Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER SERVIKS
STASE MATERNITAS

NAMA : DHEA DESNIAWATI


NIM : 19.14901.036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas
antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro,
Hanifa. 2005).
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang
bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
B. Etiologi
Penyebab kanker serviks secara pasti belum diketahui sampai saat ini,
diduga ada beberapa faktor yang dapat diidentifikasi sehubungan dengan
insiden terjadi kanker servik, yaitu (Wiknjosastro,et,al,2005)
1. Menikah pada usia dini
2. Mempunyai pasangan lebih dari satu atau ganti-ganti pasangan
3. Sering melahirkan dan jarak kehamilan terlalu dekat
4. Riwayat infeksi virus HPV (Human papilloma virus)
5. Hiegine seksual yang jelek
6. Pengaruh zat karsinogen
7. Keturunan
C. Manesfestasi Klinik
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
2. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
3. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
4. Perdarahan spontan saat defekasi.
5. Perdarahan diantara haid.
6. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
7. Anemia akibat pendarahan berulang.
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
(Dr RamaDiananda, 2009)
D. Pathway

E. Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila
selkarsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul
masalahkeperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat
mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau
hidronefrosis yang menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran
infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi
keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil
masalah keperawatan gangguan pola seksual.
Pada kanker serviks stadium lanjut perdarahan pervagina akan terjadi
secara terus –menerus . perdarahan yang terjadi secara terus –menerus dengan
jumlah yang banyak dapat menyebabkan anemia . anemia pada penderita
ca.serviks dapat dibagi menjadi 3 yaitu anemia ringan, anemia sedang dan
anemia berat. Anemia ringan dengan Hb 9-10 % , anemia sedang dengan Hb
7-8 % dan anemia berat denagn Hb < 7 gr% . sedangkan anemia denagn Hb
normal > 11 gr%.
F. Klasifikasi
Tahapan stadium klinis dari kanker serviks yang berdasarkan pada
pemeriksaan klinis, radiologi,kuretasi, endoserviks dan biopsi
(Wiknjosastro,et,al,2005 yaitu :
1. Karsinoma Preinvasive
Stadium 0 : Karsinoma in situ (KIS), karsinoma intraepitel, membrane
basalis masih utuh
2. Karsinoma Invasive
Stadium 1 : Karsinoma terbatas serviks
Stadium 1a : Karsinoma microinvasive, bila membran basalis sudah
rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tak > 3 mm, dan sel tumor
tidak terdapat dalam pembuluh limfa atau pembuluh darah.
Stadium 1b : Stadium sebelum terdeteksi “OCC” atau Occult Cancer/
tersembunyi
Stadium II : Karsinoma meluas kebawah servik, terapi tidak
melibatkan dinding panggung, melibatkan dinding vagina
Stadium III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian
bawah vagina
Stadium III B : Sudah mengenai organ-organ lain.
StadiumIV : Meluas ke mukosa kandung kemih
Stadium IV a : Kanker menyebar ke daerah lain sekitarnya
Stadium IV b : Kanker menyebar ke organ lain yang jauh seperti paru-
paru, otak, tulang, hepar.
G. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Data umum kesehatan
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah , klien pucat
b. TTV, tekanan darah normal atau rendah, nadi meningkat, frekuensi napas
normal atau meningkat, suhu
c. Kepala, rambut rontok, konjungtiva anemis, membrane mukosa mulut
kering, mukosa mulut pucat.
d. Thorak : Pernapasan dan nadi agak meningkat, hipotensi
e. Abdomen, nyeri tekan, terdapat distensi abdomen atau kandung kemih
f. Genitalia, keluar cairan keputihan atau darah, kemerahan, bau busuk
g. Ekstremitas, kelemahan, edema

H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan intraservikal
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan napsu makan
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra
servikal
4. Cemas b.d terdiagnose ca serviks sekunder akibat kurangnya
pengetahuan tentang ca serviks dan pengobatannya
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan
dalampenampilan terhadap pemberian sitostika

I. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan intraservikal
Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjungtiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ekstremitas hangat
e. Hb 11-15 gr
Intervensi :
a. Observasi TTV
b. Observasi perdarahan (jumlah, warna, lama)
c. Cek Hb
d. Cek golongan darah
e. Beri O2 jika diperlukan
f. Pemasangan vaginal tampon
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan napsu makan
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan BB
b. Porsi makan yang disediakan habis
c. Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
a. Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
b. Berikan makan TKTP
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering
d. Jaga lingkungan pada saat makan
e. Pasang NGT jika perlu
f. Beri nutrisi parenteral jika perlu
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra
servikal
Kriteria hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara mengurangi nyeri
b. Intensitas nyeri berkurang
c. Ekspresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
a. Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan
c. Ajarkan relaksasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e. Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri
4. Cemas berhubungan dengan terdiagnosa kanker serviks kurangnya
pengetahuan tentang penyakit ca serviks dan pengobatannya.
Kriteria hasil:
a. Klien mengetahui diagnosa kanker yang diderita
b. Klien mengetahui tindakan-tindakan yang harus dilalui klien.
c. Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah
komplikasi.
d. Sumber-sumber koping teridentifikasi.
e. Ansietas berkurang.
f. Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.
Intervensi
a. Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan perasaannya.
b. Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta
tata cara mengontrol dirinya.
c. Identikasi mereka yang beresiko terhadap ketidakberhasilan
penyesuaian.
d. Tunjukan adanya harapan.
e. Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik.
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam
penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.
Kriteria hasil:
a. Klien mampu untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisinya.
b. Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang
dekat.
c. Klien mengkomunikasikan perasaan tentang prubahan dirinya secara
konstruktif.
d. Klien mampu berpastisipasi dalam perawatan diri.

Intervensi
a. Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan
sikap positif
b. Berikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan prasaan dan
pikiran tentang kondisi, kemajuan, prognosis, sistem pendukung dan
pengobatan.
c. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap miss
persepsi tentang penyakitnya.
d. Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan.
e. Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai tim dengan kebutuhan.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz M. Farid. Juli 2006, Kemoterapi Pada Ca Cervix Obsetri Ginekologi Vol. 2
No. 3
Bulechek M. Gloria, dkk. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6.
Yogyakarta : Mocomedia
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Heather, Herdman. 2015. NANDA International, Inc. Diagnosis Keperawatan,
Edisi 10. Jakarta : EGC
Sue Moorhead, dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 6.
Yogyakarta : Mocomedia
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER ENDOMETRIUM
STASE MATERNITAS

NAMA : DHEA DESNIAWATI


NIM : 19.14901.036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


2020

LAPORAN PENDAHULUAN

1) Pengertian
1. Kanker endometrium adalah kanker yang terjadi pada organ endometrium
atau pada dinding rahim. Endometrium adalah organ rahim yang berbentuk
seperti buah pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin. kanker
endometrium kadang-kadang disebut kanker rahim, tetapi ada sel-sel lain
dalam rahim yang bisa menjadi kanker seperti otot atau sel miometrium.
kanker endometrium sering terdeteksi pada tahap awal karena sering
menghasilkan pendarahan vagina di antara periode menstruasi atau setelah
menopause (Whoellan,2009).
2. Endometriosis  yaitu  suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar
dan stroma, terdapat di dalam endometriumnataupun di luar uterus. Bila
jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis,
bila berada di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sudah tidak
dianut lagi, karena secara patologik, klinik, ataupun etiologic adenomiosis
berbeda dengan endometriosis. Adenomiosis secara klinis lebih banyak
persamaan dengan mioma uteri. Adenomiosis sering ditemukan pada
multipara dalam masa premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada
wanita yang lebih muda dan yang infertile (Sarwono,2007).  
2) Patofisiologi
Kanker endometrium adalah jaringan atau selaput lender rahim yang tumbuh di
luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding rahim.
Kanker endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran menuju
vagina. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita
muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada
umumnya yang terserang wanita yang sudah tua. Tumbuhnya jaringan
endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi
masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding
rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim.
Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
3) Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker endometrium,
tetapi beberapa penelitiian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang
berlebihan dan terus menerus bisa menyebabkan kanker endometrium. Berikut ini
beberapa faktor resiko yang bisa meningkatkan munculnya kanker endometrium :
A. Obesitas atau kegemukan.
Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi
androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan
sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada kanker
endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25
Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding dengan
wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25 Kg diatas
berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.
B. Haid pertama (menarche).
Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun mempunyai resiko
1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai riwayat menars setelah
usia lenih dari 12 tahun. Menstruation span merupakan metode numerik
untuk menentukan faktor resiko dengan usia saat menarche, usia menopause
dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS) = usia menars – (jumlah paritas
x1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena kanker endometrium sebanyak 4,2
kali dibanding MS < 29.
C. Tidak pernah melahirkan.
Memiliki resiko terkena kanker endometrium lebih tinggi baik sudah
menikah atau belum dibanding wanita yang pernah melahirkan. Penelitian
menunjukkan bahwa 25% penderita kanker endometrium tidak pernah
melahirkan anak (nulipara). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa
faktor ketidaksuburan(infertilitas) lebih berperan daripada jumlah melahirkan
(paritas).
D. Penggunaan estrogen.
Estrogen sering digunakan sebagai terapi sulih hormon. Peningkatan
penggunaan hormon ini diikuti dengan meningkatnya resiko kanker
endometrium.
E. Hiperplasia endometrium.
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan
selaput lendir rahim disertai peningkatan vaskularisasi akibat rangsangan
estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Disebut neoplasia endometrium
intraepitel jika hiperplasia endometrium disertai sel-sel atipikal dan
meningkatkan resiko menjadi kanker endometrium sebesar 23%.
F. Diabetes mellitus (DM).
Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnorml merupakan faktor
resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes melitus klinis pada
penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-17%, sedangkan angka
kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-64%.
G. Hipertensi.
50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3
populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada
keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna
daripada populasi kontrol.
H. Faktor lingkungan dan diet.
Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian
keganasan endometrium lenih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang
berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara dan Eropa
lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika dan Amerika
latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan jenis makan
sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang menyolok dari
keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan miskin. Keadaan
ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari daerah rural ke Amerika
Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Asia yang pindah ke
negara industri dan merubah menu makanannya dengan cara barat seperti
misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian keganasan endometrium
lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya
I. Riwayat keluarga.
Ada kemungkinan terkena kanker endometrium, jika terdapat anggota
keluarga yang terkena kanker ini, meskipun prosentasenya sangat kecil.
J. Tumor memproduksi estrogen.
Adanya tumor yang memproduksi estrogen, misalnya tumor sel granulosa,
akan meningkatkan angka kejadian kanker endometrium.
4) Manifestasi Klinis
Beberapa gejala kanker endometrium adalah sebagai berikut :
A. Rasa sakit pada saat menstruasi.
B. Rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut bagian bawah, rasa sakit
ini akan bertambah pada saat berhubungan seks.
C. Sakit punggung pada bagian bawah.
D. Sulit buang air besar atau diare.
E. Keluar darah pada saat buang air kecil dan terasa sakit.
F. Keputihan bercampur darah dan nanah.
G. Terjadi pendarahan abnormal pada rahim.
5) Pemeriksaan Penunjang
Sebelum tindakan operasi, pemeriksaan yang perlu dilakukan:
f. Foto toraks untuk menyingkirkan metastasis paru-paru

g. Tes Pap, untuk menyingkirkan kanker serviks

h. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah tepi, faal hati,


faal ginjal, elektrolit

6) Penatalaksaan Medis
Sampai saat ini belum ada metode skrining untuk kanker endometrium.
Hanya untuk pasien yang termasuk dalam risiko tinggi seperti Lynch syndrome
tipe 2 perlu dilakukan evaluasi endometrium secara seksama dengan
hysteroscopy dan biopsy. Pemeriksaan USG transvaginal merupakan test non
invasif awal yang efektif dengan negative predictive value yang tinggi apabila
ditemukan ketebalan endometrium kurang dari 5 mm. Pada banyak kasus
histeroskopi dengan instrumen yang fleksibel akan membantu dalam penemuan
awal kasus kanker endometrium.
Pada stadium II dilakukan histerektomi radikal modifikasi, salpingo-ooforektomi
bilateral, deseksi kelenjar getah bening pelvis dan biopi paraaorta bila
mencurigakan, bilasan peritoneum, biopsi omenteum (omentektomi
partialis),biopsi peritoneum.
Pada stadium III dan IV : operasi dan/atau radiasi dan/atau kemoterapi.
Pengangkatan tumor merupakan terapi yang utama, walaupun telah bermetastasis
ke abdomen.
7) Proses Keperawatan
1) Pengkajian
Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pelvis, serta pemeriksaan
laboratorium dilakukan. Data pengkajian tambahan mencakup respon
psikososial pasien, karena keharusan untuk menjalani pembedahan dapat
menunjukkan reaksi emosional yang kuat dan adanya ketakutan. Jika
pembedahan dilakukan untuk mengangkat kanker endometrium, cemas yang
berhubengan dengan ketakutan akan kanker dan kematian menambah stress
pada pasien dan keluarganya.

2) Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien dapat
mencakup sebagai berikut:
 Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologi
 Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
 Keletihan berhubungan dengan keadaan penyakit
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan aspek pembedahan dan
perawatan diri
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan cemas
3) Perencanaan dan Implementasi
a. Nyeri b.d agen injuri biologi
Tujuan:

A. Menunjukkan tehnik relaksasi secara individual yang efektif


untuk mencapai kenyamanan
B. Menunjukkan penurunan tingkat nyeri
C. Melaporkan kesejahterraan fisik dan psikologis
D. Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
menceah nyeri
E. Melaporkan nyeri pada penyedia perawatan kesehatan
Intrvensi:

e. Pemberian analgetik : penggunaan agen-agen farmakologi untuk


mengurangi atau menghilangkan nyeri
f. Penatalaksanaan nyeri : meringankan atau mengurangi nyeri
sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
b. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
Tujuan:
1) Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara
verbal/nonverbal
2) Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa
cemasnya mulai berkurang
3) Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber
pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya
Intervensi:

1) Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan


kestabilanemosi.
Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
2) Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan
stimulasi.
Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu
istirahat.
Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan
energi yang digunakan.
3) Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan
kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.

4) Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan


Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami

5) Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.


Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang
teridentifikasi dan terekspresi.

6) Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus


ditanggulanginya.
Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa
segalanya akan menjadi lebih baik.

c. Gangguan pola tidur b.d cemas


Tujuan:

f. Mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan


tidur/istirahat
g. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi:

1) Peningkatan pola tidur : fasilitasi siklus tidur/bangun yang teratur


d. Kurang pengetahuan b.d aspek pembedahan dan perawatan diri
Tujuan:

1) Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan


terapi
2) Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
3) Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
membutuhkan perhatian medis
4) Memformulasikan rencana untuk follow –up
Intervensi:

1. Memfasilitasi daerah pasien dan menggunakan layanan kesehatan


yang tepat
2. Membantu pasien dalam memahami informasi yang behubungan
dengan proses timbulnya penyakit secara khusus.
3. Membantu individu dalam memahami dimensi fisik dan
psikososial pertumbuhan dan perkembangan seksual.
e. Keletihan b.d keadaan penyakit
Tujuan:

d. Mempertahankan kebiasaan interksi social


e. Mengidentifikasi faktor psikologi dan fisiologia yang dapat
menyebabkan keletihan
f. Mempertahankan kemampuan untuk berkonsentrasi
g. Melaporkan bahwa energi terpulihakan setelah istirahat
Intervensi:

f. Mengatur penggunaan energi untuk pengobatan atau pencegahan


keletihan dan mengoptimalakan fungsi
Daftar pustaka

Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta. EGC

Santosa, Budi.(2006).Diagnosa Keperawatan NANDA.Jakarta. EGC

Whoellan.(2009).kanker endometrium.http://dokter-herbal.com/kanker-
endometrium.html. yogyakarta 28 Mei 2011.

Wilkinson, Judith M.(2006).Diagnosa Keperawatam NIC-NOC.Jakarta. EGC.

Wilkinson, Judith M.(2006).Diagnosa Keperawatam NIC-NOC.Jakarta. EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
STASE MATERNITAS

NAMA : DHEA DESNIAWATI


NIM : 19.14901.036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN

1. DEFINISI
Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah
satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnva. Hipertensi
dalam kehamilan berarti tekanan darah meninggi saat hamil. Keadaan ini
biasanya mulai pada trimester ketiga, atau tiga bulan terakhir kehamilan.
Kadang-kadang timbul lebih awal, tetapi hal ini jarang terjadi. Dikatakan
tekanan darah tinggi dalam kehamilan jika tekanan darah sebelum hamil
(saat periksa hamil) lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di saat hamil.
            Diagnosis hipertensi gestasional adalah ditegakkan bila hipertensi
tanpa proteinuria pertama kali terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu
atau dalam waktu 48 – 72 jam pasca persalinan dan hilang setelah 12
minggu pasca persalinan.
            Hipertensi merupakan problema yang paling sering terjadi pada
kehamilan. Bahkan,kelainan hipertensi pada kehamilan beresiko terhadap
kematian janin dan ibu. Karena itu,deteksi dini terhadap hipertensi pada
ibu hamil diperlukan agar tidak menimbulkan kelainan serius dan
menganggu kehidupan serta kesehatan janin di dalam rahim.
            Sehubungan dengan timbulnya hipertensi yang unik dan sulit
diterangkan sebab-sebabnya dalam kehamilan,maka toxemia gravidarum
disebut prequency induced hypertension (PIH). Namun demikian istilah
PIH masih mengandung aspek kenaikan tekanan darah, sehingga
terminologi diubah menjadi hipertensi gestasional (gestasional
hipertension).
Definisi hipertensi dalam kehamilan menurut WHO :
 Tekanan sistol 140 mmHg atau tekanan diastol 90 mmHg.
 Kenaikan tekanan sistolik 15 mmHg dibandingkan tekanan darah
sebelum hamil atau pada trimester pertama kehamilan.
2. TERMINOLOGI
Terminologi yang dapat dipakai adalah :
h. Hipertensi dalam kehamilan, atau
i. Preeklampsia-eklampsia
3. ETIOLOGI
Penyebab Hipertensi Gestional
Meskipun sebab utama dari hipertensi dalam kehamilan belum jelas,
tampaknya terjadi reaksi penolakan imunologik ibu terhadap kehamilan di
mana janin dianggap sebagai hostile tissue graff reaction dimana “Reaksi
penolakan imunologik dapat menimbulkan gangguan yang lebih banyak
pada tubuh wanita hamil dibanding akibat tingginya tekanan darah, yaitu
perubahan kimia total pada reaksi yang tidakdapat diadaptasi yang dapat
menyebabkan kejang dan kematian pada wanita hamil,”
Akibat Hipertensi Gestasional
Menurut Prof DR H Mohamammad Anwar Mmed Sc SpOG, hipertensi
yang tidak diobati dapat memberikan efek buruk pada ibu maupun janin :
1. Efek kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah wanita hamil
akan merusak sistem vascularasi darah,sehingga mengganggu
pertukaran oksigen dan nutrisi melalui placenta dari ibu ke janin.
Hal ini bisa menyebabkan prematuritas placental dengan akibat
pertumbuhan janin yang lambat dalam rahim.
2. Hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dapat mengganggu
pertukaran nutrisi pada janin dan dapat membahayakan ginjal
janin.
3. Hipertensi bisa menurunkan produksi jumlah air seni janin sebelum
lahir. Padahal,air seni janin merupakan cairan penting untuk
pembentukan amnion,sehingga dapat terjadi oligohydromnion
(sedikitnya jumlah air ketuban).
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Report of the National
High Blood Pressure Edukation Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy tahun 2001 ialah :
f. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pascapersalinan
g. Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria.
h. Eklampsia
Eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita
preeklampsia, yang juga dapat disertai koma
i. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi
kronik disertai proteinuria.
j. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah hipetensi yang timbul pada kehamilan
tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia
tetapi tanpa proteinuria.
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII (2003)
Klasifikasi Sistolik Diastolik
Normal < 120 < 80 Pre hipertensi 120 – 139 80 – 89 Hipertensi stadium I
140 – 159 90 – 99 Hipertensi stadium II >= 160 >= 100
5. FAKTOR RISIKO
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple,
diabetes mellitus, hisdrops    fetalis, bayi besar
3) Umur yang ekstrim
4) Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsi
5) Penyakitpenyakit ginjal dan hiperensi yang sudah ada sebelum
hamil
6) Obesitas
6. PATOFISIOLOGI
Penyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak
benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga
aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
F. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spirali s”,
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami
iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal
bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron
atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya  terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi  oksidan pada manusia
adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan
merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,
selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.
G. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.
Perksidan lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini
akan beredar diseuruh tubuh daam aliran darah dan akan merusak
membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
H. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan
ini disebut disfungsi endotel.
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada  plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan
terjadinaya reaksi inflamasi.
Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehinggapembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipert ensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan 
yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan
pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang
penting yang pernah dilakukan di inggris ialah penelitian tentang pengaruh
diet pada preeklampsia  beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia
ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan
perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termaksud
minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia.
Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga msih dalam batas normal. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeklampsia, dimana ada preeklampsia terjadi
peningkatan stresoksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidatif kan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofobls juga
makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam
darah ibu menjadi juh lebih besar, dibanding reaksi inflamsi pada
kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel,
dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi
reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala pada
preeklampsia pada ibu
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertensi gestasional perlu dilakukan dengan tujuan
untuk mencegah jangan sampai berlanjut menjadi eklamsia yang akan
menimbulkan kelainan serius pada ibu dan mengganggu kehidupan serta
kesehatan janin dalam rahim.
Bila didapatkan hipertensi dalam kehamilan sebaiknya segera
dipondokkan saja dirumah sakit dan diberikan istirahat total. Istirahat total
akan menyebabkan peningkatan aliran darah renal dan utero placental.
Peningkatan aliran darah renal akan meningkatkan diuresis (keluarnya air
seni), menurunkan berat badan dan mengurangnya oedema. Pada
prinsipnya penatalaksanaan hipertensi ditujukan untuk mencegah
terjadinya eklamsia, monitoring unit feto-placental, mengobati hipertensi
dan melahirkan janin dengan baik 
Adapun penatalaksanaannya antara lain :
1) Deteksi Prenatal Dini
Waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai usia
kehamilan 28 minggu, kemudian setiap 2 minggu hingga usia
kehamilan 36 minggu, setelah itu setiap minggu.
2) Penatalaksanaan  Di Rumah Sakit
Evaluasi sistematik yang dilakukan mencakup :
g. Pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk
mencari temuan-temuan klinis seperti nyeri kepala, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium, dan pertambahan berat yang
pesat.
h. Berat badan saat masuk
i. Analisis untuk proteinuria saat masuk dan kemudian paling
tidak setiap 2 hari
j. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk setiap 4 jam
kecuali antara tengah malam dan pagi hari
k. Pengukuran kreatinin plasma atau serum, gematokrit,
trombosit, dan enzim hati dalam serum, dan frekuensi yang
ditentukan oleh keparahan hipertensi
l. Evaluasi terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion baik
secara klinis maupun USG
m. Terminasi kehamilan
Pada hipertensi sedang atau berat yang tidak membaik setelah
rawat inap biasanya dianjurkan pelahiran janin demi
kesejahteraan ibu dan janin. Persalinan sebaiknya diinduksi
dengan oksitosin intravena. Apabila tampaknya induksi
persalinan hampir pasti gagal atau upaya induksi gagal,
diindikasikan seksio sesaria untuk kasus-kasus yang lebih
parah.
3) Terapi Obat Antihipertens
Pemakaian obat antihipertensi sebagai upaya memperlama kehamilan
atau memodifikasi prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit
hipertensi dalam berbagai tipe dan keparahan telah lama menjadi
perhatian.
4) Penundaan Pelahiran Pada Hipertensi Berat
Wanita dengan hiperetensi berat biasanya harus segera menjalani
pelahiran. Pada tahun-tahun terakhir, berbagai penelitian diseluruh
dunia menganjurkan pendekatan yang berbeda dalam penatalaksanaan
wanita dengan hiperetensi berat yang jauh dari aterm. Pendekatan ini
menganjurkan penatalaksanaan konservatif atau “menunggu” terhadap
kelompok tertentu wanita dengan tujuan memperbaiki prognosis janin
tanpa mengurangi keselamatan ibu.
8. KIAT MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI
GESTASIONAL
4) Turunkan Kelebihan Berat Badan
Diantara semua faktor resiko yang dapat dikendalikan, berat badan
adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi.
Dibandingkan dengan orang yang kurus, orang yang gemuk (kelebihan
berat badan) lebih besar peluangnya terkena hipertensi (Edward Price,
M.D).
5) Olahraga
Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskuler. Gerak fisik
hingga taraf tertentu dibutuhkan tubuh untuk menjaga mekanisme
pengatur tekanan darah agar tetap bekerja sebagaimana mestinya.
Olahraga yang disarankan untuk ibu hamil seperti senam hamil,
renang, atau gerakan statis (seperti berjalan kaki).
6) Diet
g. Mengurangi asupan garam
Seperti kasus hipertensi pada umumnya, pada penderita hipertensi
gestasional pengurangan asupan garam dapat menurunkan tekanan
darah secara nyata. Umumnya kita mengkonsumsi garam lebih
banyak garam daripada yang dibutuhkan oleh tubuh. Idealnya, kita
cukup menggunakan sekitar satu sendok teh saja atau sekitar 5
gram garam per hari.
h. Memperbanyak serat
Mengkonsumsi lebih banyak serat atau makanan rumahan yang
mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan
menahan sebagian natrium. Sebaiknya ibu hamil yang mengalami
hipertensi menghindari makanan kalengan dan makanan siap saji
dari restoran, yang dikuatirkan mengandung banyak pengawet dan
kurang serat. Dari penelitian ditemukan bahwa dengan
mengkonsumsi 7 gram serat per hari dapat membantu menurunkan
tekanan darah sistolik sebanyak 5 poin. Serat pun mudah didapat
dalam makanan, misalnya semangkuk sereal mengandung sekitar 7
gram serat.
i. Memperbanyak asupan kalium
Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 3500
miligram kalium dapat membantu mengatasi kelebihan natrium,
sehingga dengan volume darah yang ideal dapat dicapai kembali
tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir natrium dan
senyawanya. Sehingga lebih mudah dikeluarkan.
Sumber kalium mudah didapatkan dari asupan makanan sehari-
hari. Misalnya, sebutir kentang rebus mengandung 838 miligram
sehingga 4 butir kentang (3352 miligram) akan mendekati
kebutuhan tersebut. Atau dengan semangkuk bayam yang
mengandung 800 miligram kalium cukup ditambahkan tiga butir
kentang. Banyak jenis buah yang juga dapat menurunkan tekanan
darah salah satunya pisang merupakan sumber zat potasium yang
dapat membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi
pembekuan cairan dalam tubuh. Selain pada buah pisang potasium
juga bisa ditemui pada kismis, yogurt, bit, Brussels sprout (sejenis
kubis), alpukat, dan jeruk.
j. Penuhi kebutuhan magnesium
Ditemukan antara rendahnya asupan magnesium dengan hipertensi.
Tetapi belum dapat dipastikan berapa banyak magnesium yang
dibutuhkan untuk mengatasi hipertensi. Kebutuhan magnesium
menurut kecukupan gizi yang dianjurkan atau RDA
(Recommended Dietary Allowance) adalah sekitar 350 miligram.
Kekurangan asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya
makanan olahan yang dikonsumsi.
Sumber makanan yang kaya magnesium antara lain kacang tanah,
kacang polong, dan makanan laut. Kandungan asam lemak omega
3 dalam ikan dapat membantu melancarkan aliran darah dan
melindungi dari efek tekanan darah tinggi serta mengurangi
peradangan. Saat mengkonsumsi ikan hindari jenis ikan yang
mengandung kadar merkuri tinggi seperti tuna, swordfish (ikan
cucut), makarel, ikan halibut, serta kakap putih. Sebaliknya pilihlah
ikan yang mengandung kadar mercuri rendah seperti ikan
anchovies, ikan char, ikan flounder, ikan harring, ikan gindara,
ikan salmon, dan ikan sturgeon.
k. Lengkapi kebutuhan kalsium
800 miligram kasium per hari (setara dengan tiga gelas susu) sudah
lebih dari cukup untuk memberikan pengaruh terhadap penurunan
tekanan darah.
7) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk
mrngurangi ketegangan, kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat rilek otot-otot di dalam tubuh. Teknik
relaksasi dapat dilakukan dalam hipnobirting, dimana dalam relaksasi
ibu hamil duduk dengan tenang, pikiran fokus, tidak menatap cahaya
langsung kemudian ibu hamil dibimbing untuk melakukan relaksasi
pada kelompok otot-otot secara bertahap sampai keseluruh bagian
tubuh.

    
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

9. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Data-data yang perlu dikaji adalah berupa
g. Identitas klien
h. Keluhan Utama
Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan
berupa seperti sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata dapat
berkunang-kunang, pandangan mata kabur, proteinuria (protein
dalam urin), peka terhadap cahaya, nyeri ulu hati
i. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya akan
diawali dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala (tidak hilang
dengan analgesik biasa ), diplopia, nyeri abdomen atas
(epigastrium), oliguria (<400 ml/ 24 jam)serta nokturia dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan  apakah klien menderita
diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus atau
skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut
j. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
kronis hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil), Obesitas,
ansietas, angina, dispnea, ortopnea, hematuria, nokturia dan
sebagainya. Ibu beresiko dua kali lebih besar bila hamil dari
pasangan yang sebelumnya menjadi bapak dari satu kehamilan
yang menderita penyakit ini. Pasangan suami baru mengembalikan
resiko ibu sama seperti primigravida. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi
k. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab jantung 
hipertensi dalam kehamilannya. Ada hubungan genetik yang telah
diteliti. Riwayat keluarga ibu atau saudara perempuan
meningkatkan resiko empat sampai delapan kali
l. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya
m. Pengkajian Sistem Tubuh
B1 (Breathing)
Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan
atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu
pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis
B2 (Blood)
Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi. Selain itu
terdapat perubahan hemodinamik, perubahan volume darah berupa
hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu waktu trombin
menjadi memanjang. Yang paling khas adalah trombositopenia dan
gangguan faktor pembekuan lain seperti menurunnya kadar
antitrombin III. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi,
penyakit jantung coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan
darah, takhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,
S3 dan S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena
jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin.
B3 (Brain)
Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh darah otak akibat
hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat diperlihatkan dengan
CT-Scan atau MRI. Otak dapat mengalami edema vasogenik dan
hipoperfusi. Pemeriksaan EEG juga memperlihatkan adanya
kelainan EEG terutama setelah kejang yang dapat bertahan dalam
jangka waktu seminggu.Integritas ego meliputi cemas, depresi,
euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi keluhan
kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia,
pandangan kabur), epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh
darah cerebral
B4 (Bladder)
Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan
obat diuretic juga perlu dikaji. Seperti pada glomerulopati lainnya
terdapat peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein
dengan berat molekul tinggi. Sebagian besar penelitian biopsy
ginjal menunjukkan pembengkakan endotel kapiler glomerulus
yang disebut endoteliosis kapiler glomerulus. Nekrosis hemoragik
periporta dibagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar
merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum
B5 (Bowel)
Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, protein,  tinggi lemak, dan kolesterol,
mual, muntah, perubahan berat badan,  adanya edema.
B6 (Bone)
Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada
tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada,
nyeri ulu hati. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan,
parestesia, hipotensi postural.
10. Diagnosa Keperawatan
i. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemi,
peningkatan tahanan vaskuler.
j. Resiko cedera ibu berhubungan dengan hipoksia jaringan, kejang,
profik darah abnormal.
k. Kecemasan berhubungan dengan ancaman cedera pada bayi sebelum
lahir
11. Intervensi Keperawatan
No NDX NOC NIC
1 Penurunan curah   Cardiac pump Cardiac Care
jantung berhubungan effectiveness h. Evaluasi adanya nyeri dada
dengan hipovolemi,   Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
  Vital sign status
peningkatan tahanan i. Catat adanya disritmia jantung
vaskuler. Kriteria Hasil : j. Catat adanya tanda dan gejala
  Tanda vital dalam rentang penurunan cardiac output
normal (TD, nadi, respirasi) k. Monitor status kardiovaskuler
  Dapat mentoleransi l. Monitor status pernafasan
aktivitas, tidak ada kelelahan yang menandakan gagal
  Tidak ada edema paru, jantung
perifer, dan tidak ada asites
m. Monitor abdomen sebagai
  Tidak ada penurunan
kesadaran indikator penurunan perfusi
n. Monitor balance cairan
o. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
p. Monitor respon klien terhadap
efek pengobatan anti aritmia
q. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
r. Monitor toleransi aktivitas
pasien
s. Monitor adanya dispneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
t. Anjurkan pasien untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


4. Monitor TD, Nadi, Suhu,
dan RR
5. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
6. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
7. Monitor bunyi jantung
8. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
9. Monitor suara paru
10. Monitor pola pernafasan
abnormal
11. Identifikasi penyebab dan
perubahan vital sign
2 Resiko cedera ibu   Risk Control Environmenr Management
berhubungan dengan a. Sediakan lingkungan yang
hipoksia jaringan, Kriteria Hasil : aman untuk pasien
  Klien terbebas dari cidera b. Identifikasi kebutuhan
kejang, profik darah
  Klien mampu menjelaskan keamanan pasien, sesuai
abnormal. dengan kondisi fisik dan
cara / metode untuk mencegah
fungsi kognitif pasien dan
injury / cidera riwayat penyakit terdahulu
  Klien mampu menjelaskan pasien
faktor resiko dari lingkungan / c. Menghindari lingkungan
perilaku personal yang berbahaya
  Mampu memodifikasi gaya d. Memasang side rail tempat
hidup untuk mencegah injury tidur
e. Menyediakan tempat tidur
  Menggunakan fasilitas
yang nyaman dan bersih
kesehatan yang ada f. Membatasi pengunjung
  Mampu mengenali g. Mengontrol lingkungan dari
perubahan status kesehatan kebisingan
h. Memindahkan barang –
barang yang dapat
membahayakan
i. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit
3 Ansietas berhubungan  Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
dengan ancaman cedera  Anxiety level kecemasan)
pada bayi sebelum lahir  Coping H. Gunakan pendekatan yang
menyenangkan
I. Nyatakan dengan jelas
Kriteria Hasil : harapan terhadap perilaku
 Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan J. Jelaskan semua prosedur
mengungkapkan gejala cemas dan apa yang dirasakan
 Mengidentifikasi, selama prosedur
mengungkapkan, dan K. Pahami perspektif pasien
terhadap situasi stress
menunjukkan teknik untuk
L. Dorong keluarga untuk
mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas menemani anak
normal M. Dengarkan penuh perhatian
Postur tubuh, ekspresi wajah, N. Dorong pasien
mengungkapkan perasaan,
bahasa tubuh, dan tingkat
ketakutan, persepsi
aktivitas menunjukkan O. Intstruksikan pasien
berkurangnya kecemasan. menggunakan teknik
relaksassi

D.    Evaluasi
a.       Curah jantung adekuat
b.      Cidera ibu tidak terjadi
c.       Kecemasan berkurang
LAPORAN PENDAHULUAN
INFERTILITAS
STASE MATERNITAS

NAMA : DHEA DESNIAWATI


NIM : 19.14901.036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

INFERTILITAS

j. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Sebuah istilah dapat juga dapat di artikan sebagaia kegagalan,tidak
berhasil,atau tidak dapat membentuk. Istilah infertilitas banyak
digunakan pada bidang reproduksi yang dimaksudkan untuk
membuahkan manusia maupun hewan. Reproduksi dilakukan melalui
hubungan seksual antara pria dan wanita atau jantan dan betina. Pada
manusia, infertilitasi mengistilahkan ketidakmampuan pasangan atau
salah satu di antara pasangan untuk memiliki keturunan. Banyak
nfaktor secara biologis yang dapat menyebabkan infertilitas, meskipun
begitu hal tersebut dapat diobati dengan bantuan teknologi.

2. Etiologi
Terkait Wanita:
8) Masalah Vagina
Infeksi vagina seperti vaginitis dan trikomonas vaginalis hebat
dapat menyebabkan infeksi lanjut pada serviks, endometrium, serta
tuba falopi yang merupakan organ vital dalam proses terjadinya
konsepsi. Disfungsi seksual dapat mengakibatkan kegagalan
penetrasi penis, selain itu apabila lingkungan vagina sangat asam,
daya hidup sperma akan berkurang.

9) Uterus
Uterus merupakan tempat melekatnya ovum yang telah
dibuahi, sehingga apabila terjadi masalah pada uterus, nidasi ovum
tidak dapat terjadi. Kelainan seperti polip endometriium,
adenomiosis, mioma uterus, dan beberapa masalah lain seperti
pasca kuretase dan abortus septik dapat mengganggu implantasi,
pertumbuhan nutrisi, serta oksigenasi janin.

Terkait Pria:
k. Faktor Koitus Pria
Faktor koitus pria yang merupakan salah satu penyebab
infertilitas meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal,
kelainan anatomi, dan disfungsi seksual. Keabnormalitasan
spermatogenesis dapat terjadi akibat terpajan bahan kimia, radiasi,
atau dapat pula terjadi karena kelainan kromosom. Pada kelainan
anatomi, biasanya karena tidak adanya vasdeferens kongenital,
obstruksi vasdeferens, serta kelainan sistem ejakulasi kongenital.

l. Masalah ejakulasi
Masalah ejakulasi berhubungan dengan diabetes melitus
kerusakan saraf, atau obat-obatan.

m. Faktor Pekerjaan
Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di bawah
temperatur tubuh, sehingga sering kali ketidak efektifan
spermatogenesis terjadi pada pria pemadam kebakaran atau
pengemudi jarak jauh.

n. Masalah Interaktif
Masalah interaktif berupa permasalahan yang berasal dari
penyebab spesifik yang berbeda-beda antar pasangan, seperti
frekuensi senggama yang tidak memadai, waktu senggama yang
buruk, perkembangan atibodi terhadap sperma pasangan dan
ketidak mampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke ovum.
Selain beberapa faktor terkait dengan pria dan wanita, terdapat
beberapa penyebab lain yang dapat menyebabkan infertilitas
seperti usia. Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan wanita
dan pria. Seiring bertambahnya usia, kemampuan ovarium wanita
dalam memprosuksi ovum akan mengalami penurunan. Begitu juga
dengan pria, meskipun sperma terus diprosuksi, namum morfologi
sperma akan menurun seiring bertambahnya usia. Obesitas juga
menjadi salah satu penyebab infertilitas, terutama pada wanita
karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi hormom
estrogen dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Penelitian juga
menunjukan bahwa peningkatan kadar prolaktin dan Lutheinizing
Hormone (LH) berhubungan erat dengan masalah psikis dimana
kesedihan cenderung dapat meningkatkan prolaktin yang akan
mengakibatkan gangguan pengeluaran LH dan menekan hormon
gonadotropin yang berpengaruh pada proses ovulasi.

3. TANDA DAN GEJALA


3. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat)
P. Afek depresi
Q. Kehilangan minat dan kegembiraan
R. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja) dan menurunnya aktivitas.
4. Gejala lainnya
8. Konsentrasi dan perhatian berkurang
9. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
10. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
11. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
12. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh
diri
13. Tidur terganggu
14. Nafsu makan berkurang

4. PATOFISIOLOGI
2. Perempuan
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita
diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang
mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga
terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium.Penyebab lain
yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan padaovulasi.
Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor
dariinfertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga
ovum tidak dapatlewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan
sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak
berkembang normal walapun sebelumnya terjadifertilisasi.
Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel.
Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor
lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang
menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia
tidak berkembang dengan baik. Beberapa infeksi menyebabkan
infertilitas dengan melibatkan reaksi imunsehingga terjadi gangguan
interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan,
infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada
akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada
abortus.

3. Laki-laki
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi
hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status
fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam
mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-
obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan
penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi
yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar
areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis.
Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga
menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan
komposisi sperma terganggu.
5. PATHWAY

Pada wanita Pada Pria

Gg. Hipotalamus dan Hipofisis, Disfungsi Hipotalamus


terpapar radiasi, toksik, Gaya dan hipofisis, gaya
Hidup hidup, terpapar radiasi,
toksik

Mempengaruhi hormone
dalam tubuh (Produksi Ketidakseimbangan
Hormon tidak seimbang) Hormonal

Pembentukan FSH dan


Lh Fungsi Testis Obstruksi Ketidakmampu
menurun ductus & an untuk
Terjadi gg. Pada pembentukan tubulus koitus/ejakulasi
folikel di ovarium
Produksi
sperma inflamasi
gg. bentuk anatomi menurun Mempengar
system reproduksi uhi factor
Resiko psikologis
Bentuk sperma infeksi
Bentuk tuba palopi yang tidak menjadi
sesuai akibat cedera/ infeksi abnormal Mempengar
uhi factor
psikologis
Sperma tidak dapat lewat, tidak
terjadi fertilitas dari ovum dan
Ansietas
sperma

Hasil konsepi tidak


berkembang

Tidak kunjung hamil Timbul rasa malu


dan tidak berguna
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
l. Pemeriksaan Radiologi
Dugaan masalah pada organ reproduksi istri yang letaknya
dibagian dalam akan dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi
Hysterosalpingoraphy (HSG)
Pada tes ini, menggunakakn rontgen untuk melihat bentuk
fisik dari saluran tuba dan Rahim. Tes dimulai dengan memasukan
cairan kontras ke Rahim melalui vagina untuk melihat adakah
sembatan- sumbatan di situ.
Bila diperlukan bisa juga dilakukan pemeriksaan
laparoskopi. Pada pemeriksaan ini, akan menggunakan alat yang
disebut laparoskop guna melihat keadaan bagian dalam rongga
perut istri. Petugas akan membuat irisan kecil pada kulit perut
bagian bawah melalui kamera yang terdapat di laparoskop, petugas
dapat melihat kondisi ovarium, saluran tuba, dan Rahim.
m. Pemeriksaan Lab
Pada wanita, biasanya dokter akan menganjurkan uji
laboratorium. Antara lain untuk pemeriksaan hormone dan tes
darah yang berhubungan dengan fertilitas. Sedangan pada suami
dilakukan analisis sperma.

7. PENATALAKSANAAN
Terapi non farmakologi
Teknologi reproduksi bantuan (assisted reproductivetechnology,
ART) adalah upaya-upaya terapi untukmenghasilkan kehamilan
tanpa melibatkan hubungan seksual. Beberapa upayatersebut antara
lain: inseminasi intra uterin danfertilisasi in vitro
n. Terapi farmakologi:
- Antiestrogen
- Metformin
- Gonadotropin beserta analognya,
- Dopamin agonis
K. Konsep Keperawatan
1) Pengkajian focus

Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien. Perawat mengumpulkan data
dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang
perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen
kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau
pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
j. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil
agar tidak keliru dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih
dalam masa reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien
mengenai gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonominya.
g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan
rumah bila diperlukan.

2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.


Tuliskan sesuai uangkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
g. Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita
yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang
saat ini diderita.
h. Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan
dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
i. Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan
pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah
atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka
bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa
apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat
ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau
berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
5) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan
tumor dalam tubuh.
6) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan
bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah.
7) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau
sebaliknya.
8) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang
cukup atau tidak.
9) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
10) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari
hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.

k. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-
komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
h. Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
i. Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
j. Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi
yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu,
nadi serta pernafasan

I. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung


kaki.
H. Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan
rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
I. Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem
atau tidak, pucat atau tidak.
J. Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera
ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
K. Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris
atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
L. Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada
penumpukan sekret atau tidak.
M. Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah
atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
N. Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
O. Ketiak: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
P. Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak,
ada benjolan atau tidak.
Q. Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi
dan pembesaran perut.
R. Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
S. Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan
turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau
tidak, reflek patella positif atau tidak.
T. Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses
ataupun pengeluaran yang tidak normal.
U. Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid
atau tidak.
2) Pemeriksaan khusus
8) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk
melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
9) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau
tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan
abdomen.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
6. Ansietas b.d kekhawatiran tidak kunjung hamil
7. Harga diri rendah b.d rasa malu
8. Resiko ketidakberdayaan b.d rasa tidak berguna

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi ansietas
kekhawatiran tidak tindakan l. Observasi
kunjung hamil keperawatan a. Identivikasi saat
selama 2x24 jam tingkat ansietas
diharapkan ansietas berubah (mis.
dapat teratasi, Kondisi, waktu,
dengan kriteria stressor)
hasil: b. Identifikasi
4. Pasien kemampuan
tidak mengambil
cemas lagi keputusan
5. Pasien c. Monitor tanda-tanda
sudah ansietas (verbal dan
mengetahui non verbal)
tentang
penyakit m. Terapeutik
9. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
10. Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
11. Pahami situasi yang
membuat ansietas
12. Dengarkan dengan
penuh perhatian
13. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
14. Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
15. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
16. Diskusikan
perencanaan yang
realistis tentang
peristia yang akan
datang

n. Edukasi
n. Jelaskan prosedur
yang termasuk
sensasi yang
mungkin dialami
o. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan dan
prognosis
p. Anjurkan keluarga
agar tetap bersma
pasien, jika perlu
q. Anjurkan untuk
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
r. Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
s. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
t. Latih teknik
relaksasi

o. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
Harga diri rendah Setelah dilakukan Dukungan Keyakinan
b.d timbul rasa malu tindakan p. Observasi
keperawatan 1) Identifikasi
selama 2x24 jam keyakinan, masalah
diharapkan defisit dan tujuan
pengetahuan dapat perawatan
teratasi, dengan 2) Monitor kesehatan
kriteria hasil: fisik dan mental
1. Rasa malu pasien
pada pasien
berkurang q. Terapeutik
12. Intergrasikan
keyakinan dalam
rencana sepanjang
perawatan tidak
membahayakan/ber
esiko
13. Fasilitasi pertemuan
antara keluarga dan
tim kesehatan untuk
membuat keputusan
14. Fasilitasi
memberikan makna
terhadap kondisi
kesehatan

r. Edukasi
 Jelaskan bahaya
atau resiko yang
terjadi akibat
keyakinan negative
 Jelaskan alternative
yang berdampak
positif untuk
memenuhi
keyakinan dan
perawatan
 Berikan penjelasan
yang relevan dan
mudah dipahami
Resiko Setelah dilakukan Promosi Harapan
ketidakberdayaan tindakan s. Observasi
b.d rasa tidak keperawatan 7) Identivikasi harapan
berguna selama 2x24 jam pasien dan keluarga
diharapkan ansietas dalam pencapaian
dapat teratasi, hidup
dengan kriteria
hasil: t. Terapeutik
 Pandu mengingat
1. Rasa tidak
kembali kenangan
berguna
yang
pada pasien
menyenangkan
menghilang
 Libatkan pasien
secara aktif dalam
perawatan
 Kembangkan
rencana perawatan
yang melibatkan
tingkat pencapaian
tujuan sederhana
sampai dengan
kompleks.
 Berikan kesempatan
kepada pasien dan
keluarga terlibat
dengan dukungan
kelompok
 Ciptakan
lingkungan yang
memudahkan
mempraktikan
kebutuhan spiritual

u. Edukasi
a. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan terhadap
kondisi dengan
realistis
b. Anjurkan
mempertahankan
hubungan
c. Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
dengan orang lain
d. Latih cara
mengembangkan
spiritual diri
e. Latih cara
mengenang dan
menikmati masa
lalu
DAFTAR PUSTAKA

Saefuddin, Abdul Bari, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP-SP, 2002.
Sastrawinata, Suliman, 2005, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi,
Edisi 2, FKUP : Jakarta.
Tim Pokja SDKI, DPP & PPNI. (2016) Standar Diagnosis Keperawatan
indonesia: definisi dan indikator diagnostik. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI
Tim Pokja SDKI, DPP & PPNI. (2017) Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPPPPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
KISTA OVARIUM
STASE MATERNITAS

NAMA : DHEA DESNIAWATI


NIM : 19.14901.036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


2020

LAPORAN PENDAHULUAN

 DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar,
kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho,
2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas
sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di
dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium


Sumber : http://kistaovarium.org/
 KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
4) Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling
banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum,
terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada
masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista
folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari:
kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu,
tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu
6 – 8 minggu.

Gambar : kista ovarium fungsional


Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional

5) Tipe Kista Abnormal


15. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri.
16. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut
kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat
kehitaman.
17. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh
seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat
ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil
dan tidak menimbulkan gejala.
18. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium
yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan
tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan
nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
19. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
20. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista
lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum
haematoma.

Gambar : kista corpus luteum


Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-
ovarian-cysts/
21. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah
dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap
bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista
polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan
untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan
dan rasa sakit.

Gambar : kista polikistik ovarium


Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycystic-
ovarian-syndrome_06.html

 ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh
gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi
dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan.
Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang
fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus
menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan
bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan
sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari
folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104),
kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai
periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
5. Nyeri saat menstruasi.
6. Nyeri di perut bagian bawah.
7. Nyeri saat berhubungan seksual.
8. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
9. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
10. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
 PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan
folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel
tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista
di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa
kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel
dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila
tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan
mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).
 PATHWAY

Etiologi :
a. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron
b. Pertumbuhan folikel tidak seimbang
c. Degenerasi ovarium
d. Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :


1) Tanpa gejala 1) Anamnesa  Pembenjolan perut
2) Nyeri saat menstruasi 2) Pemeriksaan fisik  Pola haid berubah
3) Nyeri di perut bagian bawah 3) Pemeriksaan  Perdarahan
4) Nyeri saat berhubungan penunjang  Torsio (putaran tangkai)
seksual  Infeksi
5) Nyeri saat berkemih atau BAB  Dinding kista robek
6) Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Perubahan keganasan

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
a. Observasi 1-2
Laparatomi Laparoskopi
bulan

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik 1. Nyeri
 Mobilisasi 2. Perdarahan
 Personal hygiene 3. Infeksi
Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)

 KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi
pada kista ovarium diantaranya:
V. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor
mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
W. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
X. Akibat komplikasi kista ovarium
u. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
v. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai
dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba
fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan
torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian.
Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma,
TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia
reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran
abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan
leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan
(detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista
dibuang dan dievaluasi secara histologis.
w. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.

x. Robek dinding kista


Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai
akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering
pada saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang
timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke
dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda-tanda abdomen akut.
y. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa
kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah
yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat
diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang
cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat
membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang
dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta,
2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor
berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor
itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor
kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga
perut yang bebas dan yang tidak.

Gambar : USG kista ovarium


Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkan-
penyakit-kronis-seperti-kanker-kista-dll-t137091.html

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat
adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.
 PENATALAKSANAAN
a. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil
jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
b. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22
gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan
seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan
biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita
menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium.
Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis
ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian
cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba
fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.

Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit


(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan
posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)

Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,


(2005: 23) yaitu:
d. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara
ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan
melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah
dengan garis rambut kemaluan.
e. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan
dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total.
Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami
proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses
keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba,
jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM

i. PENGKAJIAN
3) Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan
semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila
klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter
dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi.
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua
data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun,
dkk. 2009: 115).
o. Data subyektif
a. Identitas pasien
f. Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak
keliru dengan pasien-pasien lain.
g. Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam
masa reproduksi.
h. Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien
mengenai gangguan reproduksi.
i. Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya.
j. Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari pasien.
k. Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat
sosial ekonominya.
l. Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
b. Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.
Tuliskan sesuai uangkapan.
1. Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
2. Riwayat Kesehatan
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita
yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang
saat ini diderita.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan
dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan
pasien.
3. Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah
atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
4. Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka
bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa
apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
6. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat
ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau
berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
7. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
11) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan
tumor dalam tubuh.
12) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan
bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah.
13) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau
sebaliknya.
14) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang
cukup atau tidak.
15) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
16) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari
hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.
p. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-
komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
6. Pemeriksaan umum
15. Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
16. Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
17. Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi
yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu,
nadi serta pernafasan
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan
rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem
atau tidak, pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera
ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris
atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan
sekret atau tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah
atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau
tidak, ada benjolan atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek
patella positif atau tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses
ataupun pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid
atau tidak.
8. Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat
keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan,
digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
9. Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan
dan penyakit.

4) Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009:
115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan
menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama
ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang
dialami ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
9. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data
dasar meliputi:
j. Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
k. Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
5) Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah
Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.
Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman
(Purwandari, 2008:79).
6) Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan
dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu
intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan
kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter
(Muslihatun, dkk. 2009: 117).
7) Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap
hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan
harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian
pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas
perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81).
8) Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien
(Muslihatun, dkk. 2009: 118).
9) Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana
tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat
proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada
rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian
yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta
orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di
dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien
dan situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan
saja (Purwandari, 2008: 83).

Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan
manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang
merupakan singkatan dari:
2. S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
3. O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik
pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
4. A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
5. P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis
dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya.
ii. DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan
kista ovarium adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
10) Nyeri akut b.d agen cedera biologi
11) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
12) Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik

iii. INTERVENSI
Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN

N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
cidera biologi selama 3x24 jam diharapkan nyeri Pain Management
pasien berkurang o Lakukan pengkajian nyeri se
NOC : komprehensif termasuk lok
J. Pain Level, karakteristik, durasi, frekue
K. Pain control, kualitas dan faktor presipitasi
L. Comfort level o Observasi reaksi nonverbal
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
4.Mampu mengontrol nyeri (tahu o Gunakan teknik komuni
penyebab nyeri, mampu terapeutik untuk menget
menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi o Kaji kultur yang mempenga
nyeri, mencari bantuan) respon nyeri
5.Melaporkan bahwa nyeri berkurang o Evaluasi pengalaman nyeri m
dengan menggunakan manajemen lampau
nyeri o Evaluasi bersama pasien dan
6.Mampu mengenali nyeri (skala, kesehatan lain ten
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri m
7.Menyatakan rasa nyaman setelah lampau
nyeri berkurang o Bantu pasien dan keluarga un
8.Tanda vital dalam rentang normal mencari dan menemukan dukungan
o Kontrol lingkungan yang d
mempengaruhi nyeri seperti s
ruangan, pencahayaan dan kebising
o Kurangi faktor presipitasi nyeri
o Pilih dan lakukan penanganan n
(farmakologi, non farmakologi
inter personal)
o Kaji tipe dan sumber nyeri un
menentukan intervensi
o Ajarkan tentang teknik
farmakologi
o Berikan analgetik untuk mengur
nyeri
o Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o Tingkatkan istirahat
o Kolaborasikan dengan dokter jika
keluhan dan tindakan nyeri t
berhasil
2. Kecemasan bd Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
diagnosis dan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi Anxiety Reduction (penurunan
pembedahan terkontrol kecemasan)
NOC : h) Gunakan pendekatan y
 Anxiety control menenangkan
 Coping i) Nyatakan dengan jelas hara
Kriteria Hasil : terhadap pelaku pasien
k. Klien mampu mengidentifikasi dan j) Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
l. Mengidentifikasi, mengungkapkan k) Temani pasien untuk member
dan menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
mengontol cemas l) Berikan informasi faktual meng
m. Vital sign dalam batas normal diagnosis, tindakan prognosis
n. Postur tubuh, ekspresi wajah, m) Dorong keluarga untuk menem
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas anak
menunjukkan berkurangnya n) Lakukan back / neck rub
kecemasan o) Dengarkan dengan penuh perhatia
p) Identifikasi tingkat kecemasan
q) Bantu pasien mengenal situasi y
menimbulkan kecemasan
r) Dorong pasien untuk mengungkap
perasaan, ketakutan, persepsi
s) Instruksikan pasien mengguna
teknik relaksasi
t) Barikan obat untuk mengur
kecemasan

Post Operasi

 RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :
injuri fisik keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien a. Lakukan pengkajian nyeri seca
berkurang komprehensif termasuk loka
NOC : karakteristik, durasi, frekuensi, kuali
 Pain Level, dan faktor presipitasi
 Pain control, b. Observasi reaksi nonverbal d

 Comfort level ketidaknyamanan

Kriteria Hasil : c. Gunakan teknik komunikasi terapeu

a. Mampu mengontrol nyeri untuk mengetahui pengalaman ny

(tahu penyebab nyeri, mampu pasien

menggunakan tehnik d. Kaji kultur yang mempengaruhi resp

nonfarmakologi untuk nyeri

mengurangi nyeri, mencari e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

bantuan) f. Evaluasi bersama pasien dan t

b. Melaporkan bahwa nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektif

berkurang dengan kontrol nyeri masa lampau

menggunakan manajemen g. Bantu pasien dan keluarga untuk menc

nyeri dan menemukan dukungan

c. Mampu mengenali nyeri h. Kontrol lingkungan yang dap

(skala, intensitas, frekuensi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruanga

dan tanda nyeri) pencahayaan dan kebisingan

d. Menyatakan rasa nyaman i. Kurangi faktor presipitasi nyeri

setelah nyeri berkurang j. Pilih dan lakukan penanganan ny

e. Tanda vital dalam rentang (farmakologi, non farmakologi dan in

normal personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri unt
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nye
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika a
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasi
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan NIC :
penurunan keperawatan selama 3x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol 4. Bersihkan lingkungan setelah dipak
NOC : pasien lain
 Immune Status 5. Pertahankan teknik isolasi
 Knowledge : Infection 6. Batasi pengunjung bila perlu
control 7. Instruksikan pada pengunjung unt
 Risk control mencuci tangan saat berkunjung d

Kriteria Hasil : setelah berkunjung meninggalkan pasien

a. Klien bebas dari tanda dan 8. Gunakan sabun antimikrobia untuk cu


gejala infeksi tangan

b. Mendeskripsikan proses 9. Cuci tangan setiap sebelum dan sesud


penularan penyakit, factor tindakan kperawtan

yang mempengaruhi 10. Gunakan baju, sarung tangan sebagai a


penularan serta pelindung

penatalaksanaannya, 11. Pertahankan lingkungan aseptik selam

c. Menunjukkan kemampuan pemasangan alat

untuk mencegah timbulnya 12. Ganti letak IV perifer dan line central d
infeksi dressing sesuai dengan petunjuk umum

d. Jumlah leukosit dalam batas 13. Gunakan kateter intermiten unt


normal menurunkan infeksi kandung kencing

e. Menunjukkan perilaku hidup 14. Tingktkan intake nutrisi


sehat 15. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhad


infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistem
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penya
menular
- Partahankan teknik aspesis pada pasi
yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada ar
epidema
- Inspeksi kulit dan membran muko
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minu
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda d
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3. Hambatan Setelah Dilakukan Tindakan NIC :
mobilisasi fisik Keperawatan selama 3x24 jam Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
berhubungan diharapkan hambatan mobilitas L. Monitoring vital sign sebelm/sesudah
dengan kelemahan fisik dapat teratasi. latihan dan lihat respon pasien saat
fisik NOC : Mobilitas latihan
Kriteria Hasil : M. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
8) Klien meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi
aktivitas fisik N. Kaji kemampuan pasien dalam
9) Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas O. Latih pasien dalam pemenuhan
10) Memverbalisasikan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
perasaan dalam kemampuan
meningkatkan kekuatan dan P. Ajarkan pasien bagaimana merub
kemampuan berpindah posisi dan berikan bantuan ji
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.

Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.


Yogyakarta : Nuha Medika

Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :


EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwomo Prawirohardjo

Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer
Obor

Anda mungkin juga menyukai