Anda di halaman 1dari 4

Tugas UAS – Safety Management System

Nama : Roslinormansyah

NIM : 1506785526

Analisis Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan dengan menggunakan framework


Gallagher dan Makin-Winder

Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) merupakan panduan penerapan K3 di semua


kegiatan pertambangan di Indonesia. SMKP ini sendiri ditetapkan dengan peraturan menteri energi dan
sumber daya mineral dengan nomor peraturan 34 tahun 2014. Menariknya adalah bahwa dalam pasal
ketentuan peralihan, tidak disebutkan bahwa peraturan ini menggantikan Kepmen 555K/95 dimana
Kepmen 555K ini merupakan panduan K3 bagi semua kegiatan operasional pertambangan di Indonesia
selama hampir dua dekade.

Sebagaimana lazimnya sebuah panduan, SMKP ini memiliki 7 elemen yang menjadi fokus utama K3 di
kegiatan pertambangan Indonesia. Elemen tersebut antara lain : Kebijakan, Perencanaan, Organisasi
dan Personel, Implementasi, Evaluasi dan Tindak Lanjut, Dokumentasi, serta Tinjuan Manajemen. Dari
7 elemen tersebut kemudian dijabarkan secara rinci ke dalam 49 sub elemen (atau sub bab).

Secara garis besar pedoman SMKP ini tidak jauh berbeda dengan PP 50/2012 dan bahkan dibeberapa
Bab terlihat adanya penegasan PP 50 ini yang terkait dengan kegiatan pertambangan. Seperti ada sistem
manajemen K3 pada umumnya, SMKP ini sangat kental dengan penekanan pada aspek-aspek administrasi
dan operasional (atau disini saya sebut sebagai aspek hardware) karena memang latar belakang
terbentuknya SMKP banyak mengacu pada Kepmen 555K.

Siklus suatu manajemen sistem lebih tampak pada SMKP ini dibandingkan pada Kepmen 555K, atau
bahkan dapat saya katakan konsep OHSAS 18000 memang sangat ditonjolkan dalam SMKP ini. Dimulai
dengan memberikan prasyarat-prasyarat pada kebijakan, kemudian dijelaskan apa saja yang harus
dilakukan pada fase perencanaan, bagaimana menerapkannya agar sejalan dengan kebijakan dan
perencanaan yang sudah dibuat, bagian apa saja dan bagaimana melakukan kaji ulang sistem yang sudah
disusun, dan bagaimana membuat dan menyimpan segenap catatan sistem manajemen yang telah

1
diterapkan merupakan rangkaian kegiatan dari SMKP ini. Sangat sistematis bila dilihat dengan
menggunakan kacamata atau konsep PDCAnya manajemen.

Pada paper ini akan mengkaji kriteria SMKP dengan menggunakan kerangka analisis yang
dikembangkan oleh Mankin (2008) dan Gallagher (2000) untuk melihat bagaimana strategi yang
dikembangkan dalam SMKP ini menurut kerangka analisis kedua peneliti tersebut.

Claira Gallagher pada tahun 2000 mengembangkan sebuah metode untuk melihat efektifitas suatu sistem
manajemen K3 dengan menggunakan empat pendekatan utama, yaitu : safe person, safe place,
traditional management, dan innovative management. Dimana dari ke empat pendekatan utama ini
dapat difokuskan kepada : control employee behaviour, control of hazard at source in design stage, top
management involvement, employee involvement, dan integration to management system and practices.
Dengan menggunakan ke empat pendekatan tersebut akan dapat dilihat suatu sistem manajemen
termasuk kategori : Sophisticated Behavioral (Innovative/Safe Person), Adaptive Hazard Managers
(Innovative/Safe Place), Unsafe Act Minimisers (Traditional/Safe Person) atau Traditional Engineering
and Designs (Traditional/Safe Place).

Kriteria-kriteria SMKP bila dikaji dengan menggunakan analisis Gallagher dapat disebutkan bahwa
kriteria SMKP tersebut mengarahkan perusahaan-perusahaan tambang untuk menuju ke Adaptive Hazard
Managers dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Manajemen puncak dan manajemen lini sangat tegas peran dan tanggung jawabnya dalam bab
kebijakan, bab perencanaan, dan bab organisasi personel
2. Identifikasi, analisis, dan pengendalian resiko sangat ditekan pada setiap aspek perancangan
kegiatan, proses, bahan, peralatan dan kompetensi sumber daya manusia.
3. Integrasi manajemen K3 dalam sistem manajemen yang lain, terutama manajemen Keselamatan
Operasiona, sangat jelas dan detail.

Meski demikian, dalam SMKP tidak terlihat dengan jelas dan tegas bagaimana perilaku manusia dikelola
dan diperbaiki secara terus menerus. Kompetensi ataupun pelatihan memang diberikan porsi yang
signifikan dalam SMKP tersebut akan tetapi bagaimana membentuk keandalan manusia (Human
Reliability) agar mampu meminimalkan “kegagalan/error” tidaklah diberikan kriterianya, terutama
konsep behavioral safety tidak diberikan porsi yang cukup dalam SMKP tersebut.

Berbeda dengan Gallagher, A.M. Makin dan C. Wider pada tahun 2008 juga memberikan kerangka
analisis yang dipergunakan untuk memperbaiki kinerja manajemen K3 yang ada di suatu perusahaan.

2
Makin menggunakan tiga faktor dalam melihat kinerja suatu manajemen K3, yaitu : Safe Person, Safe
Place, dan Safe System. Kriteria dari safe person dan safe place yang dikembangkan oleh Makin sedikit
lebih detail dibandingkan kriteria safe person dan safe place yang dipakai oleh Gallagher.

Tabel 1. Tiga faktor analisis yang dikembangkan oleh AM. Makin dan C. Winder

Sama seperti Gallagher, faktor yang dikembangkan oleh Makin dan Winder dapat pula dipakai untuk
melihat kekurangan dari SMKP.

Dalam SMKP, kriteria Safe Place-nya Makin semuanya telah diakomodir karena memang SMKP dibangun
dari “ruh” Kepmen 555K. Mulai bab kebijakan hingga bab evaluasi dan tindak lanjut, hampir semua sub
bab atau sub elemennya membahas secara detail hal-hal yang masuk sebagai kriteria safe place. Begitu
juga dengan kriteria Safe Systems juga telah dijabarkan secara tegas dalam bab perencanaan dan bab
implementasi dari SMKP.

Namun pada faktor safe person, SMKP tidak banyak memberikan ruang pembahasan yang tegas dan detail
pada bab-bab nya. Selection criteria, Accommodating diversity, Behaviour Modification, Networking-
Mentoring, dan Review of Personnel turnover merupakan kriteria-kriteria dalam faktor safe person Makin
yang tidak dibahas secara tegas dan detail dalam SMKP. Bila diukur dengan prosentase maka prosentase
safe place dalam SMKP adalah sebesar 45 %, safe system sebesar 35 %, dan safe person sebesar 20 %.
Konsep Behavior Modification juga memegang peran signifikan pada ketiga faktor tersebut. Tanpa adanya
penekanan kepada aspek-aspek perilaku maka SMKP mempunyai tantangan yang cukup besar untuk

3
membantu perusahaan-perusahaan pertambangan mencegah terjadinya kerugian atau kecelakaan kerja
lainnya yang berdampak lebih luas.

Meski sudah disahkan dan sudah mulai diaplikasikan pada semua perusahaan pertambangan, SMKP tetap
punya peluang untuk diukur, dievaluasi, dan sekaligus direvisi bilamana keberadaan SMKP sendiri belum
mampu membuat manajemen K3 yang dikembangkan oleh perusahaan pertambangan menjadi lebih
efektif untuk mencegah kerugian.

Ini artinya bahwa assessor SMKP harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai Human Risk dan
Human Behavioral pada saat melakukan assessment ke perusahaan pertambangan yang menerapkan
SMKP tersebut. Dengan kompetensi seperti itu maka diharapkan perusahaan yang mengadopsi SMKP
dapat mencapai budaya K3 yang baik, benar, efektif, dan konsisten melakukan upaya perbaikan secara
terus menerus.

Kepustakaan

1. Peraturam Menteri Energi dan Sumber Daya Minerl No. 38 tahun 2014. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral : 2014
2. Gallagher, Claire. Occupational Health & Safety Management System : System Types and
Effectiveness. PhD Dissertation. Australia : Deakin University ; 2000.
3. Makin, AM, Wilder, C. A new conceptual framework to improve the application of occupational health
and safety management systems. Safety Science Vol 46 : Elsevier : 2008 ; 935-948
4. McSween, Terry E., Value-Based Safety Process : Improving Your Safety Culture With Behavior-Based
Safety. 2nd Edition. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc. 2003.
5. Lutchman, Dr. Chitram., Maharaj, Dr. Rohanie., Ghanem, Eng. Waddah. Safety Management : A
Comprehensive Approach to Developing a Sustainable System. Florida : CRC Press ; 2012
6. Cooper, Dominic. Treating safety as value. Profesional Safety Journal. 2001 : 17-21.

Anda mungkin juga menyukai