Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Rizki Pujiasih
30901800152
SEMARANG
HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu kondisi seseorang mengalami perubahan jumlah dan atu
pola dari suatu rangsang yang diterima dihubungkan dengan turunnya atau meningkatnya
penyimpangan respons rangsang. (Jiwa tim, 2019)
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan
penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut
(Nanda-1, 2018-2020).
B. Anatomi
Anatomi dan fisiologi
Sistem limbik membentuk sebuah cincin yang melindungi thalamus dan hipotalamus,
sistem ini terlibat dalam pengaturan emosi dan ingatan. Cinta dan ingatan berasal dari
sistem ini begitu juga dengan rasa takut dan paranoid. Gangguan jiwa memlibatkan
rusaknya pengaturan pada sistem limbic.
Pengaturan emosi
Sistem limbik
Sistem limbik merupakan area otak yang terletak di atas batang otak, yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan amigdala (walaupun beberapa sumber membedakan struktur
yang terdapat pada sistem ini). Talamus mengatur aktivitas, sensasi dan emosi.
Dopamin
Dopamin, suatu neurotransmiter yang terutama terdapat di batang otak, diketahui
berfungsi dsebagai pengontrolan gerakan yang kompleks, motivasi, kognitif, dan
pengaturan respons emosional
Asetilkolin
Konsep Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Skizofrenia sebagai penyakit
neorologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku
sosialnya
C. Etiologi
1. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan
keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, dan hilang percaya diri.
2. Faktor sosiokltural
Stres lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon maladaptif, misalnya
bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan interpersonal,
tekanan dalam pekerjaan dan kemskinan.
3. Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang dialami oleh seorang maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
buffoferom dan dimetytron ferase sehingga terjadi ketidakseimbangan acetykolin dan
dopamine.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. Klien lebih memilih beserangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
Faktor Presipitasi
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak juntuk di interpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang
menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari
lingkungan atau stimulus eksternal. Pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat
dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa
nyaman dengan halusinasinya. Pada fase conderming klien mulai menarik diri.
Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien
merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
Faktor Predisposisi
Stresor Presipitasi
Sumber-sumber Koping
Mekanisme Koping
Construtive Destructive
Rentang Respon
Rentang respon
Adaptif Maladaptif
Data obyektif :
F. Pathway
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai
dirisendiri, orang lain dan lingkungan.
H. Penatalaksana Medis
1. Anti psikotik
Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai
penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat efektif
untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses berfikir.
2. Anti Ansietas
Jenis : Atarax,Diazepam(chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu.
3. Anti Depresan
Jenis : Elavil,asendin,anafranil, norpamin, ainequan, tofranil,
ludiomil, pamelor, vivacetil, surmontil.
Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang.
4. Anti Manik
Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi sensitivitas
reseptor dopamine
5. Anti Parkinson
Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)
Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala
parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas,
irritabilitas.
J. Diagnose Keperawatan
Diagnose Keperawatan yang sering muncul ;
- Risiko perilaku kekerasan
- Gangguan persepsi: Halusinasi
- Defisit perawatan Diri
Pohon Masalah
Isolasi Sosial
K. Intervensi
1. Risiko perilaku kekerasan
Pencegahan Perilaku Kekerasan (I.14544)
Observasi
- Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis. Benda tajam, tali)
- Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung
- Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan (mis. Pisau cukur)
Terapeutik
- Pertahakan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
- Libatkan keluarga dalam perawatan
Edukasi
- Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamtan pasien
- Latih cara mengungkapkan perassan secara asertif
- Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan nonverbal (mis. Relaksasi,
bercerita)
2. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Manajemen Halusinasi (I.09288)
Observasi
- Monitor perilaku yang mengindikasi halusinai
- Monitor dan sesuaikan tindakan aktivitas dan stimulasi lingkungan
- Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan atau membahayakan diri)
Terapeutik
- Pertahakan lingkungan yang aman
- Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
(mis.pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
- Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
Edukasi
- Anjurkan monitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan umpan
balik korektif terhdap halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasikan pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
3. Defisit perawatan Diri
Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Observasi
- Identifikasi keblasan aktivitas perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakain, berhias, dan makan
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
- Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dsn sabun mandi)
- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemapuan
Refrensi
Jiwa tim (2019) Skill of Laboratory Keperawatan 1 Jiwa. Semarang. Unissula Press
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawtan Indonesia: Definis dan Tindakan Keperawatn,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Rahmawati, I (2017). Asuhan Keperawatan pada Halusinasi. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Purwokerto.
Janur, Kristianto (2015). Asuhan Keperawatan Halusinasi. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Purwokerto
http://eprints.umbjm.ac.id/703/4/BAB%202%20KTI.pdf
BUNUH DIRI
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,
2006).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Perilaku destruktif
diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan dan dengan sengaja
dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya, yang dilakukan dalam waktu
singkat. Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress. Jadi, bunuh diri adalah suatu tindakan maladaptive dengan cara mencederai
bahkan menghilangkan nyawa sendiri yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri
keputusasaannya.
B. Etiologi
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai
berikut:
1. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu: Egoistik (orang yang tidak
terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan
masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang
lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil
dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
2. Pada remaja
- Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
- Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
- Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
- Perasaan tidak dimengerti orang lain
- Kehilangan orang yang dicintai
- Keadaan fisik
- Masalah dengan orang tua
- Masalah seksual
3. Pada dewasa
- Self-ideal terlalu tinggi
- Cemas akan tugas akademik yang banyak
- Kegagalan akademik
- Kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua
-Kompetisi untuk sukses
F. Komplikasi
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia
komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi-poin, reaksi cahaya negatif,
sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade
jantung akhirnya meninggal.
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa syok
yang dialami klien, pemeriksaan EKG, dan CT scan
H. Terapi
- Terapi Modalitas
1. Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Karena pada terapi CBT ini mampu menolong seseorang keluar dari kesulitannya
dalam berbagai bidang dan pengalaman. Terapi ini merupakan salah satu terapi
modifikasi perilaku yang menggunakan kognitif sebagai “kunci” dari perubahan
perilaku. Pada pasien RBD yangs sering kali mempunyai penilaian negatif akan
dirinya, Cognitive state umum dalam bunuh diri adalah ambivalen maka terapi CBT
sangat baik digunakan pada pasien RBD. Terapis membatu klien dengan cara
membuang pikiran dan keyakinan buruk klien untuk kemudian diganti dengan
konstruktif pola pikir yang lebih baik. Sehingga setelah diterapkan terapi ini
diharapkan menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki, klien dapat meningkatkan
harga dirinya, klien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki.
2. Terapi Individual
Terapi yang dilakukan dengan menjalin hubungan terstruktur antara Perawat
dengan Klien untuk mengubah perilaku klien.Untuk mengembangkan kemampuan
klien dalam Bab 28: Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri
509 menyelesaikan konflik, meredakan penderitaan emosional, dan klien dapat
memenuhi
kebutuhan dirinya. Pada kasus ini, peran perawat dengan melakukan pendekatan
terapiutik guna menumbuhkan rasa kepercayaan antara perawat dan pasien,
mendorong pasien untuk mengeksplorasi semua masalah dirinya dan kemampuan
pasien untuk mengatasi masalanya, sehingga perawat dapat mengukur seberapa
kemampuan dan pengetahuan pasien terhadap cara penyelesaian masalah yang
dihadapi.
3. Terapi Keluarga
Karena Keluarga merupakan tempat individu pertama memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya.Keluarga dapat mempengaruhu nilai,
kepercayaan, sikap, perilaku klien. Keluga juga mampu memberi kasih sayang, dan
rasa aman pada klien. Oleh karena itu keterlibatan kelurga dalam perawatan sangat
menguntungkan proses penyembuhan pasien. Dukungan sosial (Kelurga) yang baik
dapat meningkatkan mekanisme koping adaptif klien. Keluarga diharapkan ikut
berperan dalam mencegah klien kambuh setidaknya membantu klien dapat
mempertahankan derajat kesehatan mentalnya. Peran perawat sendiri dalam terapi
keluarga adalah memberi dukungan kepada klien serta keluarga utuk mencapai
tujuan dan usuha untuk berubah.
4. Terapi Spiritual
Dalam terapi spiritual ini diharapkan pasien dapat lebih memaknai arti dari tujuan
hidupnya dengan cara mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Misalnya pasien dibantu
untuk meditasi agar selalu berfikir positif dan menerima keadaan hidupnya
I. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko bunuh diri
b. HDR
c. Gangguan konsep diri
d. Koping individu tak efektif.
e. Koping keluarga tak efektif.
J. Intervensi
Refrensi
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St. Louis:
Mosby
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Varcarolis.
2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis: Elsevie
PERILAKU KEKERASAN
A. Teori Penyakit
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)
b. Etiologi
a. Faktor predisposisi
- Faktor biologis
1. Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)Teori ini menyatakan bahwa
perilaku kekerasan disebabkan oleh suatudorongan kebutuhan dasar yang
kuat
2. Psycomatic theory (teori psikomatik)Pengalaman marah adalah akibat dari
respons psikologis terhadap stimuluseksternal, internal maaupun lingkungan.
Dalaam hal ini sistem
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat r
asamarah.
- Faktor psikologis
1. Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)Menurut teori ini perilaku
kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasiterjadi apabila keinginan
individu untuk mencapai sesuatu gagal atauterhambat. Keadaan tersebut
dapat mendorong individu berperilaku agresifkarena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behaviororal theory (teori perilaku).Kemarahan adalah proses belajar, hal ini
dapat dicapai apabila tersediafasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atauluar rumah. Semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilakukekerasan.
3. Existentinal theory (teori eksistensi)Bertindak sesuai perilaku adalah
kebutuhan dasar manusia apabilakebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
melalui perilaku konstruktif makaindividu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.
- Faktor social kultural
1. Social environment theory (teori lingkungan)Lingkungan sosial akan
mempengaruhi sikap individu dalammenekspresikan marah. Budaya tertutup
dan membalas secara diam (pasifagresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasanakan menciptaakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima.
2. Social learning theory (teori belajar sosial)Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara langsung maupun melalui prosessosialisasi
b. Faktor prespitasi
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Nada suara tinggi
Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang
d. Rentang Respon
Rentang Respon Marah
g. Pemeriksaan Penunjang
Ct scan
MRI
Electreonsephalogram (EEG)
Menunjukan adanya kerusakan organik pada otak
Addiction Severity Index (ASI)
Dapat menentukan masalah ketergantungan yang dapat dikaitkan dengan masalah
mental dan mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan
h. Terapi
Farmakologi:
Non-Farmakologi:
C. Pohon Masalah
Resiko Mencederai Diri, Orang Lain dan Lingkungan
Perilaku Kekerasan
D. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk
Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus:
Tindakan:
Tindakan:
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.
Tindakan:
Tindakan:
Tindakan :
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur
atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Tindakan:
Tindakan :
Tindakan:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri
rendah
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
Tindakan :
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
Tindakan :
Tindakan :
Tindakan :
Tindakan :
Daftar Pustaka
ISOLASI SOSIAL
Adaptif Maladaptif
Menyendiri
Merasa sendiri Manipulasi
Otonomi
Menarik diri Impulsive
Bekerja sama
bergantung Narsisme
Saling bergantung
a. Data subjektif:
Pasienmengungkapkan tentang
Perasaan sepi
Perasaan tidak aman
Perasan bosan dan waktu terasa lambat
Ketidakmampun berkonsentrasi
Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
Banyak diam
Tidak mau bicara
Menyendiri
Tidak mau berinteraksi
Tampak sedih
Ekspresi datar dan dangkal
Kontak mata kurang
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri dari orang lain.
Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan orang lain.
Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
Berdiam diri di kamar.
Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan pembicaraan, atau pergi saat
diajak bercakap-cakap.
Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri kurang, dan kegiatan
rumah tangga tidak dilakukan.
Posisi janin pada saat tidur.
C. Etiologi
Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Proses terjadinya Isolasi sosial pada pasienakan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya
risiko bunuh diri,riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat
diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan CT Scan dan
hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak (Thomb,
2000).
Faktor Psikologis
Pasiendengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang
berulangdalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan terganggunya
konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam membina hubungan
dengan orang lain.Koping individual yang digunakan pada pasiendengan isolasi
sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif. Koping yang biasa
digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi. Perilaku isolasi
sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan,
sehingga pasienmerasa tidak pantas berada diantara orang lain dilingkungannya.
Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan data pengkajian keterampilan
verbal pada pasien dengan masalah solasi sosial, hal ini disebabkan karena pola
asuh yang
keluarga yang kurang memberikan kesempatan pada pasien untuk menyampaikan
perasaan maupun pendapatnya.Kepribadian introvertmerupakan tipe kepribadian
yang sering dimiliki pasien dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasiendengan
kepribadian ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya. Selain itu
pembelajaran
moral yang tidak adekuat dari keluarga merupakan faktor lain yang dapat
menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat,
akibatnya pasienmerasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam
melaksanakan tugas
perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya
pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan
merasa
tertekan. Kondisi diatas, dapat menyebabkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri
sendiri,
kegiatan sehari-hari terabaikan (Stuart & Laraia, 2005).
Faktor Sosial Buday
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial,
sesringkali
diakibatkan karena pasienberasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal ini
mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam memenuhi kebutuhan. Kondisi
tersebut
memicu timbulnya stres yang terus menerus, sehingga fokus pasienhanya pada
pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi dengan
lingkungan
sekitarnya.
Stuart & Laraia (2005) dan Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor
usia
merupakan salah satu penyebab isolasi sosial hal ini dikarenakan rendahnya
kemampuan pasiendalam memecahkan masalah dan kurangnya kematangan pola
berfikir. Pasiendengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki riwayat
penolakan
lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu menyelesaikan
masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain.
Pengalaman
tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan, akibat
rasa
takut terhadap penolakan dari lingkungan.
Lebih lanjut Stuart & Laraia (2005) mengatakan bahwa, tingkat
pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien berinteraksi
secara efektif. Karena factor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan
dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Pasiendengan masalah isolasi sosial biasanya memiliki riwayat kurang
mampu melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan
rendahnya tingkat pendidikan pasien.
Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur
otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau
tuntutan
dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik
antar
masyarakat.Selain itu Pada pasienyang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan
adanya
pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya,
ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta mengalami krisis
identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai harapan atau
cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan
orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
c. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti
kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)
(http://nophienov.wordpress.com).
2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak
berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan
oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan
intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek
terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah
suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan.
Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan
dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat
meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien
depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.
4. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.
5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan
manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan
berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak
baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang (Deden
Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pasienisolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi
kepada pasiendan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan wawancara, melelui bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang Anda
rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
c. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga atau
tetangga)?
d. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai
berikut:
a. Pasienbanyak diam dan tidak mau bicara
b. Pasienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
c. Pasientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
d. Kontak mata kurang
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasiendi
puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
H. Diagnosis Keperawatan
Pohon Masalah
Diagnosis Keperawatan
Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
I. INTERVENSI
a. Membina hubungan saling percayadengan cara:
- Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
- Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
- Menanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini
- Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama
akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
- Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
-Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
-Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
- Tanyakan pendapat pasiententang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
- Tanyakan apa yang menyebabkan pasientidak ingin berinteraksi dengan orang
Lain.
- Diskusikan keuntungan bila pasienmemiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasienhanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
- Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain
- Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
- Beri kesempatan pasienmempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan Perawat
- Bantu pasienberinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
- Bila pasiensudahmenunjukkankemajuan, tingkatkanjumlahinteraksidengandua,
tiga, empat orang dan seterusnya
- Beripujianuntuksetiapkemajuaninteraksi yang telahdilakukanolehklien
- Latihpasienbercakap-cakapdengananggotakeluargasaatmelakukankegiatanharian
dan kegiatanrumahtangga
- Latih pasienbercakap-cakapsaatmelakukankegiatansosialmisalnya : berbelanja,
kekantor pos, kebank dan lain-lain
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasiensetelah berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin pasienakan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus menerus agar pasientetap semangat meningkatkan interaksinya.
Refensi
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8th Edition. St.
Louis: Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta:EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis: Elsevier.
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas(CMHN - Basic
Course).
Jakarta: EGC
Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th
edition.Missouri:
Mosby
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah utama
Defisit perawatan diri
B. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah kelemahan kemampuan untuk melakukan atau
melengkapi aktifitas mandi/kebersihan diri (NANDA 2012-2014). Kurangnya perawatan diri
pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri
tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri
secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara
mandiri (WHO & FIK UI, 2006).
D. Etiologi
Menurut Depkes (2000), Penyebab defisit perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosialisasi
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/ lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perwatan diri.
Menurut Depkes (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
1) Body Image
Gambaran individu terhdap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
2) Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
E. Pohon Masalah
Core Problem
Defisit Perawatan Diri
Penyebab
Isolasi Soasial
G. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan
rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.
TUK III :Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungandengan orang lain
3) Berireinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
E. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien :
1. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
3. Jalaskan cara dan alat kebersihan diri
4. Latih cara menjaga kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong
kuku
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut (2
kali per minggu), potong kuku (satu kali per minggu)
ORIENTASI:
”Berapa lama kita bicara? 20 menit ya...? mau dimana..? disini aja ya,”
KERJA:
”Berapa kali bapak... mandi dalam sehari? Apakah pak... sudah mandi hari ini? menurut pak...
apa kegunaannya mandi? Apa alasan pak... sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut pak...
apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak
merawat diri dengan baik seperti apa ya..? badan gatal, mulut bau, apa lagi..? kalau kita tidak
teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut pak... yang bisa muncul?” betul ada
kudis, kutu.. dsb.
”Apa yang pak... lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja pak... menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan?Apa maksud tujuan sisiran dan bedakan?”
”Berapa kali pak... cukuran dalam seminggu? Kapan pak... cukuran terakhir? Apa gunanya
cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada
alat cukurnya?”.Nanti bisa minta ke perawat ya.
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”
”menurut pak... kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang perlu kita
siapkan? Benar sekali..pak..perlu menyiapkan pakain ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan
sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi, suster akan membimbing pak...
melakukannya. Sekarang pak... siram seluruh tubuh pak... termasuk rambut lalu ambil shampo
gosokkan pada kepala pak... sampai berbusa lalu bilas sampai bersih. Bagus sekali.
Selanjutnya ambil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol..giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah.
Gosok seluruh gigi pak... mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai
bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh pak... sampai bersih lalu keringkan dengan handuk.
Pak... bagus sekali melakukannya. Selanjutnya pak... pakai baju dan sisir rambutnya dengan
baik”.
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan pak... setelah mandi dan mengganti pakaian?”coba pak... sebutkan lagi
apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah pak... lakukan tadi?”
”Bagaimana perasaan pak... setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri
tadi? Sekarang coba pak... ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”.
”Bagus sekali mau berapa kali pak... mandi dansikat gigi...? dua kali pagi dan sore, mari... kita
masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach..lakukan ya pak... dan beri tanda kalau sudah
dilakukan seperti M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan
baru dilakukan dan pak... (tidak) melakukan? Baik besok lagi kita latihan berdandan.Oke?”
pagi-pagi sehabis makan.
SP 2 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan
3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka untuk perempuan; sisiran,
cukuran untuk pria
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan
Orientasi:
“Selamat pagi bapak ? Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana mandinya?” sudah
dilakukan?Sudah ditandai di jadual hariannya?
”Hari ini kita akan latihan brdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau diruang tamu?
Lebih kurang setengah jam”.
Kerja:
“Apa yang pak... lakukan setelah selesai mandi?” apa pak... sudah ganti baju?
”untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih
2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju..ya, bagus seperti itu”.
”Apakah pak... menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir?” coba kita praktekkan, lihat
kecermin , bagus... sekali!
”Apakah pak... suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur?” betul 2 kali perminggu.
”Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari pak dirapikan! Ya, bagus!”.
Terminasi:
”Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya!
Mari kita masukkan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berapa?
”Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain”.
SP 3 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat makan dan minum
3. Latih cara makan dan minum yang baik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan dan makan &
minum yang baik
Orientasi:
“Selamat siang bapak...”.
“Bagaimana pak sudah mandi dan berdandan dengan baik kan?” bagus pak kalau sudah
dilakukan..”
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini?”
”wow... masih rapi deh bu...”.
”siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang
makan ya...! Mau berapa lama pak? mari... itu sudah datang makanan”.
Kerja:
”bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun stelah makan? Dimana bapak... makan?”
”sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!”. Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silahkan pak...
yang pimpin!. Bagus...
”mari kita makan... saat makan kita harus menyuap maknan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya,
ayo... sayurnya dimakan.” “setelah makan kita bereskan piring, dan gelas yang kotor.
Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” itu suster A sedang bagi obat, coba
bapak... minta sendiri obatnya.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak... setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada sat makan,( cuci tangan, duduk yang baik, ambil
makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dengan gelas, lalu cuci tangan).”
”nach... coba bapak... lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadual?.
Besok kita ketemu lagilatian BAB/BAK yang baik, bagaimana kalau jam 10.00 disini saja ya..?”
SP 5 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan & minum. Beri pujian
2. Jelaskan cara BAB dan BAK yang baik
3. Latih BAB dan BAK yang baik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan & minum
dan BAB&BAK
ORIENTASI:
“Selamat pagi Ibu? Bagaimana perasaan ibu... hari ini?”
Baik..! sudah dijalankan jadwal kegiatannya mandi, berdandan dan makan minum yang
baik?”Bagus pak..
”Sekarang kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik.”
”kira-kira 20 menit ya bu... dan dimana kita duduk? Baik disana deh..!”
KERJA:
Untuk persiapan :
”dimana biasanya ibu... berak dan kencing?”“benar ibu... berak atau kencing yang baik itu di
WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya.
Jadi kita tidak berak/kencing sembarangan tempat ya...”
”Sekarang, coba pak... jelaskan kepada saya bagaimana cara pak... cebok?”
”Sudah bagus ya pak... yang perlu diingat saat pak... cebok adalah tono memebersihkan anus
atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/ air kencing yang masih
tersisa di tubuh pak...”
”Setelah pak... selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di WC dibersihkan.
Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu
tidak tersisa di WC.
Jika pak... membersihkan tinja/air kencing seperti ini, pak...ikut mencegah menyebarnya kuman
yang berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing”.
”Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, pak... perlu merapikan kembalipakaian
sebelum keluar dari WC/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutuprapi, lalu cuci
tangan menggunakan sabun.
TERMINASI:
”bagaimana perasaan pak... setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang
baik?”
”coba pak... jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik”. Bagus!.
”untuk lanjutnya pak... bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi”.
”nah... besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana pak... bisa melakukan jadual
kegiatannya.”
“mau ketemu dimana?mau jam berapa?”
SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan & minum,
BAB & BAK. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah perawatan diri telah baik
SP 1 Keluarga:
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri
(gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri
4. Latih dua cara merawat : kebersihan diri dan berdandan
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 2 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri. Beri pujian
2. Latih dua (yang lain) cara merawat : Makan & minum, BAB & BAK
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian
SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri dan
berdandan. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat kebersihan diri dan berdandan dan makan & minum pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian
SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri, berdandan,
makan & minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat BAB dan BAK pasien
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 5 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien dalam perawatan diri:
kebersihan diri, berdandan, makan & minum, BAB & BAK. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA
Rasmun S. Kep. M. (2008). Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Parendrawati, D., P., Keliat, B., A.,Haryati, T., H. (2009). Pengaruh Terapi Token Ekonomi
Pada Klien Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor. FIK UI :
Depok
Sari, H., Keliat.,B.,A., & Mustikasari. (2009). Pengaruh Family Psychoeducation Therapy
terhadap Beban dan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien Pasung di Kabupaten
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. FIK UI : Depok
HARGA DIRI RENDAH
A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. (Scultz dan Videback, 1998).
B. Anatomi
Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.
Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu
bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak.
Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting
yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen
bagiannya adalah :
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan
girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri), pusat
penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini
juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari
fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam
pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus post sentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama
hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan autonom (White, 2008).
C. Etiologi
Menurut Kelliat, B.A. , gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi
secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba –tiba, misalnya haru operasi kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban
perkosaan, dituduh KKN, di penjara tiba-tiba )
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
2. Harapan akan struktur ,bentuk dan fungsi yang tidak tercapai dirawat/saki atau penyakit.
3. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai,Misalnya pemeriksaan dilakukan
tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Maturasional
D. Tanda Dan Gejala
Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah (Stuart dan
Sundeen, 1995)
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien harga diri rendah adalah menarik diri dan
isolasi sosial
G. Diagnosa dan Intervensi
1. Menarik diri
Data Obyektif :
- Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak tahu apa-
apa.
- Klien megungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
- Gangguan citra tubuh
Data Obyektif :
POHON MASALAH
(Keliat, 1998)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan
konsep diri : harga diri rendah.
Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
3. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial : menarik diri b.d gangguan konsep diri :
harga diri rendah
a Tujuan Umum
Klien dapat mencegah terjadinya isolasi sosial : menarik diri, dalam kehidupan sehari-
hari.
b Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina berhubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
- Ekspresi wajah bersahabat
- Menunjukkan rasa senang
- Ada kontak mata
- Mau berjabat tangan dan menyebut nama
- Mau menjawab salam
- Klien mau duduk berdampingan dengan perawat
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
- Bina hubungan salign percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
Intervensi Keperawatan :
- Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit
- Diskusikan kemampuan yang dapt dilanjutkan pengguanaan di rumah sakit
- Berikan pujian
Rasionalisasi :
- Diskusikan pada klien tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat
untuk berubah
- Pengertia tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap
mempertahankan penggunaannya.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Kriteria Evaluasi :
- Klien memiliki kemampuan yang akan dilatih
- Klien mencoba
- Susun jadwal harian
Intervensi Keperawatan :
- Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
- Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
- Beri pujian atas keberhasilan klien.
- Diskusikan jadwal kegiatan haria atas kegiatan yang telah dilatih.
- Catatan : ulangi untuk kemampuan lain sampai semuanya selesai
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan, buat jadwal.
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
ORIENTASI :
”Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Erlinda Puspita Sari mahasiswa dari STIKES
Karya Husada. Bagaimana keadaan bapak hari ini ? bapak terlihat segar“.
KERJA :
” bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan? Bagaimana
dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah,
bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.
” bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai
5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari kita lihat tempat
tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. ”Nah,
sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil
bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah
letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan
tempat tidur ? Yach, t ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang
sudah bapak praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan
juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari
merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan
ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”
ORIENTASI :
”Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi
pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”
KERJA :
“ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas., Bapakbisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya
TERMINASI :
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari
“Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur
dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”
Referensi
Carpenito, Lynda Jual. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC, Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Keliat, Budi Anna. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.