Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KEWIRAUSAHAAN

A. SRI WAHYUNI (09220190083)


DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1. Bagaimana anjuran agama islam dalam hal wirausaha.....

berkaitan dengan wirausaha (bisnis) dalam Al-Qur’an Allah menunjukkan sejumlah hal
penting, diantaranya :

1) Seruan Pengadaan Panganan Berkualitas

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah

musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. Al-Baqarah:168).

2) Seruan Pengadaan Pakaian Berkualitas

“Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat”. (Q.S. Al-A’raaf:26).

3) Anjuran Pengadaan Jasa Transfortasi

“Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai
kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya
Tuhanmu benar- benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nahl:7).

“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
(Q.S. An- Nahl:8).

4) Anjuran Pengadaan Jasa Perdagangan

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

1
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al-Baqarah:275)

Sumber : https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi30LacxIblA
hXSfCsKHc1rCikQFjAGegQICRAC&url=https%3A%2F%2Fjurnal.unma.ac.id
%2Findex.php%2FMr%2Farticle%2Fdownload
%2F1103%2F1020&usg=AOvVaw25vnW8iyYrigJYrcRKB7Br

2. Bagaimana kaidah kewirausahaan dalam agama islam.....

Di antara kaidah-kaidah dasar dalam muamalah yang terpenting adalah sebagai berikut: 

1.      Hukum Asal dalam Bab Muamalah adalah Mubah

Mayoritas ulama fikih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
mubah (diperbolehkan), kecuali terdapat dalil shahih dan jelas yang melarangnya. (lihat
Al-Qowa’id Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, Dr. Shalih As-Sadlan)

Prinsip ini berbeda dengan prinsip ibadah. hukum asal dalam ibadah adalah dilarang 
hingga ada dalil shahih yang membolehkannya atau mensyariatkannya. Hal ini
dimaksudkan agar manusia tidak berlomba-lomba membuat sesuatu yang baru dalam
agama Allah yang tidak diajarkan.

Di antara dalil bagi prinsip dasar ini ialah firman Allah:

َ‫ق فَ َج َع ْلتُ ْم ِم ْنهُ َح َرا ًما َو َحالال قُ ْل آهَّلل ُ أَ ِذنَ لَ ُك ْم أَ ْم َعلَى هَّللا ِ تَ ْفتَرُون‬
ٍ ‫قُ ْل أَ َرأَ ْيتُ ْم َما أَنز َل هَّللا ُ لَ ُك ْم ِمنْ ِر ْز‬

“Katakanlah, Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu,


lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah, Apakah
Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja
terhadap Allah?” (QS.Yunus:59).

2
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Dan firman Allah:

‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ْوفُوا بِا ْل ُعقُو ِد‬

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (QS. Al-Ma-idah: 1)

Dan firman-Nya pula:

ْ ‫َوأَ ْوفُوا ِبا ْل َع ْه ِد إِنَّ ا ْل َع ْه َد َكانَ َم‬


‫سئُوال‬

“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
(QS. Al-isra’: 34)

Aqad (perjanjian) di sini sifatnya mutlak, mencakup janji hamba kepada Allah dan
perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

Dalil lainnya ialah firman Allah:

ِ َ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِبا ْلب‬
ٍ ‫اط ِل إِال أَنْ تَ ُكونَ تِ َجا َرةً عَنْ تَ َرا‬
‫ض ِم ْن ُك ْم‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 29)

Dan firman-Nya pula:

‫اضطُ ِر ْرتُ ْم إِلَ ْي ِه‬ َّ َ‫َوقَ ْد ف‬


ْ ‫ص َل لَ ُك ْم َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ْم إِال َما‬

“Dan Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. Al-An’am: 119)

Ayat-ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa apa saja yang tidak diharamkan oleh Allah
maka hukumnya halal atau mubah. Dan juga mengindikasikan bahwa Allah memberikan

3
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

kebebasan dan kelenturan dalam kegiatan muamalah, selain itu syariah juga mampu
mengakomodir transaksi modern yang berkembang.

2. Hukum asal segala sesuatu adalah bebas tanggungan

Asal status hukum kepemilikan seseorang adalah terbebas dari segala tuntutan. Tidak ada
seorang pun yang dituntut oleh orang lain tentang sesuatu yang dimilikinya, kecuali jika
ada bukti kuat yang menafikannya. Jika hanya sekadar pengakuan atau tuduhan, maka
dianggap tanpa ada landasan dan alasan yang kuat.

Barangsiapa mengaku punya piutang terhadap orang lain tetapi tidak memiliki bukti yang
kuat dan meyakinkan, maka orang yang didakwa berhutang padanya bebas dari dakwaan
tersebut bila ia mengingkarinya. Sebab orang yang mendakwa ingin agar uang yang
dihutang bisa disandarkan jadi hak miliknya. Padahal hukum asal kepemilikan sesuatu itu
bebas dan orang yang mengaku-ngaku tersebut bertentangan dengan hukum asal. Dan
barangsiapa bertentangan dengan hukum asal, maka hendaknya dia menunjukkan suatu
bukti yang kuat dan meyakinkan.

Dari prinsip ini, maka lahirlah prinsip lain yaitu ‘bukti diharuskan ada bagi pihak
yang mendakwa (mengaku) dan sumpah itu diambil dari orang yang
mengingkarinya’.

Prinsip ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

‫اس بِ َد ْع َوا ُه ْم الَ َّدعَى ِر َجا ٌل أَ ْم َوا َل قَ ْو ٍم َو ِد َما َء ُه ْم َولَ ِكنَّ ا ْلبَيِّنَةَ َعلَى ا ْل ُم َّد ِعى َوا ْليَ ِميْنَ َعلَى َمنْ أَ ْن َك َر‬
ُ َّ‫لَ ْو يُ ْعطَى الن‬

“Jika semua orang diberikan (apa yang mereka dakwakan) hanya dengan dakwaan
mereka, maka akan banyak orang yang mendakwakan harta dan jiwa orang lain. Tapi
yang mendakwa harus mendatangkan bukti dan terdakwa yang mengingkari harus

4
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

bersumpah.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan selainnya, dan


sebahagiannya di Shahihain)

Ibnu Daqiq Al-‘Ied berkata: “Dan hadits ini adalah salah satu pokok hukum dan referensi
utama dalam pertentangan dan perselisihan. Konsekuensinya seseorang tidak boleh
divonis hanya dengan dakwaannya.” (Syarah Arba’in, Ibnu Daqiq, hlm.117)

3. Prinsip tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain

Islam melarang umatnya untuk melakukan sesuatu yang mendatangkan bahaya pada
orang lain dan mengakibatkan kerusakan di atas muka bumi. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda:

ِ َ‫ض َر َر َوال‬
‫ض َرا َر‬ َ َ‫ال‬

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu
Majah no. 2430 dan Ahmad no.2867)

Sebagai penerapan dari prinsip ini, maka setiap pengusaha muslim dituntut untuk
memiliki kemampuan dalam menyeimbangkan antara kemaslahatan untuk dirinya dan
untuk masyarakatnya, ketika dia memanfaatkan hartanya dalam investasi.

Wajib bagi pengusaha muslim untuk menelaah keadaan masyarakat dengan jeli, yang
kemudian mendorongnya untuk melakukan kewajiban-kewajibannya sehingga bisa
mendatangkan manfaat untuk mereka. Dia tidak membatasi diri untuk melakukan
kebaikan, jika terdapat kemanfaatan untuk manusia pada umumnya.

4. Segala sesuatu yang mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya haram

Di antara hikmah Allah yang agung adalah ketika Allah mengharamkan sesuatu, maka
Allah menjaganya dengan sebuah penjagaan yang sangat ketat, yaitu dengan menutup

5
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

semua pintu yang mengantarkan seseorang ke sana. Oleh karena itu segala sarana yang
mengarahkan manusia ke jalan yang haram, maka diharamkan juga. Hal ini ditetapkan
untuk menutup kemungkinan-kemungkinan lainnya. Dosa yang terdapat pada perbuatan
haram, tidak hanya diberikan pada pelakunya saja, namun juga kepada semua pihak yang
membantu terlaksananya perbuatan tersebut.

Dalam masalah riba, Rasulullah melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, orang
yang memberinya, penulisnya, dan saksinya. Begitu juga dengan diharankannya khamr.
Rasulullah melaknat peminumnya, pembuatnya, penyajinya, alat yang digunakan untuk
menyajikannya, yang memakan hasil keuntungannya, dan semua pihak yang membantu
terlaksananya perbuatan haram tersebut. (Hadits yang melaknat riba dan khamr serta
siapa saja yang bersangkutan dengan keduanya dapat dibaca pada majalah Pengusaha
Muslim edisi 02 Volume 1 di rubrik Kajian Kita hal. 41)

5. Beralasan untuk melaksanakan yang haram, tidak mengubah status


keharamannya.

Islam telah menutup rapat upaya-upaya untuk mencari celah dan alasan agar seseorang
dapat malakukan perbuatan haram tersebut, misalnya dengan menggunakan sarana yang
samar dan mambuat-buat alasan. Bisa juga dalam bentuk menyebut sesuatu yang aslinya
diharamkan dengan nama lain, atau menampilkannya dengan cover yang berbeda tanpa
mengubah intinya. Tindakan tersebut tidak menjadikan status keharamannya berubah
menjadi halal.

Mencari-cari alasan atas sesuatu yang telah diharamkan merupakan sifat dan karakter
kaum Yahudi. Rasulullah menceritakan tentang suatu masa, di mana akan banyak
manusia yang menghalalkan riba dengan nama jual beli. Padahal riba tetaplah riba
sekalipun ia dinamakan dengan bunga, keuntungan, kelebihan, atau penjualan. Dalam
masalah ini Ibnul Qayyim berkata, “Kerusakan yang sangat besar yang dikandung dalam
riba, tidak cukup hanya dengan mengubah nama aslinya dari riba menjadi transaksi
lainnya. Begitu juga tidak berarti hanya dengan mengubah bentuknya menjadi bentuk

6
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

lainnya.” (Lihat Ighatsatu Al-Lahfan Min Mashayidi Asy-Syaithan, pada pasal


golongan yang menghalalkan riba).

6. Niat baik tidak melegalkan diperbolehkannya melakukan yang haram.

Haram tetap menjadi haram, sebaik apapun niat pelakunya. Karena dalam Islam, tujuan
tidak bisa menghalalkan seseorang untuk menggunakan segala macam cara untuk
meraihnya.

Oleh karenanya, seorang pengusaha muslim tidak boleh mengumpulkan harta dari
sesuatu yang haram, seperti dari riba atau hal lain yang diharamkan syari’at Islam,
kemudian ia gunakan untuk menafkahi dirinya, keluarganya, untuk membangun masjid
atau pesantren, atau untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Karena amal tersebut
ditolak oleh Allah. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

« ‫ت‬ ِ ‫ا‬ŠŠَ‫وا ِمنَ الطَّيِّب‬ŠŠُ‫ ُل ُكل‬Š‫س‬ ُّ ‫ا‬ŠŠ‫ا أَ ُّي َه‬ŠŠَ‫ا َل ( ي‬ŠŠَ‫سلِينَ فَق‬
ُ ‫الر‬ َ ‫طيِّبًا َوإِنَّ هَّللا َ أَ َم َر ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ ِب َما أَ َم َر بِ ِه ا ْل ُم ْر‬
َ َّ‫ب الَ يَ ْقبَ ُل إِال‬ ٌ ِّ‫إِنَّ هَّللا َ طَي‬
‫ ُل‬Š‫ َل يُ ِطي‬Š‫ ثُ َّم َذ َك َر ال َّر ُج‬.» )‫ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم‬ َ ْ‫صالِ ًحا إِنِّى بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم) َوقَا َل (يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكلُوا ِمن‬
ِ ‫طيِّبَا‬ َ ‫َوا ْع َملُوا‬
َ ‫ ِذ‬Š‫ َرا ٌم َو ُغ‬Š‫هُ َح‬Š‫س‬
‫ا ْل َح َر ِام‬ŠŠِ‫ى ب‬ ُ َ‫ َرا ٌم َو َم ْلب‬Š‫ َربُهُ َح‬Š‫ش‬ ْ ‫س َما ِء يَا َر ِّب يَا َر ِّب َو َم ْط َع ُمهُ َح َرا ٌم َو َم‬ َّ ‫ش َع َث أَ ْغبَ َر يَ ُم ُّد يَ َد ْي ِه إِلَى ال‬ ْ َ‫سفَ َر أ‬ َّ ‫ال‬
َ‫اب لِ َذلِك‬ ْ ُ‫» فَأَنَّى ي‬
ُ ‫ست ََج‬

“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan
sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman sebagaimana perintah-Nya
kepada para Rasul. Allah berfirman: “Hai para rasul, makanlah dari makanan yang
baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.” (QS. Al-Mu’minun: 51) dan Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172)

Kemudian beliau menyebutkan seorang yang bepergian jauh, dengan rambut kusut lagi
berdebu mengulurkan kedua tangannya ke langit (seraya berdoa, pen): Ya Tuhan, ya
Tuhan, sementara makanannya haram, minumannya haram, bajunya haram, dan diberi

7
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

makan dengan makanan yang haram, bagaimana mungkin dikabulkan permintaannya?”


(HR. Muslim no. 2393)

Dan Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

ْ ِ‫ق بِ ِه لَ ْم يَ ُكنْ لَهُ فِ ْي ِه أَ ْج ٌر َو َكانَ إ‬


‫ص ُرهُ َعلَ ْي ِه‬ َ َ‫َمنْ َج َم َع َماالً َح َرا ًما ثُ َّم ت‬
َ ‫ص َّد‬

“Barangsiapa yang mengumpulkan harta yang haram, kemudian dia menyedekahkannya,


maka dia tidak akan mendapatkan pahala, dan dosanya akan dibebankan padanya.”
(HR. Ibnu Hibban no. 3216. Syu’aib Arna’uth berkata, “sanadnya hasan”).

7. Hal-hal yang mendesak (dharurat) membolehkan seseorang untuk melakukan


sesuatu yang haram

Kaidah ini berlandaskan pada firman Allah:

‫اغ َوال عَا ٍد فَال إِ ْث َم َعلَ ْي ِه إِنَّ هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
ٍ ‫اضطُ َّر َغ ْي َر َب‬
ْ ‫فَ َم ِن‬

“Akan tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)

Prinsip ‘kecuali dalam keadaan terpaksa’ ini diikat dengan suatu batasan ‘tidak boleh
melampaui batas’ dalam menggunakan sesuatu yang haram, juga tidak keluar dari
batasan darurat.

Dari prinsip ini, ulama fiqih mengambil sebuah kaidah lain yang berbunyi, “Apa yang
diperbolehkan dalam kondisi darurat, diukur sesuai dengan ukurannya.”

Keadaan darurat bukanlah seperti pakaian yang elastis sehingga bisa ditafsirkan oleh
siapa saja sesuai hawa nafsunya, tanpa ada batasan. Jangan karena atas nama darurat
menjadikan seseorang melakukan sesuatu yang haram, terutama riba.

8
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Sesungguhnya darurat itu adalah suatu keadaan yang bisa memaksa seseorang pada
kehancuran. Seorang muslim sekalipun dalam keadaan darurat, tidak sepantasnya
menyerah pada keadaan, kemudian tidak bisa berbuat apa-apa di hadapan nafsunya.
Hendaknya ia tetap berpegang teguh pada hukum awal bahwa manusia memilih yang
halal, sehingga dia tidak terbiasa melakukan yang haram atau mempermudah hal yang
darurat.

8. Segala bentuk pinjaman yang mengakibatkan keuntungan yang disyaratkan,


maka dianggap riba

Objek masalah ini secara langsung adalah riba an-nasi’ah. Suatu pinjaman yang di
dalamnya ada tambahan yang telah diketahui sebelumnya adalah riba terang-terangan.
Tidak boleh ada keuntungan yang disembunyikan dari modal dasar kontan dan jumlah
nominal tertentu. Keuntungan menjadi dibolehkan, jika ia didapat bersamaan dengan
perputaran proses produksi dan segala hal yang terkait dengannya. Kemudian keuntungan
tersebut akan dibagi berdasarkan pertimbangan unsur-unsur yang digerakkan bersama
dalam aktifitas produksi.

Seseorang akan mendapatkan modal kontannya sebesar modalnya dalam pengembangan


usaha. Keuntungan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk persentase. Adapun
kerugian akan dibagi berdasarkan titik-titik yang bersinggungan dalam upaya
pembiayaan proses produksi. Dengan demikian, uang nominal yang diserahkan kontan
pada dasarnya tidak diperbolehkan sebagai upah atau ganti atas hutang.

9. Umat Islam tergantung pada syarat mereka

Kaidah ini menjelaskan bahwa orang-orang yang mengadakan akad transaksi hendaknya
berkomitmen dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati bersama, selama syarat-
syarat tersebut bukan pada masalah yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram.

9
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Hukum asal dalam menetapkan syarat-syarat dalam jual beli adalah mubah. Pendapat ini
berdasarkan hadits Rasulullah: “Semua orang Islam berkomitmen dengan syarat yang
mereka tetapkan bersama, yang tentunya syarat tersebut berbanding lurus dengan
kebenaran.”

Beliau juga bersabda:

َ‫شت ََرط‬ َ ‫ب هَّللا ِ فَلَ ْي‬


ْ ‫ َوإِ ِن ا‬، ُ‫س لَه‬ َ ‫شتَ َرطَ ش َْرطًا لَ ْي‬
ِ ‫س فِى ِكتَا‬ ْ ‫ َم ِن ا‬، ِ ‫ب هَّللا‬ َ ‫ش ُروطًا لَ ْي‬
ِ ‫ستْ فِى ِكتَا‬ ْ َ‫َما بَا ُل أَ ْق َو ٍام ي‬
ُ َ‫شتَ ِرطُون‬
‫ِمائَةَ َم َّر ٍة‬

“Mengapa banyak dari kaum muslimin yang menetapkan syarat-syarat yang tidak
didapatkan dalam Al-Qur’an. Barangsiapa yang menetapkan syarat yang tidak ada
dalam Al-Qur’an, maka dia tidak mempunyai hak sekalipun walaupun membuat seratus
syarat.” (HR. Bukhari II/972 no.2579, dan Muslim II/1141 no.1504)

Pada dasarnya, Rasulullah tidaklah mengingkari kemungkinan adanya syarat yang dibuat
oleh mereka yang melakukan transaksi. Yang beliau ingkari adalah syarat-syarat yang
ditentukan tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa hukum
asal dari pengajuan syarat ini adalah mubah, kecuali jika syarat-syarat tersebut
bertentangan dengan Al-Qur’an (dan As-Sunnah, pen).

10. Segala sesuatu yang diperbolehkan untuk menjualnya, maka boleh juga untuk
menyedekahkannya dan menggadaikannya

Maksudnya bahwa menurut syari’at segala sesuatu yang diperbolehkan untuk dijual,
maka diperbolehkan juga untuk dihibahkan, disedekahkan, dan dijadikan jaminan.

Sumber :

https://abufawaz.wordpress.com/2011/02/07/memahami-kaidah-kaidah-dasar-dalam-
bisnis/

10
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

3. Bagaimana sifat - sifat Rasulullah dalam hal berwirausaha.....


Kunci bisnis kesuksesan menurut Nabi Muhammad Saw yaitu dengan pola fikir yang
beretika di dalam bisnisnya.
1) Jujur dalam usahanya. Jujur disini tidak menipu para pelanggan dengan semata-mata
mencari keutungan dengan sangat besar. Menutupi kekurangan yang ada di produk
kita dengan mengatakan bahwa produk ini bagus dan asli.
2) Berpegang teguh akan nilai-nilai Syariat Islam.
3) Bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukan kepada Allah.
4) Keadilan dan keseimbangan. Adil dalam bisnis kita dan keseimbangan sosial, tidak
hanya mencari keuntungan melainkan diniatkan atau membantu di dalam bisnisnya.
5) Di dalam berbisnis tidak hanya mencari keuntungan saja melainkan untuk menolong
orang lain.
6) Menjaga nama baik dengan tujuan agar kita mendapatkan sebuah kepercayaan dari
para pelanggan dan agar siapapun yang akan bekerja sama dengan kita tidak ragu
Sumber : https://geotimes.co.id/opini/menerapkan-sifat-fathonah-rasulullah-saw-
dalam-berbisnis/
Konsep berwirausaha dalam islam dikenal dengan istilah tijarah (berdagang
atau bertransaksi). Konsep berwirausaha dalam Islam yang mengacu pada konsep
wirausaha Nabi Muhammad SAW yang perlu ditiru dan diterapkan umat muslim,
sebagai berikut
1) Shiddiq (Benar dan Jujur)
Shiddiq artinya adalah berkata benar dan jujur. Seorang wirausaha islam
harus mampu meniru sifat Rasulullah SAW yaitu berkata benar, bertindak benar
atau diam saja (jika tidak mampu berkata dan bertindak benar). Artinya baik
pemimpin ataupun karyawan dalam berwirausaha harus bisa berperilaku benar dan

11
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

jujur kepada setiap keputusan dan tindakan, jujur terhadap konsumen, pesaing
sehingga usaha yang dijalankan dikelola dengan prinsip kebenaran dan kejujuran.
2) Amanah (Dapat Dipercaya)
Amanah yaitu sifat kepercayaan baik dari dari sisi internal maupun eksternal.
Amanah dan bertanggung jawab merupakan kunci sukses dalam menjalankan
wirausaha. Memiliki sifat amanah akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan
sikap penuh tanggung jawab pada setiap diri seorang muslim. Sifat amanah
memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa
kredibilitas dan tanggung jawab ,kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
3) Tabligh (Argumentatif/Komunikatif)
Tabligh yaitu kemampuan menyampaikan, kemampuan berkomunikasi efektif.
Wirausaha yang efektif merupakan kempuan menyampaikan komunikasi. Kewajiban
semua Nabi untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diterima dari Allah
berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum agama. Dalam sudut pandang
kewirausahaan berbasis syariah, tuhan telah memberikan kemampuan Istimewa pada
manusia, tentu sudah sepantasnya manusia juga memilih jalan hidup yang
istimewa dengan kemampuan yang dimilikinya.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ahzab:39:
“Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya
dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan
cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan”.
Maknanya adalah para wirausahawan harus mampu melatih diri dalam
menyampaikan ide dan produk bisnisnya, harus mampu menyampaikan dan
mempromosikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan tepat sasaran,
serta mampu mengkomunikasikannya secara tepat dan mudah dipahami oleh
siapapun yang mendengarkannya. Hal yang paling penting harus mampu
menjembatani antara pihak perusahaan dan pihak customer.
4) Fathonah (Cerdas dan Bijaksana)

12
TUGAS KEWIRAUSAHAAN
A. SRI WAHYUNI (09220190083)
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Sifat fathonah merupakan memiliki kecerdasan dalam berbisnis. Dalam hal ini,
pengusaha yang cerdas merupakan pengusaha yang mampu memahami,
menghayati dan mengenal tugas dan tanggung jawab bisnisnya dengan sangat baik.
Sumber :
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi30L
acxIblAhXSfCsKHc1rCikQFjAGegQICRAC&url=https%3A%2F
%2Fjurnal.unma.ac.id%2Findex.php%2FMr%2Farticle%2Fdownload
%2F1103%2F1020&usg=AOvVaw25vnW8iyYrigJYrcRKB7Br

13

Anda mungkin juga menyukai