Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ANALISIS SWOT PUSKESMAS

OLEH :

ULFA HAFIZHAH SARI


YONE AKDES
AFTRY DESI

DOSEN :
OKTAVIANIS, S. ST, M. Biomed

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Analisis SWOT Puskesmas”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan masukan berupa
sumbangan pikiran, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga
penulis membutuhkan saran dan kritik yang konstruktif guna perbaikan makalah
ini.

Bukittinggi, April 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan salah satu organisasi publik yang bertugas melayani
kesehatan masyarakat yang sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat umum.
Keberadaan kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan dan tuntutan akan mutu
pelayanan kesehatan seperti puskesmas untuk memikirkan mengenai perubahan
sistem manajemennya. Perubahan linkungan dan kebijakan dapat memaksa
adanya perubahan paradigma manajemen yang akhirnya akan membawa
perubahan pada sistem manajemennya (Mardi Nugroho, 2013).
Analisis SWOT (Strenght-Weaknesses-Opprtunities-Threats) atau di
Indonesia menjadi analisis KEKEPAN (Kekuatan-Kelemahan-Kesempatan-
Ancaman) sudah sangat umum dikenal dan mudah untuk dilakukan.proses
manajemen strategis adalah sebuah proses delapan langkah yang mencakup
perencanaan strategis, pelaksanaan atau penerapan dan evaluasi. Analisis adalah
suatu kegiatan untuk memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu
kasus, mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa
yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi sebuah perusahaan
dan organisasi internal maupun eksternal. Dengan menggunakan analisis SWOT,
akan dapat mengetahui keberhasilan dan hambatan program di pusesmas (Mustika
Arum, 2015).
Mutu pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep manajemen berfokus
konsumen yang inovatif dan partisipatif yang mempengaruhi setiap individu
dalam organisasi dan mutu dapat bertahan memlalui transformasi budaya (Al-
Assaf, 2009).
Pelayanan kesehatan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling terkait, saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi
antara satu dengan yang lainnya. Mutu pelayanan di puskesmas adalah produk
akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau
aspek peayanan (Bustami, 2011).
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang semakin
meningkat dan mendesak perlu mendpatkan perhatian yang serius bagi semua
kalangan yang berkompeten khususnya Dikas Kesehatan dan Puskesmas. Salah
satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan di puskesmas adalah kepuasan
pasien.kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu
produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga
mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ualang produk
yang sama. Prosuk puskesmas adalah jasa pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan serta berkembangnya kesadaran yang bermutu masih
jauh dari harapan masyarakat, maka UU Kesehatan nomor 39 tahun 2009
menekankan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya
ditingkat puskesmas.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama
menyediakan berbagai pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Keberadaan
puskesmas di setiap wilayah kerja dalam rangka mendukung pencapaian derajat
kesehatan masyarakat yang setingi-tingginya melalui upaya kesehatan
masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 mengatur bahwa
upaya kesehatan masyarakat dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan dan menanggulangan
berbagai permasalahan kesehatan berbasis keluarga, kelompok dan masyarakat.
Selain itu, komponen pelayanan kesehatan juga diatur di dalam peraturan ini.
Pelayanan kesehatan yang disediakan oleh puskesmas kepada masyarakat meliputi
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan dan pelaporan. Seluruh komponen
pelayanan kesehatan dasar di puskesmas ini selanjutnya diatur dalam suatu sistem
(KemenKes RI, 2014).
Berbagai teori tentang mutu pelayanan di bidang kesehatan menjelaskan
bahwa berbagai faktor yang berhubungan dengan tinggi rendahnya mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan dasar. Beberapa
faktor tersebut diantaranya adalah penyedia pelayanan kesehatan, faktor
organisasi dan kepemimpinan, dan faktor lingkungan (internal dan eksternal).
Dari sisi kepemimpinan, kualitas pelayanan kesehatan dapat didukung oleh
dukungan pemimpin, perencanaan yang baik, pendidikan dan pelatihan serta
manajemen yang efektif tentang sumber daya, tenaga kesehatan dan proses
(Mosadeghrad, 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu SWOT ?
2. Apa saja manfaat dari analisis SWOT ?
3. Apa saja unsur-unsur SWOT ?
4. Kapan waktu penggunaan SWOT yang tepat ?
5. Bagaimana anslisis SWOT puskesmas ?
6. Apa upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas ?
7. Bagaimana peran pemimpin puskesmas sebagai manajer kesehatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu SWOT.
2. Untuk mengetahui manfaat dari analisis SWOT.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur SWOT.
4. Untuk mengetahui waktu penggunaan SWOT yang tepat.
5. Untuk mengetahui analisis SWOT puskesmas.
6. Untuk mengetahui upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas.
7. Untuk mengetahui peran pemimpin puskesmas sebagai manajer
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian SWOT
Analisi SWOT adalah metode perencaanaan strategis yang dihunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (Strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT.
Yang dimaksud kekuatan adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam
organisasi Puskesmas, sehingga Puskesmas memiliki keunggulan kompetitif di
pasaran. Hal ini disebabkan karena Puskesmas memiliki sumber daya,
keterampilan, produk, jasa andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat
dari pesaing dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Kelemahan adalah keterbatasan atau
kekurangan dalam hal sumber daya, keterampilan dan kemampuan yang menjadi
penghalang serius bagi penampilan kinerja Puskesmas. Adapun peluang adalah
sebagai situasi lingkungan yang menguntungkan bagi Puskesmas. Sedangkan
ancaman merupakan kebalikan dari peluang, dengan demikian ancaman adalah
faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan Puskesmas.
Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh dalam melakukan
analisis strategik. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan untuk
memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan peluang serta
berperan untuk meminimalisasi kelemahan organisasi dan menekan dampak
ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Analisa SWOT adalah sebuah
bentukanalisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran).
Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor
masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing.
Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa
analisaSWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk
menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan
dihadapioleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu
memberikan jalan keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.
Analisis terhadap peluang dan ancaman merupakan analisis terhadap faktor-faktor
yang berasal dari pihak luar perusahaan. Analisis kekuatan dan kelemahan
merupakan analisis terhadap faktor-faktor intern perusahaan. Hasil analisis ekstern
ini digabungkan dengan hasil analisis intern untuk penentuan misi, visi dan tujuan
organisasi.
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah
berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya
dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan
(strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses)
yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman
(threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru.

B. Manfaat Analisis SWOT


1. Untuk melakukan perencanaan dalam upaya mengantisipasi masa depan
dengan melakukan pengkajian berdasarkan pengalaman, ditopang sumber
daya dan kemajuan yang dimiliki saat ini yang akan diproyeksikan ke
masa depan.
2. Untuk menganalisis kesempatan atau peluang dan kekuatan dalam
membuat rencana jangka panjang.
3. Untuk mengatasi ancaman dan kelemahan yang mempunyai
kecenderungan menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana
untuk perbaikan.
4. Untuk mengidentifikasi faktor eksternal dan fator internal.
C. Unsur-Unsur SWOT
Terdapat empat unsur pokok SWOT, yaitu :
1. Strengtht (Kekuatan)
Arti kata Strength disini adalah berbagai kelebihan yang bersifat khas
yang dimiliki oleh suatu organisasi dimana apabila dimanfaatkan maka
akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalammencapai
tujuan yang dimiliki oleh organisasi.
2. Weakness (Kelemahan)
Arti kata Weakness disini adalah berbagai kekurangan yang bersifat khas
yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang apabila berhasil diatasi akan
berperan besar, tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang
akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan
yang dimiliki oleh organisasi.
3. Opportunities (Peluang dan Kesempatan)
Arti kata Opportunities disini adalah peluang yang bersifat positif yang
dihadapi oleh suatu organisasi dimana apabila dimanfaatkan akan
memiliki peranan yang besar dalam mencapai tujuan organisasi.
Opportunities juga diartikan sebagai suatu peluang yang berkembang
dimasa yang akan datang dan akan terjadi.
4. Threat (Ancaman atau Hambatan)
Arti kata Threat disini adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi
oleh suatu organisasi dimana apabila berhasil diatasi akan besar
peranannya dalam mencapai tujuan organisasi.

D. Waktu Penggunaan SWOT


SWOT digunakan saat mengembangkan rencana strategis atau perencanaan
solusi untuk masalah. Namun SWOT baru dapat diaplikasikan setelah
menganalisis lingkungan eksternal dan internal. Cara menggunakannya:
1. Analisis Internal. Menguji kemampuan sistem tersebut. Ini dapat
dilakukan dengan menganalisis suatu sistem dengan kekuatan dan
kelemahan .
2. Analisis Eksternal. Melihat pada titik-titik utama dalam analisis dan
mengidentifikasi titik-titik yang menimbulkan peluang.Untuk sistem
tersebut, dan yang menimbulkan ancaman atau hambatan terhadap
kinerja. Untuk membangun analisis SWOT dan mengatur sebuah
program untuk perencanaan dan memeriksa situasi yang ada pada saat
ini. Maka perlu diketahui terlebih dahulu kekuatan dan kelemahannya.
Bagaimana kita bisa memanfaatkan kekuatan dan mengatasi kelemahan
yang ada, dan apakah peluang eksternal dan internal dalam ancaman
bidang yang dipilih.

E. Analisis SWOT Puskesmas


1. Analisi lingkungan dalam puskesmas
a. Strenght (kekuatan)
1) Puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air.
Untuk menjangkau seluruh wilayah kerja, Puskesmas diperkuat
dengan Puskesmas Pembantu sereta Puskesmas Keliling.
Kecuali itu untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan
rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Juga
ditunjang oleh Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) berupa Posyandu, Pondok Bersalin Desa (Polindes),
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)-Desa Siaga, dan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu)-Usia lanjut, dan lain-lain.
2) Pemerintah daerah telah menyediakan dana dari pengembalian
retribusi pendapatan Puskesmas dengan besaran yang bervariasi
di setiap kabupaten/kota, pengadaan tenaga, obat-obatan, alat
kesehatan dan sebagainya.
3) Adanya tenaga kesehatan Puskesmas yang telah ditempatkan di
sarana kesehatan baik di Puskesmas Induk, Puskesmas
Pembantu, Balai Pengobatan Desa, Pos Kesehatan Desa dan
Bidan Desa di wilayah kerja Puskesmas.
4) Adanya standard operating procedure (SOP) atau prosedur tetap
dalam Puskesmas.
5) Adanya sistem informasi manajemen Puskesmas yang
bersumber dari sitem pencatatan dan pelaporan Puskesmas,
sistem informasi Posyandu, laporan sarana kesehatan swasta,
laporan lintas sektor, dan lain-lain.
6) Adanya sistem Kesehatan Nasional dan UU tentang Kesehatan
serta peraturan perundang-undangan lainnya sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
b. Weakness (kelemahan)
1) Visi, misi dan tujuan Puskesmas belum dipahami sepenuhnya
oleh pimpinan dan staf Puskesmas. Hal tersebut dapat
melemahkan komitmen, dukungan dan keikutsertaan pegawai
dalam mengembangkan fungsi Puskesmas. Mereka terperangkap
oleh tugas-tugas rutin yang bersifat kuratif yang kebanyakan
dilakukan di dalam gedung Puskesmas. Akibatnya, kegiatan
Puskesmas di luar gedung yang bersifat promotif dan preventif
kurang mendapatkan perhatian.
2) Beban kerja Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
kesehatan kabupaten atau kota terlalu berat. Pertama karena
rujukan kesehatan dan dari Dinas kesehatan kabupaten atau kota
kurang berjalan. Kedua karena Dinas kesehatan kabupaten atau
kota yang sebenarnya bertanggung jawab penuh terhadap
keberhasilan pembangunan kesehatan secara menyeluruh di
wilayah kabupaten atau kota lebih banyak melaksanakan tugas-
tugas administratif.
3) Puskesmas masih bersifat sentralistis, dimana Puskesmas belum
memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan program yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
4) Waktu kerja pegawai Puskesmas kurang efektif dan kurang
optimal.
5) Ketidak efisienan Puskesmas juga tampak dari pemanfaatan
ruang rawat inap di beberapa Puskesmas dengan tempat
perawatan. Kurang tegasnya pemisahan antara tugas pokok
untuk melakukan perawatan pasien rawat inap dengan pelayanan
kesehatan masyarakat merupakam salah satu kendala
pengembangan upaya kesehatan promotif dan preventif di
Puskesmas dengan tempat perawatan.
6) Citra Puskesmas masih kurang baik, utamanya yang berkaitan
mutu, penampilan fisik Puskesmas kurah bersih, nyaman,
disiplin profesionalisme, dan keramahan petugas dalam
pelayanan kesehatan yang masih lemah.
7) Belum tersedianya sumber daya Puskesmas yang memadai
seperti ketersediaan tenaga belum sesuai standar ketenagaan
Puskesmas dan Penyebaran tidak merata, kemampuan dan
kemauan petugas belum memadai, penanggung jawab program
Puskesmas belum memiliki kemampuan manajerial program,
pengembangan sumber daya tenaga kesehatan tidak berorientasi
pada kebutuhan Puskesmas atau program, namun seringkali
merupakan keinginan dari pegawai yang bersangkutan:
kurangnya tanggung jawab, motivasi, dedikasi, loyalitas dan
kinerja petugas Puskesmas
8) Ketersediaan obat-obatan baik jenis maupun jumlahnya terbatas,
alat kesehatan juga kurang memadai, dana operasional maupun
program sangat kurang dan hanya bersumber dari presentase
pengembalian retribusi Puskesmas dengan besaran yang
bervariasi di setiap kabupaten atau kota.
9) Belum tersedianya data dan informasi registrasi vital tentang
kependudukan dan program kesehatan yang sahid dan akurat.
2. Analisis lingkungan diluar puskesmas
a. Opportunity (kesempatan atau peluang)
1) Amandemen UUD 1945 Pasal 28 H yang menyatakan bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
yang optimal merupakan dukungan landasan hukum sebagai
peluang bagi pemerintah dan masyarakat dalam mempercepat
upaya pemerataan pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.
2) Kebijakan desentralisasi sebagaimana diberlakukan UU RI No.
1999 yang kemudian disempurnakan dengan UU RI No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah memberi peluang
yang besar bagai Puskesmas untuk memperbaiki sistem, rencana
strategik, dan rencana operasional, mengembangkan program
dan kegiatan Puskesmas secara mandiri sesuai kebutuhan
masyarakat dan potensi yang tersedia.
3) Kesepakatan para bupati atau walikota pada tanggal 28 Juli 2000
untuk menyediakan alokasi dana kesehatan minimal 15 % dari
APBD atau 15% PDRB merupakan peluang yang besar bagi
Puskesmas untuk mengembangkan program-program kesehatan
di wilayah kerjanya dengan dukungan anggaran yang memadai.
4) Adanya komitmen dan dukungan politis dari pemerintah daerah
dan DPRD kabupaten atau kota untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
5) Kemajuan pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan
memberi peluang untuk mempercepat peningkatan pemerataan
pelayanan serta kualitas pelayanan Puskesmas.
6) Adanya peran serta masyarakat dalam upaya kesehatn berupa
UKBM antara lain Posyandu, Polindes, Poskesdes, Posbindu,
dan lain-lain.
7) Adanya sumber dana untuk pembiayaan kesehatan yang
bersumber dari masyarakat melalui program JPKM, Dana
Kesehatan Masyarakat, Dana Sekolah Sehat, Dana Sosial Ibu
Bersalin, beras perelek atau jimpitan, dana kematian dan
sebagainya.
8) Adanya dana stimulasi dari pemerintah daerah untuk dana sosial
ibu bersalin yang dapat dikembangkan menjadi Dana Sehat
berpola JPKM.
9) Adanya komitmen dan dukungan dari stakeholders serta tokoh
masyarakat terhadap program Puskesmas.
10) Adanya momentum program kesehatan yang strategis seperti
Gerakan Sayang Ibu, Desa Siaga, Gerakan Terpadu Nasional,
dan lain-lain.
11) Keadaan geografis yang dapat dijangkau oleh kendaraan serta
tersedianya sarana transportasi dan komunikasi yang sudah
menjangkau seluruh wilayah kerja Puskesmas.
b. Threat (ancaman)
1) Ketidakmampuan pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan
kabupaten ataukota untuk memanfaatkan era desentralisasi
sebagai peluang dan kesempatan untuk melakukan reformasi
Sistem Pembangunan Kesehatan Daerah dapat menjadi ancaman
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di
wilayah kerja puskesmas.
2) Terjadinya transisi epidemiologi baik oleh pengaruh perubahan
struktur penduduk dan perubahan gaya hidup masyarakat
menyebabkan beban ganda pelayanan kesehatan yaitu tidak saja
pada masalah penyakit infeksi tetapi juga penyakit degeneratif.
Selain itu pelayanan kesehatan juga menghadapi masalah
penyakit yang pada akhir ini cenderung meningkat seperti
tuberculosa, demam berdarah dengue. Fenomena-fenomena
tersebut merupakan tantangan sekaligus ancaman
pengembangan Puskesmas.
3) Terjadinya krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih tidak
saja menambahi jumlah penduduk miskin, tetapi juga
menurunkan kemampuan pemerintah dalam menyediakan
anggaran untuk pembangunan kesehatan.
4) Manajemen program Puskesmas belum dirumuskan oleh Dinas
Kesehatan kabupaten atau kota sebagai pedoman dan rujukan
Puskesmas.
5) Kurangnya pembinaan dan bimbingan program dari Dinas
Kesehatan kabupaten atau kota.
6) Kurangnya komitmen, dukungan dan keikutsertaan lintas
sektoral dalam program kesehatan.
7) Kurangnya komitmen dan dukungan stakeholders Puskesmas
terhadap program Puskesmas.
8) Jumlah kader kesehatan masih kurang, tingginya drop out kader,
adanya kejenuhan dari kader, sulitnya mencari kader baru,
kurangnya dana stimulasi kader, kurangnya sarana kegiatan
kader seperti buku pegangan kader, sarana pencatatan dan
pelaporan kegiatan kader dan sebagainya.
9) Sistem pembiayaan Puskesmas belum mengantisipasi arah
perkembangan masa depan, yakni sistem pembiayaan praupaya
untuk pelayanan kesehatan perorangan.
10) Puskesmas masih belum berhasil dalam menggali, menghimpun
dan mengorganisasi partisipasi masyarakat serta membina
kemitraan dengan sektor lain yang terkait.
11) Berkembangnya pelayanan kesehatan swasta yang lebih
profesional, bermutu, dan bernuansa profit merupakan ancaman
terhadap pelayanan kesehatan pemerintahan termasuk
Puskesmas.
12) Kurangnya penggunaan obat generik karena banyaknya pasokan
obat pasien menyebabkan tingginya harga obat-obatan dan
merupakan ancaman pelayanan kesehatan terutama untuk
masyarakat miskin.
13) Mobilisasi penduduk yang tinggi menyebabkan penularan
penyakit yang cepat serta perubahan lingkungan dan perilaku
sosial budaya masyarakat merupakan ancaman terhadap
semakin meningkatnya masalah kesehatan.
14) Pemanfaat tenaga dan sarana kesehatan Puskesmas masih
kurang, termasuk pemanfaatan bidan desa, dimana bidan desa
lebih banyak dimanfaatkan dalam upaya promotif dan preventif.
15) Masih adanya persalinan dukun paraji dan belum tejalin
kemitraan antara bidan desa dengan dukun paraji.
16) Perilaku Hidup Bersih dana Sehat (PHBS) masih belum
memasyarakat dan membudaya baik PHBS rumah tangga,
sarana kesehatan, institusi pendidikan, tempat kerja, mauoun
tempat-tempat umum.
Berdasarkan analisis SWOT Puskesmas tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Puskesmas saat ini menghadapi kondisi yang paling buruk karena harus
menghadpi ancaman/rintangan/tantangan (threat) besar yang bersumber pada
lingkungan luar dan pada saat yang bersamaan dilanda berbagai kelemahan
internal (weakness). Strategi yang tepat pada keadaan demikian ialah mengurangi
atau mengubah bentuk perlayanan kesehatan yakni:
a. Mengubah paradigma yaitu dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat.
Paradigma sehat yakni upaya kesehatan menitikberatkan pada upaya promotif
dan preventiftanpa mengesampingkan upaya promotif dan rehabilitatif.
b. Upaya kesehatan Puskesmas lebih menitikberatkan pada upaya kesehatan
yanjg mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan AKI dan AKB
seperti program keterpaduan KB-kesehatan di Posyandu
c. Upaya kesehatan Puskesmas menfokuskan pada program basic-six
Pembinaan dan pengembangan Puskesmas hendaknya diupayakan untuk
memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang atau kesempatan
(strategi SO (strength-oportunitty) atau Strategi Kekuatan-Peluang) dengan
meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman (strategi WT-weatness-
threat atau strategi kelemahan-ancaman), sehingga Puskesmas berada pada
kuadran 1, dimana Puskesmas menghadapi berbagai peluang-kesempatan
lingkungan luar dan memiliki berbagai kekuatan yang mendorong
pemanfaatan berbagai peluang tersebut, sehingga strategi yang tepat yaitu
strategi pertumbuhan (agresif).
F. Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas
Tantangan yang dihadapi oleh petugas kesehatan adalah bagaimana menjaga
keseimbangan antara nilai-nilai kemanusiaan, sumber-sumber teknologi, kualitas
hidup, inovasi dan kenyataan ekonomi, yang memungkinkan untuk memberikan
pelayanan terbaik. Hal tersebut tidak berarti menghilangkan pengertian universal
dari mutu untuk memperoleh pengakuan. Ketiadaan definisi formal tentang mutu,
bukan berarti pasien atau provider tidak akan dapat mengidentifikasi ketiadaan
mutu itu sendiri, atau mutu yang berada dibawah standar, misalnya: makanan
disajikan dingin, penusukan vena dalam kondisi normal 3-4 kali, terjadi decubitus
atau infeksi, pasien jatuh, salah pemberian obat semua itu menunjukkan mutu
yang rendah.
Pengertian mutu kinerja diukur melalui dimensi pengukuran yang tegas
yaitu standar tertulis yang jelas. Standar menentukan mutu atau kinerja dan
diberikan secara langsung serta hasilnya dapat dilihat dari pelayanan tersebut.
Standar adalah patokan untuk menentukan tingkat mutu. Standar merupakan
pernyataan tertulis dari tata nilai peraturan-peraturan, kondisi dan tindakan pada
pasien, staf, atau sistem yang disahkan oleh pihak berwenang.
Menurut Jcaho (1993) Jaminan mutu (Quality Assurance) adalah suatu
proses yang obyektif dan sistematis dalam memonitor dan mengevaluasi mutu dan
kesiapan dalam pelayanan terhadap pasen dalam meningkatkan pelayanan, dan
memecahkan masalah yang telah diidentifikasi. Kesiapan merujuk pada
pengertian lebih luas dimana prosedur khusus, kesesuaian dalam suasana khusus
dan pelayanan yang efisien, mengindikasikan kelebihan maupun kekurangannya.
Dalam kaitan diatas Jcaho (1993) mendefinisikan Jaminan mutu (Quality
Assurance) dalam tiga kegiatan yang tidak terpisahkan yaitu: pertama,
merencanakan suatu produk atau pelayanan dan pengendalian produknya yang
tidak dapat dilepaskan dari mutu. Dalam pelayanan kesehatan, aktifitas dan
program dimaksudkan menjamin atau memberi garansi terhadap mutu. Kedua
pengendalian mutu adalah suatu proses dimana kinerja aktual dinilai atau diukur,
dan dibandingkan dengan tujuan, serta perbedaan atau penyimpangan
ditindaklanjuti dengan menggunakan metoda statistik. Ketiga, peningkatan mutu
adalah proses pencapaian suatu tingkat kinerja atau mutu baru yang lebih tinggi
dari sebelumnya. Pencapaian tingkat mutu baru adalah yang terbaik dari pada
tingkat mutu sebelumnya.
Adapun ciri-ciri mutu pelayanan Puskesmas yang baik antara lain: pertama,
memenuhi standar profesi yang ditetapkan, melalui standar struktur, standar
proses, dan standar hasil. Kedua, sumber daya untuk pelayanan asuhan
keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efisien, dan efektif. Ketiga, aman bagi
pasien dan perawat pemberi jasa pelayanan. Keempat, memuaskan bagi pasien
dan perawat pemberi jasa pelayanan. Kelima, memperhatikan dan menghormati
aspek sosial, ekonomi, agama, budaya, etika, dan tata nilai masyarakat.
Sedangkan persyaratan untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas
menurut (Depkes RI, 1998) antara lain yang pertama pimpinan yang peduli dan
mendukung. Kedua adanya kesadaran bahwa mutu harus ditingkatkan (sadar
mutu). Ketiga tenaga keperawatan disiapkan melalui peningkatan pengetahuan,
sikap, perilaku, dan keterampilan dengan cara program diklat. Keempat sarana,
perlengkapan dan lingkungan mendukung. Dan yang kelima adanya standar.
Menurut Kotler (2000) metode-metode yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan meliputi: pertama sistem
keluhan dan saran, sebuah fasilitas kesehatan yang berfokus serta berorientasi
terhadap pasien untuk memberikan suatu kesempatan dalam memberikan saran
pendapatan dan keluhan. Kedua survey kepuasan pasien, dengan melakukan
penelitian survei untuk mengetahui informasi tentang kepuasan pelayanan dan
mengukur keinginan serta harapan melalui wawancara langsung, menelpon, dan
lainnya. Pengukuran kepuasan dengan metode dapat dilakukan dengan cara:
directly reported satisfaction, pengukuran dilakukan secara langsung melalui
pernyataan seperti ungkapan seberapa puas pasien terhadap pelayanan pada skala
sangat puas, puas, netral, sangat tidak puas. Derived dissatisfaction, pernyataan
yang diajukan menyangkut besarnya harapan pasien terhadap pelayanan tertentu
dan besarnya hasil yang mereka rasakan. Problem analysis, responden diminta
untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan
pelayanan kesehatan yang diberikan dan yang menuliskan saran-saran untuk
melakukan perbaikan. Importance performance analysis, responden diminta untuk
menilai sebagai pelayanan yang diberikan berdasarkan derajat kepentingan setiap
elemennya dan seberapa baik tingkat kinerja petugas kesehatan dalam setiap
elemen-elemennya.
Ketiga ghost shopping, suatu tempat pelayanan kesehatan membayar atau
mempekerjakan petugas kesehatan untuk bertindak sebagai pemberi pelayanan
guna melaporkan apa saja keluhan pasien serta meningkatkan derajat kesehatan
pasien. selain itu juga ghost shopper yaitu menggamati cara tempat pelayanan
kesehatan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya dalam menanggani, melayani
permintaan pasien, menjawab pertanyaan setiap keluhan pasien. Keempat analisis
pelayanan yang hilang (Lost costumer analysis) suatu tempat pelayanan kesehatan
harus menghubungi setiap pasien yang berhenti mendapatkan pelayanan untuk
mengetahui sebabnya dan segara menggambil kebijakan untuk mendapatkan
pelayanan kembali. Jika kenyataannya pelayanan yang diperoleh dibawah harapan
atau tidak sesuai dengan keinginan pasien akan kecewa sehingga hai ini dapat
merugikan tempat pelayanan kesehatan tersebut.
Menurut Kotler (2000) rasa tidak puas pasien dapat disebabkan karena:
tidak sesuainya harapan dan kenyatakan yang dialami, pelayanan tidak
memuaskan, perilaku atau tindakan personil yang tidak menyenangkan, suasana
dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang, biaya yang terlalu tinggi
karena tempat terlalu jauh sehingga banyak waktu yang terbuang, promosi atau
iklan terlalu berlebihan.
Walker dan Larrache (2000) mengemukakan bahwa perbedaan/gap
(kesenjangan) antara pelayanan yang dirasakan dengan yang diharapkan terjadi
karena adanya: pertama, kesenjangan antara harapan konsumen dengan
pandangan manajemen. Kedua, kesenjangan antara pandangan manajemen dengan
spesifikasi mutu pelayanan. Ketiga, kesenjangan antara penyajian pelayanan dan
komunikasi eksternal. Keempat, kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan
dengan pelayanan yang diharapkan.
Rahmulyano (2008) menyebutkan bahwa gap mutu pelayanan yang terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: gap pertama, orientasi riset pemasaran
tidak seimbang, kurang komunikasi, kurang fokus. Gap kedua tidak ada standar
yang berorientasi kepada konsumen, kepemimpinan yang tidak memadai, desain
layanan yang tidak baik. Gap ketiga, penyimpangan kebijakan sumber daya
manusia, kegagalan menyesuaikan permintaan dan penawaran, konsumen tidak
mempermainkan peran. Gap keempat, manajemen harapan konsumen yang tidak
akurat, janji yang berlebihan, komunikasi perusahan dan konsumen tidak
memadai. Gap kelima, merupakan gap yang disebabkan oleh gap pertama sampai
dengan ke empat.
Menurut Rahmulyono (2008) idealnya mutu layanan yang diterima oleh
konsumen sama dengan mutu layanan yang diharapkan. Oleh karena itu agar
masyarakat puas terhadap layanan yang diberikan perusahan, maka menjadi
keharusan bagi perusahaan untuk menghilangkan gap yang terjadi. Adapun
langkah-langkah untuk menghilangkan gap mutu pelayanan yaitu: pertama,
menumbuhkan kepemimpinan yang efektif, kepemimpinan merupakan penggerak
utama perbaikan layanan. Kedua, membangun informasi layanan yang efektif
akan mengakomodasikan keinginan dan harapan konsumen. Ketiga, merumuskan
strategi layanan untuk memberikan layanan dengan kualitas yang sebaik mungkin
kepada konsumen. Keempat, implementasi strategi layanan dapat
diimplementasikan dengan efektif.

G. Peran Pimpinan Puskesmas sebagai Manajer Kesehatan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran merupakan perangkat
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam
masyarakat. Peran merupakan aspek dinamis dalam kedudukan (status) terhadap
sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran (Tjokrowinoto Moejiarto, 2007).
Menurut Parwoto (dalam Soehendy,1997) mengemukakan bahwa peran memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Keterlibatan dalam keputusan : mengambil dan menjalankan keputusan.
2. Bentuk kontribusi : gagasan, materi, tenaga, dll.
3. Organisasi kerja.
4. Penetapan tujuan : ditetapkan oleh kelompok bersama pihak lain.
5. Peran masyarakat : sebagai subjek.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014 tentang pusat Kesehatan MasyarakatI pasal 33 Puskesmas dipimpin oleh
seorang Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas sebagaimana dimaksud merupakan
seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat.
2. Masa kerja dipuskesmas minimal 2 tahun.
3. Telah mengikuti pelatihan manajemen puskesmas.
Kepala Puskesmas adalah penanggung jawab pembangunan kesehatan di
tingkat kecamatan, Sedangkan Dokter Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang
berkerja di Puskesmas yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayanan
kesehatan kepada Masyarakat pada sarana pelayanan kesehatan (Kemenkes,
2015).
Lima tugas utama seorang manajer atau kepala puskesmas, untuk
menjalankan prinsip manajemen puskesmas, seperti paparan pengalaman berikut
ini :

1. Membuat perencanaan puskesmas.


Menganalisa kondisi, situasi dan kinerja puskesmas, apakah sudah baik,
masih kurang ataukah banyak yang belum beres, kemudian menentukan
perencanaan kegiatannya.

2. Mengatur pelayanan puskesmas.


Menata apa saja jenis kegiatan program pelayanan, siapa saja yang akan
menjalankannya bersama seluruh staf puskesmas.

3. Menggerakkan pegawai puskesmas.


Mendorong segenap komponen pelayanan puskesmas untuk melaksanakan
tugas pokok sesuai fungsinya dalam pelayanan kepada masyarakat.

4. Mengevaluasi kinerja puskesmas.


Menelaah hasil pencapaian program puskesmas secara terpadu dengan
instansi terkait, sebagai pedoman untuk menentukan perencanaan pelayanan
puskesmas.

5. Menggalang kerjasama pelayanan puskesmas.


Menjalin kerjasama internal puskesmas dan eksternal puskesmas, antara staf,
pegawai, petugas, aparat, pejabat, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan
yang lainnya, khususnya diwilayah kerja puskesmas.
Kepala Puskesmas merupakan pemimpin tertinggi di puskesmas. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang pusat
Kesehatan Masyarakat pasal 33 Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala
Puskesmas. Kepemimpinan memiliki peranan yang penting karena pemimpin
dapat menpengaruhi perilaku pegawai dalam bekerja untuk mendorong tercapai
tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku pimpinan yang
dapat mengarahkan pegawainya mencapai sasaran bersama sesuai dengan
kehendak pemimpin tanpa mengabaikan kepuasan pegawainya.
Hal tersebut berarti seorang pemimpin juga harus memperhatikan kepuasan
kerja pegawainya. Keteladanan seorang pemimpin, motivasi dari pimpinan,
informasi dan komunikasi yang diberikan oleh pimpinan serta pengambilan
keputusan yang dibuat merupakan beberapa bentuk perilaku pemimpin dalam
suatu organisasi yang dapat menciptakan suatu kepuasan kerja bagi pegawainya.
Sesuai dengan tanggungjawab seorang kepala puskesmas yaitu
mengkoordinir penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas berdasarkan data
program Dinas Kesehatan dan juga mempunyai tugas pokok dan fungsi
memimpin, mengawasi dan mengkoordinir. Jadi peran soerang kepala puskesmas
untuk mengambil serta menjalankan kebijakan menentukan kinerja pegawai yang
ada di puskesmas, setiap tindakan dan keputusan yang diambil mempunyai
konsekuensi dan resiko tersendiri.
Tugas kepala puskesmas disamping mengambil keputusan dan kebijakan,
kepala puskesmas juga Memimpin urusan Tata Usaha, unit-unit pelayanan,
puskesmas pembantu, ponkesdes dan staf dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan masyarakat agar pelaksanaan tugas sesuai dengan kerja yang telah
ditetapkan. Salah satu kontribusi yang diberikan kepala puskesmas dalam
meningkatkan mutu pelayan kesehatan dan kinerja para pegawai yaitu dengan ide
gagasan dan peran serta dalam mencapai tujuan bersama tidak hanya mampu
mengambil keputusan yang tepat, tapi kemampuan dalam memberikan gagasan
ide dan ikut andil dalam setiap kegiatan program pelayanan sehinga patut
dicontoh dan diteladani merupakan hal menunjang keberhasilan seorang Kepala
Puskesmas dalam melaksanakan tugas pelayanannya.
Kepala puskesmas bertanggungjawab atas penyelenggaraa pelaksanaan
program-program dipuskesmas bertanggungjawab atas penyelenggaraan
pelaksana programprogrsam dipuskesmas. Puskesmas sangat diharapkan
mempunyai Pengorganisasian yang baik dalam pekerjaan program yang ada, hal
itu tentunya supaya semua tujuan program dapat tercapai dengan baik. Kepala
puskesmas diharapkan mampu untuk mengkoordinir dan mampu untuk mengajak
para pegawainya untuk bekerja sama dan terlibat langsung dalam pelaksanaan
program kerja yang ada dipuskemas.
Tak hanya sebagai pihak selalu memerintah, namun Kapus juga wajib
membangun kerja sama yang baik, agar tujuan yang akan dicapai agar terlaksana
dengan baik. Sesuai dengan tugas tanggungjawab dalam mengawasi setiap kinerja
kepala puskesmas juga mempunyai fungsi mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
puskesmas berdasarkan realisasi program kerja dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku sebagai bahan dalam menyusun program kerja. Menilai
prestasi kerja staf sebagai bahan pertimbangan alam meningkatkan karier, hal ini
juga dipandang baik untuk meningkatkan kinerja pegawai agar termotivasi
melihat progress yang dicapai jika masih kurang.
Kepala puskesmas juga memimpin pelaksanan kegiatan di puskesmas
melakukan penyelenggaraan pertemuan berkala (Mini Lokakarya, bulanan dwi
bulanan). Membangun kerjasama dengan berbagai pihak terkait di kecamatan,
lintas sektor,penyediaan pelayanan kesehatan tingkat pertama swasta, peroronan
masyarakat dalam membangun UKBM. Puskesmas adalah suatu unit pelaksana
fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat
pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu yang berkesinambungan pada suatu masyarakat yang
bertempat tinggal dalarn suatu wilayah tertentu (Azrul Azwar, 1996).
Adanya program pelayanan kesehatan adalah semata-maa untuk
memberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan. Sangat
diharapkan dalam penentuan suatu kebijakan, seorang pemimpin selalu
mendahulukan kepentingan bersama sebagai sasaran utama yang akan dicapai,
tanpa ada pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan. Semuanya harus
bersifat merata. Keterlibatan berbagai pihak dalam proses penentuan kebijakan
akan sangat berpengaruh dalam hal pecapaian dan hasil dari kebijakan tersebut.
Kepala puskesmas Marore selalu meminta masukan dan saran terkait kebijakan
yang akan beliau ambil.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh dalam melakukan
analisis strategik. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan untuk
memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan peluang serta
berperan untuk meminimalisasi kelemahan organisasi dan menekan dampak
ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Analisa SWOT adalah sebuah
bentukanalisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran).
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah
berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya
dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan
(strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses)
yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman
(threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru.
Langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pelayanan yaitu: pertama,
menumbuhkan kepemimpinan yang efektif, kepemimpinan merupakan penggerak
utama perbaikan layanan. Kedua, membangun informasi layanan yang efektif
akan mengakomodasikan keinginan dan harapan konsumen. Ketiga, merumuskan
strategi layanan untuk memberikan layanan dengan kualitas yang sebaik mungkin
kepada konsumen. Keempat, implementasi strategi layanan dapat
diimplementasikan dengan efektif.
Adanya program pelayanan kesehatan adalah semata-maa untuk
memberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan. Sangat
diharapkan dalam penentuan suatu kebijakan, seorang pemimpin selalu
mendahulukan kepentingan bersama sebagai sasaran utama yang akan dicapai,
tanpa ada pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan. Semuanya harus
bersifat merata. Keterlibatan berbagai pihak dalam proses penentuan kebijakan
akan sangat berpengaruh dalam hal pecapaian dan hasil dari kebijakan tersebut.
Kepala puskesmas Marore selalu meminta masukan dan saran terkait kebijakan
yang akan beliau ambil.

B. Saran
Baik analisis SWOT dan peran dari dari kepala puskesmas sangat penting
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas. Untuk itu mari
lakukan semua kegiatan yang ada dengan maksimal agar tujuan yang ingin dicapai
puskesmas bisa terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Assaf. 2009. Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC.


Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.
Bustami.2011.Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya.
Jakarta: Erlangga.
Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.
JCAHO.1993. JCAHO national patient safety goals. Diakses dari
http://www.pdfchaser.com/JCAHO-National-Patient-Safety-Goals-
for2006.html.
Kotler, Philip (2000). Prinsip – Prinsip Pemasaran Manajemen, Jakarta :
Prenhalindo.
Mosadeghrad, A.M. 2014. Factors Influencing Healthcare Service Quality.
3(2):77–89. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4122083/.
(diakses 28 April 2020).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. 2014.
Rahmulyono A. 2008. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien Puskesmas Depok I Sleman Yogyakarta. (Skripsi). Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.
Tjokrowinoto, Moejiarto. 2007. Pembangunan Dilema dan Tantangan.
Yokyakarta : Pustaka Pelajar.
Walker dan Larreche. 2000. Manajemen Pemasaran : Suatu Pendekatan Strategis
dengan Orientasi Global, Edisi Kedua.Jakarta : Erlangga.
Wibowo, Nugroho Mardi. 2013. Pengembangan Pelayanan Rawat Inap
Puskesmas Berbasis Service Delivery System. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan17(3):337-356.

Anda mungkin juga menyukai