Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KOMPREHENSIF

SEORANG LAKI-LAKI USIA 37 TAHUN DENGAN ULKUS REGIO


FEMUR SINISTRA CURIGA GANAS MARJOLIN’S ULCER

Diajukan guna memenuhi tugas


Kepaniteraan Komprehensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Gaza Muhammad Anjartama 22010117210007


Syela Nirmada Herdiyanti 22010117220055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Kedokteran Keluarga Seorang Laki-Laki Usia 37 tahun dengan


Ulkus Regio Femur Sinistra Curiga Ganas Marjolin’s Ulcer, telah disajikan guna
melengkapi tugas Kepaniteraan Komprehensif pada tanggal 14 Agustus 2019 di
RSUD Brebes, Brebes.

Brebes, 14 Agustus 2019

Mengesahkan

Pembimbing

dr. Mintardi, Sp.B

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Marjolin’s ulcer adalah keganasan pada kulit yang timbul dari jaringan
parut, ulkus kronik, dan area yang mengalami inflamasi kronik. Marjolin’s ulcer
dapat berawal dari luka bakar, osteomielitis kronis, dan luka kronis lainnya.
Mekanisme pasti daripada ulkus kronis yang mengembangkan keganasan masih
belum diketahui. Berbagai penyebab termasuk iritasi kronis dan infeksi (yang
mengakibatkan degenerasi dan regenerasi, co-carcinogen), penurunan
vaskularisasi dan kelemahan epitelium, serta meningkatnya ekspresi
protoonkogen, telah dianggap sebagai hal yang membuat luka kronis rentan
terhadap transformasi keganasan. 1,2,3
Diagnosis Marjolin’s ulcer dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Penatalaksanaan Marjolin’s ulcer dapat
dilakukan dengan tatalaksana operatif yaitu dengan eksisi lokal dan skin graft dan
radioterapi untuk kasus Marjolin’s ulcer kambuhan.4
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara
mendiagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik berdasarkan
data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang serta kepustakaan serta mengetahui prognosis penyakit pasien.
1.3.Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar
dapat mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta
mengetahui prognosis penyakit.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Alamat : Krakahan, Brebes
Masuk RSUD : 25 Juli 2019
Ruang Perawatan : Flamboyan
No. CM : 763123

1.2 Daftar Masalah


Tabel 1. Daftar masalah pasien
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1 Luka pada paha kiri 25/07/2019
2.

1.3 Data Dasar


SUBYEKTIF
Autoanamnesis pasien dilakukan pada tanggal 27 Juli 2019 pukul 12.00 di
Bangsal Flamboyan RSUD Brebes.
Keluhan Utama : Luka pada paha kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
± 27 tahun lalu, pasien mengalami cedera pada kaki kiri saat sedang
bermain. Oleh keluarga pasien, pasien dibawa ke tukang urut. Setelah dari
tukang urut, keluarga pasien mengatakan bahwa di posisi kaki yang cedera
dan telah diurut menjadi bengkak dan bernanah. Keluarga pasien lalu
membawa pasien ke RSUD Brebes dan dilakukan operasi oleh dokter tulang.

3
Setelah operasi, pasien rutin kontrol untuk luka bekas operasi nya. ± 3 bulan
setelah operasi, luka bekas operasi kering dan muncul keloid.

± 1 bulan SMRS, pasien mengeluhkan muncul luka koreng pada


bagian keloid di paha kiri. Luka awalnya kecil, lama kelamaan menjadi besar
dan melebar. Pasien sampai tidak bisa berjalan dan bekerja seperti biasa. Nyeri
(-), demam (-), BB turun (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien
kemudian memeriksakan diri ke IGD RSUD Brebes, dan kemudian di rawat
inap.
Pasien menjalani operasi pada Senin, 29 Juli 2019. Dilakukan insisi
biopsi pada tepi luka yang masih aktif dan dilakukan pemeriksaan PA. pasca
tindakan biopsi, pasien dalam kondisi baik, demam (-), nyeri pada luka (+).

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal
 Riwayat trauma pada kaki kiri (+)
 Riwayat penyakit keganasan sebelumnya disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa
 Tidak ada anggota keluarga dengan penyakit keganasan

4
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien berusia 37 tahun. Pasien merupakan seorang nelayan. Sering
terpapar sinar matahari. Pasien memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak yang
belum mandiri. Pengobatan pasien ditanggung oleh JKN PBI.
Kesan sosial ekonomi kurang.

OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Flamboyan 27 Juli 2019 pukul 12.00
WIB
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5

Tanda-tanda vital
Frekuensi napas : 20x/ menit
Frekuensi nadi : 80x/menit
Tekanan darah : 145/77 mmHg
Suhu : 37.7 oC (aksiler)
Nyeri : VAS 2

Status Gizi
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 167 cm

Status Generalis
Kulit : turgor kulit cukup, pucat (-)
Kepala : Mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
eksoftalmus (-/-)
Hidung : Epistaksis (-/-), discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-)

5
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-),
faring hiperemis (-), uvula di tengah (+), tonsil T1-T1
hiperemis (-)
Telinga : Discharge (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Simetris, bentuk normal, retraksi (-), sela iga melebar (-)
Paru
Inspeksi : Hemithorax kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan sama kuat dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler pada kedua lapangan paru, suara tambahan
tidak ada

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid clavicularis
sinistra
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : Linea parasternal dextra
Batas kiri : Sesuai iktus kordis
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : BJ I-II normal, regular, bising tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada venektasi, tidak ada luka
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi normal, pekak alih (-), nyeri ketok sudut
costophrenicus (-/-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

6
Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-

Status Lokalis

Inspeksi : tampak luka pada paha kiri dengan ukuran panjang x lebar x
tinggi, 20cm x 15cm x 2cm, bentuk tidak teratur, tepi luka tegas

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi (25/07/2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Rujukan
Hemoglobin 8,3 g/dL 11.0-14.0
Hematokrit 25,6 (L) % 37,0-43,0
MCH 25,7 Pg 27,0-31,0
MCV 79,3 Fl 78-95
MCHC 32,4 g/dL 32-37
Eritrosit 3,23 (L) 106 /uL 4,00-5,50
Leukosit 12,33 103 /uL 4,5-12,5
Trombosit 468 (H) 103 /uL 150-400
Hitung Jenis
Neutrofil 74,9 (H) % 50-70
Limfosit 9,9 (L) % 25-50
Monosit 6,1 (H) % 1-6
Eosinofil 8,8 (H) % 1-4
Basofil 0,3 % 0-1

Diagnosis
Ulkus regio femur sinistra curiga ganas Marjolin’s ulcer
dd Marjolin’s ulcer karsinoma sel basal

7
Marjolin’s ulcer karsinoma sel skuamosa

Rencana Pengelolaan
Ip Dx :
Debridement + biopsi, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan x foto
thoraks, USG Abdomen, pemeriksaan laboratorium (darah rutin,
PTT/APTT)
Ip Rx :
Transfusi PRC 2 kolf
Ketorolac 2 x 1 ampul
Ranitidin 3x 1 ampul
Ceftriakson 2x 1 gram
Ganti balut setiap hari
Ip Mx :
Skala nyeri, tanda – tanda vital
Ip Dx :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa luka yang terdapat pada
kaki kiri pasien dicurigai adalah sebuah penyakit keganasan yang timbul
dari bekas luka pada kaki kiri pasien sewaktu kecil yang berubah menjadi
ganas. Namun, masih perlu dilakukan serangkaian pemeriksaan penunjang
unuk menegakkan diagnosis.

Lampiran

8
Pre Op

Durante Op

Post Op

9
Sample Biopsi

Hasil Patologi Anatomi (8 Agustus 2019)


Makroskopik:
Satu potong jaringan berkulit ukuran 4,5x3,3x1 cm

Mikroskopik:
Sediaan menunjukkan potongan jaringan dilapisi epitel squamous kompleks,
hyperkeratosis, achantosis dengan stroma subepitel sembab hipercular
mengandung proliferasi “Horn Cyst” disertai sebaran radang limfosit, histiosit dan
leukosit pmn. Tidak tambapk tanda ganas pada sediaan.

Kesimpulan:
Gambaran diatas dapat ditemukan pada Seborrohoeic Keratosis

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Marjolin’s Ulcer


3.1.1 Definisi

Marjolin’s ulcer adalah kondisi keganasan pada kulit yang sebelumnya terluka
dan mengalami inflamasi kronis. Marjolin ulcer pertama kali dideskripsikan oleh
seorang ahli bedah Prancis yang pada tahun 1828 bernama Jean Nicholas
Marjolin, sebagai suatu kondisi lesi indolen, ulseratif dan agresif tipe karsinoma
sel skuamosa (KSS) pada area tubuh yang sebelumnya pernah menderita trauma
dan inflamasi kronik 2,5

3.1.2 Insidensi

Jenis kelamin pria lebih sering terkena dengan rasio pria dan wanita 3:1, dan usia
rata-rata 53-59 tahun. Kejadian Marjolin’s ulcer pada pasien luka bakar
dilaporkan 2%. Sedangkan 0,2%- 1,7% kasus osteomielitis kronis dilaporkan
berkembang menjadi Marjolin’s ulcer.2,7-9 Oruc (2016) menunjukkan selang
waktu terjadinya luka hingga berkembang menjadi Marjolin’s ulcer adalah 44,2
tahun. 2,3

3.1.3 Patofisiologi

Mekanisme pasti daripada ulkus kronis yang mengembangkan keganasan masih


belum diketahui. Berbagai penyebab termasuk iritasi kronis dan infeksi (yang
mengakibatkan degenerasi dan regenerasi, co-carcinogen), penurunan
vaskularisasi dan kelemahan epitelium, serta meningkatnya ekspresi proto-
onkogen, telah dianggap sebagai hal yang membuat luka kronis rentan terhadap
transformasi keganasan. Inflamasi, ulserasi, dan trauma yang berulang, terutama
pada daerah daerah tubuh yang sering fleksi, telah dibuktikan bertahun-tahun
bahwa menyediakan cukup banyak iritasi kronis untuk mendukung perubahan

11
keganasan. Teoriteori mengenai penyebab dan mekanisme terjadinya ulkus
Marjolin ada 9 menurut Nthumba, yaitu teori toksin, iritasi kronis, implantasi
elemen epitelial traumatis,3 co-carcinogen, iritasi dan promosi, immunologi,
herediter, sinar ultraviolet, dan teori interaksi genetik dengan lingkungan (Tabel
1). 4 Ulkus Marjolin merupakan tumor epidermoid yang agresif, dan pencitraan
hanya

Beberapa teori patofisiologi Marjolin’s ulcer, di antaranya akumulasi mutagenik


dengan aktivitas mitotik bertujuan regenerasi, produksi toksin karsinogenik oleh
jaringan parut, reaksi imunologis tidak adekuat di daerah jaringan parut, iritasi
kronis, trauma berulang, dan kemungkinan kerusakan DNA pada area tersebut. 2.

3.1.4 Diagnosis banding

Marjolin’s ulcer karsinoma sel skuamosa, Marjolin’s ulcer lainnya (karsinoma


sel basal dan melnoma maligna), keratoacanthoma dan abses nekrotik.

3.1.4.1 Anamnesis

Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh luka yang tak kunjung sembuh selama
lebih dari 1 bulan, ukuran luka membesar, serta didapatkan faktor risiko lain
seperti kondisi immunocompromised. Paparan sinar matahari juga dilaporkan
menjadi salah satu faktor risiko lain.2

3.1.4.2 Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan trias klasik, yaitu pembentukan nodul, indurasi,
dan ulserasi di lokasi parut. Selain itu, ditemukan juga luka dengan tepi
menggaung, jaringan granulasi yang berlebih, bau tidak sedap, pembesaran,
mudah berdarah, dan nyeri.2

12
3.1.4.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan baku emas untuk mengetahui adanya sel-sel ganas adalah biopsi.
Beberapa peneliti merekomendasikan biopsi diambil pada lebih dari satu bagian di
daerah lesi, misalnya bagian tengah dan tepi. Makin besar ukuran lesi, makin
banyak jumlah daerah yang dibiopsi. Karsinoma sel skuamosa adalah tipe yang
paling sering, kemudian karsinoma sel basal, melanoma, dan sarkoma.

Pemeriksaan radiologi juga dapat membantu diagnosis. Dari foto polos dapat
ditemukan lamellated periosteal reaction dan destruksi tulang. CT scan bisa
melihat kondisi tulang, namun evaluasi tulang dan jaringan lunak lebih baik
dengan pemeriksaan MRI. Batas keterlibatan tulang dapat ditampilkan dengan
baik melalui pemeriksaan MRI sehingga dapat membantu proses operasi.

Derajat Marjolin’sulcer, seperti kasus keganasan lain, ditentukan berdasarkan


ukuran, keterlibatan limfonodi, dan metastasis. Derajat Marjolin’s ulcer dapat
dibedakan sebagai berikut: Derajat I >75% sel terdiferensiasi, derajat II 25%-75%
sel terdiferensiasi, dan derajat III <25% sel terdiferensiasi.

3.1.4.4 Diagnosis banding

Differential diagnoses included: MU SCCs, other MU malignancies (BCC and


MM), keratoacanthoma and necrotic abscesses.6

3.1.5 Tata Laksana


3.1.5.1 Operatif

Hingga saat ini operasi adalah modalitas penatalaksanaan yang direkomendasikan,


yaitu eksisi lokal mengikutsertakan 2 cm hingga 4 cm jaringan sehat di sekitarnya.
Walaupun demikian, metode ini tidak menjamin tingkat kekambuhan 0%. Oruc
(2017) menunjukkan rata-rata kekambuhan terjadi 15 bulan setelah operasi pada
Marjolin’s ulcer derajat II dan III. Rekonstruksi dapat dilakukan dengan skin graft
atau flap lokal. Skin graft lebih direkomendasikan karena tingkat kekambuhan

13
pada flap lokal lebih tinggi. Observasi kekambuhan pada defek eksisi Marjolin’s
ulcer yang direkonstruksi dengan skin graft lebih mudah. Selain itu, lokasi donor
skin graft dapat digunakan lagi apabila perlu tindakan rekonstruksi kembali.
Waktu operasi yang lebih singkat, tingkat keberhasilan tinggi, serta dapat
menutup defek luas, juga menjadi keunggulan skin graft. Namun, dari segi ini
limfadenektomi pada kasus Marjolin’s ulcer masih kontroversial. Tindakan
amputasi masih kontroversial. mungkin dilakukan jika eksisi lokal luas tidak
adekuat karena adanya keterlibatan tulang dan sendi.2

Gambar 1 Algoritma tindakan operasi pada kasus Marjolin’s ulcer.

3.1.5.2 Radioterapi

5-Fluorouracil (5-FU) adalah modalitas alternatif. Radioterapi tidak lagi


direkomendasikan jika vaskularisasi dianggap tidak baik dan tidak ada kemajuan
penyembuhan luka setelah terapi. Radioterapi sering digunakan pada kasus
Marjolin’s ulcer kambuhan dan tidak mungkin direseksi.4

14
3.1.6 Prognosis

Salah satu faktor yang paling penting adalah derajat histologi. Survival rate lebih
tinggi apabila diameter kurang dari 10 cm. Marjolin’s ulcer dengan diameter lebih
dari 10 cm, memiliki kemungkinan metastasis lebih tinggi. Durasi antara waktu
terjadinya luka dan timbulnya Marjolin’s ulcer yang lebih singkat dan histologi
sel diferensiasi baik, memiliki prognosis yang lebih baik.

3.2 Keratosis Seboroik

3.2.1 Definisi

Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada
usia dewasa menengah dan usia tua. Berupa tumor kecil atau makula hitam yang
menonjol diatas permukaan kulit. Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang
berasal dari proliferasi epidermal, sering dijumpai pada orang tua dan biasanya
asimtomatik.7

3.2.2 Etiologi

Penyebab pasti dari keratosis seboroik belum diketahui. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa faktor keturunan memegang peranan penting. Beberapa kasus
menurun melalui autosomal dominan. Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar
sinar matahari secara kronis yang menjadi penyebabnya.7

3.2.3 Patofisiologi

Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam
pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi
reseptor immunoreactive growth hormone di keratinosit pada epidermis normal
dan keratosis seboroik.

Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalan meng-encode reseptor tyrosine
kinase FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada

15
beberapa tipe keratosis seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi
basis dalam patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor
transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta dalam memberika sinyal transduksi
guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi
FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40% keratosis
seboroik akantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid.

Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi


keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit
disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1
memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit
manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting dalam
pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.7

3.2.4 Diagnosis

Diagnosis didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta


pemeriksaan penunjang berupa histologi. Tidak diperlukan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologis.7,8

1. Anamensis
 Biasanya asimptomatik, pasien hanya mengeluh terdapat bejolan
hitam terasa tidak nyaman.
 Lesi kadang dapat terasa gatal, ingin digaruk atau di jepit.
 Pasien kadang terasa benjolan semakin membesar secara lambat.
 Lesi tidak dapat sembuh sendiri secara tiba-tiba.
 Sebagian kasus terdapat riwayat keluarga yang diturunkan.
 Lesi dapat timbul diseluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki
serta membran mukosa.

16
2. Pemeriksaan Fisik

Keratosis seboroik tampak sebagai lesi berupa papul atau plak yang agak
menonjol, namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi
biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun kadang
kadang juga dapat ditemukan yang bewarna hitam atau hitam kebiruan, bentuk
bulat sampai oval, ukuran dari miliar sampai lentikular bahkan sampai
35x15cm. pada lesi multiple distribusi seiring dengan lipatan kulit.

Permukaan lesi biasanya berbenjol benjol. Pada lesi yang memiliki permukaan
halus biasanya terkandung jaringan keratotik yang menyerupai butiran
gandum. Pada perabaan terasa lunak dan berminyak.

Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan terus bertambah seiring
dengan bertambahnya usia. Pada beberapa individu lesi dapat bertambah besar
dan tebal, namun jarang lepas dengan sendirinya.

Trauma atau penggosokan dengan keras dapat menyebabkan bagian puncak


lesi lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Tidak ada tendensi
untuk berubah ke arah keganasan. Akan tetapi melanoma, karsinoma sel basal,
dan terkadang tumbuh di lesi keratosis seboroik.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan


histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan
campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan
karakteristiknya. Sarang-sarang sel skuamosa kadang dijumpai, terutama pada
tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi pada
pewarnaan hematoksilin-eosin.

17
Setidaknya ada 5 gambaran histologi yang dikenal : acanthotic (solid),
reticulated (adenoid), hyperkeratotic (papilomatous), clonal dan irritated.
Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai.

3.2.5 Diagnosis Banding

Berikut beberapa diagnosis banding keratosis seboroik:


1. Melanoma maligna
Awalnya berupa tahi lalat yang berubah dalam warna, ukuran, mulai
timbul gejala (terbakar, gatal, sakit), terjadi peninggian lesi,
berkembangnya lesi satelit.
Akademi dermatologi Amerika menekankan pentingnya evaluasi lesi
berpigmen, yaitu:
A = asimetri
B = border irregularity
C = color variegation
D = Diameter leib dari 0,6 mm.
2. Epitelioma sel basal berpigmen
Predileksi terutama pada wajah, jarang pada lengan, tangan, badang,
tungkai dan kaki.
Lesi dapat berupa papul atau nodul kecil dengan diameter kurang 2cm
dengan tepi meninggi dan berwarna hitam atau coklat. Permukaan tampak
mengkilat, sering dijumpai teleangiektasia dan kadang ada skuama halus
atau krusta tipis.
3. Nevus pigmentosus
Nevus pigmentosus dapat terjadi disemua tempat termasuk membrana
mukosa dekat permukaan tubuh.
Lesi dapat datar, papuler, atau papulomatosa biasanya berukuran 2-4mm.
papul berbatas tegas dan mengkilat dengan permukaan agak licin,
umumnya berambut.

18
4. Keratosis senilis
Lesi awalnya berupa makula atau plak kecoklatan berbentuk bulat atau
irreguler, dapat soliter atau multiple, berbatas tegas, teleangiektasi dengan
permukaan kasar, kering dan skuama yang melekat.

3.2.6 Prognosis

Keratosis seboroik merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi
kesehatan individu. Lesi keratosis seboroik umumya tidak mengecil namun akan
bertambah besar dan tebal seiring dengan waktu, dan tidak berubah menjadi
ganas.

3.2.7 Terapi

A. Terapi Obat
Keratolytic agent
Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang,
lunak, maserasi kemudian deskuamasi.
1. Amonium lactat lotion

Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang mempunyai daya
keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan
5% strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi muka karena
menjadikan sel-sel keratin tidak beradesi.

2. Trichloroacetic acid

Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan


iritasi lokal. Pengobatan keratosis seboroik dengan 100%
trichloroacetic acid dapat menghilangkan lesi, tepi penggunaanya
harus ditangan profesional yang ahli.

19
Terapi topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari
dalam 16 minggu menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15
pasien.

B. Terapi Bedah
1. Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa
nitrogen cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan
membekukan sel-sel kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi
lokal. Pada keratosis seboroik bila pembekuan terlalu dingin maka
dapat menimbulkan skar atau hiperpigmentasi, tetapi apabila
pembekuan dilakukan secara minal diteruskan dengan kuretase akan
memberikan hasil yang baik secara kosmetik.

2. Bedah listrik

Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau


tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik
boiak-balik berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan
destruksi jaringan secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk
cukup estetis den aman baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik
yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi,
elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi,
elektrolisis den elektrokauter.

Elektrodesikasi

Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret


dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret,
kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi,
diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan
cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini

20
sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas
berupa jaringan parut.

3. Laser CO2

Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki


panjang tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas
tertentu terhadap suatu bahan/target. Oleh karena memiliki sel target
dan tidak memiliki efek radiasi sebagaimana sinar lainnya, ia dapat
digunakan untuk tujuan memotong jaringan, membakar jaringan pada
kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan
sekitarnya. Sebagai pengganti pisau bedah konvensional, memotong
jaringan sekaligus membakar pembuluh darah sehingga luka praktis
tidak berdarah saat memotong.

4. Bedah scalpel

Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah
skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama
dengan tepi lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4
mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang.
Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta
perbaikan kosmetis yang sangat baik.

5. Dermabrasi

Prosedur dermabrasi dikerjakan menggunakan instrumen yang


digerakkan motor 24,000 rpm dengan silinder sandpaper / wire brush.
Menggunakan anestesi lokal atau narkose. Perbaikan terjadi karena
dermis yang ditipiskan dengan tehnik ini tidak akan menebal kembali.
Setelah luka sembuh ditutupi epitel baru yang terbentuk diatas raw
surface. Keberhasilan dan cepatnya penyembuhan tergantung

21
pertumbuhan sel-sel epitel, foilikel rambut, kelenjar keringat yang ada.
Proses ini menyerupai penyembuhan pada donor-site skin graft

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bazaliński D, Przybek-mita J, Barańska B, Więch P. Marjolin ’ s ulcer in


chronic wounds – review of available literature. 2017;21(3):197–202.
2. Ananda NS. Marjolin ’ s Ulcer : Diagnosis dan penatalaksanaan. CDK
Edisi Suplemen. 2018;45:12–5.
3. Gunadi RI, Karman II. Ulkus marjolin pada regio gluteal bilateral dan
sakralis. Damianus Journal of Medicine. 2011;10(3):187–93.
4. Pekarek B, Buck S, Osher L. A Comprehensive Review on Marjolin ’ s
Ulcers : diagnosis and treatment. Journal of the American College of
Certified Wound Specialists [Internet]. Mosby, Inc; 2011;3(3):60–4.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jcws.2012.04.001
5. Gondhowiardjo SA. Marjolin Ulcer : Keganasan kulit yang timbul dari
bekas luka bakar lama. Radioterapi & Onkologi Indonesia.
2010;1(May):26–9.
6. Iqbal FM, Sinha Y, Jaffe W. Marjolin ’ s ulcer : a rare entity with a call for
early diagnosis. BMJ Case Rep. 2015;1–4.
7. Balin, K.A., 2009. Seborrheic Keratosis. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
8. Wolff,K. et al. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Seventh edition. McGraw Hill.

23

Anda mungkin juga menyukai