Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

KUNJUNGAN PRAKTEK LAPANGAN

DISUSUN OLEH :

La Ode Muhammad Zamrud (E1G117005) Arfan (E1G117003)


Wa Ode Rahmah Zulhijah (E1G117012) Ebit Febriansyah (E1G117066)
La Ode Muh.Ewis (E1G117006) Wahid Hidayat (E1G117013)
Mohammad Surya Pamungkas (E1G117008) Piang (E1G117010)
Muh.Anang Gemilang Surya (E1G117009) Zainal (E1G117014)
Saltiawan Mawardi (E1G117015) Irga Muddin Djibrilu (E1G117012)
Muh.Nurdiansyah Saputra .N (E1G117016)
Noor Erdian Dwi Warsya Putra (E1G117017)
Desri Nur Rahmadani (E1G117022)
Abdullah Musakir (E1G117023)
Rahmat Hiidayat (E1G117020)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL KELUTAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

1
KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. H. E. A Mokodompit, Kampus Baru Tridharma Anduonohu Kendari

KARTU ASISTENSI

KELOMPOK : 1 KELAUTAN
MATA KULIAH : KUNJUNGAN PRAKTEK LAPANGAN (KPL)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

Kendari, Juni 2021

Dosen Pembimbing,

Dr. Ranno Marlany Rachman, ST. M,Kes


Nip. 19801209 200604 1 010

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ................................................................................................. 2

1.5 Ruang Lingkup Kunjungan Lapangan.................................................... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Definisi Pantai.................................................................................... 4

2.2 Pengertian dan Jenis-Jenis Bangunan Pelindung Pantai ...................... 5

2.3 Gelombang....................................................................................... 12

2.4 Pemecah Gelombang........................................................................ 15

BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 20

BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Batasan Pantai


Gambar 2.2 Contoh Quarystone Revretment
Gambar 2.3 Interlocking Concrete-Block Revretment
Gambar 2.4 Konfigurasi umum garis pantai untuk Groin tunggal
Gambar 2.5 Formasi Tombolo
Gambar 2.6 Contoh Breakwater
Gambar 2.7 Pemecah Gelombang Sisi Miring
Gambar 2.8 Pemecah Gelombang Sisi Tegak
Gambar 2.9 Pemecah Gelombang Sisi Campuran
Gambar 2.10 Beberapa Batu Pelindung Pemecah Gelombang
Gambar 3.1 Lokasi KPL di Pantai Matahora
Gambar 3.2 Lokasi KPL di Pantai Waha
Gambar 3.3 Bangunan Pengaman Pantai Breakwater di Pantai Matahora
Gambar 3.4 Bentuk Random Bangunan Pengaman Pantai Matahora
Gambar 3.5 3 Bangunan Pengaman Pantai Breakwater Pantai Matahora
Gambar 3.6 Tiang Pipa Pengontrol Besarnya Gelombang
Gambar 3.7 Bangunan Pengaman Pantai Breakwater di Pantai Waha
Gambar 3.8 Pemukiman Warga
Gambar 3.9 Bentuk Dasar Dinding Penahan (Seawall)
Gambar 3.10 Bangunan Seawall Setinggi 5 m dan Sepanjang 600 m
Gambar 3.11 Celah Pada Seawall

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Jenis Tembok pada Pengaman Pantai Tipe Seawall
Tabel 2.2 Keuntungan dan Kerugian Ketiga Tipe pemecah Gelombang

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki potensi wilayah pantai yang


sangat besar. Bagi masyarakat Indonesia pantai sudah tidak asing karena sebagian
besar penduduk bermukim di daerah pesisir. Adanya karakter pantai yang khas
seperti semilir angin yang bertiup, deburan ombak, pemandangan matahari
terbenam (sunset), pasang surut dan berbagai organisme seperti cangkang kerang-
kerangan yang terdampar serta tepian pantai yang berpasir putih menjadi daya
tarik pantai. Pantai merupakan wilayah yang sangat kompleks sebagai hasil dari
interaksi antara faktor fisik, kimiawi dan biologis. Daerah pantai merupakan
wilayah pertemuan antara ekosistem daratan dan lautan sehingga memiliki
karakteristik yang spesifik. Konsep keterpaduan dalam pengelolaan kawasan
pesisir sangat diperlukan agar kondisi lingkungan di daerah tersebut dapat terjaga
sepanjang masa. Salah satu konsep penting yang perlu diperhatikan adalah
mengelola alam sesuai dengan kemampuan alam melakukan perbaikan dirinya
sendiri.
Di Indonesia sendiri 60% penduduknya hidup di wilayah pesisir,
peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan dampak
tekanan terhadap sumber daya alam pesisir seperti degradasi pesisir, pembuangan
limbah ke laut, erosi pantai (abrasi), akresi pantai (penambahan pantai) dan
sebagainya. Dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan taraf
hidupnya, manusia melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan
sumber daya alam sehingga berpengaruh terhadap lingkungan di wilayah pesisir
khususnya garis pantai. Penurunan keseimbangan pantai, akibat pemanfaatan
potensi di daerah pesisir, dapat dihindari dengan penerapan teknologi bangunan
pengaman pantai. Perencanaan bangunan pengaman pantai harus
mempertimbangkan kemampuan pantai mempertahankan keseimbangannya.
Maka perlu dilakukan evaluasi kinerja bangunan pengaman pantai yang telah ada

1
ditinjau dari aspek lingkungan, konstruksi, dan efektifitasnya dalam menjaga
keseimbangan pantainya.
Penurunan keseimbangan pantai, akibat pemanfaatan potensi di daerah
pesisir, dapat dihindari dengan penerapan teknologi bangunan pengaman pantai.
Perencanaan bangunan pengaman pantai harus mempertimbangkan kemampuan
pantai mempertahankan keseimbangannya. Maka perlu dilakukan evaluasi kinerja
bangunan pengaman pantai yang telah ada ditinjau dari aspek lingkungan,
konstruksi, dan efektifitasnya dalam menjaga keseimbangan pantainya.
Wakatobi merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi
sulawesi tenggara. Wakatobi, merupakan daerah taman nasional, yang memiliki
pantai terluas. Wanci sebagai ibu kota daerah, yang merupakan icon daerah
memiliki potensi terjadinya gelombang dan arus yang dapat mengakibatkan
masyarakat di sepanjang pantai dan ekosistem serta ekonomi pantai terancam.
Oleh karena itu, dibutuhkan bangunan pengaman pantai berupa break water dan
sea wall pada studi kasus pantai matahora dan pantai waha.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hasil visualisasi pengamatan bangunan pengaman pantai waha


dan pantai matahora kecamatan wangi-wangi kabupaten wakatobi?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui hasil visualisasi pengamatan bangunan pengaman pantai


waha dan pantai matahora kecamatan wangi-wangi kabupaten waktobi.

1.4 Manfaat

Agar mahasiswa dapat mengetahui hasil visualisasi pengamatan bangunan


pengaman pantai waha dan pantai matahora kecamatan wangi-wangi kabupaten
waktobi.

2
1.5 Ruang Lingkup Kunjungan Lapangan

Adapun ruang lingkup kunjungan lapangan yang penulis kaji dalam laporan
ini, hanya terkait apa yang penulis lihat dan amati pada saat kunjungan praktek
lapangan pada bangunan pengaman pantai waha dan pantai matahora tanpa.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pantai


Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering
rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah
daerah darat di tepi laut yang masih dapat pengaruh laut seperti pasang surut,
angin laut dan perembesan air laut. Sedangkan pantai adalah daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah.
Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut
dimulai dari batas garis pasang tertingi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak
di atas dan di bawah permukaan dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah,
termasuk dasar laut dan bagian bawah di bawahnya. Garis pantai adalah garis
batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tepat dan
berpindah dan sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi.
Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kriteria
sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah
daratan. (Triatmodjo B, 1999). Untuk lebih jelasnya tentang definisi di atas, dapat
dilihat dalam gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Batasan Pantai


Sumber : Bambang Triadmodjo, 1999

4
2.2 Pengertian dan Jenis-Jenis Bangunan Pelindung Pantai
Alam pada umumnya telah menyediakan mekanisme perlindungan
pantai secara alamiah yang efektif (Yuwono N, 1982).
1. Pantai Pasir
Lindungan alamiah berupa hamparan pasir yang dapat berfungsi
sebagai penghancur energi gelombang yang efektif, serta bukit pasir
(sand dunes) yang merupakan cadangan pasir dan berfungsi sebagai tembok
laut. Sand Dunes berfungsi sebagai dinding tempat penyimpanan pasir
selama air pasang dan juga berfungsi sebagai semacam
tanggul/perlindungan untuk menghalangi air pasang dan gelombang yang
merusak kawasan backshore. Sand Dunes adalah salah satu pengaman
pantai non rigid (tidak kaku) yang terbentuk secara alami oleh kombinasi
gerakan pasir, angin, dan tumbuhan pantai. Jika tidak terganggu oleh
aktivitas manusia, sand dunes seringkali membentuk sistem perlindungan
kontinyu yang dapat diandalkan dari waktu ke waktu.
2. Pantai Lumpur
Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak
muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut.
Selain itu, kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak
mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam di laut lepas.
Sedimen suspensi tersebut dapat menyebar pada suatu daerah perairan yang
luas sehingga membentuk pantai yang luas, datar, dan dangkal.
Kemiringan dasar laut/pantai sangat kecil.
Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan merupakan daerah
rawa yang terendam air saat muka air tinggi (pasang). Daerah ini sangat
subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Mangrove
dengan akar tunjang dan akar pernapasannya dapat menangkap lumpur
sehingga terjadi sedimentasi. Guguran daun dan ranting menjadi serasah
organik sehingga mempersubur perairan pantai. Hutan ini dapat berfungsi
sebagai peredam energi gelombang, sehingga pantai dapat terlindung dari
bahaya erosi.

5
3. Pantai Karang
Gelombang sebelum mencapai pantai akan pecah di batu karang
(reef), dan energinya berkurang atau hancur. Dengan demikian pada saat
gelombang tersebut mencapai tepi pantai sudah relatif kecil sehingga tidak
punya daya untuk menghancurkan pantai. Karang pelindung yang bagus
bilamana masih tumbuh dan dengan demikian bila terjadi kerusakan
akibat gempuran gelombang (musim gelombang), terumbu karang tersebut
dapat tumbuh dan pulih kembali pada saat musim tenang.
Apabila tidak ada lindungan alamiah pantai, atau sudah tidak efektif
karena rusak/punah, maka dapat dibuat perlindungan buatan. Ada lima
pendekatan dalam perencanaan perlindungan buatan pada pantai, yaitu :
1. Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai (dengan bangunan
groin).
2. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai (dengan
bangunan breakwater).
3. Memperkuat tebing pantai sehingga tahan terhadap gempuran
gelombang (dengan bangunan revretment atau seawall).
4. Menambah suplai sedimen ke pantai (dengan cara “sand by passing”
atau “beach nourishment”).
5. Melakukan penghijauan daerah pantai (dengan pohon bakau, api-api,
atau nipah).
Surf Zone merupakan lokasi terjadinya angkutan sedimen di daerah
pantai. Maju mundurnya posisi garis pantai sangat tergantung pada laju dan
arah angkutan sedimen di surf zone. Untuk mengurangi energi gelombang
dan intensitas arus sejajar pantai akibat induksi gelombang, diperlukan suatu
bangunan pemecah gelombang.
Erosi pantai dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar dengan
rusaknya kawasan pemukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada di daerah
tersebut. Untuk menanggulangi erosi pantai, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah mencari penyebab terjadinya erosi. Dengan mengetahui
penyebabnya, selanjutnya dapat ditentukan cara penanggulangannya

6
yang biasanya adalah dengan membuat bangunan pelindung pantai atau
menambah suplai sedimen

Revretment / Seawall
Revretment/Seawall adalah bangunan berupa dinding penahan gempuran
gelombang yang ditempatkan di sepanjang kawasan yang akan dilindungi.
Penggunaan revretment dimaksudkan untuk memperkuat tepi pantai agar tidak
terjadi pengikisan pantai akibat gempuran gelombang. Tetapi bila dinding
penahan tidak direncanakan dengan baik, dapat mengakibatkan kerusakan yang
terjadi menjadi relatif cepat. Karena itu pada bagian dasar perlu dirancang suatu
struktur penahan erosi yang cukup baik (Sub Direktorat Rawa dan Pantai, 2008).
Revretment/seawall memiliki 2 jenis yaitu tipe masif (kaku) dan tipe
tidak masif atau fleksibel. Masing-masing tipe memiliki kelebihan dan
kekurangan, yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbedaan Jenis Tembok pada Pengaman Pantai Tipe Seawall
Jenis
Keuntungan Kerugian
Tembok
Tipe Masif 1. Bahan bangunan relatif 1. Tidak fleksibel
(Kaku) sedikit 2. Pada pelaksanaan memerlukan
2. Bangunan terlihat rapi pengawasan yang seksama
3. Bila terjadi kerusakan, sulit
untuk diperbaiki
Tipe Tidak 1. Bangunan yang fleksibel 1. Memerlukan banyak material
Masif 2. Bila terjadi kerusakan 2. Kurang terlihat rapi
(Fleksibel) mudah untuk
memperbaiki
3. Pengawasan dalam
pelaksaan relatif mudah
Sumber : Yuwono N, 1998, Pedoman Perencanaan Teknis Tanggul dan Tembok
Laut.

7
Jenis-jenis Revretment :
1. Quarrystone Revretment
Struktur ini termasuk struktur fleksibel dengan bahan material batu
alam. Struktur yang fleksibel ini juga dapat memberikan perlindungan yang
baik sekali dan dapat tahan terhadap konsolidasi minor atau penurunan
tanpa menyebabkan truktur runtuh. Seperti yang terlihat pada gambar 2.2
berikut ini.

Gambar 2.2 Contoh Quarystone Revretment


Sumber : Direktorat Rawa dan Pantai, 2008

2. Interlocking Concrete-Block Revretment


Struktur ini termasuk struktur masif dengan bahan material block
beton. Struktur ini juga dapat memberikan perlindungan yang baik sekali
terhadap gelombang. Stabilitas sambungan pada block beton sangat
tergantung pada interlocking sambungannya.

Gambar 2.3 Interlocking Concrete-Block Revretment


Sumber : Sub Direktorat Rawa dan Pantai, 2008

8
Groin
Groin adalah bangunan pengendali sedimen yang ditempatkan menjorok
dari pantai ke arah laut lepas. Groin biasanya berbentuk I, L, atau T. Bangunan ini
juga bisa digunakan untuk mencegah masuknya transpor sedimen sepanjang
pantai ke pelabuhan atau muara sungai. Groin yang ditempatkan di pantai
akan menahan gerak sedimen. sehingga sedimen akan mengendap di sisi
sebelah hulu. Di sebelah hilir Groin angkutan sedimen masih tetap terjadi,
sementara suplai dari sebelah hulu terhalang oleh bangunan, akibatnya daerah di
hilir Groin akan mengalami defisit sedimen sehingga pantai mengalami erosi.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai yang akan terus
berlangsung sampai tercapai suatu keseimbangan baru. Keseimbangan baru
tersebut tercapai pada saat sudut yang dibentuk oleh gelombang pecah terhadap
garis pantai baru adalah nol, dimana tidak terjadi lagi angkutan sedimen sepanjang
pantai.
Keuntungan dari pemakaian Groin antara lain :
1. Efektif menahan angkutan sedimen searah memanjang pantai.
2. Groin dapat dibangun dengan penempatan peralatan di darat.
3. Groin tidak mengubah karakter surf zone.
4. Groin dapat dirancang dengan menggunakan bahan yang berbeda-
beda, misalnya rubble mound, sheet pile baja, sheet pile beton, dan
sebagainya.
5. Dengan mengatur dimensi dan permeabilitasnya, Groin dapat
dirancang menahan angkutan sedimen sejajar pantai secara baik atau
memperkenankan pelepasan pasir ke laut lepas (sand by passing).
Kerugian dari pemakaian Groin antara lain.:
1. Tidak efektif mencegah kehilangan pasir ke laut lepas (offshore sand
losses)
2. Groin dapat mengakibatkan rip-current yang berkembang di sepanjang
sisinya, sehingga dapat menimbulkan kehilangan pasir ke laut lepas.
3. Dapat menimbulkan gerusan pantai di sebelah hilirnya (down drift)

9
Gambar 2.4 Konfigurasi umum garis pantai untuk Groin tunggal
Sumber : Sub Direktorat Rawa dan Pantai, 2008

Breakwater
Breakwater atau pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang
dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Bangunan
ini direncanakan untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari
serangan gelombang. Tergantung pada panjang pantai yang dilindungi,
breakwater dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri
bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang dipisahkan
oleh celah. Perlindungan oleh breakwater terjadi karena berkurangnya energi
gelombang yang sampai di perairan di belakang bangunan. Berkurangnya energi
gelombang di daerah terlindung akan mengurangi transpor sedimen di daerah
tersebut. Transpor sedimen sepanjang pantai yang berasal dari daerah di
sekitarnya akan diendapkan di belakang bangunan. Pengendapan tersebut
menyebabkan terbentuknya tombolo. Pembentukan tombolo memerlukan waktu
yang cukup lama. Selain itu, breakwater juga bermanfaat untuk menahan
sedimen yang terbawa arus pasang surut ke arah laut.

10
Gambar 2.5 Formasi Tombolo
Sumber : Sub Direktorat Rawa dan Pantai, 2008

Jetty
Jetty adalah bangunan yang teak lurus pantai yang diletakkan pada kedua
sisi muara sungai. Fungsi utama bangunan ini ialah untuk menahan berbeloknya
muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan
untuk bisa mengerosi endapan, sehingga pada awal musim penghujan
dimana debit besar (banjir) belum terjadi, muara sungai telah terbuka. Selain itu
Jetty juga berfungsi untuk mencegah pendangkalan di muara oleh sedimen
pantai.

Sand/Beach Nourishment
Sand/Beach Nourishment adalah tindakan pengisian kembali dengan bahan
material sedimen (biasanya pasir) untuk menggantikan sedimen yang terbawa
air laut. Biasanya pengisian dilakukan tiap tahun, sehingga cara ini kurang
efisien. Bahan pengisi pasir dapat diambil dari pasir laut maupun pasir darat,
tergantung ketersediaan bahan di lapangan dan kemudian pengangkutannya dari
lokasi pengambilan ke lokasi pengisian.

11
2.3 Gelombang
Gelombang merupakan fenomena alam penaikan dan penurunan air secara
periodik dan dapat dijumpai disemua tempat di seluruh dunia. Beberapa definisi
gelombang antara lain :
1. Garrison (1993), mendeskripsikan tentang sebuah gelombang hingga kini
belum jelas dan akurat, oleh karena permukaan laut merupakan suatu
bidang yang kompleks dengan pola yang selalu berubah dan tidak stabil
2. Gross (1993), mendefinisikan gelombang sebagai gangguan yang terjadi
dipermukaan air.
3. Svedrup et al (1946) mendefinisikan gelombang sebagai sesuatu yang
terjadi secara periodik terutama gelombang yang disebabkan oleh adanya
peristiwa pasang surut.
Gelombang dilaut dapat dibedakan menjadi beberapa macam, tergantung
pada gaya pembangkitnya antara lain yaitu:
1. Gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin dipermukaan laut
2. Gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit
3. Gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung atau gempa di laut
4. Gelombang yang dibangkitkan oleh kapal, dan sebagainya.
Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai,
menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang
pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai
(Triatmodjo, 1999).
1. Puncak gelombang (Crest) adalah titik tertinggi dari sebuah gelombang.
b. Lembah gelombang (Trough) adalah titik terendah gelombang,
diantara
2. dua puncak gelombang.
3. Panjang gelombang (Wave length) adalah jarak mendatar antara dua
puncak gelombang atau antara dua buah gelombang.
4. Tinggi gelombang (Wave height) adalah jarak tegak antara puncak dan
lembah gelombang.

12
5. Periode gelombang (Wave period) adalah waktu yang diperlukan oleh dua
puncak gelombang yang berurutan untuk melalui satu titik.

2.3.1 Pergerakan Gelombang


Berdasarkan kedalamannya, gelombang yang bergerak mendekati pantai
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu gelombang laut dalam dan gelombang
permukaan.Gelombang laut dalam merupakan gelombang yang dibentuk dan
dibangun dari bawah kepermukaan. Sedangkan gelombang permukaan merupakan
gelombang yang terjadi antara batas dua media seperti batas air dan udara.
Gelombang permukaan terjadi karena adanya pengaruh angin. Peristiwa ini
merupakan peristiwa pemindahan energi angin menjadi energi gelombang
dipermukaan laut dan gelombang ini sendiri akan meneruskan
energinya kemolekul air. Gelombang akan menimbulkan riak dipermukaan air
dan akhirnya dapat berubah menjadi gelombang yang besar. Gelombang yang
bergerak dari zona laut lepas hingga tiba dizona dekat pantai (nearshore beach)
akan melewati beberapa zona.
Gelombang mula-mula terbentuk didaerah pembangkit (generated area),
selanjutnya gelombang-gelombang tersebut akan bergerak pada zona laut dalam
dengan panjang dan periode yang relative pendek. Setelah masuk kebadan
perairan dangkal, gelombang akan mengalami refraksi (pembelokan arah) akibat
topografi dasar laut yang menanjak sehingga sebagian kecepatan gelombang
menjadi berkurang periodenya semakin lama dan tingginya semakin bertambah,
gelombang kemudian akan pecah pada zona surf dengan melepaskan sejumlah
energinya dan naik kepantai (swash) dan setelah beberapa waktu kemudian
gelombang akan kembali turun (backswash) yang kecepatannya bergantung pada
kemiringan pantai (slope).
Pada zona surf terjadi angkutan sedimen karena arus sepanjang pantai
terjadi dengan baik. Pada kedalaman dimana gelombang tidak menyelesaikan
orbitalnya, gelombang akan semakin tinggi dan curam, dan akibatnya mulai
pecah. Tinggi maksimum gelombang diperairan dalam (deep water) terbatas pada
kecuraman gelombang maksimum untuk bentuk gelombang yang relative stabil.

13
Gelombang yang mencapai batas kecuraman (limited steepness)akan mulai pecah
yang mengakibatkan sebagian energinya hilang.

2.3.2 Pembangkitan Gelombang oleh Angin


Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan
energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan
laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak
tersebut akan semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan
terbentuk gelombang.
Angin yang bertiup diatas permukaan laut merupakan pembangkit utama
gelombang.Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan
bergantung pada beberapa sifat gelombang, periode dan tinggi dimana gelombang
dibentuk. Gelombang seperti ini disebut sea. Bentuk gelombang lain yang
disebabkan oleh angin adalah gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat
jauh sehingga semakin jauh meninggalkan daerah pembangkitnya, gelombang ini
tidak lagi dipengaruhi oleh angin. Gelombang ini akan lebih teratur dan jarak
yang ditempuh selama pergerakannya dapat mencapai ribuan mil. Jenis
gelombang ini disebut swell.
Tinggi gelombang rata-rata yang dihasilkan oleh angin merupakan fungsi
dari kecepatan angin, waktu dimana angin bertiup, dan jarak dimana angin bertiup
tanpa rintangan.Umumnya semakin kencang angin bertiup semakin besar
gelombang yang terbentuk dan pergerakan gelombang mempunyai kecepatan
yang tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang besar. Gelombang yang
terbentuk dengan cara ini umumnya mempunyai puncak yang kurang curam jika
dibandingkan dengan tipe gelombang yang dibangkitkan dengan angin yang
berkecepatan kecil atau lemah.
Saat angin mulai bertiup, tinggi gelombang, kecepatan, panjang gelombang
seluruhnya cenderung berkembang dan meningkat sesuai dengan meningkatnya
waktu peniupan berlangsung. Jarak tanpa rintangan dimana angin bertiup

14
merupakan fetch yang sangat penting untuk digambarkan dengan membandingkan
gelombang yang terbentuk pada kolam air yang relatif lebih kecil seperti danau
dengan yang terbentuk di lautan bebas.

2.4 Pemecah Gelombang


Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi
daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan
daerah perairandari laut bebas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak
dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Daerah perairan dihubungkan dengan
laut oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu, dan kapal keluar/masuk
pelabuhan melalui celah tersebut. Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah
pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa melakukan bongkar muat barang
dengan mudah. Gambar berikut menunjukkan contoh pemecah gelombang.

Gambar 2.6 Contoh Breakwater


Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003

Pada prinsipnya pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga


mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang
terjadi di lokasi pelabuhan.
Gelombang yang datang dengan membentuk sudut dengan garis pantai dapat
menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus yang besar akan bisa
mengangkut sedimen dasar dan membawanya searah dengan arus tersebut. Mulut
pelabuhan yang menghadap arus tersebut akan memungkinkan masuknya sedimen
ke dalam perairan pelabuhan yang berakibat terjadinya pendangkalan.

15
Dasar pertimbangan bagi perencanaan breakwater (pemecah gelombang)
adalah (Ditjen Perikanan Tangkap, 2002):
1. Bisa meredam energi gelombang, baik di mulut maupun di kolam
pelabuhan,sehingga aman untuk manuver kapal masuk maupun keluar,
maupun bongkarmuat ikan/ barang.
2. Mampu memperkecil sedimentasi di mulut dan kolam pelabuhan.
3. Pemecah gelombang harus mampu menahan gelombang rencana.
4. Kegiatan kapal dalam bongkar berada pada kolam pelabuhan yang aman
terhadap gangguan gelombang.
5. Tipe konstruksi mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan, ketersediaan
bahan dan harga.
6. Ramah lingkungan, khususnya terhadap morfologi pantai.

Ada beberapa macam pemecah gelombang ditinjau dari bentuk dan bahan
bangunan yang digunakan. Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat
dibedakan menjadi :
1. Pemecah gelombang sisi miring
2. Pemcah gelombang sisi tegak
3. Pemecah gelombang campuran
Pemecah gelombang dapat dari tumpukan batu, blok beton, beton massa,
turap dan sebagainya.

Gambar 2.7 Pemecah Gelombang Sisi Miring


Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003

16
Gambar 2.8 Pemecah Gelombang Sisi Tegak
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003

Gambar 2.9 Pemecah Gelombang Sisi Campuran


Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003

Dimensi pemecah gelombang tergantung banyak faktor, yaitu :


1. Ukuran dan lay out perairan pelabuhan
2. Kedalaman laut
3. Tinggi pasang surut dan gelombang
4. Ketenangan pelabuhan yang diinginkan
5. Transport sedimen di sekitar lokasi pelabuhan.

17
Tabel 2.2 Keuntungan dan Kerugian Ketiga Tipe pemecah Gelombang
No. Tipe Keuntungan Kerugian
1 Pemecah 1. Elevasi puncak bangunan 1. Dibutuhkan material yang
gelombang 2. Gelombang refleksi besar
Siss Mirin kecil/meredam energi 2. Pelaksanaan pekerjaan lama
gelombang 3. Kemungkinan kerusakan pada
3. Kerusakan berangsur-angsur waktu pelaksanaan besar
4. Perbaikan mudah 4. Lebar dasar besar
5. Murah
2 Pemecah 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 1. Biaya relatif besar
Gelombang 2. Kemungkinan kerusakan 2. Elevasi puncak gelombang
Sisi Tegak pada waktu pelaksanaankecil besar
3. Luas perairan 3. Tekanan gelombang besar
pelabuhanlebih besar 4. Diperlukan tempat pembuatan
4. Sisi dalamnya bisa kaison yang luas
digunakan sebagai 5. Jika rusak sulit diperbaiki
dermagaatau tempat 6. Diperlukan peralatan berat
tambatan 7. Erosi kaki pondasi
5. Biaya perawatan kecil
3 Pemecah 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 1. Biaya relatif besar
Gelombang 2. Kemungkinan kerusakan 2. Diperlukan peralatan berat
Campuran pada waktu pelaksanaan 3. Diperlukan tempat pembuatan
kecil kaison yang luas
3. Luas perairan pelabuhan
besar
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003

Mengingat tujuan utama pemecah gelombang adalah untuk melindungi


kolam pelabuhan terhadap gangguan gelombang, maka pengetahuan tentang
gelombang dan gaya-gaya yang ditimbulkannya merupakan faktor penting di

18
dalam perencanaan. Pemecah gelombang harus mampu menahan gaya-gaya
gelombang yang bekerja.
Pada pemecah gelombang sisi miring, butir-butir batu atau blok beton harus
diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak runtuh oleh serangan gelombang.
Demikian juga, pemecah gelombang dinding tegak harus mampu menahan gaya-
gaya pengguling yang disebabkan oleh gaya gelombang dan tekanan hidrostatis.
Resultan darigaya berat sendiri dan gaya-gaya gelombang harus berada pada
sepertiga lebar dasarbagian tengah. Selain itu tanah dasar juga harus mampu
mendukung beban bangunan diatasnya.
Bebarapa bentuk batu buatan ini jenisnya adalah :
1. Tetrapod : Mempunyai empat kaki yang berbentuk kerucut terpancung.
2. Tribar : terdiri dari 3 kaki yang saling dihubungkan dengan lengan
3. Quadripod : mempunyai bentuk mirip tetrapod tetapi sumbu-sumbu dari
ketiga kakinya berada pada bidang datar.
4. Dolos : terdiri dari dua kaki saling menyilang yang dihubungkan dengan
lengan. Berikut adalah gambar dari berbagai jenis batu pelindung pemecah
gelombang yang biasa digunakan.
Berikut adalah gambar dari berbagai jenis batu pelindung pemecah
gelombang yang biasa digunakan.

Gambar 2.10 Beberapa Batu Pelindung Pemecah Gelombang


Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003

19
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Waktu dan Tempat


3.1.1 Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan Kunjungan Praktek Lapangan adalah sebagai berikut:
Hari/Tanggal : Rabu/10 Maret 2021
Waktu : 10.00-15.30 WITA
Transportasi : Mobil

3.1.2 Tempat Pelaksanaan


Adapun Tempat pelaksanaan Kunjungan Praktek Lapangan adalah di Pantai
Matahora dan Pantai Waha.

3.2 Gambaran Umum Lokasi Studi


Proyek ini dibangun untuk mencegah terjadinya gelombang air laut yang
sampai ke rumah warga dengan membuat Breakwater dan dinding penahan
(Seawall). Lokasi pelaksanaan kegitan ini berada di Pulau Wangi-wangi,
Kab.Wakatobi tepatnya berada di Pantai Matahora dan Pantai Waha. Adapun
gambar lokasi Kunjungan Praktek Lapangan (KPL), dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 3.1 Lokasi KPL di Pantai Matahora Dengan Bangunan Pengaman


Pantai Breakwater
Sumber : Google Earth, 2021

20
Gambar 3.2 Lokasi KPL di Pantai Waha Dengan Bangunan Pengaman
Pantai Seawall dan Break Water
Sumber : Google Earth, 2021

3.3 Hasil Pengamatan Visual Bangunan Pengaman Pantai Matahora


Pada Kunjungan Praktek Lapangan pada bangunan pengaman pantai di
Pantai Matahora menggunakan pengaman pantai jenis breakwater dengan susunan
blok beton yang disusun secara random sepanjang 400 M yang dipisahkan
menjadi beberapa bagian.

Gambar 3.3 Kondisi Bangunan Pengaman Pantai Breakwater di Pantai


Matahora
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

21
Bangunan pengaman pantai breakwater di Pantai Matahora ini disusun
secara random. Hal tersebut dikarenakan terinspirasi dari bentuk akar tanaman
mangrove yang juga bentuk dari akar tanaman tersebut juga tidak beraturan.
Disusun secara random agar gelombang yang datang nantinya akan terpencar ke
segala arah dan tidak langsung ke pemukiman warga serta ditempatkan sebuah
tiang disetiap bagian breakwater yang gunanya untuk melihat pergeseran susunan
blok beton yang diakibatkan oleh gelombang yang datang.

Gambar 3.4 Bentuk Random Bangunan Pengaman Pantai Matahora


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

Bangunan pengaman pantai breakwater di Pantai Matahora ini dibangun


sejauh 100 m dari garis pantai. Tujuan dari dibangunannya sejauh 100 m dari garis
pantai karena pada Pantai Matahora ini memiliki gelombang datang yang tidak
signifikan, sehingga tidak dibuat pada bibir pantai. Angin dari timur yang lebih
dominan membangkitkan gelombang yang datang pada pantai ini.
Breakwater Matahora ini terbuat dari blok beton berukuran 45 x 45 yang
dirancang dan tersusun secara random (acak). Pada Pantai Matahora ini dibuat
breakwater dengan bentuk random sebanyak 3 bangunan breakwater yang

22
dipisahkan beberapa bagian yang gunanya untuk sebagai jalur masuk dan keluar
nelayan serta menambatkan kapal kapal nelayan sekitar.

Gambar 3.5 3 Bangunan Pengaman Pantai Breakwater Pantai Matahora


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

Pada gambar 3.5 terdapat tiang yang terbuat dari pipa yang berfungsi
sebagai kontrol dari besar atau tidaknya gelombang yang datang. Tiang yang
miring merupakan bentuk dari besarnya gelombang yang datang yang dimana
bertemu dengan balok-balok beton breakwater. Sehingga semakin besar
gelombang yang datang akan semakin mempengaruhi tiang tersebut juga kinerja
dari breakwater tersebut, hal tersebut menandakan bahwa perlu dilakukannya
pemeliharaan secara berkala untuk mengembalikan posisi bangunan breakwater
yang terjadi pergeseran posisi. Pada gambar 3.5 juga terdapat celah antar
breakwater yang dibuat khusus untuk jalur nelayan dan jalur masuknya air laut ke
bibir pantai.

23
Gambar 3.6 Tiang Pipa Pengontrol Besarnya Gelombang
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

3.4 Hasil Pengamatan Visual Bangunan Pengaman Pantai Waha


Pada Kunjungan Praktek Lapangan pada bangunan pengaman pantai di
Pantai Waha menggunakan pengaman pantai jenis breakwater dan dinding
penahan (seawall).

Gambar 3.7 Bangunan Pengaman Pantai Breakwater di Pantai Waha


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

24
Bangunan pengaman pantai breakwater di Pantai Waha ini disusun rapi
dengan bentuk hexagonal. Breakwater yang ada pada Pantai Waha ini sudah tidak
terlihat dan tertutupi oleh tingginya air laut. Hal tersebut menyebabkan diperlukan
adanya bangunan pengaman pantai yang baru. Sehingga dibangun bangunan
pengaman pantai berupa dinding penahan atau seawall.
Dinding penahan yang dibangun pada pantai Waha ini tepat berada pada
bibir pantai. Hal ini dikarenakan sudah tidak dapat dibangun breakwater didekat
pantai karena tingginya gelombang air laut yang sudah sangat mengancam
pemukiman warga setempat.

Gambar 3.8 Pemukiman Warga


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

Pada gambar 3.8 merupakan pemukiman warga tepat berada dibelakang


dinding penahan atau seawall yang berjarak kurang lebih 30 meter. Beberapa
warga merasa tidak nyaman dan sudah tidak aman lagi dengan tingginya arus
gelombang air laut yang datang sehingga dibangun dinding penahan atau seawall.
Tetapi dalam pembangunan seawall ini mendapat pro dan kontra dilingkungan
masyarakat ada beberapa masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya

25
seawall ini karena menggangu nilai estetika dari pantai serta tidak bisa lagi
menambatkan kapalnya dibibir pantai.

Gambar 3.9 Bentuk Dasar Dinding Penahan (Seawall)


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

Bentuk dinding penahan atau seawall dibuat dengan bentuk hexagonal


sepanjang bibir pantai sepanjang 600 m dan setinggi 5 m. Dibuat setinggi 5 m
juga memperhitungkan kala ulang yang direncanakan 25 tahun kedepan. Selain itu
dibuat dengan bentuk hexagonal karena bentuk ini lebih mudah menahan
sedimentasi yang terbawa oleh gelombang air laut.

26
Gambar 3.10 Bangunan Seawall Setinggi 5 m dan Sepanjang 600 m
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

Bangunan seawall terbuat dari bahan yang sama dengan bangunan


pengaman pantai breakwater pantai Matahora, namun dengan bentuk yang
berbeda. Dibuat sejauh 600 m dengan beberapa celah untuk tempat naik dan
turunnya nelayan penduduk setempat seperti yang terlihat pada gambar.

Gambar 3.11 Celah Pada Seawall


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021

Bangunan dinding penahan atau seawall ini dibuat karena tingginya


gelombang air laut yang datang mengancam pemukiman warga setempat.

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang kami dapatkan dari Kunjungan Praktek Lapangan
yang telah kami lakukan yaitu dengan adanya Kuliah Lapangan semacam ini
sangat diperlukan untuk menambah wawasan dari mahasiswa mengenai dunia
pekerjaan. Kuliah Lapangan ini juga memberikan banyak informasi dan wawasan
bagi mahasiswa dalam melakukan observasi dilapangan. Selama ini mahasiswa
hanya mengetahui informasi secara teoritis ketika di bangku perkuliahan terkait
bangunan pengaman pantai, tetapi belum mendapat informasi dengan melihat
praktik secara langsung sekaligus hasil kerja setelah digunakannya bangunan
pantai pada tempat yang kami kunjungi.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan dari Kunjungan Praktek Lapangan
pada bangunan pengaman pantai yang kami lakukan ini yaitu semoga untuk
kunjungan-kunjungan selanjutnya dapat melakukan kunjungan diberbagai tempat
yang lebih banyak lagi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bhat , Garisson dan Gross. 1993, Oceanography 6th edition. New Jersey:
PrenticeHall.

Departemen Kelautan Dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.


2002. Pedoman Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Jakarta : Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan Dan Perikanan Dengan
Japan International Cooperation Agency (JICA).

Departemen PU. (2008). Sejarah Rawa di Indonesia. Jakarta: Departemen


Pekerjaan Umum Dirjen SDA Direktorat Rawa dan Pantai.

Risnandar, Cecep (2018) ‘Pohon Bakau’, https://jurnalbumi.com/knol/pohon-


bakau/ (diakses pada tanggal 24 maret 2021)

Triatmodjo, Bambang, 1999. Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang, 2003, Perencanaan Pelabuhan, Beta offset, Yogyakarta.

Yuwono N., 1998, Kriteria Kerusakan Pantai dalam Rangka Penentuan Prioritas
Pengamanan dan Perlindungan Daerah Pantai, Jurnal Media Teknik No. 2
Edisi Mei, p. 69-74, Yogyakarta.

Yuwono, Nur. 1982. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga


Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM.

29
L
A
M
P
I
R
A
N
30
Foto Bersama Kelompok

Hasil Kunjungan Bangunan Pengaman Pantai Matahora

Hasil Kunjungan Pantai Waha

31
32
Hasil Kunjungan Bangunan Pengaman Pantai Waha

33
34

Anda mungkin juga menyukai