Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA

Oleh:
1. Aryasatya Rafli Wibisono
2. Khairunisa Luthfiyyah
3. M. Raihan Wardana B.
4. Syafa Putri Innasia

Kelas 12 IPA 3
Tahun Ajaran 2018/2019
KOEFISIEN RESTITUSI
1. Tujuan : 1. Menyelidiki atau mengetahui sifat-sifat keelastisan suatu benda
2. Menentukan koefisien restitusi (e) sebuah benda bila benda itu ditumbukkan
dengan bidang lantai

2. Alat dan Bahan : 1. Bola-bola yang hendak diselidiki atau dihitung koefisien restitusinya,
misalnya bola pingpong, bola karet, bola tenis
2. Mistar/ penggaris
3. Tiang Statif
3. Landasan Teori :
 Momentum
Momentum sebuah partikel adalah sebuah vektor (p) yang didefinisikan sebagai perkalian antara
massa partikel m dengan kecepatannya (v). Momentum ini merupakan besaran vektor yang memiliki
besar dan arah.
P = mv
Ket:
 m        = massa benda (kg)
V        = kecepatan banda (ms-1)
P         = momentum benda (kgms-1)
  Tumbukan
Tumbukan adalah gerak partikel yang bertumbuk (atau sekurang-kurangnya salah satu diantara
mereka) berubah secara mendadak sehingga kita dapat membedakan dengan cukup jelas saat “sebelum
tumbukan” dan saat “sesudah tubukan”, dalam setiap tumbukan ini gaya yang relatif besar bekerja pada
masing-masing partikel yang bertumbukan dalam waktu yang relatif singkat.
Adanya umbukan dapat di ketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.      Adanya pembedaan yang jelas antara “sebelum” dan “sesudah” peristiwa.
b.      Banyak hal yang dapat dipelajari dengan menerapkan hukum kekekalan momentum dan tenaga pada
keadaan “sebelum” dan “sesudah” peristiwa.
Ada beberapa macam tumbukan dilihat dari lenting atau tidaknya:
1.      Tumbukan lenting sempurna, adalah terjadi jika ada dua buah benda yang bertumbukan dan
memiliki energi kinetik dan Energi kinetik kedua benda tersebut sebelum dan sesudah
tumbukan jumlahnya sama.
     Menurut hukum kekekalan energi kinetik dirumuskan :
m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’
      Di dalam lenting sempurna besar koefisien restitusinya (е) = 1
2.      Tumbukan Lenting Sebagian, adalah tumbukan yang kehilangan Energi kinetiknya setelah
bertumbukan. Hal itu dikarenakan adanya perubahan energy menjadi kalor setelah tumbukan dan tidak
berlaku hokum kekekalan energi kinetik tetapi menggunakan hukum kekekalan momentum:
h1
e=
√ h2
Besar koefisien nya yaitu diantara 0 dan 1 ( 0 < e < 1 )
3.      Tumbukan tidak lenting sama sekali, jika dua buah benda bertumbukan dan setelah tumbukan
kedua benda bersatu sehingga kecepatan kedua benda setelah tumbukan sama ( v’1 = v’2 = v’ ).
 Hukum kekekalan momentum
Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa dalam sebuah tumbukan antara dua benda dalam
sebuah sistem, momentum sebelum tumbukan adalah sama dengan momentum sesudah tumbukan. Yaitu:
m1v1+m2v2        = m1v1’+m2v2’
                        P1 + P2             = P1’ + P2’
Ket:
m1 dan m2       =massa benda 1 dan massa benda 2 yang bertumbukan.
v1 dan v2         =kecepatan benda 1 dan 2 sebelum tumbukan.
v1’ dan v2’       =kecepatan benda 1 dan 2 setelah tumbukan.
P1 + P2            =impuls 1 dan impuls 2 sebelum tumbukan.
P1’ + P2’          =impuls 1 dan 2 setelah tumbukan.

4. Cara Kerja : 1. Memasang penggaris pada dinding tembok atau pada tiang statif
2. Menentukan tinggi jatuh sembarangh dan amati tinggi pantulan (hal ini
dilakukan sebagai langkah percobaan terlebih dahulu)
3. Kemudian menentukan tinggi jatuh benda yang tepat
4. Mengamati dan mengukur tinggi pantulannya
5. Mengulangi percobaan tersebut sebanyak tiga kali untuk setiap benda
6. Dengan data-data yang diperoleh maka akan dapat dihitung koefisien
restitusi benda tersebut.

5. Hasil Pengamatan :
1. Mengisi tabel koefisien restitusi beberapa jenis benda yang diselidikiberikut ini :
Jenis No Tinggi Tinggi h2
Bola . Jatuh (h1) Pantulan
(h2)
e=
√ h1
é |e−é| |e−é|2 ∆e

1. 95cm 65 0,84 0,08 0,0064


Pingpon 2. 90 cm 63 0,88 0,04 0,0016
g 3. 85 cm 61 0,91 0,92 0,01 0,001 1,0409
4. 75 cm 55 0,98 0,06 0,0036
5. 70 cm 50 1,01 1,09 1,1881
∑|e−é|2 1,2007
1. 90 cm 48 0,76 0,06 0,0036
Tenis 2. 85 cm 47 0,8 0,02 0,004
3. 80 cm 46 0,84 0,82 0,02 0,004 0,1517
4 75 cm 41 0,85 0,03 0,009
5 70 cm 39 0,89 0,07 0,0049
∑|e−é|2 0,0255
1. 95 cm 74 0,9 0,07 0,0049
Bekel 2. 85 cm 65 0,94 0,03 0,009
3. 80 cm 61 0,98 0,97 0,01 0,001 1,033
4. 75 cm 58 1,01 0,04 0,0016
5. 70 cm 55 1,05 1,08 1,1664
∑|e−é|2 1,1829

2. Untuk setiap jenis benda yang diselidiki, menentukan harga rata-rata ( e ) dari banyaknya
percobaan. (harga rata-rata yang didapat menunjukkan koefisien restitusi benda yang
bersangkutan)
 pingpong: 0.92
 tenis: 0.82
 bekel: 0.97

3. Berdasarkan harga koefisien restitusinya, apa jenis tumbukan antara bidang dengan benda
yang diselidiki
Pingpong (0<e<1) lenting sebagian
Tenis (0<e<1) lenting sebagian
Bekel (0<e<1) lenting sebagian
h1 h2

INDEKS BIAS GELAS


1. Tujuan :
Menentukan indeks bias benda benda gelas seperti : kaca plan paralel,
2. Alat dan Bahan :
1. Benda-benda gelas yang diukur
2. jarum pentul secukupnya
3. kertas putih dan pensil
4. busur derajat
5. Papan kayu untuk alas percobaan ( kayu yang dapat ditembus oleh papan percobaan)
3. Landasan Teori
Kaca plan paralel adalah benda yang terbuat dari kaca berbentuk kubus dengan enam sisi
yang rata dengan sisi yang berhadapan sejajar. Bentuknya lempeng tipis seperti batu bata atau korek
api. Ia memiliki ketebalan tertentu yang sering dilambangkan d. Peristiwa yang terjadi ketika
seberkas sinar melewati sebuah kaca plan paralel adalah sinar tersebut akan mengalami pergesaran.
Cahaya atau berkas sinar akan mengalami dua kali pembiasan oleh dua medium yang berbeda
kerapatannya. Berkas cahaya dari udara yang masuk ke dalam kaca akan mengalami pembelokan.
Peristiwa tersebut disebut pembiasan cahaya. Hal ini disebabkan medium udara dan medium kaca
memiliki kerapatan optik yang berbeda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembiasan cahaya terjadi
akibat cahaya melewati dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Sinar bias akan mendekati
garis normal ketika sinar datang dari medium kurang rapat atau udara ke medium lebih rapat atau
kaca. Sinar bias akan menjauhi garis normal ketika cahaya merambat dari medium lebih rapat atau
kaca ke medium kurang rapat atau udara.
Terlihat bahwa berkas cahaya yang masuk dengan berkas cahaya yang keluar dari kaca plan
paralel adalah sejajar. Menurut hukum Snellius, “dalam peristiwa pembiasan cahaya, perbandingan
sinus sudut datang dan sinus sudut bias adalah konstan”

Keterangan :
n   = indeks bias
i    = sudut datang
r    = sudut bias
Berkas cahaya hanya mengalami pergeseran sebesar t (besaran panjang). Jika berkas datang
dengan sudut i maka pergeserannya dapat dihitung sebagai berikut :

Keterangan :
t    = pegeseran sinar
d   = tebal kaca
Hukum Snellius menyatakan bahwa :
1.      Sinar datang, sibar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2.      Jika sinar datang dari medium yang kurang rapat menuju medium yang lebih rapat, sinar akan
dibiaskan mendekati garis normal. Jika sinar datang dari medium yang lebih rapat menuju
medium yang kurang rapat, sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal.

4. Cara Kerja
1. Menyiapkan alas tempat percobaan, dan meletakkan kertas putih di atas alas tersebut
2. Meletakkan benda gelas di atas kertas putih itu dan menggambar bidang batas antara benda gelas
dengan udara serta garis normalnya
3. Menancapkan jarum pentul no. 1 dan no. 2 secara vertikal sehingga berjarak seperti pada gambar
4. Mengmati dari pihak lain pada gambar sedemikian sehingga bayangan-bayangan dari jarum no.1
dan no.2 terlihat di dalam benda gelas berimpit
5. Kemudian meancapkan jarum no.3 dan no. 4 sehingga kedudukan tiang-tiang jarum no. 3 dan no.
4 dan bayangan jarum no. 1 dan no.2 dalam benda gelas dalam keadaan berimpit
6. Kemudian mengambil benda gelas dari papan percobaan
7. Membuat garis lurus lewat jarum pentul no. 1 dan no. 2 dan juga garis lurus lewat jarum pentul
no. 3 dan no. 4. Nampak terlukislah sudut datang ( i ) dan sudut bias ( r )
8. Mengukur i dan r dengan menggunakan busur derajat
9. Mengulangi percobaan di atas dengan sudut datang yang berbeda-beda. Dengan demikian indeks
bias gelas dapat dihitung
4. Hasil Pengamatan :
1. Mengelengkapi tabel berikut ini :
Indeks bias
Jenis No. Sudut Sudut bias ( r ) sini
Gelas datang ( i )
n= |n−ń| |n−ń|2 ∆n
sin r ń

1. 30° 21° 1,395 0,127 4096 10-6 35,528

Kaca 2. 40° 22° 1,715 1,522 0,193 37249 10-6 10-3

balok 1,458
3. 45° 29° 0,064 4096 10-6

∑|n−ń|2 45441 10-6

1. Tentukan indeks bias rata-rata ( n ) untuk masing-masing jenis gelas. Indeks bias rata-rata itu
menunjukan indeks bias gelas tersebut
(n ) = (1,395 + 1,715 + 1,458) / 3 = 1,522

2. Kemanakah arah sinar bias, apabila sinar datang yang ditunjukkan oleh jarum pentul no. 1 dan no.
2 tegak lurus terhadap bidang batas antara udara dan gelas ?
Sinar merambat lurus (tidak dibiaskan). Jika arah sinar datang yang ditunjukkan oleh jarum
pentul no.1 dan no.2 tegak lurus terhadap bidang batas antara udara dan gelas, maka sudut i =
0°. Akibatnya, sudut bias juga sama dengan nol, sehingga sinar merambat lurus (tidak
dibiaskan).

3. Berapakah besarnya sudut bias , jika arah sinar datang berimpit dengan bidang batas antara
benda gelas dengan udara
1. Kaca plan paralel
1
2
3

4. buatlah Grafik hubungan antara sin i terhadap sin r

5. Bagaimanakah arah sinar datang dengan sinar yang meninggalkan kaca plan parallel
a. Jika sinar datang dari medium renggang ke medium rapat maka sinar dibelokkan mendekati
garis normal.
b. Jika sinar datang dari medium rapat ke medium renggang maka sinar dibelokkan menjauhi
garis normal.

6. Untuk sudut i = 25°. Hitung pergeseran (d) sinar dengan menggunakan rumus :
t sin (i - r)
d=
cos r d = pergeseran sinar ; t = tebal kaca
t = 6 cm

6 sin(30−19)
d=
cos 19
d = 1,20 cm

Kesimpulan :
Tiap-tiap sudut datang dan sudut pantul memiliki perbedaan pada nilai pergerseran sinar dan
perbedaan indeks bias yang digunakan sesuai dengan bahan yang digunakan. Semakin kecil sinar
datang maka indeks biasnya semakin kecil dan pergeseran sinarnya makin kecil. Jadi, hasil indeks
bias dan pergeseran sinar sangat dipengaruhi besar kecilnya sudut datang dan sudut pantul.

AYUNAN SEDERHANA
1. TUJUAN : Menentukan percepatan gravitasi bumi di suatu tempat dengan ayunan
sederhana
2. ALAT DAN BAHAN : 1. Statif lengkap
2. benang
3. beban 100 gram
4. stopwatch
5. mistar
3. LANDASAN TEORI :
Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak - balik benda melalui suatu titik keseimbangan
tertentu dengan banyaknya getaran benda dalam setiap sekon selalu konstan.Gerak Harmonik
Sederhana dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
a) Gerak Harmonik Sederhana (GHS) Linier, misalnya penghisap dalam silinder gas, gerak osilasi
air raksa / air dalam pipa U, gerak horizontal / vertikal dari pegas, dan sebagainya.
b) Gerak Harmonik Sederhana (GHS) Angular, misalnya gerak bandul/ bandul fisis, osilasi ayunan
torsi, dan sebagainya.
Berdasarkan hukum II Newton, benda berada dalam keadaan setimbang jika gaya total = 0. Gaya
yang bekerja pada benda yang digantung adalah gaya pegas (F0 = -kx0) yang arahnya ke atas dan
gaya berat (w = mg) yang arahnya ke bawah. Total kedua gaya ini sama dengan nol.

Periode ayunan Bandul adalah:


L = Panjang Tali
g = Percepatan Gravitasi
Untuk menentukan g kita turunkan dari rumus di atas:
T² = 4π² (L/g)
g   = 4π² (L/T²)
g   = 4π² tan α ; tan α = Δ L / T²
Periode juga dapat dicari dengan 1 dibagi dengan frekuensi. Frekuensi adalah benyaknyagetaran yang
terjadi dalam kurun waktu satu detik. Rumus frekuensi adalah jumlah getarandibagi jumlah detik waktu.
Frekuensi memiliki satuan hertz / Hz.

4. CARA KERJA :

1. Menyusun alat seperti pada gambar


2. Mengukur panjang tali
3. Mengukur waktu yang diperlukan untuk melakukan 20 ayunan penuh
4. Meulangi percobaan di atas beberapa kali dengan cara merubah-rubah panjang tali
5. Melengkapi tabel berikut ini !:

Panjang Waktu 20 (T= g=


tali ( l ) ayunan ( t ) 2
t 4π l ǵ |g−ǵ| |g−ǵ|2 ∆g
n ) T2
90 cm 38,7 1,935 9,47 1,5 2,25 0,04
80 cm 36,3 1,815 9,57 1,4 2,56
75 cm 35,4 1,77 9,44 10,97 1,53 2,34
70 cm 34,4 1,72 9,33 1,64 2,689
65 cm 33,4 1,67 9,19 1,78 3,168
60 cm 31,7 1,585 9,41 1,56 2,433
∑|g− ǵ|2 15,44
Pertanyaan :
1. Hitunglah harga rata-rata g !
g = 56,41:6 = 10.97
2. Berapa persenkah kesalahan pengukuran anda , bandingkan dengan harga standar percepatan gravitasi
( g = 9,8 m/s2)
10,97 : 9,8 x 100% = 1,119%
3. Untuk panjang tali 120 cm berapakah waktu yang dibutuhkan untuk 10 ayunan jika g = 9,8 m/s!
l : 1,2 m , n = 10 , t?
4 π2 l
g=  T = 4 x 3.142x 1,2 : 9.8
T2
T = 2.19
T = t/n  t = 2,19 x 10 = 21.9 sekon
4. Sebutkan faktor yang mempengaruhi T
Panjang tali, jumlah ayunan, dan waktu

5. Sebuah ayunan sederhana mempunyai panjang tali 25 cm. Hitung periode dan frekuensi sistem
ayunan tersebut !
L = 0.25 m , T = 4 x 3.142 x 0.25/9.8 = 1.004 sekon
F = 1/1.004 = 0.996 hz

Kesimpulan :
Semakin panjang tali maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ayunan tertentu akan semakin lama,
selain itu periodenya juga akan semakin tinggi dan percepatan gravitasnya semakin kecil.

Kesalahan perhitungan mungkin akan sering terjadi dalam percobaan, misalnya pada ketepatan
stopwatch yang tidak bersamaan dengan dilepasnya beban pada ayunan sederhana atau panjang tali
RESULTAN GAYA SEJAJAR
Tujuan : Menyelidiki hubungan lengan gaya terhadap posisi resultannya
Alat dan Bahan : 1. Dasar statip ( 2 buah ) 5. benang
2. batang statip pendek (1 buah ) 6. katrol kecil 2 buah
3. batang statip panjang ( 1 buah ) 7. penggaris / mistar
4 beban 50 gram / 100 gram 8 buah 8.batang pensil /kayu
Landasan Teori :
 Momen gaya merupakan salah satu bentuk usaha dengan salah satu titik sebagai titik acuan.
Momen gaya adalah hasil kali gaya dan jarak terpendek arah garis kerja terhadap titik tumpu. Momen
gaya sering disebut dengan momen putar atau torsi, diberi lambang t(baca: tau).
t = F . d
Satuan dari momen gaya atau torsi ini adalah N.m yang setara dengan joule. Momen gaya yang
menyebabkan putaran benda searah putaran jarum jam disebut momen gaya positif. Sedangkan yang
menyebabkan putaran benda berlawanan arah putaran jarum jam disebut momen gaya negatif.
Titik 0 sebagai titik poros atau titik acuan.
Momen gaya oleh F1 adalah t1 = + F1 . d1
Momen gaya oleh F2 adalah t2 = – F2 . d2
Pada sistem keseimbangan rotasi benda berlaku resultan momen gaya selalu bernilai nol,
sehingga dirumuskan:
∑ t = 0
Pada permainan jungkat-jungkit dapat diterapkan resultan momen gaya = nol.
∑ t = 0
– F2 . d2 + F1 . d1 = 0
F1 . d1 = F2 . d2
Pada sistem keseimbangan translasi benda berlaku resultan gaya selalu bernilai nol, sehingga
dirumuskan:
∑F=0

 Resultan gaya sejajar adalah sebuah gaya yang bisa mewakili sekumpulan gaya sejajar serta
mempunyai:
 Arah yang sama dengan semua gaya tersebut
 Besar sama dengan penjumlahan besar semua gaya
 Garis kerja yang da pat dicari berdasar syarat bahwa momen resultan harus sama dengan
penjumlahan momen setiap gaya.
Besarnya resultan gaya:
R = Fy = F1 + F2
Sedangkan resultan momennya adalah: G0 = x1 F1 + x2 F2

Cara Kerja :
1. Menyusun alat seperti gambar
2. Mencatat massa beban A, B dan C ke dalam tabel
3. Mengukur panjang DE dan EF kemudian catat ke dalam tabel
4. Menambahkan 1 beban pada B dan 1 beban pada C, kemudian catat kedalam tabel
5. Menggeser ikatan tali yang ditengah batang kayu ( yang digantungi C ) ke arah tali B sehingga
tercapai
keadaan keseimbangan baru dan ukur panjang DE dan EF
6. Mengulangi dengan menambah 1 beban pada B dan beban pada C lagi, lakukan seperti langkah 5 ,
kemudian catat ke dalam table!
Data Hasil pengamatan :
No. mA mB mC F1 = WA F2 = WB F3 = Wc F1 + DE EF F1. DE F2.EF
F2
0,1 0,1 0,2 1 1 2 2 0,18 0,173 0,187 0,173
1
7
2 0,1 0,2 0,3 1 2 3 3 0,24 0,118 0,242 0,236
2
0,1 0,3 0,4 1 3 4 4 0,28 0,078 0,282 0,234
3
2

Kesimpulan :
Semakin besar beban yang diberikan maka semakin besar gaya atau gaya berat yang ditimbulkan.
Semakin kecil berat yang diberikan pada bagian ujung titik, maka semkain panjang jarak titik tersebut
dengan pusat penyeimbang dan sebaliknya.

Pertanyaan :
1. Bagaimana hubungan F1 + F2 dengan F3
Jumlah gaya F1 + F2sebanding atau sama besar dengan F3 sehingga F1 + F2sebanding lurus dengan
F3.
2. Apabila arah F3 ke atas, apakah berlaku F 1 + F2 = F3Jelaskan !
F1 + F2= F3 tidak akan berlaku karena resultan gaya hanya dapat dihitung jika resultan gaya F1 dan
F2 sama besar. Jika arah F3 ke atas, maka yang berlaku R = F1 + F2 + F3 atau R – F3 = F1 + F2.
Itu dikarenakan arah gaya semuanya sama jika arah F 3 ke atas. Tetapi dari arah F3 ke bawah sesuai
praktikum kami, maka F3 berfungsi sebagai pusat rotasi. Jika dalam sistem jungkat-jungkit disebut
titik tumpu.
3. Bagaimana hubungan F1. DE dengan F2. EF
Hubungan F1.DE dengan F2.EF adalah sebanding atau sama besar. Hal ini seperti sistem pada
jungkat jungkit, dimana lengan gaya sangat berpengaruh pada gaya untuk mencapai kestimbangan.

4. F2 15 N F4 10 N F6 5 N

A B C D E F G

F1 20N F3 10 N F5 5 N F7 15N

AB = EF = 20 cm ; BC = FG = 10 cm CD = 12 cm
DE = 8 cm
Dari gambar diatas , Tentukan :
a. Besar dan arah resultan gaya
∑ Fy=0
F 2+ F 4+ F 6−( F 1+ F 3+ F 5+ F 7 )=0
30−50
−20 N (ke bawa h)

b. Letak titik tangkap Resultan (R) dari titik D


∑ τ =0
0

−F 1 ( 0,42 ) + F 2 ( 0,22 )−F 3 ( 0,12 ) +0+ F 5 ( 0,08 )−F 6 ( 0,28 )+ F 7 ( 0,38 )=0
−20 ( 0,42 ) +15 ( 0,22 )−10 ( 0,12 ) +5 ( 0,08 ) +15 ( 0,38 )=0
−1,6 N (ke bawa h)

DD EE FF
D E F

D E F

AA BB
A B
PEMBIASAN PADA PRISMA

TUJUAN : Menentukan sudut deviasi minimum pada prisma


Menyelidiki sifat pembiasan pada prisma

ALAT DAN BAHAN : 1. Prisma


2. Busur derajat
3. Mistar
4. Kertas Grafik
5. Papan Alas (Styrofoam)
6. Jarum Pentul
LANDASAN TEORI :
Prisma adalah salah satu alat optik berupa benda transparan (bening) terbuat dari bahan gelas atau
kaca yang dibatasi oleh dua bidang permukaan yang membentuk sudut tertentu. Sudut di antara dua
bidang tersebut disebut sudut pembias (β) sedangkan dua bidang pembatas disebut bidang pembias.
Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai bidang
pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut
akan dibiaskan menjauhi garis normal. 
Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik
kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca.  Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar
dibiaskan menjahui garis normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu
dari kaca ke udara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan
arah dari arah semula. Jika sinar datang mula-mula dan sinar bias akhir diperpanjang, maka keduanya
akan berpotongan di suatu titik dan membentuk sudut yang disebut sudut deviasi (D).

Besar sudut pembias dapat dihitung dengan rumus berikut :


β = r1 +i2
Keterangan :
β          : sudut pembias prisma
r1          : sudut bias dari sinar yang masuk prisma
i2          : sudut datang ketika sinar hendak keluar prisma

Sedangkan besar sudut deviasi dapat dihitung dengan rumus berikut :


D = i1 + r2 – β
Keterangan :
D         : sudut deviasi
β          : sudut pembias prisma
r2          : sudut bias ketika sinar keluar prisma
i1          : sudut datang sinar masuk
CARA KERJA :
1. Menyusun alat-alat seperti pada gambar. D

2. Membuat sudut datang ( i ) dan sudut bias ( r ) dan i r


Sudut deviasi (D)
3. Mengukur besar masing-masing sudut tersebut
4. Mengulang kembali langkah-langkah no. 2 dan 3 untuk sudut datang berbeda-beda
Kemudian hasil pengukurannya tulis dalam tabel

No. Sudut datang i Sudut bias r D


i+r- β Perbandingan i dan r
1 20° 57° 32° 32° 20:57
2 25° 45° 26° 25° 5:9
3 30° 42° 24° 27° 5:7
4 35° 35° 25° 25° 1:1
5 40° 30° 26° 25° 4:3
6 45° 25° 25° 25° 9:5
7 50° 21° 26° 26° 50:21

Pertanyaan :
1. Pada sudut berapakah mengalami deviasi minimum ( i = r )
Dari hasil percobaan, sudut yang mengalami deviasi minimum adalah sudut i=35°
2. Hitung indeks bias prisma dengan menggunakan rumus

n1 sin ( δ +2 β )=n sin ( β2 )


2
n1 = indeks bias udara ; n2 = indeks bias
prisma
δ = sudut deviasi minimum dari data percobaan

1.0003 sin ( 35+45


2 ) 2
45
=n sin ( )
2
1.0003 sin 40=n2 sin22.5

1.0003 x 0.642=n2 x 0.383

0.5812=n2 x 0.38

n2 =1.677

KESIMPULAN
Semakin besar sudut datang cahaya, maka semakin kecil sudut bias yang dihasilkan. Sinar dibiaskan
mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari
udara ke kaca. 
KOEFISIEN GESEK

Tujuan : Menentukan koefisien gesekan dari beberapa bidang

Alat dan Bahan : 1. Beberapa buah balok


2. Dinamometer
3. Beban
4. Beberapa buah bidang plat yang berbeda
5. tali
Landasan Teori :
Gaya gesek (friction force) adalah gaya yang bekerja antara dua permukaan benda yang saling
bersentuhan atau bersinggungan. Arah gaya gesek berlawanan arah dengan kecenderungan arah gerak
benda. Gaya gesek disimbolkan dengan huruf f dan satuannya adalah Newton.

Berdasarkan gambar di atas, arah gaya gesek selalu berlawanan dengan arah gaya luar yang bekerja pada
benda dan arah gerak benda. Untuk benda padat yang bergerak di atas benda padat, besar kecilnya gaya
gesek sangat bergantung pada kasar atau licinnya permukaan benda yang bersentuhan, semakin kasar
permukaan maka semakin besar gaya geseknya. Sebaliknya, semakin licin permukaan, semakin kecil
gaya geseknya.
Selain itu, gaya gesek juga dapat terjadi pada suatu benda yang bergerak di udara. Untuk benda yang
melayang di udara, besar kecilnya gaya gesek bergantung pada luas permukaan benda yang bersentuhan
dengan udara. Semakin besar luas bidang sentuh, makin besar gaya gesek udara pada benda tersebut.
Begitupun sebaliknya, semakin kecil luas bidang sentuh semakin kecil gaya geseknya. 
Menurut seorang matematikawan dan fisikawan Swiss bernama Leonhard Euler, berdasarkan keadaan
benda yang dikenainya, gaya gesek dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gaya gesek statis dan gaya gesek
kinetis.
#1 Gaya Gesek Statis
Menurut Hukum I Newton, pada benda yang diam, resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan
nol. Berdasarkan hukum ini, ketika kalian mendorong sebuah benda yang terletak di atas lantai tetapi
benda tersebut masih diam, tentunya ada gaya lain yang melawan gaya dorong kalian berikan. Gaya
tersebut adalah gaya gesek antara permukaan bawah benda dengan lantai. Gaya gesek ini bekerja pada
benda yang diam, sehingga disebut gaya gesek statis (fs). Jadi gaya gesek statis adalah gaya gesek yang
bekerja pada benda yang diam.
Di atas sudah dijelaskan bahwa besarnya gaya gesek bergantung pada kekasaran permukaan benda dan
bidang yang bersentuhan. Tingkat kekasaran ini dinyatakan dengan koefisien gesekan. Untuk benda diam,
koefisien gesekan disebut koefisien gesek statis, disimbolkan μs.  Selain tingkat kekasaran permukaan
benda, besarnya gaya gesek juga dipengaruhi oleh besar gaya normal (N) yang diberikan bidang pada
benda. Secara matematis, rumus gaya gesek statis adalah sebagai berikut.

fs maks = μs N
Keterangan:

fs maks = Gaya gesek statis maksimum (N)

μs = Koefisien gaya gesek statis

N = Gaya normal (N)

#2 Gaya Gesek Kinetis


Ketika kalian menendang bola di atas tanah, bola akan menggelinding dengan kecepatan tertentu. Tetapi,
semakin lama kecepatan bola semakin berkurang dan akhirnya berhenti. Bola dapat bergerak diakibatkan
gaya dari tendangan. Namun, saat sedang bergerak, ada gaya yang menghambat gerak bola dan
mengurangi kecepatannya. Gaya yang menyebabkan kecepatan bola semakin berkurang disebut gaya
gesek kinetis. Jadi gaya gesek kinetis adalah gaya gesek yang bekerja pada benda yang bergerak.

Sama seperti gaya gesek statik, besar gaya gesek kinetik juga bergantung pada gaya normal serta tingkat
kekasaran permukaan benda dan bidang yang bersinggungan (koefisien gesekan). Koefisien gesekan pada
benda yang bergerak disebut koefisien gesekan kinetis yang disimbolkan dengan μk. Secara matematis,
rumus gaya gesek kinetis adalah sebagai berikut.

fk = μk N
Keterangan:

fk = Gaya gesek kinetis (N)

μk = Koefisien gesekan kinetik

N = Gaya normal (N)

Nilai koefisien gesekan baik koefisien gesek statis maupun kinetis tidak pernah lebih dari 1. Selain itu,
besar koefisien gesek statis umumnya selalu lebih besar daripada koefisien gesek kinetis (μs > μk).
Gaya Gesek dan Gerak Benda

Jika pada benda yang diam di atas bidang dengan tingkat kekasaran tertentu selalu bekerja gaya gesek
dalam hal ini gaya gesek statis, bagaimana syarat gaya  F minimum yang harus kita berikan agar dapat
menggerakkan benda tersebut? untuk menjawab pertanyaan tersebut, perhatikan grafik hubungan antara
gaya luar (ex. gaya tarik) F dengan gaya gesek (fg) berikut ini.
Grafik di atas memperlihatkan bahwa saat benda belum diberi gaya atau F = 0, gaya gesekan belum
bekerja atau fg = 0 ( di titik A). Ketika besar gaya F dinaikkan secara perlahan, benda tetap diam hingga
dicapai keadaan di mana benda tepat akan bergerak (di titik B). Pada keadaan ini, gaya gesekan yang
bekerja adalah gaya gesek statis maksimum dimana besarnya selalu sama dengan gaya tarik (fg = fs maks
= F).
Selanjutnya, ketika gaya tarif F yang diberikan lebih besar daripada gaya gesek statis maksimum,
F > fs maks ( di titik C – D) maka benda akan bergerak. Pada keadaan bergerak ini, gaya gesekan yang
bekerja adalah gaya gesek kinetik (fg = fk). 
Dengan demikian dapat kita simpulkan beberapa hal mengenai gaya F, gaya gesek dan gerak benda
sebagai berikut.

Karakteristik Gaya F Keadaan Benda


• Jika F < fs maka fg = F • Benda diam (berlaku Hukum I Newton)

• Jika F = fs maka fg = fs maks • Benda tepat akan bergerak (berlaku Hukum I Newton)

• Jika F > fs maka fg = fk • Benda bergerak

→ Jika F = fk maka benda mengalami GLB dan berlaku


Hukum I Newton (ΣF = 0)
→ Jika F > fk maka benda mengalami GLBBdan berlaku
Hukum II Newton (F – fk = ma)

Cara Kerja : 1. Membuat rangkaian alat seperti gambar


2. Mencatat gaya yang ditunjukkan oleh dinamometer ketika balok mulai
bergerak, untuk beberapa keadaan sebagai berikut :
a. di atas bidang hanya ada balok saja
b. di atas bidang balok ditambah dengan beberap beban yang lain
3. Melakukan percobaan ini beberapa kali untuk permukaan balok yang berbeda
4. Mengisi tabel pengamatan berikut ini
5. Sebelumnya mengukur massa balok

Berat beban (W) = gaya Normal (N) g = 10 m/s2


No. bidang Gaya (F) = Berat F/mg = ( 2
μ́s |μ s− μ́s| |μ s− μ́s| ∆ μs
fs =N μs )
1,1 N 2,2 N 0,5 0,033 0,001
KACA 1,25 N 2,7 N 0,462962963 0,46 0,003 0,000009 0,00061
1,4 N 3,2 N 0,4375 0,029 0,00084
2 0,001849
Σ|μ s− μ́s|
1,15 N 2,2 N 0,52272727 0,063 0,00396
LAKBAN 1,3 N 2,7 N 0,481481481 0,46 0,021 0,00044 0,0016
1,4 N 3,2 N 0,4375 0,022 0,00048
2 0,00488
Σ|μ s− μ́s|
1,15 N 2,2 N 0,522727273 0,018 0,00032
KAYU 1,45 N 2,7 N 0,537037037 0,54 0,003 0,000009 0,00025
1,8 N 3,2 N 0,5625 0,021 0,00044
2 0,000769
Σ|μ s− μ́s|
1,8 N 2,2 N 0,818181818 0,027 0,00072
KARET 2,0 N 2,7 N 0,740740741 0,79 0,049 0,0024 0,00117
2,6 N 3,2 N 0,812 0,021 0,00044
2 0,00352
Σ|μ s− μ́s|

Pertanyaan :
1. Bila berat beban (balok ) ditambah, bagaimanakah besarnya gaya tarik pada saat balok akan
bergerak ? Apabila berat beban ditambah maka gaya yang ditimbulkan akan lebih besar
2. Buatlah grafik fs terhadap N

3. Bagaimanakah harga μs pada tabel ? Harga µs pada tabel adalah semakin besar
karena gaya dan massa yang diberikan semakin besar pula
4. Sebutkan hal-hal yang mempengaruhi harga koefisien gesek! Massa benda, jenis
permukaan benda dan gaya yang diberikan
5. Apa yang dapat disimpulkan dari kegiatan di atas ?
Kesimpulannya, gaya gesek setiap benda akan berbeda satu sama lain. Pada umumnya,
gaya gesek akan menjadi besar apabila beban dan gaya yang diberikan juga besar. Faktor
lain yang memengaruhi gaya gesek adalah jenis permukaan benda tersebut. Dari
percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa koefisien gesek dipengaruhi oleh tekstur benda
(kasar/hasilnya permukaan benda) dan juga berat benda. Koefisien gesek keramik < kaca
< kayu < karet

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
ELASTISITAS PEGAS

I. Tujuan :
1. Menentukan nilai konstanta suatu pegas

II. Alat dan Bahan :


1. Pegas
2. Beban (50 , 100 , 150 , 200 gram)
3. Meteran/Mistar
4. Statif Lengkap

III. Landasan Teori

Elastisitas adalah Kecenderungan pada suatu benda untuk berubah dalam bentuk
baik panjang, lebar maupun tingginya, tetapi massanya tetap, hal itu disebabkan oleh gaya-gaya
yang menekan atau menariknya, pada saat gaya ditiadakan bentuk benda kembali seperti semula.

Hukum Hooke
Hukum Hooke adalah perbandingan antara gaya yang diberikan dengan pertambahan
panjang benda adalah konstan. Hubungan antara gaya F yang meregangkan pegas dengan
pertambahan panjang x pada daerah elastisitas pertama ali ditemukan oleh Robert Hooke (1635-
1703), yang kemudian dikenal dengan nama Hukum Hooke. Pada daerah elastic liner, besarnya
gaya sebanding dengan pertambahan panjang x.
F = k . Δx → k = FΔx
· Keterangan :
F = gaya (N)
k = konstanta (N/m)
Δx = perubahan panjang (m)

IV. Cara Kerja


1. Membuat rangkaian alat seperti Gambar
2. Mengukur panjang pegas mula-mula (Xo) ( sebelum digantungi beban ). Kemudian gantungkan
beban pada pegas seperti gambar dan ukurlah pertambahan panjang pegasnya
3. Mengulang percobaan 2. dengan menganti beban dengan beban yang lebih berat
4. Menulis hasil percobaan dalam tabel berikut ini

Xo = ……………. m gunakan g = 10 m/s2

massa beban Berat k=


beban (F) = F
(kg)
W
X ∆X ḱ |k−ḱ| |k−ḱ|
2
∆k
ΔX

0,1 1 0,15 m 0,09 m 11,11 0,21 0,0441


0,15 1,5 0,195 m 0,135 m 11,11 10,90 0,21 0,0441
0,2 2 0,246 m 0,186 m 10,75 0,15 0,225 0,0965
0,25 2,5 0,295 m 0,235 m 10,63 0,27 0,0729
F
5. Hitung perbandingan kerja ΔX dari tiap percobaan
F 1
 k= = = 11,11
∆X 0,09
F 1,5
 k= = = 11,11
∆X 0,135
F 2
 k= = = 10,75
∆X 0,186
F 2,5
 k= = = 10,63
∆X 0,235

11,11 : 11,11 : 10,75 : 10,63


1 : 1 : 0,96 : 0,95
IV. Hasil Pengamatan :

1. Apakah perbandingan F dengan ΔX konstan ?


Perbandingan F dengan ΔX tidak konstan

2. Berapa harga rata-rata perbandingan F dengan ΔX dari semua hasil percobaan ?


K =( k1 + k2 + k3 + k4) / 4
K =(11,11 + 11,11 + 10,75+ 10,63) / 4
= 10,9
3. Jika ada dua buah pegas yang sama seperti pegas di atas, disusun seperti gambar berikut ini .

Berapa harga k total pada susunan ini ?


1/Ktotal = 1/k + 1/k = 2/k K total = o,5 K
K total = 0,5 x 10,38 = 5,19
4. Tuliskan Dimensi dari konstanta Pegas ?
K = F /ΔX = m x g / ΔX
K = [M] / [T]2atau [M] [T]-2

5. Buatlah Grafik F terhadap ΔX ?


6. Beri penjelasan grafik yang terjadi
Jadi, semakin besar gaya yang diberikan maka akan semakin besar pula perubahan panjangnya
dan perbandingannya akan konstan

V. Kesimpulan dan saran


Kesimpulan
Jadi, jika massa beban pada pegas ditambah maka berat beban atau gaya yang ditimbulkan akan
bertambah pula, dengan demikian pegas akan semakin panjang dan perubahan panjangnya semakin
besar. Oleh karena itu, gaya (F) berbanding lurus dengan konstanta dan pertambahan panjang

Saran
Dalam melakukan percobaan sangat dibutuhkan ketelitian dalam melihat hasil data. Agar tidak terjadi
kesalahan maka kita harusmematuhi tata tertib yang berlaku.
KESETIMBANGAN PARTIKEL

A. Tujuan
Mengidentifikasi syarat-syarat kesetimbangan partikel.
B. Alat dan Bahan
1. Katrol (2 buah)
2. Statif (2 set)
3. Beban (3 buah, bervariasi)
4. Benang
5. Busur derajat (1 buah)
6. Kertas grafik (1 lembar)
7. Kertas karton (1 lembar)
C. Landasan Teori
Keseimbangan partikel. Partikel adalah benda yang ukurannya dapat di abaikan dan hanya mengalami
gerak translasi. Syarat kesetimbangan partikel adalah jika partikel terletak pada bidang XY dan gaya-
gaya yang bekerja diuraikan dalam komponen sumbu X dan sumbu Y. Partikel merupakan ukuran
benda terkecil, sehingga sering digambarkan sebagai titik. Akibatnya, jika ada gaya yang bekerja
pada partikel, maka gaya tepat mengenai pada pusat massa benda. Oleh karena itu, partikel hanya
mengalami gerak translasi (menggeser). Gerak translasi merupakan gerak yang memenuhi hukum II
Newton. Sehingga syarat kesetimbangan partikel dapat ditulis ΣFx = 0 dan ΣFy = 0.
Jika partikel pada diatas dalam keadaan seimbang, maka berlaku persamaan F1 + F2 + F3 = 0.
Berdasarkan aturan sinus dalam segitiga, diperoleh persamaan
T1 T2 W
= =
sin α sin β sin γ

Resultan gaya sama dengan nol jika gaya sama besar, berlawanan arah dan garis kerjanya sama

Suatu partikel dikatakan dalam keadaan setimbang apabila resultan gaya yang bekerja pada partikel
sama dengan nol.

ΣF = 0

Apabila partikel pada bidang xy, maka syarat kesetimbangan adalah resultan gaya pada komponen
sumbu x dan sumbu y sama dengan nol.

ΣFx = 0

ΣFy = 0

Berdasarkan Hukum I Newton, jika resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol, maka
percepatan benda menjadi nol. Artinya, bahwa partikel dalam keadaan diam atau bergerak dengan
kecepatan tetap. Apabila partikel dalam keadaan diam disebut mengalami kesetimbangan statis,
sedangkan jika bergerak dengan kecepatan tetap disebut kesetimbangan dinamis.

D. Skema Alat dan Bahan

katrol katrol

m1 m2

statif statif
m3
E. Prosedur Kerja
1. Mengukur massa beban m1, m2, dan m3
2. Menyusun sistem benda seperti skema di atas sedemikian sehingga terjadi kesetimbangan (sistem
dalam keadaan diam)
3. Menempelkan kertas grafik pada kertas karton
4. Memasang kertas grafik di belakang sistem tali dan menggambarkan garis yang dilewati tali
5. Mengulangi prosedur di atas sampai tiga kali pengukuran, dan mengisikan hasil pengamatan ke
dalam tabel berikut:
No Besarnya sudut  Besarnya sudut β
1. 31˚ 32˚
2. 51˚ 21˚
3. 33˚ 31˚

6. Melukis garis kerja sistem gaya sebagaimana skema berikut:

T1 T2
T1 = w1 T2 = w2
β 

T3
w1 T3 = w3

w3

7. Memasukkan data-data praktikum ke dalam tabulasi data berikut:


Komponen gaya pada Komponen gaya pada arah
No Jenis gaya
arah sumbu x sumbu y
1 T1 T1x = T1 cos β T1y = T1 sin β
2 T2 T2x = T2 cos α T2y = T2 sin α
3 T3 T3x = 0 T3y = w3 = 1,5 N
2 2 2
Resultan gaya T 1 x + T 2 x +T 3 x T 1 x 2+ T 2 x2 +T 3 x 2
Pada saat menghitung resultan gaya, perhatikan bahwa gaya adalah besaran vektor sehingga
memiliki arah (ke kanan dan ke atas positif, ke kiri dan ke bawah negatif)
 α = 31˚ β = 32˚
Komponen gaya pada Komponen gaya pada arah
No Jenis gaya
arah sumbu x sumbu y
1 T1=1 T1x = 0,84 T1y = 0,52
2 T2=1 T2x = 0,85 T2y = 0,51
3 T3=1 T3x = 0 T3y = w3 = 1 N
Resultan gaya 0,01 2,03

 α = 51˚ β = 21˚
Komponen gaya pada Komponen gaya pada arah
No Jenis gaya
arah sumbu x sumbu y
1 T1=1 T1x = 0,93 T1y = 0,35
2 T2=2 T2x = 1,24 T2y = 1,54
3 T3=2 T3x = 0 T3y = w3 = 2 N
Resultan gaya 0,31 3,89

 α = 33˚ β = 31˚
Komponen gaya pada Komponen gaya pada arah
No Jenis gaya
arah sumbu x sumbu y
1 T1=2 T1x = 1.71 T1y = 1,03
2 T2=2 T2x = 1,67 T2y = 1,08
3 T3=2 T3x = 0 T3y = w3 = 2 N
Resultan gaya 0,04 ke kiri 4,11

F. Soal Evaluasi
1. Perhatikan sistem kesetimbangan berikut.

53o

T2
T1

4 kg

Hitunglah T1 dan T2 !
 W = 4 kg x 10 = 40 N
 Fy = 0 Fx = 0
W - T2 sin 53 = 0 T2 cos 53 – T1 = 0
40 - T2 0,8 = 0 T2 cos 53 = T1
40 =T2 0,8 50 cos 53 = T1
T2 = 50 50 0,6 = T1
T1= 30 N

2. Perhatikan gambar.

Koefisien gesek statis antara benda dengan meja = 0,4 (anggap katrol licin). Bila massa A = 5 kg, berapa
massa maksimum B agar sistem dalam keadaan diam?
 W = 5 x 10 = 50 N
 Fy = 0
N–W=0
N=W
N = 50 N
 Fges = μ x N
= 0,4 x 50
= 20 N
 Fx = 0
= fges – Wb
0 = 20 – mb x g
20 = mb x 10
mb = 2 kg

3. Tiga buah benda berada dalam kesetimbangan seperti gambar.

53o 37o

m
4 kg 3 kg

Semua katrol dianggap licin.


Agar terjadi kesetimbangan, berapakah massa beban m?
F = 0
T2 = 40 N
F = 0
T3 = 30 N
F = 0
T2 sin 53 + T1 sin 37 = mg
40 (0,8) + 30 (0,6) = 10m
32 + 18 + 30 = 10m
m = 5 kg

Anda mungkin juga menyukai