Referat Kista Nasopalatina
Referat Kista Nasopalatina
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
KISTA NASOPALATINA
Oleh
Noor Hijriyati Shofiana
NIM. 1510015015
Dosen Pembimbing
dr. Abdul Mu’ti, M. Kes., Sp.Rad
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Kista
Nasopalatina”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Mu’ti,
M. Kes, Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan banyak
bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam
referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini menjadi ilmu
bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1 Anatomi Nasopalatina...............................................................................3
2.2 Definisi Kista.............................................................................................4
2.3 Epidemiologi.............................................................................................5
2.4 Etiopatomekanisme...................................................................................5
2.5 Diagnosis...................................................................................................6
2.6 Tatalaksana..............................................................................................12
2.7 Komplikasi..............................................................................................12
2.8 Diagnosis Banding...................................................................................13
BAB III...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
LAMPIRAN...........................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Hingga saat ini belum ada data pasti yang menyatakan prevalensi kasus
kista nasopalatina di Indonesia. Namun penelitian menyatakan bahwa kista
nasopalatina berkontribusi sebesar 1,7-11,9% kasus dari total seluruh kasus kista
pada mulut dan region maxillofacial [ CITATION Oli17 \l 1033 ]. Kista
nasopalatine diperkirakan memiliki angka kejadian sekitar 1% dari populasi
[ CITATION Cha16 \l 1033 ].
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan secara umum mengenai Fraktur Avulsi Lateral Margin Distal
Tibia. Adapun tujuan secara khususnya adalah untuk mengetahui pemeriksaan
radiologi apa saja yang dapat dilakukan dan melihat gambaran radiologi yang
khas pada Fraktur Avulsi Lateral Margin Distal Tibia sehingga dapat mempermud
ah menegakkan diagnosis serta membedakan gambaran radiologi fraktur lateral
margin distal tibia dengan diagnosis banding lainnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.1a. Gambaran ductus nasopalatina berdasarkan pencitraan CT Scan
4
yang ada di sekitarnya sehingga tidak akan mengganggu sel-sel lainnya apa bila
dilakukan pembedahan. Kista bersifat jinak tetapi bisa juga berubah menjadi
ganas. Beberapa kista bisa mengecil dan ada juga yang menghilang dengan
sendirinya [ CITATION Sar12 \l 1033 ].
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan WHO, dikutip dari Garg, et al., kista nasopalatine merupakan
salah satu tipe kista non-odontogenik non-neoplastik yang cukup umum terjadi di
masyarakat. Penelitian menyatakan bahwa sekitar 3-12% kista pada rahang yang
dilakukan tindak operasi adalah kista nasopalatina [ CITATION Gar19 \l 1033 ].
Kista nasopalatina dapat terjadi pada semua usia mulai dari rentang 7
sampai 72 tahun, namun kejadian tertinggi ditemukan pada dewasa usia dekade
keempat dan keenam. Kasus pada usia muda cenderung jarang ditemukan
[ CITATION Cha16 \l 1033 ] . Kista ini tercatat terjadi pada 1% dari seluruh populasi
dan menyerang lebih banyak pria dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,5:1.
Kista nasopalatina berkontribusi sebesar 1,7-11,9% dari seluruh kista pada rahang
yang tercatat (Dedhia, Dedhia, Dokhar, & Desai, 2013; Siddappa, Sunil, Kumar,
& Selvamani, 2014).
2.4 Etiopatomekanisme
Teori terjadinya kista nasopalatine hingga saat ini masih belum jelas,
tetapi beberapa ahli meyakini teori proliferasi spontan. Ductus nasopalatine pada
umumnya mengalami degenerasi progresif dan sisa epitel yang bertahan dapat
memungkinkan untuk menjadi pencetus dari terjadinya kista nasopalatina, baik
terjadi karena proliferasi spontan maupun proliferasi karena adanya
trauma[ CITATION Shy13 \l 1033 ].
5
Riwayat trauma sebelumnya
Infeksi bakterial lokal
Kesalahan pemasangan gigi palsu
Retensi mucus kelenjar ludah minor
Ras
Faktor genetik.
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada umumnya penderita hanya mengeluhkan pembengkakan yang
asimtomatik di palatum. Namun penderita mungkin saja mengeluhkan
beberapa keluhan seperti [ CITATION Gar19 \l 1033 ]:
Pembengkakan yang disertai rasa terbakar pada palatum
Pembengkakan dapat terjadi karena penekanan pada n.
sfenopalatina
Nyeri
Terjadi karena penekanan pada saraf atau infeksi sekunder pada
kista
Perasaan asin di mulut
Terjadinya drainase yang dapat berupa mucoid atau bahkan
purulent dan masuk ke kavum oral membuat rasa tidak nyaman
pada penderita
Obstruksi nasal
Kebas pada mukosa palatum
Tooth displacement.
6
Gambar 2.2 Pembengkakan pada palatum anterior
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, dapat ditemukan pembengkakan pada palatum anterior
dekat dengan incisive papilla atau pada garis tengah dan adanya cairan pada
kavum oral. Pembengkakan yang dekat dengan permukaan akan tampak
berwarna sedikit kebiruan. Kista yang terletak lebih dalam tertutupi oleh
mukosa normal, kecuali jika mengalami ulserasi[ CITATION Shy13 \l 1033 ].
Adanya pembengkakan dapat meyebabkan terjadinya deformitas pada wajah.
Pemeriksan fisik yang telah dilakukan pada kasus kista nasopalatina perlu
dikuatkan dengan adanya hasil pemeriksaan radiologis dan histopatologi
[ CITATION Cha16 \l 1033 ].
Pada inspeksi juga dapat ditemukan adanya mahkota gigi yang saling
overlapping karena adanya penonjolan pada midline dekat incisivus. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior, terdapat kasus yang menunjukkan tampak
adanya kesan sempit pada kavum nasi kanan dan kiri dengan dasar kavum
nasi terdesak ke superior [ CITATION Cha16 \l 1033 ].
7
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis
Pada pemeriksaan radiologi foto polos, kista akan tampak
radiolusen dengan bentuk bulat atau ovoid yang terletak diantara
akar gigi dengan ukuran sekitar 2,5 cm. Lesi ini menyebabkan
pergeseran pada akar gigi incisivus (maxillary occlusal) [ CITATION
Ded13 \l 1033 ].
8
Gambar 2.4 Gambaran MRI kista nasopalatina, tampak massa berbentuk bulat radiopaque
9
Gambar 2.5 Gambaran CT Scan potongan axial kista nasopalatina, tampak massa berbentuk bulat
berbatas tegas dan radioluscent
10
Pemeriksaan histopatologis
Hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan hasil bervariasi dan
kombinasi satu atau lebih tipe epitel, tergantung pada daerah yang
terlibat. Tipe epitel yang sering dijumpai pada kista ini adalah
epitel sel squamous (40%) dan epitel silinder bersilia (31%)
[ CITATION Cha16 \l 1033 ]. Pada pemeriksaan histopatologis juga
dapat ditemukan adanya kavitas yang dikelilingi oleh epitel dan
jaringan ikat [ CITATION Shy13 \l 1033 ].
11
2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk kista nasopalatina adalah tatalaksana operatif.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah tindakan enucleation untuk
mencegah terjadinya relaps lalu diikuti dengan follow-up jangka panjang post
operasi. Teknik marsupialization perlu dipertimbangkan pada lesi yang berukuran
lebih besar. Berdasarkan beberapa penelitian, angka kemungkinan rekurens untuk
kista yang sudah dioperasi rendah, sekitar 0-11% [ CITATION Gar19 \l 1033 ].
2.7 Komplikasi
Kompikasi yang mungkin terjadi di antaranya (Chandra & Romdhoni,
2016; Oliveira, Leao, Alvarenga, Horta, & Souza, 2017):
Perdarahan
Infeksi post-operasi
Resorbsi akar gigi
Displacement gigi
Perforasi tulang
Hilangnya tulang penyangga yang berbatasan dengan gigi seri
12
Malignansi
Mencegah trauma kronis oleh gigi maupun deficit neurosensory
pada mukosa anterior palatum durum post-operasi
Parestesis anterior palatum durum
13
BAB III
KESIMPULAN
Kista adalah kantung berisi cairan, nanah atau zat lain yang terbungkus
selaput semacam jaringan yang umumnya bersifat jinak. Kista nasopalatina adalah
kista non-odontogenik yang paling umum terjadi di masyarakat. Pada umumnya
kista ini berkembang pada garis tengah maksila anterior dekat foramen incisive.
Kista nasopalatina dapat terjadi pada semua usia mulai dari rentang 7 sampai 72
tahun, namun kejadian tertinggi ditemukan pada dewasa usia dekade keempat dan
keenam. Kista ini tercatat terjadi pada 1% dari seluruh populasi dan menyerang
lebih banyak pria dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,5:1. Kista
nasopalatina berkontribusi sebesar 1,7-11,9% dari seluruh kista pada rahang yang
tercatat.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dedhia, P., Dedhia, S., Dokhar, A., & Desai, A. (2013). Case Report:
Nasopalatine Duct Cyst. Mumbai: Hindawi Publishing Corporation.
Retrieved January 14, 2020
Garg, R., Rathi, A., Mittal, G., Sharma, S., Agarwal, A., & Dwivedi, P. (2019).
Nasopalatine duct cyst: A case report. International Journal of Applied
Dental Sciences, 5(1), 66-69.
Oliveira, L. J., Leao, P. L., Alvarenga, R. R., Horta, M. C., & Souza, P. E. (2017,
December). Nasopalatine duct cyst - diagnosis, treatment and
postoperative complications: report of two cases. J Bras Patol Med Lab,
53(6), 407-412.
Sari, Waning, Indrawati, Lili, Harjanto, & Basuki, D. (2012). Panduan Lengkap
Kesehatan Wanita. Jakarta: Penebar Plus (Penebar Swadaya Grup).
Siddappa, A., Sunil, S. M., Kumar, M., & Selvamani. (2014, November).
Nasopalatine Duct Cyst - A Report Case. IOSR Journal of Dental and
Medical Sciences (IOSR-JDMS), 13(11), 46-48. Retrieved January 14,
2020
Thakur, A. R., Burde, K., Guttal, K., & Naikmasur, V. G. (2013). Anatomy and
morphology of the nasopalatine canal using cone-beam computed
tomography. Imaging Science in Dentistry, 43, 273-281.
15
LAMPIRAN
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama pasien : Nn. S
Umur : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Malinau Sebrang
Pasien datang ke Poli Onkologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie pada tanggal 10
Januari 2020
Riwayat Singkat
Pasien datang ke Poli Onkologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie pada
tanggal 10 Januari dengan keluhan adanya benjolan dalam mulut
Pemeriksan penunjang
a. Pemeriksaan CT Scan
Pasien dirujuk dari poli onkologi ke radiologi untuk dilakukan
pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras dengan klinis kista palatum
16
Gambaran CT Scan Potongan Sagital
17
Gambaran CT Scan Potongan Coronal
Kesan:
Soft tissue mass pada sisi kiri palatum yang mendesak dan mengerosi
dasar sinus maxillaris kiri
Diagnosis Klinis
Tumor palatum
Penatalaksanaan
Jum’at, 10 Januari 2020 di Poli Onkologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie
- Gejala klinis tumor palatum
- Dirujuk untuk pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa kontras dan
pemeriksaan FNAB
18
- Dilakukan permintaan rawat inap oleh DPJP untuk pre operasi
- Permintaan pemeriksaan darah lengkap
- Rencana tindakan: pemeriksaan lengkap
- Pemberian injeksi untuk terapi sementara: injeksi pethidin
19