Anda di halaman 1dari 7

MENJADI INSANI DALAM YANG ILAHI

[Manusia dalam “Puri Batin” Menurut St. Teresa Avila]

Oleh: Fr. Hesikius Junedin, OCD1

Panorama Umum “Puri Batin”

Atas beragam gagasan yang dikatakan para ahli, disimpulkan bahwa Puri Batin
(PB) merupakan puncak dari seluruh teologi tentang doa yang diwariskan St. Teresa
Avila. Karya ini ia selesaikan tahun 1577, di usianya yang ke-62 tahun. Usia yang
tentunya telah memosisikan St. Teresa sebagai tokoh yang matang dan kaya secara
spiritual. Pengukuhan St. Teresa sebagai teolog bukan tanpa alasan. Sekurang-
kurangnya ada dua alasan yang mendasari afirmasi Gereja atasnya, yakni pertama,
karena ia adalah seorang pendoa. “Ahli teologi adalah seorang yang berdoa dan seorang
yang berdoa adalah seorang ahli teologi”, demikian diungkapkan St. Evagrius dari
Pontus. Doa bukannya studi melainkan kunci untuk teologi. Karena dalam doa orang
menerima teognosis, suatu pengetahuan sejati mengenai Allah (Johnston, 2005:24).

Kedua, St. Teresa mengajarkan tentang doa dengan berdoa. Ia menerangkan


berdasar pada apa yang ia sendiri alami. St. Teresa tidak diminta menulis ulasan ilmiah
tentang doa – sesuatu hal yang tentunya sulit untuk ia sanggupi – melainkan tentang
apa yang ia sendiri alami dalam berdoa. Ia diminta menuliskan pengalamannya tentang
doa dari kesaksian hidupnya sendiri. Akan terasa jauh melampaui ekspektasi St. Teresa
sendiri jika karyanya ini bermanfaat bagi bagi orang-orang lain, sebab ia pertama-tama
menulisnya untuk para susternya, saudara se-ordo yang menghidupi kharisma Karmel
yang sama. Tanpa muluk-muluk, St. Teresa hanya berharap bahwa ‘berkat Kerahiman
Tuhan’, tulisannya ini dapat membantu biar satu jiwa saja untuk sekedar lebih memuji
Tuhan.

Alasan penggambaran jiwa sebagai sebuah ‘puri’, oleh St. Teresa, tidak
terpisahkan dari latar belakang sejarah dan dan situasi di mana ia hidup. Pertama, di
Avila, kota kelahiran St. Teresa sebagaimana terdapat pula di kota-kota Spanyol lainnya

* Tinggal di Biara Karmel OCD St. Theresia Lisieux Gadingan-Yogyakarta. Email:


1

ekijunedin@gmail.com; fb: ekijunedin.

Page 1 of 7
berdiri puri-puri milik kaum bangsawan yang elegan dan megah. Kedua, puri adalah
bangunan yang indah, mahal dan berharga. Ini dipakai St. Teresa untuk
menggambarkan jiwa manusia yang terbuat dari hablur atau kristal yang elok dan
mahal. Ia hendak mengatakan betapa berharga dan bernilainya jiwa manusia itu seturut
kodratnya. Mengikuti ajaran teologi, ia ingin menegaskan bahwa meskipun manusia
berdosa, kodratnya tidak rusak, sebab dosa bukan bagian dari kodrat manusia. Ketiga,
sistem kerajaan dalam pemerintahan Spanyol mengalami masa keemasan baik dalam
bidang politik maupun dalam bidang agama pada era hidup St. Teresa. Ia juga berelasi
secara pribadi dengan Raja Spanyol, Philip II juga dengan putri-putri raja sehingga ia
amat akrab dengan situasi puri, tempat kediaman para bangsawan yang kerap
dikunjunginya itu.

Sebagai suatu karya lengkap tentang doa, Puri Batin hendak memupuk semangat
dan energi positif bahwa setiap orang yang berdoa pasti dibantu untuk terus maju. Roh
utama pengajaran St. Teresa adalah penekanan pada peran rahmat yang memampukan
usaha dan perjuangan manusia. Dari ketujuh ruangan puri yang St. Teresa gambarkan,
tiga ruangan pertama (I-III) merupakan ruangan asketik, yang terdorong oleh iman
seorang pendoa berjuang melaksanakan sesuatu demi Tuhan. Lalu, setelah melewati
ruang peralihan pada ruangan keempat (IV), tiga ruangan terakhir (V-VII) merupakan
ruangan mistik, di mana rahmat berkarya, sementara daya manusiawi menjadi pasif,
namun reseptif. St. Teresa menyebut ruangan pusat ini (ruangan ke-VII) sebagai tempat
terakhir yang dituju jiwa. Tempat di mana Allah menerimakan segala anugerahNya bagi
persatuan dengan jiwa. Jika pada akhirnya karya ini dinilai para ahli sebagai karya
mistik dan teologi doa yang lengkap, diakui St. Teresa bahwa ia sendiri mengalami
tangannya ‘dikemudikan’ oleh Roh Kudus dalam menyelesaikan karya masyhurnya ini.

Manusia menurut Gambaran Puri Batin

Penggambaran amat positif diberikan St. Teresa tentang manusia. Jiwa manusia
itu ibarat puri yang sangat indah dan berharga. Jiwa yang terawat dengan baik ibarat
Firdaus yang mana Allah suka berdiam dan tinggal di dalamnya (bdk. PB I,1,1). Tiga kata
kunci utama dalam keseluruhan Puri Batin, yakni Allah, manusia, dan doa. Allah pada
dirinya agung dan mulia, sedangkan keagungan dan kemuliaan diri manusia
sepenuhnya terletak dalam ketergantungannya pada Allah. Ia memantulkan kemuliaan

Page 2 of 7
Allah dalam dirinya. Sementara itu, doa tidak lain sebagai instrumen bagi manusia
dalam berelasi dengan Allah. Melalui doa, manusia menyatakan hasrat terdalamnya di
hadapan Tuhan, sekaligus pintu bagi Allah menyatakan Diri melalui rahmat-rahmatNya
bagi manusia. Jika doa adalah pintu rahmat, maka untuk dapat menerima rahmat itu,
manusia mesti berdoa. Manusia, dalam kelemahan, mesti menyatakan kerinduannya
sekaligus terbuka dan bersyukur akan rahmat itu. “Tuhan memperuntukkan kemanisan
bagi jiwa-jiwa yang paling lemah” (PB III,1,9). Bagi St. Bernardus, “Yang terbesar
dosanya, ia yang terbesar mendapatkan kerahiman Tuhan”. Sebab, justru dalam
kelemahanlah, rahmat Tuhan menjadi kian besar (bdk. 2Kor 12:10).

Nada tuntas dan ajakan tegas dari ajaran St. Teresa adalah untuk memulai hidup
doa yang didasari pengenalan diri. Agar dapat berdoa dengan baik, pendoa mesti
mengenali siapa dirinya di hadapan Tuhan yang ia imani. Doa yang sungguh-sungguh
mesti disertai refleksi tentang diri dalam relasinya dengan Tuhan. “Jika tidak
memikirkan kepada siapa ia berbicara, apa yang dia minta, siapa yang minta itu dan
kepada siapa ia minta, orang itu tidak berdoa,” kata St. Teresa, “ia hanya sibuk
menggerak-gerakkan bibirnya” (PB 1, 1,7).

Dalam ungkapan yang sedikit berbeda, dapat dikatakan bahwa dengan berdoa,
St. Teresa sungguh mengajak kita untuk menjadi semakin insani. Berdoa itu tidak lain
dari latihan untuk menjadi semakin manusiawi di hadapan yang Ilahi. Beberapa term
favorit yang secara jelas sering diulang St. Teresa, antara lain: kerendahan hati,
keteguhan dan ketekunan, waspada, berjuang, mengenal diri, ketabahan, mengasihi
sesama, dll, mengindikasikan tindakan-tindakan yang khas manusia. Dari aspek-aspek
ini jelas terbaca mengapa St. Teresa memandang kodrat manusia secara amat positif.
Agar seseorang menjadi berkenan di hadapan Tuhan, seseorang mesti menjadi semakin
manusiawi. Ia tidak perlu menanggalkan kodratnya sebagai manusia. Dalam nada yang
sama, ditegaskan St. Yohanes dari Salib bahwa ketika jiwa disatukan dengan Allah,
kodrat manusiawinya tidak dilenyapkan, melainkan diilahikan (deifikasi). St. Teresa
katakan, “bahkan semakin rohani seseorang ia tidak dapat terpisah dari yang jasmaniah.
Maka, perlu kemanusiaan Kristus tetap direnungkan dalam membantu berkontemplasi,
bahkan bagi yang amat rohani sekalipun” (bdk. PB VI, 7,10-14). Tuhan berkenan pada
manusia, karena ia mulia sebagai ciptaanNya. Tuhan mencintai manusia sebab sejak
awal mula Ia telah mengasihinya. Maka, pada bagian akhir Puri Batin, pada ruangan ke-

Page 3 of 7
V sampai ke-VII, St. Teresa menekankan pasifitas manusia di hadapan rahmat Tuhan.
Pada akhirnya, yang menentukan masuknya jiwa ke dalam persatuan Ilahi bukan jasa
dan usahanya, tapi rahmat semata. Pun jika ada usaha manusia, itupun merupakan
usaha yang dirahmati. Tuhan menuntun manusia melalui setiap usaha yang ia lakukan.

Dalam risalahnya, Teologi Mistik, William Johnston meneruskan pandangan


teologi mistik Kristen tentang dosa asal. Dikatakan bahwa di Taman Eden, Adam dan
Hawa dahulu adalah orang kontemplatif – hidup seimbang dengan diri mereka dan
dengan lingkungan mereka. Tetapi, ia dan wanita itu jatuh dari rahmat dan dengan
demikian terjerumus ke dalam dualisme keji yang memisahkan mereka dari Allah, diri
mereka satu sama lain, dan dari bumi ibu pertiwinya (Johnston, 2005:280). Sehingga,
bagi teologi mistik Kristen yang nampak dari pengalaman St. Teresa, perjalanan mistik
adalah langkah untuk kembali kepada persatuan dengan Allah, persatuan dengan semua
manusia dan dengan alam ciptaan yang rusak akibat dosa asal itu.

Bagi St. Teresa, secara implisit, Eden atau Firdaus itu adalah hati manusia
sendiri. Hati yang merindukan Allah dan yang berkat rahmat dipersatukan denganNya.
Ketika menulis bahwa hati manusia semacam Firdaus tempat Allah suka berdiam, St.
Teresa hendak mengatakan pula bahwa manusia itu istimewa karena Tuhan berkenan
kepadanya. Karena itu, dalam mendekati Tuhan bukan dengan banyak berpikir, tetapi
banyak mencintai (bdk. PB IV,1,7). Dan setiap ziarah batin yang seseorang lakukan tidak
lain dari perjalanan menemukan dirinya sendiri dalam relasi dengan Tuhan. Pada
akhirnya, bukan dirinya yang ia temukan, melainkan Tuhan yang menemukan dia dalam
persatuan denganNya.

Puri Batin tidak menjanjikan perjalanan yang pasti seperti halnya dari satu kota
menuju kota lainnya, tapi perjalanan penuh misteri, rahasia dan tidak jelas-pilah.
Karena meskipun daya manusia dibutuhkan pada awalnya, namun rahmatlah yang
menentukan akhir perjalanannya. Aspek asketik dilengkapi dengan aspek mistik, daya
manusiawi (jiwa) ditopang daya Ilahi. Sehingga pada puncaknya, jiwa dalam kodratnya
tidak dimatikan, melainkan menyadari hidupnya sebagai hidup di dalam Allah. Seperti
diserukan Rasul Paulus, “Bukan aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di
dalam aku,” (Gal. 2:20), St. Teresa pun mengidungkan, “Nada te turbe, nada te espante,
todo se pasa, Dios no se muda. La paciencia todo lo alcanza quien a Dios tiene nada le
falta: sólo Dios basta: Janganlah cemas; janganlah takut; segalanya berubah, tetapi Allah

Page 4 of 7
tidak berubah. Di dalam Tuhan kamu memperoleh semuanya; Barangsiapa memiliki
Tuhan, memiliki segalanya; Allah saja cukup.”

Implikasi Praktis Puri Batin

Seorang pendoa sejati tidak dipanggil untuk memunggungi dunia, tapi peduli
terhadap persoalan dunia. Sebab, semakin rohani seseorang, maka semakin sosial
pulalah ia. Sebagai implikasi praktis, Puri Batin menganjurkan beberapa hal penting
sebagai buah dari anugerah-anugerah mistik yang diterima pendoa. Pertama, jiwa
pendoa benar-benar melupakan dirinya. Ia tidak memikirkan yang lain selain kemuliaan
Tuhan. Kecemasan terhadap hal-hal yang akan terjadi pun tidak lagi ada padanya (bdk.
PB VII,3,2). Kedua, kerinduan yang besar untuk menderita (bdk. PB VII,3,4). Jiwa-jiwa
ini mengalami sukacita yang amat besar di waktu menderita dan damai yang besar
tanpa rasa permusuhan sedikitpun terhadap orang-orang yang mencoba merugikan
mereka. Ia bahkan mencintai dan mendoakan orang-orang itu.

Ketiga, Ia tidak lagi merindukan untuk mati demi Tuhan, melainkan rindu untuk
mengabdi Tuhan dengan hidupnya dan supaya Ia dimuliakan melalui pengabdiannya
(bdk. PB VII,3,6). Hasrat ini bertolak dari kesadarannya bahwa Tuhan memiliki amat
banyak musuh, sementara hanya sedikit sahabat yang mengabdi Dia dengan baik. Ia
merindukan untuk berada di antara sahabat-sahabat terdekat Tuhan, melakukan suatu
kemartiran yang panjang, karena terjadi sepanjang hidup, bukannya dipenggal untuk
mendapat kemuliaan dalam sekejap (bdk. JK XII, 2).

Keempat, jiwa-jiwa yang mendapat anugerah ini tidak lagi mendambakan


kepuasan dan kenikmatan, sebab Tuhan menyertai mereka, Ia sendiri hidup di dalam
mereka. Hidupnya kini adalah penderitaan terus-menerus, dapat juga ia dijadikan
menderita oleh Dia yang juga menderita karena rindu dan cinta-Nya (bdk. PB VII,3,8).
Dalam ungkapan salah seorang penyair besar Muslim Asia selatan abad ke-20, Tuhan –
yang disebut dalam hadith mengenai “Perbendaharaan Tersembunyi” – adalah “seperti
kita, orang yang terpenjara oleh hasrat atau keinginan untuk mencintai” (Almirzanah,
2009:131).

Jiwa manusia, karena cintanya yang menggelegak, senantiasa menyelaraskan


kehendaknya dengan apa yang Tuhan kehendaki, seperti seruan Santo Paulus, “Tuhan,
apakah yang harus kuperbuat?”. Pada tahap ini amat jarang ada kekacauan dan

Page 5 of 7
kekeringan batin terjadi, sebab Tuhan senantiasa mengajarkan bagaimana jiwa
berkenan kepadaNya (bdk. PB VII,3,10). Namun, semakin banyak Tuhan memberi
karunia kepada mereka, semakin mereka mencurigai dirinya sendiri. Mereka yang
merasa paling aman, juga merasa paling cemas, karena “berbahagialah orang yang takut
akan Tuhan”. Mereka takut dan cemas akan menjadi lalai memanfaatkan setiap
kesempatan untuk dapat berkenan kepada Allah. Ada yang tidak ingin hidup lagi supaya
tetap aman, tapi itu bukan kerinduan terdalam mereka. Didorong oleh cinta yang besar,
mereka malah ingin tetap hidup untuk mengabdi Tuhan. “Arahkanlah pandanganmu
pada Yang Tersalib”, kata St. Teresa, “maka segala sesuatu akan menjadi ringan” (PB
VII,4,8). Meskipun salib hidup mereka yang tinggal dalam kemuliaan Tuhan tidak
menjadi lebih ringan, namun hal itu tidak merampas damai dalam dirinya ataupun
mencemaskan hatinya (bdk. PB VII,3,15).

Mahkota dari pernikahan rohani sebagai puncaknya, bukan untuk mencari


istirahat dalam Tuhan dan mengecap kenikmatan dan penghormatan, melainkan untuk
melakukan sesuatu demi menyatakan cinta kepada Tuhan. Bukan untuk menarik diri
dari dunia, melainkan untuk melakukan perbuatan baik dan memberi diri baginya.
Karena hidup dalam keeratan dengan Tuhan, tidak menyediakan tempat untuk
memikirkan diri sendiri selain mencari cara terbaik untuk menyenangkan Dia semata
dalam kehidupan nyata. Di sinilah justru terletak keparipurnaan kemanusiaan seorang
mistikus. Bahwa kerinduannya akan Allah serentak melahirkan kerinduan yang sama
kuatnya untuk memperbaiki nasib umat manusia bukan hanya pada kehidupan
eskatologis, melainkan juga di dunia sekarang ini. Atas dasar inilah daya ILAHI dari
praksis kehidupan INSANI menjadi sungguh-sungguh fruktual dan aktual.***

Page 6 of 7
Daftar Pustaka:

Avila, St. Teresa, Puri Batin, (Bajawa: St. Yoseph, 1999).


________________, Jalan Kesempurnaan, (Bajawa: St. Yosep, 2015).
Johnston, William S.J, Teologi Mistik, (Penerj. Wilie Koen), (Yogyakarta: Kanisius,
2005).
Johnston, William S.J, Teologi Mistik, (Penerj. Wilie Koen), (Yogyakarta: Kanisius,
2005).
Almirzanah, Shafa’atun, Ph.D., D.Min., When Mystic Masters Meet (Jakarta: PT
Gramedia, 2009).
Panda, Herman Punda, Dr., Pr, Ekumene Usaha Penyatuan Kembali Umat Kristiani
(Modul), (Kupang: Fakultas Filsafat Agama Unwira, 2008).

Page 7 of 7

Anda mungkin juga menyukai