Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Makalah Simplisia Tanaman Daun Sirih Merah

OLEH:

NAMA : Nur Inayah


NIM : 518 011 201
KELAS/ANGKATAN : C/2018

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU


PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas Kultur Jaringan.
Saya menyadari makalah ini masih kurang sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Makassar, 20 Juli 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ............................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................. ......... 4
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................... 4
C. TUJUAN ................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................... 6
A. SIMPLISIA ......................................................................... 6
B. CARA PEMBUATAN SIMPLISIA YANG BAIK DAN
BENAR ............................................................................... 8
C. STANDARISASI MUTU SIMPLISIA ............................... 14
D. PENGUJIAN MUTU SIMPLISIA ...................................... 15
E. CARA MENGIDENTIFIKASI SENYAWA ...................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................... 23
A. KESIMPULAN ............................................................ 23
B. SARAN ............................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 24

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanaman daun sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman
obat potensial yang diketahui secara empiris memiliki khasiat untuk menyembuhkan
berbagai jenis penyakit, dan sebagai tanaman hias. Daun sirih merah juga tumbuh
subur dan bagus di daerah pegunungan, dan bila tumbuh pada daerah panas, terkena
sinar matahari langsung batangnya cepat mengering, selain itu warna merah daunnya
akan pudar.
Tanaman sirih pada umumnya dapat dikembangkan di daerah dataran
rendah dengan ketinggian tempat berkisar antara 200-1000 meter di atas permukaan
laut (mdpl), kemudian dengan cara memperbaiki sifat fisik tanah seperti penambahan
bahan organik yang akan membuat atau memperbaiki struktur tanah menjadi lebih
baik dan tanaman akan tumbuh subur.
Bagian daun tanaman sirih memiliki bentuk serupa jantung. Daunnya tunggal
dan pada bagian ujung cenderung runcing. Daun ini tersusun dengan cara selang seling.
Pada tiap daunnya terdapat tangkai. Daun tersebut memiliki aroma yang cukup khas
apabila diremas. Daun ini memiliki kisaran panjang antara 5 sampai 8 cm. Lebarnya
mulai dari 2 cm sampai 5 cm.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan simplisia ?
2. Bagaimanakah cara pembuatan simplisia daun sirih merah yang baik dan benar ?
3. Bagaimana standarisasi yang dilakukan pada daun sirih merah?

4
4. Bagaimana pengujian mutu simplisia daun sirih merah?
5. Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa daun sirih merah?
C. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan simplisia,
2. Untuk mengetahui cara pembuatan simplisia daun sirih merah yang baik dan
benar
3. Untuk mengetahui standarisasi dari keji beling yang dihasilkan.
4. Untuk mengetahui pengujian mutu simplisia daun sirih merah?
5. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi senyawa daun sirih merah?

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan
bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia pelikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu di pisahkan dari tanamannya.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk
memenuhi persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara
lain :
a. Bahan baku simplisia.
b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyiapan bahan baku simplisia.
c. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga
faktor tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang telah ditetapkan.
Adapun macam-macam simplisia nabati dapat berasal dari bagian tumbuhan,
antara lain:
a. Rimpang (rhizoma)

6
Rimpang merupakan batang dan daun yang terdapat di dalam tanah,
bercabang-cabang, dan tumbuh tunas yang muncul ke atas tanah dan menjadi
tumbuhan baru. Kunyit dan Jahe merupakan salah satu contoh jenis rimpang yang
biasa dijadikan simplisia.
b. Akar (radix)
Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam tanah. Tugas
akar selain memperkuat tegaknya tumbuhan, menyerap air dan zat makanan dari
dalam tanah, kadang-kadang juga sebagai tempat menimbun makanan. Menurut
bentuknya, dibedakan 2 macam akar yaitu akar tunggang dan akar serabut. Akar
tunggang hanya terdapat pada tumbuhan yang ditanam dari biji. Akar untuk simplisia
bisa dari tanaman rumput, perdu, atau tanaman berkayu keras. simplisia akar
dikumpulkan ketika proses pertumbuhannya terhenti. Contoh akar yang kerap
dijadikan simplisia adalah Ginseng.
c. Kayu (Lignum)
Kayu yang biasa digunakan sebagai simplisia merupakan kayu tanpa kulit.
Pemotongan kayu biasanya dilakukan miring sehingga permukaan menjadi lebar.
Kadangkala berupa serutan kayu.
d. Kulit Kayu (Cortex)
Kulit kayu merupakan bagian terluar dari batang pada tanaman. Contoh kulit
kayu yang dijadikan simplisia adalah kayu manis dan kayu secang.
e. Biji (Semen)
Biji biasanya dikumpulkan dari buah yang masak. Contoh bagian biji yang
digunakan sebagai simplisia adalah biji mahoni dan biji kemangi atau sering disebut
selasih.
f. Buah (fructus)
Buah untuk simplisia biasanya dikumpulkan setelah masak. Contoh buah yang
biasa dijadikan simplisia adalah buah mengkudu.
g. Bunga (flos)
Bunga yang digunakan sebagai simplisia dapat berupa bunga tunggal atau

7
majemuk. Contoh bunga yang dijadikan simplisia adalah bunga melati dan bunga
cengkeh.
h. Daun (folium)
Bisa dikatakan, daun adalah jenis simplisia yang paling sering digunakan dalam
pembuatan herbal. Simplisia tersebut bisa berupa daun segar atau kering dan dapat
berupa pucuk daun seperti teh atau daun tua seperti daun salam.
i. Herba (herba)
Herba merupakan seluruh bagian dari tanaman obat mulai dari akar, batang,
daun, bunga, dan buah yang berasal dari tanaman jenis terna yang bersifat herbaceus.
Contohnya pegagan.
B. CARA PEMBUATAN SIMPLISIA YANG BAIK DAN BENAR
Proses pembuatan simplisia terdiri atas:
1. Pengumpulan Bahan Baku
Tahapan ini sangat menentukan kualitas bahan baku, dimana faktor yang
paling berperan adalah masa panen. Pada waktu panen peralatan dan tempat yang
digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering.Alat yang
diguna-kan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang
tidak diperlukan.  Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau
cangkul.  Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan. 
Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh
terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam
waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan,
karena dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/ busuk.  Bahan juga harus
dijaga dari gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).
Kemudian proses pasca panen yang merupakan kelanjutan dari proses panen
terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara
lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang
baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya.  Untuk memulai proses pasca
panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang

8
ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut.  Selama proses pasca panen
sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga
bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung
tangan.  Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang
bermutu, efek terapinya tinggi  sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
2. Sortasi Basah
Penyortiran segar atau sortasi basah dilakukan setelah selesai panen dengan
tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua
dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil.  Bahan
nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari
2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau
bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut
terbawa dalam bahan.
3. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi
mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan
setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pencucian menggunakan air
bersih seperti air dari mata air, sumur atau  PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan
jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah.  Pada saat
pencucian perhatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi
pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian
harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan
terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain :
4. Perendaman bertingkat
Perendaman biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung
kotoran seperti daun, bunga, buah dll.  Proses perendaman  dilakukan beberapa kali
pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung
kotoran paling banyak.  Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada

9
bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan.  Metode ini akan menghemat
penggunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam
bahan.
5. Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak
melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain.  Proses penyemprotan
dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-
nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan dapat
dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang
cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam
bahan.
6. Penyikatan (manual maupun otomatis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang
keras/tidak lunak dan kotorannya melekat sangat kuat.  Pencucian ini memakai alat
bantu sikat yang digunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu
diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap
bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya.  Pembilasan
dilakukan pada bahan yang sudah disikat.Metode pencucian ini dapat menghasilkan
bahan yang lebih bersih dibandingkan dengan metode pencucian lainnya, namun
meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau
mikroorganisme.
7. Pengubahan Bentuk
Bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bahan baku sehingga proses
pengeringan akan berlangsung cepat. Contoh perlakuan untuk pengubahan bentuk
adalah perajangan pada rimpang, daun dan herba. Ukuran perajangan tergantung dari
bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan.
Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif  yang terkandung dalam bahan. 
Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan
memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran  dan kemungkinan besar bahan

10
mudah ditumbuhi oleh jamur.Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah
sebesar 7 – 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 – 5 mm.  Perajangan bahan dapat
dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun
dengan mesin pemotong atau perajang.  Bentuk irisan split atau slice tergantung
tujuan pemakaian.  Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan
sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk
irisan sebaiknya melintang (slice).
8. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan
dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat. 
Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan
disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat
aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu
diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan.  Pada
umumnya suhu pengeringan  adalah antara 40 – 600 ºC dan hasil yang baik dari
proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. 
Demikian pula dengan waktu pengeringan juga bervariasi, tergantung pada
jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga.  Hal lain
yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya
pengeringan menggunakan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal
bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara
tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan
menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan
fresh dryer.
Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzimatis,
pencokelatan, fermentasi dan oksidasi.  Ciri-ciri waktu pengeringan sudah berakhir
apabila daun ataupun temu-temuan sudah dapat dipatahkan dengan mudah. Pada
umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8 – 10%. 

11
Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam
pengolahan maupun waktu penyimpanan.
Proses pengeringan simplisia bertujuan untuk :

 Mengurangi kadar air, sehingga simplisia tidak mudah terkontaminasi oleh fungi
atau jamur dan bakteri.
 Menghentikan aktivitas atau kerja enzim.
 Mengurangi atau mencegah perubahan kimia terhadap senyawa aktif.
9. Sortasi Kering
Merupakan pemilihan bahan setelah proses pengeringan, dimana bahan-bahan
yang rusak (terlalu gosong) dan kotoran hewan yang mungkin terdapat didalamnya
harus disortasi atau dibuang. Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan
benda-benda asing yang terdapat pada simplisia.  Proses penyortiran merupakan tahap
akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan
atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk
mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
10. Pengepakan dan Penyimpanan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. 


Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah
dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi pada waktu
pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh
mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan :
nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan.
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan  di ruang biasa (suhu kamar) ataupun
di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering
dan berventilasi.  Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang

12
lembab dan panas. Perlakuan simplisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy
dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman
obat. Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama
penyimpanan 3 – 6 bulan.  Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus
diperhatikan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia
adalah :
 Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun
penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
 Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk
air hujan.
 Suhu gudang tidak melebihi 300ºC.
 Kelembaban udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650ºC) untuk
mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat
memacu pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan mutu bahan baik
dalam bentuk segar maupun kering.
 Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
 Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia
yang disimpan harus dicegah
Pada sampel tanaman kangkung darat, pembuatan simplisia dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
 Proses pemanenan dilakukan pada pagi hari menggunakan tangan, lalu hasil
panen. Tumbuhan yang telah dipanen kemudian disortasi antara batang dan daunnya,
bagian tumbuhan yang dipakai hanyalah bagian daunnya saja lalu dicuci dengan air
bersih. Daun yang telah dicuci kemudian ditiriskan, dirajang halus dan dikeringkan
pada lemari pengering. Simplisia kering yang didapat disortasi kembali, kemudian
dihaluskan dengan blender. Dan diayak untuk memperoleh serbuk simplisia dengan
derajat halus tertentu, yaitu 4/18.

13
Setelah itu, serbuk simplisia di ekstraksi menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 96%. Proses ektraksi dilakukan kurang lebih selama 6 hari.
Kemudian di lakukan pemekatan ekstrak cair yang diperoleh menggunakan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ektrak kental yang didapat akan
digunakan untuk dilakukan standarisasi mutu ekstrak.
C. STANDARISASI SIMPLISIA
1. Pembuatan ekstrak
Daun sirih merah dibersihkan, digunting dan dikeringkan. Potongan daun sirih
merah yang sudah kering digiling menggunakan blender sampai halus. Timbang 175 g
ekstrak daun sirih merah. Masukkan ke dalam toples kaca. Meserasi 500 ml metanol.
Tutup toples menggunakan aluminium foil dan kapas, biarkan dalam ruangan tertutup
sambil diaduk secara berkala. Selang 1 hari ditambah metanol 100 ml dan dibiarkan
selama 2 hari kemudian saring ekstrak tersebut menggunakan kapas wajah. Hasil
ekstrak kasar disaring menggunakan kertas saring dan kertas wajah untuk mendapatkan
ekstrak jernih. Biarkan ekstrak bebrapa hari sampai pelarut metanol menguap. Ekstrak
dievaporasi menggunakan penangas air hingga mencapai suhu 50-600C. Ekstrak
disimpan untuk proses analisis massa jenis, kelarutan, titik didih, uji fitokimia. Setelah
ekstrak pekat didapat dari teknik maserasi, perlu dilakukan uji methanol sehingga
dipastikan tidak ada kandungan methanol dalam ekstrak
2. Penetapan massa jenis, kelarutan dan titik didih ekstrak
Massa jenis ekstrak ditentukan dengan menggunakan persamaan
P= massa ekstrak (g)
Volume ekstrak (mL)
Uji kelarutan ekstrak dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol,
etanol, propanol, butanol dan aseton.
3. Analisis komponen fitokimia
Komponen fitokimia yang diuji kandungannya dalam ekstrak adalah alkaloid,
flavonoid, saponin dan tannin.

14
D. PENGUJIAN MUTU SIMPLISIA
1. Ekstrak daun sirih merah
Simplisia banyak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut, seperti serat, karbohidrat protein dan lain-lain, sehingga perlu
dilakukan proses ektraksi. Ekstraksi atau penyaringan merupakan kegiatan atau proses
penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
dapat larut dengan pelarut cair yang telah dipilih sehingga zat yang diinginkan akan
terlarut. Hasil dari proses penarikan tersebut disebut ekstrak
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang ada dalam
simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi, dan hal ini
memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Zat dengan polaritas tinggi akan
mudah larut dalam pelarut polar. Ekstraksi komponen fitokimia pada daun sirih
merah menggunakan pelarut metanol Pa 96%. Pemecahan dinding dan membran sel
oleh metanol menyebabkan kelompok senyawa polar dalam daun sirih merah larut
dalam metanol.
Hasil uji pelarut metanol ekstrak daun sirih merah tidak terbentuknya aroma
wangi (senyawa ester). Hasil uji pelarut metanol tersebut menunjukkan ekstrak daun
sirih merah tidak mengandung metanol. Reaksi antara asam palmitat dalam minyak
goreng dan metanol dalam ekstrak daun sirih merah menggunakan katalisi asam sulfat
adalah reaksi esterifikasi. Pada senyawa asam palmitat, adanya perbedaan
keelektro negatifan antara atom C dan O dimana O lebih elektro negatif dari pada C
menyebabkan elektron cenderung ditarik ke atom O. Keadaan tersebut mengakibatkan
ikatan antara atom C dan O tidak stabil dan putus menjadi ion C+ dan OH-. Pada pelarut
metanol, adanya perbedaan keelektronegatifan antara atom O dan H dimana O lebih
elektronegatif dari pada H menyebabkan elektron cenderung tertarik ke atom O.
Keadaan tersebut mengakibatkan ikatan antara atom O dan H tidak stabil dan putus
menjadi O- dan H+. Ion O- dari pelarut metanol akan berikatan dengan ion C+ dari
senyawa asam palmitat membentuk semyawa metil palmitat dengan H2O sebagai hasil
samping.

15
2. Penetapan massa jenis ekstrak
Hasil penetapan massa jenis ekstrak daun sirih merah menggunakan pelarut
metanol adalah 0,69 gr/ml. Massa jenis yang kecil menunjukkan molekul yang kecil
dan lebih mudah terabsorbsi sehinga difusi dalam
darah cepat dan interaksi dengan reseptor semakin cepat sehingga proses
penyembuhan berlangsung lebih cepat.
3. Uji kelarutan ekstrak
Pembentukan ikatan hidrogen antar senyawa polar dalam ekstrak daun sirih
merah dengan pelarut polar seperti aquadest, etanol, dan aseton terjadi karena adanya
elektron bebas dari atom O dan N yang berkeelektronegatifan tinggi mengakibatkan
atom O dan atom N menghasilkan muatan parsial positif. Atom N dan atom O yang
bermuatan parsial negatif seolah-olah berikatan dengan atom H yang bermuatan
parsial positif membentuk ikatan hidrogen. Hal ini menyebabkan senyawa polar dalam
ekstrak daun sirih merah dalam pelarut polar seperti aquadest, etanol dan aseton.
Hasil uji kelarutan menunjukkan ekstrak daun sirih merah larut dalam pelarut
polar seperti aquadest, aseton, etanol, propanol, butanol dan larut paling cepat pada
pelarut air karena sifat air yang sangat polar. Hasil uji kelarutan tersebut
menunjukkan ekstrak daun sirih merah mengandung senyawa dengan gugus polar
sehingga dapat larut dalam pelarut polar
4. Penetapan titik didih ekstrak Pembentukan ikatan hidrogen antar
molekul dalam ekstrak daun sirih merah terjadi karena adanya perbedaan
keelektronegatifan antara atom-atom. Atom- atom yang berkeelektronegatifan tinggi
antara lain atom N akan menghasilkan muatan parsial negatif, sedang atom H
elektropositif akan menghasilkan muatan parsial positif. Atom N yang bermuatan
parsial negatif seolah-olah berikatan dengan atom H yang bermuatan parsial positif
membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang terbentuk berbeda-beda
kestabilannya tergantung pada perbedaan keelektro- negatifan atom. Semakin banyak
ikatan hidrogen yang terbentuk, maka semakin besar energi yang dibutuhkan untuk

16
memutuskan ikatan hidrogen. Hal ini menyebabkan semakin tinggi titik didih ekstrak
daun sirih merah. Hasil penentuan titik didih ekstrak daun sirih merah adalah 430C.
E. CARA MENGIDENTIFIKASI SENYAWA
Alkoloid adalah kelompok besar senyawa organik alami dalam hampir semua
jenis organisme berbagai efek farmakologi yang ditimbulkan seperti antikanker,
antiinflalasi dan antimikroba. Alkoloid bersifat basa, di alam berada sebagai garam
dengan asam-asam organik. Adanya sifat basa ini mempermudah memisahkan ekstrak
total alkaloid dari komponen lainnya. Alkaloid berdasarkan jenis cincin heterosiklik
nitrogennya diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu pirolidin, piperidin,
isokuinolin, kuinolin dan indol. Hasil komponen fitokimia ekstrak daun sirih merah
pada uji alkaloid dengan pereaksi mayer dan wagner sebagai berikut
Reaksi alkaloid ekstrak daun sirih merah dengan reagen wagner terjadi dalam
tiga tahap yaitu
 Tahap 1
Antara atom K dan I ada beda keelektronegatifan dimana I lebih elektronegatif
dari pada K sehingga elektron ikatan ditarik ke I, I menjadi 4I- dan K menjadi
4K+. Antara atom Cl dan Hg ada beda keelektronegatifan dimana Cl lebih
elektronegatif dari pada Hg sehingga elektron ikatan ditarik ke Cl, Cl menjadi
2Cl- dan Hg menjadi Hg+2. 2K+ berikatan dengan 2Cl- membentuk 2KCl. Hg+2
berikatan dengan 4I- membentuk HgI42- , kemudian HgI42- berikatan dengan 2K+
membentuk K2HgI4.
 Tahap 2
Antara atom K dan Hg ada beda keelektronegatifan dimana Hg lebih
elektronegatif dari pada K sehingga elektron ikatan ditarik ke Hg, Hg menjadi Hg -2
dan K menjadi 2K+.
 Tahap 3
Antara atom Hg dan I ada beda keelektronegatifan dimana I lebih elektronegatif dari
pada Hg sehingga elektron ikatan ditarik ke I, Hg menjadi Hg+2 dan I menjadi 4I-.
Antara atom K dan Cl ada beda keelektronegatifan dimana Cl lebih elektronegatif

17
dari pada K sehingga elektron ikatan ditarik ke Cl, Cl menjadi 2Cl- dan K menjadi
2K+. Pada 2 gugus alkaloid ada beda keelektronegatifan antara N dan H dimana N
lebih elektronegatif dari pada H sehingga elektron ikatan ditarik ke N, N menjadi
N2- dan H menjadi 2H+. 4K+ berikatan dengan 4I- membentuk 4KI. 2H+
berikatan dengan 2Cl- membentuk 2HCl. N- pada alkaloid berikatan dengan Hg+2
membentuk merkuri- dialkoloida dan membentuk endapan berwarna coklat.

Gambar 2. Tahapan reaksi ekstrak dengan reagen meyer


Reaksi alkaloid ekstrak daun sirih merah
dengan reagen wagner terjadi dalam tiga tahap yaitu
 Tahap 1
Antara atom K dan I ada beda keelektronegatifan dimana I lebih elektronegatif
dari pada K sehingga elektron ikatan ditarik ke I, I menjadi I- dan K menjadi K+.
 Tahap 2

18
Pada gugus alkaloid ada beda keelektronegatifan antara N dan H dimana N
lebih elektronegatif dari pada H sehingga elektron ikatan ditarik ke N, N
menjadi N- dan H menjadi H+. Antara atom I dan I memiliki
keelektronegatifan yang sama sehingga saling tarik-menarik menyebabkan
ikatan elektron akan putus ke salah satu I sehingga menjadi I- dan I+. K+
berikatan dengan I- membentuk KI. H+ berikatan dengan I- membentuk HI. N
pada alkaloid

berikatan dengan I- membentuk kompleks iodium-alkaloida dan membentuk


endapan berwarna coklat. Endapan coklat yang dihasilkan sedikit dikarenakan reagen
wagner yang digunakan hanya sedikit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ekstrak daun sirih merah mengandung kelompok senyawa alkaloid.

Gambar 3. Tahapan reaksi ekstrak dengan reagen wagner

Dalam reaksi molecular pembentukan warna oranye pada ekstrak dalam uji
falvonoid terjadi dalam tiga tahapan sebagai berikut:
 Tahap 1:

19
Antara atom C dan O pada isoamil alkohol ada beda keelektronegatifan dimana O
lebih elektronegatif dari pada C sehingga elektron ikatan ditarik ke O, O menjadi
O- dan C menjadi C+. Antara atom H dan O pada metanol ada beda
keelektronegatifan dimana O lebih elektronegatif dari pada H sehingga elektron
ikatan ditarik ke O, O menjadi O- dan H menjadi H+. C+ pada isoamil alkohol
berikatan dengan O- pada metanol membentuk metil isoamil eter.
 Tahap 2
Logam Mg yang dilarutkan dalam asam akan mebentuk ion Mg2+. Pada HCl ada
beda keelektronegatifan antara H dan Cl dimana Cl lebih elektronegatif dari pada
H sehingga elektron ikatan ditarik ke Cl, Cl menjadi Cl- dan H menjadi H+. OH-
dan Cl- akan berikatan dengan Mg2+ (Logam Mg larut).
 Tahap 3
Antara atom O dan Mg ada beda keelektronegatifan dimana O lebih elektronegatif
dari pada Mg sehingga elektron ikatan ditarik ke O, O menjadi O- dan Mg
menjadi Mg+. Antara atom Cl dan Mg ada beda keelektronegatifan dimana Cl
lebih elektronegatif dari pada Mg sehingga elektron ikatan ditarik ke Cl, Cl
menjadi Cl- dan Mg menjadi Mg2+. Pada flavonol ada beda keelektronegatifan
antara H dan O dimana O lebih elektronegatif dari pada H sehingga elektron
ikatan ditarik ke O, O menjadi O- dan H menjadi H+. H+ yang telah putus dari
flavonol akab berikatan dengan Cl- membentuk HCl. H+ berikatan dengan OH-
membentuk H2O. Mg2+ berikatan dengan O- pada flavonol membentuk
magnesium 2-flavonol dan membentuk endapan berwarna orange.
a. Uji Saponin
Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah mengandung
kelompok senyawa saponin. Hal ini dapat dilihat dari uji ekstrak daun sirih
merah + air panas kemudian dikocok terdapat busa yang masih stabil hingga 30
detik setelah itu ditambahkan HCl 2N dan busa tidak hilang (masih ada), ini
menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah mengandung kelompok senyawa
saponin.

20
Gambar 5. Mekanisme reaksi saponin pada ekstrak

Senyawa asiacisida dihidrolisis, menyebabkan ikatan antara C dan C putus.


Pada H2O ada beda keelektronegatifan antara O dan H dimana O lebih elektronegatif
dari pada H sehinnga elektron iktan ditarik ke O, O menjadi OH- dan H menjadi H+.
OH- kemudian berikatan dengan C+ pada asiacisida. Antara atom O dan glikon ada
beda keelektronegatifan dimana O lebih elektronegatif dari pada glikon sehingga
elektron ikatan ditarik ke O, O menjadi O- dan glikon menjadi glikon+. Pada HCl ada
beda keelektronegatifan antara H dan Cl dimana Cl lebih elektronegatif dari pada H
sehingga elektron ikatan ditarik ke Cl, Cl menjadi Cl- dan glikon menjadi H+. Cl-
berikatan dengan glikon+. O- kemudian berikatan dengan C membentuk CO2
(membentuk busa).
b. Uji Tanin
Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah mengandung
kelompok senyawa tanin. Hal ini dapat dilihat dari uji ekstrak daun sirih merah +
metanol 90% + larutan agar-agar terdapat endapan coklat yang menunjukkan adanya
senyawa tanin pada ekstrak daun sirih merah.

21
Gambar 5. Mekanisme reaksi tanin pada ekstrak

22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan
bahan yang dikeringkan. Simplisia di bagi menjadi tiga, yaitu : simplisia nabati,
simplisia hewani, dan simplisia mineral.
Proses pembuatan simplisia tanaman daun sirih merah terdiri atas pengumpulan
bahan baku, sortasi basah, perendaman bertingkat,penyemprotan,penyikatan (manual
maupun otomatis), pengubahan otomatis, pengubahan bentuk, pengeringan, pengepakan
dan penyimpanan.
Standardisasi simplisia mengacu pada tiga konsep yang pertama pembuatan
ekstrak, yang kedua penetapan massa jenis, kelautan dan titik ekstrak, dan yang
ketiga analiskomponen fitokimia
B. SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdpat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan mmemperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber srta kritik yang membangun dari para
pembaca

23
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Didik dan Sri Mukyani. 2004. Ilmu Obat Alam (farmakognosi) jilid 1.
Penebar swadaya, Jakarta: 1-12
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Direktorat Jendral Pengawsan Obat dan Makanan. Jakarta: 1-12.
http://digilib.unila.ac.id/6702/14/BAB%2011.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai