalam melaksanakan kegiatan adaptasi diperlukan suatu kemampuan
yang adaptif yaitu kemampuan dari suatu sistem menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap
keragaman dan perubahan iklim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim dapat
berkurang, peluang yang ditimbulkan dapat dimanfaatkan dan konsekuensi yang timbul dapat
diatasi.

Langkah-langkah adaptasi terhadap perubahan iklim:

a). Mendapatkan orang dan pihak yang tepat untuk terlibat dalam proses partisipasif. Hal ini
didasari pada adaptasi perubahan iklim yang harus dilakukan secara terintegrasi dalam rencana dan
progam pembangunan.

b). Mengidentifikasi kerentanan, meliputi resiko saat ini dan resiko potensial yang mungkin
ditimbulkan baik itu mengidentifikasi resiko saat ini maupun resiko jangka panjang.

c). Penilaian kapasitas adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim. Penilaian
kapasitas adaptasi ini penting untuk mengurangi resiko perubahan iklim

d). Mengidentifikasi pilihan-pilihan adaptasi yang mungkin dilakukan berdasarkan analisis resiko
dan penilaian kapasitas adaptasi.

e). Evaluasi pilihan adaptasi yang sudah teridentifikasi berdasarkan efektivitas, kemudahan dalam
implementasi, penerimaan dari masyarakat lokal, dukungan dari ahli dan dampak sosial yang
ditimbulkan
f). Melaksanakan pilihan adaptasi yang telah diputuskan untuk diambil dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan iklim

g). Monitor pelaksanaan implementasi dan melakukan evaluasi atas pilihan adaptasi yang telah
terlaksana.

Rahmasari menguraikan strategi adaptasi fisik, adaptasi sosial ekonomi dan adaptasi
sumberdaya manusia melalui pendekatan proaktif dan reaktif. Adaptasi fisik melalui Pendekatan
proaktif yaitu dengan menanam tanaman yang langsung dapat menahan kenaikan muka laut,
hantaman gelombang besar, dan rob. Pendekatan reaktif yaitu dengan mengejar musim dan
pengelolaan terumbu karang. Adaptasi sosial ekonomi dengan pendekatan proaktif melalui
penggunaan bioteknologi di bidang budidaya tanaman yang nantinya akan meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir, dan pendekatan reaktif yaitu masyarakat pesisir beralih
ke mata pencaharian lain yang kemungkinan tidak akan terkena dampak perubahan iklim. Adaptasi
sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan cara manajemen pasca panen yaitu dengan
memperhatikan penangkapan ikan sampai ikan siap diolah dan dipasarkan.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

1. Tezario Chandra Putra Parura (2013) dalam penelitianya yang berjudul “Analisis Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan Di Desa Sungai Kakap Kabupaten Kubu
Raya” menyatakan bahwa Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim dan berimplikasi
terhadap sektor kelautan. Dampak yang paling nyata adalah berubahnya pola presipitasi serta arah
dan kecepatan angin sehingga berdampak pula terhadap hasil tangkapan nelayan. Dalam penelitian
ini menggunakan metoda perbandingan antara tren hasil tangkapan nelayan dengan kondisi iklim
yang terjadi. Untuk mengestimasi besarnya tingkat kesejahteraan nelayan dihitung menggunakan
Nilai Tukar Nelayan, sementara analisis adaptasi nelayan menggunakan metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memiliki dampak paling besar terhadap turunnya
hasil tangkapan nelayan adalah curah hujan, karena lingkup penelitian ini dibatasi pada daerah
pesisir sehingga arah dan kecepatan angin serta tinggi gelombang tidak memberi dampak terhadap
nelayan dalam melaut. Curah hujan yang tinggi berdampak terhadap salinitas air laut sehingga
menyebabkan turunnya hasil tangkapan nelayan. Curah hujan rata-rata dalam kurun waktu 2008-
2012 di Sungai Kakap adalah 2.662,4 mm dengan penurunan hasil tangkapan dari tahun 2009-2012
sebesar 3.316,7 ton. Nilai Tukar Nelayan (NTN) di Desa Sungai Kakap Tahun 2012 sebesar 0,84
yang mengindikasikan keluarga nelayan di Desa Sungai Kakap mempunyai daya beli yang rendah
dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dan mengalami defisit anggaran rumah tangga. Pola
adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim tersebut adalah dengan
menerapkan pola pemasukan ganda, yaitu dengan mencari tambahan pemasukan melalui usaha non
perikanan.

2. Tito Aditya Perdana (2015), dalam penelitianya yang berjudul “Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Nelayan Tangkap” menyatakan bahwa Sektor kelautan, pesisir, dan perikanan merupakan
sub sektor yang sangat banyak dipengaruhi oleh perubahan iklim. Hal ini sedikit banyak
mempengaruhi kehidupan masyarakat pesisir, bila nelayan tidak dapat menyesuaikan diri dengan
fenomena perubahan iklim maka mereka akan merugi. Dengan menggunakan metode analisis
terhadapa fenomena perubahan iklim dan dampaknya terhadap nelayan dan dalam pemilihan Objek
penelitian ini adalah nelayan tangkap di pesisir utara Kota Semarang. Purposive sampling dipakai
untuk memilih 112 orang responden nelayan tangkap. Statistik deskriptif dengan valuasi ekonomi
dan analisis cost – return telah dipakai dalam riset ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
beberapa gejala perubahan iklim yang mempengaruhi kegiatan produksi nelayan tangkap di pesisir
utara Kota Semarang antara lain adalah : curah hujan, kecepatan angin, dan gelombang. Dampak
dari perubahan iklim terhadap masyarakat nelayan tangkap di pesisir utara Kota Semarang adalah
perubahan volume hasil tangkapan setiap bulan dan perubahan jumlah bulan melaut. Dampak
kerugian ekonomi dari perubahan iklim terhadap masyarakat nelayan tangkap di pesisir utara Kota
Semarang adalah adanya bulan tidak melaut bagi nelayan yang membuat nelayan tidak mempunyai
penghasilan.

3. Heryansyah,dkk (2013) berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Nelayan


Di Kabupaten Aceh Timur. Menyatakan bahwa pokok masalah yang dikaji adalah pengaruh modal,
jumlah nelayan, jarak tempuh dan ukuran kapal terhadap produksi nelayan. Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Multiple Linear Regressian
Model dengan teknik regresi kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS).. Hasil analisis
menunjukkan bahwa modal, jumlah nelayan, jarak tempuh dan ukuran kapal berpengaruh signifikan
terhadap produksi nelayan, sedangkan pendidikan berpengaruh tidak signifikan terhadap produksi
nelayan di Kabupaten Aceh Timur.

4. Ari Wahyu Prasetyawan (2011) berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Nelayan
Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Menyatakan bahwa pokok masalah adalah
mendeskripsikan modal, tenaga kerja, lama melaut, iklim dan hasil produksi, dan mengetahui
seberapa besar pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap hasil produksi
nelayan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi. Hasil analisis
deskriptif diperoleh modal dalam kategori rendah, tenaga kerja dalam kategori sedikit, lama melaut
dalam kategori cukup panjang, iklim dalam kategori baik dan hasil produksi dalam kategori cukup
tinggi. Dan hasil Analisis regresi menunjukkan adanya pengaruh positif antara modal, tenaga kerja,
lama melaut, dan iklim terhadap hasil produksi nelayan Tasik Agung.

5. Astuti (2015) berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Di


Kabupaten Langkat. Menyatakan bahwa pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut
terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pemberian skor, uji validitas, uji reliabilitas, dan pengujian hipotesis. Hasil
pengujian diperoleh nilai F statistik sebesar 3,1236 yang lebih besar dari F0,05(5,94)= 2,30, jadi
secara bersama-sama modal kerja, tenaga kerja, pengalaman, dan jarak tempuh melaut
mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
6. Prihantono dkk. (2014) melakukan penelitian dengan judul “Adaptasi Nelayan Perikanan Laut
Tangkap dalam Menghadapi Perubahan Iklim”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
mengunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data-data dari kementrian kelautan dan
perikanan, the national oceanic and atmospheric administration (NOAA), BMKG dan survey. Hasil
dari studi ini menunjukkan bahwa untuk merespon pengaruh cuaca ekstrim pada industry perikanan
laut harus mencakup beberapa hal. Pertama, mendirikan sistem peringatan dini dengan
menghubungkan lembaga perikanan, BMKG dan lembaga penelitian kelautan untuk membantu
pengambilan keputusan dalam melakukan langkah-langkah adaptif dengan membentuk pusat
monitoring lingkungan. Sementara waktu memberlakukan sistem subsidi pada kegiatan
penangkapan ikan untuk mengurangi biaya yang timbul akibat cuaca ekstrim. Tiga, melakukan
penelitian untuk mengembangkan tekonologi, guna mengelola perubahan cuaca ekstrim yang
terjadi.

C. KERANGKA BERFIKIR

Dalam pelaksanaan penelitian ini mengandung bebera variabel yakni variabel bebas yakni
perubahan iklim dan variabel terikat yakni tingkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi wilayah
pesisir Belawan dengan tingginya tingkat aktifitas manusia seperti kegiatan pelabuhan dan
penduduk didominasi sebagai nelayan tradisional dan dalam aktifitas keseharianya seperti melaut
sangat bergantung pada alam dan perubahan kondisi iklim akan sangat berdampak terhadap
intensitas bekerja nelayan, dan akan mengurangi hasil tangkapan ikan dan secara langsung akan
mengakibatkan penurunan pendapatan sehingga proses pemenuhan kebutuhan akan mengalami
perubahan dan penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dan untuk mengestimasi tingkat kesejahteraan nelayan menghitung tingkat pendapatan


nelayan dalam skala tertentu dan melihat intensitas penurunan dan peningkatanya. Melakukan
kegitan observasi dan wawancara untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap perubahan
aktifitas melaut, pendapatan nelayan di wilayah pesisir Belawan.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian yang di lakukan di wilayah pesisir Belawan, yang dilakukan pada hari
hari.... tanggal.... bulan.... 2018, jam WIB. Dan merupakan jenis penelitian deskriptif dan penelitian
survey, untuk memberikan gambaran dan menjelaskan fenomena objek penelitian serta melakukan
survey untuk mengukur gejala-gejala yang terjadi pada objek kajian penelitian.Data tersebut
berdasarkan penelitian yang telah diruskan dalam jurnal.

C. Populasi Dan Sampel

Dalam pelaksanaan penelitian ini populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah
masyarakat nelayan yang berdomisili di wilayah pesisir Belawan. Proses penentuan sampel
menggunakan tehnik non-random Purposive Sampling yakni pengambilan sampel berdasarkan ciri-
ciri atau kriteria tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan sampel adalah penduduk yang
berprofesi sebagai nelayan, memiliki kapal sendiri, dan melakukan aktifitas melaut, dan pada usia
20-40tahun.

D. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan tenhik penumpulan data untuk memperoleh
data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode wawancara dan metode
survey/observasi. Dan perolehan data perubahan iklim dari stasiun BMKG wilayah Belawan.

E. Tehnik Analisis Data

Data penelitian merupakan data kualitatif dan tehnik analisis data dilakukan melalui 3
tahapan yakni proses pengkategorian dan penyederhanaan, proses penampilan data hasil
kategorisasim dan proses penarikan kesimpulan secara teori dengan ciri data dan informasi yang
dibutuhkan sesuai dan cukup, sesuai dengan hasil pengumpulan data dilapangan.
F. Diagram Alur Penelitian
BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

Kondidsi Fisik

A. Batas Administrasi Wilayah

Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara,
Indonesia. kecamatan medan belawan ini memiliki luas sekitar 304,74 Ha. kecamatan medan
belawan ini memiliki 6 kelurahan, Berdasarkan letak astronomis Kecamatan Medan Belawan
terletak diantara 030 sampai dengan 480 Lintang Utara, dan 980 sampai dengan 420 lintang
timur,dan terletak 3 meter diatas permukaan laut.

Kecamatan Medan Belawan berbatasan dengan :

1. Sebelah Barat Berbatasan Dengan Kabupaten Deli Serdang.


2. Sebelah Timur Berbatasan Kabupaten Deli Serdang.
3. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Medan Marelan dan Medan
Labuhan.
4. Sebelah Utara Berbatasan dengan Selat Malaka.

B. Topografi dan Kemiringan Lereng

Secara umum Kecamatan Medan Belawan berada pada ketinggian 0 sampai 5 m di atas
permukaan laut. Bentuk topografi wilayah Kecamatan Medan Belawan pada umumnya merupa¬kan
daerah dataran, adapun yang bergelombang hanyalah sebagian kecil saja. Dalam hal ini wilayah
yang agak bergelombang terdapat pada lahan yang memiliki sebagian tambak perikanan dan
sebagian pada lahan hutan mangrove serta rawa-rawa.

C. Iklim/Klimatologi

Adapun iklim yang terdapat di Kecamatan Medan Belawan adalah sedang dengan dua
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh dua arah angin
yang terdiri dari angin gunung yang membawa hujan dan angin laut yang membawa udara panas
dan lembab. Kelembaban udara (RH) Kecamatan Medan Belawan adalah ± 84 dan curah hujan rata-
rata 1.844 mm.

D. Hidrologi
Kecamatan Medan Belawan merupakan kecamatan yang memiliki wilayah perairan dalam
bentuk laut, secara umum keadaan hidrologi Kecamatan Medan Belawan terbagi atas tiga jenis
yaitu:

1. Air Tanah

Sumber air tanah yang ada, saat ini berasal dari air tanah dangkal yang dimanfaatkan
penduduk sebagai sumber air bersih rumah tangga. Dan air tanah dalam yang banyak digunakan
jasa dan industri dalam bentuk sumur bor. Air tanah dalam juga digunakan sebagai sumber air
bersih dari fasilitas kran-kran umum yang terdapat di setiap Kelurahan Bagan Deli dan Kelurahan
Belawan Sicanang.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang ada di kawasan studi pada umumnya adalah berupa kolam dan rawa.
Air permukaan ini tidak dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti
mencuci pakaian dan mandi karena kualitasnya tidak baik. Salah satu manfaat yang cukup
signifikan dari keberadaan air permukaan ini adalah untuk mendukung kegiatan pengembangan
perikanan air tawar/ kolam (tambak).

3. Sungai

Adapun sungai yang mengelilingi Kecamatan Medan Belawan adalah Sungai Belawan
dengan panjang 17.23 Km dan Sungai Deli dengan panjang keseluruhan 5.15 Km serta beberapa
anak-anak sungai lainnya. Sehingga air sungai yang ada didaerah tersebut juga dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat untuk kebutuhan sehari-hari dan sektor perikanan yang ada. Tipologi sungai di
Belawan adalah tipologi muara-muara sungai yang sangat tinggi sedimentasinya dan sangat
terpengaruh dengan pasang naik permukaan laut khususnya pada masa-masa tertentu tiap bulannya.

E. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan Peta Geologi RTRW Kota Medan 2016, Kecamatan Medan Belawan
didominasi oleh jenis bebatuan Alluvial, berikut definisi dari Aluvial dimaksud :

1. Grup Aluvial

Grup Aluvial umumnya terbentuk dari endapan kasar dan halus yang berumur Quarter (Qal
dan Qh), yang umumnya berasal dari endapan sungai, Grup Aluvial ini meliputi dataran banjir
disekitar jalur aliran Sungai Belawan, dan dataran Aluvial. Dataran banjir umumnya berpenyebaran
disekitar aliran sungai besar didekat muara berbatasan dengan pantai. Dataran Aluvial merupakan
peralihan dari grup Marin, relatif datar airnya bersifat tawar sampai payau dan bagian besar telah
dimanfaatkan sebagai areal perikanan, persawahan dan perkebunan Secara rinci satuan lahan/unit
lahan yang termasuk dalam grup Aluvial.
2. Dataran Aluvial Peralihan ke Marin

Satuan lahan ini merupakan dataran Aluvial peralihan ke Marin, dengan bahan sedimen
halus dan kasar masam, bentuk wilayah datar (lereng 3%). Jenis tanah dominan adalah Troquentsts,
Fluvaquents dan setempat yang agak kering di dominasi oleh Eutropepts. Satuan lahan ini tersebar
secara luas dibagian agak hilir sebelah kanan dan kiri dari sungai Deli.

F. Kepemilikan Lahan

Dari hasil survey lapangan dan wawancara terhadap beberapa masyarakat utnuk masalah
kepemilikan lahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan sebagian besar dimiliki oleh PT.
PELINDO (Pelabuhan Indonesia) dengan luasan 423,15 Ha dan sebagian milik masyarakat serta
hanya sebagian kecil saja yang dimiliki oleh Pemko Medan.

G. Nilai Lahan

Nilai lahan di Kecamatan Medan Belawan pada dasarnya di daerah pinggiran jalan relatif
jauh lebih mahal dibanding dengan nilai lahan yang berada pada pinggiran inti kota, hal ini
disebabkan intensitas kegiatan yang terjadi di daerah yang berada pada pinggir jalan jauh lebih
tinggi.

Menurut data yang diperoleh melalui Dirjen Perpajakan, untuk kelurahan yang memiliki
nilai lahan yang tinggi terdapat di Kelurahan Belawan I yaitu berkisar Rp. 48.000,- sampai Rp.
610.000,-. Sedangkan Kelurahan yang memiliki nilai lahan yang rendah terdapat di 2 (Dua)
Kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang berkisar Rp. 10.000,- sampai Rp. 285.000,- dan
Kelurahan Belawan Bahagia berkisar Rp. 48.000,- sampai Rp. 285.000,-.

Kondisi Sosial

A. Kependudukan

Penduduk merupakan pihak yang akan memperoleh manfaat dari upaya-upaya penataan
ruang. Dengan demikian dinamika kependudukan memiliki peranan yang penting sebagai obyek
maupun subyek dalam dinamika perkembangan suatu kawasan. Penduduk juga sebagai faktor
utama dalam pembangunan mutlak dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan pembangunan.

B. Kependudukan Kecamatan Medan Belawan

Penduduk memegang peranan penting dalam suatu wilayah baik dilihat sebagai subyek
maupun obyek pembangunan. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik
maupun data profil Kecamatan, maka jumlah penduduk Kecamatan Medan Belawan tahun 2013
adalah 96.280 jiwa dan distribusi penduduk terbesar berada pada Kelurahan Belawan II yaitu
21.072 jiwa.jumlah penduduk terkecil berada pada kelurahan belawa bahagia yakni sebanyak
11.985.

C. Komposisi Penduduk ( Menurut Macam Karakteristik )

Kecamatan Medan Belawan berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik,
jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki adalah 48.917 jiwa sedangkan untuk jenis kelamin
perempuan adalah 46.792 jiwa dengan total jumlah penduduk Kecamatan Medan Belawan 95.709
jiwa.

Potensi di Daerah Pesisir Kecamatan Medan Belawan.

A. Pelabuhan Belawan

Pelabuhan belawan adalah pelabuhan yang terletak di kota Medan, Sumatera utera,
Indonesia dan merupakan pelabuhan terpenting dipulau Sumatera. Pelabuhan belawan adalah
sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia I.
Dengan letak geografisnya adalah 03° 47’LU 98°42’BT / 3,783°LU 98,7°BT. Pelabuhan belawan
memiliki wilayah sekitar 12.072,33 hektar, terdiri atas beberapa pelabuhan kecil, yaitu pelabuhan
belawan lama, pelabuhan ujung baru, pelabuhan citra, terminal peti kemas, konvensional gabion,
dan terminal penumpang. Pelabuhan ini memiliki empat dermaga besar. Bahkan, dua dermaga
diantaranya mampu menampung kapal dengan bobot 7000 ton jika berlabu diasana.

B. Mangroove

Seperti yang kita ketahui Hutan mangrove memiliki peran ekologis yang besar bagi
kehidupan manusia. Telah berabad-abad lamanya dijadikan tumpuan jutaan orang yang hidup di
pesisir. Hutan ini memiliki banyak fungsi mulai dari penyedia sumber makanan, bahan baku
industri, mencegah banjir, mencegah erosi, hingga fungsi rekreasi.

C. Pantai ocean pasifik

Pantai ocean pasifik atau di sebut juga pantai Olo oleh masyarakat sekitar, merupakan salah
satu tempat rekeasi bagi keluarga, pantai yang berhadapan langsung dengan selat malaka dan kita
juga dapat melihat aktivitas bongkar muat peti kemas yang terdapat disekitar pantai tersebut, pantai
ini dulunya di bangun oleh Olo panggabean.

Pemanfaatan Potensi daerah pesisir kecamatan medan belawan

A. Pelabuhan belawan

Dengan keberadaan pelabuhan belawan, Para masyarakar sekitar memanfaatkannya sebagai


peluang usaha dan peluang kerja bagi masyarakat sekitar, sebagai kuli angkut barang, bongkar muat
kapal, dan menjadi tenaga kebersihan pelabuhan tersebut. Dan sebagian masyarakat membuka
berbagai pertokoan.

B. Mangrove

Pada umumnya masyarakat pesisir kecamatan medan belawan memanfaatkan jenis-jenis


magrove secara lokal untuk kayu bakar dan bahan bangunan lokal, dan pengalihan fungsi lahan
mangrove menjadi lahan tambak udang,dan luas hutan mangrovepun terus tergerus/ditebangi
masyarakat sekitar secara besar-besaran, dengan luas tambak perorangan mulai dari 0,5 ha hingga 6
ha perorang.

Pantai Ocean Pasifik

Dengan adanya pantai ocean pasifik sebagai tempat wisata/rekreasi keluarga, masyarakat di
daerah tersebut membuka restoran dan warung makan sebagai tempat beristrahat pengunjung
wisata, dan juga membuat lokasi taman bermain anak, lokasi bermain bebek air, kolam pancing
bahkan membangun penginapan keluarga. Dan wisata belanja sebagi souvenir dari daerah pantai
tersebut seperti barang-barang Kristal, keramik-keramik cantik.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perubahan Iklim Di Wilayah Lautan Pesisir Belawan

Dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan tehnik obervasi dan wawancara, dimana
peneliti melakukan wawancara terhadap responden dan juga institusi terkait yakni BMKG Maritim
Belawan. Sebagai mana kegiatan ini untuk memperoleh data terkait perubahan iklim yang
diakumulasikan dalam beberapa tahun terakhir.

Sesuai dengan wawancara dengan pihak BMKG yang menanyakan bahwa untuk
memperoleh data untuk kegiatan penelitian ini dengan mengajukan pertanyaan “bagaimana kondisi
perubahan iklim di wilayan pesisir Belawan khususnya pada aspek curah hujan dan arah dan
kecepatan anginnya?”

“dalam kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh stasiun Maritim Belawan pada dua tahun
terakhir ini terjadi perubahan signifikan pada curah hujan dan arah dan kecepatan angin, dalam
pantauan 2 tahun terakhir terjadi perubahan intensitas curah hujan dan peningkatan intensitas cuaca
ekstrim dan terjadinya peningkatan frekuensi kecepatan serta perubahan arah angin. Dimana dalam
pantauan pada keadaan normal, angin akan bertiup dari Timur Laut sampai Barat dengan kecepatan
2-12 knot, sedangkan bila iklim sedang tidak bersahabat angin bertiup hingga kecepatan 35 knot
sehingga nelayan tidak berani melaut. Dalam hal ini kami pihak BMKG akan sangt siaga dalam
memantau perubahan kondisi cuaca dan iklim di perairan belawan untuk keamanan dan
keselamatan nelayan dalam aktifitas melautnya. Dan dalam pantauan kami terjadinya hujan dan
angin kencang sebagai konsekuensi dari cuaca ekstrim.”

Sesuai dengan hasil wawancara dan jawaban dari narasumber dapat kita simpulkan bahwa
terjadinya perubahan kondisi iklim di wilayah perairan belawan seperti perubahan arah dan
kecepatan angin dan terjadinya hujan dan cuaca ekstrim, dan dalam hal ini sangat beresiko tinggi
dan sangat berbahaya jika berada di lautan, akibatnya pada kondisi ini nelayan tidak berani untuk
melaut sehingga akan berdampak pada intensitas melaut nelayan dan secara langsung akan
berpengaruh pada jumlah tangkapan nelayan sehingga pendapatan nelayan akan menurun. Dan
secara umum dapat kita memberikan gambaran bahwa perubahan iklim yang terjadi akan
berdampak pada penurunan pendapatan nelayan dan secara langsung mengestimasikan terjadinya
perubahan kesejahteraan nelayan.

Peta anomali suhu udara tahun 2016 terhadap Normal (1981-2010) telah mununjukan bahwa
tahun 2016 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah. Pengamatan BMKG yang sejalan dengan
pernyataan organisasi meteorology dunia (WMO), menunjukkan bahwa tahun 2016 memiliki suhu
rata-rata 1,2 °C lebih tinggi dibandingkan dengan Normalnya (yaitu rata- rata tahun 1981-2010).
Bahkan anomali suhu tahun 2016 ini melampaui anomali suhu tahun 2015 yang mencapai 1 °C.
Diketahui bahwa anomali suhu rata-rata untuk tahun 2015 sangat dipengaruhi oleh fenomena El-
Nino yang menimbulkan kekeringan di Indonesia. Sementara untuk tahun 2016 tidak ada fenomena
yang disebut El-Nino, hal ini mengindikasikan bahwa unsur gas rumah kaca menunjukkan
pengaruhnya terhadap suhu udara.

Peta anomali suhu tahun 2016 terhadap Normal di atas menunjukkan anomali suhu terbesar
tercatat di provinsi DI. Yogyakarta yang mencapai 2,5 °C dan disusul kemudian oleh provinsi Bali
yang mencapai anomali suhu sebesar 2 °C. Sementara anomali suhu udara di provinsi lainnya
bervariasi di bawah 2 °C.

Perubahan normal curah hujan memuat informasi perubahan/ deviasi terhadap normal curah
hujan 30 tahun di Indonesia. Data yang digunakan adalah data curah hujan rata-rata bulanan dari
periode tahun 1980-2010. di Indonesia. Dalam gafik diperlihatkan perubahan/penyimpangan pola
curah hujan dari normalnya pada 10 tahun terakhir di Indonesia. Data berasal dari data observasi
BMKG mulai dari tahun 1981-2016. Tren fraksi curah hujan ini disajikan dalam tiga (3) kategori
yaitu hujan untuk intesnsitas 20, 50, dan 100 mm/hari. Berdasarkan hasil pengolahan tren fraksi
curah hujan di Indonesia secara umum hujan di Indonesia memiliki tren yang bernilai positif
walaupun di beberapa wilayah bernilai negatif dengan besaran yang bervariasi. Sebagai contoh jika
kita lihat lokasi di Stasiun Meteorologi Hasaniddin Makasar yang memiliki tren positif pada semua
besaran intensitas hujannya. Untuk intensitas hujan 20 mm/hari terlihat dari persamaan tren
memiliki nilai slope sebesar 0.0544 yang berarti curah hujan dengan intensitas 20 mm/hari
cenderung meningkat sebesar 0.0544 perseni setiap tahunnya.

Terjadinya peningkatan curah hujan di wilayah perairan pantai timur sumatera yang
merupakan bagian dai wilayah perairan pesisir belawan dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan
intensitas curah hujan yang sangat besar terjadi secara berkelanjutan dan sesuai dengan pencatatan
pada stasiun BMKG Maritim Belawan. Seiring dengan adanya perubahan curah hujan yang
berbanding lurus dengan kondisi angin, dan data angin diperlukan untuk mengetahui dan
melakukan peramalan tinggi dan periode gelombang. Mengingat data angin di lokasi penelitian
tidak tersedia, maka digunakan data angin dari Stasiun Meteorologi Maritim Belawan, yang
kemudian diinterpolasi dengan koordinat lokasi penelitian sehingga hasilnya representatif.
Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan dinyatakan dalam satuan knot. Jumlah data angin
yang ditampilkan setiap jam selama beberapa tahun pengamatan adalah sangat besar. Untuk itu data
tersebut harus diolah dan disajikan dalam bentuk ringkasan atau diagram yang disebut dengan
mawar angin (windrose). Dengan diagram mawar angin tersebut maka karakteristik angin dapat
dibaca dengan cepat. Dalam penghitungan data angin pada stasiun BMKG Maritim Belawan dapat
diketahui bahwa pada Tahun 2008 distribusi angin dominan berhembus dari arah Selatan Tenggara
dengan rentang kecepatan maksimal 7-11 knot; pada Tahun 2009 distribusi angin dominan
berhembus dari arah Selatan Tenggara dan Selatan dengan rentang kecepatan maksimal 7-11 knot;
pada Tahun 2010 distribusi angin datang dari segala arah 16 mata angin dengan intensitas yang
hampir sama dan yang dominan berhembus dari arah Barat Laut dengan rentang kecepatan
maksimal 7-11 knot disebabkan oleh fenomena El-Nino yang terjadi di Indonesia pada tahun 2010
silam; pada Tahun 2011 distribusi angin dominan berhembus dari arah Selatan Tenggara dan
Selatan dengan rentang kecepatan maksimal 7-11 knot; dan pada Tahun 2012 distribusi angin
dominan berhembus dari arah Selatan dengan rentang kecepatan maksimal 7- 11 knot.

Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran gelombang, mengingat kesulitan dan biaya
yang sangat besar. Selain itu pengukuran yang dilakukan dalam waktu pendek kurang dapat
mewakili tinggi gelombang sesungguhnya di lapangan. Oleh karena itu digunakan data sekunder
yaitu data gelombang yang diramalkan dari data angin. Tinggi gelombang rata-rata di perairan
pesisir kelurahan Belawan Bahari adalah 0,58 meter pada tahun 2008, 0,57 meter pada tahun 2009,
0,38 meter pada tahun 2010, 0,59 meter pada tahun 2011, dan 0,54 meter pada tahun 2012.
Pencatatan penghitungan fluktuasi muka gelombang menunjukkan bahwa fluktuasi tinggi
gelombang di perairan pesisir Belawan Bahari dalam rentang waktu lima tahun cenderung stabil.
Hanya pada tahun 2010 tinggi gelombang mengalamani penurunan namun tidak signifikan.

2. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Hasil Tangkapan Nelayan

Dalam kegiatan penelitian ini proses wawancara dengan pihak BMKG Maritim Belawan
menyebutkan bahwa terjadinya perubahan iklim yang sangat signifikan memiliki resiko yang sangat
besar dan dengan peningkatan curah hujan dan angin kencang, peningkatan intensitas cuaca
ekstrem, dan peningkatan gelombang dan akibatnya beresiko besar bagi keselamatan jika berada di
laut dan hal ini mengakibatkan nelayan tidak berani untuk melaut sehingga akan mengakibatkan
penurunan intensitas harian melaut nelayan dan dengan demikian akan mengakibatkan penurunan
hasil tangkapan ikan dan secara langsung akan mengakibatkan pendapatan dari hasil penjualan ikan
sehingga dalam memenuhi kebutuhan akan mengalami perubahan dan dapat diidentifikasikan
terjadinya perubahan kesejahteraan nelayan.

Dalam kegiatan wawancara dengan narasumber yakni responden nelayan yang melakukan
kegiatan melaut di wilayan perairan Belawan kecamatan Medan Bahari, dan dengan mengajukan
pertanyaan wawancara terhadap narasumber yakni “bagaimana dampak yang dirasakan oleh bapak
ketika terjadi perubahan iklim terhadap hasil tangkapan ikan?

“dalam kegiatan melaut yang saya lakukan bergantung pada kondisi iklim seperti angin,
gelombang, hujan, dan saat ini bahwasanya terjadi perubahan iklim secara global dan hal ini sangat
mempengaruhi kondisi iklim di wilayah lautan. Dalam pengalaman saya selama ini ketika sedang
melaut terjadi perubahan pada beberapa aspek seperti perubahan kecepatan angin atau sangat sering
terjadi angin kencang, gelombang air semakin tinggi, dan terjadinya perubahan pola curah hujan.
Dalam kondisi ini saya menjadi takut untuk melaut akibat angin kencang dan gelombang yang
tinggi, sehingga waktu harian melaut saya jadi berkurang semisalnya dulu hampir setiap hari saya
melaut tetapi saat ini terkadang hanya 4 atau 3 kali dalam seminggu. akibatnya karna waktu saya
melaut berkurang otomatis hasil tangkapan pastinya berkurang.
Sesuai dengan hasil wawancara dan jawaban narasumber tersebut maka dapat dideskripsikan
bahwa adanya pengaruh perubahan iklim terhadap hsil tangkapan ikan nelayan yang dimana
perubahan iklim akan mempengaruhi intensitas waktu harian melaut dan otomatis akan menurunkan
hasil tangkapan ikan nelayan. Dalam hal ini dapat dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan jawaban
dari narasumber BMKG dan narasumber nelayan maka perubahan iklim di wilayah perairan
belawan khusunya pada aspek arah dan kecepatan angin atau angin kencang, peningkatan tinggi
gelombang laut, dan peningkatan curah hujan atau cuaca ekstrim di lautan, berdampak pada
penurunan hasil tangkapan ikan nelayan.

Secara umum dari hasil analisis terhadap jawaban dengan wawancara mengindikasikan
bahwa terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan di wilayah pesisir Belawan oleh para nelayan dan
dalam hal ini responden memberikan tanggapan terhadap pertanyaan yang kami sampaikan yakni
bahwasanya penurunan hasil tangkapan ikan juga tidak hanya terjadi pada kuantitas ikan tetapi juga
pada jenis ikan tangkapan nelayan, dimana dalam beberapa tahun terakhir terdapat beberapa jenis
ikan yang tidak lagi tertangkap ketika melaut, hal ini mengindikasikan bahwa adanya perubahan
iklim di wilayalah lautan atau pesisir Belawan dan hal tersebut juga mempengaruhi kondisi
lingkungan hidup biota laut sehingga beberapa jenis ikan mengalami gangguan akibat perubahan
kondisi lingkungan hidupnya dan melakukan perpindahan, sehingga jumlah ikan pada wilayah atau
zona melaut nelayan pesisir Belawan mengalami penurunan sehingga akan berdampak pada
penurunan jumlah tangkapan ikan nelayan.

3. Kondisi Kesejahteraan Nelayan Di Kelurahan Medan Bahari

Indikator Kesejahteraan Masyarakat

Beberapa studi memperoleh temuan, bahwa kemandirian ekonomi masyarakat sangat


dipengaruhi oleh faktor didalam dan faktor diluar dari masyarakat itu sendiri. Dalam jangka panjang
sebenarnya kedua faktor di atas lebih pada pendekatan historis, yaitu bahwa sumberdaya yang
dimiliki bersifat given, artinya demikian adanya. Sumberdaya demikian telah ada dan dimiliki
begitu rupa sehingga untuk merubah dan mengembangkan amat tergantung pada cara
pengelolaannya. Tambahan lagi faktor dari luar akan membantu dalam mengakomodir sehingga
dapat dicapai suatu prestasi yang tinggi. Faktor dari dalam (endowment factor) seringkali udah ada
dan dimiliki sesuai dengan ketentuan (a) Karakter lingkungannya, dapat dilihat dari aktivitas
keseharian masyarakat sekitar (b) Pendidikan, dilihat dari sudut pandang banyaknya keinginan anak
putus sekolah sedangkan sekolah yang tersedia sesuai kapasitas penduduk (c) Kesehatan, dilihat
dari kacamata jumlah balai kesehatan (d) Penghasilan, dipandang dari aspek mata pencaharian dan
penghasilan yang diterima apakah sudah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari (e)Kesadaran ingin
berubah, banyaknya bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat sekitar pesisir tapi
dari masyarakatnya sendiri kurang tanggap akan bantuan yang diberikan oleh pemerintah, baik
dalam bentuk asuransi maupun kartu yang lainnya.
Menurut Genpenus (2016) indikator kesejateraan masyarakat terbagi atas tiga, yaitu
(a)Jumlah dan pemerataan pendapatan (b)Pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau
(c)Kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata.

Sedangkan faktor di luar (exogeneous) lebih bersifat melengkapi, misalnya aspek teknologi, pasar
dan sebagainya. Kemandirian masyarakat juga dipengaruhi oleh potensi sumberdaya, pemanfaatan
dan pelestarian sumberdaya sehingga penelitian terapan demikian amat penting. Pada daerah
penelitian tersebut dapat dikemukakan keadaan sosial ekonomi sebagai sumberdaya yang
(potensial) ada sangat memadai.

Kondisi kehidupan kesejanteraan nelayan di kelurahan medan Bahari mengalami perubahan


drastis dan mengalami penurunan yang sangat drastis. Penurunan intensitas dan aktifitas nelayan
ketika melaut akibata adanya perubahan pola curah hujan, pola arah dan kecepetan angin,
peningkatan ombak dan gelombang, dan perubahan pola arus laut yang memiliki resiko besar dalam
kegiatan aktifitas melaut.

Tingkat pengetahun penduduk akan permasalahan perubahan iklim tidak lagi hal yang tidak
mereka pahami, dalam hal ini penduduk nelayan kerap menalami dampak perubahan iklim dalam
aktifitas melautnya seperti perubahan curah hujan tiba-tiba, perubahan pola angin dan peningkata
gelombang laut. Pengetahun akan hal ini diperolah dari adanya kegiatan kegiatan penyuluhan dari
berbagai instansi dan adanya berita-berita pada layanan informasi yang memberikan penjelasan
tentang kondisi perubahan iklim saat ini.

Menurut data yang diperoleh dari proses wawancara dengan narasumber yakni sebagai
sampel penelitian, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir mengalami penurunan hingga 50%
sehingga sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Dan dengan adanya aktifitas pelabuhan juga memberikan dampak yang sama yakni
mempengaruhi pola distrbusi ikan akibat adanya aktifitas secara terus menerus di wilayah peraiaran
dan secara tidak langsung akan berdampak pada kesejahteraan penduduk nelayan di kelurahan
Belawan Bahari.

Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan dapat diketahui dari
tingkatan pendapatan nelayan, dan dari hasil wawancara dengan narasumber dapat digambarkan
kondisi pendapatan nelayan di wilayah perairan Belawan kelurahan Belawan Bahari yakni dapat di
gambarkan melalui tabel berikut:

Tabel 1. Tingkat Pendapatan Responden

No Nama Responden Pendapatan (Rp) / bulan


1 Ibu Ani (35) Rp. 2.650.000
2 Haryanto (37) Rp. 3.100.000
3 Sudar (42) Rp. 2.750.000
4 Ahmad (32) Rp. 2.450.000
5 Muhammad (45) Rp. 2.000.000
6 Yunus (43) Rp. 2.850.000
7 Ibu Suyanti (36) Rp.-
8 Fery (40) Rp. 2.950.000
9 Ricky (49) Rp.-
10 Simon (35) Rp.-
Sumber: hasil olahan sendiri - data primer 2017

Dari tabel diatas dapat digambarkan kondisi pendapatan nelayan keluarahan Belawan Bahari
dengan tingkat pendapatan tertinggi adalah Rp. 3.100.000 dan pendapatan terendah yakni sebesar
Rp. 2.450.000, pada data ini terdapat beberapa responden yang tidak dapat menyebutkan besaran
pendapatanya dan dari hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tingka pendapatan tiap responden
tidak terlau besar selisihnya sehingga mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk
masih tergolong homogen dalam pemenuhan kebutuhan dan memiliki permasalahan yang sama
dalam kegiatan melaut.

Tingkat pendapatan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dengan kegiatan wawancaa
dengan beberapa narasumber, dan dari hasil wawancara dengan narasumber dengan mengajukan
pertanyaan “bagaimana kondisi perubahan pendapatan narasumber dalam beberapa tahun terakhir
ini?”

“perubahan pendapatan dibanding beberapa tahun terakhir hampir mengalami penurunan


hingga 50% sehingga menjadi pendapatan seperti pada Tabel.1. hal ini terjadi akibat adanya
permsalahan iklim diwilayah lautan seperti perubahan curah hujan dan peningkatan hajan deras,
angin kencang, gelombang tinggi sehingga memiliki resiko fatal jika berada di laut. Penurunan
pendapatan ini sejalan dengan penurunan hasil tangkapan ikan dan penurunan intensitas harian
melaut.

Dari hasil jawaban responden dapat digambarkan bahwa tingkat pendapatn nelayan yang
menurun hingga 50% mengindikasikan bahwasanya tingkat kesejahteraan nelayan terjadi
penurunan yang sangat besar, dalam hal ini nelayan harus mengurangi biaya kebutuhan sebesar
50% dari kebutuhan biasanya pada beberapa tahun silam. Kondisi ini menunjukkan dan
mengindikasikan bahwa besarnya pengaruh perubahan iklim terhadap kesejahteraan nelayan.

Dalam kegiatan penelitia ini juga kami memperoleh permasalahan yang di ungkapkan oleh
narasumber ketika sedang melakukan wawancara dan hal ini merupakan permalahan yang diluar
kajian kami yakni narasumber menyebutkan bahwa adanya pengaruh pelabuhan Belawan terhadap
kondisi perikanan diwilayah Belawan, dalam hal ini mengakibatkan terjadinya pencemaran air laut
dan terkontaminasinya air laut sebagai tempat tinggal biota laut seperti ikan dan lain lain, dan dalam
perkembanganya yang pada saat ini pelabuhan Belawan lebih aktif dari beberapa tahun silam
sehingga pencemaran air laut semakin kuat terjadi, sehingga mengganggu biota laut dan narasumber
berpendapat bahwa kondisi ini megakibatkan beberapa jenis ikan melakukan perpindahan dari
lingkungan tempat hidupnya sehingga hal ini yang memungkinkan mengakibatkan beberapa jenis
ikan tangkap oleh nelayan tidak ada atau beberapa jenis ikan tersebut tidak lagi ada tertangkap pada
zona melaut nelayan yang sebelumnya pada tahun-tahun sebelumnya masih ada tertangkap.

PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan lapangan di daerah pesisir, mendapat beberapa hasil yang


menyangkut kehidupan daerah pesisir tersebut diantaranya adalah :

Bidang aktivitas penduduk, berdasarkan fisiografis di Belawan hampir 90% mata


pencaharian masyarakat sekitar pesisir Belawan adalah nelayan dan sisanya lagi sekitar 10%
bermata pencaharian sebagai pedagang, tukang becak dan sebagai buruh untuk membantu kegiatan
nelayan dalam melakukan aktifitasnya seperti pengupas kerang, penjemur ikan dll.

Bidang pendidikan, berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada masyarakat sebagai


sampel penelitian daerah belawan kelurahan Belawan Bahari tersebut dapat disimpulkan bahwa
rata-rata anak-anak daerah tersebut tidak ada yang sampai ke jenjang SMA ataupun perguruan
tinggi, jika ada itu pun putus sekolah. Hal ini dikarenakan anak-anak pesisir tersebut lebih
mementingkan untuk mempertahankan hidupnya dengan membantu orang tua ikut melaut dari pada
melanjutkan studinya. Perihal mengenai kondisi sekolah di daerah tersebut, kepala lingkungan
mengatakan bahwa kondisi sekolah tidak menjadi penyebab anak- anak pesisir daerah setempat
untuk tidak ingin bersekolah lagi, sebaliknya kepala lingkungan mengatakan bahwa kondisi sekolah
anak-anak pesisir ini sangat mendukung untuk proses belajar mengajar di kelas. Hanya saja masih
kurangnya motivasi ataupun kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya pendidikan itu,
kondisi yang membentuk kebudayaan dalam diri penduduk menanamkan jiwa melanjutkan dari apa
yang dilakukan orang tunya sehingga tingkat pendidikan tidak terlalu diperhatikan sehingga lebih
didominasi oleh aktifitas keseharian yang berkaitan dengan status sebagai nelayan.

Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa sangt besar pengaruhnya perbahan iklim
terhadap kesejahteraan nelayan di kelurahan Belawan Bahari ditandai dengan adanya perubahan
yang signifikan pada parameter iklim seperti perubahan curah hujan dan peningkatan cuaca ekstrim,
perubahan dan peningkatan arah dan pola dan kecepata arah angin, peningkatan fluktuasi muka
gelombang laut dan ombak laut yang memiliki dampak resiko tinggi terhadap aktifitas nelayan,
sehingga mengakibatkan penurunan pola aktifitas melaut dan mengkibatkan penurunan hasil
tangkapan dan menurunkan tingkat pendapatan sehingga menimbulkan permasalahan dalam
kehidupan sosial masyarakat.

Faktor-faktor sebagai penentu besaran pendapatan nelayan di kelurahan Belawan Bahari


antara lain:

• Perubahan iklim menjadi faktor penting penentu besaran pendapatan nelayan di Sungai
Kakap dan juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan, karena sumber pendapatan nelayan di
pesisir Belawan Kelurahan Belawan Bahari semata-mata berasal dari sektor perikanan. Dari hasil
analisis mengenai dampak perubahan iklim terhadap hasil tangkapan nelayan di pesisir Belawan
Kelurahan Belawan Bahari diketahui bahwa perubahan iklim yang ditandai dengan curah hujan
ekstrim memberi dampak kepada nelayan pesisir Belawan Kelurahan Belawan Bahari yaitu
berkurangnya hasil tangkapan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir , dan juga secara tidak
langsung memberi dampak kepada pendapatan nelayan dan tingkat kesejahteraan nelayan.

• Teknologi, yaitu terkait dengan peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam proses
penangkapan ikan, seperti perahu, alat pancing, dan jaring. Nelayan yang menjadi responden pada
penelitian ini merupakan penduduk asli pesisir Belawan Kelurahan Belawan Bahari. Nelayan-
nelayan tersebut merupakan nelayan tradisional yang menggunakan perahu tanpa mesin sebagai
sarana melaut. Alat tangkap yang digunakan juga merupakan alat tangkap tradisional, yaitu dengan
menggunakan jaring.

• Pendidikan dan pengalaman seorang nelayan menentukan keterampilan nelayan dalam


melaut, semakin terampil seorang nelayan maka hasil tangkapan cenderung semakin baik. Para
nelayan di pesisir Belawan Kelurahan Belawan Bahari yang menjadi responden pada umumnya
merupakan nelayan yang telah melaut selama lebih dari 15 tahun, nelayan telah melaut selama 10-
15 tahun, dan nelayan yang telah melaut selama 5-10 tahun, namun juga memiliki tingkat
pendidikan yang rendah yaitu rata-rata Tamat SD,n SMP dan Tidak Tamat SD.

Dalam kegiatan penelitian ini yang menganalisis variebel perubaha iklim dan kesejahteraan
nelayan di kelurahan Belawan Bahari sehingga dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya
perubahan iklim yang sangat besar di wilayah perairan Belawan seperti pola dan intensitas surah
hujan, arah dan kecepatan angin, gelombang, sehingga akan mengindikasikan adanya resiko sangat
berbahaya jika melakukan kegiatan melaut.

Sesuai dengan penelitian oleh “Tezario Chandra Putra Parura” dengan judul penelitian -
Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan Di Desa Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya- dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang memiliki dampak
paling besar terhadap turunnya hasil tangkapan nelayan adalah curah hujan, karena lingkup
penelitian ini dibatasi pada daerah pesisir sehingga arah dan kecepatan angin serta tinggi gelombang
tidak memberi dampak terhadap nelayan dalam melaut. Curah hujan yang tinggi berdampak
terhadap salinitas air laut sehingga menyebabkan turunnya hasil tangkapan nelayan. Curah hujan
rata-rata dalam kurun waktu 2008-2012 di Sungai Kakap adalah 2.662,4 mm dengan penurunan
hasil tangkapan dari tahun 2009-2012 sebesar 3.316,7 ton. Nilai Tukar Nelayan (NTN) di Desa
Sungai Kakap Tahun 2012 sebesar 0,84 yang mengindikasikan keluarga nelayan di Desa Sungai
Kakap mempunyai daya beli yang rendah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dan mengalami
defisit anggaran rumah tangga. Pola adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan
iklim tersebut adalah dengan menerapkan pola pemasukan ganda, yaitu dengan mencari tambahan
pemasukan melalui usaha non perikanan.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kondisi perubahan iklim di
wilayah perairan belawan yang berdampak pada kesejahteraan nelayan yakni mengalami penurunan
dari beberapa tahun terakhir dengan perubahan aspek iklim yang paling nyata terjadi pada aspek
curah hujan, arah dan kecepatan angin, gelombang dan arus. Perubahan iklim menjadi faktor
penting penentu besaran pendapatan nelayan di keluaraha Belawan Bhari dan juga mempengaruhi
tingkat kesejahteraan nelayan, karena sumber pendapatan nelayan Belawan Bahari semata-mata
berasal dari sektor perikanan. Dari hasil analisis mengenai dampak perubahan iklim terhadap hasil
tangkapan nelayan di kelurahan Belawan Bahari diketahui bahwa perubahan iklim yang ditandai
dengan curah hujan ekstrim memberi dampak kepada nelayan yaitu berkurangnya hasil tangkapan
dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, dan juga secara tidak langsung memberi dampak
kepada pendapatan nelayan dan tingkat kesejahteraan nelayan yang secara positif mengalami
penurunan.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh perubahan iklim terhadap hasil
tangkapan nelayan yang dimana penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh “Tito
Aditya Perdana” (2015), dalam penelitianya yang berjudul “Dampak Perubahan Iklim Terhadap
Nelayan Tangkap” menyatakan bahwa Sektor kelautan, pesisir, dan perikanan merupakan sub
sektor yang sangat banyak dipengaruhi oleh perubahan iklim. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi
kehidupan masyarakat pesisir, bila nelayan tidak dapat menyesuaikan diri dengan fenomena
perubahan iklim maka mereka akan merugi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa
gejala perubahan iklim yang mempengaruhi kegiatan produksi nelayan tangkap di pesisir utara Kota
Semarang antara lain adalah : curah hujan, kecepatan angin, dan gelombang. Dampak dari
perubahan iklim terhadap masyarakat nelayan tangkap di pesisir utara Kota Semarang adalah
perubahan volume hasil tangkapan setiap bulan dan perubahan jumlah bulan melaut. Dampak
kerugian ekonomi dari perubahan iklim terhadap masyarakat nelayan tangkap di pesisir utara Kota
Semarang adalah adanya bulan tidak melaut bagi nelayan yang membuat nelayan tidak mempunyai
penghasilan.
BAB VI

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis dampak perubahan iklim terhadap tingkat
kesejahteraan nelayan di pesisir Belawan Kelurahan Belawan Bahari, dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:

• Kondisi perubahan iklim diwilayah pesisir belawan sangat terlihat terutama pada aspek
curah hujan, arah dan kecepatan angin, gelombang, yang dalam pelaksanaanya hal ini diperoleh dari
kegiatan wawancara dengan pihak BMKG Maritim Belawan yang mneyebutkan bahwa terjadinya
perubahan curah hujan, aran dan kecepatan angin dan gelombang di wilayah pesisir belawan hingga
mencapai perubahan 2 kali lebih besar dari kondisi baisanya dan hal ini memiliki resiko yang sangat
besar dan mengakibatkan cuaca ekstrim dilaut Belawan mengalami peningkatan.

• Perubahan iklim yang terjadi sangat mempengaruhi hasil tangkapan ikan nelayan, yang
dipengaruhi oleh resiko akibat perubahan iklim di lautan sangat tinggi sehingga menimbulkan rasa
takut dalam diri snelayan untuk melaut sehingga intensitas harian nelayan melaut mengalami
penurunan dan otomatis hasil tangkapan ikan nelayan akan mengalami penurunan jumlah atau
kuantitas.

• Kondisi kesejahteraan nelayan di wilayan Belawan Bahari terjadi penurunan yang sangat
drastis dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana pendapatan nelayan mengalami
penurunan hingga 50. Akibatnya dalam memenuhi kebutuhan nelayan harus menguranginya hingga
sesuai dengan pendapatan yang mengalami penurunan.

2. Saran

Nelayan dapat memperoleh pengetahuan yang lebih akan resiko dan proses serta dampak
akibata danya perubahan iklim terhadap kondisi lautan dan nelayan membutuhkan informasi lokasi
yang aman untuk melaut dengan kondisi sumber daya perairan yang banyak, dan pemerintah lebih
aktif dalam mengelola lingkungan dan menjaga serta mengurangi perubahan iklim dunia saat ini.
Dan melalui penelitian ini kami berharap penekanan untuk menjaga kondisi lingkungan untuk
mengurangi intensitas pemanasan global yang secara tidak langsung akan mengembalikan kondisi
stabil iklim dibumi.
DAFTAR PUSTAKA

Tezario Chandra Putra Parura (2013) “Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Nelayan Di Desa Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya”

Genpenus (2016) indikator kesejateraan masyarakat

Prihantono dkk. (2014) “Adaptasi Nelayan Perikanan Laut Tangkap dalam Menghadapi Perubahan
Iklim”

Astuti (2015) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Di Kabupaten


Langkat.

Ari Wahyu Prasetyawan (2011) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Nelayan Tasik Agung
Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.

Heryansyah,dkk (2013) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Nelayan Di


Kabupaten Aceh Timur.

Tito Aditya Perdana (2015), “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Nelayan Tangkap”

Anda mungkin juga menyukai