Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT SESSION (CRS)

VARICELLA

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)


SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Disusun oleh:
Dewi Ratna Komala 12100109020
Delia Rasmawati 12010011002

Partisipan:
Irwan Setiadi 12010011059
Aries Hasan Basri 12010011052
Annisa Kartika F 12010011031
Synthia Zaesalia 12010011032
Imas Vivih F 12010011003

Preseptor:

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2011
STATUS PASIEN

I. KETERANGAN UMUM
Nama : An. G
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Baleendah
Pekerjaan : Pelajar
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 7 November 2011

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bruntus-bruntus berisi cairan berwarna jenih sampai putih di seluruh tubuh
yang terasa gatal.

Anamnesa Khusus
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan beruntus-
beruntus berisi cairan berwarna jernih sampai putih di seluruh badan yang
terasa gatal sejak 7 hari SMRS.
Kelainan kulit berupa bercak kemerahan disertai bruntus-bruntus yang
gatal di daerah dada, yang kemudian lama kelamaan bertambah banyak dan
menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, kelainan kulitnya berubah menjadi
bruntus-bruntus yang berisi cairan berwarna jernih sampai putih. Keluhan
seperti ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pasien juga memiliki keluarga
yang mempunyai keluhan serupa.
Awalnya keluhan didahului dengan adanya demam yang tidak terlalu
tinggi sekitar 2 hari sebelum keluhan bruntus dan gatal muncul.
Pasien diketahui tidak memiliki kelainan kulit yang pertama kali timbul di
telapak tangan dan kaki. Pasien diketahui tidak memiliki kelainan kulit berupa
lepuhan kulit yang berisi nanah dan berkeropeng. Pasien juga diketahui mandi
2x sehari dan mengganti bajunya setiap kali selesai mandi. Pasien diketahui
tidak memiliki riwayat timbulnya bruntus-bruntus setelah mengoleskan bahan
kosmetik atau memakai bahan logam. Pasien diketahui tidak memiliki riwayat
mengkonsumsi jamu atau antibiotik sebelum timbulnya keluhan. Pasien
diketahui tidak memiliki riwayat tergigit serangga sebelum timbulnya keluhan.
Pasien belum melakukan pengobatan untuk keluhan yang dialaminya.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : pasien terlihat sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : tidak dilakukan
 Respirasi : tidak dilakukan
 Nadi : tidak dilakukan
 Suhu : tidak dilakukan
Kepala : konjungtiva tidak anemik, sklera tidak ikterik,
conjunctival injection (-)
KGB : terdapat pembesaran KGB di submandibular
dextra dan axilla dextra dengan diameter 1cm, konsistensi kenyal, mobile, dan
nyeri tekan (-).
Thorax : tidak dilakukan
Abdomen : tidak dilakukan
Eksteremitas : tidak ada kelainan
Kulit : lihat status dermatologikus

Status Dermatologikus

 Distribusi : Generalisata
 Lokasi : Seluruh tubuh
 Karakteristik Lesi :
Multipel, diskret, berbentuk bulat dan oval seperti tetesan embun (tear
drops), berukuran 0.3 x 0.4 x 0.2 cm sampai dengan 0.5 x 0.8 x 0.3 cm dan
0,1 x 0,2 cm sampai dengan 0,3 x 0,3 cm, berbatas tegas, sebagian
menimbul dari kulit disekitarnya dan sebagian tidak, lesi berisi cairan
jernih sampai kuning berada diatas permukaan yang eritema, kering.
 Efloresensi : Vesikel, pustula, dan krusta yang dikelilingi makula
eritema.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan
hapusan yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar
vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak.

V. RESUME
Seorang An. G usia 10 tahun mengeluhkan adanya bruntus-bruntus berisi
cairan berwarna jenih sampai putih di seluruh tubuh yang terasa gatal sejak 7
hari SMRS. Kelainan kulit berupa bercak kemerahan disertai bruntus-bruntus
yang gatal di daerah dada, yang lama kelamaan bertambah banyak dan
menyebar ke seluruh tubuh, berisi cairan berwarna jernih sampai putih. Pasien
juga memiliki keluarga yang mempunyai keluhan serupa. Awalnya keluhan
didahului dengan adanya demam yang tidak terlalu tinggi sekitar 2 hari
sebelum keluhan bruntus dan gatal muncul.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran KGB di
submandibular dan axilla dextra dengan diameter 1cm, konsistensi kenyal,
mobile, dan nyeri tekan (-). Selain itu ditemukan lesi yang generalisata di
seluruh tubuh dengan karakteristik multipel, diskret, berbentuk bulat dan oval
seperti tetesan embun (tear drops), berukuran 0.3 x 0.4 x 0.2 cm sampai dengan
0.5 x 0.8 x 0.3 cm dan 0,1 x 0,2 cm sampai dengan 0,3 x 0,3 cm, berbatas
tegas, sebagian menimbul dari kulit disekitarnya dan sebagian tidak, lesi berisi
cairan jernih sampai kuning serta putih berada diatas permukaan yang eritema
dan kering. Eflouresensi berupa vesikel, pustula, dan krusta yang dikelilingi
makula eritema.

VI. DIAGNOSA BANDING


1. Varisela (Chicken Pox) dengan infeksi sekunder
2. Herpes Zoster
3. Variola
VII. DIAGNOSA KERJA
Varisela (chicken pox) dengan infeksi sekunder

VIII. PENATALAKSANAAN
Umum :
 Menerangkan tentang penyakit dan pengobatannya.
 Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa menular lewat droplet dan kontak
dengan bruntus nya langsung sehingga pasien sebaiknya dijauhkan daro
orang-orang sekitarnya hingga sembuh.
 Menganjurkan penderita untuk menjaga beruntus – beruntus yang masih
utuh agar tidak pecah dan menghindari penggarukkan.
 Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang untuk memperkuat
imunitas tubuh.

Khusus :
 Topikal
- Bedak salicyl 2% untuk menghindari pecahnya vesikel
- Gentamycin cream
 Sistemik
- Acyclovir : 4x200 mg selama 5 hari
- Amoxycillin: 3x250 mg selama 5 hari

IX. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : ad bonam
 Quo ad Functionam : dubia ad bonam
 Quo ad Sanationam : ad bonam
VARICELLA

Varicella Zoster Virus (Vzv)


 Termasuk ke dalam herpes virus family
 Family : herpesviridae
 Subfamily : alphaherpesviridae

Gambar Varicella-Zoster Virus (VZV)

 Jenis lain yang pathogen terhadap manusia :


 HSV 1 (Herpes Simplex Virus type 1)
 HSV 2
 CMV (Cytomegalovirus)
 Epstein Barr Virus (EBV)
 Human Herpesvirus 6 (HH6)
 HHV 7
 HHV 8 → menyebabkan : Roseola & Kopoi’s Sarcoma
 Morphology
 Semua jenis hampir sama.
 Bentuk spherical, dengan diameter 150-200 nm.
 Mempunyai envelope (selubung) dari lipd dan glycoprotein (gB, gC,
gE, gH, gI, gK, gL) di dalamnya terdapat capsid icosahedral.
 Di dalam capsid terdapat DNA → bentuk : single, linear
doublestranded (dsDNA), panjang 125.000 nt.
 Icosahedral merupakan nucleocapsid dari 162 capsomer yang
tersusun.
 Protein yang mengelilingi capsid berperan dalam mengawali
reproduksi virus pada sel yang terinfeksi.
 Letak protein : pada exterior viirion.
 Virus ini susceptible terhadap disinfektan terutama sodium
hypoclorite.

Definisi Varicella (Chickenpox)


Infeksi akut primer disebabkan oleh virus varisela-zoster. Menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh, dengan karakteristiknya cutaneous vesicular
rash.

Epidemiologi
Varisela merupakan penyakit yang berdistribusi luas di seluruh dunia. Di
Eropa dan Amerika Utara kasus terjadi 90% pada anak dengan usia < 10 tahun
dan sebesar 5% pada individu >15 tahun dan untuk daerah tropis lebih sering
menyerang remaja. Varisela sangat menular dan memiliki attact rate 87% pada
orang yang serumah dengan penderita. Transmisi penyakit ini secara aerogen
( kontak langsung dengan lesi dan dengan rute pernafasan atau cairan vesicular)
dengan replikasi virus terjadi di nasofaring dan konjungtiva.
Masa penularannya ±7hari dihitung dari timbulnya gejala kulit (biasanya
1-2 hari sebelum muncul rash sampai 6 hari berikutnya), dapat memanjang pada
keadaan imunodefisiensi.

Etiologi
 Varicella disebabkan oleh virus, yakni Varicella-Zoster-Virus (VZV)
 Virus ini mampu mengkode thymidine kinase, yang rentan terhadap obat
antiviral
 VZV ini dapat menginfeksi sel epidermal, sel neuron, sel T, dan fibroblas.
Gambar Varicella Zoster Virus

Patogenesis
VZV , masuk via inhalasi atau kontak langsung

terjadi infeksi awal di mukosa saluran napas

virus bereplikasi di paru-paru

lalu virus akan ke nodus limfatikus

virus ke sirkulasi pembuluh darah (Primary Viremia)

Selanjutnya akan bereplikasi pada sel-sel di RES (reticulo endothelial system)
seperti liver dan spleen

Virus akan ke aliran darah (Secondary Viremia)

Virus menyebar ke seluruh tubuh

Demam Kulit Membran Mukosa Neuron


Manifestasi Klinis
 Periode inkubasi : sekitar 14 hari (10-20 hari)
 Gejala prodromal :
 anak-anak (jarang)
 dewasa : demam, sakit kepala, mialgia
 Gejala dan Tanda :
 demam
 papule  vesicle in erythematous base  pustule  krusta

Gambar Lesi Pada Varisela


 lesi kulit diatas dapat menyebar ke seluruh tubuh akan tetapi paling
banyak pada daerah trunk, dan pada daerah ekstrimitas akan lebih
tersebar.
 Selain itu lesi dapat muncul di membran mukosa, seperti pada mulut,
konjungtiva dan vagina.
 Infeksi primer varisela ini akan lebih berat jika terjadi pada dewasa
dibanding anak-anak.
 Pada dewasa bisa terjadi Intestitial pneumonia sekitar 20-30% yang
bersifat fatal.
 Pasien akan bersifat menular (infectious) pada 1-2 hari sebelum
eksantem (kemerahan) muncul dan 4-5 hari setelah exanthema hingga
vesikel mengering.
 Jika wanita hamil mendapatkan varisela dalam waktu 21 hari sebelum
ia melahirkan, maka 25 % dari neonatus yang dilahirkan akan
memperliharkan gejala varisela kongenital pada waktu dilahirkan
sampai berumur 5 hari, biasanya varisela ringan sebab antibodi ibu
yang sempat dihantarkan transplasental dalam bentuk IGg spesifik
masih ada dalam tubuh neonatus sehingga jarang mengakibatkan
kematian. Bila seorang wanita hamil mendapatkan varisela pada 4-5
hari sebelum ia melahirkan, maka neonatusnya akan memperliharkan
gejala verisela kongenital pada umur 5-19 hari. Disini perjalanan
varisela sering berat dan menyebabkan kematian pada 25-30 % karena
mereka mendapatkan virus dalam jumlah yang banyak tanpa sempat
mendapatkan antibodi yang dikirimkan transplasental. Wanita hamil
dengan varisela pneumonia dapat menderita hipoksia dan gagal nafas
yang dapat berakibat fatal bagi ibu maupun fetus. Seorang anak yang
ibunya mendapat varisella selama masa kehamilan, atau bayi yang
terkena varisela selama bulan awal kelahirannya mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk menderita herpes zoster dibawah 2
tahun.
Perjalanan Penyakit
- Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 12-24 hari dengan rata-rata
15-18 hari.
- Gejala prodromal (jarang pada anak-anak) biasanya pada dewasa:
demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala.
- Gejala awal adalah timbulnya erupsi kulit makula, kemudian papul
eritematosa dan dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel
jernih yang berbentuk oval, tetesan embun (tear drops) pada dasar
eritema, berubah menjadi pustule opaque, kemudian dapat menjadi
krusta.
- Sementara proses perubahan berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel
yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
- Lesi tidak menimbulkan scar, tapi lesi yang besar dan yang menjadi
infeksi sekunder dapat sembuh dengan karakteristik bulat dan scar
yang melekuk.
- Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar
secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang
selaput lendir mata (konjungtiva), mulut (bucal mucosa), mukosa
intestinal, paru-paru dan saluran napas bagian atas.
- Jika terdapat infeksi sekunder, maka terdapat pembesaran kelenjar
getah bening regional.
- Biasa disertai dengan rasa gatal.
- Terdapat fase viremia antara hari ke 4 dan 6 yang menuju hati, spleen,
paru dan organ lain.
- Secondary viremia terjadi pada hari ke 11-20, menyebabkan infeksi
pada epidermis dan munculnya lesi kulit.
- Lebih parah pada bayi <2 minggu, dewasa dan pada pasien
immunosuppressed.
- Pada pasien immunosuppressed (post-transplantation, terapi
kostikosteroid, HIV/AIDS), varisela dapat menyebabkan penyakit
klinis yang serius dengan extensive cutaneous dan manifestasi
sistemik.
- Varisela dapat diikuti beberapa tahun kemudian dengan Herpes zoster
biasanya pada pasien yang imunosupresi.

Patologi
 Lesi papular : epitel akan naik, akibat adanya sel-sel epitel yang
membengkak, edema dan adanya kongesti vaskular
 Pada dermis superfisial akan terlihat pembengkakan pada sel endotel
kapiler dan pada nuclei nya terdapat inklusi intranuklei.

Gambar Intranuclei inclusion

 Pada epidermis di lapisan germinal terdapat ballooning degeneration


dengan terlihat hilangnya jembatan interselular (intercellular bridges) –
acantholysis-
 Selanjutnya papule akan menjadi vesikel, dimana terdapat degenerasi
epitel yang lebih banyak dengan adanya adanya influks cairan edema,
sehingga lapisan korneum naik.
 Cairan di vesikel mengandung fibrin, sel epitel yang degenerasi atau yang
mengalami ballooning, dan sel-sel lain.
 Lalu vesikel akan menjadi pustule ketika PMN dan makrofag invasi ke
bagian dermis sehingga cairan di vesikel menjadi keruh.
 Menjadi krusta ketika cairan di absorpsi sehingga lesi menjadi datar.
Diagnosis
Anamnesis:
- Gejala prodormal: demam, mialgia, atralgia, malaise, gatal.
- Eksantem mulai pada kulit kepala berambut atau badan berupa makula
eritem yang berkembang cepat menjadi vesikel.
- Lesi menyebar secara sentrifugal dari sentral ke seluruh bagian tubuh.

Pada kasus ini, diagnosa varicella ditegakan karena dari anamnesa yang
dilakukan, sesuai dengan teori yang ada, yaitu pasien mengeluhkan adanya
bruntus berisi cairan dengan dasar kemerahan yang terasa gatal. Sesuai dengan
karakteristik pasien dengn varicella, bruntus ini muncul diawali dari daerah dada
yang lama kelamaan menyebar hingga ke wajah, perut, punggung dan kedua
ekstremitas. Sebelum keluhan ini muncul, pasien pun mengalami beberapa gejala
prodromal sesuai dengan teori yang ada, yaitu adanya demam, myalgia,arthalgia,
dan malaise

Pemeriksaan fisik:
Pada seluruh tubuh tampak vesikel dikelilingi halo macula eritem, pustul,
umbilikasi dan menjadi krusta.

Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada seluruh bagian tubuh
pasien, ditemukan vesikel dengan penyebaran generalisata (hampir mengenai
seluruh bagian tubuh namun masih terdapat kulit yang sehat). Beberapa vesikel
masih tampak utuh, namun beberapa lagi tampak terkelupas, cairan keluar dan
basah. Beberapa bagian tampak cairan vesikel yang kerluar dan telah mengering
membentuk crusta

Pemeriksaan penunjang:
1. Tzanck smear
Tzanck test disebut juga tzanck smear atau chickenpox skin test atau
hepers skin test. Tzacnk smear ini adalah suatu test dengan cara men
scraping dasar dari ulcer untuk melihat tzanck cell (multinucleated cell)
atau pemeriksaaan sitologi pada bula yang intact untuk melihat
acantholytic cells. Tzanck cell ini biasanya pada:
 Herpes Zoster
 Herpes simplex
 Varicella
 Pemhigus vulgaris
 Cytomegalovirus
Tzanck smear ini mengambil bahan dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapatkan sel datia berinti banyak. Tzanck smear ini mahal,
membutuhkan waktu yang lama, dan merupakan suatu prosedur yang
invasive. Indikasi diakukannya tzanck smear ini adalah untuk mendeteksi
proses inflamasi/proses infeksi kulit, khususnya infeksi hepes.

Prosedur Apusan Tzanck


Dibutuhkan 2 atau lebih objek glass yang bersih fixative (95% ethyl
alcohol), skin scraping, spatula, lembaran formulir cytology.
a. Slide/glass object yang telah disediakan diberi label nama, tanggal
lahir, asal specimen dengan menggunakan pensil, letakan ke dalam
container yang berisi larutan ethanol 95%
b. Ambil specimen, scraping di daerah dasar bula, jika lesi kulit itu
vesikel, hancurkan dan scrap semua dasar vesikel.
c. Pindahkan salah satu slide dari larutan fixative, dan fiksasi.lakukan
secara cepat dan smear dilakukan pada satu glass object.
d. Celupkan kembali slide pada larutan fixative, ulangi proses ini
pada slides yang kedua.Jika ingin memperoleh hasil diagnostic
yang baik.
e. Setelah pengkoleksian specimen, tinggalkan slides pada larutan
alcohol 95% selama 10 menit dan tunggu hingga kering.
f. Menyerahkan specimen dan mengisi lembaran formulir ke
laboratorium cytopathology.
2. Direct Fluorescent Assay (DFA)
- Preparat diambl dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan menjadi kurang sensitif
- Hasil pemeriksaan cepat
- Membutuhkan mikroskop fluorescence
- Test ini dapat menemukan antigen virus zoster
- Pemeriksaan ini dapat membedakan VZV dengan herpes simpleks virus
3. Polumerase Chain Reaction (PCR)
- Sangat cepat dan sensitif
- Dapat digunakan berbagai spesiemen baik dsar vesikel, krusta mapupun
CSF
- Sensitivitas 97-100%
- Dapat menemukan nucleic acid virus varicella zoster
4. Biopsi Kulit
- Tampak vesikel intraepidermal dengan gedenerasi sel epidermal dan
acantholisis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrate

Diagnosis Banding
 Variola
Lebih berat, memberi gambaran monomorf dan penyebarannya dimulai
dari bagian akral tubuh (telapak tangan dan telapak kaki)
 Herpes zoster diseminata
 Herpes simpleks diseminata

Varicella dan Kehamilan


Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus
Komplikasi
 Chickenpox pneumonia
 DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
 Fungsi liver dan ginjal abnormal
 Infeksi sekunder (Streptococcus & Staphylococcus)

Penatalaksanaan
 Umum: untuk mencegah penularan kepada teman atau rekan kerja
sebaiknya penderita tidak masuk sekolah atau tidak kerja selama lima hari.
 Khusus:
Topikal: lotion antipruritus, salep antibiotik (gentamycin), bedak salisil
(asam salisilat 2%).
Sistemik: antihistamin, antipiretik bila ada demam, antivirus yang dapat
digunakan:
Asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari (dewasa)
Asiklovir 4 – 5 x 200 mg (max 800 mg/hari) untuk anak-anak
Valasiklovir 3 x 1 g/hari (dewasa) selama 7 hari
Famsiklovir 3 x 200 mg / hari selama 7 hari (dewasa).
 Pemberian varicella-zooster immuno globulin (VZIG) diberikan kurang dari
96 jam setelah terpapar, yaitu pada :
o Wanita dengan kehamilan
o Anak dengan gangguan sistem pertahanan tubuh
o Bayi baru lahir dengan ibu tertular varicella dalam 5 hari sebelum
melahirkan atau 48 jam setelah melahirkan
o Bayi prematur usia 28 minggu atau lebih muda dengan orangtua
tanpa riwayat cacar air sebelumnya.

Asiklovir
Asiklovir [9-(2-hidroksietoksimetilguanin)] merupakan obat sintetik jenis
analog nukleosida purin. Sifat antivirus asiklovir terbatas pada kelompok
virus herpes.
Mekanisme Kerja
Asiklovir diambil secara selektif oleh oleh sel yang terinfeksi virus herpes.
Untuk mengaktifkan asiklovir, obat ini harus diubah dahulu ke bentuk
monofosfat oleh timidin kinase milik virus tersebut. Afinitas asiklovir
terhadap timidin kinase asal virus herpes ini 200 kali lebih besar dari yang
asal sel manusia atau mamalia. Setelah terbentuk asiklovir monofosfat
(asiklo-GMP), fosforilasi berikutnya dilakukan dengan enzim dari sel
hospes menjadi asiklo-GDP dan terakhir asiklo-GTP. Bentuk akhir inilah
yang secara selektif menghambat DNA-polimerase virus dengan
berkompetisi terhadap desoksiguanosin-trifosfat. Selain itu asiklo-GTP juga
dapat mengakibatkan terminasi biosintesis rantai DNA virus.

Farmakokinetik
Kadar puncak dalam plasma dapat dicapai setelah pemberian oral 200 mg
dan 600 mg. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, waktu paruh
eliminasi kira-kira 2 ½ jam pada orang dewasa dan 4 jam pada neonates
serta 20 jam pada pasien anuria. Kadar obat juga dapat diukur di saliva,
cairan lesi dan secret vagina. Kadar di cairan serebrospinalis mencapai
setengah kadar plasma. Di ASI kadarnya lebih tinggi. Lebih dari 80%
dosis obat dieliminasi melalui filtrasi glomerulus ginjal dan sebagian kecil
melalui sekresi tubuli. Hanya sekitar 15% dosis obat yang diberikan dapat
ditemukan kembali di urin sebagai metabolit inaktif.

Efek Samping
 Dalam penggunaan asiklovir perlu diperhatikan karena Efek samping
asiklovir yang digunakan secara oral dan injeksi meliputi pusing,
mual, diare, sakit kepala, serta reaksi pada lokasi injeksi. Pernah pula
dilaporkan adanya kerusakan ginjal apabila asiklovir digunakan secara
injeksi intravena dalam dosis besar, akibat adanya pembentukan
kristal asiklovir di ginjal.
 Bila digunakan secara topikal (obat luar), efek samping yang biasanya
terjadi adalah kulit terasa kering dan terbakar. Sedangkan bila
digunakan pada mata, beberapa pasien akan mengalami rasa tidak
enak pada mata.
 Asiklovir bekerja dengan mempengaruhi DNA sel, maka
penggunaannya hendaknya dihindari pada masa kehamilan. Toksisitas
akut (LD50) asiklovir lebih dari 1 g/kg, hal ini disebabkan oleh
rendahnya bioavailabilitas oral obat ini.

Indikasi
Efektif terhadap virus HSV tipe 1 dan 2, ensefalitis, neonates dan VZV.

Kontraindikasi
Ibu hamil

Sediaan dan Dosis


 Untuk terapi HSV, terapi awal 5 kali sehari 200 mg selama 10 hari
(5 hari untuk rekurensi). Untuk menahan rekurensi herpes genital
diberikan dosis 200 mg, 3 kali sehari sampai 6 bulan. Untuk herpes
genital, salep asiklovir 5% diberikan setiap 3 jam, 6 kali sehari
selama 7 hari.
 Oral: kapsul 200 mg, tablet 800 mg, suspense 200 mg/5ml.
 Parenteral: bubuk untuk suntikan (500, 1000 mg/vial)

Pencegahan
1. Imunisasi Aktif
- Vaksinasi dengan virus varicella dengan kekebalan yang didapat dapat
bertahan hingga 10 tahun
- Pemberian secara subkutan
- Efektif diatas 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada usia 12
hingga 8 tahun
2. Imunisasi Pasif
- Menggunakan VZIG
- Dapat diberikan kepada :
a. Anak usia diabawah 15 tahun yang belum pernah menderitavaricella
atau zoster
b. Bayi baru lahir dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu
lima hari sebelujm atau 48 jam setelah melahirkan
c. Bayi prematur dan bayi usia dibawah 14 hari yang ibunya belum
pernah menderita varicella atau herpes zoster
d. Anak-anak yang menderit leukimia dan lymphoma yang belum pernah
menderita varicella
- Dosis 125 U / 10 kg BB, dosis minimum 125 U dan dosis maksimal 625 U
- Diberikan IM tidak IV
- Perlindungan hanya bersifat sementara
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
2. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RSHS. Standar
Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bandung: Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin.
2005.
3. Cook G, Zumla A. Manson’s Tropical Disease. Edisi ke-21. London:
Saunders. 2003.

Anda mungkin juga menyukai