Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia


1.2 Tanggal Praktikum : 02 April 2018
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok 2
1. Nurul Annisa Pane (170140119)
2. Maimun (170140121)
3. Lisa Andriani (170140136)
4. Lamkaruna Rizki (170140147)
1.4 Tujuan Praktikum : Membuktikan hukum dasar kimia diantaranya
hukum Lavoisier dan Proust
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia


Hukum dasar ilmu kimia atau disebut juga dengan stoikiometri adalah
ilmu yang mempelajari tentang cara perhitungan kimia untuk menimbang dan
menghitung spesi-spesi kimia, atau stoikiometri adalah kajian tentang hubungan-
hubungan kuantutatif dalam reaksi kimia. Stoikiometri berasal dari kata-kata
yunani, stoicheon (unsur) dan metrein (mengukur), berarti mengukur unsur-unsur.
Stokiometri reaksi adalah hukum alam yang relevan dengan bidang kimia.
Konsep paling fundamental dalam kimia adalah hukum konservasi massa, yang
menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu reaksi kimia
biasa. Fisika modern menunjukkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah
konservasi energi, dah bahwa energi dan massa saling berhubungan suatu konsep
yang menjadi penting dalam kimia nuklir. Konservasi energi menuntun kesuatu
konsep-konsep penting mengenai kesetimbangan, termodinamika dan kinetika.
Hukum tambahan dalam kimia mengembangkan hukum konservasi massa.
Hukum perbandingan tetap dari joseph Proust menyatakan bahwa zat
kimia murni tersusun dari unsur-unsur dengan formula tertentu kita sekarang
mengetahui bahwa susunan struktural unsur-unsur ini juga penting.
Hukum perbandingan berganda dari John Dalton menyatakan bahwa zat-
zat kimia tersebut akan ada dalam proporsi yang berbentuk bilangan bulat kecil
( misalnya 1:2:O:H dalam air = H2O). Walaupun dalam banyak sistem (terutama
biomakromolekul dan mineral) rasio ini cenderung membutuhkan angka besar dan
sering diberikan dalam bentuk pecahan. Senyawa ini seperti dikenal sebagai
senyawa non-stokiometri.
Hukum-hukum dasar ilmu kimia adalah sebagai berikut :
1. Hukum Boyle
2. Hukum Lavoiser ( hukum kekekalan massa )
3. Hukum Proust ( perbandingan tetap )
4. Hukum Gay-Lussac
5. Hukum Dalton
6. Hukum Boyle-Gay Lussac
7. Hukum Avogadro
8. Hukum Gas Ideal (Syukri, 1999).

2.1.1 Hukum Lavoisier


Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lavoisier
adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan
konstan meskipun terjadi berbagai macam proses didalam sistem tersebut ( dalam
sistem tertutup massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama ). Pernyataan
yang umum digunakan untuk menyatakan hukum kekekalan massa adalah massa
dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat dipisahkan atau dimusnahkan untuk suatu
proses kimiawi didalam suatu sistem tertutup, massa dari reaktan harus sama
dengan massa produk.
Hukum kekekalan massa diformulasikan oleh Antonie Lavoisier pada
tahun 1789. Oleh karena hasilnya ini, ia sering disebut sebagai bapak kimia
modern. Sebelumnya, Mikhall lomonosov (1948) juga telah mengajukan ide
serupa dan telah membuktikannya dalam eksperimen. Sebelumnya, kekekalan
massa sulit dimengerti karena adanya Gaya Guoyan atmosfer bumi ; setelah ini
dapat dimengerti, hukum kekekalan massa menjadi kunci penting dalam merubah
alkemi menjadi kimia modern. Ketika ilmuwan memahami bahwa senyawa tidak
pernah hilang ketika diukur, mereka mulai melakukan studi kuantitatif
transformasi senyawa. Studi ini membawa kepada ide bahwa semua proses dan
transformasi kimia berlangsung dalam jumlah massa tiap elemen tetap
(Djoko,2007).

2.1.2 Hukum Proust


Dalam kimia, hukum perbandingan tetap atau hukum proust ( diambil dari
nama kimiawan Perancis Joseph Proust ) adalah hukum yang menyatakan bahwa
suatu senyawa kimia terdiri dari unsur-unsur dengan perbandingan massa yang
selalu tepat sama. Dengan kata lain, setiap sampel senyawa memiliki komposisi
unsur yang tetap. Misalnya, air terdiri dari 8/9 massa oksigen dan 1/9 massa
hidrogen. Bersama dengan hukum perbandingan berganda (hukum Dalton).
Hukum perbandingan tetap adalah hukum dalam stoikiometri. Hukum ini dapat
juga dinyatakan bahwa “Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu
persenyawaan kimia selalu tetap “.
Perbandingan tetap pertama kali dikemukakan oleh Joseph Proust, setelah
serangkaian eksperimen ditahun 1797 dan 1804. Hal ini telah sering diamati sejak
lama sebelum itu. Namun, Proust lah yang mengumpulkan bukti-bukti dari hukum
ini dan mengemukakanya. Pada saat Proust mengemukakan hukum ini, konsep
yang jelas mengenai senyawa kimia belum ada ( misalnya bahwa air adalah H2O).
Hukum ini memberikan kontribusi pada konsep mengenai bagaimana unsur-unsur
membentuk senyawa. Pada 1803 John Dalton mengemukakan setelah teori atom,
yang berdasarkan pada hukum perbandingan berganda, yang menjelaskan
mengenai atom dan bagaimana unsur membentuk senyawa (Sutresna, 2007).

2.1.3 Hukum Boyle


Pada abad ke-17, Robert Boyle mempelajari gas secara sistematis dan
kuantitatif. Dari serangkaian percobaanya, penyelidikan Boyle tentang hubungan
tekanan-volume dari sampel gas, menggunakan peralatan seperti yang diketahui.
Pernyataan matematis yang memperlihatkan hubungan kebalikan antara tekanan

1
dengan volume adalah : p φ dimana, lambang φ berarti sebanding dengan,
v
untuk mengubah φ menjadi tanda samadengan, maka pernyataan diatas harus:
1
p=KI x .............................................................................................(2.1)
v
Dengan KI adalah konstanta kestimbangan. Pernyataan ini dikenal sebagai
hukum boyle, bahwa tekanan dari sejumlah tetap sesuatu gas pada suhu yang
dijaga konstan adalah berbanding terbalik dengan volumenya.
Pada tahun 1654 Boyle pindah ke Oxford, disini ia mendirikan
laboratorium sederhana. Ia mulai mengadakan eksperimen dengan sungguh-
sungguh pada tahun 1657 Boyle mendengar penemuan dan eksperimen seurick,
ahli fisika jerman. Boyle menemukan bahwa udara dapat dimanfaatkan dan dapat
berkembang bila dipanaskan. Akhirnya ia menemukan hukum yang kemudian
terkenal sebagai hukum Boyle. ” Bila suhu tetap, volume gas dalam mangan
tertutup berbanding terbalik dengan tekanannya “ (Raymond,1999).

2.1.4 Hukum Perbandingan Berganda


Ditemukan oleh John Dalton, sehingga dikenal juga dengan hukum
Dalton. Hukum Dalton menyatakan bahwa : jika suatu unsur A dapat bersenyawa
dengan unsur lain membentuk lebih dari satu jenis senyawa, maka jika massa
unsur lain dalam senyawa ke-1 dan ke-2 sama, perbandingan massa unsur A pada
senyawa ke-1 dan ke-2 merupakan bilangan bulat dan sederhana.

2.1.5 Hukum Penyatuan Volume , Untuk reaksi gas


Ditemukan oleh Gay Lussac, sehingga dikenal dengan hukum Gay Lussac.
Gay Lussac menyatakan bahwa volume gas yang bereaksi dan hasil reaksi
merupakan perbandingan bilangan mudah dan bulat dalam reaksi berlaku.
Perbandingan Reaksi = Perbandingan Volume. Pengukuran gas sangat tergantung
kondisi suhu (T) dan Tekanan (P).

2.1.6 Hipotesis Avogadro


Dikemukakan oleh Avogadro dikenal juga sebagai hukum Avogadro.
Avogadro menyatakan bahwa pada kondisi suhu (T) dan tekanan (P) sama, gas-
gas yang volumenya sama akan mengandung jumlah molekul yang sama pula.

Kesimpulan dari hukum Avogadro adalah bahwa pada suhu dan tekanan
yang sama pada gas berlaku :

n1 n 2
= .............................................................................................. (2.2)
V1 V2

Dimana : n1 = Jumlah molekul gas 1


n2 = Jumlah molekul gas 2
V1 = Volume gas 1
V2 = Volume gas 2
Dalam reaksi gas berlaku bahwa perubahan koefisien reaksi sama dengan
perubahan volume dan perubahan jumlah molekul. Sehingga pada suhu dan
tekanan tertentu pula dapat berlaku rumus gas ideal yaitu :
PV =n x R x T ..................................................................................... (2.3)
Keterangan : P = Tekanan (atm)
V = Volume (liiter)
N = jumlah mol (mol)
R = Tetapan gas (0,082 atm liter/mol K)
T = Suhu (Kelvin)

Ternyata pada keadaan standar 0℃ dan tekanan 1 atm ( STP ), setiap 1


mol gas sembarang akan mempunyai volume 22,4 L (Djoko, 2007).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain sebagai berikut :
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Kaki tiga dan perangkatnya
3. Magnet
4. Cawan porselin
5. Gelas ukur
6. Lampu spiritus
7. Bola Penghisap

3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain sebagai
berikut :
1. Larutan AgNO3 0,1 M 10 ml
2. Larutan NaCl 0,5 M 10 ml
3. Larutan KI 0,1 M 10 ml
4. Serbuk belerang 2 gram
5. Serbuk besi 5 gram

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Hukum Lavoisier
Langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. 5 ml larutan Pb(NO3)2 dimasukkan kedalam erlenmeyer
2. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan NaCl 0,5 M dan ditutup dengan
sumbat karet.
3. Lalu erlenmeyer ditimbang beserta isinya, dan dicatat massanya.
4. Labu erlenmeyer dimiringkan sehingga kedua larutan bercampur dan
bereaksi.
5. Ditimbang lagi erlenmeyer beserta isinya, lalu dicatat massanya.
6. Cara keja tersebut diatas diulangi dengan menggantikan larutan NaCl 0,5
M dengan larutan KI 0,1 M.

3.2.2 Hukum Proust


Langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. 2 gram serbuk belerang dimasukkan kedalam cawan porselin
2. kemudian ditambahkan 5 gram serbuk besi, lalu diaduk campuran tersebut
sampai merata.
3. Campuran dipanaskan dan diperhatikan apa yang terjadi
4. Dengan menggunakan magnet, diambil serbuk besi yang tidak bereaksi
5. Lalu ditimbang berapa berat serbuk besi tersebut.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia
No Cara Kerja Hasil Pengamatan
.
1. Hukum Lavoisier
a. 5 ml Pb(NO3)2 0,1 N + 10 1. Sebelum reaksi warnanya bening
ml NaCl 0,5 M dengan massa 158,34 gr.
2. Sesudah reaksi terbentuk endapan
Pb(NO3)2 dengan massa 158,34 gr.

b. 5 ml Pb(NO3)2 0,1 N + 10 1. Sebelum reaksi warnanya kuning


ml KI 0,5 M dengan massa 171,24 gr.
2. Sesudah reaksi terbentuk endapan
berwarna kuning dengan massa
171,24 gr.
2 Hukum Proust
1. 5 gr serbuk besi + 2 gr 1. Massa sebelum reaksi = 7 gram
serbuk belerang dipanaskan, 2. Sesudah reaksi terdapat 3 gr
serbuk besi yang tidak serbuk besi yang tidak bereaksi
bereaksi ditarik dengan sehingga berat campuran yang
magnet. bereaksi 4 gr.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hukum Lavoisier
1. Reaksi pencampuran Pb(NO3)2 0,1 N dengan NaCl 0,5 M
Campuran larutan Pb(NO3)2 dan NaCl menghasilkan warna bening
sebelum terjadinya reaksi, ketikaa kedua larutan direaksikan membentuk endapan
timbal klorida (PbCl2). Hal ini terjadi karena logam Pb bereaksi dengan ion Cl -
sehingga membentuk PbCl2. Terbentuknya endapan pada reaksi kedua larutan
tidak menyebabkan perubahan massa Pb(NO3)2 dan NaCl. Baik sebelum reaksi
maupun sesudah reaksi, massa campuran adalah sama yaitu 158,34 gr.

2. Reaksi pencampuran Pb(NO3)2 0,1 N dengan KI 0,1 N


Campuran larutan Pb(NO3)2 dan KI menghasilkan warna kuning sebelum
reaksi dan membentuk endapan kuning timbal iodida (PbI2) setelah proses reaksi
berlangsung. Terbentuknya endapan yang berwarna kuning disebabkan oleh
logam Pb yang bereaksi degan ion I- yang menghasilkan endapan kuning. Pada
percobaan ini, massa sebelum dan sesudah reaksi larutan Pb(NO 3)2 dan KI adalah
sama yaitu 171,24 gr. Hal ini membuktikan kebenaran Hukum Lavoiser.

2.2.1 Hukum Proust


Pada percobaan ini, yang diperhatikan adalah unsur-unsur yang
terkandung dalam senyawa. Ketika 5 gr sebuk besi (Fe) dan 2 gr serbuk belerang
(S) dicampurkan dan dipanaskan, maka unsur-unsur dalam senyawa tersebut
tetap. Ketika serbuk besi yang tidak bereaksi diambil dengan magnet, ini
merupakan bukti bahwa unsur-unsur dalam senyawa tersebut tetap. Jadi
perbandingan unsur besi dan belerang akan tetap yaitu 5 : 2. Dengan demikian
terbuktilah kebenaran Hukum Proust.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan hukum Lavoiser dan hukum Proust dapat
disimpulkan bahwa :
1. Massa Pb(NO3)2 + NaCl sebelum dan sesudah bereaksi adalah sama yaitu
158,34 gram. Demikian pula pada Pb(NO3)2 + KI massa sebelum dan
sesudah reaksi sama yaitu 171,24 gram. Hal ini membuktikan bahwa
hukum Lavoisier adalah benar.
2. Pada percobaan pembuktian hukum Proust, reaksi antara besi dan belerang
setelah dipanaskan masih mengandung unsur-unsur yang sama, yang
dibuktikan dengan adanya serbuk besi yang tidak bereaksi sempurna yang
diambil menggunakan magnet.
3. Proses terjadinya reaksi antara serbuk besi dan serbuk belerang
menghasilkan 3 gram serbuk besi yang tidak bereaksi dan 4 gram
campuran serbuk besi dan serbuk belerang yang bereaksi sempurna.
5.2 Saran
Disarankan pada praktikan agar lebih berhati-hati pada saat menggunakan
peralatan dan bahan-bahan praktikum dalam melakukan percobaan agar tidak
terjadi kecelakaan.

DAFTAR PUSTAKA

Chang,Reymond.1989. Kimia Dasar-Konsep Inti. Jakarta : Erlangga


Djoko. 2007. SMU 7. Surabaya : Surya Karti
Sutresna,Nana. 2007. Kimia Kelas X. Bandung : Grafindo
Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB

LAMPIRAN B
TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Berapa mol FeS yang terjadi pada percobaan diatas ?


2. Berapa gram H2O yang diperoleh apabila 100 gram H2 100 gram O2
dileatuskan hingga membentuk air dengan reaksi :
2H2 + O2 → 2H2O

Jawaban :
1. Fe + S → FeS
m FeS = 7 gram
BM FeS = 88g ram / mol
gram
Maka mol FeS =
BM
7 gram
= = 0,079 mol
88 gram/mol

2. 2H2 + O2 → 2H2O
gr
n O2 =
BM
100
n O2 ¿ = 3,125 mol
32

2
n H2O = ×3,125
1

= 6,25 mol

Gr H2O = n × BM

= 6,25 mol × 18 gram/mol

= 112,5 gram

LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT
No Nama/Gambar alat Fungsi
.
1. Tempat membuat larutan. Dalam
membuat larutan erlenmeyer yang
selalu digunakan.

Erlenmeyer
2. Untuk mengukur volume larutan.

Gelas Ukur
3. Digunakan sebagai wadah untuk
mereaksikan atau mengubah suatu zat
pada suhu tinggi.

Cawan porselin
4. Memindahkan larutan dari satu tempat
ke tempat yang lain.

Corong
5. Sebagai penyangga untuk proses
pemanasan.

Kaki tiga
6. Untuk membakar zat atau
memanaskan larutan.

Lampu spiritus
7. Magnet Menarik bahan-bahan logam/besi

Anda mungkin juga menyukai