Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, misalnya
pemanfaatan tanaman pada produk makanan sebagai pemberi rasa dan pewarna
makanan. Selain itu, ada juga tanaman yang mengandung minyak atsiri atau biasa
disebut minyak esensial yang dimanfaatkan untuk bahan pewangi. Salah satu
contoh tanaman yang masuk dalam kategori di atas yaitu tanaman pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.).
Menurut Yuliani dan Suyanti (2012), sejak dahulu, penggunaan minyak
esensial di Indonesia diperkenalkan lewat berbagai tanaman aromatik seperti bunga
mawar, melati, kenanga dan daun pandan untuk berbagai ritual keagamaan dan adat.
Setelah diketahui memiliki banyak manfaat seperti halnya untuk kesehatan, minyak
atsiri banyak digunakan sebagai bahan pewangi (fragrances), farmasi, kosmetika
dan aroma terapi (Ketaren, 1985).
Untuk mendapatkan minyak atsiri daun pandan wangi harus melalui proses
ekstraksi terlebih dahulu. Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan satu atau lebih
komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Proses
ekstraksi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lama waktu ekstraksi,
suhu ekstraksi, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan. Menurut
Wang et al. (2013), semakin lama waktu ekstraksi secara signifikan meningkatkan
jumlah kandungan senyawa fenolik daun pandan wangi, namun peningkatan
tersebut tidak terjadi lagi saat waktu memasuki menit ke-40. Selain faktor-faktor
tersebut, menurut Wardiyati (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi proses
ekstraksi dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) antara lain
frekuensi, viskositas pelarut, tegangan permukaan dan tekanan uap, tekanan luar,
suhu, dan intensitas amplitudo.
Metode ekstraksi yang paling konvensional adalah maserasi atau
perendaman. Menurut Utami et al. (2009), metode maserasi merupakan metode

1
2

yang sederhana namun tidak efisien dalam penggunaan pelarut dan waktu ekstraksi.
Seiring berkembangnya teknologi, metode ekstraksi pun terus dikembangkan untuk
mempersingkat waktu ekstraksi dan mendapat ekstrak yang lebih banyak dengan
volume pelarut yang lebih sedikit.
Berbagai macam metode ekstraksi yang telah dikembangkan antara lain
ekstraksi dengan tekanan tinggi, Microwave-Assisted Extraction (MAE) dan
Ultrasound-Assisted Extraction (UAE). Utami et al. (2009) melakukan penelitian
mengenai perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun simpur dari
berbagai metode ekstraksi, hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan nilai aktivitas
antioksidan dipengaruhi oleh metode ekstraksi. Metode ekstraksi yang
menunjukkan aktivitas antioksidan paling besar adalah dengan metode Ultrasound-
Assisted Extraction (UAE).
Metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) memanfaatkan gelombang
ultrasonik yang dapat menghancurkan sel daun (Utami et al., 2009). Metode ini
sudah diterapkan untuk mengekstrak komponen makanan seperti aroma,
antioksidan, pigmen dan antibakteri. Contoh komoditas yang pernah digunakan
untuk ekstraksi dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) di Indonesia
adalah rumput laut merah (Sari et al., 2012), labu kuning (Wahyuni dan Simon,
2015), daun simpur (Utami et al., 2009), daun berenuk (Ardianti dan Joni, 2014),
jahe (Hartuti dan Dani, 2013), biji pandan laut (Mahlinda et al., 2016) dan buah
pandan (Antari et al., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2013),
semakin besar rasio bahan dengan pelarut, maka semakin besar kandungan fenolik
total yang dihasilkan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa mutu minyak atsiri
daun pandan wangi dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) dapat
dipengaruhi juga oleh rasio bahan dengan pelarut. Menurut Jayanudin et al. (2014),
banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak bahan dengan pelarut, semakin
banyak pelarut luas kontak akan semakin besar. Semakin banyak pelarut yang
digunakan terhadap berat bahan dasar, maka ekstrak yang dihasilkan semakin besar,
hal ini dikarenakan semakin banyak pelarut yang berpenetrasi ke dalam bubuk,
yang memperbesar permukaan kontak (Bustan et al., 2008).
3

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk


mengetahui pengaruh rasio bahan dengan pelarut terhadap mutu minyak atsiri daun
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dengan menggunakan metode
Ultrasound-Assisted Extraction (UAE).

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah
bagaimana pengaruh rasio bahan dengan pelarut terhadap mutu minyak atsiri daun
pandan wangi dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE).

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio bahan
dengan pelarut terhadap mutu minyak atsiri daun pandan wangi dengan metode
Ultrasound-Assisted Extraction (UAE).

1.4 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ekstraksi
daun pandan wangi dengan menggunakan metode Ultrasound-Assisted Extraction
(UAE). Selain itu, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui rasio bahan
dengan pelarut yang paling optimal untuk menghasilkan minyak atsiri daun pandan
wangi dengan mutu yang terbaik menggunakan metode Ultrasound-Assisted
Extraction (UAE).

1.5 Kerangka Pemikiran


Daun pandan wangi merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak
manfaat. Manfaat yang pertama yaitu sebagai tanaman obat karena mengandung
beberapa komponen yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Komponen-komponen
tersebut antara lain alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, polifenol dan zat warna
(Dalimartha, 1999). Selain itu, komponen dalam daun pandan wangi yang dapat
dimanfaatkan yaitu minyak atsiri. Untuk mendapatkan minyak atsiri tersebut, daun
pandan wangi harus melalui proses ekstraksi terlebih dahulu.
4

Penggunaan panas akan merusak sebagian komponen minyak, sehingga


mengubah sifat-sifat dan bau alamiah (Guenther, 1948). Oleh sebab itu,
pengurangan kadar air daun pandan wangi tidak dilakukan menggunakan oven
melainkan dengan cara dilayukan. Daun pandan wangi dilayukan selama 2 hari
dalam suhu kamar lalu dipotong dengan ukuran 5 mm.
Telah banyak penelitian yang melakukan ekstraksi daun pandan wangi
dengan berbagai metode. Namun, ekstraksi yang dilakukan masih banyak
menggunakan metode sederhana seperti maserasi yang dilakukan oleh
Agustiningsih et al. (2010). Selain itu, ekstraksi daun pandan wangi juga dapat
dilakukan dengan metode perkolasi seperti yang telah dilakukan oleh Pratama et al.
(2009).
Metode maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling konvensional
tetapi memiliki banyak kekurangan. Waktu yang dibutuhkan untuk metode
ekstraksi ini cukup lama hingga berhari-hari. Selain itu, metode maserasi juga tidak
efisien dalam penggunaan pelarut karena adanya proses penggantian pelarut dengan
yang baru. Sama halnya dengan metode maserasi, metode perkolasi juga tidak
efisien dalam penggunaan pelarut. Perbedaannya yaitu dalam metode maserasi
bahan direndam dalam pelarut sampai waktu tertentu dengan pengadukan dan
penggantian pelarut secara berkala, sedangkan dalam metode perkolasi bahan
dialiri pelarut secara terus-menerus sehingga proses ekstraksi selalu dilakukan
dengan pelarut yang baru.
Ekstraksi dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE)
memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk menghancurkan sel daun sehingga
mempercepat proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel ke pelarut
(Dean, 1998). Dari beberapa hasil penelitian belum ada informasi mengenai
ekstraksi daun pandan wangi menggunakan metode Ultrasound-Assisted
Extraction (UAE). Metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) ini jauh lebih
efisien dibanding dengan metode maserasi ataupun perkolasi. Waktu yang
dibutuhkan untuk proses ekstraksi hanya dalam beberapa menit atau beberapa jam.
Pelarut yang digunakan pun dipakai hingga proses ekstraksi berakhir.
5

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rendemen


total pada penggunaan pelarut n-heksan lebih tinggi dibandingkan pada penggunaan
pelarut etil asetat. Hasil akhir dari penggunaan pelarut etil asetat setelah diuapkan
menjadi kering dan tidak dapat diambil. Sehingga, pelarut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah n-heksan. Data mengenai rendemen total pada penelitian
pendahuluan disajikan pada Lampiran 2. Penggunaan n-heksan ini juga didasarkan
pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran yang akan
diekstrak. Minyak atsiri bersifat non polar sehingga dipilih pelarut yang juga
bersifat non polar.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah banyaknya
pelarut yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bustan et al.
(2008), menunjukkan bahwa semakin besar volume pelarut yang digunakan
terhadap berat bahan dasar, maka rendemen yang dihasilkan akan semakin besar.
Hal ini dikarenakan semakin banyak pelarut yang berpenetrasi ke dalam bubuk
sehingga memperbesar permukaan kontak. Dalam penelitian Agustiningsih et al.
(2010), ekstraksi daun pandan wangi dilakukan dengan metode maserasi yang pada
dasarnya membutuhkan bahan yang cukup banyak. Rasio bahan dengan pelarutnya
adalah 1:7,5 (b/v) dengan berat bahan 50 gram. Sedangkan, ekstraksi dengan
metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) membutuhkan bahan yang tidak
terlalu banyak. Penelitian yang dilakukan Utami et al. (2009) yaitu membandingkan
hasil ekstraksi daun simpur dengan berbagai metode termasuk metode UAE. Rasio
bahan dengan pelarut yang digunakan pada penelitian tersebut adalah 1:50. Dari
beberapa hasil penelitian belum ada informasi mengenai rasio bahan dengan pelarut
yang paling baik dalam proses ekstraksi daun pandan wangi. Oleh karena itu, untuk
mengetahui kondisi yang paling baik, pada penelitian pendahuluan digunakan rasio
bahan dengan pelarut sebesar 1:40, 1:50, dan 1:60 (b/v) dengan berat bahan 5 gram.
Namun, hasil akhir yang didapat masih sangat sedikit sehingga pada penelitian
utama digunakan berat bahan 10 gram. Rasio bahan dengan pelarut yang digunakan
menjadi 5 variasi yaitu 1:20, 1:25, 1:30, 1:35 dan 1:40 dengan masing-masing
perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
6

Faktor kedua yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah lama ekstraksi.


Menurut Wahyuni dan Simon (2015), semakin lama waktu ekstraksi maka pelarut
memiliki waktu yang lebih banyak untuk menembus dinding sel dan menarik keluar
senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan, sehingga dihasilkan rendemen
yang lebih tinggi. Wang et al. (2013) melakukan penelitian mengenai ekstraksi
kandungan fenolik total dari Inula helenium dengan metode Ultrasound-Assisted
Extraction (UAE). Inula helenium ini termasuk dalam keluarga bunga matahari
Asteraceae. Dalam penelitian ini telah diberikan lima perlakuan variasi lama
ekstraksi yaitu 20, 30, 40, 50 dan 60 menit. Semakin lama waktu ekstraksi maka
kandungan fenolik total cenderung meningkat hingga menit ke-40. Namun, saat
memasuki menit ke-50 kandungan fenolik total mulai menurun. Dengan demikian,
lama ekstraksi 40 menit dipilih sebagai lama ekstraksi yang paling optimum.
Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi dengan menggunakan UAE
adalah suhu. Besarnya amplitudo yang digunakan mempengaruhi besarnya suhu.
Semakin besar amplitudo yang digunakan, maka semakin tinggi pula suhu yang
ditimbulkan pada bahan. Pada penelitian pendahuluan menggunakan amplitudo
75% dan 50%. Pada penggunaan amplitudo 75% menimbulkan suhu yang cukup
tinggi. Sedangkan, penggunaan panas berlebihan pada proses ekstraksi minyak
atsiri akan merusak sebagian komponen minyak sehingga mengubah sifat-sifat dan
bau alamiah (Guenther, 1948). Sehingga, amplitudo yang digunakan adalah 50%.
Dari proses ekstraksi daun pandan wangi dihasilkan ekstrak yang kemudian
disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan dari proses
penyaringan dipekatkan dalam vacuum rotary evaporator pada suhu 35oC,
sehingga dihasilkan concrete. Berdasarkan hasil penelitian Saputra (2010),
concrete ini belum memenuhi kriteria untuk bahan aroma terapi karena masih
berbau pelarut dan bercampur dengan senyawa lain. Sehingga, perlu dilakukan
proses re-ekstraksi untuk mendapatkan minyak atsiri yang lebih murni. Wartini et
al. (2015) melakukan penelitian mengenai komposisi kimia absolut minyak atsiri
daun pandan wangi hasil perlakuan curing. Re-ekstraksi pada penelitian tersebut
menggunakan pelarut etanol 96% dengan perbandingan concrete dengan etanol
adalah 1:8. Ekstrak hasil dari re-ekstraksi ini dipekatkan kembali menggunakan
7

vacuum rotary evaporator pada suhu 40oC, sehingga dihasilkan absolute. Seluruh
absolute daun pandan wangi selanjutnya akan dilakukan perhitungan rendemen
ekstraksi dan pengujian mutu meliputi warna, bobot jenis, indeks bias, bilangan
asam dan kadar sisa pelarut. Dengan demikian, akan diketahui rasio bahan dengan
pelarut yang dapat menghasilkan nilai rendemen ekstraksi tertinggi dan mutu
minyak atsiri yang terbaik.

Anda mungkin juga menyukai