Oleh :
Dosen Pembimbing :
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TAHUN 2020/2021
JUDUL PRAKTIKUM
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan telah menyelesaikan laporan resmi
Praktikum Farmakokinetika Pertemuan Ke 5 dengan Judul : Penentuan kadar asam
salisilat dalam darah. Jika ditemukan adanya kesamaan isi/materi laporan dengan
kelompok lain yang ditandai oleh adanya minimal 2 buah kalimat berurutan yang sama
persis, maka kami bersedia dipanggil oleh Dosen Pembimbing dan menerima
kemungkinan terburuk yaitu nilai laporan diturunkan 50% dari nilai yang seharusnya
diperoleh.
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
karuniaNya sehingga saya dapat menyusun laporan ini dengan baik dan benar serta tepat
pada waktunya. Dalam laporan ini kami akan membahas mengenai PENENTUAN
KADAR ASAM SALISILAT DALAM DARAH.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada laporan ini.
Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran-saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan laporan selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
A. TUJUAN
Untuk menentukan kadar asetosal dalam darah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi obat diubah atau dipengaruhi
oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Setiap dokter hampir selalu
memberikan berbagai macam obat sekaligus untuk seorang pasien, pemberian
lebih dari satu macam obat dapat menyebabkan interaksi obat. Makanan dan
minuman juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya absorbsi obat, terkadang
makanan ataupun minuman dapat memberikan interaksi terhadap obat. Interaksi
tersebut ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan (Harkness 1989).
Dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai efek
samping dan tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan (Tan & Rahardja
2007). Asetosal adalah obat nyeri tertua, yang sampai kini paling banyak
digunakan di seluruh dunia dan sangat efektif untuk meredakan nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang (Katzung 1997).
Asetosal juga berkhasiat antidemam kuat dan pada dosis rendah sekali
berdaya menghambat agregasi trombosit (Tan dan Rahardja 2002), namun
sejauh ini masyarakat kurang memahami akan peran makanan maupun minuman
yang disertakan saat mengkonsumsi obat. Interaksi antara obat dengan obat
sudah banyak diungkapkan, namun pengetahuan antara interaksi obat dengan
makanan maupun minuman belum banyak dipelajari.
Kadar asetosal diukur dengan metode spektrofotometri UV-Vis (Gandjar
dan Rohman 2007). Metode yang digunakan untuk penetapan kadar asetosal
adalah metode spektrofotometer UV-Vis dengan pertimbangan bahwa metode
ini sensitif, cepat, selektif, obyektif, non-destruktif serta dapat menetapkan
kuantitas zat yang sangat kecil (Day & Underwood 1983).
Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam
kehidupan sehari-hari serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena
dapat digunakan sebagai bahan utama dari pembuatan obat-obatan seperti
antiseptik dan analgesik serta bahan baku untuk keperluan dalam bidang farmasi
(Supardani, dkk, 2006).
Sebagai antiseptik, asam salisilat adalah zat yang dapat mengiritasi kulit
dan selaput lendir. Asam salisilat tidak diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel
epidermis dengan sangat cepat tanpa memberikan efek langsung pada sel
dermis. Setelah beberapa hari akan menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan
kulit yang baru (Rieko & Panji, 2007).
Oleh karena itu, asam salisilat biasanya digunakan untuk obat topikal.
Senyawa-senyawa yang bersifat keratolitik dan antiseptik biasa digunakan untuk
mencegah penyakit kulit, seperti timbulnya jerawat ataupun gatal-gatal di daerah
tubuh tertentu dan salah satu bahan yang sering digunakan adalah asam salisilat.
Asam salisilat juga merupakan zat anti jerawat sekaligus keratolitik yang lazim
diberikan secara topikal. Penggunaan serbuk tabur atau keratolitik merupakan
usaha yang akan mengurangi ketebalan intraseluler dalam selaput tanduk dengan
cara melarutkan semen intraseluler dan menyebabkan desintergrasi dan
pengelupasan kulit (Wasitaatmadja, 1997).
Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI
No.772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/menkes/per/xi/1999, adalah salah satu
bahan tambahan makanan yang dilarang adalah asam salisilat. Asam salisilat
dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia, karena asam
salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahan ketika ditambah
air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena
dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi, 2006).
Bahan obat asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat memberikan efek
terapeutik yang di inginkan, namun pada penggunaan secara terus menerus dapat
2 menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat dengan
konsentrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan keracunan sistemik akut.
Penggunaan pada sediaan kosmetik seperti serbuk tabur yang mengandung asam
salisilat, meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih
sensitif terhadap paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat
mengendap di kulit dan menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat
memicu timbulnya kanker melanocyt atau kanker kulit (Anief M, 1997).
Selain untuk obat topikal, bahan obat ini juga mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena
terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesik-antipiretik adalah
senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa
sakit pada nyeri kepala, sakit otot dan sakit yang berhubungan dengan reumatik.
Turunan asam salisilat juga dapat menimbulkan efek samping yaitu iritasi
lambung (Siswandono & Soekardjo, 2000).
C. ALAT
1. Skalpel
2. Vortex
3. Tabung reaksi
4. Kuvet
5. Pipet volume 0,1 ml, 0,2 ml, 1,0 ml, 2,0 ml.
6. Labu takar 10 ml dan 100 ml
7. Stop Watch
8. Sentrifuge
9. Spektrofotometer
D. BAHAN
1. Asetosal
2. Heparin
3. Hg(Cl) 2
4. HCl pekat
5. Fe(NO 3 ) 3 .9H 2 O
6. Etanol 95%
F. PROSEDUR KERJA
Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB)
Asam Salisilat ditimbang seksama 1000 mg, dilarutkan dalam sedikit etanol
dan diencerkan sampai 100 ml dengan aquades. (10000 ppm)
Pembuatan Pereaksi Trinder
HgCl 2 sebanyak 4 g, Fe(NO 3 ) 3 .9H 2 O sebanyak 4 g dan HCl pekat
sebanyak 12 ml dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan
aquades sampai batas tanda.
Pembuatan Kurva Kalibrasi Untuk Penetapan Kadar Asam Salisilat
Penentuan Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum Asam Salisilat
Penentuan kurva absorbsi Asam Salisilat dilakukan dengan cara
memipet 0,1 ml LIB kedalam tabung reaksi 5 ml. Lalu ditambahkan
dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml dan 2,9 ml pereaksi Tinder.
Semua campuran di homogenkan dengan alat vortex selama 3 menit
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai
garis tanda. Absorbsi diukur dengan menggunakan panjang
gelombang 400 nm sampai 800 nm.
Penentuan Operating Time
Penentuan Operating Time Asam Salisilat dilakukan dengan cara
memipet 0,1 ml LIB kedalam tabung reaksi 5 ml. Lalu ditambahkan
dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml dan 2,9 ml pereaksi Tinder.
Semua campuran di homogenkan dengan alat vortex selama 3 menit
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai garis
tanda. Absorbsi diukur dengan menggunakan panjang gelombang
maksimum yang didapat setiap 1 menit selama 30 menit.
Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Salisilat
Pembuatan kurva kalibrasi Asam Salisilat dilakukan dengan cara
membuat satu seri larutan Asam Salisilat dengan mempipet LIB
sebanyak 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 ml, masing-masing
ditambah dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml, kemudian
ditambahkan pereaksi Tinder 2,9, 2,8, 2,7, 2,6, dan 2,5 ml berturut-
turut sesuai dengan banyaknya LIB yang dipipet. Semua campuran di
homogenkan selama 5 menit kemudian di sentrifuge dengan
kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai garis
tanda. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
yang diperoleh pada kurva absorpsi dan pada waktu operating time.
Pemberian Obat dan Pengambilan Darah pada Kelompok Percobaan
Percobaan dibagi dalam 2 kelompok, kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Pada kelompok pertama (kelompok kontrol), tidak diberi Asam
Salisilat (Aspirin). Kelompok kedua, (kelompok perlakuan), diberi Asam
Salisilat (Aspirin) secara oral dengan dosis tunggal 500 mg, Lalu darah
disampling, melalui pembuluh darah vena pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45,
dan 60 sebanyak 1 ml.
Data Baku
C (ppm) Absorbansi
10 0,048
20 0,102
30 0,147
40 0,178
50 0,225
Hasil regresi
a = 0,011
b = 0,0043
r = 0,99634250065
Orde 0 ( t vs cp)
a = 43,511
b = - 0,689
r = - 0,92144119895
Orde 1 (t vs log cp)
a = 2,084
b = -0,0245
c = -0,9684568227
Ke = - (-b)
= - (-0,689)
= 0,689/menit-1
T½ =
=
= 31,575 menit
Ka
T Cp lama Cp baru Cp diff
5 9,30 40,066 30,766
10 26,27 36,621 10,351
15 29,30 33,176 3,876
Cp baru
y = a +bx
y1 = 43,511 + (-0,689 5)
= 43,511 – 3,445
= 40,066 mg/ml
y2 = 43,511 + (-0,689 10)
= 43,511 – 6,89
= 36,621 mg/ml
y3 = 43,511 + (-0,689 15)
= 43,511 – 10,355
= 33,176 mg/ml
Cp diff
Menit 5 = 40,066 – 9,30 = 30,766 mg/ml
Menit 10 = 36,621 – 26,27 = 10,351 mg/ml
Menit 15 = 33,176 – 29,30 = 3,876 mg/ml
Absorbansi (t vs cp diff)
a = 41,887
b = -2,689
r = -0,95800981927
ka = - (b)
= - (-2,689)
= 2,689/ menit-1
T maks =
=
=
= 1,951 menit
Vd =
=
= 0,254 ml
Cp maks = [A e-ke x t maks] [B e-ka x t maks]
= [43,511 e-0,689 x 1,952] [41,887 e-2,689 x 1,951]
= [43,511 e-0,260] [41,887 e-5,246]
= [43,511 0,260] [41,887 0,005]
= 11,321 -0,209
= 11,103 mg/ml
AUC
= (tn - tn-1)
= 138,925 µg menit/ml
= 409,8 µg menit/ml
= 245,85 µg menit/ml
= 974,175µg menit/ml
b. =
=
= 6,748 µg menit/ml
c. =
=
=
= 46,96 µg menit/mL
d . % AUC ekstrapolasi = x 100%
= 0,692 %
T½ =
= 31,575 menit
Selanjutnya pada nilai Tmax. Tmax adalah nilai yang menunjukkan kapan
kadar obat. dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Disamping itu Tmax
juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorbsi dan
parameter ini lebih mudah diamati daripada nilai Ka (tetapan kecepatan
absorbsi). hambatan pada proses absorbsi obat dapat dengan mudah dilihat dari
mundurnya/memanjangnya Tmax. Dengan satuan Tmax sendiri adalah jam atau
menit. Didapatkan hasil Tmax pada hasil pengamatan adalah 1,951 menit,
dengan rumus :
T maks =
= 1,951 menit
Nilai Cp maks adalah kadar senyawa bioaktif tertinggi yang terukur dalam
serum, darah, atau plasma. Nilai cp makc ini umunya juga digunakan sebagai
tolak ukur apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau
tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak senyawa bioaktif tidak
melebihi kadar toksik minimal (KTM). didapatkan nilai Cpmaks adalah 11,103
mg/ml dengan rumus :
Cp maks = [A e-ke x t maks] [B e-ka x t maks]
= [43,511 e-0,689 x 1,952] [41,887 e-2,689 x 1,951]
Vd =
= 0,254 ml
Dan nilai AUC yang terekstrapolasi didapatkan nilai 0,692%. nilai AUC ini
sendiri adalah luas daerah di bawah kurva, integral terbatas dari suatu fungsi
matematik merupakan jumlah masing-masing area di bawah grafik dari fungsi
tersebut. Dalam farmakokinetika sering pula digunakan rumus trapesium
sebagai suatu metode numerik untuk menghitung area di bawah kurva kadar
senyawa bioaktif dalam plasma waktu. Dengan rumus :
= 0,692 %
Sehingga hal-hal tersebut merubah hubungan antara dosis dan konsentrasi senyawa
bioaktif vs waktu dalam plasma dan jaringan.
I. KESIMPULAN :
Dapat disimpulkan dari hasil pengamatan yang didapatkan, bahwa
penentuan kadar asam salisilat dalam darah didapatkan data yang valid (sesuai)
karena nilai AUC yang terekstrapolasi didapatkan nilai 0,692% kurang dari 20%
DAFTAR PUSTAKA
Day RA, Underwood AL. 1983. Analisa Kimia Kuantiatif. Edisi IV. Soendoro R,
penerjemah; Surabaya: Erlangga. hlm 383-404. Terjemahan dari: Quantitative Analysis.
Gandjar IG, Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Katzung BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Petrus Andrianto, Penerjemah;
Jakarta: EGC, Jakarta, 533-564. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharmacology.