Jika diperhatikan tema pertemuan kita pada saat ini adalah “Musyawarah Pleno IV
Menyongsong Mudzakarah Ulama 2010”. Maka jangan sampai melebar isi
pembicaraan kita, terlebih dahulu kita fahami kembali makna dalam kalimat tersebut.
Denagn demikian kita akan mendapatkan rambu-rambu dalam mengeluarkan
pernyataan. Selain itu jangan sampai dibelakang hari kita kecewa, jangan sampai kita
menyesal dalam bermusyawarah. Karena dalam sebuah istilah dikenal kalimat berikut :
A. Arti Musyawarah
Musyawarah selain memang perintah secara eksplisit (syarah) dalam al Qur-an Surah
An Nahl: 125 yang datangnya dalam wujud amr/perintah “wasyawirhum fil amri”
(“bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan kalian”,). Juga datang dari wujud
khabariyah sebagai suatu yang sangat baik “Wa amru syuhadainahum (dan urusanmu
saling saksikan).
Musyawarah artinya meminta pendapat orang banyak yang didasari otak yang jernih,
fikiran yang waras, dan akal yang sehat. Kemudian sikap kita terhadap pendapat yang
banyak tersebut adalah mengacu kepada petunjuk al Qur-an surah Azzumar ayat 17-18
:
وت أَنْ َيعْ ُب ُدو َها َوأَ َنابُوا إِلَى هَّللا ِ َل ُه ُم ْال ُب ْش َرى َف َب ِّشرْ عِ َبادِي َّ ِين اجْ َت َنبُوا
َ الطا ُغ َ َوالَّذ
ب ْ ُ ُ
ِ ك ُه ْم أولو األل َبا َ ُ هَّللا
َ ِين َهدَا ُه ُم ُ َوأول ِئ َ ك الذَّ َ ُ َ
َ ُون أحْ َس َن ُه أول ِئ َّ ْ
َ ُون ال َق ْو َل َف َيت ِبع َ الَّذ
َ ِين َيسْ َت ِمع
“dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali
kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba- hamba-Ku, yaitu orang-orang yang selalu mendengarkan Perkataan (Fatwa)
lalu mengikuti apa yang paling baik (Al qur-an) di antaranya, mereka Itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”.
(Qs.Azzumar:17-18)
Bi nadnya dari musyawarakah, berasal dari kata zakarah – yuzakiru (kata kerja yang
dilakukan bukan perorangan tapi secara interaksi). Artinya saling ingat mengingatkan,
yaitu semacam buah dari nasihat. Nasihat tulus berangkat dari ketulusan yang memang
ajaran din kita. “Addinu nashihah” (al hadits). Ajaran din kita sebagian besar berangkat
dari sikap loyal atau tulus. Jadi, apapun yang kita keluarkan sebagai pendapat
hendaknya berangkat dari pangkalan nasihat, ketulusan, atau loyal. Jadi tergantung
nawaitu (niat) masing-masing.
Ulama artinya orang yang mengetahui ; pandai, tapi sebagai manusia kita punya
kelemahan, tentu perlu saling ingat mengingatkan. Dan memang peringatan adalah
memberi manfaat bagi mukmin “ wadzakir, fainna zikro tanfaul mukminin”. Dalam hadits
“Addinu nashihah funa liman lillah wali kitabi wali rosulihi wa lil a’imatin muslimin.
Pemimpin muslimin dalam hadits ini termasuk ulama –insyaAllah, saya lebih condong
(maksudnya) kepada ulama, bukan umara’.
Ulama adalah jamak taksir dari aalim (orang yang mengetahui). Artinya pengenalan
atau pengetahuan orang itu (terhadap sesuatu) adalah 100 persen. Sedangkan
umumnya apa yang kita lihat adalah yang sesuai dengan kenyataan. Kalau masih
separuh-separuh pengetahuan kita, misalnya belum sampai 50 persen maka itu belum
dikatakan ilmu tapi wahn. Bila bimbang, ragu-ragu atau 50:50, baru syak namanya. Bila
50 % + 1 walaupun sampai 90 persen baru dzon namanya. Ilmu artinya tahu persis
permasalahan.
Maka bagi kita yang diberi beban oleh suatu ummat dan lembaga dengan predikat
ulama, ini merupakan suatu tantangan untuk menambah perbekalan, asset
pengetahuan, sehingga kita betul-betul tahan uji. Risalah Muhammad Rosulullah pun
dibekali dengan al huda’ al ulumul nashihah (kata para ulama tafsir). Antara lain yang
disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Ketua Majelis ulama Saudi, saat
membuka musyawarah Rabithah ‘Alam Islami).
Kita diminta bekerja keras untuk menambah pengetahuan, sehingga benar benar tahu
persis 100 persen. Seperti perkalian 2×2 = 4, bukan sama dengan enam. Menurut
Rosulullah, ulama itu ada yang asshoghir dan akaabir. Tercermin dalam hadits beliau :
“ma yadzalun nafsu bi khoiri ma ahadul ilma ‘inda akaabir auka wafa (senantiasalah
ummat ini dalam kebaikan sepajang mereka mengambil ilmu dari akaabir).
Untuk memahami makna Ulama akaabir dan ulama ashoqir dengan memahami suatu
kaidah ushul. Sesuatu hal itu lebih dikenal jika diketahui lawannya. Contoh kita tidak
tahu persis arti kata ‘adil jika tidak tahu arti dholim. Juga arti makruf dari lawannya
munkar.
Secara etimologis akaabir artinya orang besar (penggede) dan ashoqhir artinya (orang
kecil). Namun secara ilmu tafsir bermakna lain. Diambil dari sebuah hadits, nabi SAW:
“min assyirothi sa-ah ayyu sabasari ilmu ‘inda alshoghir” (antara lain sebagai prolog
/muqadimah datangnya hari qiyamat diambang pintu, yaitu orang mengambil ilmu dari
ashoghir).
Article
Full-text available
o Jan 2019
o Djeprin Ersen Hulawa
View
Show abstract
Join ResearchGate to find the people and research you need to help your
work.
16+ million members
118+ million publications
700k+ research projects