Efek konatif bersangkutan dengan niat, tekad, upaya usaha, yang
cenderung menjadi suatu kegiatan atau kegiatan. Karena berbentuk perilaku
maka sering disebut sebagai efek behavioral juga. Efek konatif tidak langsung
timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek
kognitif dan atau afektif. Dengan kata lain, timbulnya efek konatif setelah
muncul kognitif dan afektif (Effendy, 2000: 219).
Pada waktu kita membicarakan efek kehadiran media massa, secara
sepintas kita juga telah menyebutkan efek behavioral seperti pengalihan
kegiatan dan penjadwalan pekerjaan sehari-hari. Di situ, kita melihat pada
media massa semata-mata sebagai benda fisik. Di sini, kita meneliti juga efek
pesan media massa ada perilaku khalayak. Perilaku meliputi bidang yang luas;
yang kita pilih dan yang paling sering dibicarakan ialah efek komunikasi
massa pada perilaku sosial yang diterima dan pada perilaku agresif (Rakhmat,
2012: 236 – 237).
Baron dan Byrne (1979), Agresi didefinisikan sebagai setiap bentuk
perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang
menghindari perlakuan seperti itu. Agresi banyak ditemukan sebagai efek
komunikasi massa pada televisi atau film (Rakhmat, 2012: 240).
C. JENIS-JENIS EFEK KOMUNIKASI MASSA
Nurudin (2014: 206), Secara sederhana Keith R. Stamm dan John E. Bowes
(1990) membagi kedia bagian dasar. Pertama, efek primer meliputi terpaan,
perhatian, dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat
kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku
(menerima dan memilih).
1. Efek Primer
Jika dalam hidup kita sehari-hari tidak bisa lepas dari media massa, berarti
efek yang ditimbulkan nyata terjadi. Bisa dikatakan secara sederhana bahwa
efek primer terjadi jika ada orang mengatakan telah terjadi proses komunikasi
terhadap objek yang dilihatnya (Nurudin, 2014: 206 – 207).
Studi yang paling awal tentang efek ini dilakukan oleh Herta Herzog
hampir 40 tahun yang lalu. Setelah Herzog melakukan studi pengaruh
pendengar dan penonton opera sabun, banyak bermunculan studi-studi
dengan memakai pendekatan kegunaan dan kepuasaan yang mulai marak di
kampus-kampus (Nurudin, 2014: 211).
Ada hubungan yang langsung antara isi pesan dengan efek yang ditimbulkan,
dan
Penerima pesan tidak mempunyai sumber sosial dan psikologis untuk menolak
upaya persuasif yang dilakukan media massa.
Asumsi mengapa efek tidak terbatas ini muncul bisa dikaji dari perspektif
psikologis dan sosiologis. Ilmu Psikologi memandang bahwa individu
merupakan makhluk yang tidak rasional dan dalam perilakunya secara luas
dikontrol oleh instingnya. Sementara itu, menurut Ilmu Sosiologi, masyarakat
pascaindustri atau yang sering disebut “masyarakat massa” (mass society)
dianggap tidak melakukan hubungan antarpersona. Dalam masyarakat itu,
satu sama lain saling meninggalkan atau saling mengisolasi diri. Akibatnya,
individu tersebut mudah terpengaruh oleh efek media massa (Nurudin, 2014:
216).
Bukti munculnya efek tidak terbatas sangat kelihatan dengan penggunaan
radio sebagai alat kampanye. Kampanye ini sifatnya sangat persuasif untuk
mengubah sikap, opini, dan perilaku masyarakat agar sesuai dengan pesan
yang disiarkan. Hal ini pernah dilakukan oleh Mussolini, Hitler, bahkan W.
Churchil dan Roosevelt. Mengapa ini semua bisa terjadi?
Sebab, audience menurut asumsi efek ini seperti seorang tawanan perang dan
sangat mudah tertipu. Hal paling tidak jika didasarkan pada pendapat Institute
for Propaganda Analysis pada tahun 1939 (Nurudin, 2014: 216).
Bahkan menjelang PD I, media Amerika dan Inggris berusaha
menyebarkan berita berita bohong tentang Jerman agar mempunyai
legitimasi untuk menyerangnya. Ternyata cara ini cukup ampuh. Meskipun
banyak yang mengkritik, efek tidak terbatas ini masih diyakini memiliki
pengaruh yang kuat dalam membentuk benak khalayak. Paling tidak ada
beberapa hal berikut yang bisa dijadikan sebagai alasan, yaitu sebagai berikut:
a. Pengulangan (Redundancy)
Agar pesan yang disiarkan bisa mengubah perilaku komunikan, perlu
diadakan pengulangan (redudancy). Pengulangan ini sering dilakukan oleh
iklan-iklan di televisi khususnya. Pengulangan dilakukan agar terjadi efek
nyata pada diri komunikan. Hal itu pulalah mengapa media massa
mempunyai efek kuat pada diri komunikannya, sebab media massa
melakukan pengulangan-pengulangan pada program acara atau iklan yang
disiarkan. Jadi, jika dipertanyakan mengapa efek tidak terbatas bis terjadi,
jawabannya karena ada pengulangan dalam pesan-pesan yang disebarkan
(Nurudin, 2014: 218 – 219).
2) Perlawanan
Perlawanan berasal dari individu sebagai audience komunikasi massa.
Perlawanan menjadi salah satu “alat penyaring” yang akan ikut memengaruhi
penolakan pesan-pesan media massa. Ini artinya, perlawanan lebih kuat
pengaruhnya dibandingkan dengan terpaan edia massa itu sendiri (Nurudin,
2014: 223).
2) Teori Dependensi
Teori dependensi dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L.
De Fleur (1976). Teori ini menjelaskan bahwa efek dai suatu proses
komunikasi massa merupakan hasil interaksi berbagai sub sistem dalam suatu
sistem sosial tertentu. Efek komunikasi massa dinilai memiliki tiga tataran
yakni efek kognitif, afektif, dan behavioral. Efek ini merupakan hasil dari
hubungan antara sistem sosial, sistem media, dan khalayak.
1. Faktor Individu
Faktor individu yang ikut berpengaruh pada proses penerimaan pesan
lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran psikologi. Seorang psikolog akan
melihat bahwa faktor pribadi seseorang ikut menentukan proses efek yang
terjadi. Ada beberapa faktor pribadi yang ikut memengaruhi proses
komunikasi, antara lain, (1) selective attention, selective perception, dan selective
retention, (2) motivasi dan pengetahuan, (3) kepercayaan, pendapat, nilai, dan
kebutuhan, (4) pembujukan, (5) kepribadian dan penyesuaian diri (Nurudin,
2014: 228 – 229).
2. Faktor Sosial
Seorang psikolog melihat faktor pribadi yang ikut memengaruhi efek media
massa yang terjadi pada diri audience berbeda dengan seorang sosiolog.
Sosiolog lebih melihat individu sebagai gejala sosial. Artinya, bagaimana
individu tersebut berhubungan dengan orang lain. Itu semua akan
memengaruhi proses efek yang terjadi. Memang membedakan antara faktor
individu dengan faktor sosial sangat sulit sebab batasannya sangat tipis sekali,
tetapi bukan berarti tidak bisa dibedakan. Ada beberapa hal yang ikut
memengaruhi proses penerimaan pesan, antara lain, (1) umur dan jenis
kelamin, (2) pendidikan dan latihan, (3) pekerjaan dan pendapatan, (4)
agama, dan (5) tempat tinggal (Nurudin, 2014: 234 – 235).
Berdasarkan pemaparan mengenai efek media massa di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa efek komunikasi massa meliputi efek kognitif yang
mencakup pemahaman dan pengetahuan kita, efek afektif membahas
mengenai dampak perasaan yang ditimbulkan dari terpaan media massa, dan
terakhir efek konatif atau behavioral yaitu pengaruh yang berupa tindakan,
sikap, perilaku kita setelah sebelumnya terkena efek kognitif dan afektif.
Efek komunikasi massa sangatlah beragam tergantung apa media yang
digunakan, elektronik, cetak, atau online kah, dan siapa pengguna media
massa tersebut. Efek yang ditimbulkan oleh media cetak cenderung
memengaruhi khalayak media sebatas pengetahuan atau kognitif saja,
berbeda dengan efek yang ditimbulkan dari media elektronik seperti televisi
dan film. Efek yang ditimbulkan dapat berupa perasaan senang, sedih, takut,
atau tindakan yang agresif (afektif dan konatif).
DAFTAR PUSTAKA