Askep Hiv Aids Pada Ibu Hamil
Askep Hiv Aids Pada Ibu Hamil
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
(dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah
diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan.
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
3
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
(dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah
diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan.
2.2 Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
Cara penularan HIV:
1) Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2) Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
4
3) Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4) Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga
Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid,
terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan
replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan
penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan
5
meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal
terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi.
virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan
menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa
gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini
terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir
antara 7-10 tahun.
3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita
secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi
oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS.
Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV
dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran
klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )
2.4 Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic
acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi
bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya,
benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru.
Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan
berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana
akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang
oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus
tersebut dari orang ke orang.
6
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus
untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml kubik
darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia
menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan
tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–infeksi tersebut tidak
biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat
menjadi fatal.
7
2.5 Pathway
8
2.6 Periode Penularan HIV pada Ibu hamil
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS
sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang
terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari
suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti
pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan
karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri.
Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta,
tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko
penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan
section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama
proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.
9
1. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya)
2. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah
ibu misalnya, episiotomi.
3. Anak pertama dalam kelahiran kembar
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial
untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan
hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui plasenta pada awal
kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan
terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama
kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM
diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan
pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala
bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada
resiko tertular virus HIV.
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan
data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui
bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu
yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
1. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
2. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu
dan infeksi payudara lainnya.
3. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
4. Status gizi ibu yang buruk
10
1. Manifestasi Klinis Mayor
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus
3. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
4. TBC
2. Manifestasi Klinis Minor
1. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
2. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans
3. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
4. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun. mereka merasa sehat
dan juga dari luar Nampak sehat-sehat saja. Namun orang yang terinfeksi HIV akan menjadi
pembawa dan penular HIV kepada orang lain.
Kelompok orang-orang HIV tanpa gejala dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes darahnya
negatif. pada tahap dini ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Waktu antara
masuknya HIV disebut window period yang memerlukan waktu antara 15 hari
sampai 3 bulan setelah terinfeksi HIV.
2. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah positif.
Keadaan tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5 tahun atau lebih.
CDC (Center for Disease Control, USA, 1986) menetapkan klasifikasi infeksi HIV pada
orang dewasa sebagai berikut:
Kelompok I: infeksi akut
Kelompok II: infeksi asimptomatik
Kelompk III: Infeksi Limpadenopati Generalisata Persisten (LGP)
Kelompok IV: penyakit-penyakit lain.
11
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara
konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral,
informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan lingkungannya. Tujuan
VCT :
2. Pemerikasaan Laboratorium
Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;
3. Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik
HIV.
Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum,
dan sekresi.
Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari
PCV tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi
awal pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
4. Tes Antibodi
12
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat
rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif
untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur
beban virus (viral burden).
2. 9 Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa
dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara
tersebut yaitu:
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga
jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan
HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai.
Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua
cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama
waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet
nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada
bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine
dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu
hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu.
Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu,
terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
13
penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan
ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14
% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
2.10 Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) maka terapinya yaitu :
14
perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko,
mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
4. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat,
hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imunne.
Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana
menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi
dari masyarakat.
BAB III
15
A. Pengkajian
Anamnesa
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan
Agama
Suku
Alamat
Tanggal masuk rumah sakit
Tanggal pengkajian
Sumber informasi
Identitas Penanggung Jawab
Nama
Tempat tanggal lahir
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Suku bangsa
Status
Hubungan dengan klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
16
Keluhan yang paling sering terjadi pada pasien hamil dengan HIV / AIDS
adalah selain keluhan sehubungan dengan kehamilannya ibu juga
mengeluh berbagai masalah sesuai dengan stadium
17
i) Salmonlosis non tifoid disertai setikemia
j) TB, ekstrapulmoner
k) Limfoma maligna
l) Sarcoma kaposis
m) Ensefalopati HIV
b. Riwayat obstreti
1. Riwayat menstruasi
Fluor albus : banyak, gatal, berbau, warna hijau. Pada ibu dengan HIV
mudah terkena infeksi jamur yang bila mengenai organ genetal bisa
menyebabkan keputihan.
2. Riwayat obstetric lalu
Kehamilan yang lalu terinfeksi HIV, ibu dapat bersalin dengan SC
3. Riwayat kehamilan sekarang
Keluhan pada trimester I,II atau III pada ibu hamil dengan HIV seperti
keluhan ibu hamil normal terkadang dijumpai keluhan berdasarkan stadium
HIV / AIDS
Trimester I : chloasma gravidarum, mual dan muntah (akan hilang pada
kehamilan 12-14 minggu ) sering kencing, pusing, ngidam, obstipasi.
Trimester II : body image dan nafsu makan bertambah
Trimester III : sering kencing, obstipasi, sesak nafas (bila tidur terlentang)
sakit punggung, edema, varises
c. Riwayat perkawinan
Hamil dengan HIV biasanya ibu atau suami menikah lebih dari satu kali atau
mempunyai banyak pasangan.
d. Riwayat kesehatan ibu
Pada ibu dengan HIV biasnya penyakit yang diderita beragam, antara lain :
demam, faringitis, limfadenopati, artalgia, myalgia, letargi, malaise, nyeri
kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan, dapat juga
menimbulkan kelainan saraf seperti meningitis, ensefaliitis neuropati perifer
dan mielopati. Gejala-gejala dermatologi yaitu ruam makropapulereritematosa
dan ulkus makokutan
18
Penyakit HIV dapat diturunkan oleh orang tua ataupun ditularkan oleh suami
penderita.
g) Neurosensoro
19
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang.
i) Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak
pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya
sputum.
j) Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka, transfuse darah, penyakit
defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul,
pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
Tanda : Perubahan interaksi.
B. Pemeriksaan Fisik
20
1. Breating
Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka
sepanjang jalr pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat,
kebersihan jalan nafas.
2. Blood
3. Brain
4. Bowel
5. Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna
urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada
gangguan pada sistem perkemian. Biasanya saat imunitas menurun resiko
infeksi pada uretra klien.
21
6. Bone
C. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan lab
1. Pemeriksaan HIV
Saat ini ada 2 standar untuk melakukan uji HIV yaitu dengan enzyme-linked
immuosorbent assay (ELISA) dan western blot
Apabila setelah melakukan uji ELISA hasilnya positif maka penderita harus
melakukan uji ELISA lagi, sebelum melakukan western Blod untuk mengonfirmasi
status HIV positif, ELISA awal dapat bereaksi silang untuk memberi hasil positif
palsu jika digunakan tanpa uji konfirmasi,Western Blod akan dibaca positif bila ada
antibody dua atau lebih “pita: protein ditemukan dalam HIV. Adanya pita tunggal
tidak dapat meyakinkan dan mungkin hasil dari pejanan HIV atau sebuah temuan
kronis. Diantara penyebab hasil menetap yang tidak dapat disimpulkan ini adalah
sebuah autoimun atau penyakit vascular kolagen, aloantibodi dari kehamilan atau
tranfusi dan infeksi HIV subtype jarang HIV 2. Hasil positif palsu pada ELISA dan
Western Blod kurang dari 0,0001 persen dalam area prevalensi yang rendah.
Selain 2 uji standar tersebut ada banyak uji lain yang digunakan untuk
mengevaluasi kesehatan dan perkembangan penyakit. Beberapa diantaranya penting
bagi perawat untuk mengenalinya dalam rangka meningkatkan status kesehatan
wanita. Penguji ini termasuk pengukuran CD4, limfosit muatan virus plasma
perubahan dalam hitung sel darah lengkap dan panel kimia.
Karena pada saat hamil diharapkan varial load serendah-rendahnya. Selain itu perlu
untuk dilakukan USG untuk melihat pertumbuhan janin pada pasien HIV / AIDS janin
dapat IUGR atau bahkan IUFD)
22
D. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
E. Intervensi Keperawatan
23
Kehilangan berat badan dalam perut
(5) Identifikasi faktor
Diare (5) yang bisa
Peningkatan suhu tubuh menyebabkan diare
(5) Monitor tanda dan
gejala diare
Amati turgor kulit
secara berkala
Ukur diare/output
keluaran pencernaan
Timbang klien secara
berkala
Managemen Cairan
(4120)
Timbang berat badan
setiap hari dan monitor
status klien
Jaga intake/asupan yang
akurat dan catat output
klien
Monitor status hidrasi
(misalnya membran
mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, dan
tekanan darah
ortostatik)
Monitor tanda-tanda
vital klien
Monitor perubahan
berat badan klien
sebelum dan sesudah
dialisis
Monitor
24
makanan/cairan yang
dikonsumsi dan hitung
asupan kalori harian
Beriakn terapi IV
seperti yang ditentukan
Monitor status gizi
Berikan cairan dengan
tepat
Dukung klien dan
keuarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
25
Memonitor faktor ruangan klien
risiko di lingkungan Cuci tangan sebelum
(5) dan sesudah kegiatan
Menjalankan strategi perawatan klien
kontrol risiko
yang Lakukan tindakan-
sudah ditetapkan (5) tindakan pencegahan
Memodifikasi gaya yang bersifat universal
hidup untuk Pakai sarung tangan
mengurangi risiko (5) sebagaimana
Mengenali perubahan dianjurkan oleh
status kesehatan (5) kebijakan pencegahan
universal/Universal
Precautions
Konseling Nutrisi (5246)
Kaji asupan makanan
dan kebiasaan makan
klien
Guanakan satndar gizi
yang bisa diterima
untuk membantu klien
mengevaluasi intake
diet yang adekuat
Diskusikan makanan
yang disukai dan tidak
disukai klien
Bantu klien mencatat
makanan yang
biasanya dimakan
Kaji ulang pengukuran
intake dan output
cairan klien, nilai Hb,
tekanan darah, atau
penambahan dan
26
penurunan brat badan
sesuai kebutuhan
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus
retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIV
melakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi,
wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun
kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada
kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya
mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya
kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan
penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga
banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap
usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
4.2 Saran
1. Mahasiswa Mahasiswi
Mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti tentang asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem reproduksi infertility HIV /AIDS
2. Institusi
27
Institusi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat
mendukung tercapainya makalah yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Bari Saifuddin, Abdul. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Materal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed. 3. Jakarta : EGC
Nanda, NIC-NOC. 2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
Mediaction
Nursalam dan dwi, Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba medika.
Susanti NN. 2000. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 05 Oktober 2013.
15.10 WIB (access online)
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.
Hartati Nyoman, Suratiah, Mayuni IGA Oka. Ibu Hamil dan HIV-AIDS. Gempar:
Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol. 2 No.1 Juni 2009.
Doku Paul Narh. Parental HIV/AIDS status and death, and Children’s Phychological
Wellbeing. International Journal of Mental Health system 2009;3(26):1-8
Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan HIV-AIDS. Medan. Universitas Sumatera Utara,
2004.
Heemanides HS, Lonneke AVV, Ralph V, Fred DM, Aimee D, Gerard VO, et all.
Developinh quality indicators for the care of HIV-infected pregnant women in the Dutch
Caribbean. Aids Research and Therapy 2011; 8(32) : 1-9.
28
Wamoyi J, Martin M, Janet S, Josephine B, Shabbar J. Changes in sexual desires and
behaviours of people living with HIV after initiation of ART: Implications for HIV
prevention and health promotion. BMC Public Health 2011; 11(633): 1-11.
Bradley-Springer L, Lyn S, Adele W. Every Nurse Is an HIV Nurse. AJN 2010;110(3):33-39.
Bastien S, LJ Kajula, WW Muhwezi. A review of studies of parent-child communication
about sexuality and HIV/AIDS in sub-Saharan Africa. Reproductive Health 2011;8(25):1-17
29