Anda di halaman 1dari 41

BAB XI

SURVEY VEKTOR

A. Pendahuluan
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan,
dan atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusaia, antara lain
nyamuk, kecoa, dan lalat. Sedangkan binatang pembawa penyakit adalah
binatang selain arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau
menjadi sumber penular penyakit seperti tikus, kucing, dan anjing. Penyakit
tular vektor merupakan penyakit yang menular melalui hewan perantara
(vektor). Penyakit tular vektor meliputi malaria, arbovirosis seperti dengue,
chikungunya, Japanese B. Ensefalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki
gajah), pes (sampah), dan demam semak (scrub typhus). Penyakit tersebut
hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan
angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB).
Secara umum peran arthropoda terhadap kesehatan manusia adalah
sebagai berikut:
1. Menularkan atau memindahkan penyakit disebut vektor.
2. Menyebabkan penyakit (paasit atau agent)
3. Mengandung dan menghasilkan zat racun (toksin)
4. Menimbulkan dan menyebabkan gangguan (nuisance)
5. Menimbulkan rasa takur atau ngeri (entomofobia)

Vektor dapat memindahkan aau menularkan agen penyakit yang berada


di dalam ataupun yang menempel dan terdapat di bagian luar tubuh vektor
tersebut. Suatu mahluk hidup terutama manusia dapat tertulat penyakit melalui
vektor yang membawa agen penyakit misalnya dengan menggigit dan
menghisap darah dari orang yang sakit lalu kepada orang yang rentan sehingga
ia pun dapat tertular dan menjadi sakit.
Dinamika penularan penyakit adalah perjalanan alamiah penyakit yang
ditularkan vektor dan faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit
meliputi inang (host) termasuk perilaku masyarakat, agent, dan lingkungan.
Mekanisme penularan penyakit oleh vektor terbagi menjadi dua macam yaitu
penularan penyakit melalui vektor secara mekanik dan penularan penyakit
melalui vektor secara biologis.
1. Penularan Mekanik
Penularan mekanik berlangsung karena kuman penyakit terbawa dengan
perantaraan alat-alat tubuh vektor. Kuman penyakit dalam tubuh serangga
tidak bertambah banyak atau pun berubah bentuk. Pada penularan penyakit
melalui vektor secara mekanik, maka agen dapat berasal dari tinja, urine,
atau sputum penderita hanya melekat pada bagian tubuh vektor dan
kemudian dapat dipindahkan pada makanan atau minuman pada waktu
hinggap menyerap makanan tersebut.
2. Penularan Biologi
Agen penyakit akan mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa
multiplikasi di dalam tubuh arthropoda. Transmisi secara biologi dibagi 3
cara yaitu:
a. Cyclo propagative
Agen penyakit mengalami multiplikasi dan perubahan siklus di dalam
tubuh arthropoda. Misalnya penularan plasmodium penyebab penyakit
malaria pada tubuh nyamuk anopheles.
b. Cyclo developmental
Agen penyakit mengalami perubahan bentuk/morfologi tanpa
mengalami penambahan jumlah dalam tubuh arthropoda. Misalnya
cacing Wuchereria bancrofti penyebab filariasis yang ditularkan oleh
nyamuk Culex fatigans.
c. Propagative
Agen penyakit mengalami multiplikasi, tetapi tidak mengalami
perubahan bentuk/morfologi di dalam arthropoda. Misalnya pada
penularan penyakit pes, kuman Pasteurella pestis akan memperbanyak
diri dalam tubuh pinjal tikus, dengan bentuk tubuh yang sama dengan
morfologi kuman pada saat diisap dari tubuh penderita. Penularan
virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti juga merupakan propagative
transmission.

B. Survey Vektor dan Binatang Pengganggu


Survelans vektor adalah pengamatan vektor secara sistematis dan terus
menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang bertujuan
sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya
pengendaliannya. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan sasaran area/lokasi kegiatan pengumpulan data vektor
berdasarkan pemetaan dan stratifikasi wilayah endemis yang dibuat oleh
program penanggulangan penyakit.
2. Melakukan survei dinamika penularan (SDP) untuk mengidentifikasi
metode pengendalian vektor dengan mempertimbangkan REESAA
(rasional, efektif, efisien, sustainable, acceptable, affordable)
berdasarkan data dan informasi epidemiologi, entomologi dan perilaku
masyarakat.
3. Menentukan kombinasi metode pengendalian vektor yang efektif dan
sasaran yang jelas (tepat waktu dan lokasi) berdasarkan hasil SDP,
dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya yang ada, serta
hasil penelitian inovatif yang tepat guna.
4. Mengidentifikasi mitra dan perannya dalam upaya pengendalian vektor.
5. Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan komitmen dari
pihak terkait dan masyarakat.
6. Menyusun rencana kegiatan PVT oleh masing-masing sektor terkait
sesuai dengan peran dan fungsinya dalam koordinasi pemerintah daerah.
7. Mengimplementasikan PVT sesuai dengan rencana masing-masing
sektor terkait.
8. Melakukan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan
9. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk penyempurnan
program dan memberikan masukan bagi penelitian dan pengembangan.

Bahan dan peralatan yang digunakan pada kegiatan pengamatan dibagi dalam
tiga kelompok, yaitu:
1. Peralatan optik
Peralatan optik digunakan untuk melakukan survei entomologi, khusus
untuk pemeriksaan spesimen nyamuk atau serangga lain, baik pada
stadium dewasa mupun pradewasa untuk keperluan identifikasi.
Beberapa peralatan optik yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
a. Kaca pembesar/lup/magnifier
Merupakan alat optik yang paling sederhana, lensanya tunggal atau
sampai 3 lensa. Digunakan untuk pencirian vektor dan binatang
pembawa penyakit, dengan pembesaran 5x, 10x, 15x, atau 20x.
b. Mikroskop stereo
Terdiri dari 1 lensa, yang kompleks terdiri dari beberapa lensa disebut
stereo mikroskop atau mikroskop binokuler. Digunakan untuk
pencirian vektor dan binatang pembawa penyakit.
c. Mikroskop compound
Merupakan alat optik yang paling kompleks, terdiri atas beberapa
susunan lensa. Digunakan untuk pencirin vektor dan binatang
pembawa penyakit, memeriksa hasil pembedahan nyamuk, dan lain-
lain.

2. Bahan dan peralatan untuk menangkap dan/atau menguji vektor dan


binatang pembawa penyakit
Berupa bahan dan alat yang dipergunakan untuk mengoleksi dan
mengumpulkan vektor dan binatang pembawa penyakit, baik pada
stadium pradewasa maupun dewasanya. Contoh bahan dan peralatan
tersebut antara lain kloroform, aspirator, jaring penangkap nyamuk,
ovitrap, perangkap cahaya, perangkap tikus, dan perangkap kecoa.
Sementara itu, bahan dan peralatan untuk menguji hanya digunakan
untuk vektor melalui uji kerentanan dan uji efikasi. Contoh bahan dan
peralatan tersebut antara lain alkohol, susceptibility test kit, impregnated
paper standar WHO, dan kurungan nyamuk.

3. Perlatan untuk mengukur faktor lingkungan


Peralatan tersebut digunakan untuk mengukur faktor lingkungan yang
mempunyai pengaruh terhadap populasi vektor seperti suhu, kelembaban,
kadar garam di tempat perindukan, pH, kecepatan angin, curah hujan,
dan ketinggian. Jenis peralatan tersebut sebagai berikut:
a. Termometer minimum-maksimum
Digunakan untuk pengukuran suhu udara minimum dan maksimum
pada waktu dilakukan penangkapan nyamuk dan pengujian serta 24
jam pengamatan setelah nyamuk dikontak dengan racun serangga.
Pembacaan dilakukan dengan cara melihat skala yang tertera pada
bagian bawah jalan penunjuk.
b. Termometer air
Digunakan untuk mengukur suhu air. Cara penggunaannya dicelupkan
ujung bawah selama beberapa saat ke dalam air, kemudian dibaca
suhu air.
c. Sling hygrometer
Alat untuk mengukur persentase kelembaban udara (% R.H).
digunakan pada waktu penangkapan nyamuk.
d. Salinity spectrometer
Alat yang digunakan untuk mengukur kadar garam pada genangan air
di pantai. Digunakan pada waktu survei nyamuk pradewasa.
e. pH indikator
suatu kertas lakmus yang digunakan untuk mengukur keasaman air
pada waktu survei nyamuk pradewasa.
f. Anemometer
Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan angin.
g. Pengukuran curah hujan
Digunakan untuk memperkirakan kepadatan nyamuk/waktu survei
nyamuk. Bisa juga dengan menggunakan data dari dinas pertanian dan
meteorologi.
h. Altimeter
Digunakan untuk mengukur ketinggian tempat dari permukaan laut.
i. Lensatic compas
Merupakan alat yang cukup penting untuk melakukan kegiatan survei
entomologi terutama untuk membantu membuat tempat perindukan
larva nyamuk. Alat ini berfungsi sebagai penunjuk arah dalam
pemetaan tempat perindukan.

C. Analisis Hasil Survey Vektor dan Binatang Pengganggu


1. Nyamuk
a. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Angka bebas jentik (ABJ) adalah persentase rumah atau bangunan
yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak
ditemukan jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa
dikali 100%. Bangunan yang dimaksud antara lain perkantoran,
pabrik, rumah susun, dan tempat fasilitas umum yang dihitung
berdasarkan satuan ruang bangunan/unit pengelolanya.

ABJ=
∑ rumah atau bangunan yang negatif jentik x 100 %
∑ seluruh rumah yang diperiksa

b. Angka istirahat (resting rate)


Angka istirahat (resting rate) adalah angka kepadatan nyamuk
istirahat (resting) per jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk
Aedes sp. Yang tertangkap dalam satu hari (12 jam) dibagi dengan
jumlah penangkap (kolektor) dikali lama penangkapan (jam) dikali
dengan waktu penangkapan (menit) dalam tiap jamnya.
RR=
∑ Nyamuk Aedes spp . yang tertangkap x 100 %
∑ Penangkap x lama penangkapan ( jam ) x waktu penangkapan(menit)

c. Indeks habitat
Indeks habitat adalah persentase habitat perkembangbiakan yang
positif larva, dihitung dengan cara jumlah habitat yang positif larva
dibagi dengan jumlah seluruh habitat yang diamati dikalikan dengan
100%.

Indeks Habitat =
∑ habitat positif larva x 100 %
∑ S eluruh habitat yang diamati

d. Man Biting Rate (MBR)


Man Biting Rate (MBR) adalah angka gigitan nyamuk per orang per
malam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang
tertangkap dalam satu malam (12 jam) dibagi dengan jumlah
penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam) penangkapan.

MBR=
∑ Nyamuk ( spesies tertentu ) yang tertangkap x 100 %
∑ Penangkapan x waktu penangkapan( jam)

e. Man Hour Density (MHD)


Man Hour Density (MHD) adalah angka nyamuk yang hinggap per
orang per jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu)
yang tertangkap dalam enam jam dibagi dengan jumlah penangkap
(kolektor) dikali dengan lama penangkapan (jam) dikali dengan
waktu penangkapan (menit).

MHD=
∑ Nyamuk ( spesies tertentu ) yang tertangkap x 100 %
∑ Penangkap x lama penangkapan ( jam ) x waktu penangkapan(menit)
Perhitungan hasil survei jentik (nyamuk pradewasa) meliputi:
a. House Index (HI)
House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh
rumah yang diperiksa.

HI =
∑ rumah positif jentik x 100 %
∑ rumah yang diperiksa

b. Container Index (CI)


Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva
dari seluruh kontainer yang diperiksa.

CI =
∑ kontainer positif jentik x 100 %
∑ kontainer yang diperiksa

c. Breteau Index (BI)


Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam
seratus rumah yang diperiksa.

BI=
∑ kontainer positifjentik
x 100 %
100 rumah yang diperiksa

d. Density Fugure (DF)


Density Fugure (DF) merupakan kepadata jentik Aedes aegypti
gabungan dari HI, CI, dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9
seperti tabel berikut ini (WHO, 1972).
Tabel Ukuran Kepadatan Jentik Nyamuk
Density Figure House Index Container Index Breteau Index
(DF) (HI) (CI) (BI)
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 >77 >41 >200
Keterangan:
DF = 1 (kepadatan rendah)
DF = 2-5 (kepadatan sedang)
DF = 6-9 (kepadatan tinggi)

Perhitungan hasil survei telur nyamuk (vektor demam berdarah):

Ovitrap Index=
∑ padel positif telur x 100 %
∑ padel yang diperiksa

2. Kecoa
Indeks populasi kecoa adalah angka rata-rata populasi kecoa, yang
dihitung berdasarkan jumlah kecoa tertangkap per perangkap per malam
menggunakan perangkap lem (sticky trap). Nilai baku mutunya adalah
<2.

Tabel Indeks Kepadatan Kecoa


Kategori Indeks Kepadatan Kecoa
Bersih 0-1
Rendah 2-3
Sedang 4-8
Tinggi 9-26
Sangat tinggi 27-50
Sangat tinggi sekali >50

3. Lalat
Indeks populasi lalat adalah angka rata-rata populasi lalat pada
suatu lokasi yang diukur dengan menggunakan flygrill. Dihitung dengan
cara melakukan pengamatan selama 30 detik dan pengulangan sebanyak
10 kali pada setiap titik pengamatan. Dari 10 kali pengamatan diambil 5
nilai tertinggi, lalu kelima nilai tersebut dirata-ratakan. Pengukuran
indeks populasi lalat dapat menggunakan lebih dari satu flygrill. Nilai
baku mutunya adalah <2.
Metode pengukuran kepadatan lalat yang populer dan sederhana
adalah dengan menggunakan alat flygrill. Cara kerjanya sebagai berikut:
a. Letakkan flygrill secara datar pada tempat dan jarak yang telah
ditentukan.
b. Biarkan beberapa saat (untuk penyesuaian bagi lalat).
c. Letakkan juga hygrometer berdekatan dengan flygrill.
d. Hitung jumlah lalat yang hinggap pada flygrill selam 30 detik,
sebanyak 10 kali pengukuran, kemudian dihitung jumlah lalat
dengan menggunakan counter.
e. Setelah 30 detik pertama, catat hasil dan jumlah lalat yang berhasil
dihitung pada kertas blanko yang telah disediakan. Lakukan hal
tersebut sebanyak 10 kali perhitungan (10 kali pengukuran) untuk 1
orang pengukur.
f. Ambil sebanyak 5 hasil perhitungan kepadatan lalat yang tertinggi,
kemudian dirata-ratakan.
g. Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per
block grill.
h. Untuk kelengkapan informasi, perlu juga diadakan pengukurn suhu,
kelembaban, dan keadaan cuaca secara umum.

Tabel Hasil Pengukuran Kepadatan Lalat


Lima
Lokasi/ Hasil Pengukuran nilai
Titik tertinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1

Standar Penilaian:
0-2 ekor : rendah (tidak jadi masalah)
3-5 ekor : sedang (perlu dilakukan pengamanan)
6-20 ekor :cukup (lakukan penanganan pada tempat
berkembang-biaknya, jika perlu lakukan
pengendalian)
≥20 ekor : sangat (lakukan pengendalian)

4. Tikus
Success trap adalah persentase tikus yang tertangkap oleh perangkap,
dihitung dengan cara jumlah tikus yang didapat dibagi dengan jumlah
perangkap dikalikan 100%. Keberhasilan penangkapan tikus dilihat dari
hasil success trap yang dilakukan di dalam dan di luar rumah yang
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
a. Success trap di dalam rumah

Successtrap=
∑ Tikus tertangkap dalam rumah x 100 %
∑ Perangkap

b. Success trap di luar rumah

Successtrap=
∑ Tikus tertangkap di luar rumah x 100 %
∑ Perangkap

Hasil success trap di suatu wilayah dikatakan memiliki kepadatan tinggi apabila:
a. Success trap di habitat rumah ≥7%
b. Success trap di habitat luar rumah ≥2%

Indeks pinjal khusus adalah jumlah pinjal Xenopsylla cheopis dibagi dengan
jumlah tikus yang tertangkap dan diperiksa. Adapun indeks pinjal umum
adalah jumlah pinjal umum (semua pinjal) dibagi dengan jumlah tikus yang
tertangkap dan diperiksa.
a. Indeks pinjal khusus

Indeks pinjal khusus=


∑ Xenopsylla cheopis yang didapat
∑ Tikus yang diperiksa
b. Indeks pinjal umum

Indeks pinjal umum=


∑ Seluruh pinjal yang didapat
∑ Tikus yang diperiksa

Kearifan lokal adalah teknologi lokal dalam pengendalian vektor yang telah
dibuktikan secara ilmiah memenuhi persyaratan keamanan dan efektivitas:

D. Pengumpulan Data Survei Vektor


1. Survei Vektor Penyakit Malaria dan Filariasis
a. Menentukan lokasi survei nyamuk
Tenaga entomologi provinsi akan menentukan kabupaten bermasalah
malaria/filaria berdasarkan data kasus yang ada di dinas kesehatan
kabupaten tersebut. Setelah tiba di kabupaten yang sudah ditentukan,
bersama dengan tenaga dinas kesehatan kabupaten kemudian
menentukan puskesmas bermasalah malaria/filaria berdasarkan data
kasus yang ada di kabupaten tersebut. Setelah tiba di puskesmas yang
telah ditentukan, bersama dengan tenaga kesehatan kabupaten dan
puskesmas kemudian akan menentukan desa bermasalah malaria/filaria
berdasarkan data kasus yang ada di puskesmas tersebut. Setelah tiba di
desa terpilih dengan kasus malaria/filaria kemudian: 1) menghubungi
pejabat di tempat/wilayah yang akan dilaksanakan penangkapan
nyamuk; 2) menentukan rumah (tempat) penangkapan nyamuk akan
dilaksanakan; dan 3) menentukan petugas yang akan menangkap
nyamuk.

b. Cara menangkap nyamuk menggunakan aspirator


1) Persiapkan cangkir kertas (paper cup) ditutup dengan kain kasa
yang sudah dilubangi.
2) Lubang ditutup dengan kapas.
3) Terangilah dengan senter tempat yang mungkin atau b, nyamuk
dimasukkaniasanya digunakan sebagai tempat
menggigit/peristirahatan/hinggap nyamuk misalnya di pohon perdu,
kayu-kayuan, dinding rumah, yang hinggap di tubuh/ badan
manusia.
4) Jika telah ditemukan nyamuk yang sedang hinggap, selanjutnya
arahkan mulut pipa penghisap (aspirator) dengan jarak 1 cm pada
nyamuk yang sedang hinggap.
5) Dengan menggunakan aspirator tersebut, tangkap nyamuk tersebut
dengan cara menghisapnya.
6) Setelah tertangkap, nyamuk dimasukkan ke dalam paper cup yang
sudah disediakan.
7) Tutup lubang pada kain kasa dengan menggunakan kapas.

c. Penangkapan nyamuk menggunakan tabung reaksi


1) Dekatkan dan arahkan mulut tabung reaksi ke arah depan nyamuk
yang sedang hinggap.
2) Mulut tabung reaksi ditempelkan ke arah nyamuk tadi, jika nyamuk
terbang akan masuk dan tertangkap ke dalam tabung reaksi.
3) Jika nyamuk masuk ke dalam tabung reaksi, segera tutup dengan
kapas sehingga nyamuk tidak keluar.
4) Pada penangkapan kedua, jika nyamuk telah tertangkap segera
masukkan kapas pada tabung tersebut sehingga nyamuk yang telah
tertangkap tidak keluar lagi.
5) Demikian seterusnya sampai selesai.

d. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang


Penangkapan nyamuk dengan umpan orang bertujuan mengetahui
kesukaan nyamuk mencari darah manusia di luar atau di dalam rumah,
mengetahui puncak kepadatan vektor pada malam hari, mengetahui
puncak kepadatan vektor pada setiap bulannya dalam hubungannya
dengan pemberantasan vektor.
1) Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di luar rumah
a) Penangkapan dilakukan pada malam hari
b) Penangkapan dilakukan oleh tiga orang penangkap nyamuk
(kolektor) atau lebih bergantung pada kebutuhan.
c) Masing-masing kolektor melakukan penangkapan di luar pada
rumah yang berbeda.
d) Kolektor duduk di tempat yang biasa penduduk duduk
berkumpul pada sore atau pun malam hari.
e) Pada waktu melakukan penangkapan, kolekor menggulung
celana panjangnya.
f) Setiap nyamuk yang hinggap kemudian akan ditangkap/diisap
menggunakan aspirator.
g) Penangkapan dilakukan selama 40 menit/jam.
h) Nyamuk yang tertangkap selama 40 menit dimasukkan ke
dalam paper cup yang telah ditutup dengan kain kasa, diberi
label, dan ditulis metode dan waktu penangkapan saat itu.
i) Nyamuk yang telah terkumpul, setiap jam diserahkan kepada
koordinator untuk diidentifikasi, dibedah ovarium dan kelenjar
ludahnya.
j) Setelah nyamuk hasil penangkapan jam pertama diserahkan,
untuk jam berikutnya dilakukan penangkapan kembali selama
40 menit di tempat semula. Demikian seterusnya tiap jam
hingga pukul 06.000 atau pukul 24.00 sesuai dengan kebutuhan.
2) Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah
a) Penangkapan dilakukan pada malam hari.
b) Penangkapan dilakukan oleh tiga orang kolektor atau lebih
tergantung pada kebutuhan.
c) Masing-masing kolektor melakukan penangkapan di dalam
rumah yang berbeda
d) Kolektor duduk di dalam rumah di tempat yang biasa tempat
berkumpulnya penduduk pada sore atau malam hari.
e) Penangkap duduk di tempat tersebut dengan menggulung celana
panjangnya.
f) Setiap umpan nyamuk yang hinggap menggigit, langsung diisap
dengan menggunakan aspirator.penangkapan dilakukan selama
40 menit/jam.
g) Penangkapan nyamuk dilakukan selama 40 menit
h) Perlakuan terhadap nyamuk yang tertangkap selama 40 menit
dimasukkan ke dalam paper cup yang telah ditutup dengan kain
kasa, diberi label, dan ditulis metode dan waktu penangkapan
saat itu.
i) Setelah nyamuk hasil penangkapan jam pertama diserahkan,
untuk jam berikutnya dilakukan penangkapan kembali selama
40 menit di tempat semula. Demikian seterusnya tiap jam
hingga pukul 06.000 atau pukul 24.00 sesuai dengan kebutuhan.
j) Nyamuk yang diserahkan kepada koordinator kemudaian
diidentifikasi untuk diketahui spesiesnya.
k) Setelah diketahui spesiesnya, nyamuk dari umpan orang di
dalam dan luar rumah yang diperkirakan dapat menularkan
penyakit malaria (Anopheles sp.) akan dibedah ovarium dan
kelenjar ludahnya. Pembedahan ovarium untuk mengetahui
nyamuk tersebut pernah bertelur (parous=P) atau belum pernah
bertelur (nulli parous=NP). Pembedahan kelenjar ludah
dilakukan untuk mengetahui apakah nyamuk tersebut
mengandung sporozoit di dalamnya. Penemuan sporozoit juga
dapat dilakukan dengan cara menggunakan ELISA test.
l) Nyamuk yang diperkirakan dapat merupakan vektor filaria
(Anopheles sp., Culex sp., Armigeres sp., Mansonia sp.), setelah
diidentifikasi kemudian dipisahkan kepala, dada, dan perut di
atas gelas preparat (object glass) yang sudah ditetesi garam
fisiologis (NaCl).
m) Bagian-bagian tersebut kemudian digerus untuk mengetahui
apakah di dalam tubuh nyamuk ditemukan cacing filaria dengan
tingkatan L1, L2, dan L3.
3) Penangkapan nyamuk di sekitar kandang.
Penangkapan nyamuk di sekitar kandang bertujuan mengetahui
fauna nyamuk yang berada di lokasi tersebut dan nyamuk yang
hinggap di sekitar kandang.
a) Penangkapan nyamuk di sekitar kandang dilakukan oleh tiga
orang kolektor yang sebelumnya menangkap nyamuk dengan
umpan orang di luar rumah 40 menit/jam.
b) Penangkapan nyamuk dilakukan selama 10 menit/jam.
c) Nyamuk yang telah ditangkap dimasukkan ke dalam paper cup
dan diberi label, ditulis metode, dan waktu penangkapan saat
itu.
d) Nyamuk yang telah terkumpul, setiap jam diserahkan pada
koordinator untuk diidentifikasi.
e) Setelah nyamuk hasil penangkapan jam pertama diserahkan,
maka pada jam berikutnya dilakukan penangkapan kembali
selama 10 menit di tempat yang sama. Demikian seterusnya tiap
jam hingga pukul 06.00 atau pukul 24.00 sesuai dengan
kebutuhan.
4) Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding di dalam rumah pada
malam hari
a) Tujuan untuk mengetahui apakah nyamuk hinggap di dinding
sebelum atau sesudah menghisap darah manusia, dalam
hubungannya dengan pemberantasan vektor.
b) Untuk mengetahui spesies nyamuk/vektor yang istirahat di
dinding (kontak dengan dinding).
c) Dengan ditemukannya spesies vektor pada dinding dapat
diketahui bahwa vektor dapat berhubungan dengan insektisida
yang digunakan dalam pemberantasan vektor.
d) Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding di dalam rumah
dilakukan oleh tiga orang kolektor yang sebelumnya
menangkap nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah 40
menit/jam.
e) Penangkapan dilakukan selama 10 menit/jam pada rumah yang
sama dengan penangkapan umpan orang di dalam rumah.
f) Hasil penangkapan dimasukkan ke dalam paper cup, kemudian
diberi label, ditulis metode, dan waktu penangkapan pada saat
itu.
g) Nyamuk yang telah terkumpul setiap jam diserahkan kepada
koordinator untuk diidentifikasi, dilihat kondisi perutnya,
apakah belum berisi darah (unfed =U), penuh darah (fed = F),
sebagian darah dan sebagian lagi telur (half gravid = HG), dan
penuh telur (gravid).
5) Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding di dalam rumah pada
siang hari
a) Untuk mengetahui apakah nyamuk/vektor beristirahat di dalam
rumah selama menunggu proses pematangan telurnya.
b) Penangkapan nyamuk dilakukan oleh enam orang kolektor atau
lebih sesuai kebutuhan.
c) Jika jumlah kolektor terdiri dari enam orang maka rumah yang
disurvei minimal 30 rumah/lokasi (lima rumah/orang)
d) Jumlah rumah yang disurvei minimal 20 rumah/lokasi.
e) Penangkapan nyamuk di dinding dalam rumah dilakukan di
seluruh ruangan yang diduga sebagai tempat hinggap Anopheles
sp.
f) Penangkapan dimulai pukul 06.00 hingga selesai (target
penangkapan adalah jumlah rumah yang mencakup seluruh
tempat sarang nyamuk di dalam rumah.
g) Nyamuk yang telah terkumpul diserahkan kepada koordinator
untuk diidentifikasi dan diperiksa kondisi perutnya apakah
unfed, fed, half gravid, atau gravid.
6) Penangkapan nyamuk nyamuk dewasa di alam terbuka/resting pagi
hari.
a) Bertujuan untuk mengetahui apakah nyamuk/vektor beristirahat
di luar rumah selama proses pematangan telurnya.
b) Penangkapan dilakukan oleh tim di tempat yang diperkirakan
sebagai tempat istirahat nyamuk dewasa (misalnya semak-semak,
batang pohon pisang, tumpukan kayu, dan lain-lain).
c) Penangkapan dilakukan dengan menggunakan aspirator, jaring
serangga, atau kelambu.
d) Hasil penangkapan dimasukkan ke dalam paper cup diberi label
tipe tempat nyamuk hinggap pada waktu penangkapan, misal di
semak-semak, tumpukan kayu, dan lain-lain.
h) Hasil penangkapan diserahkan kepada koordinator untuk
diidentifikasi dan diperiksa kondisi perutnya apakah unfed, fed,
half gravid, atau gravid.
7) Penangkapan nyamuk menggunakan light trap
a) Penangkapan dilakukan terutama untuk Culex sp.
b) Light trap digantungkan di tempat tertentu sepanjang malam.
c) pada light trap lampu kecil yang dinyalakan pada penangkapan
dilakukan dengan menggunakan batu baterai.
8) Penangkapan nyamuk dengan penyemprotan dalam rumah (space
spraying)
a) Di dalam rumah digelar kain putih seluas ruangan yang ada.
b) Pintu dan jendela ditutup.
c) Dilakukan penyemprotan (space spraying).
d) Nyamuk-nyamuk yang jatuh dikumpulkan, diserahkan kepada
koordinator untuk diidentifikasi.

e. Survei jentik vektor malaria dan filariasis


1) Cara survei jentik Anopheles sp.
a) Penangkapan dilakukan di tempat genangan air yang diduga
dapat digunakan sebagai tempat perindukan sebagai tempat
perindukan potensial bagi Anopheles sp.
b) Tempat perindukan tersebut adalah seperti:
(1) Daerah pantai: laguna, genangan air payau, genangan air di
batu karang.
(2) Daerah persawahan: di genangan air persawahan, pinggir
saluran irigasi.
(3) Daerah perbukitan: parit atau saluran air, kolam-kolam.
(4) Pegunungan: kobakan air di sungai pada saat musim
kemarau, genangan air di daerah hutan, saluran air yang
mengalir lambat.
(5) Jentik Anopheles mempunyai kedudukan sejajar dengan
permukaan air.
2) Cara survei jentik Culex sp
a) Penangkapan dilakukan di tempat genangan air yang diduga
dapat digunakan sebagai tempat perindukan potensial bagi
Culex sp. (seperti: laguna, genangan air payau, persawahan,
saluran irigasi, parit atau saluran air di permukiman, kolam,
kobakan air sungai, genangan air di hutan).
b) Jentik Culex sp. Biasanya dengan posisi membuat sudut di
permukaan air.
c) Hidup pada air kotor yang berpolutan.
d) Penangkapan jentik dengan menggunakan cidukan.
e) Jentik dimasukkan ke dalam botol kecil (vial bottle).
f) Pada botol diberi label tipe tempat perindukan, tanggal
penangkapan, dan lokasi penangkapan.
g) Ke dalam botol dimasukkan alkohol 70%, untuk mengawetkan
jentik sementara sebelum diidentifikasi atau diawetkan secara
permanen.
h) Pada formulir dicatat lokasi pengambilan, tanggal survei, tipe
tempat perindukan, kedalaman terhadap sinar matahari, fauna
dan flora yang ada.
i) Jentik dikumpulkan kepada koordinator untuk diidentifikasi.
3) Cara survei jentik Mansonia sp.
a) Penangkapan dilakukan di tempat genangan air yang diduga
dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan potensial
bagi Mansonia sp. (seperti: genangan air, kolam tempat
terdapatnya fauna seperti enceng gondok, dan lain-lain).
b) Jentik biasanya menempel pada akar tanaman air sehingga
untuk menangkapnya tanaman air tersebut harus diangkat.
c) Tanaman air dikocok-kocok ke dalam air, sehingga jentik-jentik
dapat terlepas.
d) Setelah lepas, kemudian dengan menggunakan pipet dimasukkan
ke dalam botol kecil.
e) Alkohol 70% dimasukkan ke dalam botol tersebut, untuk
mengawetkan jentik sementara sebelum diidentifikasi atau
diawetkan secara permanen.
f) Pada botol diberi label tipe tempat perindukan, tanggal
penangkapan, dan lokasi penangkapan.
g) Pada formulir dicatat lokasi pengambilan, tanggal survei, tipe
tempat perindukan, keteduhan terhadap sinar matahari, fauna dan
flora yang ada.
h) Jentik dikumpulkan kepada koordinator untuk diidentifikasi.
f. Indeks kepadatan vektor malaria/jam
Kepadatan vektor malaria dihitung dalam satuan jumlah nyamuk
menggigit tiap orang (MHD=man hour density). Nyamuk menggigit
orang saat istirahat atau di luar.

2. Survei Vektor Penyakit Demam Berdarah


Tujuan utama survei vektor demam berdarah adalah untuk mengetahui
cara pemberantasan yang tepat dan memantau sifat perilaku nyamuk.
survei entomologi vektor demam berdarah meliputi survei jentik dan
survei nyamuk dewasa.
a. Survei jentik
Survei entomologi nyamuk vektor demam berdarah dengaue (DBD)
bertujuan untuk mencari cara pemberantasan vektor DBD yang tepat,
sesuai penyakit yang ditularkan dan untuk menilai hasil pemberantasan
vektor yang dilakukan. Berdasarkan kegiatan pokok survei entomologi
DBD maka tujuan survei utama tersebut dapat dibagi lagi sebagai
berikut:
1) Untuk mengetahui penyebaran/stratifikasi penyakit.
2) Untuk mengetahui kaitan/hubungan nyamuk vektor dengan faktor-
faktor lain.
3) Untuk mencari cara pemberantasan nyamuk vektor yang cocok
dengan situasi-kondisi setempat berdasarkan pertimbangan
epidemiologis, ekologis, biologis, ekonomis, dan sosiologis. Survei
jentik vektor demam berdarah juga bertujuan untuk mengetahui
jenis larva/jentik, mengetahui tempat perindukan yang potensial,
mengukur container index (CI), menentukan metode
pemberantasan yang cocok, serta menilai hasil pemberantasan
jentik. Unit sampel adalah rumah dan halaman sekitarnya.
4) Penentuan HI, CI, BI, dan ABJ dengan rumus perhitungan sebagai
berikut:

HI =
∑ rumah positif jentik x 100 %
∑ rumah yang diperiksa
CI =
∑ kontainer positif jentik x 100 %
∑ kontainer yang diperiksa

BI=
∑ kontainer positifjentik
x 100 %
100 rumah yang diperiksa

ABJ=
∑ rumah bebas jentik x 100 %
∑ rumah yang diperiksa

5) Besaran indeks nyamuk mempunyai arti epidemiologi sebagai


berikut:

Tabel Arti Epidemiologi Indeks Nyamuk


(WHO, 1972)
Density Figure House Index Container Index Breteau Index
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 >77 >41 >200
Keterangan:
1. Pada kondisi DF (density figure) >5 besar sekali kemungkinan
penularan DHF dan demam kuning.
2. Nilai DF (density figure) ± 2,5 nilai biting rate
3. Biting rate 2 sebanding dengan kepadatan populasi 1000 ekor
nyamuk/hektar.

b. Survei telur
Survei telur menggunakan ovitrap yaitu berupa potongan bambu
atau kontainer lain yang mudah didapat setempat dan diberi air dan
diberi lubang ± 1 cm dari tepi atas untuk menggantungkan ovitrap pada
paku dan untuk mencegah air agar tidak meluap serta diberi padel yang
berupa potongan atau kain yang berwarna gelap untuk tempat
meletakkan telur bagi nyamuk.
Jumlah pemasangan ovitrap pada setiap rumah adalah 2 buah, 1
buah dipasang di dalam rumah, dan 1 buah dipasang di luar rumah.
Jumlah ovitrap yang dipasang minimal 160 rumah di 80 rumah.
Pengamatan ada atau tidaknya telur dilakukan seminggu sekali dengan
cara pemeriksaan adanya larva pada ovitrap. Pada waktu pemeriksaan
padel, air di dalam ovitrap dibuang dan diganti air baru, jika tidak maka
larna yang ada akan menetas menjadi nyamuk. Ovitrap index dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Ovitrap Index =
∑ padel positif telur x 100 %
∑ padel yang diperiksa

c. Survei nyamuk dewasa


Survei nyamuk dewasa bertujuan untuk mengetahui jenis Aedes,
kepadatan nyamuk Aedes, memperkirakan umur Aedes, memperkirakan
musim penularan, metode pemberantasan vektor, kerentanan terhadap
insektisida, serta menilai hasil pemberantasan vektor. Survei nyamuk
dewasa dilakukan pagi hari antara pukul 06.00-10.00. Biting atau
landing rate dan resting per rumah dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:

Biting ataulanding rate=


∑ Ae . aegypti betina tertangkap umpanorang
∑ penangkap x ∑ jam penangkapan

Resting per rumah=


∑ Ae . aegypti betina hinggap tertangkap
∑ rumah yang dilakukan penangkapan
d. Uji kerentanan nyamuk (susceptibility test)
Bertujuan untuk mengetahui status resistensi vektor terhadap insektisida
yang akan dan telah digunakan. Cara uji dengan menggunakan alat
yang ditetapkan WHO susceptibility test kit, dilengkapi dengan
impregnated paper dengan konsentrasi tertentu dan kontrol. Serangga
uji adalah nyamuk vektor, diperoleh dengan penangkapan nyamuk di
alam/hasil koloni. Untuk nyamuk lapangan, masukkan ke dalam tabung
yang dilapisi kertas HVS, 25 ekor/tabung. Adaptasikan nyamuk hasil
pengankpapan di lapangan/koloni, dimasukkan ke dalam tabung uji (4
tabung) dan pembanding (1 tabung). Tiap tabung diisi nyamuk 20-25
ekor. Dikontakkan selama 1 jam tabung uji (sebanyak 4 tabung) dan
pembanding. Nyamuk hasil uji dipelihara selama 24 jam. Hitung
kematiannya. Kriteria kematian <80% kebal, kematian 80-98% toleran,
dan kematian 99-100% masih peka.

e. Uji bio-assay (bioassay test)


1) Kontak langsung
Penentuan daya bunuh residu insektisida pad dinding/kelambu. Cara
kerja meliputi penangkapan nyamuk di alam/koloni dengan kondisi
abdomen unfed/fed. Tempatkan cones (kerucut plastik) 3 per
permukaan dinding (tembok kayu dan bambu/kelambu) untuk
perlakuan dan kontrol. Masukkan nyamuk ke dalam cone 10-15
ekor/cone. Biarkan nyamuk terpapar 30 menit, nyamuk hasil uji
dimasukkan kembali ke dalam gelas kertas, simpan/pelihara selama
24 jam di laboratorium. Jaga Rh dan temperatur. Hitung kematian
nyamuk setelah dipelihara 24 jam residu insektisida dikatakan efektif
jika kematian nyamuk >70%. Jika pada kontrol ada nyamuk mati
<5% hasil uji dapat digunakan, 5 hingg <20% dikoreksi dengan
rumus Abbot (WHO, 1975), > 20% maka uji harus diulang.
2) Kontak tidak langsung
Cara kerja meliputi pembuatan kurungan nyamuk ukuran 12 cm3,
kerangka dari kawat dan dinding dari kain kasa. Masukkan nyamuk
pada kurungan nyamuk 20-25 ekor/kurungan, gantungkan pada jarak
0,5 m pada tiap permukaan yang mengandung residu isektisida (di
sudut-sudut ruangan). Nyamuk dalam kurungan dipaparkan selama 4
jam. Nyamuk dalam kurungan yang sudah dipaparkan dipelihara
selama 24 jam di laboratorium. Jaga Rh, temperatur, dan hindarkan
dari semut. Hitung kematian nyamuk setelah dipelihara 24 jam.
Kriteria, residu efektif jika dapat membunuh nyamuk >70%. Jika
pada kontrol ada nyamuk yang mati <5%, hasil dapat digunakan, 5
sampai <20% dikoreksi dengan Rumus Abbot, >20% maka uji harus
diulang.
3) Uji bioassay untuk mengetahui efektivitas insektisida yang
diaplikasikan dengan fogging atau ULV.
Cara kerja diawali dengan membuat kurungan nyamuk ukuran 12
cm3, kerangka dari kawat dan dinding dari kain kasa. Kemudian
nyamuk dimasukkan ke dalam kurungan sebanyak nyamuk 20-25
ekor/kurungan, gantungkan di dalam dan di luar rumah (10 rumah)
pada ketinggian 1,5 m. Gantungkan juga nyamuk pada rumah
kontrol. Nyamuk dalam kurungan dipaparkan selama 1 jam, setelah
pelaksanaan fogging/ ULV amati nyamuk pingsan setiap 15 menit.
Nyamuk dalam kurungan yang sudah dipaparkan dipelihara selama
24 di laboratorium. Dijaga Rh, tmperatur, dan hindarkan dari semut.
Hitung kematian nyamuk setelah dipelihara 24 jam. Kriteria, efektif
jika dapat membunuh nyamuk 99-100%. Jika pada kontrol terdapat
kematian <5%, hasil uji dapat diguakan, kematian kontrol 5 sampai
<20%, dikoreksi dengan Rumus Abbot, dan kematian kontrol >20%
maka uji harus diulang. Perhitungan dengan Rumus Abbot adalah
sebagai berikut (WHO, 1975; WHO-VBC, 1981):
a−b
X= x 100 %
100−b
Keterangan:
X : Persentase nyamuk mati setelah dikoreksi
a : Persentase nyamuk mati pada perlakuan
b : Persentase nyamuk mati pada kontrol

3. Survei Kepadatan Lalat


Untuk mengukur kepadatan lalat, lebih tepat dilakukan terhadap
lalat dewasa daripada larva lalat. Pengukuran tingkat kepadatan lalat
menggunakan alat yang disebut fly grill (fly grill survey). Pengukuran
dengan alat ini didasarkan pada sifat lalat yaitu kecenderungannya untuk
hinggap pada tepi atau tempat yang bersudut tajam. Peralatan yang
digunakan pada kegiatan ini adalah fly grill, teller counter, stop watch,
serta kartu pencatatan. Fly grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang
lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 100 cm
sebanyak 16-24 buah. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk sejajar
dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan. Fly grill
diletakkan pada tempat yang telah ditentukan (pada lokasi yang akan
diukur). Jumlah lalat yang hinggap dihitung selama 30 detik pada setiap
lokasi yang akan diukur (sedikitnya dilakukan 10 kali perhitungan). Dari
10 kali perhitungan, diambil 5 perhitungan tertinggi dan dibuat rata-
ratanya serta dicatat di kartu pencatatan. Angka rata-rata ini merupakan
indeks kepadatan lalat dalam suatu lokasi tertentu.
Interpretasi data:
a. Pada tempat pengelolaan sampah
0 – 2 : rendah (tidak menjadi masalah)
3 – 5 : sedang (perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat
berkembang-
biaknya lalat)
6 – 20: padat (perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat berbiaknya
lalat dan
jika mungkin direncanakan upaya pengendaliannya)
>20 : sangat padat (perlu dilakukan pengamanan tempat berbiaknya
lalat dan
diadakan tindakan pengendalian)
b. Pada tempat kerja: indeks lalat maksimal 8 ekor/fly grill
c. Pada tempat penyajian makanan: tidak boleh ada 1 ekor lalat pun.

4. Survei Tikus
a. Penangkapan tikus
Ada berbagai cara untuk menangkap tikus, baik secara jebakan
hidup maupun mati, menembak, menjaring, memegang dengan tangan
dan menggunakan hewan piaraan (kucing). Kegiatan menangkap atau
mengendalikan sering mengalami kendala karena tikus merupakan
binatang yang mempunyai mobilitas dan daya jelajah yang relatif luas.
Untuk keperluan penelitian di bidang biologi, ekologi, dan
pemantauan penyakit bersumber tikus, binatang tersebut sebaiknya
ditangkap dengan menggunakan perangkap. Bermacam-macam
perangkap tikus telah tersedia, antara lain:
1) Live trap (perangkap hidup, tikus yang tertangkap dalam keadaan
hidup).
2) Break-back trap atau snap trap (perangkap mati, tikus yang
tertangkap akan cepat mati).
3) Sticky-board trap(perangkap berperekat, tikus yang tertangkap
berada dalam keadaan melekat pada dasar).
4) Gin trap (perangkap yang berupa jerat).
5) Pit fall trap (perangkap yang berupa lubang jebakan). Pit fall trap
merupakan bentuk awal perangkap yang biasa digunakan dalam
studi populasi tikus.
Di antara berbagai bentuk dasar perangkap tersebut, live trap
yang paling sering digunakan untuk keperluan penelitian di bidang
kesehatan. Penangkapan dilakukan dengan memasang perangkap pada
sore hari mulai pukul 15.00-16.00. Kemudian perangkap diambil esok
di dalam rumah, diperlukan minimal dua perangkap. Untuk
penangkapan di luar rumah, tiap area luasnya 10 cm 3 cukup dipasang 2
perangkap dengan mulut perangkap saling bertolak belakang atau satu
perangkap dengan kedua sisi terbuka sebagai mulut perangkap. Namun,
penangkapan tikus di luar rumah seperti kebun, sawah atau ladang
dapat digunakan linier trap barrier system (multi-trap).
Peletakan perangkap yang tepat juga penting untuk memperoleh
hasil maksimal. Pada dasarnya perangkap diletakkan di tempat yang
diperkirakan sering dikunjungi tikus, misalnya dengan melihat bekas
telapak kaki, kotoran, rambut yang rontok. Di lingkungan permukiman,
perangkap dapat diletakkan di gudang, dapur, atap rumah, dan
sebagainya. Untuk lebih memikat masuknya tikus ke dalam perangkap,
biasanya dipasang umpan seperti kelapa bakar, ikan asin, dan mentega
kacang. Jika umpan diperkirakan tidak menarik lagi, jenis umpan perlu
diganti. Dalam upaya penangkapan, rupanya perlu diingat bahwa tikus
dan mencit tergolong hewan yang berperilaku cerdik sehingga
perangkap dibiarkan di tempat minimal 2-3 hari, tetapi setiap hari
perangkap harus diperiksa. Seandainya yang tertangkap binatang lain
seperti cecurut, garangan, tupai, dan lain-lain, perangkap harus segera
dicuci bersih dan disikat. Kadangkala binatang nontarget tersebut juga
diperlukan, sebab ada kemungkinan binatang ini juga berperan sebagai
inang ektoparasit tertentu.
Selanjutnya perangkap yang telah berisi tikus diberi label yang
mencantumkan tanggal, bulan, tahun, tempat (atap, dapur, kebun, jenis
pohon, dan sebagainya) serta kode lokasi daerah penangkapan. Setiap
perangkat kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kantong kain yang
cukup kuat, agar ektoparasit yang lepas dari tubuh tidak banyak yang
hilang (tetap berada di dalam kantong). Kantong kemudian dibawa ke
laboratorium untuk diproses tikusnya.
Kegiatan penangkapan tikus dalam suatu penelitian biasanya
dilakukan selama lima hari berturut-turut. Jumlah perangkap yang
digunakan minimal 100-200 buah untuk setiap habitat tikus.

b. Uji ketepatgunaan perangkap


Setiap kali perangkap/ jerat yang berumpan atau pun tidak
berumpan dipasang, perlu untuk mengetahui apakah umpan yang
digunakan itu menarik, dan kapan perangkap/jerat ditemukan oleh tikus
pada jarak dekat. Jika tidak ada tangkapan yang didapat oleh jerat,
diperlukan untuk mengetahui apakah ketidakhadiran tangkapan
disebabkan kesalahan mekanis dari umpan pada saat tikus masuk
perangkap, atau disebabkan oleh tidak danya tikus yang melintas dalam
kawasan itu, atau apakah perangkap ditemukan tetapi tidak dimasuki,
karena umpannya tidak disukai. Jika pertanyaan itu dapat dijawab, akan
mungkin untuk memiliki gagasan mengenai penggantian umpan atau
pemindahan perangkap/jerat.
Untuk mengetahui ketepatgunaan perangkap/jerat dan umpan
dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: potong kertas kimograf
menjadi potongan kecil, asapi kertas kimograf sehingga kertas kimograf
dapat merekam jejak tikus saat diinjak tikus. Pasang kertas kimograf
pada kerangka kayu atau papan yang lebih lebar dari ukuran perangkap
yang diuji. Selanjutnya, letakkan papan yang ada kertas kimografnya di
bawah perangkap/jerat. Periksa kertas asap terhadap jejak tikus. Catat
jenis perangkap, umpan yang digunakan, dan jenis tikus yang ditangkap
pada kertas kimograf.

c. Interpretasi hasil
Tentukan persen pendekatan yang dihasilkan dalam
penangkapan. Sebagai contoh, jika 20 perangkap dipasang dan
seluruhnya memperlihatkan jejak tikus pada kertas, tetapi hanya
diperoleh lebih dari 10 tangkapan maka mengindikasikan bahwa umpan
dan perangkap yang dipasang telah sesuai. Namun, jika tidak ditemukan
jejak pada kertas yang dipasang maka mengindikasikan bahwa daerah
tersebut tidak dilewati oleh tikus. Jika terdapat jejak, tetapi perangkap
kosong mungkin disebabkan oleh kesalahan mekanis dari umpan atau
ketidaksesuaian umpan. Pada jumlah tangkapan sama dengan jumlah
jejak yang dibuat diperkirakan ukuran populasi berdasarkan tangkapan
akan kurang dari nilai sebenarnya. Teknik ini berguna dalam menilai
kesahihan perkiraan populasi yang dibuat berdasarkan jerat. Cara ini
memiliki nilai yang optimal hanya dalam situasi kering atau keadaan
dalam ruangan, karena hujan dan angin cenderung mengaburkan
pencatatan jejak pada kertas yang diasapi. Jika perangkap berada di luar
ruangan selama musim hujan, maka pelindung kertas perlu dipasang
agar kertas tidak basah.

d. Teknik pengawetan tikus


Spesimen yang ada di dalam kantong kemudian dibius dengan
kloroform. Apabila dibutuhkan ektoparasit agar tetap hidup, cara
mematikan tikus tidak diperkenankan menggunakan zat pembius, tetapi
dengan memegang kepala dan menarik ekor bersama dengan kakinya
sampai tikus menjadi lemas. Untuk mengambil ektoparasit, badan tikus
disisir (kepala, punggung, dan perut) berlawanan arah dengan arah
rambutnya. Kantong kain bekas tikus diperiksa secara seksama baik
dalam dan luar kantong. Selanjutnya tikus ditimbang, lalu diukur
panjang total (PT), panjang ekor (PE), panjang telapak kaki belakang
(K), panjang telinga (T). Semua data yang diperoleh dicatat dengan
teliti di tabel yang tersedia.
Selain data tersebut di atas, yang merupakan tanda-tanda khusus
spesimen, diperlukan pula awetan spesimennya, sebagai voucher
specimen. Spesimen awetan ini sangat penting untuk dibandingkan
dengan spesimen yang sudah teridentifikasi dengan bena sebagai
koleksi referensi yang tersimpan di museum. Ada dua cara pengawetan
koleksi tikus dan mencit, yaitu:

1) Pengawetan secara utuh


Pengawetan ini dilakukan dengan cara merendam
spesimen ke dalam campuran larutan formalin 10% atau
alkohol 70% sebanyak 1000 ml volume atau disesuaikan
dengan besar tikus. Hal yang penting diperhatikan adalah
seluruh badan tikus termasuk ekor benar-benar terendam
dalam larutan formalin atau alkohol. Sebelum dimasukkan ke
dalam campuran larutan tersebut, perut spesimen dibedah
agak lebar sehinnga larutan pengawet merasuk ke dalamnya.
Cara ini sering digunakan untuk penelitian anatomi binatang
atau identifikasi secara genetis di masa depan.

2) Pengawetan kulit
Yaitu awetan yang berupa kulit tikus. Cara pembuatan awetan
kulit diawali dengan badan tikus diletakkan di baki/meja dengan sisi
ventral menghadap ke atas, kulit di bagian perut diiris membujur
sepanjang 3-4 cm. Kemudian kulit dibuka dengan hati-hati sehingga
daging perut bagian dalam terlihat. Kulit yang menempel pada bagian
perut ditekan sedemikian rupa ke arah kiri atau kanan bergantian
sehingga daging paha kaki belakang dapat diangkat keluar. Kaki
belakang kiri dan kanan dikeluarkan bergantian dan tulang sebatas lutut
dipotong dengan gunting. Daging yang melekat pada potongan kaki
dibersihkan. Selanjutnya kulit dilepaskan dengan hati-hati ke arah ekor.
Untuk mengurangi licinnya kulit bagian dalam, digunakan serbuk
gergaji.
Ekor dicabut keluar secara hati-hati. Setelah ekor keluar
pelepasan kulit dilanjutkan ke arah kepala. Setelah sampai pada bagian
kaki depan, tulang kaki depan dipotong hingga ke pangkal pergelangan
kaki depan. Kemudian dilanjutkan pelepasan kulit ke arah kepala
dengan hati-hati, pada saat sampai di telinga, pangkal telinga kanan dan
kiri dipotong dengan pisau yang tajam (skapel) demikian pula pada
bagian mata. Selanjutnya kulit ditarik ke depan secara perlahan-lahan
sampai ujung hidung, pelepasan kepala dilakukan dengan
menggunakan skapel atau gunting kecil. Kulit dibersihkan dari semua
daging yang menempel, kemudian kulit bagian dalam dilumuri serbuk
boraks untuk pengawetan.
Mempersiapkan kapas yang sesuai dengan ukuran badan tikus,
yaitu lembaran kapas yang diperikrakan sesuai dengan ukuran tikus
dipotong digulung sehingga membentuk padat lonjong sesuai dengan
besar badan tikus.
Mempersiapkan kawat kecil dengan ukuran panjang ekor tikus,
tetapi panjang kawat sebaiknya 3-4 cm lebih panjang dari ekor tikus.
Kawat dilapisi seluruhnya dengan kapas dengan cara dipilin sedikit
demi sedikit, dibentuk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran
dan volume ekor. Kawat dimasukkan ke dalam ekor sehingga ekor
menjadi padat. Kapas yang dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan
kepala dan badan tersebut, dimasukkan secara hati-hati ke dalam kulit
tikus lewat mulut dengan menggunakan pinset. Usahakan badan terisi
penuh dengan kapas. Mulut dijahit dari sebelah dalam dengan
menghubungkan ketiga potongan bibir dengan benang dan diikat.
Tulang kaki depan dan kaki belakang dibalut/ diisi kapas dan
dikembalikan seperti semula. Setelah badan tikus terbentuk, bagian
perut yang diiris dijahit kembali secara zigzag. Tikus yang sudah berisi
kapas diletakkan pada papan triplek dengan sisi ventral menghadap ke
bawah dan kedua pasang kaki diatur sedemikian rupa sehingga kaki
depan lurus ke depan dan kaki belakang lurus ke belakang sejajar
dengan badan. Ujung-ujung kaki dipaku sedangkan ujung ekor dijepit
dengan dua paku di kanan kirinya. Spesimen dikeringkan. Awetan
tikus diletakkan di papan dengan posisi lurus. Kepala yang masih
menyatu dengan badan tikus dipotong dengan menggunakan gunting
dan direbus. Setelah dagingnya lunak dibersihkan dan disimpan di
dalam tabung plastik setelah diberi label berisi nomor, lokasi, tanggal,
dan nama kolektor. Tengkorak tikus yang diberi label “awetan tikus”
telah terbentuk sempurna, sebelum disimpan di dalam kantong plastik
diberi label yang lengkap.

e. Teknik pengambilan darah tikus


Tikus dalam kantong kain dipingsankan dengan dibius
kloroform. Cara ini dapat diganti dengan melemaskan tikus. Kapas
beralkohol 70% dioleskan di bagian dada, selanjutnya jarum suntik
ditusukkan di bawah tulang pedang-pedangan (tulang rusuk) sampai
masuk lebih kurang 50-75% panjang jarum. Posisi jarum membentuk
sudut 45o terhadap badan tikus yang dipegang tegak lurus. Setelah
posisi jarum tepat mengenai jantung, secara hati-hati darah diisap,
usahakan alat suntik terisi penuh. Pengambilan darah dari jantung tikus
dapat diulang maksimal 2 kali, karena apabila lebih dari 2 kali biasanya
darah mengalami hemolisis.
Penanganan darah tikus untuk pemeriksaan bakteriologi atau
serologi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu filter strip dan
pengambilan serum darah. Penggunaan filter strip diawali dengan
darah dalam alat suntik pada filter strip (kertas Nobuto) sebanyak
lebih kurang 3 tetes atau dimasukkan ke dalam tabung hampa udara
yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel tikus. Filter strip
yang telah ditetesi darang dikeringkan pada suhu kamar dan diletakkan
pada rak khusus. Untuk mencegah kerusakan, kertas ini dihindarkan
dari sinar matahari secara langsung atau panas api. Filter stripyang
telah kering ditempelkan sedemikian rupa pada karton 5 x 10 cm,
dimasukkan ke dalam amplop dan disimpan di dalam almari es
sebelum pemeriksaan serologi. Pengambilan serum darah, yaitu darah
dalam jarum suntik dimasukkan dalam tabung atau tabung hampa
udara, didiamkan terlebih dahulu selama 2-3 jam, atau disentrifus
denga kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
Cara lain adalah jarum suntik berisi darah diletakkan secara
terbalik dan didiamkan selama 5 jam maka serum akan terpisah dengan
sel darah. Serum yang terpisah dari sel darah diisap dengan pipet yang
telah disucihamakan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung serum
yang telah berlabel, disimpan di dalam termos es atau almari es
(freezer) sebelum pemeriksaan selanjutnya (serologi).

f. Teknik pengambilan ektoparasit


Tikus atau mencit yang telah lemas atau diambil darahnya,
disikat atau disisir di atas nampan putih. Ektoparasit yang terkumpul di
nampan diseleksi jenisnya, dhitung dan dicatat di tabel yang tersedia.
Jika ektoparasit yang akan diisolasi adalah ricketsia/virus, maka
ektoparasit dibiarkan hidup terisolasi dan apabila tidak akan
mengisolasi ricketsia/virus, maka ektoparasit dimasukkan ke dalam
botol kecil berisi alkohol 70% dan ditutup rapat. Selanjutnya jika akan
diidentifikasi, maka ektoparasit dimasukkan ke dalam larutan
pembersih kloral fenol (clearing solution). Setelah itu dengan medium
tertentu preparat di-mounting.

g. Teknik pengambilan endoparasit


Spesimen tikus yang sudah dikuliti dan dibedah, kemudian
organ dalamnya dipisah dalam cawan petri. Di bawah mikroskop,
organ di cawan diamati endoparasitnya. Endoparasit yang kemudian
dimasukkan botol dan direndam dengan larutan pengawet. Misalnya,
untuk nematoda digunakan gliserin-alkohol 10%, sedangkan untuk
cacing lainnya dapat dengan formalin 10%.

h. Teknik penempatan, penyusunan, perawatan koleksi tikus


Spesimen-spesimen awetan dalam suatu koleksi tikus secara
sistematik harus disusun dan dilindungi dari hama, cahaya, dan
kelembaban. Susunan yang umum dari suatu koleksi akan bergantung
terutama pada ukuran, maksud dan tujuannya, serta cara yang dipakai
dalam mengawetkan spesimen tikus dan mencit tersebut, misalnya
awetan basah dan awetan kering. Pada koleksi tikus, mencit dan
ektoparasitnya untuk tujuan pendidikan, pelatihan, dan koleksi
referensi di bidang kesehatan, pada umumnya dalam bentuk awetan
kering. Awetan kering tersebut dapat bertahan lama (lebih dari 10
tahun), mudah perawatannya, tidak membutuhkan tempat yang banyak,
mudah dibungkus saat pengiriman dan bentuk relatif masih seperti
aslinya, tapi seringkali berubah warna karena jamur sehingga untuk
menghindari hal tersebut perlu ditempatkan dalam kotak yang tertutup
rapat dan diberi kamper secukupnya.
Awetan tikus dan mencit biasanya disimpan bersama
tengkoraknya yang berada dalam botol kecil di almari, rak, kotak atau
dipajang di kotak kaca. Ukuran almari rak yang umum digunakan
adalah 50 x 50 x 120 cm dengan rak berukuran 45 x 45 x 10 cm atau
tempat penyimpanan dapat menyesuaikan keinginan kolektor.
Kebanyakan lembaga yang besar dan banyak kolektor menempatkan
koleksi dalam laci-laci museum yang seragam dan tertutup rapat.
Awetan tikus perlu diperiksa dan diganti atau ditambah kamper
yang ada di dalam kotak atau almari penyimpanan minimal 2 bulan
sekali. Untuk awetan tikus yang terkena jamur maka perlu disikat
secara hati-hati untuk menghilangkan jamur tersebut dan apabila
kelembaban ruangan penyimpanan relatif tinggi, di dalam kotak-kotak
awetan perlu dilengkapi dengan desiccant (bahan pengering) atau
silica gel.sebaiknya kotak penyimpan awetan tikus terhindar dari air.
Hama yang sering merusak awetan tikus dan mencit adalah
semut. Serangga ini merusak telinga awetan tikus dan mencit. Kucing
atau anjing kadang-kadang merusak keseluruhan awetan saat awetan
dijemur atau disimpan di tempat yang tidak terlindung. Penyimpanan
awetan tikus dengan tujuan untuk dipamerkan, maka wetan tikus atau
mencit tersebut dapat disimpan dlam kotak tertutup kaca atau dalam
kabinet berpintu kaca.

i. Pengemasan dan pengiriman awetan tikus


Awetan kulit tikus merupakan bahan yang tidak mudah rusak, tetapi
untuk menjaga keutuhannya dalam suatu pengiriman maka kemasan
awetan tersebut tetap perlu diperhatikan. Awetan yang akan dikirim
sebaiknya dibungkus dalam plastik berisi kamper yang tertutup rapat,
semua keterangan tentang tikus dan mencit, seperti tengkorak, label
dan lain-lain harus berada di dalam plastik tersebut. Untuk menghindari
benturan yang menyebabkan bentuknya berubah, plastik berisi tikus
tersebut daimasukkan dalam kotak kemasan yang terbuat dari kotak
kardus, plastik, atau papan kayu yang tertutup rapat.

j. Teknik pengamatan kepadatan tikus


Tikus merupakan binatang pengganggu dan sering merupakan
vertebrata utama sebagai reservoir beberapa penyakit, bahkan hampir
semua kasus pes pada manusia berhubungan dengan epizootik tikus.
Program survelans yang bersifat penelusuran, melakukan kegiatan
pemantauan penyakit bersumber tikus seperti pes pada populasi tikus
rentan, merupakan suatu kegiatan bagi petugas kesehatan di suatu
daerah endemis penyakit tersebut. Surveilans akan memberikan
gambaran tentang peningkatan risiko penularan penyakit bersumber
tikus pada manusia sehingga perlu mengambil tindakan cepat dan tepat
dengan melaksanakan program pencegahan dan pengendalian sebelum
terjadi wabah.
Identifikasi penyakit bersumber tikus pada populasi tikus dan
mencit di suatu tempat juga berperan sebagai peringatan untuk siap
mengobati kasus manusia yang mungkin terjadi. Berdasarkan uraian
tersebut maka memperlajari tikus dan mencit merupakan hal yang
penting untuk menentukan jenis tikus dan ektoparasit yang berpotensi
menyebarkan penyakit di sekitar rumah, mengetahui dinamika
kepadatan jenis tikus, serta ektoparasitnya, struktur umur populasi
tikus, habitat kesukaan tikus dan data distribusi setempat. Dari data
tersebut maka diperoleh secara memadai data dasar ekologi yang
penting dalam menentukan tindaka pengendalian tikus dan mencit di
daerah tersebut. Pendugaan kepadatan absolut populasi tikus dan
mencit dapat menggunakan teknik tangkap-tanda-tangkap (T3), tetapi
kurang efisien untuk pengetahuan yang bersifat praktis dan dalam
jangka pendek atau hanya untuk lingkungan keluarga.
Cara yang mudah untuk mengetahui kepadatan populasi tikus di
lingkungan rumah adalah dengan menduga kepadatan relatif sebagai
persentase keberhasilan penangkapan, yaitu menentukan jumlah tikus
tertangkap dibagi dengan jumlah periode penangkapan dibagi dengan
jumlah perangkap yang digunakan dikalikan 100. Namun, untuk
kebutuhan ilmiah di bidang biologi, pertanian, dan kesehatan terutama
pada program surveilans untuk pengendalian penyakit bersumber tikus
dalam daerah yang luas dan waktu yang lama maka, penelitian
tangkap-tanda-tangkap (mark and release studies) merupakan metode
yang sebaiknya digunakan. Ada beberapa model tangkap-tanda-
tangkap (T3) untuk mengetahui kepadatan tikus yaitu Metode T3
Petersen, Metode T3 Schanabel, Metode T3Jolly-Seber, Metode T3
Eberhardt, dan lain-lain. Dasar pemikiran dari metode T3 adalah
individu tikus yang tertangkap adalah sebagai anggota sampel dari
suatu populasi, kemudian ditandai lalu dilepaskan, maka populasi tikus
dalam suatu habitat yang diteliti akan terdiri atas dua kategori individu
yaitu yang bertanda pengenal dan yang tidak. Secara rinci metode ini
dibahas di buku ekologi kuantitatif. Untuk melengkapi data kepadatan
tikus di suatu habitat seorang peneliti tikus juga perlu mengetahui
tentang perhitungan parameter reproduksi tikus dan mencit, serta
definisinya. Definisi dan penghitungan parameter reproduksi meliputi:
1) Rasio jenis kelamin (sex ratio) yaitu jumlah kelamin jantan per
betina atau jumlah tikus jantan dibagi dengan tikus betina.
2) Kombinasi rasio jenis kelamin (combined sex ratio) yaitu, rasio
jenis kelamin ditambah 1.
3) Jumlah embrio (embryo number) yaitu rata-rata embrio per anak
tikus atau jumlah embrio dibagi dengan jumlah betina bunting atau
jumlah anak tikus yang dihasilkan oleh betina yang bunting.
4) Angka kebuntingan (rate of pregnancy) yaitu proporsi betina hamil
terhadap jumlah betina yang terdapat dalam populasi.
5) Angka kebuntingan kasar (crude pregnancy rate) yaitu jumlah
betina bunting dibagi dengan seluruh jumlah betina yang
tertangkap.
6) Angka penyesuaian kebuntingan (adjusted pregnancy rate) yaitu
jumlah betina bunting dibagi dengan jumlah betina dewasa.
7) Angka koreksi kebuntingan (corrected pregnancy rate). Oleh
karena pada tikus Gensu Rattus, penanaman embrio baru tidak
terjadi sampai pada hari ke-6 atau ke-7 kebuntingan (jadi,
kebuntingan tidak tampak pada pengamatan sampai saat ini),
sesungguhnya jumlah atau kehamilan tidak dapat diperkirakan.
Agar dapat memperhitungkan kebuntingan yang terlihat pada R.
Exulans, pengamatan angka kebuntingan digandakan dengan
faktor koreksi 1,3. Faktor ini adalah diperoleh dari pembagian 23
hari (rata-rata panjang periode kebuntingan), dengan 17 hari (rata-
rata panjang kenampakan kebuntingan).
8) Angka embrio (embrio rate) yaitu rata-rata jumlah embrio yang
dihasilkan oleh 100 betina.
9) Angka embrio kasar (crude embryo rate) yaitu per 100 betina lebih
besar daripada umur menyusui (jumlah embrio dikalikan dengan
angka kebuntingan kasar).
10) Angka penyesuaian embrio (adjusted embryo rate) yaitu per 100
betina dewasa secara seksual (jumlah embrio dikalikan dengan
angka penyesuaian kebuntingan).
11) Angka reproduksi (rate of reproduction) yaitu rata-rata jumlah
embrio yang dikalikan oleh 100 tikus (baik jantan maupun betina)
pada suatu populasi.
12) Angka reproduksi kasar (crude rate of reproduction) yaitu per 100
tikus dewasa secara seksual lebih besar daripada tikus yang sedang
menyusui (angka penyesuaian embrio dibagi denga angka
kombinasi rasio jenis kelamin).
13) Angka penyesuaina reproduksi (adjusted rate of reproduction)
yaitu per 100 ekor tikus dewasa seksual (angka penyesuaian
embrio dibagi dengan angka kombinasi rasio jenis kelamin).
14) Insidensi kebuntingan (incidence of pregnancy), merupakan
perkiraan jumlah anak, contoh pada kebuntingan per betina parous
setiap tahun (angka kebuntingan, dinyatakan dalam desimal,
dikalikan dengan julah anak yang berpotensi dapat dihasilkan
dalam satu tahunnya). Jumlah anak yang berpotensi untuk R.
exulans diperoleh dengan pembagian lama hari dalam satu tahun
(365 hari) dengan lama kebuntingan (23 hari) hasilnya adalah 16.
15) Insidensi kebuntingan kasar (crude incidence of pregnancy)yaitu
per betina lebih besar daripada umur yang menyusui (angka
kebuntingan kasar dikalikan 16).
16) Angka penyesuaian insidensi kebuntingan (adjusted incidence of
pregnancy)yaitu per betina dewasa secara seksual (angka
penyesuaian kebuntingan dikalikan dengan 16).
17) Produksi tahunan (annual production) yaitu perkiraan rata-rata
jumlah tikus muda yang dihasilkan per betina parous setiap tahun
(jumlah embrio, dikalikan dengan insidensi kebuntingan).
18) Angka produksi tahunan kasar (crude annual production) yaitu per
betina parous lebih besar daripada umur menyusui (jumlah embrio
dikalikakn dengan angka insidensi kebuntingan kasar).
19) Angka penyesuaian produksi (adjusted annual production) yaitu
per betina dewasa parous (jumlah embrio dikalikan dengan angka
penyesuaian insidensi kebuntingan). Parameter tersebut untuk
menduga perkembangan tikus tahunan. Pengetahuan tersebut
berperan penting dalam meramalkan atau mendeteksi puncak
kepadatan tikus dalam satu tahun sehingga dapat menentukan
waktu pengendalian tikus secara tepat dan tindakan pencegahan
penyakit bersumber tikus dapat dilakukan secara dini.
Salah satu ciri terpenting dari Ordo Rodentia (hewan pengerat)
adalah kemampuannya untuk mengerat benda-benda keras. Maksud
mengerat untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya terus menerus.
Pertumbuhan gigi seri yang terus-menerus disebabkan oleh tidak
adanya penyempitan pada bagian pangkalnya sehinga terdapat celah
yang disebut diastema. Diastema berfungsi untuk membuang kotoran
yang ikut terbawa dengan pakannya masuk ke dalam mulut. Rodentia
tidak mempunyai gigi taring sehingga ada celah antara geraham dan
gigi seri (diastema).
Kerabat dekat tikus adalah bajing, landak marmut, kelinci, serta
tikus putih dan mencit putih (telah kehilangan pigmen-albino). Cecurut
dan tupai bukan kerabat tikus tetapi mirip tikus. Penyakit yang
ditularkan melalui tikus adalah pes (plague), samlonellosis,
leptospirosis, murine thypus, rickettsial pox, lassa, rodent-borne
haemorrhagic fever, limfositik koriomeningitis, rabies rat-bite fever,
dan richinosis.
Dalam pengendaliant tikus dibutuhkan pengetahuan dasar intuk
pengendalian tikus dan metode pengendalian. Pengetahuan dasar untuk
pengendalian tikus meliputi identifikasi, biologi, dan perilaku tikus,
tanda keberadaan tikus, rodentisida, resistensi tikus terhadap
rodentisida, serta bahaya rodentisida bagi manusia. Metode
pengendalian tikus meliputi sanitasi, kultur teknis, fisik mekanis,
biologis atau hayati, serta kimiawi.

k. Tanda keberadaan tikus


Pemeriksaan dilakukan secara visual yaitu dengan melihat adanya
tanda-tanda keberadaan tikus sebagai berikut:
1) Kotoran tikus (dropping)
Ratus-ratus diardii tersebar halus dan berbentuk kumparan
(spindle shape), Ratus novergicus terkumpul besar-besar
berbentuk sosis.
2) Jalan tikus (runways)
Tikus suka mempergunakan jalan yang sama untuk keluar dari
sarangnya untuk mencari makan dan sebagainya. Oleh karena
badan tikus berbulu kotor dan berlemak, maka akan terdapat bulu
dan kotoran yang menempel pada jalan tikus.
3) Bekas tapak kaki (track)
Bekas tapak kaki tikus dapat dilihat jelas pada tempat-tempat yang
berdebu atau lembek.
4) Bekas gigitan (gnawing)
Tikus menggigit untuk tiga keperluan yakni untuk membuat
jalan (lubang) menembus tempat makanan, untuk
mengunyah atau makan, dan sebagai binatang pengerat
tikus harus selalu menggigit agar gigi serinya tetap pendek.
5) Tikus hidup dan mati
Terlihatnya 1 ekor tikus pada waktu pemeriksaan, maka
diperkirakan ada 20 ekor tikus yang ada di tempat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai