Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2020

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Oleh:

Intan Dessy Tirta Moh. Henik

111 2018 2044

Pembimbing:

dr. Esa Lestari, Sp.OG., M.KeS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Intan Dessy Tirta Moh. Henik

Stambuk : 111 2018 2044

Judul Kasus : Perdarahan Uterus Abnormal

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, di RSUD ANDI

MAKKASSAU

Makassar, April 2020

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Esa Lestari, Sp.OG., M.Kes


BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai

dengan adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau

panjang siklus, durasi maupun jumlah perdarahan. Hal ini sering dijumpai pada

wanita pada usia reproduksi.1

Berdasarkan data yang didapatkan di beberapa negara industri,

sebanyak 25% penduduk perempuan pernah mengalami menoragia, 21%

mengeluh siklus menstruasi yang memendek, 17% mengalami perdarahan

intermenstrual, dan 6% mengalami perdarahan pascacoitus.2

Penyebab dari perdarahan uterus abnormal beraneka ragam.

Untuk mendiagnosis perdarahan uterus abnormal diperlukan anamnesis yang

mencakup pengenalan akan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang yang sesuai. Tatalaksananya pun juga beragam sesuai

dengan penyebab dan patofisiologi yang mendasarinya. Oleh karena itu,

penulis merasa perlu untuk membahas mengenai perdarahan uterus abnormal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai dengan

adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau

panjang siklus, durasimaupun jumlah perdarahan.1 Siklus menstruasi yang normal

biasanya memiliki interval atau panjang selama 28± 7 hari, durasi selama 4±3

hari, dan jumlah perdarahan sebanyak 30 – 80 ml.3

Terdapat beberapa terminologi yang menunjukkan adanya perubahan

tersebut seperti menoragia yaitu durasi menstruasi yang lebih lama dari tujuh hari

atau jumlah perdarahanlebih dari 80 ml, metroragia yaitu perdarahan

intermenstrual, menometroragia yaitugabungan antara menoragia dan

metroragia, hipomenore yaitu perdarahan dengan durasiyang lebih pendek

atau jumlah perdarahan yang lebih sedikit dari menstruasi normal,

oligomenore yaitu siklus menstruasi dengan interval lebih lama dari 35 hari.4

Perdarahan uterus abnormal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu

perdarahan anovulasi dan ovulasi. Perdarahan anovulasi mempunyai

karakteristik perdarahan yangiregular dengan jumlah perdarahan yang

bervariasi dari sedikit hingga banyak. Yangtermasuk dalam perdarahan

anovulasi diantaranya amenorea (tidak terjadinya menstruasiselama lebih dari tiga

bulan), oligomenore, metroragia, dan perdarahan uterus disfungsi(perdarahan

uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya keadaan patologi pada panggul).
Perdarahan ovulasi mempunyai karakteristik perdarahan yang regular tetapi

dengan durasiyang lebih lama dan jumlah perdarahan yang lebih banyak. Yang

termasuk perdarahan ovulasi yaitu menoragi.5

Menstrual Disorders Working Group of the International Federation of

Gynecology and Obstetrics membagi parameter klinis menstruasi pada usia

reproduksi berdasarkan dari frekuensi menstruasi, keteraturan siklus dalam 12

bulan, durasi menstruasi, dan volume darah menstruasi. Berikut parameter klinis

menstruasi:6

Tabel 1. Parameter klinis menstruasi6

Parameter Menstruasi Definisi Klinis Batasan (persentil ke-5-95)


Frekuensi menstruasi (hari) Sering < 24
Normal 24 – 38
Jarang > 38
Keteraturan siklus dalam 12 bulan (hari) Absen Tidak ada perdarahan
Reguler 2 – 20
Ireguler > 20
Durasi (hari) Memanjang > 8
Normal 4,5 – 8
Memendek < 4,5
Volume darah (ml) Banyak > 80
Normal 5 – 80
Sedikit < 5

Klasifikasi perdarahan uterus abnormal berdasarkan jenis perdarahan:7

 Perdarahan uterus abnormal akut

Perdarahan yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera

untuk mencegah kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi

pada kondisi perdarahan uterus abnormal kronik atau tanpa riwayat sebelumnya

 Perdarahan uterus abnormal kronik


Perdarahan yang telah terjadi lebih dari tiga bulan. Kondisi ini biasanya

tidak memerlukan penanganan yang segera seperti perdarahan uterus abnormal

akut.

 Perdarahan Tengah (intermenstrual bleeding)

Perdarahan yang terjadi diantara dua siklus menstruasi yang

teratur. Pendarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang

sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi

metroragia.

Dalam buku At a Glance obstetri & Ginekologi (2007) definisi perdarahan per

vaginam abnormal antara lain:

1. Menoragia yaitu perdaraha uterus memanjang (> 7 hari) dan atau berat (> 80

ml) yang terjadi dengan interval teratur.

2. Metroragia yaitu perdarahan dengan jumlah bervariasi diantara periode

menstruasi dengan interval yang tidak teratur tapi sering terjadi.

3. Polimenorea yaitu interval yang terlalu pendek (< 21 hari) antara menstruasi-

menstruasi teratur.

4. Oligomenorea yaitu interval yang terlalu panjang (>35 hari) antara menstruasi-

menstruasi teratur.

2. 2 Epidemiologi

Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering dijumpai

pada wanita pada usia reproduksi.1 Menurut penelitian Lee et al., keluhan ini

banyak terjadi pada masa awal terjadinya menstruasi. Sebanyak 75% wanita
pada tahap remaja akhir memiliki gangguan yang terkait dengan menstruasi.

Penelitian yang dilakukan Bieniasz J et al. pada remaja wanita menunjukan

prevalensi amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%,

oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak

15,8%.8

Berdasarkan data yang didapatkan di beberapa negara industri, sebanyak

seperempat penduduk perempuan pernah mengalami menoragia, 21% mengeluh

siklus menstruasi yang memendek, 17% mengalami perdarahan

intermenstrual, dan 6% mengalami perdarahan pascakoitus.2

2. 3 Etiologi

Penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal akut maupun kronis

merupakan multifaktorial. Menstrual Disorders Working Group of the

International Federation of Gynecology and Obstetrics menyatakan sistem

klasifikasi dan terminologi standarisasi untuk etiologi pada gejala perdarahan

uterus abnormal. Etiologi diklasifikasikan berdasarkan penyebab yang

berkaitan dengan abnormalitas struktur uterus dan tidak berkaitan dengan

abnormalitas struktur yang dinyatakan dalam akronim PALM-COEIN : Polyp,

Adenomyosis, Leiomyoma, Malignancy, dan hyperplasia, Coagulatopathy,

Ovulatory dysfunction, Endometrial, Iatrogenic, dan tidak terklasifikasikan.9

Gambar 1: Klasifikasi PU berdasarkan penyebab (FIGO)


Kategorisasi diperlukan untuk menentukan penyebab yang mendasarinya

dan membantu terapi langsung. Secara historis, istilah-istilah seperti menoragia (>

80 mL kehilangan darah per menstruasi) dan metrorrhagia (perdarahan di antara 2

periode menstruasi). Namun, istilah ini telah digantikan oleh perdarahan

menstruasi yang berat (HMB) dan pendarahan intermenstrual (IMB), yang dapat

diklasifikasikan lebih lanjut dengan menggunakan mnemonik PALM-COIEN

sistem.

Oligomenore dan polimenore juga telah dibuang untuk lebih banyak istilah

deskriptif (mis., AUB-HMB / IMB dengan perdarahan setiap 2 minggu, AUB

tanpa perdarahan selama 6) bulan diikuti 29 hari perdarahan).

Tabel 2. Kategori perdarahan uterus abnormal dan system Mnemonic PALM-

COEIN. 15
Penyebab struktural (PALM mnemonik):

Polip: Pertumbuhan berlebih dari endometrium ke dalam rongga rahim. Biasanya

jinak, tetapi hingga 5% dari polip di wanita pascamenopause dapat mengandung

sel-sel ganas. Dapat dilihat dan berpotensi dihapus menggunakan histeroskopi.

Adenomyosis: Pertumbuhan kelenjar endometrium ke dalam lapisan otot rahim

(miometrium). Dapat menyebabkan periode menyakitkan dan membuat uterus

membesar dan membesar.

Leiomioma: Tumor otot polos jinak, terdapat pada 70% wanita. Disebut juga

sebagai fibroid. Terutama terlihat pada tahun-tahun reproduksi dan dianggap

didorong oleh hormon, meskipun mereka penyebab pastinya tidak diketahui.

Kisaran ukuran dari 0,5 cm hingga masif (mengisi seluruh perut); gejala

umumnya tergantung pada lokasi.

• Submukosa: Sebagian di dalam rongga endometrium, dapat menyebabkan

perdarahan hebat. Dapat dilihat dan berpotensi dihilangkan menggunakan

histeroskopi.

• Lain-lain: Subserosal, intramural, atau pedunculated; kecil kemungkinan

menyebabkan perdarahan tetapi bisa menyebabkan rasa sakit dan gejala

tekanan.Keganasan dan hiperplasia: Biasanya bermanifestasi pada wanita

perimenopause atau postmenopause, kebanyakan sering perdarahan

pascamenopause tanpa rasa sakit. Dapat bermanifestasi sebagai AUB pada wanita

premenopause.

Penyebab nonstruktural (mnemonic COEIN):


Koagulopati: Paling sering dihasilkan dari penyakit von Willebrand (catatan:

meskipun hingga 1% dari wanita memiliki penyakit von Willebrand, hanya 1 dari

10.000 wanita memiliki gejala)

Disfungsi ovulasi: Banyak penyebab (mis., Perimenopause, sindrom ovarium

polikistik, kehamilan, laktasi, anoreksia, disfungsi hipofisis, dan kegagalan

ovarium prematur)

Endometrium: Disfungsi endometrium primer; diagnosis eksklusi

Iatrogenik: Banyak penyebab (mis., Instrumentasi, antikoagulasi, terapi lain)

Belum diklasifikasikan: Digunakan untuk menunjukkan bahwa pemeriksaan

belum selesai atau penyebabnya tidak pasti

Usia Sebagai Faktor Predisposisi

• Usia 13 hingga 18 tahun: Banyak remaja tidak memiliki poros hipofisis

hipotalamus yang sepenuhnya matang dan dapat mengalami siklus anovulasi

hingga 2 tahun setelah menarche. Memiliki kecurigaan yang kuat terhadap suatu

gangguan perdarahan yang mendasarinya jika rawat inap atau transfusi

diperlukan. Penyebab umum lainnya adalah penggunaan kontrasepsi hormonal

yang tidak sempurna, kehamilan, atau infeksi.

• Usia 19 hingga 39 tahun: Penyebab umum termasuk kehamilan, lesi struktural

seperti polip atau fibroid, siklus anovulasi (paling sering dari sindrom ovarium

polikistik), atau endometrium hiperplasia atau penyakit ganas.

• Usia 40 tahun hingga menopause: Siklus anovulasi dapat terjadi selama

perimenopause. Umum lainnya penyebabnya adalah lesi struktural, hiperplasia

endometrium, dan penyakit ganas.15


2. 4 Patofisiologi

Endometrium terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu lapisan

fungsionalis dan lapisan basalis Lapisan basalis terletak di bawah lapisan

fungsionalis, berkontak langsung dengan miometrium, dan kurang responsif

terhadap hormon. Lapisan basalis berfungsi sebagai reservoir untuk

regenerasi pada saat menstruasi sedangkan lapisan fungsionalis mengalami

perubahan sepanjang siklus menstruasi dan akhirnya terlepas saat menstruasi.

Secara histologis, lapisan fungsionalis memiliki epitel permukaan yang mendasari

pleksus kapiler subepitel.

Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina. Di lateral bawah uterus,

arteri uterine pecah menjadi dua cabang yaitu arteri vaginalis yang mengarah

ke bawah dan cabang asenden yang mengarah ke atas. Cabang asenden dari

kedua sisi uterus membentuk dua arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan

kavum uteri. Kedua arteri arkuata tersebut membentuk anastomose satu sama lain,

membentuk cincin yang melingkari kavum uteri. Arteri radialis merupakan

cabang kecil arteri arkuata yang berjalan meninggalkan arteri arkuata secara tegak

lurus menuju kavum uteri. Arteri radialis memiliki fungsi untuk memperdarahi

myometrium lalu pada saat memasuki lapisan endometrium, arteri radialis

memberi cabang arteri yang lebih kecil ke arah lateral yaitu arteri basalis.

Arteri basalis memiliki fungsi untuk memperdarahi lapisan basalis

endometrium dan tidak sensitif terhadap stimulus hormon. Arteri radialis

kemudian memasuki lapisan fungsionalis endometrium dan menjadi arterispiralis.


Arteri spiralis sangat peka terhadap stimulus hormon dan bertugas

untuk memperdarahi lapisan fungsionalis endometrium.

Sebelum terjadinya menstruasi, pada arteri ini terjadi peningkatan statis

aliran darah, kemudian terjadi vasodilatasi dan perdarahan dari arteri spiralis dan

dinding kapiler. Maka dari itu darah menstruasi akan hilang melalui pembuluh

darah tersebut. Hal ini diikuti dengan terjadinya vasokonstriksi yang

menyebabkan iskemi dan nekrosis endometrium. Jaringan nekrotik tersebut lalu

luruh saat menstruasi.2, 4, 11

Perdarahan uterus disfungsional anovulasi merupakan pendarahan tidak

teratur yang berkepanjangan dan berlebihan disebabkan oleh terganggunya

fungsi aksis hipotalamus- hipofisis-ovarium. Hal ini sering terjadi pada wanita

dalam usia ekstrim, yaitu pada masa perimenarchal dan perimenopausal. Pada

masa tersebut terjadi perubahan siklus antara ovulasi dan anovulasi

sehingga mengakibatkan keketidakteraturan pola menstruasi serta kehilangan

darah dalam jumlah yang banyak. Mekanisme anovulasi tidak diketahui secara

pasti, tetapi diketahui bahwa estrogen dapat menyebabkan proliferasi

endometrium berlebihan dan hiperplasia dengan peningkatan dan melebar

pembuluh darah dan supresi arteri spiralis. Pembuluh darah superfisial pada

permukaan endometrium yang hyperplasia menjadi besar, berdinding tipis, dan

melengkung. Perubahan tersebut yang menjadi sumber terjadinya peningkatan

kehilangan darah. Paparan estrogen secara terus menerus memiliki efek langsung

terhadap pasokan darah uterus dengan mengurangi tonus pembuluh darah. Efek

tidak langsung dari estrogen melalui penghambatan terlepasnya vasopresin


yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Estrogen juga

merangsang ekspresi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) stroma yang

dapat menyebabkan terganggunya angiogenesis.12

Perdarahan uterus disfungsional ovulasi ditandai dengan episode reguler

kehilangan menstruasi berat, dengan 90% dari kerugian pada 3 hari pertama

seperti pada menstruasi normal. Tidak ada gangguan aksis hipotalamus-

hipofisis-ovarium dan gonadotropin dan profil steroid tidak berbeda dengan

yang terlihat pada siklus menstruasi normal. Penurunan kadar estrogen dan

progesteron pada akhir fase luteal memicu banyak proses yang mengarah

terjadinya disintegrasi diikuti epitelisasi kembali lapisan fungsional

endometrium selama menstruasi. Defek utama terdapat dalam mengontrol proses

volume darah yang hilang selama menstruasi, terutama proses vasokonstriksi dan

hemostasis. Perubahan fase folikular aliran darah endometrium pada wanita

dengan perdarahan uterus disfungsional ovulasi mempengaruhi gangguan

fungsi yang terjadi dalam jaringan. Jumlah estrogen di kelenjar dan stroma serta

reseptor progesteron di endometrium dapat meningkat saat fase sekresi akhir pada

wanita yang menderita perdarahan uterus disfungsional. Salah satu faktor yang

berperan dalam membatasi kehilangan banyak darah selama menstruasi

yaitu prostaglandin. Pelepasaan prostaglandin (PG) di endometrium

dipengaruhi oleh kadar steroid yang bersirkulasi. PGF2 merupakan salah

satu substansi poten untuk mencegah agregrasi plateletα dan formasi plak

hemostatik. Peningkatan reseptor PGE2 dan PGI2 menjadi factor

predisposisi terjadinya vasodilatasi pada wanita dengan menoragia.


Peningkatan sintesis PGI2 menjadi prekursor dalam perdarahan uterus

disfungsional ovulasi. Pengobatan antiprostaglandin efektif dalam

pengobatan perdarahan uterus disfungsional dengan mengurangi sintesis PG

di endometrium dan disertai penghambatan menempelnya PGE pada

reseptornya.12

2. 5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada perdarahan uterus abnormal adalah

sebagai berikut:4

Menoragia dan metroragia

 Menoragia dan metroragia

Adanya perubahan pola dalam siklus menstruasi berupa interval yang normal

teratur tetapi jumlah darah dan durasinya lebih dari normal merupakan menoragia.

Interval yang tidak teratur dengan jumlah perdarahan dan durasi yang lebih dari

normal merupakan metroragia. Banyak gangguan yang bersifat patologis

yang menyebabkan menoragia, metroragia ataupun keduanya (menometroragia).

 Perdarahan pascakoitus

Perdarahan pascakoitus

Perdarahan pascakoitus merupakan perdarahan yang paling umum dijumpai

pada wanita berusia 20 - 40 tahun serta pada mereka yang multipara. Lesi yang

dijumpai pada perdarahan pascakoitus biasanya jinak. Berdasarkan observasi yang

dilakukan pada 248 wanita dengan perdarahan pascakoitus didapatkan

bahwa seperempat dari kasus tersebut disebabkan oleh eversi serviks. Penyebab
lain yang dapat mendasari diantaranya polip endoserviks, servisitis, dan polip

endometrium. Pada servisitis, penyebab yang paling sering adalah infeksi

Chlamydia trachomatis. Menurut penelitian Bax et al., risiko relatif infeksi

klamidia pada wanita dengan pendarahan pascakoitus adalah 2,6 kali lebih tinggi

daripada kelompok kontrol tanpa perdarahan.

Pada beberapa wanita, perdarahan pascakoitus dapat berasal dari neoplasia

serviks atau saluran kelamin. Pada neoplasia intraepitel serviks dan kanker yang

invasif, epitel menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah lepas dari serviks. Pada

wanita dengan perdarahan pascakoitus, neoplasia intraepitel seviks ditemukan

sebanyak 7 – 10%, kanker yang invasif sebanyak 5%, dan kanker endometrium

sebanyak kurang dari 1%.

Dalam studi lain, Jha dan Sabharwal melaporkan bahwa sejumlah

perempuan dengan perdarahan pascakoitus memiliki lesi patologis yang

diidentifikasi dengan kolposkopi. Sebagian besar wanita dengan perdarahan yang

tidak dapat dijelaskan pascakoitus harus menjalani pemeriksaan kolposkopi jika

sumber perdarahan belum dapat diidentifikasi.

Nyeri Pelvis

Adanya kram yang menyertai perdarahan diakibatkan dari peran

prostaglandin. Dismenore yang terjadi bersamaan dengan perdarahan uterus

abnormal dapat disebabkan oleh polip, leiomioma, adenomiosis, infeksi,

dan komplikasi kehamilan.

Nyeri yang dirasakan saat berhubungan seksual dan nyeri nonsiklik jarang

dirasakan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal. Jika nyeri ini
dirasakan, maka penyebabnya adalah kelainan dari struktural atau infeksi.

Lippman et al., melaporkan peningkatan tingkat dispareunia dan nyeri panggul

nonsiklik pada wanita dengan leiomioma uterus. Sammour et al., menyatakan

adanya korelasi nyeri panggul yang meningkat seiring dengan adanya invasi

miometrium dengan adenomiosis.

2. 6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada sifat perdarahan ditanyakan apakah pasien mengalami perdarahan

setelah berhubungan seksual atau perdarahan terjadi secara tiba-tiba.

Waktu terjadinya perdarahan ditanyakan apakah perdarahan terjadi saat

sedang menstruasi dalam bentuk perdarahan berlebih atau perdarahan terjadi

diantara siklus haid atau saat pasien sudah menopause. Kehamilan adalah salah

satu konsiderasi utama pada wanita usia subur yang mengalami perdarahan uterus

abnormal.13

Beberapa hal yang dapat menyebabkan perdarahan adalah abortus,

plasenta previa, kehamilan ektopik, dan lain-lain. Pada riwayat konsumsi obat

ditanyakan apakah pasien sedang menggunakan obat-obatan yang mengganggu

sistem hormon seperti penggunaan KB hormonal, tamoxifen atau obat-obat

yang mengganggu proses pembekuan darah. Riwayat penyakit keluarga dan

riwayat penyakit sistemik dari pasien juga perlu ditelusuri untuk mencari penyakit

yang dapat berperan dalam terjadinya perdarahan uterus abnormal seperti


defisiensi faktor pembekuan darah, diabetes mellitus, gangguan tiroid, dan

lain-lain. Keganasan pada genitalia juga dapat memicu terjadinya

perdarahan uterus abnormal.

• Bagaimana pola perdarahan normal untuk pasien, dan kapan itu berubah?

• Gejala terkait? (Nyeri dapat mengindikasikan infeksi; memar atau perdarahan

dapat mengindikasikan koagulopati; sakit kepala ringan bisa merupakan gejala

anemia atau penyakit tiroid; hot flash dapat mengindikasikan perimenopause atau

menopause.)

• Kondisi medis atau obat-obatan (mis., Antikoagulasi, antiinflamasi nonsteroid

dosis tinggi) obat-obatan [NSAID], kontrasepsi oral).

• Riwayat medis dan bedah.

• Riwayat keluarga atau gejala yang berkaitan dengan gangguan perdarahan.

Setelah melakukan anamnesis maka pemeriksaan fisik dilakukan untuk

mencari tanda dari penyebab perdarahan uterus abnormal.

 Pemeriksaan fisik untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik

 Memastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak

berhubungan dengan kehamilan

• Cari tanda-tanda anemia atau kelainan perdarahan (perdarahan atau memar,

pucat), hipotiroidisme atau hipertiroidisme (tremor halus, gondok, refleks tendon

dalam yang tertunda), dan hiperandrogenisme (acanthosis nigricans, hirsutism,

obesitas sentral).

• Pemeriksaan spekulum: Nilai massa serviks atau polip atau leiomioma prolaps.

• Pemeriksaan bimanual: Nilai ukuran uterus dan ada tidaknya rasa sakit.15
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mencari penyebab dari perdarahan

uterus abnormal. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah darah lengkap

serta faktor pembekuan darah untuk menilai adanya gangguan koagulasi, kadar

TSH untuk menilai adanya gangguan tiroid, kadar -hCG untuk pemeriksaan

kehamilan,β kadar estrogen, FSH, prolaktin juga perlu diperiksa untuk

menentukan apakah perdarahan uterus abnormal berasal dari gangguan

hormonal.14

Pencitraan pada umumnya menggunakan ultrasonography (USG)

transvaginal untuk melihat adanya kelainan struktural pada organ genitalia atau

untuk mencari adanya tumor atau anomali lainnya yang dapat

menyebabkan perdarahan uterus abnormal yang dialami oleh pasien.

Sonografi transvaginal memungkinkan penilaian rinci kelainan anatomi

uterus dan endometrium. Selain itu, patologi miometrium, serviks, tabung, dan

ovarium dapat dinilai. Modalitas investigasi ini mungkin membantu dalam

diagnosis polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus, dan

digeneralisasi penebalan endometrium terkait dengan hiperplasia dan keganasan.17

Biopsi jaringan endometrium dilakukan apabila pasien berusia diatas 35

tahun atau berusia dibawah 35 tahun tetapi dengan faktor risiko karsinoma

endometrium yaitu:

 Siklus anovulasi kronis

 Obesitas

 Nulipara
 Diabetes mellitus

 Penggunaan tamoxifen13

2.7 Tatalaksana

Tujuan dari terapi pada perdarahan uterus abnormal adalah

menyembuhkan penyebab kelainan yang menyebabkan perdarahan tersebut.

Berdasarkan algoritma yang ada pertama harus dibedakan terlebih dahulu

perdarahan termasuk anovulasi atau ovulasi.

Pada tipe anovulasi, setelah mengevaluasi derajat risiko terjadinya

karsinoma endometrium dan menentukan perlu tidaknya dilakukan biopsi

endometrium maka terapi dapat dimulai. Apabila wanita tersebut tidak memiliki

faktor risiko karsinoma endometrium dan masih berusia dibawah 35 tahun

maka akan diberikan obat kontrasepsi oral kombinasi berupa ethinyl

estradiol atau medroxyprogesterone asetat selama 10-14 hari per bulan. Bila

keluhan berlanjut maka lakukan biopsy endometrium serta transvaginal USG

untuk mencari penyebab perdarahan tersebut.

Apabila wanita tersebut memiliki faktor risiko karsinoma endometrium

atau berusia lebih dari 35 tahun maka lakukan biopsi endometrium. Hasil biopsi

akan menentukan tatalaksana yang diberikan, hasil biopsi yang normal akan

mendapatkan terapi yang telah disebutkan diatas. Sedangkan hasil biopsi berupa

hiperplasia tanpa atypia akan mendapatkan medrodyprogesterone asetat 10 mg

selama 14 hari per bulan atau megesterol 40 mg per hari atau dapat juga

dipasang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan levonogestrel

(mirena), setelah 3-6 bulan ulangi biopsi endometrium, apabila hasil masih
menunjukan hiperplasia maka pasien dapat dirujuk ke ginekologis yang lebih

berpengalaman. Untuk hasil biopsi hyperplasia dengan atipia sebaiknya pasien

dirujuk langsung ke ginekologis, sedangkan untuk hasil biopsi adenokarsinoma

dianjurkan pasien dirujuk ke ginekologis onkolog.

Pil kontrasepsi

Opsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada

penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi),

pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi

estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan

progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”). Pil

kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada

penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil

kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan

terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai

alternatif.

Pada wanita dengan tipe perdarahan ovulasi dievaluasi terlebih dahulu

apakah perdarahan disebabkan oleh kelainan sistemis, kelainan anatomis

dengan menggunakan pemeriksaan lab dan pencitraan berupa USG

transvaginal, bila terdapat kecurigaan akan adanya massa maka dapat dilakukan

juga biopsi jaringan endometrium. Apabila tidak ditemukan kelainan

anatomis dan gambaran USG memberikan hasil yang normal maka

pasien dapat diberikan 10 mg medroxyprogesteron asetat selama 21 hari per

bulan selama 3-6 bulan atau AKDR mirena atau digunakan NSAID pada hari
pertama haid sampai haid berakhir atau dapat juga diberikan asam tranexamat

sebanyak 2 kapsul 650 mg 3 kali sehari pada hari ke 1 sampai ke 5 saat haid.

Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID

(asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena) Efektivitas asam

mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara.

Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis)

membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat

digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum

dikerjakan tindakan ablasi endometrium.

Bila perdarahan masih berlanjut setelah pemberianterapi selama 3-6 bulan

maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan evaluasi ulang dengan biopsi

endometrium, histeroskopi atau dilakukan tindakan ablasi endometrium,

histerektomi.13

Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah terjadi

dikesampingkan, perawatan medis harus dianggap sebagai Opsi terapi lini

pertama untuk perdarahan uterus abnormal. Perawatan yang ditargetkan untuk

kondisi medis yang mendasarinya dapat mempengaruhi perdarahan menstruasi,

seperti hipotiroidisme, seharusnya diinisiasi sebelum penambahan salah satu agen

medis dijelaskan. Wanita ditemukan anemia karena pendarahan rahim harus

segera memulai suplementasi zat besi.16

Biasanya, Pendarahan menstruasi yang berat dapat berhasil diobati dengan

pilihan hormonal dan non-hormonal. Terapi Nonhormonal seperti anti-inflamasi

non-steroid obat dan antifibrinolitik diminum selama menstruasi untuk


mengurangi kehilangan darah, dan dengan demikian efektif terutama dalam

pengaturan perdarahan menstruasi berat ketika waktu perdarahan bisa ditebak.

Pendarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif diobati dengan

opsi hormonal yang mengatur siklus, mengurangi kemungkinan pendarahan tidak

terjadwal dan berpotensi berat Semua episode. Progestin siklik, kontrasepsi

hormonal kombinasi, dan sistem intrauterin yang melepaskan levonorgesterel

adalah contoh opsi efektif dalam grup ini, menyediakan siklus yang lebih mudah

diprediksi sambil melindungi endometrium dari estrogen yang tidak ditentang dan

risiko hiperplasia atau karsinoma. Terapi medis juga dapat bermanfaat dalam

beberapa kasus untuk mengurangi kehilangan menstruasi terkait dengan fibroid

atau adenomyosis.16

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai perdarahan yang

ditandai dengan adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari

interval atau panjang siklus, durasi maupun jumlah perdarahan. Perdarahan

uterus abnormal dapat diklasifikasikan sebagai perdarahan anovulasi dan

ovulasi. Klasifikasi ini penting untuk memberikan petunjuk mengenai etiologi

dari perdarahan tersebut dan untuk menentukan terapi yang akan diberikan.
Diagnosa dari perdarahan uterus abnormal dilakukan dengan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menemukan

penyebab dari perdarahan tersebut. Perlu ditanyakan sifat perdarahan, waktu

perdarahan, penyakit sistemik yang sedang diderita dan riwayat pengobatan.

Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan arah kecurigaan yang dilakukan dari

anamnesis sambil mencari tanda- tanda dari penyakit sistemik atau kelainan yang

menyebabkan perdarahan tersebut.

Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan laboratorium darah,

biopsi serta pencitraan berupa USG dan histerosalphingogram.

Perdarahan uterus abnormal adalah keluhan yang sering dijumpai pada

praktek sehari-hari pada wanita usia reproduksi maupun menopause, oleh karena

itu petugas layanan primer diharapkan memiliki kemampuan untuk

mendiagnosa serta menangani dan merujuk pasien dengan keluhan semacam ini.

BAB IV

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny St

Umur : 53 tahun

Alamat : Jl. Lauleng, Pare-pare

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Islam
Status : Menikah

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS : 04 Maret 2020

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri perut.

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 5 hari yang lalu. Nyeri

dirasakan tembus ke belakang. Keluhan nyeri seperti ini dirasakan setiap

darah haid akan keluar. Pasien mengaku mengalami haid yang panjang

hingga 2 minggu dan darah yang keluar sangat banyak, pasien dapat

menghabiskan hingga 10 pembalut dalam sehari. Keluhan ini dialami sejak

±3 bulan yang lalu. Pasien mengaku tidak pernah mengalami hal ini

sebelumnya. Keluhan demam disangkal. Riwayat mengkonsumsi obat-

obatan seperti antikoagulan disangkal

Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun

Siklus haid : 28 hari

Lama : 4-5 hari

Riwayat kontrasepsi : Kontrasepsi mantap (tubektomi) tahun 2011

Riwayat pernikahan : 1 kali, selama 30 tahun

Riwayat Obstetri :

- 1985/3300/perempuan/dukun/hidup

- 1986/3500/perempuan/dukun/hidup
- 1988/3100/perempuan/dukun/hidup

- 1991/4000/laki-laki/dukun/hidup

- 1993/3500/laki-laki/dukuk/hidup

- 1995/3100/laki-laki/dukun/hidup

- 1997/3100/lak-laki/dukun/hidup

- 2002/Abortus

Riwayat penyakit sebelumnya :

 Hipertensi sebelumnya (-)

 Diabetes mellitus (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)

 Asma (-)

 Riwayat keputihan (-)

Riwayat operasi : kistektomi dan tubektomi tahun 2011

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present :

Kondisi Umum : Sakit sedang/ Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Temperatur : 36,8 oC

Status General :

Mata : Anemia +/+ , ikterus -/-


THT : Dalam batas normal

Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Po : Ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen : Pada Status ginekologi

Ekstremitas : Dingin, edema (-)

Pemeriksaan luar :

TFU : tak teraba

MT/NT : MT (-) / NT (+) Supra pubic

Fluksus : darah (+)

Pemeriksaan dalam :

V/V : Tak/Tak

Uterus : kesan normal

AD/CD : normal/normal

Nyeri goyang portio : (-)

Inspekulo : Portio tebal, licin, darah (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 04 Maret 2020

Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Darah rutin
Hemoglobin 8,4 12-14 g/dl
Leukosit 6,91 4 – 10 Ribu
Eritrosit 3,92 3.8 – 5.2 Juta
Hematokrit 25,4 37-48 %
Trombosit 393 150 - 450 Ribu
MCV 64.8 80-97 Mikro m3
MCH 21.4 26.5-33.5 Pg
MCHC 32.9 31-35 g/dl
Limfosit % 29.7 20 – 40 %
Monosit % 5.4 2–8 %
PCT 0.12 0.15-0.5 %
Hemostasis
CT 10 <10-15 Menit
BT 2’ 3-5 Menit

Ultrasonografi (USG)

Kesan: - Massa Uterus dd massa Endometrium

- Cervix Cyst

E. DIAGNOSIS BANDING

- PUA-M

F. DIAGNOSIS KERJA

Perdarahan uterus abnormal – Ovulatory disfunction (Perimenopausal syndrome)

G. PENATALAKSANAAN

- Asam traneksamat/8jam/oral

- Cefadroxil/12jam/oram
- Paracetamol/8jam/oral

- Antasida tab/ 8 jam/ oral

DAFTAR PUSTAKA
1. Singh S et al. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women. Journal

of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013 May;5:1–28.

2. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka;

2011.

3. Rimsza ME. Dysfunctional Uterine Bleeding. Pediatrics in Review. 2002

Jul;23 (7):227–33.

4. Hoffman BL et al. Williams Gynecology. 2nd ed. United States: The McGraw-

Hill Companies; 2012.

5. Sweet MG, Schmidt TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation and Management

of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women. 2012 Jan 1;85 (1):35–

43.

6. Fraser IS, Critchley HOD, Broder M, Munro MG. The FIGO

Recommendations on Terminologies and Definitions for Normal and

Abnormal Uterine Bleeding. Seminars in Reproductive Medicine. 2011;383–

90.

7. Affandi B et al. Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena

EfekSamping Kontrasepsi. Jakarta: HIFERI & POGI.

8. Sianipar O et al. Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor

yangBerhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur.

MajKedokt Indon. 2009 Jul;59 (6):308–13

9. Munro MG, Crihley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification

System [PALM-COEIN] for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid


Women of Reproductive Age. FIGO Working Group on Menstrual Disorders. Int

J Gynaecol Obstet 2011;113:3-13.

10. The Royal Australian & New Zealand College statement C-Gyn6. Guidelines

or Referral for investigation of intermenstrual and Postcoital Bleeding. July 2004.

11. Chittacharoen A, Theppisai U, Linasmita V, Manonai J. Sonohysterography in

the Diagnosis of Abnormal Uterine Bleeding.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1447-

0756.2000.tb01322.x/abstract.24 May 2010. Web.

12. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of anormal uterine bleeding.

Human Reproductive Update. 2002;8(1): 60-7.

13. Sweet MG, Schmidt-Dalton TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation

and management of abnormal uterine bleeding in premenopausal women.

Am Fam Physician. 2012;85(1):35–43.

14. Dysfunctional Uterine Bleeding Workup: Laboratory Studies, Imaging

Studies, Procedures [Internet]. [cited 2015 Jul 22].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/257007-workup.

15. American College of Obstetricians and Gynecologists. Diagnosis of abnormal

uterine bleeding in reproductive-aged women. ACOG practice bulletin no. 128.

Obstet Gynecol. 2012;120:197–206.

16. American College of Obstetricians and Gynecologists. Management of

abnormal uterine bleeding associated with ovulatory dysfunction. ACOG practice

bulletin no. 136. Obstet Gynecol. 2013;122:176–185


17. Vercellini P., Cortesi I., Oldandi S., et al. The role of transvaginal
ultrasonography and outpatient diagnostic hysteroscopy in the evaluation of
patients

Anda mungkin juga menyukai