Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL


“Guttae Opthalmicae Fenilefrin HCl”

Disusun oleh:
Nama : 1. Tifany Shalia (2017210216)
2. Tarra Syabriena (2017210212)
3. Anggia Rossa Novita (2017210263)
4. Juwita Lestari Putri (2017210267)
5. Qiyar Larasyati (2017210271)
6. Nadia Putri Rachmawati (2017210269)
7. Siti Rubiyanti (2017210274)
8. Muhammad Wildan Habibie (2017210268)
Kelas : A2
Kelompok :2
Tanggal Praktikum : 13 April 2020

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020
I. PENDAHULUAN
Midriatik adalah jenis obat yang membuat pupil mata membesar (terbuka). Midriatik juga
cenderung mengendurkan otot-otot mata yang fokus, yang berarti bahwa penglihatan kabur
adalah efek samping yang umum. Midriatik topikal digunakan selama pemeriksaan mata
untuk memungkinkan visualisasi retina dan struktur lain jauh di dalam mata. Midriatik juga
dapat digunakan untuk mengobati kondisi mata inflamasi seperti iritis dan cyclitis dan untuk
mengurangi cycloplegia (kelumpuhan otot ciliary mata yang menyakitkan). Midriatik, seperti
Fenilefrin HCl, melebarkan iris melalui stimulasi adrenoreseptor alfa yang merupakan bagian
dari sistem saraf simpatik. (https://www.drugs.com/drug-class/mydriatics.html).
Fenilefrin HCl adalah simpatomimetik yang utamanya punya efek terhadap reseptor
adrenergik. Fenilefrin HCl punya aktivitas alpha-adrenergik dan tanpa efek stimulasi yang
signifikan pada CNS pada dosis umum. Aktivitas pressornya lebih lemah daripada
noradrenalin tetapi durasinya lebih lama. Pada opthalmology, Fenilefrin HCl digunakan
sebagai midriatik yang konsentrasinya di atas 10%; umumnya larutan tetes mata ini
menggunakan 2,5 atau 10% Fenilefrin HCl tetapi absorpsi sistemik dapat terjadi dan
menimbulkan efek, dan biasanya untuk konsentrasi 10% penggunaannya perlu perhatian.
Efek midriatiknya dapat bertahan sampai beberapa jam. Larutan dengan konsentrasi 2,5%
lebih mudah menghasilkan iritasi yang intens dan anastetik lokal selain btacaine (yang
bersifat inkompatible) harus diberikan ke mata beberapa menit sebelum pemakaian fenilefrin
HCl (Martindale 36 Hal. 1568).
Gangguan okular, Fenilefrin HCl 10% cukup dapat mendilatasi pupil tanpa kehilangan
akomodasinya. Setelah penggunaan fenillefrin HCl miosis dapat dicapai dengan pemberian
1% pilokarpin. Fenilefrin secara parsial dapat mengatasi miosis yang dihasilkan sekalipun
dengan miotik paling kuat dan tidak membahayakan kontrol tekanan intra-ocular pada open-
angle gluocoma kronis, fenilefrin HCl berguna pada opthalmoscopy pada pasien dengan
open-angle gloucoma pada terapi onmiotik. (Martindale 28 Hal 25).

2
II. PREFORMULASI
1. Zat aktif
Nama Dosis Dan
Sifat Fisika Dan Kimia Ekivalensi Cara Sterilisasi
Zat Aktif Khasiat
Rumus Molekul : 0,30 Dengan 0,1 %
Fenilefri C9H13NO2.HCL (Farmakop mempertahanka samapi 10%
n HCl Pemerian : Serbuk kristal putih e Indonesia n pada suhu 98̊ larutan
atau hampir putih, tidak berbau Edisi V sampai 100 ̊ diteteskan
dengan rasa yang pahit. hal.1797) selama 30 menit pada mata
(Martindale 28th edition hal dengan sebagai
25 ) bakterisida atau midriatik
Kelarutan : Larut dalam (1:2) dengan filtrasi dan
air; (1:4) alkohol; (1:2) gliserol; (Martindale kongestan
dan praktis tidak larut dalam 28th edition konjungtiva
minyak arachis. hal 24 ) (Martindal
(Martindale 28th edition hal 25 e 28th
) edition hal
pH : antara 5 25)
(Martindale 28th edition hal 25
)
pH Sediaan : 5,5-7
(Howard Ansel,”pengantar
bentuk sediaan farmasi” edisi
IV hal541)
OTT : batacaine, alkalis, garam
ferric, agen pengoksidasi.
(Martindale 28 Hal 23)
Stabilitas: larutan kuning luntur
dari fenilefrin adalah indikasi
adanya degredasi, Logam seperti
misalnya tembaga, pada

3
konsentrasi 10 ppm akan
mempercepat degredasi, logam
berat dengan fenilefrin akan
membentuk kompleks yang
mudah teroksidasi. Simpan
ditempat yang kedap udara dan
lindungi dari sinar matahari.
(Martindale 28 hal 24)
Penyimpaan : Disimpan pada
wadah kedap udara dan kedap
cahaya
(Martindale 28th edition hal 23
)

2. Bahan pembantu
Nama
Zat Sifat Fisika Dan Cara
Kegunaan Ekivalensi Konsentrasi
Tamba Kimia Sterilisasi
han
Rumus molekul : Sebagai 0,16 0,01% - 0,02% Autoklaf
Benzal [C6H5CH2N(CH3)2R] pengawet (US (Handbook of atau filtrasi
konium Cl (Handbook Pharmaco pharmaceutic (Martindale
Klorida Pemerian : Potongan of peia 36 al excipients 28, hal 549)
seperti gelatin, putih pharmaceut edition 6th edition
atau kekuningan. ical hal :2700) hal 56)
(Handbook of excipients ek. NaCl : 0,16
pharmaceutical 6th edition
excipients 6th edition hal 56)
hal 56)
Kelarutan : Sangat
mudah larut dalam air
dan etanol.

4
( Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 56)
pH : 5-8 ( Handbook
of pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 56)
Stabilitas : Bersifat
higroskopis, dapat
dipengaruhi oleh
cahaya, udara dan
logam. Disimpan
dalam temperatur
ruang. ( Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 56)
OTT : Dengan
alumunium, surfaktan
anionik, sitrat,
fluorescein, hidrogen
peroksida, lanolin,
zink oksida, nitrat,
zink sulfat dan
sulfonamid.
( Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 56)

5
Sodium Rumus Molekul : antioksidan 0,65 0,01-1,0% Autoklaf
Metabi Na2S2O5 (Handbook (Farmako (Handbook of atau filtrasi
sulfit Pemerian : Hablur of pe pharmaceutic (Martindale
putih kekuningan, pharmaceut Indonesia al excipients 28, hal 549)
berbau belerang ical Edisi V 6th edition
dioksida. (Farmakope excipients hal.1807 hal 654)
Indonesia Edisi V 6th edition
hal. 908) hal 654)
Kelarutan : sukar
larut dalam ethanol
(95%) ( 1: 100-1000),
mudah larut dalam
gliserin (1:10), alrut
dalam air dengan
perbandingan (1:1,9),
dan (1:1,2) pada suhu
100oC (Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 654)
pH : 3,5-5
(Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 654)
OTT : Sodium
metabisulfite bereaksi
dengan
simpathomimetik dan
obat lain yang
menderivat ortho- or

6
para-hydroxybenzyl
alcohol menjadi asam
sulfonik yang tidak
memiliki aktivitas
farmakologi. Obat
paling aktiv untuk
menginaktivasinya
adalah epinephrine
(adrenaline) dan
derivatnya. sodium
metabisulfit
inkompatibel dengan
chloramphenicol,
inkompatibel dengan
phenylmercuric asetat
ketika di autoklaf.
Pada sediaan tetes
mata Sodium
metabisulfite akan
bereaksi dengan tutup
karet dari vial
multidoses, harus
diberi perlakuan
terlebih dahulu dengan
larutan sodium
Metabisulfite.
(Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 654)
Stabilitas : Pada

7
paparan udara dan
kelembaban, natrium
metabisulfit perlahan
dioksidasi menjadi
natrium sulfat dengan
disintegrasi kristal.
Dalam air, natrium
metabisulfit segera
dikonversi menjadi
natrium (Naþ) dan
bisulfit (HSO3) ion.
Larutan Natrium
metabisulfit aquose
juga terurai di udara,
terutama pada
pemanasan. larutan
yang akan disterilkan
dengan autoklaf harus
diisi wadah yang
udaranya diganti
dengan gas inert,
misalnya seperti
nitrogen. (Handbook
of pharmaceutical
excipients 6th edition
hal 654)

Disodiu Pemerian : Bubuk Agen 0,20 0,005-0,1% Autoklaf


m krital putih tidak pengkelat (Farmako (Handbook of atau filtrasi
Edetat berbau dan sedikit (Handbook pe Pharmaceutic (Martindale
berasa asam. of Indonesia al Excipients 28, hal 549)

8
(Handbook of Pharmaceut Edisi V ed.6 hal 243)
Pharmaceutical ical hal.1797)
Excipients ed.6 hal Excipients
243) ed.6 hal
243)
Kelarutan : Praktis
tidak larut dalam
chloroform and ether
(1: >10000); sukar
larut dalam ethanol
(95%); Larut dalam
(1:11) bagian air.
(Handbook of
Pharmaceutical
Excipients ed.6 hal
243)

Stabilitas : Garam
edetate lebih stabil
dari pada asam edetik
(lihat juga Edetic
acid).Namun,
disodium edetate
dihydrate kehilangan
air kristalisasi saat
dipanaskan hingga
120oC. Larutan berair
dari disodium edetate
dapat disterilkan
dengan autoklaf, dan
harus disimpan dalam

9
wadah bebas alkali.
Disodium edetate
bersifat higroskopis
dan tidak stabil saat
terpapar kelembaban.
maka dari Itu harus
disimpan dalam
wadah yang tertutup
rapat di tempat
sejuk,tempat yang
kering. (Handbook of
Pharmaceutical
Excipients ed.6 hal
243)

OTT : Disodium
edetate memiliki sifat
seperti asam lemah,
menggantikan karbon
dioksida dari karbonat
dan bereaksi dengan
logam untuk
membentuk hidrogen.
Maka Disodium
edetate inkompatibel
dengan zat
pengoksidasi kuat,
basa kuat, ion
logam,dan paduan
logam. (Handbook of
Pharmaceutical

10
Excipients ed.6 hal
243)

Natrium Pemerian: Hablur Pengisotonis 1,00 Untuk Autoklaf atau


Klorida bentuk kubus, tidak (Handbook (Farmako menghasilkan filtrasi
berwarna atau serbuk of pe larutan (Martindale
hablur putih; rasa asin Parmaceutic Indonesia isotonic pada edisi 28 hal.
(Farmakope al edisi IV intravena atau 549)
Indonesia edisi V hal. Excipients hal. 1251) sediaan
903) Sixth ophthalmic
Kelarutan: mudah Edition hal. ≤0.9%
larut dalam air (1-10), 668) (Handbook of
sedikit lebih mudah Garam Parmaceutica
larut dalam air utama untuk l Excipients
mendidih. menjaga Sixth Edition
(Farmakope tekanan hal. 668)
Indonesia edisi V hal. osmotik
903) dalam darah
pH: 4,9-7 dan jaringan.
0,9 % (Drug (Martindale
Information 2010 28 hal. 636)
hal. 2499)
OTT: korosif
terhadap besi, perak,
merkuri, senyawa
pengoksidasi kuat
memisahkan klorida
dan larutan NaCl,
mengurangi kelaruan
antimikroba metal
paraben (Handbook

11
of Parmaceutical
Excipients Sixth
Edition hal. 668)
Stabilitas: larutan
NaCl bersifat stabil
tetap dapat
menyebabkan
pemisahan partikel
gelas untuk beberapa
jenis wadah gelas
(Drug Information
88th edition hal.1451)
Aqua Pemerian: Air steril - Destilasi
Pro Cairan, jernih, tidak untuk (Farmakope
Injeksi berwarna, tidak injeksi Indonesia
(Farma berbau. adalah air edisi III hal
kope (Farmakope untuk 14)
Indones Indonesia edisi III injeksi yang
ia edisi hlm. 14) disterilkan
III hlm. dan dikemas
14) Stabilitas: uji yang dengan cara
tertera pada uji yang sesuai.
keamanan hayati Tidak
(Farmakope mengandung
Indonesia edisi III bahan
hlm. 14) antimikroba/
bahan
Penyimpanan : dalam tambahan
wadah dosis tunggal lainnya.
dari kaca atau plastic (Farmakope
tidak lebih besar dari 1 Indonesia

12
liter. Wadah kaca edisi III
sebaiknya dari kaca hlm. 14)
tipe I atau tipe II
(Farmakope
Indonesia edisi III
hlm. 14)

3. Teknologi Farmasi
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola
mata Obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk
pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk
digunakan pada mata utuh atau terluka. (Farmakope Indonesia Edisi III hal. 10)
Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan
yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata.Pada
umumnya bersifat isotonis dan isohidris. Mata merupakan organ yang paling peka dari
manusia. Oleh karena itu sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam.
Tetes mata harus efektif dan tersatukan secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak
merangsang) dan steril. (Teknologi farmasi,Voight hal 521-527)
Sediaan tetes mata memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya. Keuntungan pada
sediaan ini adalah:
a. Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep dengan obat
yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yantg obat-obatnya
larut dalam air. (AMA Drugs, 1624)
b. Tidak menganggu penglihatan ketika digunakan (Remmington Pharmaceutical
Science 18th 1584)
c. USP XXI menggambarkan 48 larutan mata. Dengan definisi, semua bahan-bahan
adalah lengkap dalam larutan, keseragaman tidak menjadi masalah, hanya sedikit
pengaruh sifat fisika dengan tujuan ini (Remmington Pharmaceutical Science 18th
1584)

13
Sementara kerugian pada sediaan tetes mata antara lain:
a. Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat
antara obat dan permukaan yang terabsorsi. (Remmington Pharmaceutical Science
18th 1584)
b. Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara topikal
untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan melewati
kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat lambat, pasien
mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat. (Remmington Pharmaceutical
Science 18th 1584)
Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya
diperhatikan :
a. Steril
Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme dapat terjadi rangsangan
berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau tetap terlukanya mata
sehingga sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap) atau menyaring larutan
dengan filter pembebas bakteri. (Teknologi farmasi, Voight hal 521-527).
b. Kejernihan (bebas bahan melayang)
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat bahan padat.
Sebagai material penyaring digunakan leburan gelas, misalnya Jenaer Fritten dengan
ukuran pori G 3 – G 5. (Teknologi farmasi, Voight hal 521-527)
c. Pengawetan
Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata luka atau untuk tujuan
pembedahan, dan dapat dibuat sebagai obat bertakaran tunggal, maka obat tetes mata
harus diawetkan. Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal (0.002%),
garam fenil merkuri (0,002%), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002-
0,01%), dalam kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,005-
0,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%). (Teknologi farmasi,
Voight hal 521-527)
d. Tonisitas
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa
nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar

14
bahan obatnya. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium
isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau
asam borat (1,5-1,9%) steril. (Teknologi farmasi, Voight hal 521-527)
e. Pendaparan
Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan kapasitas dapar tertentu. Yang sedikit
lebih rendah oleh karena system yang terdapat pada darah seperti asam karbonat,
plasma, protein amfoter dan fosfat primer – sekunder, juga dimilikinya kecuali
system – hemoglobin – oksi hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan
tetapi hilangnya karbondioksida dapat meningkatkannya smapai harga pH 8 – 9. pada
pemakain tetes biasa yang nyari tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan harga pH 7,3
– 9,7. daerah pH dari 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Tetes mata didapar atas dasar
beberapa alasan yang sangat berbeda. Pengaturan larutan pada kondisi isohidri (pH =
7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri yang sempurna,
meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan. Oleh karena kelarutan dan stabilitas
bahan obat dan sebagian bahan pembantu juga kerja optimum disamping aspek
fisiologis (tersatukan) turut berpengaruh. (Teknologi farmasi, Voight hal 521-527)
Aspek-aspek tersebut sangat jarang dalam kondisi optimal pada harga pH
fisiologis. Harga pH yang tepat yang dimiliki larutan, merupakan harga kompromis
antara faktor-faktor yang telah disebutkan tadi. Harga itu disebut sebagai harga
euhidris misalnya garam alkaloida yang umumnya dipakai sebagai tetes mata
memiliki stabilitas maksimal dalam daerah pH 2 – 4, yang jelas sangat tidak
fisiologis. Hal yang sama terjadi pada anestetikal lokal untuk terapi mata (stabilitas
maksimumnya pada harga pH 2,3 -5,4). Yang terakhir ini dengan menaiknya harga ph
juga menunjukan peningkatan efektifitas atas dasar membaiknya penettrasi pada
kornea. Dengan mempertimbangkan keseimbangan fisiologisnya, larutan ini
dieuhidritkan sampai pada harga pH 5, 5 – 6,5. (Teknologi farmasi, Voight hal 521-
527)
Penyeimbangan pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis.
Larutan dapar berikut digunakan secara internasional:
- Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah asam.
- Dapar fospat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah alkalis.

15
Jika harga pH yang ditetapkan atas dasar stabilitas berada diluar daerah yang
dapat diterima secara fisiologis, diwajibkan untuk menambahkan dapar dan
melakukan pengaturan pH melalui penambahan asam atau basa. Larutan yang dibuat
seperti itu praktis tidak menunjukan kapasitas dapar sehingga oleh cairan air mata
lebih mudah diseimbangkan pada harga fisiologis dari pada larutan yang didapar.
Antara isotonis dan euhidri terdapat kaitan yang terbatas dalam hal tersatukannya
secara fisiologis. Yakni jika satu larutan mendekati kondisi isotonis, meskipun tidak
berada pada harga pH yang cocok masih dapat tersatukan tanpa rasa nyeri.
(Teknologi farmasi, Voight hal 521-527)
f. Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat ditekan keluar
dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh karena itu waktu
kontaknya pada mata menurun. Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai
distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih
panjang. Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri. Oleh Karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan
keratokonjunktifitis. Sebagai peningkat viskositas digunakan metal selulosa dan
polivinilpiroridon (PVP). (Teknologi farmasi, Voight hal 521-527)
Obat mata tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, diantaranya memerlukan perhatian
khusus. Syarat sediaan obat tetes mata menurut Farmakope Indonesia Edisi IV hal.
13 :
1) Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan
yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
2) Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas
bahan obat, nilai isotonisitas , kebutuhan akan dapar kebutuhan akan pengawet
(dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat.
3) Nilai isotonisitas cairan mata isotonic dengan darah dan mempunyai nila
isotonisita sesuai dengan larutan natrium klorida P 0,9 %. Secara ideal larutan
obat mata harus mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap
nilai isotonis rendah yang setara dengan larutan natrium klorida P 0,6% dan

16
tertinggi setara dengan larutan natrium klorida P 2,0% tanpa gangguan nyata
(Farmakope Indonessia Edisi IV hal 13 )
4. Farmakologi, Farmakokinetik, Farmakodinamik, Indikasi, Kontraindikasi, Efek
Samping
Farmakologi :
Fenilefrin adalah agonis adrenergic alfa-1 yang meningkatkan tekanan
darah,melebarkan pupil dan menyebabkan vasokontriksi local. Waktu parah efektif 5
menit dan waktu paruh eliminasi 2,5 jam. Pasien yang memakai formulasi ophthalmic
fenilefrin harus diberitahu resiko aritmia, hipertensi dan miosis rebound. Pasien yang
mengambil formulasi intravena harus dikonseling mengenai bradikardia, reaksi alergi
atau jaringan mengelupas dan pengguanaan obat oksitosik secara bersamaan.
Farmakokinetik :
Penyerapan: efek pressor terjadi dengan cepat, efek puncak untuk midriasis 15 hingga
60 menit untuk solusi 2,5% hingga 10 smpai 90 menit untuk solusi 10%. Waktu
pemulihan midriasis adalah 3 jam untuk solusi 2,5%. 3 hingga 7 jam untuk solusi 10%.
Farmakodinamik
Tindakan Vasopresor: Bertindak terutama dengan stimulasi langsung reseptor alfa-
adrenergik yang mnyempitkan resistensi dan kapasitansi pembuluh darah, menghasilkan
peningkatan resistensi perifer total, peningkatan tekanan darah sstolik dan diastolic,
penurunaan aliran darah ke organ vital, kulit dan otot rangka, dan penyempitan
pembukuh darah ginjal.efek terapi utama adalah vasokontriksi. Juga daoat bertindak
secara tidak langsung dengan melepaskan norepinefrin dari situs penyimpanan
Indikasi :
Mengatasi mata merah, Mengatasi mata kering , Mengatasi iritasi karena debu,
paparan sinar UV, dan iritasi lainnya.
Kontraindikasi :
Penderita glaukoma, anak-anak,bayi dan penderita yang menggunakan soflens.
Efek Samping
Kesulitan tidur, sakit kepala dan pusing,sakit perut, kejang, jantung berdebar, gelisah.
Interaksi Obat

17
Hindari penggunaan phelylephrine bersama dengan antidepresan trisiklik, methyldopa,
penghambat beta (misalnya bisoprolol), dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS),
karena dapat meningkatkan risiko hipertensi.
5. Penyimpanan
Simpan di bawah suhu kamar, baik digunakan selama 30 hari setelah dibuka.

III.FORMULA
I. Formula
A. Formula rujukan
a. Matrindale 36th hal 1568
Fenilefrin HCL 0,2%
Natrium metabisulfit 0,1%
Disodium edetat 0,02%
Benzalkonium klorida 0,01%
Natrium klorida 0,9%
Water of injection q.s
b. USP-Methods and Composition of Stable Phenylephrine
Fenilefrin HCL 2,5%
Sodium fosfat monobasic 0,5%
Sodium fosfat dibasic anhidrat 0,3%
Asam borat 1,0%
Benzalkonium klorida 0,01%
Sodium hidroksida q.s
Asam hidroksida q.s
c. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Steril
Fenilefrin HCL 59,60 g
Sodium sitrat anhidrat 90 g
Sodium metabisulfit 49,50 g
Natrium klorida 319,50 g
Zinc sulfat 123,75 g
Sodium hidroksida 23,99 g

18
1 N sodium hidroksida q.s
Water of injection 30 L
B. Formula Jadi (berdasarkan Martindale 28th hal 24)
Fenilefrin HCL 2,5%
Natrium Metabisulfit 0.01%
Dinatrium Edetat 0,02%
Benzalkonim Klorida 0,01%
Natrium Klorida 0,14%
Aqua PI ad 10 ml

C. Alasan Pemilihan Bahan


a) Fenilefrin HCl dipilih sebagai obat tetes mata karena berfungsi sebagai midriatik.
Fenilefrin sebagai midriatik juga cenderung mengendurkan otot-otot mata yang
fokus, yang berarti bahwa penglihatan kabur adalah efek samping yang umum.
Midriatik topikal digunakan selama pemeriksaan mata untuk memungkinkan
visualisasi retina dan struktur lain jauh di dalam mata. Midriatik juga dapat
digunakan untuk mengobati kondisi mata inflamasi. Midriatik, seperti Fenilefrin
HCl, melebarkan iris melalui stimulasi adrenoreseptor alfa yang merupakan
bagian dari sistem saraf simpatik. Pada opthalmology, Fenilefrin HCl digunakan
sebagai midriatik yang konsentrasinya di atas 10%; umumnya larutan tetes mata
ini menggunakan 2,5 atau 10% (Martindale 28 Halaman 25).
b) Benzalkonium Klorida Dalam pembuatan obat tetes mata dipilih Benzalkonium
Klorida sebagai pengawet dengan konsentrasi 0,02ml/100mL larutan.
Benzalkonium Klorida dipilih karena kompatibel dengan setiap komponen yang
terdapat dalam formula dan juga sering digunakan untuk pengawet tetes mata.
Tidak mengiritasi, tidak membuat sensitif dan memiliki toleransi dalam larutan
saat diaplikasikan ke kulit dan membrane mukosa. Penggunaan pengawet
dimaksudkan untuk obat tetes mata karena pada penggunaan obat tetes mata tidak
hanya sekali pemakaian saja namun dapat digunakan dengan beberapa kali
pemakaian, sehingga guna penambahan benzalkonium klorida adalah untuk
mencegah timbulnya pertumbuhan mikroba pada sediaan tetes mata nafazolin.

19
Konsentrasi benzalkonium klorida yang umum digunakan dalam sediaan tetes
mata adalah 0,01% sehingga dipilih konsentrasi tersebut untuk digunakan dalam
formula obat tetes mata Fenilefrin HCl. (Excipient 6th ed. Hal 56)
c) Natrium Metabisulfit Digunakan Natrium metabisulfit sebagai antioksidan, hal
ini dikarenakan fenilefrin HCl mudah teroksidasi sehingga harus dilindungi dari
agen pengoksidasi dan harus disimpan di tempat yang terlindungi dari sinar
matahari dan kedap udara. Salah satunya untuk melindunginya adalah dengan
penggunaan antioksidan yaitu natrium metabisulfit, dengan konsentrasi 0,01-1%
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 654).
d) Dinatrium Edetat
Dinatrium edetat digunakan sebagai agen pengkelat untuk mengikat ion logam-
logam yang berasal dari wadah gelas, selain itu wadah gelas berkapur dapat
membebaskan logam yang dapat mengkatalis hidrolisis zat aktif menjadi tidak
stabil, selain itu juga preparat mata tidak boleh mengandung logam. (Handbook
of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 654).
e) Aqua Pro Injeksi
Pembawa yang digunakan adalah aqua steril pro injeksi karena zat aktif nafazolin
hcl memiliki kelarutan dalam air yang mudah larut dalam air (1:1-10), secara
fisiologis dapat bercampur dengan jaringan tubuh serta air merupakan senyawa
inert yang tidak dapat bereaksi dengan zat aktif dan memiliki daya larut yang
tinggi.(Farmakope Indonesia edisi III halaman 14)

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Beaker glass
2. Erlenmeyer
3. Batang pengaduk
4. Spatula
5. Gelas ukur
6. Pinset

20
7. Penjepit stainless
8. Kertas saring
9. Kaca Arlodji
10. Pipet tetes
11. Spatula
12. Karet pipet
13. Karet tutup botol
14. Botol obat tetes mata
15. Alumunium foil
16. Autoklaf
17. Timbangan analitik

Bahan:
1. Fenilefrin HCl
2. Benzalkonium klorida
3. Sodim Metabisulfat
4. Disodium Edetat
5. Aqua Pro Injeksi

V. PEMBUATAN
1. Perhitungan Volume
Volume 1 botol = 10 ml
Dibuat 2 botol = 2 x 10 mL = 20 mL
Volume total = (n×v) + {(10%-30% × (n×v)}
= (2 x 10mL) + (30% x 20 mL) = 26 mL
2. Penimbangan Bahan
 Fenilefrin HCl = 2,5 % x 26 mL=0,65 g
 Natrium Metabisulfit = 0,01 % x 26 mL=0,0026 g
 Dinatrium Edetat = 0,02% x 26 mL=0,0052 g
 Benzalkonium Klorida = 0,01 % x 26 mL=0,0026 mL
 Aqua steril pro injeksi ad 26 mL

21
3. Perhitungan Tonisitas
V = {(W1 x E1) + (W2 x E2) + (W3 x E3)} x 111,11mL
= {(0.65x0,30) + (0,0026x0,65) + (0,0052x0,20) + (0,0026x0,16)} x 111,11mL
= 22,02 mL
22,02ml
% Tonisitas = × 0,9 %=0,7622%
26 ml
Hipotonis = 0,9% - 0,7622% = 0,14%
Nacl yg dipakai = 0,14% x 26mL = 0,0364g
Nacl untuk 2 botol = 0,0182 gram x 2 = 0,0364g
4. Penimbangan
Bahan Teoritis (g) Praktek (g)
Fenilefrin HCl 0,65
Natrium Metabisulfit 0,013
Dinatrium Edetat 0,0052
Benzalkonium Klorida 0,0026
Natrium Klorida 0,03
Aqua pro injeksi ad 26ml

5. Cara kerja
Prinsip sterilisasi : Teknik aseptis, Filtrasi (Dispensasi dengan kertas saring)
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dilakukan kalibrasi pada beaker glass 26 ml dan wadah tetes mata 10 ml dengan
menggunakan air, diberi tanda.
3. Dilakukan sterilisasi alat-alat dan bahan dengan metode yang sesuai
4. Disiapkan Aqua pro injeksi dengan cara: dididihkan selama 30 menit.
5. Ditara kaca arloji yang telah disterilkan
6. Ditimbang bahan-bahan yang diperlukan dengan kaca arloji (Fenilefrin HCl,
Benzalkonium klorida, Dinatrium edetat, Natrium metabisulfite dan Natrium klorida)
7. Dilarutkan Fenileprin HCl sebanyak 0,65 g dalam sebagian aqua pro injeksi sedikit
demi sedikit sampai larut. Kemudian dilakukan sterilisasi secara filtrasi membrane
(dispensasi) dilakukan didalam ruang LAF (Laminar Air Flow).
8. Dilarutkan Benzalkonium klorida sebanyak 0,0026 g dalam sebagian aqua pro injeksi
sedikit demi sedikit sampai larut

22
9. Dilarutkan Dinatrium edetat sebanyak 0,0052 g dalam sebagian aqua pro injeksi
sedikit demi sedikit sampai laurt
10. Dilarutkan Natrium Metabisulfit sebanyak 0,013 g dalam sebagian aqua pro injeksi
sedikit demi sedikit sampai larut
11. Dilarutkan Natrium Klorida sebanyak 0,03 g dalam aqua pro injeksi sedikit demi
sedikit sampai larut
12. Dilakukan pencampuran larutan Fenilefrin HCl, larutan Benzalkonium klorida,
larutan Dinatrium edetat, larutan Natrium Metabisulfit, dan Natrium Klorida yg telah
dilarutkan dengan aqua pro injeksi.
13. Dicek pH sediaan obat tetes mata (pH 5 – 6,6).
14. Ditambahkan aqua pro injeksi hingga tanda dikalibrasi lalu 26 ml
15. Saring dengan kertas saring steril, kemudian saring dengan filter membrane
(dispensasi menggunakan kertas saring biasa).
16. Dimasukkan larutan ke dalam botol tetes mata sampai tanda kalibrasi 10 ml dan botol
ditutup.
17. Dilakukan uji evaluasi IPC (Uji Kejernihan, uji pH, uji keseragaman volume)
14. Dilakukan uji evaluasi QC (Uji Keseragaman Volume, Uji Kejernihan, uji sterilitas,
penetapan kadar)
15. Diberi etiket dan label, dimasukkan ke dalam kemasan, dilengkapi dengan brosur,
kemudian diserahkan.
Wadah : botol tetes mata berwarna coklat

23
No. Alat dan Bahan Cara Sterilisasi Literatur
VI. Beaker glass, corong
Farmakope Indonesia
EV 1. glass, botol tetes, oven suhu 150o, 1 jam
edisi V, hal..1663
A Erlenmeyer, pipet tetes.
L 2. Gelas ukur, kertas Autoklaf suhu 121o, 15 Farmakope Indonesia

U saring. menit edisi V, hal. 1662


Batang pengaduk, Disinfection, sterilization,
A Rendam dalam alcohol
3. spatula, pinset, kaca and Preservation, hal.
S selama 30 menit
arloji, penjepit besi. 233
I Karet pipet, karet tutup Rebus dalam air mendidih Farmakope Indonesia
4.
A. botol selama 30 menit edisi III, hal. 18
Autoklaf suhu 121OC, 15 Farmakope Indonesia
5. Sediaan Obat etes mata
menit edisi V, hal. 1334
Dididihkan selama 30 Farmakope Indonesia
6. Aqua pro injeksi
menit. edisi III, hal. 18
In Process Control
1. Uji kejernihan (Farmakope Indonesia Edisi V Hal 1521)
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar dengan diameter dalam 15
– 25 mm, tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Bandingkan larutan
uji dengan larutan suspensi padanan yang dibuat segar, setinggi 40 mm. Bandingkan
kedua larutan di bawah cahaya yang terdifusi 5 menit setelah pembuatan suspensi
padanan dengan tegak lurus ke arah bawah tabung menggunakan latar belakang
hitam. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat
dibedakan dari air dan suspensi padanan II dapat dibedakan dari suspensi padanan I.
Syarat: Larutan dianggap jernih apabila sama dengan air atau larutan yang
digunakan dalam pengujian dengan kondisi yang dipersyaratkan, atau jika opalesan
tidak lebih dari suspensi padanan.
2. Uji Penetapan pH (Farmakope Indonesia Edisi V Hal 1563)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang
sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga
pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator yang peka, elektroda kaca,
dan elektroda pembanding yang sesuai. Skala pH ditetapkan dengan persamaan
sebagai berikut:

24
(E−Es)
pH = pHs +
k
Prosedur penetapan pH Laboratorium:
Strip pH indikator universal dimasukan kedalam sediaan selama kurang lebih 1 menit
kemudian dibaca nilai pH sediaan dengan membandingkan warna pada strip dengan
warna pada test kit.
Syarat: Dapat dikatakan memenuhi syarat apabila uji pH sediaan infus masuk
pada rentang pH yakni 5-6,6.
3. Uji keseragaman volume (Farmakope Indonesia edisi V hal 1570)
Pilih salah satu wadah atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau
lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik
hipodemik kering berukuran tidak lebih dari tiga kali volume yang akan diukur dan
dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
Keluarkan gelembung udara dari dalam dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi
dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering
volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi
sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tetera (garis-garis penunjuk volume
gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang). Cara lain, isi alat
suntik dapat dipindahkan ke dalam gelas piala kering yang telah ditara, volume dalam
ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Isi dari
dua atau tiga wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan untuk pengukuran dengan
menggunakan jarum suntik kering terpisah untuk mengambil isi tiap wadah. Isi dari
wadah 10 ml atau lebih dapat ditentukan dengan membuka wadah, memindahkan isi
secara langsung ke dalam gelas ukur atau gelas piala yang telah ditara.
Syarat: Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bil diuji satu
per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume
wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.

B. Quality Control
1. Uji Kejernihan (Farmakope Indonesia Edisi V Hal 1521)
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar dengan diameter dalam 15
– 25 mm, tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Bandingkan larutan
25
uji dengan larutan suspensi padanan yang dibuat segar, setinggi 40 mm. Bandingkan
kedua larutan di bawah cahaya yang terdifusi 5 menit setelah pembuatan suspensi
padanan dengan tegak lurus ke arah bawah tabung menggunakan latar belakang
hitam. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat
dibedakan dari air dan suspensi padanan II dapat dibedakan dari suspensi padanan I.
Syarat: Larutan dianggap jernih apabila sama dengan air atau larutan yang
digunakan dalam pengujian dengan kondisi yang dipersyaratkan, atau jika opalesan
tidak lebih dari suspensi padanan.
2. Uji Sterilitas (Farmakope Indonesia Edisi V Hal 1359)
Menggunakan teknik penyaringan membran:
a. Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan bahan dekontaminasi yang
sesuai, ambil isi secara aseptik.
b. Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap
penyaring dari 2 rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui
penyaring dengan bantuan pompa vakum/tekanan.
c. Secara aseptik, pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi setengah
bagian (jika hanya menggunakan satu). Celupkan membran atausetengah bagian
membran ke dalam 100 ml media inkubasi selama tidak kurang dari 14 hari.
d. Lakukan penafsiran hasil uji sterilitas.
Syarat: Tidak terjadi pertumbuhan mikroba selama 14 hari. Jika dapat
dipertimbangkan tidak absah maka dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan
yang sama dengan uji aslinya.
3. Uji Keseragaman Volume (FI V hal 1570)
Pilih salah satu wadah atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau
lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik
hipodemik kering berukuran tidak lebih dari tiga kali volume yang akan diukur dan
dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
Keluarkan gelembung udara dari dalam dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi
dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering
volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi
sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tetera (garis-garis penunjuk volume

26
gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang). Cara lain, isi alat
suntik dapat dipindahkan ke dalam gelas piala kering yang telah ditara, volume dalam
ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Isi dari
dua atau tiga wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan untuk pengukuran dengan
menggunakan jarum suntik kering terpisah untuk mengambil isi tiap wadah. Isi dari
wadah 10 ml atau lebih dapat ditentukan dengan membuka wadah, memindahkan isi
secara langsung ke dalam gelas ukur atau gelas piala yang telah ditara.
Syarat: Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bil diuji satu
per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume
wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.
4. Penetapan Kadar (Farmakope Indonesia edisi IV hal 918)
Timbang seksama lebih kurang 100mg zat, masukkan kedalam labu iodium, larutkan
dalam 20ml air, tambahkan 50.0 ml brom 0,1N LV, dan asam klorida P, segera tutup,
kocok dan biarkan 15menit, Masukkan segera 10ml larutan kalium iodide P ( 1 dalam
10 ), biarkan selama 5menit, kocok hati-hati, buka, bilas tutup dan leher labu dengan
sedikit air langsung dalam labu. Titrasi iodium yang bebas dengan natrium tiosulfat
0,1N LV, pada saat mendekati titik akhir tambahkan 3ml kanji LP. Lakukan
penetapan blanko.

VII. PENGEMASAN
Terlampir

VIII. DAFTAR PUSTAKA


1. Agoes, Goeswin. 2008.Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB
2. Agoes, Goeswin. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB
3. Anonim. 2007. USP 30/NF 25. Rockville: USP Convention Inc.
4. Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta :
UniversitasIndonesia
5. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.
6. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

27
7. Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
8. Kibbe, A. H.. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition.
London:Pharmaceutical Press (PhP). Hal 175.
9. McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America: American
Societyof Health System Pharmcists.
10. Niazi, S.K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Sterile
Products. Volume 6. Boka Raton : CRC Press
11. Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-nineth Edition
Book 1,. Pharmaceutical Press (PhP) : London
12. Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : Gadjah
MadaUniversity Press.

28
29

Anda mungkin juga menyukai