Laporan Kasus HIE
Laporan Kasus HIE
Disusun Oleh:
Faradina Santi
Novel Gultom
Sonya Andzil
Pembimbing :
Dr. dr. Dewi A. Wisnumurti, Sp.A(K), IBCLC
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE)”.
turut membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini. Ucapan terimakasih ini
1. dr. H. Nuzelly Husnedi, MARS selaku Direktur RSUD Arifin Achmad yang
2. Dr. dr. Dewi A. Wisnumurti, Sp.A(K), IBCLC selaku pembimbing yang telah
3. Dr.dr.Harry Mangunsong, Sp.A, dr. Riza Yefri, Sp.A, dan dr. Hotber Edwin
penulis.
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam laporan kasus ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Patofisiologi Hypoxic-Ischemic Encephalopathy.................. 5
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum yang Menyebabkan HIE.......... 4
Tabel 2 Klasifikasi HIE ................................................................................. 7
BAB I
PENDAHULUAN
secara klinis dan laboratorium, akibat cedera akut pada otak yang disebabkan oleh
negara maju, sedangkan di Indonesia belum ada data yang cukup lengkap. Insiden
HIE di Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 neonatus cukup bulan. Dua puluh
hingga 50% neonatus dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25˗30% yang
otak janin. Faktor risiko antepartum berupa primipara, demam saat kehamilan,
hipertensi dalam kehamilan, anemia, diabetes mellitus, penyakit hati dan ginjal,
traumatik, mekoneum dalam ketuban, ketuban pecah dini, induksi oksitosin, dan
prolaps tali pusat. Faktor risiko janin berupa prematuritas, berat badan lahir
disertai kejang merupakan manifestasi umum yang sering dijumpai pada neonatus
dengan HIE.2,6
pada neuron. Berdasarkan prinsip tersebut, salah satu terapi yang sangat efektif
untuk mengatasi neonatus dengan HIE, yaitu cooling therapy. Terapi tersebut
harus dimulai dalam usia 6 jam pertama kehidupan pada neonatus dengan gestasi
sama atau lebih dari 36 minggu, dan berat badan sama atau lebih besar dari 1800
gram.13
neonatus dengan HIE stadium ringan umumnya sembuh total, sedangkan pada
stadium sedang 80% sembuh total, dan 20% sembuh dengan kecatatan bila gejala
menetap hingga 5˗7 hari. Indikator prognosis buruk adalah awitan lambat
dengan nilai APGAR 0 sampai 3 pada menit ke-10 memiliki angka kematian
sebesar 20% dan insidens cerebral palsy sejumlah 5%; apabila nilai APGAR tetap
rendah pada menit ke-20, angka kematian meningkat sampai 60% dan insidensi
TINJAUAN PUSTAKA
ditandai secara klinis dan laboratorium, akibat cedera akut pada otak yang
merupakan penyebab kerusakan permanen sel-sel pada sistem saraf pusat (SSP)
yang berdampak pada kematian dan kecacatan berupa cerebral palsy atau
berkembang, sedangkan di Indonesia belum ada data yang cukup lengkap. Insiden
HIE di Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 neonatus cukup bulan. Dua puluh
hingga 50% neonatus dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25˗30% yang
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam atau
kala II yang lebih dari 2 jam pada primigravida dan lebih cepat untuk
multigravida, sekitar 58% asfiksia terjadi karena proses persalinan tersebut. Selain
dengan jenis persalinan, 56% persalinan dengan tindakan (seksio sesaria, vacum
terjadi selama proses kehamilan, proses persalinan dan melahirkan, atau periode
segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada plasenta untuk pertukaran
oksigen, asupan nutrisi, dan pembuangan produk sisa sehingga jika terjadi
gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental, hampir selalu akan
menyebabkan asfiksia.2
Faktor risiko asfiksia neonatorum yang menyebabkan HIE secara garis besar
dibagi dalam 3 kategori, yaitu faktor risiko antepartum, intrapartum, dan janin
asidosis respiratorius. Respon sistem sirkulasi pada fase awal dari janin adalah
peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen
ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung, adrenal, hati, ginjal,
ringannya hipoksia. Pada fase awal hipoksik-iskemik akan terjadi kongesti akibat
koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium,
pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang lama
polos arteriole pada paru yang merupakan predisposisi untuk terjadi hipertensi
pulmoner pada neonatus. Distres napas yang ditandai dengan gasping, dapat
terjadi akibat aspirasi benda asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium,
tergantung pada usia kehamilan. Pada neonatus cukup bulan akan terjadi nekrosis
neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik
parasagital. Pada neonatus kurang bulan akan terjadi PVL dan intraventricular
haemorrhage (IVH). Pada neonatus cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal
atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika
beberapa faktor anti infeksi pada cairan. Tanda hipoksia pada janin dapat
merupakan tanda awal hipoksia janin. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik
hipoksia janin merupakan dasar pemberian oksigen konsentrasi tinggi pada ibu
dan indikasi tindakan terminasi kehamilan untuk mencegah kematian janin atau
mengakibatkan distres pada janin. Pada saat lahir, terjadi depresi pernapasan dan
kegagalan pernapasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, neonatus akan
tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak
normal.4
modifikasi pembagian HIE menurut Sarnat dan Sarnat pada neonatus cukup bulan
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia, dan tidak ada respon terhadap stimulasi
kemudian menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul
kejang yang memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat
dengan asfiksia pada masa perinatal. Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi
oksigenasi, perfusi adekuat pada neonatus yang mengalami apnea, dan dilanjutkan
kalsium kadar normal. Bila ada kejang maka fenobarbital adalah obat pilihan
awal 20 mg/kgBB atau lorazepam 0,1 mg/kgBB dapat digunakan untuk kejang
yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24
jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5
resusitasi dan stabilisasi terhadap neonatus yang mengalami asfiksia. Suhu tubuh
tersebut, salah satu terapi yang sangat efektif untuk menangani neonatus dengan
HIE, yaitu cooling therapy. Terapi tersebut berhasil dalam menurunkan angka
mortalitas dan kecacatan.13
sama atau lebih dari 36 minggu serta pada neonatus dengan berat badan lahir sama
atau lebih dari 1800 gram dan HIE derajat 2 atau 3. Cooling therapy harus dimulai
jam. Cooling therapy dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang canggih
maupun alat yang sederhana. Peralatan teknologi yang canggih dapat berupa
Blanketrol, Criticool, Tecothern, dan Cool cap. Peralatan yang sederhana berupa
neonatus dengan HIE stadium ringan umumnya sembuh total, sedangkan pada
stadium sedang 80% sembuh total, dan 20% sembuh dengan kecatatan bila gejala
menetap hingga 5˗7 hari. Indikator prognosis buruk adalah awitan lambat
dengan nilai APGAR 0 sampai 3 pada menit ke-10 memiliki angka kematian
sebesar 20% dan insidens cerebral palsy sejumlah 5%; apabila nilai APGAR tetap
rendah pada menit ke-20, angka kematian meningkat sampai 60% dan insidensi
IDENTITAS PASIEN
No MR : 998317
Agama : Islam
Suku : Minang
Ayah : Tn. R
Ibu : Ny. WY
ANAMNESIS
Keluhan utama : Gawat napas sejak lahir pada neonatus cukup bulan sesuai
II memanjang).
Riwayat penyakit sekarang :
Neonatus laki-laki lahir pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 23.00 WIB di
VK Camar RSUD Arifin Achmad secara spontan dan riwayat ketuban pecah dini
4 jam dengan kehamilan G1P0A0H0, dan gestasi 36–38 minggu. Ibu dirujuk dari
Puskesmas Simpang Tiga karena ketuban pecah dini 4 jam, serta keterbatasan
fasilitas kesehatan baik untuk ibu maupun neonatus yang akan dilahirkan. Hasil
denyut jantung janin (DJJ) 145 denyut/menit. Ibu sudah mulai kesakitan hebat dan
10.45 WIB dan pukul 15.15 WIB pembukaan 5 cm dengan DJJ 153 denyut/menit,
ibu dan janin dalam kondisi baik. Pada pukul 20.00 WIB, pembukaan 10 cm
dengan DJJ 140 denyut/menit. Ibu dipimpin untuk persalinan, namun ibu
mengedan selama 2 jam 45 menit dan neonatus lahir pukul 23.00 WIB.
Saat lahir, neonatus tidak menangis, tonus otot lemah, neonatus langsung
didapatkan nilai APGAR 2/3, berat badan lahir 2760 gram. Neonatus merintih,
Sisa ketuban berwarna jernih. Inisiasi menyusui dini (IMD) tidak dilakukan
karena neonatus tidak stabil. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada.
Neonatus dirawat di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Hasil
pemeriksaan suhu saat tiba 35,2oC per aksila, kemudian dilakukan pengukuran
gula darah sewaktu (GDS) didapatkan hasil 145 mg/dL, serta dilakukan
pemasangan oral gastric tube (OGT). Setelah 3 jam dirawat di IPN neonatus
kejang seperti mengayuh sepeda selama lebih kurang 20 detik, diberikan sibital 55
mg IV, kemudian kejang berhenti. Hasil pemeriksaan suhu saat usia 6 jam 36,1oC
HIE.
teratur, namun suhu dan nadi stabil. Pada pemeriksaan GDS didapatkan kadar
gula darah stabil yaitu 145 mg/dL, 87 mg/dL, 60 mg/dL, 82 mg/dL, 87 mg/dL
dan 81 mg/dL. Pada hari pertama neonatus dipuasakan atau nothing per oral
bertahap yaitu 2 cc/3 jam, 10 cc/3jam dan 15 cc/3 jam. Berat badan neonatus
mengalami peningkatan dari 2760 gram menjadi 3352 gram. Pada hari pertama
rawatan, neonatus kejang 2 kali, hari ke˗2 neonatus kejang 1 kali, hari ke˗5
neonatus kejang 1 kali, dan hari ke˗6 rawatan neonatus mengalami kejang
sebanyak 2 kali. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil Hb 19,9 mg/dL,
mg/L dengan hasil analisa gas darah pH 7,45, pCO2 37mmHg, pO2 133 mmHg,
HCO3 26 mmHg, BE 2 dan hasil elektrolit Natrium 125 mmol/L, Kalium 3,8
mmol/L, kalsium 0,97 mmol/L, lactat 3,3 mmol/L sedangkan untuk hasil
pemeriksaan faktor pembekuan darah didapatkan hasil PT 20,8 detik, APTT 42,4
detik dan INR 1,72. Tatalaksana selanjutnya adalah pemberian antibiotik lini
pertama yaitu Bactesyn 200 mg/12 jam dan Mikasin 20 mg/12 jam Sibital 15
diberikan sibital 15 mg/12 jam dan piracetam 400 mg/12 jam. Neonatus diberikan
cairan intravena D10% 1/5NS +KCL5 mg, AS 10% 3g, dan milos 1 cc/jam.
menurun dari 3478 gram menjadi 3115 gram. Pada pemeriksaan darah rutin
mg/12 jam dan Bactesyn 200 mg/12 jam. Pada akhir minggu kedua GDS pada
pasien stabill yaitu 74 mg/dL, 70 mg/dL, 79 mg/dL, dan 70 mg/dL. Hasil kultur
pemberian bactesyn 200mg/12 jam dan dilanjutkan Meropenem 120 mg/8 jam,
frekuensi pernapasan, nadi, dan GDS stabil. Neonatus mendapatkan susu formula
yang diberikan secara bertahap yang dimulai dari 40 cc/3 jam, 60 cc/3 jam, 70
cc/3 jam, 90 cc/3 jam, dan 100 cc/3jam sehingga berat badan neonatus mengalami
peningkatan dari 3115 gram menjadi 3230 gram. Kultur darah kedua didapatkan
hasil steril. Pemberian Meropenem 120 mg/8 jam dan Mikasin 20 mg /12 jam
dihentikan dan dilanjutkan dengan Sibital oral 15 mg/12 jam, Neurotam oral 4
ml/12 jam, dan Depaken oral 1 ml/12 jam. Pada akhir minggu ketiga, neonatus
alert keadaan suhu, frekuensi pernapasan, nadi dan GDS dalam batas normal.
Neonatus mendapatkan susu formula 90cc/3jam dan berat badan neonatus juga
mengalami peningkatan dari 3230 gram menjadi 3410 gram. Terapi pada neonatus
yaitu pemberian Neurotam oral 4 ml/12 jam dan Depaken oral 1 ml/12 jam. Ibu
dipulangkan pada usia 28 hari dalam keadaan sadar, suhu tubuh stabil, dan GDS
pasien melalui telepon, yaitu saat neonatus usia 1 bulan 6 hari atau 6 hari setelah
neonatus hanya Hepatitis B yang diberikan di RSUD Arifin Achmad saat pulang.
Asupan yang diberikan sampai saat ini adalah susu formula SGM 150 mg untuk
usia 0-6 bulan sebanyak 90 cc per 3 jam dan menghabiskan 6 kotak susu formula
November 2018, berat badan saat kontrol 3510 gr, namun pasien belum pernah
Ibu P1A0H1 dengan riwayat partus lama. Ibu mengingat hari pertama haid
terakhir (HPHT) yaitu tanggal 5 Januari 2018 dan taksiran usia kehamilan 37–38
tinggi badan 153 cm. Ibu melakukan antenatal care (ANC) sebanyak 3 kali
dibidan, dikatakan janin dalam keadaan baik. Tekanan darah ibu yaitu 120/80
mmHg dan tidak memiliki riwayat darah tinggi. Ibu memiliki riwayat keputihan
berwarna putih kekuningan, gatal, tidak berbau dan tidak diobati sejak awal
kehamilan. Ibu tidak pernah melakukan perawatan payudara, konsultasi gizi dan
Riwayat orangtua :
- Ibu usia 21 tahun, pendidikan terakhir SMA, seorang ibu rumah tangga,
Ibu dengan primigravida, riwayat ANC 3 kali, riwayat keputihan sejak awal
kehamilan namun tidak diobati, dan proses persalinan primigravida yang lama
Neonatus, laki-laki dengan usia berdasarkan Ballad score 36−38 minggu, nilai
APGAR 2/3, Downe score 7, berat badan lahir 2760 gram, GDS 145 mg/dL,
neonatus mengalami kejang sebanyak 1 kali saat usia 3 jam dan usia 6 jam.
Diagnosis neonatus:
3. Hipotermia
Prognosis:
Minggu II
Tanda-tanda GDS Toleransi Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Terapi
vital (TTV) Minum Penunjang
Kesadaran GDS stabil Baik Susu formula 15 D10% 1/5NS 3478 gram - Hb 16,7 mg/dL, Ht Meropenem 120
neonatus letargi, cc/3jam +KCL5 mg, −>3115 gram 50,5%, leukosit 9.630/uL, mg/8 jam
namun suhu, AS 10% 3 gr trombosi399.000/uL, Mikasin 20 mg/12
frekuensi rasio IT 0,19, CRP 48 jam, Sibital 15
pernapasan, nadi mg/12 jam.
- Hasil kultur keluar
stabil. Kejang Neurotam
Steril
sebanyak 1 kali. 400mg/8jam
Minggu III
Minggu IV
Tanda-tanda GDS Toleransi Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Terapi
vital (TTV) Minum Penunjang
Kesadaran GDS stabil Baik 90 cc/3 jam ˗ 3230 gram ˗ Neurotam
neonatus alert, −>3410 gram. 400mg/8jam.
dengan keadaan Depaken oral 1
suhu, frekuensi ml/12 jam.
pernapasan, nadi
stabil.
BAB IV
PEMBAHASAN
Neonatus laki-laki dari ibu primigravida (P1), usia 5 menit lahir cukup
bulan sesuai masa kehamilan, berdasarkan Ballard score sesuai maturitas 36−38
minggu, berat badan neonatus 2760 gram, dengan nilai APGAR 2/3 dan Downe
karena ibu primigravida dengan ketuban pecah dini 4 jam, serta keterbatasan
fasilitas kesehatan baik untuk ibu maupun neonatus yang akan dilahirkan. Hasil
dapat disimpulkan bahwa kala I terjadi lebih kurang 13 jam yang dalam hal ini
normal untuk primigravida. Namun, ibu sudah mulai mengedan kuat sejak kala I
fase laten dan ibu sudah kelelahan selama kala II sehingga proses ekspulsif janin
terjadi 2 jam 45 menit yang seharusnya neonatus lahir 2 jam setelah pembukaan
lengkap. Proses persalinan ibu tergolong partus lama karena proses kala II
memanjang.15 Proses persalinan tersebut yang menjadi fakrtor risiko HIE pada
kasus ini.
Diagnosis HIE ditegakkan dari faktor risiko dan gejala yang ditemukan
pada kasus ini yaitu nilai APGAR 2/3, serta manifestasi gangguan neurologi yaitu
kejang 1 kali saat usia 3 jam, sehingga dapat di simpulkan neonatus menderita
HIE grade III. Kemudian dari hasil pemeriksaan laboraturium didapatkan hasil
darah rutin dan analisa gas darah (AGD) dalam batas normal, sedangkan
ini pernah dihentikan pada hari ke 5 rawatan karena pasien dalam kondisi bebas
Achmad,13,14 tetapi neonatus selama 2 hari hanya mencapai suhu batas bawah
normal. Prognosis pada kasus ini tergolong dalam kategori sedang dengan
kemungkinan neonatus akan sembuh dengan kecacatan karena gelaja HIE masih
Neonatus pulang saat usia 28 hari, kenaikan berat badan dari awal masuk
hingga pulang adalah sebesar 650 gram yang seharusnya maksimal 840 gram, hal
ini tidak sesuai dengan kenaikan berat badan perhari secara maksimum
Edukasi yang diberikan pada ibu saat neonatus dibolehkan pulang yaitu
sesuai jadwal.
38 hari) di poli anak RSUD Arifin Achmad dalam keadaan masih terpasang sonde
lambung, berat badan 3510 gram (kenaikan 100 gram dalam 10 hari), dengan
keluhan sering muntah bila diberikan susu formula sebanyak 90 cc tiap 3 jam,