Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pembimbing :

Ns. Hj. Dwi Heppy Rochmawati, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun Oleh :

Rizki Pujiasih

30901800152

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu kondisi seseorang mengalami perubahan jumlah dan atu
pola dari suatu rangsang yang diterima dihubungkan dengan turunnya atau meningkatnya
penyimpangan respons rangsang. (Jiwa tim, 2019)
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan
penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut
(Nanda-1, 2018-2020).

Dari beberapa pergantian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai


halusinasi di atas, disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu kejadian tidak nyata
pada panca indra tanpa adanya stimulus dari luar.

B. Anatomi
Anatomi dan fisiologi

Sistem limbik membentuk sebuah cincin yang melindungi thalamus dan hipotalamus,
sistem ini terlibat dalam pengaturan emosi dan ingatan. Cinta dan ingatan berasal dari
sistem ini begitu juga dengan rasa takut dan paranoid. Gangguan jiwa memlibatkan
rusaknya pengaturan pada sistem limbic.
 Pengaturan emosi

Sistem limbik

Sistem limbik merupakan area otak yang terletak di atas batang otak, yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan amigdala (walaupun beberapa sumber membedakan struktur
yang terdapat pada sistem ini). Talamus mengatur aktivitas, sensasi dan emosi.

Dopamin
Dopamin, suatu neurotransmiter yang terutama terdapat di batang otak, diketahui
berfungsi dsebagai pengontrolan gerakan yang kompleks, motivasi, kognitif, dan
pengaturan respons emosional

Asetilkolin

Asetilkolin merupakan neurotransmiter yang ditemukan di otak, medula spinalis, dan


sistem saraf perifer, khususnya di laut neuromuskular otot skelet. Asetilkolin dapat
bersifat eksitasi dan inhibisi. Asetilkolin disintesin dari kolin yang ditemukan dalam
makanan seperti daging merah dan sayuran dan terbukti memengaruhi siklus
tidur/terjaga serta memberi tanda aktifnya otot

Konsep Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Skizofrenia sebagai penyakit
neorologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku
sosialnya

C. Etiologi
1. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan
keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, dan hilang percaya diri.
2. Faktor sosiokltural
Stres lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon maladaptif, misalnya
bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan interpersonal,
tekanan dalam pekerjaan dan kemskinan.
3. Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang dialami oleh seorang maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
buffoferom dan dimetytron ferase sehingga terjadi ketidakseimbangan acetykolin dan
dopamine.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. Klien lebih memilih beserangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

5. Faktor genetik dan pola asuh


Hasil study menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak juntuk di interpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang
menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari
lingkungan atau stimulus eksternal. Pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat
dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa
nyaman dengan halusinasinya. Pada fase conderming klien mulai menarik diri.
Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien
merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
Faktor Predisposisi

Biologi Psikologi Sosial budaya

Stresor Presipitasi

Sifat Asal Waktu Jumlah

Penilaian Terhadap Stresor

Kognitif Afektif Fisiologis perilaku sosial

Sumber-sumber Koping

Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan positif

Mekanisme Koping

Construtive Destructive

Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Rentang respon

Adaptif Maladaptif

a. Pikiran logis a. proses pikir terganggu a. Waham, Halusinasi

b. Persepsi akurat b. Ilusi b. Kerusakan

c. Emosi konsistensi c. Emosi berlebihan proses emosi

dengan d. Perilaku yang c. Perilaku

Pengalaman tidak biasa tidak

d. Perilaku cocok e. Menarik diri terorganisasi


e. Hubungan social
d. Isolasi sosial
humoris
E. Tanda dan Gejala
Halusinasi pendengaran
Data subyektif :
- Mendengar sesuatumenyuruh melakukan sesuatuyang berbahaya
- Mendengar suara atau bunyi
- Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
- Mendengar seseorang yang sudah meninggal
Data Objektif
- Mengarahkan telinga pada sumber suara
- Bicara atau tertawa sendiri
- Marah marah tanpa sebab
- Menutup telinga mulut komat kamit
- Ada gerakan tangan
1. Halusinasi penglihatan
Data subyektif :
- Melihat orang yang sudah meninggal
- Melihat makhluk tertentu
- Melihat bayangan
- Melihat sesuatu yang menakutkan

Data obyektif :

- Tatapan mata pada tempat tertentu


- Menunjuk kea rah tertentu
- Ketakutan pda objek yang dilihat
2. Halusinasi penghidu
Data subyektif :
- Mencium sesuatu seperti bau mayat, darasepertbau mayat, darah, bayi, fase, bau
masakan, dan parfum yan menyengat
- Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu
Data obyektif :
- Ekspresi wajah seperti sedang mencium
- Adanya gerakan cuping hidung
- Mengarahkan hidung pada tempat tertentu
3. Halusinasi peraba
Data subyektif :
- Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
- Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
- Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
- Merasakan sangat panas, atau dingin
Data obyektif :
- Mengusap dan menggaruk kulit
- Meraba permukaan kulit
- Menggerak gerakan badanya
- Memegangi terus area tertentu
4. Halusinasi pengecap
Data subyektif :
- Merasakan seperti sedang makan sesuatu
- Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya
Data obyektif :
- Seperti mengecap sesuatu
- Mulutnya seperti mengunyah

F. Pathway
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai
dirisendiri, orang lain dan lingkungan.

H. Penatalaksana Medis
1. Anti psikotik
Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai
penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat efektif
untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses berfikir.
2. Anti Ansietas
Jenis : Atarax,Diazepam(chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu.
3. Anti Depresan
Jenis : Elavil,asendin,anafranil, norpamin, ainequan, tofranil,
ludiomil, pamelor, vivacetil, surmontil.
Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang.

4. Anti Manik
Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi sensitivitas
reseptor dopamine
5. Anti Parkinson
Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)
Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala
parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas,
irritabilitas.

I. Konsep Dasar Asuahan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian keperawatan ini dalah dengan
mengkaji klien dan keluarga klien tentang tanda gejalan serta factor penyebab,
memfalidasi data dari klien.
Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (Yosep, 2011). Untuk dapat menjaring data yang di
perlukan, umumnya di kembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis
pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi : Identitas
klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi, pemicu
tanda dan gejala, hambatan. Data pengkajian keperawatan jiwa dapat di kelompokan
menjadi pengkajian perilaku, faktor predisposisi, faktor resipitasi, penilaian terhadap
setresor, sumber koping dan kemampuan koping yang di miliki klien (Stuart, 2007).
Menurut Stuart (2007) data yang di peroleh dari pengkajian dapat pula di
kelopokan menjadi dua yaitu data subjektif dan data objektif yang mana data di
temukan secara nyata di peroleh mulai dari observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat. Sadangkan data subjektif merupakan data yang di sampaikan secara lisan
baik oleh klien maupun dari keluarga klien serta di peroleh melalui wawancara antara
perawat dengan klien dan keluarga.
Karateristik perilaku yang dapat di tunjukan klien dan kondisi halusinasi berupa
seseorang yang merasakan meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah
suara orang, klien berbicara sendiri, senyum dan tertawa sendiri berbicara kacau dan
kadang tidak masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung,
dan kontak mata kosong.
Adanya fase halusinasi yang di alami klien pun menjadi salah satu faktor
penghambat dalam pengkajian. Klien mengalami fase conquering atau panik yaitu
klien lebur dengan halusinasinya. Klien yang sepenuhnya sudah di kuasai dan
menimbulkan kepanikan dan ketakutan. Karateristik halusinasi berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan

J. Diagnose Keperawatan
Diagnose Keperawatan yang sering muncul ;
- Risiko perilaku kekerasan
- Gangguan persepsi: Halusinasi
- Defisit perawatan Diri

Pohon Masalah

Resiko perilaku mencedeai diri

Gangguan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

K. Intervensi
1. Risiko perilaku kekerasan
Pencegahan Perilaku Kekerasan (I.14544)
Observasi
- Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis. Benda tajam, tali)
- Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung
- Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan (mis. Pisau cukur)
Terapeutik
- Pertahakan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
- Libatkan keluarga dalam perawatan
Edukasi
- Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamtan pasien
- Latih cara mengungkapkan perassan secara asertif
- Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan nonverbal (mis. Relaksasi,
bercerita)
2. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Manajemen Halusinasi (I.09288)
Observasi
- Monitor perilaku yang mengindikasi halusinai
- Monitor dan sesuaikan tindakan aktivitas dan stimulasi lingkungan
- Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan atau membahayakan diri)
Terapeutik
- Pertahakan lingkungan yang aman
- Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
(mis.pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
- Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
Edukasi
- Anjurkan monitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan umpan
balik korektif terhdap halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasikan pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
3. Defisit perawatan Diri
Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Observasi
- Identifikasi keblasan aktivitas perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakain, berhias, dan makan
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
- Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dsn sabun mandi)
- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemapuan
Refrensi

Jiwa tim (2019) Skill of Laboratory Keperawatan 1 Jiwa. Semarang. Unissula Press

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawtan Indonesia: Definis dan Tindakan Keperawatn,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rahmawati, I (2017). Asuhan Keperawatan pada Halusinasi. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Purwokerto.

Janur, Kristianto (2015). Asuhan Keperawatan Halusinasi. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Purwokerto

NANDA -I (2018-2020). NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020,


Edisi 11. Jakarta. EGC

http://eprints.umbjm.ac.id/703/4/BAB%202%20KTI.pdf
BUNUH DIRI

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,
2006).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Perilaku destruktif
diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan dan dengan sengaja
dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya, yang dilakukan dalam waktu
singkat. Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress. Jadi, bunuh diri adalah suatu tindakan maladaptive dengan cara mencederai
bahkan menghilangkan nyawa sendiri yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri
keputusasaannya.

B. Etiologi
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai
berikut:
1. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu: Egoistik (orang yang tidak
terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan
masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang
lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil
dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

Penyebab terjadinya bunuh diri, dari masing-masing golongan usia:


1. Pada anak
- Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
- Situasi keluarga yang kacau
- Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
- Gagal sekolah
- Takut atau dihina di sekolah
- Kehilangan orang yang dicintai
- Di hukum orang lain

2. Pada remaja
- Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
- Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
- Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
- Perasaan tidak dimengerti orang lain
- Kehilangan orang yang dicintai
- Keadaan fisik
- Masalah dengan orang tua
- Masalah seksual

3. Pada dewasa
- Self-ideal terlalu tinggi
- Cemas akan tugas akademik yang banyak
- Kegagalan akademik
- Kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua
-Kompetisi untuk sukses

4. Pada usia lanjut


- Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan
- Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
- Perasaan tidak berarti di masyarakat
- Kesepian dan isolasi social
- Kehilangan ganda (seperti pekerjaan , kesehatan, pasangan)
-Sumber hidup berkurang

Penyebab bunuh diri berdasarkan proses terjadinya sebagai berikut:


1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif
dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri.Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya.Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri.Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression,
dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang
tanpa memberikan koping alternatif.
C. Tanda dan Gejala
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
7. mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
9. mengasingkan diri).
D. Anatomi Bunuh diri
Bila oksigen dalam darah tidak mencukupi, warna merahnya hilang dan menjadi
kebiru biruan, bibir, telinga, lengan dan kaki pasien menajdi kebiruan dan ia disebut
menderita sianosis
E. Pathway

Masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,


ancaman pengurungan Koping individu tidak efektifIde bunuh diriIsyarat Bunuh
Diri verbal/nonverbalPertimbangan untuk melakukan bunuh diriAncaman bunuh
diriAmbivalensi KematianKurangnya respon positif (putus asa)Upaya bunuh
diri/pencederaan diriBunuh Diri
(Stuart& Sundeen , 2006)

F. Komplikasi
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia
komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi-poin, reaksi cahaya negatif,
sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade
jantung akhirnya meninggal.

Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan


menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan terutama otak.

Pada klien dengan pendarahan akan mengalami syok hipovolemik.

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa syok
yang dialami klien, pemeriksaan EKG, dan CT scan

H. Terapi
- Terapi Modalitas
1. Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Karena pada terapi CBT ini mampu menolong seseorang keluar dari kesulitannya
dalam berbagai bidang dan pengalaman. Terapi ini merupakan salah satu terapi
modifikasi perilaku yang menggunakan kognitif sebagai “kunci” dari perubahan
perilaku. Pada pasien RBD yangs sering kali mempunyai penilaian negatif akan
dirinya, Cognitive state umum dalam bunuh diri adalah ambivalen maka terapi CBT
sangat baik digunakan pada pasien RBD. Terapis membatu klien dengan cara
membuang pikiran dan keyakinan buruk klien untuk kemudian diganti dengan
konstruktif pola pikir yang lebih baik. Sehingga setelah diterapkan terapi ini
diharapkan menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki, klien dapat meningkatkan
harga dirinya, klien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki.

2. Terapi Individual
Terapi yang dilakukan dengan menjalin hubungan terstruktur antara Perawat
dengan Klien untuk mengubah perilaku klien.Untuk mengembangkan kemampuan
klien dalam Bab 28: Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri
509 menyelesaikan konflik, meredakan penderitaan emosional, dan klien dapat
memenuhi
kebutuhan dirinya. Pada kasus ini, peran perawat dengan melakukan pendekatan
terapiutik guna menumbuhkan rasa kepercayaan antara perawat dan pasien,
mendorong pasien untuk mengeksplorasi semua masalah dirinya dan kemampuan
pasien untuk mengatasi masalanya, sehingga perawat dapat mengukur seberapa
kemampuan dan pengetahuan pasien terhadap cara penyelesaian masalah yang
dihadapi.

3. Terapi Keluarga
Karena Keluarga merupakan tempat individu pertama memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya.Keluarga dapat mempengaruhu nilai,
kepercayaan, sikap, perilaku klien. Keluga juga mampu memberi kasih sayang, dan
rasa aman pada klien. Oleh karena itu keterlibatan kelurga dalam perawatan sangat
menguntungkan proses penyembuhan pasien. Dukungan sosial (Kelurga) yang baik
dapat meningkatkan mekanisme koping adaptif klien. Keluarga diharapkan ikut
berperan dalam mencegah klien kambuh setidaknya membantu klien dapat
mempertahankan derajat kesehatan mentalnya. Peran perawat sendiri dalam terapi
keluarga adalah memberi dukungan kepada klien serta keluarga utuk mencapai
tujuan dan usuha untuk berubah.

4. Terapi Spiritual
Dalam terapi spiritual ini diharapkan pasien dapat lebih memaknai arti dari tujuan
hidupnya dengan cara mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Misalnya pasien dibantu
untuk meditasi agar selalu berfikir positif dan menerima keadaan hidupnya

- Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi aktivitas kelompok yang cocok adalah Stimulasi Persepsi Pencegahan Bunuh
Diri. Stimulasi persepsi klien untuk mencegah keinginan bunuh diri, meningkatkan
harga
diri, dan menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
Ada beberapa sesi untuk mencegah terjadinya bunuh diri:
1. Menggunakan koping adatif (untuk mencapai TUK 8)
Tujuan:
1. Klien dapat mengenali hal-hal yang ia sayangi
2. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
3. Klien dapat merencanakan dan menetapkan masa depan yang realistis
2. Meningkatkan Harga Diri Rendah (untuk mencapai TUK 3,7)
Tujuan:
1. Klien dapat mengidentifikasik pengalaman yang tidak menyenangkan.
2. Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada dirinya
3. Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi (untuk mencapai TUK 1)
Tujuan : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan
orang lain:
a. Menyampaikan masalah pribadi
b. Memilih satu masalah untuk di bicarakan
c. Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang di pilih
d. Melindungi pasien dari bunuh diri (untuk mencapai TUK 2, 4, 5, 6)
Tujuan:
1. Klien dapat mengendalikan saat ada keinginan atau dorongan untuk bunuh diri
2. Klien dapat mengekspresikan perasaannya

I. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko bunuh diri
b. HDR
c. Gangguan konsep diri
d. Koping individu tak efektif.
e. Koping keluarga tak efektif.
J. Intervensi

RENCANA KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI


Perencanaan Intervensi
Tujuan Kriteria Hasil
Klien tidak melakukan 1. Klien mau membalas 1.1 Beri salam/panggil nama
bunuh diri salam a. sebutkan nama perawat
TUK 1 2. Klien mau menjabat b. Jelaskan maksud hubungan
Klien dapat membina tangan interaksi
hubungan saling 3. Klien menyebutkan nama c. Jelaskan akan kontrak
percaya 4. Klien mau tersenyum yang
akan dibuat
d. Beri rasa aman dan sikap
empati
e. Lakukan kontak singkat
tapi
sering
TUK 2 Klien terlindung dari perilaku 2.1 Modifikasi lingkungan
Klien dapat bunuh diri klien
melindungi diri a. Jauhkan klien dari
perilaku bunuh diri bendabenda
yang dapat digunakan
untuk bunuh diri
b. Tempatkan klien
diruangan
yang nyaman dan mudah
terlihat oleh perawat
2.2 Awasi klien secara ketat
setiap
saat
2.3 Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan
bunuh
diri
TUK 3: 1. Klien dapat meningkatkan 3.1 Bantu klien
Klien dapat harga dirinya mengeksplorasikan
meningkatkan harga 2. Klien dapat perasaan
diri mengidentifikasi a. Biarkan klien
aspek positif yang dimiliki mengungkapkan
3. Klien dapat membuat perasaannya
rencana b. Ajak klien untuk
masa depan yang realistis berbincang
– bincang mengenai
perasaannya namun jangan
memaksa
3.2 Identifikasi aspek positif
yang
dimiliki klien
3.3 Bantu mengidentifikasi
sumbersumberharapan
(misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal-
hal
untuk diselesaikan).
3.4 Bantu klien
merencanakan masa
depan yang realistis
TUK 4 4.1 Klien dapat menyebutkan 4.1 Diskusikan kegiatan fisik
Klien dapat contoh pencegahan bunuh yang
mendemonstrasikan diri secara fisik: biasa dilakukan klien.
cara fisik untuk a. Tarik nafas dalam. 4.2 Beri pujian atas kegiatan
mencegah bunuh diri 4.2 Klien dapat fisik
mendemonstrasikan cara klien yang biasa dilakukan.
fisik 4.3 Diskusikan satu cara fisik
untuk mencegah perilaku yang
bunuh diri. paling mudah dilakukan
4.3 Klien mempunyai jadwal Untuk
untuk mencegah perilaku bunuh
melatih cara pencegahan diri
fisik yang telah dipelajari yaitu: tarik nafas dalam
sebelumnya. 4.4 Diskusikan cara
4.4 Klien mengevaluasi melakukan nafas
kemampuan dalam dalam dengan klien.
melakukan 4.5 Beri contoh klien tentang
cara fisik sesuai jadwal yang cara
telah disusun. menarik nafas dalam.
4.6 Minta klien mengikuti
contoh
yang diberikan sebanyak 5
kali.
4.7 Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
nafas
menarik dalam.
4.8 Tanyakan perasaan klien
setelah
selesai bercakap-cakap.
4.9 Anjurkan klien
menggunakan
cara yang telah dipelajari saat
bunuh diri itu muncul.
4.1.1 Lakukan hal yang sama
dengan
6.2.1 sampai 6.2.6 untuk cara
fisik lain dipertemuan yang
lain.
4.1.2 Diskusikan dengan
klien
mengenai frekuensi latihan
yang akan dilakukan sendiri
oleh klien.
4.1.1 Susun jadwal kegiatan
untuk
melatih cara yang telah
dipelajari.
4.1.2 Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku
bunuh diri yang telah
dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self- evaluation).validasi
kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan.
TUK 5 5.1 Klien dapat menyebutkan 5.1 Diskusikann cara bicara
Klien dapat cara yangbaik
mendemonstrasikan bicara(verbal) yang baik dengan klien
cara sosial untuk dalam 5.2 Beri contoh cara bicara
mencegah bunuh diri. mencegah bunuh diri. yang baik
a. Meminta dengan baik a. Meminta dengan baik
b. Menolak dengan baik b. Menolak dengan baik
c. Mengungkapkan erasaan c. Mengungkapkn perasaan
dengan baik dengan baik
5.2 Klien dapat 5.3 Meminta klien mengikuti
mendemonstrasikan cara contoh
verbal yang baik cara bicara yang baik.
5.3 Klien mempunyai jadwal a. Meminta maaf dengan baik
untuk “Saya minta uang untuk beli
melatih cara bicara yang baik makan”
a. Klien melakukan evaluasi b. Menolak dengan baik
terhadap kemampuan cara “Maaf,,saya tidak bisa
bicara yang sesuai dengan melakukan karena ada
jadwal yang telah disusun kegiatan lain”
c. Mengungkapkn perasaan
dengan baik
“Saya kesal karena
permintaan saya tidak
dikabulkan”
5.4 Minta klien mengulangi
sendiri
5.5 Beri pujian atas
keberhasilan
pasien
TUK 6 6.1 Klien dapat menyebutkan 6.1 Diskusikan dengan klien
Klien jenis, dosis, dan waktu tentang
mendemonstrasikan minum jenis obat yang diminumnya
kepatuhan minum obat serta manfaat dari obat (nama, warna, besarnya):
obat untuk mencegah itu (Prinsip 5 benar: benar Waktu
bunuh diri orang, obat, dosis, waktu, minum obat (jika 3 kali: pkl.
dan 07.00,
cara pemberian). 13.00, 19.00) cara minum
6.2 Klien obat.
mendemonstrasikan 6.2 Dengan klien tentang
kepatuhan minum obat sesuai manfaat
jadwal yang ditetapkan minum obat secara teratur:
6.3 Klien mengevaluasi a. Beda perasaan sebelum
kemampuan dalam mematuhi minum obat dan sesudah
minum obat. minum obat.
b. Jelaskan bahwa dosis obat
hanya boleh diubah oleh
dokter.
c. Jelaskan mengenai akibat
minum obat yang tidak
teratur, misalnya penyakit
kambuh.
6.3 Diskusikan tentang
proses minum
obat:
a. Klien meminta obat
kepada
perawat(jika di rumah sakit),
kepada keluarga (jika di
rumah).
b. Klien memeriksa obat
sesuai
dosis.
c. Klien minum obat pada
waktu
yang tepat
TUK 7 7.1 Klien mengikuti tak: 7.1 Anjurkan klien untuk ikut
Klien dapat mengikuti stimulasi tak:
tak stimulasi persepsi persepsi pencegahan bunuh stimulasi persepsi
pencegahan bunuh diri. pencegahan
diri. 7.2 Klien mengikuti tak: bunuh diri.
stimulasi 7.2 Klien mengikuti
persepsi pencegahan bunuh tak:stimulasi
diri. persepsi pencegahan bunuh
7.3 Klien mempunyai jadwal. diri(kegiatan mandiri).
klien 7.3 Diskusikan dengan klien
melakukan evaluasi terhadap tentang
pelaksanaan tak. kegiatan selama tak.
7.4 Fasilitasi klien untuk
mempraktikkan hasil
kegiatan
tak dan beri pujian atas
keberhasilannya.
7.5 Diskusikan dengan klien
tentang
jadwal tak
7.6 Masukkan jadwal tak ke
dalam
jadwal kegiatan harian.
7.7 Beri pujian atas
kemampuan
mengikuti tak
7.8 Tanyakan kepada klien: “
bagaiman perasaan anda
setelah
ikut tak?

Refrensi

Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St. Louis:

Mosby

Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Varcarolis.
2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis: Elsevie
PERILAKU KEKERASAN

A. Teori Penyakit
a. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

b. Etiologi

Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan


perilakukekerasan yaitu:

a. Faktor predisposisi
- Faktor biologis
1. Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)Teori ini menyatakan bahwa
perilaku kekerasan disebabkan oleh suatudorongan kebutuhan dasar yang
kuat
2. Psycomatic theory (teori psikomatik)Pengalaman marah adalah akibat dari
respons psikologis terhadap stimuluseksternal, internal maaupun lingkungan.
Dalaam hal ini sistem
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat r
asamarah.
- Faktor psikologis
1. Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)Menurut teori ini perilaku
kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasiterjadi apabila keinginan
individu untuk mencapai sesuatu gagal atauterhambat. Keadaan tersebut
dapat mendorong individu berperilaku agresifkarena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behaviororal theory (teori perilaku).Kemarahan adalah proses belajar, hal ini
dapat dicapai apabila tersediafasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atauluar rumah. Semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilakukekerasan.
3. Existentinal theory (teori eksistensi)Bertindak sesuai perilaku adalah
kebutuhan dasar manusia apabilakebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
melalui perilaku konstruktif makaindividu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif. 
- Faktor social kultural
1. Social environment theory (teori lingkungan)Lingkungan sosial akan
mempengaruhi sikap individu dalammenekspresikan marah. Budaya tertutup
dan membalas secara diam (pasifagresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasanakan menciptaakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima.
2. Social learning theory (teori belajar sosial)Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara langsung maupun melalui prosessosialisasi

b.  Faktor prespitasi

Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilakukekerasan


seringkali berkaitan dengan:

1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas


sepertidalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
massaldan sebagainya.
2. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukankekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat
danalcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasafrustasi

c. Tanda dan Gejala

 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
 Memukul jika tidak senang
d. Rentang Respon
Rentang Respon Marah

Respon Adaptif ResponMaladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku Kekerasan

1. Asertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti,


melukai perasaan orang lain, tanpa merendahkan harga diri orang lain. 
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuanatau
keinginan.
3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang dialami, sifat tidak berani
mengemukakan keinginan dan pendapat sendiri, tidak ingin terjadi
konflik karena takut akantidak disukai atau menyakiti perasaan orang
lain.
4. Agresif adalah sikap membela diri sendiri dengan cara melanggarhak
orang lain.
5. Perilaku kekerasan adalah perilaku destruktif dan tidak
terkontroldisebut sebagai gaduh gelisah atau amuk.
e. Pathway
f. Komplikasi
1. Gangguan psikotik
a.Skizofrenia ( terutama paranoid dan katatonik )
b. Mania
c. Gangguan paranoid
d. Psikosis post partum
2. Gangguan mental organik
a. Delirium
b. Intoksikasi atau putus obat
3. Gangguan kepribadian
a. Antisosial
b. Paranoid
4. Masalah situasional
a. Pertengkaran dalam rumah tangga ( kekerasan oleh pasangan )
b. Penganiayaan anak
5. Gangguan otak
a. gangguan epilepsi
b. kerusakan struktural ( akibat trauma atau ensefalitis )

g. Pemeriksaan Penunjang
 Ct scan
 MRI
 Electreonsephalogram (EEG)
Menunjukan adanya kerusakan organik pada otak
 Addiction Severity Index (ASI)
Dapat menentukan masalah ketergantungan yang dapat dikaitkan dengan masalah
mental dan mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan

h. Terapi
Farmakologi:

- Obat anti psikosis:Penotizin


- Obat anti depresi:Amitripilin
- Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozamd)
- Obat anti insomnia:Phneobarbital

Non-Farmakologi:

- Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantumengatasi


masalah klien dengan memberikan perhatian 
- Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan,keterampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermainuntuk mengembalikan keadaan
klien karena masalah sebagian orangmerupakan perasaan dan tingkah laku pada
orang lain.
- Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untukmengembalikan
kesadaran diri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah

C. Pohon Masalah
Resiko Mencederai Diri, Orang Lain dan Lingkungan
Perilaku Kekerasan

Gangguan Konsep diri : Harga Diri rendah

D. Rencana Tindakan

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk

Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya

Tujuan Khusus:

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut


nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.

b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.


2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.

d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"

e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Tindakan:

1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.


2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan.

Tindakan :

1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru


yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

 Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur
atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
 Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku kekerasan.
 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

1. Bantu memilih cara yang paling tepat.


2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.

h. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan :

1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa


yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien :

 Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.


 Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
 Membantu klien mengenal penyebab ia marah.

i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri
rendah

Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

Tujuan khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaba dengan perawat

Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya


2. Salam terapeutik
3. Perkenalan diri
4. Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang
7. Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
8. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
9. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
10. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.

c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat


digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.

d. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap


hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan
total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

Tindakan :

1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah


direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan :

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Daftar Pustaka

Sujono riyadi teguh.2009. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta: Graha Ilmu. 


Nita Fitria 2010 .PRINSIP DASAR DAN APLIKASI PENULISAN LAPORAN  PENDAHULUA
N  DAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN  KEPERAWATAN. Jakarta:Salemba Medika.
Mukhripah Dayamaiyanti.2012. ASUHAN KEPERAWATAN  JIWA. Bandung:Pt RefikaAditama.
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Jiwa tim (2019) Skill of Laboratory Keperawatan 1 Jiwa. Semarang. Unissula Press

ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian Isolasi Sosial


Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan hubungan dengan
orang lain (Rawlins, 1993). Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain.
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasienmungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya komunikasi yang terbuka, mau
menerima orang lain, dan adanya rasa empati. Pemutusan hubungan interpersonal berkaitan erat
dengan ketidakpuasan individu dalam proses hubungan yang disebabkan oleh kurang terlibatnya
dalam proses hubungan dan respons lingkungan yang negatif. Hal tersebut akan memicu rasa
tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain.

Rentang Respons Sosial


Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons adaptif dan maladaptif
seperti tergambar di bawah ini.

Adaptif Maladaptif

 Menyendiri
 Merasa sendiri  Manipulasi
 Otonomi
 Menarik diri  Impulsive
 Bekerja sama
 bergantung  Narsisme
 Saling bergantung

B. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasienyang menunjukkan
penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil observasi.

a. Data subjektif:
Pasienmengungkapkan tentang
 Perasaan sepi
 Perasaan tidak aman
 Perasan bosan dan waktu terasa lambat
 Ketidakmampun berkonsentrasi
 Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
 Banyak diam
 Tidak mau bicara
 Menyendiri
 Tidak mau berinteraksi
 Tampak sedih
 Ekspresi datar dan dangkal
 Kontak mata kurang
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
 Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri dari orang lain.
 Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan orang lain.
 Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
 Berdiam diri di kamar.
 Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan pembicaraan, atau pergi saat
diajak bercakap-cakap.
 Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri kurang, dan kegiatan
rumah tangga tidak dilakukan.
 Posisi janin pada saat tidur.

C. Etiologi
Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Proses terjadinya Isolasi sosial pada pasienakan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
 Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya
risiko bunuh diri,riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat
diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan CT Scan dan
hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak (Thomb,
2000).
 Faktor Psikologis
Pasiendengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang
berulangdalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan terganggunya
konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam membina hubungan
dengan orang lain.Koping individual yang digunakan pada pasiendengan isolasi
sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif. Koping yang biasa
digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi. Perilaku isolasi
sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan,
sehingga pasienmerasa tidak pantas berada diantara orang lain dilingkungannya.
Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan data pengkajian keterampilan
verbal pada pasien dengan masalah solasi sosial, hal ini disebabkan karena pola
asuh yang
keluarga yang kurang memberikan kesempatan pada pasien untuk menyampaikan
perasaan maupun pendapatnya.Kepribadian introvertmerupakan tipe kepribadian
yang sering dimiliki pasien dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasiendengan
kepribadian ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya. Selain itu
pembelajaran
moral yang tidak adekuat dari keluarga merupakan faktor lain yang dapat
menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat,
akibatnya pasienmerasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam
melaksanakan tugas
perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya
pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan
merasa
tertekan. Kondisi diatas, dapat menyebabkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri
sendiri,
kegiatan sehari-hari terabaikan (Stuart & Laraia, 2005).
 Faktor Sosial Buday
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial,
sesringkali
diakibatkan karena pasienberasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal ini
mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam memenuhi kebutuhan. Kondisi
tersebut
memicu timbulnya stres yang terus menerus, sehingga fokus pasienhanya pada
pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi dengan
lingkungan
sekitarnya.
Stuart & Laraia (2005) dan Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor
usia
merupakan salah satu penyebab isolasi sosial hal ini dikarenakan rendahnya
kemampuan pasiendalam memecahkan masalah dan kurangnya kematangan pola
berfikir. Pasiendengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki riwayat
penolakan
lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu menyelesaikan
masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain.
Pengalaman
tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan, akibat
rasa
takut terhadap penolakan dari lingkungan.
Lebih lanjut Stuart & Laraia (2005) mengatakan bahwa, tingkat
pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien berinteraksi
secara efektif. Karena factor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan
dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Pasiendengan masalah isolasi sosial biasanya memiliki riwayat kurang
mampu melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan
rendahnya tingkat pendidikan pasien.
 Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur
otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau
tuntutan
dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik
antar
masyarakat.Selain itu Pada pasienyang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan
adanya
pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya,
ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta mengalami krisis
identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai harapan atau
cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan
orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.

D. Komplikasi Isolasi Sosial


Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit
perawatan diri (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal.40).

E. Patofisiologi Isolasi Sosial


Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan
sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi
atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian
terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).

Pattern of Parenting Inefectieve Lack of Develop Stressor internal


(Pola Asuh Keluarga) coping (Koping ment Task and external (stress
individu tidak (Gangguan internal dan
efektif) Tugas eksternal)
Perkembangan)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stress terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi menjalin ansietas yang
dikehendaki (unwanted kegagalan hubungan intim berkepanjangan dan
child) akibat kegagalan mengalahkan dengan sesame terjadi bersamaan
KB, hamil diluar nikah, orang lain, jenis atau lawan dengan
jenis kelamin yang tidak ketidakberdayaa jenis, tidak keterbatasan
diinginkan, bentuk fisik n mengangkat mampu mandiri kemampuan
kurang menawan tidak mampu individu untuk
menyebabkan keluarga menghadapi mengatasi. Ansietas
mengeluarkan komentar- kenyataan dan terjadi akibat
komentar negative, menarik diri dari berpisah dengan
merendahkan, lingkungan. orang terdekat,
menyalahkan anak hilang pekerjaan
atau orang yang
dicintai.
Harga Diri Rendah Kronis
Isolasi Sosial
(Iyus Yosep,2007,Hal.230).

E.  Pathway
F.  Penatalaksanaan

1. Obat anti psikotik


a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas,    kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra
piramidal (distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas),
gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian
jangka panjang.

b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan    irama jantung).
c.  Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping:  Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti
kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)
(http://nophienov.wordpress.com).

2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak
berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan
oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan
intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek
terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah
suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan.
Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan
dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat
meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien
depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.
4. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.
5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan
manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan
berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak
baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang (Deden
Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pasienisolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi
kepada pasiendan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan wawancara, melelui bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang Anda
rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
c. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga atau
tetangga)?
d. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai
berikut:
a. Pasienbanyak diam dan tidak mau bicara
b. Pasienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
c. Pasientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
d. Kontak mata kurang
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasiendi
puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:

Data : Pasientampak menyendiri, tidak ada kontak mata, ekspresi datar,


mengatakan malas berbicara dengan orang lain.

H. Diagnosis Keperawatan
Pohon Masalah

Risiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Diagnosis Keperawatan
 Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
 Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
I. INTERVENSI
a. Membina hubungan saling percayadengan cara:
- Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
- Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
- Menanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini
- Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama
akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
- Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
-Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
-Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
- Tanyakan pendapat pasiententang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
- Tanyakan apa yang menyebabkan pasientidak ingin berinteraksi dengan orang
Lain.
- Diskusikan keuntungan bila pasienmemiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasienhanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
- Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain
- Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
- Beri kesempatan pasienmempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan Perawat
- Bantu pasienberinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
- Bila pasiensudahmenunjukkankemajuan, tingkatkanjumlahinteraksidengandua,
tiga, empat orang dan seterusnya
- Beripujianuntuksetiapkemajuaninteraksi yang telahdilakukanolehklien
- Latihpasienbercakap-cakapdengananggotakeluargasaatmelakukankegiatanharian
dan kegiatanrumahtangga
- Latih pasienbercakap-cakapsaatmelakukankegiatansosialmisalnya : berbelanja,
kekantor pos, kebank dan lain-lain
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasiensetelah berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin pasienakan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus menerus agar pasientetap semangat meningkatkan interaksinya.

Refensi
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8th Edition. St.
Louis: Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta:EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis: Elsevier.
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas(CMHN - Basic
Course).
Jakarta: EGC
Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th
edition.Missouri:
Mosby
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah utama
Defisit perawatan diri

B. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah kelemahan kemampuan untuk melakukan atau
melengkapi aktifitas mandi/kebersihan diri (NANDA 2012-2014). Kurangnya perawatan diri
pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri
tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri
secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara
mandiri (WHO & FIK UI, 2006).

C. Tanda dan Gejala


1. Subyektif
a. Menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur
b. Perawatan diri harus dimotivasi
c. Menyatakan Bab/bak di sembarang tempat
d. Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan
2. Obyektif
a. Tidak mampu membersihkan badan
b. Penampilan tidak rapi, pakaian kotor, tidak mampu berpakaian secara benar
c. Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai, setelah melakukan toileting
d. Makan hanya beberapa suap dari piring/porsi tidak habis

D. Etiologi
Menurut Depkes (2000), Penyebab defisit perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosialisasi
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/ lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perwatan diri.
Menurut Depkes (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
1) Body Image
Gambaran individu terhdap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
2) Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
E. Pohon Masalah

Gangguan Pemeliharaan Akibat


Kesehatan

Core Problem
Defisit Perawatan Diri

Penyebab
Isolasi Soasial

F. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan
1) Defisit Perawatan Diri
2) Isolasi Sosial
3) Gangguan Pemeliharaan Kesehatan
b. Data yang dikaji
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
1) Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bias
melakukan apa-apa,
2) Data obyektif: Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
2. Isolasi Sosial
1) Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih,
Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur,
Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri
1) Data subyektif
a) Pasien merasa lemah
b) Malas untuk beraktivitas
c) Merasa tidak berdaya.
2) Data obyektif
a) Rambut kotor, acak – acakan
b) Badan dan pakaian kotor dan bau
c) Mulut dan gigi bau.
d) Kulit kusam dan kotor
e) Kuku panjang dan tidak terawat

G. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

H. Rencana tindakan keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum:Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan
kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan
klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan
arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2
kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan
dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku
jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan
rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.


Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah
dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan
kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap
dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum :klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I :Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II :Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

TUK III :Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungandengan orang lain
3) Berireinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

TUK IV :Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

TUK IV :Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,


BAB/BAK
Tujuan Umum :
 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

E. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien :
1. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
3. Jalaskan cara dan alat kebersihan diri
4. Latih cara menjaga kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong
kuku
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut (2
kali per minggu), potong kuku (satu kali per minggu)

ORIENTASI:

”Selamat pagi,kenalkan saya Mahasiswa keperawatan STIKES TELOGOREJO SEMARANG


yang akan merawat bapak Nama Saya Firda Vinanda, senang dipanggil Firda. Nama bapak
siapa?Bapak Senang dipanggil apa”

”Dari tadi saya lihat pak... menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”

”Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri?”

”Berapa lama kita bicara? 20 menit ya...? mau dimana..? disini aja ya,”

KERJA:

”Berapa kali bapak... mandi dalam sehari? Apakah pak... sudah mandi hari ini? menurut pak...
apa kegunaannya mandi? Apa alasan pak... sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut pak...
apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak
merawat diri dengan baik seperti apa ya..? badan gatal, mulut bau, apa lagi..? kalau kita tidak
teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut pak... yang bisa muncul?” betul ada
kudis, kutu.. dsb.
”Apa yang pak... lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja pak... menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan?Apa maksud tujuan sisiran dan bedakan?”

(Contoh untuk pasien laki-laki)

”Berapa kali pak... cukuran dalam seminggu? Kapan pak... cukuran terakhir? Apa gunanya
cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada
alat cukurnya?”.Nanti bisa minta ke perawat ya.

”Berapa kali pak... makan sehari?

”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”

”Dimana biasanya pak... berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing


dan berak harus di WC, Nach..itu Wc di ruang ini, lalu jangan lupa membersihkannya pakai air
dan sabun”.

”menurut pak... kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang perlu kita
siapkan? Benar sekali..pak..perlu menyiapkan pakain ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan
sabun serta sisir”.

”Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi, suster akan membimbing pak...
melakukannya. Sekarang pak... siram seluruh tubuh pak... termasuk rambut lalu ambil shampo
gosokkan pada kepala pak... sampai berbusa lalu bilas sampai bersih. Bagus sekali.
Selanjutnya ambil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol..giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah.
Gosok seluruh gigi pak... mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai
bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh pak... sampai bersih lalu keringkan dengan handuk.
Pak... bagus sekali melakukannya. Selanjutnya pak... pakai baju dan sisir rambutnya dengan
baik”.

TERMINASI:

”Bagaimana perasaan pak... setelah mandi dan mengganti pakaian?”coba pak... sebutkan lagi
apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah pak... lakukan tadi?”

”Bagaimana perasaan pak... setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri
tadi? Sekarang coba pak... ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”.
”Bagus sekali mau berapa kali pak... mandi dansikat gigi...? dua kali pagi dan sore, mari... kita
masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach..lakukan ya pak... dan beri tanda kalau sudah
dilakukan seperti M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan
baru dilakukan dan pak... (tidak) melakukan? Baik besok lagi kita latihan berdandan.Oke?”
pagi-pagi sehabis makan.

SP 2 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan
3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka untuk perempuan; sisiran,
cukuran untuk pria
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan

Orientasi:

“Selamat pagi bapak ? Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana mandinya?” sudah
dilakukan?Sudah ditandai di jadual hariannya?

”Hari ini kita akan latihan brdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau diruang tamu?
Lebih kurang setengah jam”.

Kerja:

“Apa yang pak... lakukan setelah selesai mandi?” apa pak... sudah ganti baju?

”untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih
2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju..ya, bagus seperti itu”.

”Apakah pak... menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir?” coba kita praktekkan, lihat
kecermin , bagus... sekali!

”Apakah pak... suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur?” betul 2 kali perminggu.

”Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari pak dirapikan! Ya, bagus!”.

(catatan : jangan dirapikan bila pasien tidak memelihara janggut)

Terminasi:

”Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan?”.

”Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”.

”Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya!
Mari kita masukkan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berapa?

”Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain”.

SP 3 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat makan dan minum
3. Latih cara makan dan minum yang baik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan dan makan &
minum yang baik

Orientasi:
“Selamat siang bapak...”.
“Bagaimana pak sudah mandi dan berdandan dengan baik kan?” bagus pak kalau sudah
dilakukan..”
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini?”
”wow... masih rapi deh bu...”.
”siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang
makan ya...! Mau berapa lama pak? mari... itu sudah datang makanan”.

Kerja:
”bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun stelah makan? Dimana bapak... makan?”
”sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!”. Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silahkan pak...
yang pimpin!. Bagus...
”mari kita makan... saat makan kita harus menyuap maknan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya,
ayo... sayurnya dimakan.” “setelah makan kita bereskan piring, dan gelas yang kotor.
Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” itu suster A sedang bagi obat, coba
bapak... minta sendiri obatnya.”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak... setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada sat makan,( cuci tangan, duduk yang baik, ambil
makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dengan gelas, lalu cuci tangan).”
”nach... coba bapak... lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadual?.
Besok kita ketemu lagilatian BAB/BAK yang baik, bagaimana kalau jam 10.00 disini saja ya..?”

SP 5 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan & minum. Beri pujian
2. Jelaskan cara BAB dan BAK yang baik
3. Latih BAB dan BAK yang baik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan & minum
dan BAB&BAK
ORIENTASI:
“Selamat pagi Ibu? Bagaimana perasaan ibu... hari ini?”
Baik..! sudah dijalankan jadwal kegiatannya mandi, berdandan dan makan minum yang
baik?”Bagus pak..
”Sekarang kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik.”
”kira-kira 20 menit ya bu... dan dimana kita duduk? Baik disana deh..!”

KERJA:
Untuk persiapan :
”dimana biasanya ibu... berak dan kencing?”“benar ibu... berak atau kencing yang baik itu di
WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya.
Jadi kita tidak berak/kencing sembarangan tempat ya...”
”Sekarang, coba pak... jelaskan kepada saya bagaimana cara pak... cebok?”
”Sudah bagus ya pak... yang perlu diingat saat pak... cebok adalah tono memebersihkan anus
atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/ air kencing yang masih
tersisa di tubuh pak...”
”Setelah pak... selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di WC dibersihkan.
Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu
tidak tersisa di WC.
Jika pak... membersihkan tinja/air kencing seperti ini, pak...ikut mencegah menyebarnya kuman
yang berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing”.
”Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, pak... perlu merapikan kembalipakaian
sebelum keluar dari WC/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutuprapi, lalu cuci
tangan menggunakan sabun.

TERMINASI:
”bagaimana perasaan pak... setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang
baik?”
”coba pak... jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik”. Bagus!.
”untuk lanjutnya pak... bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi”.
”nah... besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana pak... bisa melakukan jadual
kegiatannya.”
“mau ketemu dimana?mau jam berapa?”

SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan & minum,
BAB & BAK. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah perawatan diri telah baik

SP 1 Keluarga:
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri
(gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri
4. Latih dua cara merawat : kebersihan diri dan berdandan
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 2 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri. Beri pujian
2. Latih dua (yang lain) cara merawat : Makan & minum, BAB & BAK
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian
SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri dan
berdandan. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat kebersihan diri dan berdandan dan makan & minum pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian
SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri, berdandan,
makan & minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat BAB dan BAK pasien
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 5 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien dalam perawatan diri:
kebersihan diri, berdandan, makan & minum, BAB & BAK. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA

Keliat. B.A. (2006). Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. (2010) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rasmun S. Kep. M. (2008). Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Parendrawati, D., P., Keliat, B., A.,Haryati, T., H. (2009). Pengaruh Terapi Token Ekonomi
Pada Klien Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor. FIK UI :
Depok

Sari, H., Keliat.,B.,A., & Mustikasari. (2009). Pengaruh Family Psychoeducation Therapy
terhadap Beban dan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien Pasung di Kabupaten
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. FIK UI : Depok
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. (Scultz dan Videback, 1998).

B. Anatomi
Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.
Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu
bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak.
Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting
yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen
bagiannya adalah :
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan
girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri), pusat
penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini
juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari
fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam
pembentukan dan perkembangan emosi.

c) Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus post sentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).

d) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori (White, 2008).

e) Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama
hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan autonom (White, 2008).

C. Etiologi
Menurut Kelliat, B.A. , gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi
secara :

a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba –tiba, misalnya haru operasi kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban
perkosaan, dituduh KKN, di penjara tiba-tiba )

Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah  karena :

1. Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya : Pemeriksaan fisik yang


sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan
kateter,pemeriksaan perineal )

2. Harapan akan struktur ,bentuk  dan fungsi yang tidak tercapai dirawat/saki atau penyakit.
3. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai,Misalnya pemeriksaan dilakukan
tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Maturasional
D. Tanda Dan Gejala
Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah (Stuart dan
Sundeen, 1995)

1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri


2. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3. Rasa bersalah atau khawatir
4. Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat.
5. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
6. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan sosial
7. Menarik diri dari realitas
8. Merusak diri
9. Merusak atau melukai orang lain
10. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri
A. Mekanisme Sebab – Akibat
 Sebab
1. Gangguan citra tubuh.
Pengertian :Gangguan citra tubuh merupakan perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan makna dan
objek yang sering kontak dengan tubuh, klien biasanya tidak dapat menerima
kondisinya, merasa kurang sempurna kemudian akan timbul harga diri rendah

 Tanda dan Gejala


- Menolak melihat, menyentuh bagian
tubuh yang berubah.
- Menolak penjelasan perubahan tubuh.
- Persepsi negative terhadap perubahan
tubuh.
- Mengungkapkan keputusasaan.
- Mengungkapkan ketakutan.
2. Ideal diri tidak realistic
Pengertian: Ideal diri yang terlalu tinggi sukar dicapai dan tidak realitas, ideal diri
yang suram dan tidak jelas, cenderung menuntut. Kegagalan – kegagalan yang
dialami dan fantasi yang terlalu tinggi yang tidak dapat dicapai membuat frustasi
dan timbul harga diri rendah.
 Tanda dan gejala
- Merasa diri tak berharga
- Perasaan tidak mampu
- Rasa bersalah
- Ketegangan peran yang dirasakan
- Pandangan hidup yang pesimis
- Penolakan terhadap kemampuan
personal atau ketidakmampuan untuk mendapatkan penghargaan yang positif
 Akibat
Isolasi sosial : menarik diri

 Pengertian: Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari


interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu
menari diri merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan
Sundeen, 1995).

 Tanda dan Gejala


- Apatis
- Ekspresi wajah sedih
- Afek tumpul
- Menghindar dari orang lain
- Klien tampak memisahkan diri dengan
orang lain
- Komunikasi kurang
- Kontak mata kurang
- Berdiam diri
- Kurang mobilitas
- Gangguan pola tidur (Tidur
berlebihan/ kurang tidur)
- Mengambil posisi tidur seperti janin
- Kemunduran kesehatan fisik
- Kurang memperhatikan keperawatan
diri
E. Pathway

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien harga diri rendah adalah menarik diri dan
isolasi sosial
G. Diagnosa dan Intervensi
1. Menarik diri
Data Obyektif :

- Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul.


- Komunikasi kurang atau tidak ada.
- Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
- Berdiam diri dikamar/ tempat terpisah ; klien kurang mobilisasi.
- Menolak berhubungan dengan orang lain.
- Tidak melakukan kegiatan sehari- hari.
Data Subyektif

- KLien mengatakan lebih suka sendiri daripada berhubungan dengan orang


lain.

2. Harga diri rendah.


Data Obyektif :
- Perasaan malu terhadap diri sendiri.
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik diri).
- Merendahkan martabat.
- Gangguan hubungan social, menarik diri, lebih suka sendiri.
- Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
- Menciderai diri akibat harga diri rendah serta tatapan yang suram.
Data Subyektif

- Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak tahu apa-
apa.
- Klien megungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
- Gangguan citra tubuh
Data Obyektif :

- Menolak melihat, menyentuh bagian tubuh yang berubah.


- Menolak penjelasan perubahan tubuh.
- Persepsi negative terhadap perubahan tubuh.
- Mengungkapkan keputusasaan.
- Mengungkapkan ketakutan.
Data Subyektif

- Klien mengatakan malu terhadap dirinya sendiri.

 POHON MASALAH

Isolasi sosial : menarik diri akibat

Gangguan konsep diri : harga diri rendah core problem

Gangguan citra tubuh penyebab

(Keliat, 1998)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan
konsep diri : harga diri rendah.
 Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh.

3. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial : menarik diri b.d gangguan konsep diri :
harga diri rendah
a Tujuan Umum
Klien dapat mencegah terjadinya isolasi sosial : menarik diri, dalam kehidupan sehari-
hari.

b Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina berhubungan saling percaya
 Kriteria evaluasi :
- Ekspresi wajah bersahabat
- Menunjukkan rasa senang
- Ada kontak mata
- Mau berjabat tangan dan menyebut nama
- Mau menjawab salam
- Klien mau duduk berdampingan dengan perawat
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
 Intervensi :
- Bina hubungan salign percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap menerima klien apa adanya


g. Beri perhatian kepada kllien dan perhatika kebutuhan dasar klien
 Rasionalisasi : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan
interaksi selanjutnya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
 Kriteria Evaluasi :
- Daftar kemampuan yang dimiliki klien di RS, rumah, sekolah dan tempat
kerja.
- Daftar positif keluarga klien
- Daftar positif lingkungan klien
 Intervensi :
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
- Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif
- Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif
klien
 Rasionalisasi :
- Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri
atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.
- Reinforcemen positif akan meningkatkan harga diri klien
- Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya
karena ingin mendapatkan pujian.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
 Kriteria evaluasi :
- Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit
- Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan dirumah

 Intervensi Keperawatan :
- Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit
- Diskusikan kemampuan yang dapt dilanjutkan pengguanaan di rumah sakit
- Berikan pujian
 Rasionalisasi :
- Diskusikan pada klien tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat
untuk berubah
- Pengertia tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap
mempertahankan penggunaannya.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
 Kriteria Evaluasi :
- Klien memiliki kemampuan yang akan dilatih
- Klien mencoba
- Susun jadwal harian
 Intervensi Keperawatan :
- Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
- Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
- Beri pujian atas keberhasilan klien.
- Diskusikan jadwal kegiatan haria atas kegiatan yang telah dilatih.
- Catatan : ulangi untuk kemampuan lain sampai semuanya selesai
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan, buat jadwal.
 Kegiatan mandiri
 Kegiatan dengan bantuan sebagian
 Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

- Tingkatkan kegiatan yang disukai sesuai dengan kondisi klien


- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
 Rasionalisasi :
- Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
- Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
- Contoh peran yang dilihat klien akan memotovasi klien untuk
melaksanakan kegiatan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya.
 Kriteria Evaluasi :
- Klien melakukan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan bantuan atau
tergantung)
- Klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri
 Intervensi Keperawatan :
- Beri kesempatan pada untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
- Beri pujian atas keberhasilan klien
- Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
 Rasionalisasi :
- Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri kllien
- Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan
6. Kllien dapt memanfaatkan sistem pendukung yang ada
 Kriteria Evaluasi :
- Keluarga dapat memberi dukungan dan pujian
- Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien
 Intervensi Keperawatan :
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien denga
harga diri rendah.
- Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
- Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah
- Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil
 Rasionalisasi :
- Mendorong keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses
penyembuhan klien
- Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
-
4. STRATEGI TINDAKAN PELAKSANAAN

SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu


pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien
memilih/menetapkan  kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih
dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian

ORIENTASI :

”Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Erlinda Puspita Sari mahasiswa dari STIKES
Karya Husada. Bagaimana keadaan   bapak   hari ini ?  bapak terlihat segar“.

”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang


pernah    bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat    bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana
kalau 20 menit ?

KERJA :

”  bapak, apa saja kemampuan yang    bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa  bapak lakukan? Bagaimana
dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”.           “ Wah,
bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang   bapak miliki “.

”    bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai
5  (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa dikerjakan di rumah sakit ini. 

”Sekarang, coba    bapak pilih satu kegiatan  yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur   bapak”. Mari kita lihat tempat
tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.   ”Nah,
sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil
bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah
letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”

” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri)


kalau bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan,
dan  bapak  bapak  (tidak) melakukan.

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan    bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan
tempat tidur ? Yach,    t ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang
sudah   bapak praktekkan dengan baik sekali.  Nah kemampuan ini dapat dilakukan
juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian.   Bapak  Mau berapa kali sehari
merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00”

”Besok pagi   kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan
ini sehabis makan pagi   Sampai jumpa ya”

SP 2  Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan


kemampuan  pasien.    

ORIENTASI :

“Selamat pagi, bagaimana perasaan   Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”

”Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi

pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”

”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”

KERJA :

“ Bapak  sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas.,   Bapakbisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”


“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang
sudah diberikan sabun pencuci piring.  Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih
sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu  Bapak bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah
selesai…

“Sekarang coba  Bapak yang melakukan…”

“Bagus sekali,  Bapak  dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya

TERMINASI :

”Bagaimana perasaan   Bapak setelah latihan cuci piring ?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari

“ Bapak Mau berapa kali  t mencuci piring? Bagus sekali  Bapak mencuci piring tiga


kali setelah makan.”

“Besok kita akan latihan  untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur
dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”

“Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

Referensi

Carpenito, Lynda Jual. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC, Jakarta.

Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Keliat, Budi Anna. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai