Anda di halaman 1dari 3

Ketika Kata Diperjuangkan

Ibarat setiap bangunan yang selalu memiliki pondasi, karya tidak akan
pernah lepas dari ide yang melandasinya. Ide serupa ilham yang muncul atas
inspirasi berdasarkan bacaan, pengalaman hidup, atau bahkan cerita orang lain.
Tidak sedikit penulis beranggapan bahwa ide akan berkorelasi dengan kualitas isi
yang berusaha disampaikan hingga menjadikannya kompenen terpenting dari
sebuah tulisan. Padahal sejatinya, sebelum ide ada hal yang lebih penting untuk
menjadi perhatian utama bagi penulis sebelum memulai.

Bagi saya pribadi, pondasi utama untuk melahirkan sebuah tulisan adalah
niat baik. Bahwa kata-kata yang tertuang akan memberikan manfaat dan
pengetahuan untuk selanjutnya mendatangkan kebaikan dalam pandangan hidup
atau pola pikir setiap pembaca. Keinginan untuk menebar kebaikan lewat tulisan
akan mencipta kesempurnaan kobaran semangat untuk menyelesaikan serumit
apapun proses menulis yang dijalani.

Setelah paham akan niat dan ide kepenulisan, aktivitas yang tidak pernah
hilang dari tahapan berkarya saya adalah berdiskusi dengan bapak, manusia paling
tau segala hal sejauh aku melakukan jutaan pertemuan. Tidak lekang usia saya
bersandar padanya untuk bertukar opini, bagiku bapak seperti buku pintar karena
setiap pertanyaan terlontarkan akan mampu ia jawab sejela-jelasnya. Termasuk
dalam menulis, bapak selalu memberikan pandangan membangun untuk ide-ide,
bahkan tidak jarag justru membuatku mendapatkan inspirasi baru untuk berbenah
sebelum menuangkan pemikiran ke dalam rentetan kalimat.

Meninjau literatur-literatur yang sekiranya dapat dijadikan acuan tulisan


pertanda kesiapan untuk memulai. Bukan pertanda tidak percaya dengan opini
pribadi, melainkan sebagai bentuk penghargaan bahwa kehidupan di dunia bukan
milik penulis seorang diri. Oleh karenanya, penting untuk menimbang pendapat-
pendapat orang lain sebagai perbandingan untuk menunjang pengetahuan jika
benar atau mematahkan pemahaman pribadi kala bertemu kekeliruan.
Mengkoneksikan bacaan-bacaan menjadi kesibukan awalku ketika hendak
membuka tulisan dengan sebuah paragraf paripurna. Tidak sembarang kalimat
akan kuletakkan di permulaan tulisan. Tebang pilih harus tega dilakukan demi
sempurnanya paragraf pertama, berdasarkan pengalamanku setiap menjumpai
sebuah tulisan dan hendak menjajakinya, urung bacaan kulanjutkan ketika
paragraf pertamanya tidak membuat mataku melebar penasaran akan pengetahuan
apa yang akan kuserap habis darinya.

Menemukan paragraf awal yang sempurna dilanjutkan dengan penulisan


kerangka-kerangka, perencanaan tulisan yang ditulis dalam bentuk poin-poin
singkat untuk kejelasan alur. Tertatanya alur tulisan akan mendatangkan
kemudahan dalam konsistensi ide yang hendak disampaikan penulis. Hal ini
menjadi kebiasaan saya sejak kuliah, setelah menghadiri suatu seminar
kepenulisan di kampus 2011 silam.

Bercerita tentang teman seperjuangan selama menulis tidak ada yang


sesetia laptop saya, benda elektronik dengan daya baterai kurang lebih 3 jam 40
menit. Mengisi daya baterai sembari berkutat dengan laptop pantang saya
lakukan, karenanya saya memiliki alarm rutin untuk berhenti seketika apapun
yang terjadi, yaitu disaat angka 5% muncul di desktop kanan bawah dengan
kedap-kedip. Kebiasaan ini membuat saya belajar disiplin untuk memanfaatkan
waktu semaksimal mungkin, dan serumit apapun deadline mengejar saya akan
tetap memiliki waktu istirahat yang cukup.

Selain laptop, kesegaran mata menjadi kebutuhan primer saya dalam


merakit kata demi kata. Di kampus tempat saya menuntut ilmu sekarang, teras
perpustakaan pusat menjadi lokasi favorit saya menghabis waktu untuk menulis.
Dari posisi saya rutin duduk, lebih dari 20 merpati hinggap dan beterbangan
menjadi santapan pandangan saya, indah sekali. Sesekali kuseruput teh hangat
yang kubeli di warteg langganan samping kontrakan ketika pagi hari telah mulai
meramu kata, meski tidak jarag teh terganti air putih kisaran 5-8 hari sebelum
bulan bertemu penghujung.
Ketika memulai tulisan dengan sebelumnya mendiskusikan ide dengan
bapak, tentu ketika satu tulisan telah saya rampungkan bapak menjadi penilai setia
saya. Kritik dan saran membangun serta menyemangati selalu membuat saya
betah untuk terus menerus menulis demi membanggakan beliau, niat kedua yang
saya tanamkan dalam hati setelah menebar kebaikan lewat tulisan. Kebanggaan
bapak akan tercermin dari caranya menceritakan ulang tulisan saya ke mama dan
ketiga adik saya, juga keseriusan bapak dalam mendukung hobi saya dalam
menulis terlihat dengan kematangan beliau dalam memahami maksud dari seiap
kata yang kurangkai dalam runtunan paragraf.

Bagi saya pribadi, setiap kata lahir dari perjuangan. Bukan karena kegiatan
menulis penuh kesulitan karena sejatinya dibalik kemudahan juga ada
perjuanngan. Perjuanan untuk memberi dan berbagi. Perjuangan dalam menyemai
bibit kebaikan hingga mampu memanennya di kemudian hari. Perjuangan agar
menjadi sebaik-baik manusia, menebar manfaat bagi kehidupan manusia.

***

Fauziyyah Alimuddin, lahir di hari jum’at 15 oktober 24 tahun silam dan hidup
penuh kasih dan cinta dari dua malaikat pemilik hati suci dan murni tanpa pamrih,
serta tiga adik bermata bening nan menentramkan. Mengenyam pendidikan di SDI
Bertingkat lalu melanjutkan ke jenjang menengah di SMP dan SMA di Pondok
Pesanren Darul Aman, Gombara. Menulis menjadi rutinitas semenjak
menghabiskan hari-hari di asrama tanpa orantua dan adik-adik tercinta, bermula
dengan menulis buku harian untuk diperlihatkan ke kelarga kala libur tiba.
Dewasa ini, blog, instagram, dan facebook menjadi wadah kesukaannya untuk
menyalurkan hobi.

Instagram : @Fauziyyah_Ali

Facebook : Fauziyyah Nurul Azkiya

Anda mungkin juga menyukai