Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

PENENTUAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM DARAH

Oleh :

Filadelfia Rombe Kabanga (181148201062)

Lavenia Goreti Hunyang ( 181148201038 )

Maria Oktaviani Paulus ( 1811482010 )

Meri Desitasari ( 181148201047 )

Vica Aprilia Amanda P ( 181148201063 )

Dosen Pembimbing :

Liniati Geografi, M. Sc., Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA

TAHUN 2020/2021
JUDUL PRAKTIKUM

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan telah menyelesaikan laporan resmi
Praktikum Farmakokinetika Pertemuan Ke 5 dengan Judul : Penentuan kadar asam
salisilat dalam darah. Jika ditemukan adanya kesamaan isi/materi laporan dengan
kelompok lain yang ditandai oleh adanya minimal 2 buah kalimat berurutan yang sama
persis, maka kami bersedia dipanggil oleh Dosen Pembimbing dan menerima
kemungkinan terburuk yaitu nilai laporan diturunkan 50% dari nilai yang seharusnya
diperoleh.

No. Nama Anggota Kelompok NIM Tanda Tangan

1 Filadelfia Rombe Kabanga 181148201062

2 Lavenia Goreti Hunyang 181148201038

3 Maria Oktaviani Paulus 181148201045

4 Meri Desitasari 181148201047

5 Vica Aprilia Amanda P 181148201063

Tanggal Terima Laporan Nilai Tanda Tangan Dosen


Pembimbing
29 juni 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
karuniaNya sehingga saya dapat menyusun laporan ini dengan baik dan benar serta tepat
pada waktunya. Dalam laporan ini kami akan membahas mengenai PENENTUAN
KADAR ASAM SALISILAT DALAM DARAH.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada laporan ini.
Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran-saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan laporan selanjutnya.

Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Samarinda 29 Juni 2020

Penyusun
A. TUJUAN
Untuk menentukan kadar asetosal dalam darah.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi obat diubah atau dipengaruhi
oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Setiap dokter hampir selalu
memberikan berbagai macam obat sekaligus untuk seorang pasien, pemberian
lebih dari satu macam obat dapat menyebabkan interaksi obat. Makanan dan
minuman juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya absorbsi obat, terkadang
makanan ataupun minuman dapat memberikan interaksi terhadap obat. Interaksi
tersebut ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan (Harkness 1989).
Dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai efek
samping dan tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan (Tan & Rahardja
2007). Asetosal adalah obat nyeri tertua, yang sampai kini paling banyak
digunakan di seluruh dunia dan sangat efektif untuk meredakan nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang (Katzung 1997).
Asetosal juga berkhasiat antidemam kuat dan pada dosis rendah sekali
berdaya menghambat agregasi trombosit (Tan dan Rahardja 2002), namun
sejauh ini masyarakat kurang memahami akan peran makanan maupun minuman
yang disertakan saat mengkonsumsi obat. Interaksi antara obat dengan obat
sudah banyak diungkapkan, namun pengetahuan antara interaksi obat dengan
makanan maupun minuman belum banyak dipelajari.
Kadar asetosal diukur dengan metode spektrofotometri UV-Vis (Gandjar
dan Rohman 2007). Metode yang digunakan untuk penetapan kadar asetosal
adalah metode spektrofotometer UV-Vis dengan pertimbangan bahwa metode
ini sensitif, cepat, selektif, obyektif, non-destruktif serta dapat menetapkan
kuantitas zat yang sangat kecil (Day & Underwood 1983).
Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam
kehidupan sehari-hari serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena
dapat digunakan sebagai bahan utama dari pembuatan obat-obatan seperti
antiseptik dan analgesik serta bahan baku untuk keperluan dalam bidang farmasi
(Supardani, dkk, 2006).
Sebagai antiseptik, asam salisilat adalah zat yang dapat mengiritasi kulit
dan selaput lendir. Asam salisilat tidak diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel
epidermis dengan sangat cepat tanpa memberikan efek langsung pada sel
dermis. Setelah beberapa hari akan menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan
kulit yang baru (Rieko & Panji, 2007).
Oleh karena itu, asam salisilat biasanya digunakan untuk obat topikal.
Senyawa-senyawa yang bersifat keratolitik dan antiseptik biasa digunakan untuk
mencegah penyakit kulit, seperti timbulnya jerawat ataupun gatal-gatal di daerah
tubuh tertentu dan salah satu bahan yang sering digunakan adalah asam salisilat.
Asam salisilat juga merupakan zat anti jerawat sekaligus keratolitik yang lazim
diberikan secara topikal. Penggunaan serbuk tabur atau keratolitik merupakan
usaha yang akan mengurangi ketebalan intraseluler dalam selaput tanduk dengan
cara melarutkan semen intraseluler dan menyebabkan desintergrasi dan
pengelupasan kulit (Wasitaatmadja, 1997).
Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI
No.772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/menkes/per/xi/1999, adalah salah satu
bahan tambahan makanan yang dilarang adalah asam salisilat. Asam salisilat
dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia, karena asam
salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahan ketika ditambah
air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena
dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi, 2006).
Bahan obat asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat memberikan efek
terapeutik yang di inginkan, namun pada penggunaan secara terus menerus dapat
2 menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat dengan
konsentrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan keracunan sistemik akut.
Penggunaan pada sediaan kosmetik seperti serbuk tabur yang mengandung asam
salisilat, meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih
sensitif terhadap paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat
mengendap di kulit dan menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat
memicu timbulnya kanker melanocyt atau kanker kulit (Anief M, 1997).
Selain untuk obat topikal, bahan obat ini juga mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena
terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesik-antipiretik adalah
senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa
sakit pada nyeri kepala, sakit otot dan sakit yang berhubungan dengan reumatik.
Turunan asam salisilat juga dapat menimbulkan efek samping yaitu iritasi
lambung (Siswandono & Soekardjo, 2000).
C. ALAT
1. Skalpel
2. Vortex
3. Tabung reaksi
4. Kuvet
5. Pipet volume 0,1 ml, 0,2 ml, 1,0 ml, 2,0 ml.
6. Labu takar 10 ml dan 100 ml
7. Stop Watch
8. Sentrifuge
9. Spektrofotometer

D. BAHAN
1. Asetosal
2. Heparin
3. Hg(Cl) 2
4. HCl pekat
5. Fe(NO 3 ) 3 .9H 2 O
6. Etanol 95%

E. HEWAN YANG DIGUNAKAN :


1. Tikus putih jantan dewasa dan sehat dengan bobot 150-200gram

F. PROSEDUR KERJA
 Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB)
Asam Salisilat ditimbang seksama 1000 mg, dilarutkan dalam sedikit etanol
dan diencerkan sampai 100 ml dengan aquades. (10000 ppm)
 Pembuatan Pereaksi Trinder
HgCl 2 sebanyak 4 g, Fe(NO 3 ) 3 .9H 2 O sebanyak 4 g dan HCl pekat
sebanyak 12 ml dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan
aquades sampai batas tanda.
 Pembuatan Kurva Kalibrasi Untuk Penetapan Kadar Asam Salisilat
 Penentuan Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum Asam Salisilat
 Penentuan kurva absorbsi Asam Salisilat dilakukan dengan cara
memipet 0,1 ml LIB kedalam tabung reaksi 5 ml. Lalu ditambahkan
dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml dan 2,9 ml pereaksi Tinder.
Semua campuran di homogenkan dengan alat vortex selama 3 menit
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
 Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai
garis tanda. Absorbsi diukur dengan menggunakan panjang
gelombang 400 nm sampai 800 nm.
 Penentuan Operating Time
 Penentuan Operating Time Asam Salisilat dilakukan dengan cara
memipet 0,1 ml LIB kedalam tabung reaksi 5 ml. Lalu ditambahkan
dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml dan 2,9 ml pereaksi Tinder.
Semua campuran di homogenkan dengan alat vortex selama 3 menit
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
 Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai garis
tanda. Absorbsi diukur dengan menggunakan panjang gelombang
maksimum yang didapat setiap 1 menit selama 30 menit.
 Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Salisilat
 Pembuatan kurva kalibrasi Asam Salisilat dilakukan dengan cara
membuat satu seri larutan Asam Salisilat dengan mempipet LIB
sebanyak 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 ml, masing-masing
ditambah dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml, kemudian
ditambahkan pereaksi Tinder 2,9, 2,8, 2,7, 2,6, dan 2,5 ml berturut-
turut sesuai dengan banyaknya LIB yang dipipet. Semua campuran di
homogenkan selama 5 menit kemudian di sentrifuge dengan
kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
 Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai garis
tanda. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
yang diperoleh pada kurva absorpsi dan pada waktu operating time.
 Pemberian Obat dan Pengambilan Darah pada Kelompok Percobaan
Percobaan dibagi dalam 2 kelompok, kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Pada kelompok pertama (kelompok kontrol), tidak diberi Asam
Salisilat (Aspirin). Kelompok kedua, (kelompok perlakuan), diberi Asam
Salisilat (Aspirin) secara oral dengan dosis tunggal 500 mg, Lalu darah
disampling, melalui pembuluh darah vena pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45,
dan 60 sebanyak 1 ml.

 Analisis Salisilat dari Cuplikan Darah


 Satu ml cuplikan darah ditambah dengan 1 ml Heparin, kemudian
ditambahkan pereaksi Tinder 3 ml. Semua campuran di homogenkan
selama 5 menit kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm
selama 5 menit.
 Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan
dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai
garis tanda. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh pada kurva absorpsi dan pada waktu
operating time.
G. HASIL PENGAMATAN

Data Baku

C (ppm) Absorbansi
10 0,048
20 0,102
30 0,147
40 0,178
50 0,225
Hasil regresi

a = 0,011
b = 0,0043
r = 0,99634250065

Data kurva sampel

T (menit) Abs Cp (mg/ml) Log Cp (mg/ml)


5 0,051 9,30 0,968
10 0,124 26,27 1,419
15 0,137 29,30 1,466
30 0,120 25,34 1,403
45 0,043 7,44 0,871
60 0,031 4,65 0,667

1. Kurva Log Kadar Vs Waktu

Hasil regresi dari 3 data terakhir

Orde 0 ( t vs cp)
a = 43,511
b = - 0,689
r = - 0,92144119895
Orde 1 (t vs log cp)
a = 2,084
b = -0,0245
c = -0,9684568227

2. Parameter Farmakokinetika Asam Salisilat

 Ke = - (-b)
= - (-0,689)
= 0,689/menit-1
 T½ =
=
= 31,575 menit
 Ka
T Cp lama Cp baru Cp diff
5 9,30 40,066 30,766
10 26,27 36,621 10,351
15 29,30 33,176 3,876

Cp baru
y = a +bx
y1 = 43,511 + (-0,689 5)
= 43,511 – 3,445
= 40,066 mg/ml
y2 = 43,511 + (-0,689 10)
= 43,511 – 6,89
= 36,621 mg/ml
y3 = 43,511 + (-0,689 15)
= 43,511 – 10,355
= 33,176 mg/ml
Cp diff
Menit 5 = 40,066 – 9,30 = 30,766 mg/ml
Menit 10 = 36,621 – 26,27 = 10,351 mg/ml
Menit 15 = 33,176 – 29,30 = 3,876 mg/ml

Absorbansi (t vs cp diff)
a = 41,887
b = -2,689
r = -0,95800981927
ka = - (b)
= - (-2,689)
= 2,689/ menit-1

 T maks =

=
=
= 1,951 menit
 Vd =

=
= 0,254 ml
 Cp maks = [A e-ke x t maks] [B e-ka x t maks]
= [43,511 e-0,689 x 1,952] [41,887 e-2,689 x 1,951]
= [43,511 e-0,260] [41,887 e-5,246]
= [43,511 0,260] [41,887 0,005]
= 11,321 -0,209
= 11,103 mg/ml
 AUC
= (tn - tn-1)

Menit5 dan 10 = (10-5)

= 88, 925µg menit/ml

Menit 10 dan 15 = (15-10)

= 138,925 µg menit/ml

Menit 15 dan 30 = (30-15)

= 409,8 µg menit/ml

Menit 30 dan 45 = (45-30)

= 245,85 µg menit/ml

Menit 45dan 60 = (60-45)


= 90,675 µg menit/ml

∑AUC = 88,925 + 138, 925 + 409,8 + 245,85 + 90,675

= 974,175µg menit/ml

b. =
=
= 6,748 µg menit/ml
c. =
=
=
= 46,96 µg menit/mL
d . % AUC ekstrapolasi = x 100%

= 0,692 %

Jadi, data yang didapatkan valid karena kurang dari 20%.

Parameter Farmakokinetik Hasil


T ½ (menit) 31,575
T maks (menit) 1,951
Cp maks (mg/ml) 11,103
Vd (ml/gBB) 0,254
H. PEMBAHASAN
Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan
bakteriostatis lemah. Asam salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan
dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam salisilat
bersifat sukar larut dalam air, apabila asam salisilat diformulasikan sebagai
sediaan topical. Asam salisilat, dikenal juga dengan asam 2-hidroksi benzoat
atau asam- ortohidrobenzoat yang memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam
salisilat telah digunakan sebagai bahan terapi topikal lebih dari 100 tahun yang
lalu. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal dengan
khasiat utamanya sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih
digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit
kepala, dan iktiosis. Penggunaannya semakin berkembang sebagai bahan
peeling dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpegmentasi pasca inflamasi,
dan akne (Lee dan Kim, 2003; Muhammad et al., 2016). Pemakaian asam
salisilat secara topikal pada konsetrasi tinggi juga sering mengakibatkan iritasi
lokal, peradangan akut, bahkan ulserasi. Untuk mengurangi absorpsinya pada
penggunaan topikal maka asam salisilat tidak digunakan dalam penggunaan
jangka lama dalam konsentrasi tinggi, pada daerah yang luas pada kulit dan
pada kulit rusak.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada spektrofotometer,
panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan
alat-alat pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang
kontinue/kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau
blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan
blangko atau pembanding lainnya.
Dalam praktikum ini dilakukan uji penetapan kadar asam salisilat dalam
darah. Dalam percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar asetosal dalam
darah. Pada percobaan ini obat yang digunakan adalah asam salisilat atau
asetosal yang dibuat sebagai Larutan Induk Baku (LIB) yang dilarutkan atau
diencerkan dengn etanol dan aquades ad 100 ml. Dan untuk menentukan
Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum Asam Salisilat, LIB yang sudah
diencerkan diambil sebanyak 0,1 ml kemudian ditambahkan heparin 1 ml, darah
segar 1 ml dan pereaksi trinder yang sebelumnya sudah diproses sebanyak 2,9
ml (pereaksi trinderini berbasiskan reaksi kolorimetri antara Hidrogen
Peroksida, Phenol derivative, dan katalisasi aminoantipyrine dengan adanya
enzim peroksidase. Metode standar yang memakai kinetika reaksi trinder ini
diantaranya adalah pemeriksaan kreatinin, asam urat, kolesterol, LDL, HDL,
trigliserida, glukosa metode GOD-PAP, dan laktat). semua campuran tersebut
dihomogenkan dengan menggunakan vortex selama 3 menit dan di sentrifuge
dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Pemakaian centrifuge untuk
pemisahan komponen sel darah dari cairannya sehingga cairannya bisa di pakai
untuk pemeriksaan laboratorium lebih lanjut, atau untuk pemisahan dari
komponen pengotor yang tidak penting dalam larutan. Setelah disentrifugase
seluruh supernatan diambil dan dimasukkan ke labu ukur 10 ml dan diencerkan
lagi menggunakan aquades, dan dilakukan pengukuran absorbsi dengan panjang
gelombang 400 nm-800 nm.
Masuk kedalam penentuan operating time asam salisilat. Operating time
digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna, tujuannya
untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Penentuan operating time
asam salisilat dengan cara mempipet 0,1 ml LIB ke dalam tabung reaksi 5 ml,
ditambah dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml dan 2,9 ml pereaksi trinder.
Semua bahan dihomogenkan dengan vortex selama 3 menit kemudian
disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Sesudah disentrifuge
diambil supernatan dan dimasukkan dalam labunukur 10 ml dan diencerkan
dengan aquades. Absorbsi diukur dengan menggunakan panjang gelombang
maksimum yang didapat setiap 1 menit selama 30 menit. Penentuan kurva baku
asam salisilat dilakukan dengan mengukur serapan masing-masing variasi
konsentrasi pada panjang gelombang maksimal yang telah diperoleh
sebelumnya.
Dapat dilihat pada hasil pengamatan bahwa dapat diketahui hasil
parameter farmakokinetika asam salisilat yang didapatkan dengan perhitungan
yang dilakukan terhadap parameter-parameter farmakokinetika meliputi tahapan
kecepatan absorbsi (Ka), kadar puncak senyawa bioaktif dalam plasma
darah/serum/plasma (Cmax), tetapan kecepatan eliminasi (ke), waktu paro
eliminasi (T1/2) dan luas daerah di bawah kurva kadar senyawa bioaktif vs
waktu (AUC).
Hasil yang didapatkan dari pemberian obat asam salisilat (asetosal) dengan
didapatkan nilai (T1/2) waktu paro eliminasi yaitu waktu yang diperlukan agar
jumlah senyawa bioaktif dalam tubuh menjadi separuh setelah terjadi eliminasi,
didapatkan hasilnya adalah 31,575 menit. Dengan rumus :

T½ =

= 31,575 menit
Selanjutnya pada nilai Tmax. Tmax adalah nilai yang menunjukkan kapan
kadar obat. dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Disamping itu Tmax
juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorbsi dan
parameter ini lebih mudah diamati daripada nilai Ka (tetapan kecepatan
absorbsi). hambatan pada proses absorbsi obat dapat dengan mudah dilihat dari
mundurnya/memanjangnya Tmax. Dengan satuan Tmax sendiri adalah jam atau
menit. Didapatkan hasil Tmax pada hasil pengamatan adalah 1,951 menit,
dengan rumus :

T maks =

= 1,951 menit
Nilai Cp maks adalah kadar senyawa bioaktif tertinggi yang terukur dalam
serum, darah, atau plasma. Nilai cp makc ini umunya juga digunakan sebagai
tolak ukur apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau
tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak senyawa bioaktif tidak
melebihi kadar toksik minimal (KTM). didapatkan nilai Cpmaks adalah 11,103
mg/ml dengan rumus :
Cp maks = [A e-ke x t maks] [B e-ka x t maks]
= [43,511 e-0,689 x 1,952] [41,887 e-2,689 x 1,951]

= [43,511 e-0,260] [41,887 e-5,246]


= [43,511 0,260] [41,887 0,005]
= 11,321 -0,209
= 11,103 mg/ml
Didapatkan juga dari parameter farmakokinetika yaitu nilai Vd dengan
satuan (ml/gBB). Vd adalah volume distribusi, dipengaruhi oleh keseluruhan
laju eliminasi dan jumlah perubahan klirens total oabt di dalam tubuh.
Didapatkan nilai dari hasil yaitu 0,254 mg/gBB. Dengan rumus :

Vd =

= 0,254 ml
Dan nilai AUC yang terekstrapolasi didapatkan nilai 0,692%. nilai AUC ini
sendiri adalah luas daerah di bawah kurva, integral terbatas dari suatu fungsi
matematik merupakan jumlah masing-masing area di bawah grafik dari fungsi
tersebut. Dalam farmakokinetika sering pula digunakan rumus trapesium
sebagai suatu metode numerik untuk menghitung area di bawah kurva kadar
senyawa bioaktif dalam plasma waktu. Dengan rumus :

% AUC ekstrapolasi = x 100%

= 0,692 %

Jadi parameter farmakokinetika dengan penentuan kadar asam salisilat dalam


darah adalah valid, karena data yang didapatkan kurang dari 20%.
Tapi, profil farmakokinetika juga bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain
:
 Faktor lingkungan dan genetik seperti diet dan penggunaan senyawa bioaktif secara
bersamaan

 Variabel fisiologis seperti umur, jenis kelamin, kehamilan juga dapat


mempengaruhi disposisi senyawa bioaktif

 Sehingga hal-hal tersebut merubah hubungan antara dosis dan konsentrasi senyawa
bioaktif vs waktu dalam plasma dan jaringan.
I. KESIMPULAN :
Dapat disimpulkan dari hasil pengamatan yang didapatkan, bahwa
penentuan kadar asam salisilat dalam darah didapatkan data yang valid (sesuai)
karena nilai AUC yang terekstrapolasi didapatkan nilai 0,692% kurang dari 20%
DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. hal 43.

Day RA, Underwood AL. 1983. Analisa Kimia Kuantiatif. Edisi IV. Soendoro R,
penerjemah; Surabaya: Erlangga. hlm 383-404. Terjemahan dari: Quantitative Analysis.

Gandjar IG, Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Harkness R. 1989. Interaksi Obat. Goeswin, A dan Mathilda BW, penerjemah.


Bandung: ITB. 43. Terjemahan dari: Drug Interactions Handbook.

Katzung BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Petrus Andrianto, Penerjemah;
Jakarta: EGC, Jakarta, 533-564. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharmacology.

Anda mungkin juga menyukai