Pencegahan Terorisme
Melalui Tinjauan Agama dan Pendidikan
(Terrorism Prevention Through Religion
and Education Review) — 299
H. Muhammad Ilyasin
Hamka Hasan
Fakultas Dirasat Islamiyah, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
email : hamka_hasan75@yahoo.com
Abstraksi : Sabar kadang kala dimaknai sebagai sikap mengalah, ketidakberdayaan, lemah,
menerima apa adanya dan makna-makna yang lain. Sebaliknya, al-Quran memberikan
makna berbeda yaitu upaya keras untuk mencapai sebuah cita-cita yang mulia. Ini
berarti bahwa sabar membutuhkan kekuatan bukan kelemahan; keaktifan, bukan
kepasifan; pantang menyerah, bukan bermental kalah. Untuk menemukan kesimpulan
tersebut, makalah ini menggunakan metode tafsir tematik yang digabungkan dengan
pendekatan linguistik. Metode dan pendekatan ini dapat menyingkap makna-makna
yang tersirat di balik kata-kata dalam al-Quran. Data yang digunkan adalah data
primer dan sekunder dari kitab-kitab klasik dan modern dengan pembacaan kritis.
Keywords : Patience, Verse of Al-Baqarah.
214_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
A. Pendahuluan
Konsep sabar dalam al-Quran menjadi salah satu bahasan ulama yang
cukup menarik dan penting. Disamping karena terakait dengan masalah
teologi juga terkait dengan apek sosial masyarakat. Kajian Al-Quran
tentang sabar menjadi salah satu bentuk kajian tafsir maudhu’î.
Seperti dengan kajian tafsir maudhu’î yang lain, makalah ini memakai
beberapa langkah yang dianggap menukung dalam pengkajian
tentang konsep sabar secara ontologis yang terdapat dalam surah al-
Baqarah. Penulis terlebih dahulu mengidentifikasi setiap ayat yang
mengandung kata sabar, kemudian sejumlah ayat tersebut diklasifikasi
sesuai dengan tema pokok yang terkandung didalamnya. Tema-tema
tersebut melahirkan sejumlah pembahasan seperti yang terdapat dalam
pembahasan makalah ini.
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi râji`ûn”
E. Hakekat Sabar
Sabar merupakan salah satu aspekِ penting yang terkandung dalam
ِ وﻟَ ِﻜ ﱠﻦswt.,ب
ujianْاﻟAllah
ﱪ ِ seperti
ِ
ﺮ ﻐ ﻤ ﻟاو ق ِ ْﺸ ِﺮtelah
ﻞ اﻟْ َﻤdijelaskan ْن ﺗُـ َﻮﻟﱡﻮا ُو ُﺟApa َِْﱪﱠ أhakekat
ﱠ َ ْ ْ
َ َ yang َ َﻮﻫ ُﻜ ْﻢ ﻗﺒ
َ sebelumnya. ﺲ اﻟ َ ﻟَْﻴ
ءَاﺗَﻰyang
ﲔ َو ﺎبِ َواﻟْ ِﻜﺘdari
َواﻟﻨﱠﺒِﻴdipahami ﺔِ ِ َﻜujian
ﺋﻼ ﻤ ﻟ ا
و ِ
ﺮ ﺧِswt.,
اﻵ ِyang
مﻮ ـﻴﻟ ا
و ِ اﻣﻦ ﺑِﺎﻟﻠﱠdalam
َ ﱢ َ ْ ْ ْ َ ?.َ َ ََﻣ ْﻦ ء
ﻪ
sabar dapat Allah termaktub
َ pada surah َ َ al-Baqarahْ َtersebut
ﲔ َواﺑْ َﻦ اﻟ ﱠﺴﺒِ ِﻴﻞ
firmannya pada ayat 155-157
ِ ِ
َ ﺎل َﻋﻠَﻰ ُﺣﺒﱢﻪ َذ ِوي اﻟْ ُﻘ ْﺮَﰉ َواﻟْﻴَﺘَ َﺎﻣﻰ َواﻟْ َﻤ َﺴﺎﻛ َ اﻟْ َﻤ
ﺼ َﻼةَ َوءَاﺗَﻰ اﻟﱠﺰَﻛﺎ َة َواﻟْ ُﻤﻮﻓُﻮ َن ﺎب َوأَﻗَ َﺎم اﻟ ﱠ ِ َﲔ وِﰲ اﻟﱢﺮﻗ ِِ
َ َ َواﻟ ﱠﺴﺎﺋﻠ
ﲔ اﻟْﺒَﺄْ ِس ِ ِ ﺼﺎﺑِ ِﺮﻳﻦ ِﰲ اﻟْﺒﺄْﺳ ِﺎء واﻟ ﱠ ِﺑِ َﻌ ْﻬ ِﺪ ِﻫﻢ إ
َ ﻀﱠﺮاء َوﺣ َ َ َ َ ﱠ اﻟوَ ا
و ﺪ
ُ ﺎﻫ
َ ﻋ
َ ا ذ
َ ْ
ِ ِ ﱠ ِأُوﻟَﺌ
(177 :2/ﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺘﱠـ ُﻘﻮ َن )اﻟﺒﻘﺮة َ ﺻ َﺪﻗُﻮا َوأُوﻟَﺌ َ َ ﻳﻦ ﺬ ﻟ ا ﻚَ
218_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Penulis berpendapat bahwa ada dua ayat dalam surah al-Baqarah yang
secara tekstual berbicara tentang objek kesabaran, yaitu: ayat 155 dan 177:
ب َوﻟَ ِﻜ ﱠﻦ اﻟِْﱪﱠ ِ ﻮﻫ ُﻜﻢ ﻗِﺒﻞ اﻟْﻤ ْﺸ ِﺮِق واﻟْﻤ ْﻐ ِﺮ ﱡ ِ ﻟَْﻴ
َ َ َ َ َ ْ َ ﺲ اﻟْﱪﱠ أَ ْن ﺗُـ َﻮﻟﻮا ُِو ُﺟ َ
ﲔ َوءَاﺗَﻰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﱠ ِ
َ َﻣ ْﻦ ءَ َاﻣ َﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ َواﻟْﻴَـ ْﻮم ْاﻵﺧﺮ َواﻟْ َﻤ َﻼﺋ َﻜﺔ َواﻟْﻜﺘَﺎب َواﻟﻨﱠﺒﻴﱢ
ﲔ َواﺑْ َﻦ اﻟ ﱠﺴﺒِ ِﻴﻞ ِ ِ
َ ﺎل َﻋﻠَﻰ ُﺣﺒﱢﻪ َذ ِوي اﻟْ ُﻘ ْﺮَﰉ َواﻟْﻴَﺘَ َﺎﻣﻰ َواﻟْ َﻤ َﺴﺎﻛ َ اﻟْ َﻤ
ﺼ َﻼةَ َوءَاﺗَﻰ اﻟﱠﺰَﻛﺎ َة َواﻟْ ُﻤﻮﻓُﻮ َن ﺎب َوأَﻗَ َﺎم اﻟ ﱠ ِ َﲔ وِﰲ اﻟﱢﺮﻗ ِِ
َ َ َواﻟ ﱠﺴﺎﺋﻠ
ِ ِ ﺼﺎﺑِ ِﺮﻳﻦ ِﰲ اﻟْﺒﺄْﺳ ِﺎء واﻟ ﱠ ِِ
ﲔ اﻟْﺒَﺄْ ِسَ ﻀﱠﺮاء َوﺣ َ َ َ َ ﺎﻫ ُﺪوا َواﻟ ﱠ َ ﺑِ َﻌ ْﻬﺪﻫ ْﻢ إِذَا َﻋ
ِ أُوﻟَﺌِﻚ اﻟﱠ
(177 :2/ﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺘﱠـ ُﻘﻮ َن )اﻟﺒﻘﺮة َ ِﺻ َﺪﻗُﻮا َوأُوﻟَﺌَ ﻳﻦ َ َﺬ
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.
1. Rasa takut/khawatir
ب َوﻟَ ِﻜ ﱠﻦ
ﱠﱪ2. ِْاﻟKelaparan ِ ﻮﻫ ُﻜﻢ ﻗِﺒﻞ اﻟْﻤ ْﺸ ِﺮِق واﻟْﻤ ْﻐ ِﺮ ﱡ ِ ﻟَْﻴ
َ َ َ َ َ ْ َ ﺲ اﻟْﱪﱠ أَ ْن ﺗُـ َﻮﻟﻮا ُِو ُﺟ َ
ﲔ َوءَاﺗَﻰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﱠ ِ
3.
َ َﻣ ْﻦ ءَ َاﻣ َﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ َواﻟْﻴَـ ْﻮم ْاﻵﺧﺮ َواﻟْ َﻤ َﻼﺋ َﻜﺔ َواﻟْﻜﺘَﺎب َواﻟﻨﱠﺒﻴﱢ
Kekurangan harta
ﻴﻞِ ِﺒKekurangan
ﲔ َواﺑْ َﻦ اﻟ ﱠﺴ ِﺎل ﻋﻠَﻰ ﺣﺒﱢ ِﻪ َذ ِوي اﻟْ ُﻘﺮﰉ واﻟْﻴﺘَﺎﻣﻰ واﻟْﻤﺴﺎﻛ
ُ َ َ اﻟْ َﻤ
4.
َ jiwa َ َ َ َ َ َ َْ
اﻟﱠﺰَﻛﺎ َة َواﻟْ ُﻤﻮbuah-buahan
َن5. ﻓُﻮKekurangan ﺎب َوأَﻗَ َﺎم اﻟ ﱠ
(َﻼةَ َوءَاﺗَﻰpangan)
ﺼ ِ َﲔ وِﰲ اﻟﱢﺮﻗ ِواﻟ ﱠﺴﺎﺋِﻠ
َ َ َ
ﲔ اﻟْﺒﺄْ ِس
Fakhruddin ِ ِ ِ
ﰲ اﻟْﺒَﺄْ َﺳﺎء َوdalam
ar-Razi--salah
ِ
ِ ِﺮﻳﻦayat
seorang pakar dibidang tafisr--mengatakan
ِ ِ ِ
ﺑِ َﻌ ْﻬﺪﻫ
dalamَtafsirnya َ َوﺣbahwaﻀﱠﺮاء “اﻟ ﱠketakutan” َ ﺼﺎﺑ ﱠini َواﻟdapat
ﺎﻫ ُﺪوا ْﻢ إذَا َﻋdengan
َ diartikan
ketakutan(kepada 177 :2Allah /اﻟﺒﻘﺮةswt.,
) “َنkelaparan”
ُﻫ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺘﱠـ ُﻘﻮadalah
ﻚ ِوأُوﻟَﺌpuasa
ا
ﻮ ﻗ
ُ ﺪ
َ ﺻ ﻳﻦ ِramadhan,
ﺬ ﻚ اﻟﱠ ِأُوﻟَﺌ
“kekurangan harta” berupa zakat dan shadaqah, “kekurangan jiwa”
َ َ َ
bulan
َ َ
berupa penyakit dan kematian.17 Pandangan ini dapat dipahamia bahwa
cobaan yang diberikan Allah swt., adalah cobaan untuk melaksanakan
perintah-perintah-Nya seperti taqwa,puasa dean zakat. Disamping itu,
ada cobaan lain yang harus diterima dengan penuh kesabaran seperti
kematian yang dialami oleh setiap makhluk hidup.
dimiliki oleh manusia, baik kekurangan itu setelah dimiliki secarah sah
atau telah menjadi kepemilikan sempurna ataupun harta itu rusak di
alam bebas. Kehilangan harta ini dapat diakibatkan oleh mansuia itu
sendiri ataupun kehilangan itu disebabkan oleh Allah swt. “Kekurangan
jiwa” dapat berupa kematian yang disebabkan oleh Allah swt, berupa
kematian secara alami ataupun disebabkan oleh manusia berupa
pembunuhan atau peperangan. “Kekurangan pangan” pernyataan
ini dapat diartikan secara luas meskipun arti dasarnya adalah buah-
buahan atau pangan. Tsmarât dapat diartikan sebagai hasil dari setiap
usaha yang dilakukan.18 Manusia terkadang membuka suatu usaha, ia
bercita-cita untuk mendapatkan sesuatu dari hasil usahanya, namun
kenyataannya tidak sesuai dengan harapan. Inilah salah satu maksud
ِ ﺺ ِﻣﻦ ْاﻷَﻣﻮ
ungkapan “kekurangan tsamarât”.
ال ٍ ﻘ
ْ ـ
َ ﻧو ﻮع
ِ اﳉ
ْ و فِ اﳋﻮ ْ ﻦ ِ وﻟَﻨَﺒـﻠُﻮﻧﱠ ُﻜﻢ ﺑِ َﺸﻲ ٍء
ﻣ
Qurash Shihab ْ َ
َ menafsirkan َ ayatُ 155 َ dengan َ
ْ َ mengatakan ْ ْ bahwa َْ َ
ujian yang
ﺔ ﻴﺒ ِ
ﺼ ﻣ ﻢ ﻬ ـ ﺘ ـﺑﺎ َﺻ
أ اذِ
akan diberikan Allah
إ ﻳﻦ ِ
ﺬ ﱠ
ﻟ ا . ﻳﻦ ِ
ﺮ ِ
ﺑ ﺎ ﺼ اﻟ ِ
swt., kepada hamba-Nya
ﺮ ﺸ ﺑو اتِ ﺮ ِ َﻧْـ ُﻔatau
berupa sedikit
ٌ َ ُyakni
rasa takut, َ َ َ hati menyangkut
ْ ُ َْkeresahan َ ﱠ ﱢ َ َ yang
sesuatu َ َ َواﻟﺜburuk,
ﱠﻤ ﺲ َو ْاﻷ
ْﻴ ِﻪ َر ِاﺟperut إِﻧﱠﺎ ﻟِﻠﱠ ِﻪtetapi
ََوإِﻧﱠﺎ إِﻟkosong,
hal-hal yang tidak menyenangkan yang diduga akan terjadi. Sedikit rasa
lapar, yakni keinginan meluap(155 :untuk 2/اﻟﺒﻘﺮة ) ﻌُﻮ َنkarena
makan ﻗَﺎﻟُﻮا
tidak menemukan makanan yang dibutuhkan, serta kekurngan harta,
jiwa dan buah-buahan.19
ب َوﻟَ ِﻜ ﱠﻦ اﻟِْﱪﱠ ِ ﻮﻫ ُﻜﻢ ﻗِﺒﻞ اﻟْﻤ ْﺸ ِﺮِق واﻟْﻤ ْﻐ ِﺮ ﱡ ِ ﻟَْﻴ
َ َ َ َ َ ْ َ ﺲ اﻟْﱪﱠ أَ ْن ﺗُـ َﻮﻟﻮا ُِو ُﺟ َ
ﲔ َوءَاﺗَﻰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﱠ ِ
َ َﻣ ْﻦ ءَ َاﻣ َﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ َواﻟْﻴَـ ْﻮم ْاﻵﺧﺮ َواﻟْ َﻤ َﻼﺋ َﻜﺔ َواﻟْﻜﺘَﺎب َواﻟﻨﱠﺒﻴﱢ
ﲔ َواﺑْ َﻦ اﻟ ﱠﺴﺒِ ِﻴﻞ ِ ِ
َ ﺎل َﻋﻠَﻰ ُﺣﺒﱢﻪ َذ ِوي اﻟْ ُﻘ ْﺮَﰉ َواﻟْﻴَﺘَ َﺎﻣﻰ َواﻟْ َﻤ َﺴﺎﻛ َ اﻟْ َﻤ
ﺼ َﻼةَ َوءَاﺗَﻰ اﻟﱠﺰَﻛﺎ َة َواﻟْ ُﻤﻮﻓُﻮ َن ﺎب َوأَﻗَ َﺎم اﻟ ﱠ ِ َﲔ وِﰲ اﻟﱢﺮﻗ ِِ
َ َ َواﻟ ﱠﺴﺎﺋﻠ
ِ ِ ﺼﺎﺑِ ِﺮﻳﻦ ِﰲ اﻟْﺒﺄْﺳ ِﺎء واﻟ ﱠ ِِ
ﲔ اﻟْﺒَﺄْ ِسَ ﻀﱠﺮاء َوﺣ َ َ َ َ ﺎﻫ ُﺪوا َواﻟ ﱠ َ ﺑِ َﻌ ْﻬﺪﻫ ْﻢ إِذَا َﻋ
ِ أُوﻟَﺌِﻚ اﻟﱠ
(177 :2/ﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺘﱠـ ُﻘﻮ َن )اﻟﺒﻘﺮة َ ِﺻ َﺪﻗُﻮا َوأُوﻟَﺌَ ﻳﻦ َ َﺬ
224_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Ayat ini menjelaskan tiga hal yang menjadi bahan ujian bagi manusia,
yaitu:
1. Kesempitan
2. Penderitaan
3. Peperangan.
Ketiga hal tersebut di atas merupakan ujian dari Allah swt., bagi
hamba-Nya. Hamba harus bersikap sabar menghadapi ujian tersebut.
Pada umumnya ulama tafsir menafsirkan kata “al-Ba’sâ´i” (kesempitan)
sebagai sesuatu yang menimpa manusia berupa kefakiran dan kelaparan
baik itu lansung dari arti Allah swt., ataupun melalui perantaraan
manusia.20 Adapun kata “adh-dharrâ´i” lebih dipahami penderitaan yang
berhubungan langsung dengan manusia secara intenal seperti penyakit.
Sementara al-ba´ts adalah kondisi dan situasi pertempuran di medan
perang.21
ِ ِﺼﺎﺑ
ﱠ ﱠ اﻟ ن ِ
إ ِ ﺼ َﻼ
1. Mereka akan mendapatkan:
ﻳﻦﺮ اﻟ ﻊﻣ ﻪ ﻠ ﱠ ة ﱠ اﻟ
و ِ
ﱪ ﺼ
ﱠ ﺎﻟِﺑ ا
ﻮ ﻴﻨ
ُ ِﻳﺎأَﻳـﱡﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ ءاﻣﻨُﻮا اﺳﺘَﻌ
ََ َ
َ a. Keberkatan. َ ْ ْ ََ َ َ َ
b. Rahmat. (153 :2/)اﻟﺒﻘﺮة
c. Petunjuk.
2. Allah swt., akan senantiasa bersama mereka
Hamba Allah swt., yang benar-benar mampu mengaplikasikan sikap
sabarnya bila ditimpa musibah akan mendapatkan ganjaran dari-Nya.
Ganjaran ini dapat diistilahkan dengan manfaat bagi mereka yang
mampu menerima cobaan dan ujian dengan sabar dan lapang dada.
Allah swt., menegaskan dalam firman-Nya bahwa hamba-Ku yang
sabar akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan Rahmat dari
tuhan mereka, dan mereka itulah yang mendapat petunjuk. Disamping
itu sejumlah ayat yang menegaskan bahwa Allah swt., bersama dengan
orang-orang yang sabar
Ayat 157 secara tegas menjelaskan manfaat yang akan diterima oleh
orang sabar dari Allah swt., berupa keberkatan, Rahmat dan petunjuk.
226_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
J. Penutup
Ada beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai penutup
dalam makalah ini, diantaranya:
Daftar Pustaka
al-Makki, Abu Thalib, Qauth al-Qulub, (Cairo: Dar al-halabi, t.th), Juz I.
Qayyim, Ibn, Madarij as-Salikin, (Cairo: Dar Salam, t.th), Juz II.
, Juz IV.
4. Makna ini diambil dari kata اﳊﺒﺲ.Kata ini semakna dengan اﻹﻣﺴﺎك.
5. Ibn Faris, Mu’jam Maqâyîs al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), Juz III, H.
3249-330.
اﳊﺒﺲ.yang
6. Yang saya maksudkan sebagai proses yang aktif adalah sebuah proses
bergerak dalam satu ruang dan waktu. Sabar dapat terealisasikan jika ada
proses yang aktif untuk “menahan”, “membelenggu” dan “menutup”. Jika
hal ini dilakukan secara aktif, maka proses ini akan berujung pada sebuah
hasil yang disebut sebagai ‘sabar.
7. Quraish Shihab, Tafsir al-Amanah, Indonesia: Pustaka Kartini, 1992 M/1413
H, Cet. I, h. 111.
8. Imam al-Gazali, Ihya ‘Ulum ad-Din,(Beirut: Dar Ma’rifah, 1990 M), Juz IV, h.
61
9. Ibn Qayyim, Madarij as-Salikin, (Cairo: Dar Salam, t.th), Juz II, h. 121.
10. Abu Thalib al-Makki, Qauth al-Qulub, (Cairo: Dar al-halabi, t.th), Juz I, h. 197
11. Konsep ini dapat dilihat dalam Abu Hayyan, Al-Bahr Al-Muhîth, (Beirut: Dar
al-Fikr, t.th), Juz II, h. 57-58 . Dia mengatakan bahwa isim maushûl dapat
berfungsi sebagai jawaban yang terbuang, yaitu : siapa orang-orang sabar
itu? jawabannya adalah lanjutan ayat itu.
12. Fahruddin ar-Razi, Tafsir al-Fakhru ar-Razi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1985 M/1405
H), Juz III,h. 171.
13. Abu Hayyan, al-Bahr Al-Muhîth, h. 57-58
14. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh;Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran, (jakarta: Lentera Hati, 2000 M/1421 H), Juz II, h. 343.
15. Ar-Raghib al-Ashfahani , Mufradât al-Fâdz al-Qur’ân, h. 495
16. Ar-Raghib al-Ashfahani, Mufradât al-Fâdz al-Qur’ân, h. 495
17. Fahruddin ar-Razi, Tafsir al-Fakhru ar-Razi, Tafsîr al-Fakhr ar-Râzi, Juz III, h.
167
Hakekat Sabar dalam Al-Quran _233
18. Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, (Mesir: al-Akhbar al-Yaum, 1991), Juz
II, h. 666.
19. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh;Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran, op. cit., Juz II, h, 342.
20. Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbâh;Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, h. 364-
366, Mutawalli Sya’rawi, Tafsîr Sya’rawî, h. 728-743, ar-Razi, op. cit, jilid III, h.
37-48, Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhîth, h. 128-141, al-Biqai, Nuzhm ad-Durar
fI Tanâsub al-´Ayât wa as-Suwar, Beirut:Dar al-Kutub al-’Ilmiah, 1995 M/1415
H, jilid I, h. 323-333
21. al-Biqai, Nuzhm ad-Durar fi Tanâsub al-Ayât was-Suwar, h. 323-333
22. Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhîth, h. 128-141.
23. Ar-Razi, Tafsîr al-Fakhr ar-Râzi, Jilid V-VI, h. 49
24. Qurais shiahb, Tafsir al-Mishbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, h. 344.
25. Lihat ar-Razi, Tafsîr al-Fakhr ar-Râzi, h. 172.
26. Tafsir al-Mishbâh, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, h. 340
27. Ibn Qayyim berpendapat bahwa sabar adalah wajib secara ijma’. Lihat Ibn
Qayyim, Madârij as-Sâlikîn, h. 121.
Law Enforcement The Religious Right
For Children
Soefyanto
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta & Universitas Islam Jakarta
email : soefyantowiryoatmojo@yahoo.com
Abstract : Children must always be protected as well as possible. Parents, families and
communities are responsible for keeping and maintaining the rights of the child in
accordance with the rights and obligations imposed by law. To ensure the protection
of minors in religion, religion in accordance with the religion of their parents. Anyone
who intentionally commit a ruse to choose another religion not of his own volition,
but the child is not known to be its choice, it is an act that can be punishable by
penal provisions. The provision is to provide maximum protection of children from
irresponsible actions.
Abstraksi : Anak senantiasa harus dilindungi dengan sebaik-baiknya. Orang tua, keluarga
dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak-hak anak
sesuai dengan hak dan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Untuk menjamin
perlindungan terhadap anak yang belum dewasa dalam memeluk agama, agamanya
sesuai dengan agama yang dipeluk orang tuanya. Barang siapa dengan sengaja
melakukan tipu muslihat untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri,
padahal diketahui anak tersebut belum dapat menentukan pilihannya, hal tersebut
merupakan perbuatan yang dapat diancam dengan ketentuan pidana. Ketentuan
tersebut untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap anak dari tindakan yang
tidak bertanggung jawab.
Keywords : Child Protection, Freedom of Religion.
Penegakan Hukum Atas Hak Beragama Bagi Anak _235
A. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa yang memiliki peranan strategis, dan mempunyai ciri dan sifat
khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
B. Pembahasan
a. Konsepsi Perlindungan Anak
Pasal 28E
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Dari
sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa
dan generasi penerus cita‑cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta
hak sipil dan kebebasan. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi
muda penerus cita‑cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis
242_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara. Anak juga memiliki hak perlindunagn khusus,
yang dimaksud dengan perlindungan khusus adalah perlindungan yang
diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran.
b. Permasalahan
Interaksi adalah suatu hubungan timbal balik antara orang satu dengan
orang lainnya,16 Di dalam ilmu sosiologi interaksi selalu dikaitkan dengan
istilah sosial yaitu hubungan timbal balik atau aksi dan reaksi diantara
246_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
c. Perlindungan khusus
Bahwa anak adalah individu yang belum matang baik secara fisik,
mental, maupun sosial. Karena kondisinya yang rentan dibandingkan
Penegakan Hukum Atas Hak Beragama Bagi Anak _247
korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial, dan pemberian
aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara.
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, harti nurani dan agama,
dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan,
dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan
cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadanya dan
mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di
muka umum maupun sendiri.26
Ketentuan lain dengan nafas yang sama dapat dibaca dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3886, di mana dalam Pasal 55 menegaskan sebagai
berikut:
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara. Salah satu hak anak adalah beribadat menurut
agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya dalam bimbingan orang, agar tujuan perlindungan anak
dapat tercapai, yaitu menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal demi
terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
b) Bahwa Pasal 28E ayat (1) UUD 1945, mengatur; Setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
256_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
c) Bahwa Pasal 28E ayat (2) UUD 1945, mengatur; Setiap orang berhak
atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Namun demikian, ketentuan
yang diatur pada Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 berpotensi untuk mengurangi dan mengekang kebebasan
dan kemerdekaan seorang anak untuk memilih pendidikan dan
pengajaran agama yang dikehendakinya, oleh karena harus
mengikuti dan menganut agama orang tuanya atau wali mereka.
5) Dengan alasan tersebut di atas, maka ketentuan yang diatur pada Pasal
86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum yang berlaku mengikat; Berdasarkan pada alasan-
alasan tersebut di atas, Pemohon mohon kepada Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia berkenan menerima permohonannya,
dan berkenan memberikan putusan hukum sebagai berikut:
f. Kasus Terkait
a. setiap orang
d. dipidana ….”,
Unsur 1.
Unsur 2.
Menurut Drs. Abdul Wahid Syahuri, MM, saksi ahli dari Dep. Agama
Kabupaten Indramayu, menyatakan bahwa anak-anak muslim yang
diajak mengikuti acara Minggu Ceria dan sudah bisa bernyanyi lagu-
lagu Kristen berdoa secara Kristen adalah sudah murtad. Dan menurut
John Nainggolan M.Th. saksi a de charge, menyatakan sebenarnya
kegiatan Minggu ceria tersebut hanya untuk anak-anak yang beragama
Kristen saja, dan bagi anak-anak yang beragama Islam dilarang untuk
mengikutinya.
Unsur 3.
Unsur 4.
Bahwa Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukum karena
dalam situasi dan kondisi di bawah tekanan, ancaman dan intimidasi
dari kelompok organisasi massa yang banyak jumlahnya, (suasana tidak
kondusif), maka seharusnya dalam memutus perkara tetap menjunjung
tinggi kebenaran dan keadilan serta mempertimbangkan dampak
psikologis, traumatis para Pemohon Kasasi pada saat persidangan
sehingga putusan memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak;
bagi anak telah diperjelas secara kongkrit arah konsepsi pengaturan dan
operasionalnya di masyarakat. Dengan peristiwa hukum yang terjadi di
Indramayu, kemudian diperiksa di pengadilan tingkat pertama, tingkat
banding, bahkan sampai tingkat kasasi, serta telah diajukan uji materiil di
Mahkamah Konstitsi, maka menjadi terang, jelas dan kokoh regulasinya.
maksud anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauan sendiri,
dapat dikategorikan membujuk anak untuk memilih agama bukan atas
kemauannya sendiri.
Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka
Al Qur’anul Karim
Buku
Dellyana, Shanty, ”Wanita dan Anak Di Mata Hukum” Yogyakarta:
Liberty, 1998 Cet-I.
Gosita, Arif, ”Masalah Perlindungan Anak”, Jakarta, Akademika
Pressindo, 1985, Edisi Pertama.
Kusumah, Mulyana. W. (Peny.) ”Hukum dan Hak-hak Anak”, Jakarta:
CV Rajawali, , 1986, Cet-I.
Soefyanto, ”Perlindungan Anak”, Jakarta: Universitas Islam Jakarta,
2008, Cet-I.
Suparmin, Mamin, Makna Psikologis Perkembangan Peserta Didik,
Sumber Jurnal Ilmiah SPIRIT. ISSN : 1411-8319 Vol. 10. No. 2. Tahun
2010, dari sumber online, ejournal.utp.ac.id, diunduh-5/1/2013.
Susilowati, Ima, dkk., Pengertian Konvensi Hak Anak, UNICEF, dicetak
ulang oleh Deputi Bidang Pelindungan Anak, Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan, 2007
Penegakan Hukum Atas Hak Beragama Bagi Anak _271
Endnotes
Abdul Azis
Majelis Taklim Raudlatul Ummah, Dukuh Seti, Kab. Pati.
email : aazis99@yahoo.com
Abstract : Marriage is a sacred bond that should be kept with mutual understanding among
couple and solve the problems in family life. Make sure that every problems must be
solved without sacrificing other. Trowaway individual egoism and solve the problems
for the happiness together.
Abstraksi : Pernikahan adalah ikatan suci yang harus dijaga dengan penuh saling pengertian
sesama pasangannya dan selesaikan permasalahan yang telah terjadi demi keutuhan
keluarga. Yakinlah semua masalah pasti ada petunjuk dan jalan keluarnya tanpa harus
mengorbankan orang lain. Lupakan egoisme masing-masing dan lakukan langkah
demi langkah menyelesaikan persoalan demi kebahagian bersama.
Keywords : Marriage, People, Happiness.
Mempertahankan Keutuhan Keluarga _275
A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia
yang berbhineka tunggal ika dengan artian beragam kelompok dan
golongan islam dan tetap satu kata yaitu muslim. Pernikahan umat
muslim yang terjadi setiap tahunnya terus meningkat, semisal tahun
2012 kurang lebih 2.000.000 terjadi pernikahan yang tecatat di kantor
urusan agama seluruh Indonesia.
agamanya mengizinkannya.
10. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina
keluarga sakinah
12. Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan
organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.6
ِ ِ
ُ وﻫ ﱠﻦ ﺑِﺎﻟْ َﻤ ْﻌُﺮوف ﻓَِﺈ ْن َﻛ ِﺮْﻫﺘُ ُﻤ
ﻮﻫ ﱠﻦ ﻓَـ َﻌ َﺴﻰ أَ ْن ﺗَ ْﻜَﺮُﻫﻮا ُ َو َﻋﺎﺷُﺮ...
َﺷْﻴﺌًﺎ َوَْﳚ َﻌ َﻞ اﻟﻠﱠﻪُ ﻓِ ِﻴﻪ َﺧْﻴـًﺮا َﻛﺜِ ًﲑا
Artinya:
“... dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”
ِ اﻟﻼِﰐ َﲣﺎﻓُﻮ َن ﻧُﺸﻮزﻫ ﱠﻦ ﻓَﻌِﻈُﻮﻫ ﱠﻦ واﻫﺠﺮوﻫ ﱠﻦ ِﰲ اﻟْﻤﻀ
ﻊِ ﺎﺟ
Ayat di َatas َ mengandung ُ ُ ُ ْ َperintah ُ dan ُlarangan َُ َ َو ﱠ
demi untuk
kebaikanَﻛﺎ َنsuami
َ ِﺳﺒِ ًﻴﻼ إyaitu ِﻬ ﱠﻦperintah
ﱠن اﻟﻠﱠﻪisteri, ﺗَـْﺒـﻐُﻮا َﻋﻠَْﻴuntuk
ُﻜ ْﻢ ﻓَ َﻼbergaul
َ ﻮﻫ ﱠﻦ ﻓَِﺈ
ْن أَﻃَ ْﻌﻨdengan ُ ِﺮﺑisteri
اﺿ
ْ َو
َ
secara baik menurut yang ditetapkan oleh kebiasaan yang tumbuh dari ُ
kemanusiaan yang terhormat. Kebalikannya ayat (٣٤ini:اﻟﻨﺴﺂء ) َﻋﻠِﻴًّﺎ َﻛﺒِ ًﲑا
juga mengandung
larangan menyusahkan isteri dan berlaku kasar kepadanya.
‘ruhnya’.
c) Bencana keuangan
e) Gangguan emosi
ِﲟَﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤkaum َا ﻓَِﺈ ﱠن اﻟﻠﱠﻪdengan ُاﻟ ﱡﺸ ﱠﺢ َوإِ ْن ُْﲢ ِﺴﻨkewajiban
sudah tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut, maka menjadi
ﻠُﻮ َنjama’ah
kewajiban َﻛﺎ َنmuslimin ﻮا َوﺗَـﺘﱠـ ُﻘﻮmemprioritaskan ﺲ
ُ ْاﻷَﻧْـ ُﻔ
(١٢٨:َﺧﺒِ ًﲑا )اﻟﻨﺴﺂء
keluarga kedua belah untuk mendamaikannya. Apabila terjadi syiqaq
antara suami isteri, al-Qur’an memberi petunjuk untuk menyelesaikannya
sebagaimana dikemukakan dalam surat an-Nisa’ ayat 35:
Mempertahankan Keutuhan Keluarga _291
Kedua hakam itu dipilih yang adil, bagus pandangannya dan tahu
hukum. Tugas hakam adalah mendamaikan persengketaan suami isteri.
Hakam dari suami hendaklah menemui suami dan hakam dari isteri
menemui isteri. Masing-masing hakam menanyakan kehendak dari
keduanya, apakah masih senang hidup bersatu atau tidak. Apabila suami
menjawab masih senang dan menginginkan kembali kepada isterinya,
berarti suami tidak nusyuz, tetapi jika sebaliknya, ia tidak memerlukan
lagi isterinya dan meminta supaya diceraikan saja, maka diketahui
suamilah yang nusyuz. Demikian juga yang dilakukan hakam dari pihak
ﻀﺮت َ أﺣ ْ ﺼ ْﻠ ُﺢ َﺧْﻴـٌﺮ َو ﺻ ْﻠ ًﺤﺎ َواﻟ ﱡ ُ ﻠﺤﺎ ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ
َ ﺼ ْ ُﻬﻤﺎ أ ْن ﻳ
َ َﻋﻠَْﻴ
ﺲ اﻟ ﱡﺸ ﱠﺢ َوإِ ْن ُْﲢ ِﺴﻨُﻮا َوﺗَـﺘﱠـ ُﻘﻮا ﻓَِﺈ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن ِﲟَﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن
ُ ْاﻷَﻧْـ ُﻔ
292_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
(١٢٨:َﺧﺒِ ًﲑا )اﻟﻨﺴﺂء
isteri, sehingga kedua hakam dapat mengambil kebijakan yang tepat
untuk mengusahakan islah antara suami isteri. Hakam sekuat tenaga
إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن, ﺻ َﻼ ًﺣﺎ ﻳـُ َﻮﻓﱢ ِﻖ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ َ أ َْﻫﻠِ َﻬﺎ إِ ْن ﻳُِﺮ
ْ ِﻳﺪا إ
mencari jalan damai, mencari penyelesaian sebaik mungkin. Apabila
segala usaha sudah ditempuh, kedua hakam tidak sanggup memperbaiki
6. Pembinaan Remaja
Fenomena yang tak sehat ini lambat laun akan menggeser norma dan
cara pandang masyarakat terhadap institusi perkawinan ke arah negatif.
Akibatnya, masyarakat tidak lagi memandang perkawinan sebagai suatu
lembaga yang seharusnya dipertahankan keutuhannya. “Pertengkaran
kecil suami-isteri bukan lagi bagai “bumbu” dan “bunga” perkawinan
yang dapat menambah instensitas kemesraan, manakala berbaikan
kembali.
E. Kesimpulan
Mempertahankan pernikahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara seperti Melakukan identifikasi kondisi rumah tangga sejak dini,
memperhitungkan kerugian yang harus ditanggung, penyelesaian
nusyuz dari pihak isteri, penyelesaian nusyuz dari pihak suami,
penyelesaian syiqaq, pembinaan remaja, intensifkan peran kelembagaan,
menumbuhkan kembali rasa saling percaya.
Daftar Pustaka
Web.
http://kumpulan.info, Apa Saja Dampak Perceraian, diakses pada 20 April
2013
http://ummi-online.com, Kategori Psikologi Keluarga: Antisipasi Cerai Sejak
Dini, diakses pada 19 Agustus 2013
http://www.kemenag.go.id, Wamenag: Tingkatkan Program Pembekalan
Remaja Usia Nikah, diakses pada 17 Agustus 2013
http://www.kesehatan.kompas.com, Membangun Saling Percaya, diakses
pada 4 Februari 2013
Mempertahankan Keutuhan Keluarga _297
Endnotes
1. Mark Cammack, Publikasi hasil penelitian: Guru Besar dari Southwestern School
of Law-Los Angeles USA, pada website http//:www.bimasislam.kemenag.
go.id. diakses pada 8 Januari 2013
12. Moch Gazhali, Wan Abdul Fatah, Wan Ismail, Nusyuz Syiqaq dan
Hakam menurut al-Quran, Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam,
(KUIM, 2007), Cet.I, h.5
13. K.H. Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah Keluarha, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1999) Cet.1, h.158
298_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Pencegahan Terorisme
Melalui Tinjauan Agama dan Pendidikan
H. Muhammad Ilyasin
STAIN Samarinda Kalimantan Timur
email : muhammad_ilyasin@yahoo.com
Abstract : Religion as a giver of group identity and narratives that sustain can develop further
into what the main characteristics of religious violence all this time. That is, granting
legitimacy to use the violence in major jihad against other groups. This was due by
ambiguity of religion that intrinsically potential to result in conflict and violence.
Therefore, ambiguity should and should serve as an opportunity for new opportunities
to demonstrate and realize a potential r intrinsic of religion as a resource of peace. It
is require a commitment of religionist in concrete actions to that aim. If violence in
the name of religion requires militancy, so the peace efforts by religion also require
a militancy. Similarly in Islam, attitude of equality and mutual respect are the
medium to create a society respectfully of human rights, persuasive, free of coercion
and discrimination. While, terrorism prevention through education is making
the prevention of terrorism as basis of moral philosophy in religious education. So,
philosophically, terrorism is only understood as destructive actions the articulation of
values that was established in the social and cultural construction even religion.
300_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Abstraksi : Agama sebagai pemberi identitas kelompok dan narasi yang menopangnya dapat
berkembang lebih jauh ke dalam apa yang menjadi ciri utama kekerasan keagamaan
selama ini, yaitu pemberian legitimasi kepada penggunaan kekerasan dalam jihad
besar melawan kelompok lain. Hal tersebut disebabkan sisi ambigiusitas agama yang
secara intrinsik potensial untuk melahirkan konflik dan kekerasan. Oleh karena
itu, ambiguitas selayaknya harus dijadikan sebagai kesempatan dan peluang baru
untuk menunjukkan dan mewujudkan potenti intrinsic agama sebagai sumberdaya
perdamaian. Hal tersebut memerlukan komitmen agamawan dalam aksi-aksi konkret
ke arah itu. Jika kekerasan atas nama agama memerlukan militansi, maka upaya
perdamain oleh agama juga mensyaratkan sebuah militansi. Demikian pula dalam
ajaran Islam, sikap persamaan dan prinsip saling menghargai merupakan sarana
untuk menciptakan tatanan masyarakat yang saling menghargai hak-hak manusia,
persuasive bebas dari paksaan dan sikap diskriminatif. Sedangkan upaya pencegahan
terorisme melalui pendidikan dengan menjadikan pencegahan terorisme sebagai basis
falsafah dalam pendidikan moral agama. Sehingga secara filosofis, terorisme hanya
dipahami sebagai tindakan merusak artikulasi nilai-nilai yang sudah mapan dalam
konstruksi sosial budaya masyarakat bahkan agama.
Keyword : Terrorism, Religion Opinion, Education
A. Pengantar
Para Agamawan yang humanis untuk mudahnya sebutlah begitu
sementara ini, seringkali dongkol dengan kebiasaan komunikasi massa
(umumnya media massa populer, tetapi kadang juga buku-buku instan,
yang ditulis terburu-buru untuk momentum tertentu dan biasanya
dangkal isinya) mengungkap hal-hal yang melulu buruk mengenai
ekspresi sosial-politik agama.1 Yang biasanya diungkap adalah konflik
dan aksi-aksi kekerasan, seringkali dengan akibat amat memilukan, yang
Pencegahan Terorisme Melalui Tinjauan Agama dan Pendidikan _301
tapi dengan aturan yang benar, seperti tidak boleh membunuh anak-
anak dan perempuan, tidak boleh merusak rumah ibadah milik ummat
manapun dan fasilitas umum. Pertanyaan kita selanjutnya apa dan
bagaimana fundamentalisme - radikalisme agama itu kita cegah pada
masyarakat?11
Jika kita identifikasi secara jernih, distingsi antara “kita” dan “mereka,”
membutuhkan legitimasi terus-menerus agar tidak usang, dikembangkan
lewat narasi besar berupa dasar-dasar keimanan, kisah-kisah dan ritual
keagamaan, keterlibatan dalam upacara-upacara keagamaan tertentu,
dan seterusnya. Narasi ini seringkali diperkokoh oleh bentuk-bentuk
ekspresi keagamaan yang amat kasat mata seperti kekhasan pakaian,
arsitektur, musik dan lainnya. Semua ini hanya menambah kekokohan
identitas diri dan kelompok di atas, dan memperteguh pembedaan
di antara banyak orang dan kelompok. Dalam situasi yang amat
genting, narasi seperti ini akan berkembang makin tajam, mengarah
kepada eskalasi konflik: kelompok sendiri, “kita,” disucikan dan makin
disucikan; sedang kelompok lain, “mereka,” dilecehken dan disetankan.
Kalau kita lihat sejarah sekilas saja, maka akan tampak jelas bahw
ambiguitas di atas adalah fakta-fakta keras, sebuah hard fact, yang sulit
ditolak. Karenanya, hal itu mestinya tidak telalu mengagetkan siapa
pun atau mengecewakan siapa pun. Kenyataan itu juga tidak perlu
membuat galau dan malu para agamawan yang mendambakan dunia
yang damai, karena selalu ada jarak antara apa yang diajarkan agam
dan apa yang dilakukan oleh para pemeluknya, antara keinginan dan
kenyataan, antara cita-cita luhur dan fakta yang sebaliknya. Sementara
benar bahwa agama, bahkan inti ajarannya, menyerukan perdamaian,
juga benar dikatakan bahwa, semua agama, baik dalam sejarah maupun
dalam konteks kontemporernya, merupakan salah satu dari beberapa
sumber konflik kekerasan yang paling pokok.12
Untuk sampai ke sana, sisi kedua dari agama di atas, yaitu sisinya
sebagai salah satu sumber konflik, pertama-tama harus diurai dan
diperhatikan sungguh-sungguh. Ekspresi kekerasan atas nama
Pencegahan Terorisme Melalui Tinjauan Agama dan Pendidikan _309
agama harus ditinjau secara teliti, dilihat kasus demi kasus, dalam
konteksnya yang luas. Bukan untuk menekankan terutama sisi buruk
agama. Melainkan untuk memperoleh potretnya yang benar, selengkap-
lengkapnya, sebagai dasar bagi perumusan agenda dan strategi kerja
ke arah upaya-upaya perdamaian di masa depan. Dalam hal ini, kabar
buruk yang benar harus dipandang sebagai lebih baik ketimbang kabar
baik yang palsu, yang bohong.
Ĩ # “ω÷ƒr& manusia
$¨Ζ9$melarang
Islam ôMt6|¡x. berlaku
$yϑÎ/ Ìós t7ø9$#uρ Îhy9ø9$# ’Îterhadap
semena-mena û ߊ$|¡xø9makhluk
$# tyγsß
Allah, lihat saja sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam
èÅ_dimanifestasikan
∩⊆⊇∪ tβθãyang ötƒ öΝßγ¯=yè9s (#θè=ÏΗxådalam“Ï%©!ukhuwah$# uÙ÷èt/ yaitu ƒÉ‹ã‹Ï9
Νßγs)prinsip
social, ekonomi, dan sebagainya. Sikap persamaan ini merupakan refleksi
dari sikap tauhid
yang menekankan nilai kebersamaan yang dibingkai rasa tanggung
jawabdalam menjalani hidup dan kehidupan masyarakat. Sebagaimana
firman Allah dalam al-Quran surat al-Hujurat: 13
öΝä3≈oΨù=yè_
y uρ 4©\s Ρé&uρ 9x.sŒ ⎯ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
perilaku yang berkaitan dengan praktik agama islam. Jangan sampai kita
mengklaim bahwa kelompok kita paling benar, sedangkan orang lain
salah. Dalam pergaulan dengan siapapun maka kita harus melakukan
pendekatan yang arif, toleransi dan ramah. Sikap-sikap seperti itu hanya
bisa dilakukan dengan sikap dewasa dan hati yang tenang serta kepala
dingin. Melalui pengembangan dan penerapan konsep-konsep toleransi
yang baik dan sesuai dengan ajaran agama , maka Islam sebagai agama
“Rahmatal lil ‘Alamin” bisa diharapkan dan dirasakan oleh semua pihak.
Tanpa adanya toleransi dan dan mawas diri, maka penerapan ajaran
agama akan sangat keras dan kaku, yang akhirnya bisa menimbulkan
fanatisme golongan atau kelompok.
insinyur, ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari agama sedikit
dari luar sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu dapat
dipertanggungjawabkan. Atau dididik oleh kelompok Islam yang keras
dan memiliki pemahaman agama yang serabutan. Maka dibutuhkan
pengembangan pendidikan agama yang integrative atau menyeluruh
untuk menghindari pemahaman agama secara parsial, Pendidikan dan
Agama satu paket yang tidak bias dipisah pisahkan.
öΝä39sdamai,
)ø?r& «!toleran,
$# y‰ΨÏãaman,ö/ä3tΒtmerdeka,
ò2r& ¨βÎ)religius,
4 (#þθèùu‘$yèbertaqwa
tGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7dan /θãèä©
s%uρ $\memiliki
menciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya tatanan masyarakat
yang
semangat kecintaan tanah air yang kuat.
Daftar Pustaka
Arifin, Sifaul, Juli Antony, Raja, Nugroho, Irfan dan Amali, Irfan (eds.).
2002. Melawan Kekerasan tanpa Kekerasan. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Remaja Muhammadiyah, The Asia Foundation, Pustaka
Pelajar.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/03/25/mk6tle-
aksi-teroris-bisa-dicegah-via-tokoh-agamadengan memperketat
pengamanannya.
Turner Johnson, James. 2002. Perang Suci Atas Nama Tuhan, Terj. Bandung
:Pustaka Hidayah.
320_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Endnotes
9. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/03/25/mk6tle-
aksi-teroris-bisa-dicegah-via-tokoh-agamadengan memperketat
pengamanannya.
Pencegahan Terorisme Melalui Tinjauan Agama dan Pendidikan _321
12. Pernah diterbitkan dalam Sifaul Arifin, Raja Juli Antony, Irfan Nu-
groho, dan Irfan Amali (eds.), Melawan Kekerasan tanpa Kekerasan
(Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah, The Asia
Foundation, Pustaka Pelajar, 2002), h. 67-84.
13. Klaim ini biasanya diikuti dengan upaya para agamawan untuk
membedakan antara agama yang “benar” (atau autentik), yang di-
pandang hanya menyerukan perdamaian, dan agama yang “palsu,”
yang dianggap lebih “militan,” “ekstremis” dan “fundamentalistik.”
Pandangan ini mengecam para pemimpin politik yang membawa-
bawa agama untuk mencapai kepentingan politik dan ekonomi
sendiri. Agama, menurut sudut pandang ini, harus dibebaskan dari
konsekuensi-konsekuensi tragis yang muncul dari “niat buruk” para
pemimpin politik.
Abdul Jalil
(KUA Pasar Minggu Jakarta Selatan)
email : Rubi_jalil@yahoo.com
Abstract : Ideals of marriage is to realize that sakinah family, mawaddah and rahmah. Surely
these ideals coupled with the efforts of the perpetrators of marriage (husband-wife) as
well as related parties, both of each families of the couple nor the parties involved in this
case is the KUA (Religious Affairs Office). When a marriage without any similarity
in terms of principle (belief / religious) marriage between the two actors, will certainly
lead to conflicts in married life. Many marriages cases happened in interfaith married
and eventually lead to divorce. These cases occurred in many large cities, and most
of the perpetrator is public figure, especially the artists. It is certainly noble ideals of
marriage are not achieved. In this case, KUA (Religious Affairs Office) role will be
crucial in minimizing and preventing such cases in the region.
324_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Abstraksi : Cita-cita pernikahan adalah mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan
rahmah. Tentunya cita-cita tersebut dibarengi dengan usaha dari pelaku perkawinan
(suami-istri) serta pihak-pihak yang terkait, baik masing-masing keluarga dari
pasangan suami istri maupun pihak yang terkait dalam hal ini adalah KUA. Bila suatu
perkawinan tanpa ada kesamaan dalam hal yang prinsipil (keyakinan/agama) antara
kedua pelaku perkawinan, tentunya akan menimbulkan konflik dalam kehidupan
berumah tangga. Banyak terjadi beberapa kasus perkawinan beda keyakinan yang pada
akhirnya berujung pada perceraian. Kasus-kasus tersebut banyak terjadi di kota besar,
dan pelakunya kebanyakn publik figur, terutama para artis. Yang tentunya cita-cita
luhur perkawinan tidak akn tercapai. Di sini peran KUA akan sangat penting dalam
meminimalisir dan mencegah kasus-kasus tersebut di wilayahnya.
Keyword: Interfaith, KUA (Religious Affairs Office), Public Figures, divorce
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan ikatan suci yang sangat agung, al-Qur’an
menyebutnya dengan mîtsâqan ghalîzhan1 (perjanjian yang amat kokoh).
Indikator kokohnya perjanjian tersebut adalah dua kalimat suci yang
dikenal dengan ijâb-qabûl, yakni ikrar bersama antara calon isteri melalui
walinya dan calon suami untuk hidup bersama dalam mewujudkan
kebahagiaan. Karena itu, ijab-qabul hanya menjadi retorika semata, jika
kebahagiaan tidak dapat dirasakan secara bersama oleh suami dan isteri.2
Sebagaimana ditegaskan al-Qur’an:
وﻣﻦ اﻳﺘﻪ ان ﺧﻠﻖ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ اﻧﻔﺴﻜﻢ ازواﺟﺎ ﻟﺘﺴﻜﻨﻮا اﻟﻴﻬﺎ وﺟﻌﻞ ﺑﻴﻨﻜﻢ
. ﻣﻮدة ورﲪﺔ ان ﰲ ذﻟﻚ ﻻﻳﺖ ﻟﻘﻮم ﻳﺘﻔﻜﺮون
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia telah menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
musyrikin di dalam ayat ini umum, untuk semua orang kafir, termasuk
ahl al-kitab. Yang lain berpendapat bahwa larangan yang dipahami dari
ayat itu telah dihapus oleh QS al-Maidah/5:4. Pendapat pertama, yang
melarang menikahi wanita-wanita ahl al-kitab, mengacu kepada sumber
Ibn Umar dan dijadikan pegangan oleh madzhab Zaidiyah. Ibn Umar
dikenal sangat hati-hati, sehingga pendapatnya yang melarang itu
agaknya dilatarbelakangi oleh sikap kehati-hatian serta kekhawatiran
akan keselamatan akidah/agama suami-isteri dan anak-anak. Pendapat
kedua dan ketiga, yang membolehkan menikahi wanita-wanita ahl al-
kitab, dipegang oleh mayoritas ulama.10
B. Perumusan Masalah
Sebelum menguraikan perumusan masalah, terlebih dahulu penulis
akan memaparkan pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam
susunan judul penelitian tersebut. Ini dimaksudkan untuk memudahkan
sistematika berpikir di dalam merumuskan pokok masalah yang
diangkat.
Istilah keluarga sakinah berasal dari dua kata, yakni “keluarga dan
sakinah”. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, keluarga
ialah “pasangan yang terdiri dari suami isteri dengan anak-anaknya”. Ini
dinamakan keluarga inti. Sedangkan yang tidak hanya terdiri atas suami,
isteri dan anak, tetapi juga mencakup adik, kakak ipar, keponakan dan
sebagainya dikenal dengan sebutan keluarga besar.14
وﻫﻮ ﻣﺒﺎدى ﻋﲔ اﻟﻴﻘﲔ،ﻳﺴﻜﻦ إﱃ ﺷﺎﻫﺪﻩ وﻳﻄﻤﺌﻦ
اﻟﻴﻬﺎ وﺟﻌﻞ ﺑﻴﻨﻜﻢPeranﻟﺘﺴﻜﻨﻮا وﻣﻦ اﻳﺘﻪ ان ﺧﻠﻖ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ اﻧﻔﺴﻜﻢ ازواﺟﺎ
KUA Dalam Sosialisasi Tentang Larangan Pernikahan Beda Agama _329
D. Metode Penelitian
Penelitian ini bercorak library murni, dalam arti semua sumber data-
datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik
yang dibahas. Adapun metode yang digunakan adalah pendekatan
komparatif (perbandingan), yaitu “usaha membandingkan dua pokok
bahasan, yakni bahasan materi tentang larangan pernikahan beda agama
dan bahasan materi keluarga sakinah untuk ditelaah secara kritis yang
didasarkan atas argumen-argumen naqly (Qur’an dan Hadits), aqly
(logika), sejarah atau argumen lain yang dianggap relevan”.
Peran KUA Dalam Sosialisasi Tentang Larangan Pernikahan Beda Agama _331
5. Pelayanan bidang zakat dan ibadah sosial. Zakat dan ibadah sosial adalah
modal dasar pembangunan kesejahteraan umat, dan merupakan
salah satu sumber dana untuk mengentaskan kemiskinan. Guna lebih
menyadarkan dan menggairahkan masyarakat dalam mengeluarkan
zakat dan infaknya, diperlukan bimbingan terutama dalam upaya
menggali potensi dana umat melalui zakat mal, tijarah, profesi dan
lainnya. Di sini peran KUA sangat diperlukan guna menggerakkan
tokoh agama dan masyarakat, sehingga semakin sinergis dalam
menyosialisasikan fungsi dan peran zakat serta infak di tengah umat.
Pada gilirannya, kesadaran masyarakat semakin meningkat dalam
menyalurkan zakatnya, terutama kepada lembaga zakat yang diakui
pemerintah, seperti Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat
334_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
7. Pelayanan bidang pangan halal dan kemitraan umat Islam. Karena petunjuk
teknisnya masih belum jelas, maka KUA bersama Kankemenag
Kabupaten/Kota hanya melaksanakan sebatas sosialisasi.
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah saw itu suri teladan yang baik bagi
kamu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kehidupan) hari
akhirat serta banyak menyebut (berdzikir) kepada Allah”. (QS al-Ahzab/33:21).
pola hidup yang benar dan lurus, yakni perikehidupan Rasulullah saw,
termasuk di dalamnya aplikasi adab pergaulan beliau dalam berumah
tangga.
PENUTUP
A. Kesimpulan
pernikahan yang paling ideal sesuai petunjuk QS ar-Rum ayat 21, dan
yang bisa membawa kepada keselamatan di dunia maupun akhirat
serta keluarga yang bahagia: sakinah, mawaddah dan rahmah adalah
pernikahan dengan orang yang seagama. Dalam kaidah Ushul fiqh
dikatakan:
B. Saran-saran
Daftar Pustaka
Anshari, Ibn Manzhur al, Lisan al-Arab, Mesir: al-Dar al-Misriyyat li al-
Ta’lif wa al-Nashr, tth., Vol. 12.
Dimasyqiy, ‘Imad al-Din Abi al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-
Qurasyiy al, Al- Mishbah al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibn Katsir, Riyadh:
Dar al-Salam li al-Nasyr wa al-Tauzi, 1421 H/2000 M, Cet. ke-2.
Jurjaniy, al-Syarif ‘Ali bin Muhammad al, Al-Ta’rifat, Dar al-Kutub al-
Islamiyah, 1433 H/2012 M, Cet. ke-1.
Nasuhi, Hamid, et. al., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan
Disertasi), Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007,
Cet. ke-2.
Shabuni, Muhammad ‘Ali al, Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-
Qur’an, Kairo: Dar al-Shabuniy, 2007 M/1428 H, Juz 1, Cet. ke-1
Syahrastani, Abu al-Fath Muhammad Abd al-Karim ibn Bakr Ahmad al,
Al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, tth.
Zuhdi, Masjfuk, Prof. Drs., Masail Fiqhiyah, Jakarta: Toko Gunung Agung,
1997, Cet. ke-10.
Peran KUA Dalam Sosialisasi Tentang Larangan Pernikahan Beda Agama _343
Endnotes
1. QS al-Nisa/4:21.
2. Selaras dengan Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin an-
tara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
6. http://www.hidayatullah.com/read/21989/31/03/2012
7. Sahabuddin, et. al., (ed), Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Ja-
karta: Lentera Hati, 2007, Cet. ke-1, Jilid 2, h. 727.
8. QS al-Nur/24:32-33.
9. QS al-Nisa’/4:23.
10. Sahabuddin, et al., (ed), Ensiklopedia Al-Qur’an…..h.727
11. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indo-
nesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, Cet. ke-10, h. 751.
13. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997,
Cet. ke-10, h. 4
16. Al-Syarif ‘Ali bin Muhammad al-Jurjaniy, Al-Ta’rifat, Beirut, Dar al-
Kutub al-Islamiyah, 1433 H/2012 M, Cet. ke-1, h. 135.
17. Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, Jakarta: Widjaya, 1981, Cet. ke-7,
h. 35.
18. Hamid Nasuhi, et. al., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Te-
sis, Dan Disertasi), Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2007, Cet. ke-2.
19. KMA Nomor 517 Tahun 2001 dan PMA Nomor 11 Tahun 2007.
20. Hasil Rakernas Penyelenggaraan haji tahun 2006 di Jakarta, me-
nyepakati bahwa KUA diikutsertakan sebagai pelayan haji kepada
masyarakat dan calon jemaah haji.
21. Abi al-Fida’ al-Hafizh Ibn Katsir al-Dimasyqiy, Tafsir al-Qur’an al-
Azhim, Beirut: Dar al-Fikr, 1992, vol. 3, h. 574.
A. Musthofa Asrori
Ciganjur Centre - Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
email : gusmus007@yahoo.co.id
Abstract : The mosque is the main vehicle to set our relationship with God (hablun minallah) and
a runway to bridge our relation with the fellow human beings (hablun min al-nas).
Unfortunately, during this time the mosque as a place of worship for Muslims is only
meant as a sacred place literally. It means that the society put the mosque only as a
place of prayer, chanting, and worship. No wonder if it emerges the phenomenon of
siltation on the meaning of the mosque. Instead, if examining more deeply, there are
many useful things that can be moved from the mosque. Many things which profane
in nature, are discussed in the mosque. Therefore, revitalizing the role of the mosque
is needed. Historically record, since the prophetic era the mosque was not only to be
a place of praying (bowing), but also a reference to found the solutions of various
346_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
problems in the society. Beside as a place of worship, the mosque was also functioned
as a place of many society’s activitites such as deliberation, discussing the economic
issues, spot of treatment, education, litigation, managing strategic war, etc. All
Muslims have to participate in prospering the mosque. If the mosque prospered, it can
prosper the community around it. This study aims to capture the fact that the mosque
is only a place of worship and then formulate an idea of empowering people through the
mosque. The study uses the methode of content analysis based on the result of research
and textbook which related to the focus of study. The conclusion of the study is the
dialectical relationship between the fact of development of the mosque that could not
progress the society yet, and the idea of the empowering society based on the mosque.
The study is expected to be a reference to develop the mosque and the empowerment of
society for present and the next future.
Abstraksi : Masjid merupakan sarana utama mengatur relasi kita dengan Allah (hablun minallah)
dan landasan pacu menjembatani relasi kita dengan sesama manusia (hablun min
al-nas). Sayangnya, selama ini masjid sebagai tempat ibadah kaum muslimin hanya
dimaknai sebagai tempat suci secara literal. Artinya, masyarakat hanya memposisikan
masjid sebagai tempat shalat, mengaji, dan beribadah saja. Tak heran jika muncul
fenomena pendangkalan atas pemaknaan masjid. Padahal, jika ditelisik lebih mendalam,
terdapat banyak hal bermanfaat yang bisa digerakkan dari masjid. Hal-hal yang
bersifat profan banyak dibahas di masjid. Oleh karena itu, revitalisasi peran masjid
sangat dibutuhkan. Sejarah mencatat, sejak zaman Nabi masjid tak sekadar tempat
shalat (bersujud), melainkan juga rujukan mencari solusi bagi aneka permasalahan
di masyarakat. Selain sebagai tempat beribadah, masjid juga berfungsi sebagai
tempat berbagai kegiatan kehidupan masyarakat seperti melakukan perundingan,
membicarakan masalah ekonomi, tempat pengobatan, pendidikan, pengadilan,
mengatur strategi perang, dan lain-lain. Seluruh kaum muslimin wajib turut serta
memakmurkan masjid. Jika masjid makmur, maka masjid akan mampu memakmurkan
masyarakat sekitar. Studi ini bertujuan untuk memotret fakta bahwa masjid hanya
sebagai tempat ibadah lalu merumuskan sebuah cita-cita memberdayakan masyarakat
melalui masjid. Penelitian ini menggunakan metode content analysis berdasarkan
hasil riset dan buku teks yang berkaitan dengan fokus studi. Kesimpulan dari studi
ini adalah hubungan dialektis antara fakta pengembangan masjid yang belum bisa
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid Masjid NU dan Pemberdayaan Masyarakat Nahdliyin _347
A. Pendahuluan
Masjid merupakan satu institusi sentral dalam peradaban Islam dan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah kaum muslimin.1 Dari
institusi ini, tumbuh dan berkembang pesat khazanah pemikiran dan
keilmuan serta strategi pemberdayaan dan penguatan kapasitas kaum
muslimin. Seiring perkembangan zaman yang kian mengglobal dan
beranak-pinaknya manusia, masyarakat membutuhkan pengelolaan
masjid2 yang profesional, transparan, dan berkualitas. Hal ini wajar
mengingat peran sentral masjid dalam membentuk suatu masyarakat
berperadaban tinggi sebagaimana terjadi pada era keemasan Islam. Di
masjid, ibadah didirikan dan jamaah disusun dengan shaf yang rapi
dan dalam barisan yang rapat. Ajaran ini hendak memberi pengertian
bahwa dengan jamaah maka umat akan kuat. Sebagai tempat suci kaum
muslimin, masjid memiliki peran amat krusial dan penting dalam
membangun serta memberdayakan kaum muslimin khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Salah satu bagian dari upaya mencerdaskan
umat dan menanamkan budi pekerti (akhlâq) islami adalah menggerakkan
potensi masyarakat secara maksimal dan terpadu dengan memakmurkan
masjid atau surau (mushallâ). Dus, mendorong derap pembangunan fisik
dan semangat pembangunan non-fisik dari masjid itu sendiri melalui
kemandirian yang menjadi tumpuan harapan bagi pembinaan anak
negeri merupakan keniscayaan.
seolah berlomba satu sama lain agar masjid di wilayahnya tampak gagah
dan indah. Pengelolaan dana pun dimaksimalkan dengan berbagai cara,
misalnya, menggelar sorban amal dan memutar “roda kotak jariyah”
pada even-even tertentu seraya mendorong para jamaah untuk turut serta
membantu pembangunan masjid. Gayung pun bersambut. Para jamaah
dengan sukarela menyisihkan harta bendanya demi pembangunan dan
renovasi masjid tersebut. Sudah tentu, sikap tersebut sangat dibanggakan
lantaran kaum muslimin makin menyadari bahwa perintah membangun
masjid selain merupakan kewajiban sekaligus menjadi kebutuhan.
Salah satu ciri dari masyarakat Islam atau suatu daerah Islam adalah
adanya bangunan masjid. Sebaliknya, menjadi amat ironis nan tragis
apabila di sebuah kawasan yang dihuni mayoritas kaum muslimin tidak
terdapat satu pun bangunan masjid. Tegasnya, merupakan kewajiban
bagi kaum muslimin dalam suatu tempat yang belum terdapat masjid
atau jika mengetahui bahwa di suatu daerah yang dihuni umat Islam
belum dibangun masjid, untuk saling gotong-royong membangun
sebuah masjid.
Sayangnya, fungsi dan peran sentral itu kini tidak lagi tampak dan
dapat dinikmati kaum muslimin, khususnya warga Nahdliyin. Mengapa
penulis membatasi hanya pada warga NU? Pasalnya, persoalan
kemasjidan hemat penulis memang sedang menggejala di lingkungan
Nahdliyin. Berbeda misalnya dengan warga Muhammadiyah. Kebijakan
organisasi persyarikatan ini sedari awal telah melakukan labelisasi masjid
dengan gelar “taqwa”. Di manapun Anda melihat ada “masjid taqwa”,
hampir bisa dipastikan, itu masjid milik warga Muhammadiyah. Meski
demikian, mereka juga memiliki problem kemasjidan yang kurang lebih
sama dengan NU. Ya, banyak masjid Muhammadiyah yang “dicuri” oleh
para aktivis transnasional yang berideologi radikal.
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid Masjid NU dan Pemberdayaan Masyarakat Nahdliyin _351
Penulis sepakat dengan Edi Junaedi, staf ahli Wakil Menteri Agama
RI, yang menyatakan bahwa Bimas Islam harus berada di garda paling
depan agar masjid (dan mushalla) dikembalikan pada “fitrah”-nya, yaitu
bukan hanya sebagai tempat shalat dan ibadah murni, tetapi juga sebagai
media pemberdayaan umat dan pembangunan peradaban Islam secara
umum.7
C. Peran LTM NU
Sebagai sebuah lembaga8 resmi di lingkungan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), Lembaga Ta’mir Masjid (LTM) memiliki
tugas utama, yakni melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang
pengembangan dan pemberdayaan Masjid. Lahan LTM yang sangat jelas
dan konkrit inilah yang menjadikan lembaga ini dekat dengan warga
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid Masjid NU dan Pemberdayaan Masyarakat Nahdliyin _355
D. Peran DMI
Ada satu lembaga lagi yang mengurusi persoalan kemasjidan, yakni
Dewan Masjid Indonesia (DMI). Dalam website resmi DMI dijelaskan
bahwa awal mula berdirinya organisasi ini bermula dari pertemuan para
tokoh Islam yang dihadiri oleh H. Rus›an (Dirjen Bimas Islam) dan Wakil
Walikota Jakarta Pusat, H. Edi Djajang Djaatmadja. Keduanya kemudian
membentuk panitia untuk mendirikan Dewan Kemakmuran Masjid
Seluruh Indonesia (DKMSI). Lalu, pada 16 Juni 1970 disusunlah formatur
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid Masjid NU dan Pemberdayaan Masyarakat Nahdliyin _357
Pada deklarator DMI ini memiliki semangat juang yang tinggi sehingga
organisasi ini memiliki peran signifikan di masyarakat. Belakangan,
pengurus DMI di bawah kepemimpinan mantan Wakil Presiden
Muhammad Jusuf Kalla kian aktif menggerakkan roda organisasi.
Wakil Presiden Boediono saat membuka Muktamar ke-6 Dewan Masjid
Indonesia, pada 27 April 2012, menyampaikan setidaknya tiga hal yang
berkaitan dengan pengelolaan masjid.
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus
sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para Walisongo lainnya,
Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di
antaranya, beliau mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran
Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan
mayoritas beragama Hindu dan Budha. Pencampuran budaya Hindu dan
362_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat
kita lihat pada masjid Menara Kudus ini.15 Dalam sebuah kesempatan,
Arif menyebut Menara Kudus telah menjadi patokan toleransi antar
agama di Indonesia. Kalau Aceh menjadi serambi Islam Mekah, maka
masjid menara kudus sebagai serambi Islam Nusantara.
Apa yang digagas salah satu Rais Syuriyah PBNU itu patut
dielaborasi secara mendalam. Dalam artinya bahwa gagasan brilian itu
musti dikawal dan didukung oleh pengurus di semua tingkatan, mulai
pengurus besar di Jakarta, pengurus wilayah di masing-masing provinsi,
kemudian pengurus cabang di kabupaten/kota, hingga pengurus majlis
wakil cabang yang berkedudukan di tiap kecamatan, bahkan sampai
ke tiap kepengurusan ranting yang berada di tiap kelurahan/desa. Jika
gerakan labelisasi aset NU atau yang berafiliasi dengan jam’iyah NU ini
berhasil secara masif maka NU akan benar-benar terlihat di Republik
ini. Dengan demikian, gerakan pencurian masjid oleh aneka kelompok
ekstrim yang berafiliasi dengan ideologi transnasional atau dalam istilah
KH Hasyim Muzadi “disatroni” dapat ditekan secara silmutan. Setidak-
tidaknya dapat dikendalikan dan diawasi oleh warga Nahdliyin.
Pada titik ini, gagasan cerdas Kiai Masdar patut diapresiasi. Mari
kita perhatiakn secara seksama jawabannya saat wawancara. Berikut
ini kutipan utuh wawancara Masdar Farid Mas’udi dengan NU Online
menjelang Muktamar NU ke-32 di Makassar:
G. Kesimpulan
Pemberdayaan masyarakat Nahdliyin melalui masjid merupakan
wacana yang patut diapresiasi dan ditindaklanjuti secara masif dan
simultan. Pasalnya, masjid sebagai pusat peradaban kini tak lagi
menawan. Hal ini disebabkan banyaknya pengelola masjid yang hanya
memikirkan bagaimana bangunan masjid makin cantik dan indah di
pandang mata. Belum lagi persoalan pendataan aset yang dimiliki NU
masih belum sepenuhnya selesai. Hal ini jika tidak segera dituntaskan,
bukan tidak mungkin aset-aset NU semisal masjid, pesantren, dan
lembaga pendidikan formal maupun non formal tidak akan terdata
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid Masjid NU dan Pemberdayaan Masyarakat Nahdliyin _369
dengan baik. Belum lagi instansi kesehatan dan lain sebagainya. Pada
titik ini, NU patut belajar kepada ormas semacam Muhammadiyah yang
telah memiliki basis kepemilikan yang resmi terhadap aset-asetnya.
Hampir di tiap daerah, Muhammadiyah telah mendata aset di berbagai
bidang, khususnya pendidikan, mulai dari jenjang Taman Kanak-kanak
hingga perguruan tinggi. Dalam bidang kesehatan juga telah rapi.
Banyak rumah sakit dan poliklinik yang dimiliki ormas yang didirikan
KH Ahmad Dahlan ini. Nah, kapan lagi NU melakukan pendataan atas
aset-asetnya jika tidak dimulai sekarang? Sebuah pertanyaan yang tak
perlu dijawab tetapi segera dilakukan secepatnya. Tegasnya, pendataan
dan legalisasi aset-aset NU sangat mendesak. Jika tidak, bukan tidak
mungkin akan dicuri oleh pihak lain.
Daftar Pustaka
http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/1004-
mengembalikan-peran-dan-fungsi-masjid-kepada-fitrahnya-.html
http://www.pcnubalikpapan.or.id/2013/02/lembaga-takmir-masjid-nu-
ltm-nu.html
Endnotes
Islam INISNU Jepara, Jawa Tengah, ketika mengisi materi Aswaja maupun
saat seminar di kampus.
7. Edi Junaedi, Mengembalikan Peran dan Fungsi Masjid kepada “Fitrahnya”, 2013.
Selengkapnya bisa dibaca di website resmi Kementerian Agama.
9. NU Online, 21/5/13
10. Diakses dari situs resmi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota
Balikpapan, pada 11 Oktober 2013.
11. Diakses dari situs resmi Dewan Masjid Indonesia (DMI). Organisasi
independen ini sekarang dipimpin oleh mantan Wakil Presiden HM Jusuf
Kalla.
12. Sejumlah tokoh tersebut kemudian bersepakat bahwa ormas yang lahir
pada 22 Juni 1972 yang bertepatan dengan 10 Jumadil Ula 1392 H. diberi
nama Dewan Masjid Indonesia. Organisasi ini berasaskan Islam dan bersifat
sebagai organisasi independen yang mandiri dan tidak terkait secara
struktural dengan organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi sosial
politik manapun. Lebih jelasnya lihat situs resmi DMI.
13. Berita tentang JK di Republika Online: Dewan Masjid Setuju Aturan Pengeras
Suara. Diakses pada Jum’at, 11/10/13, pukul 18:45 WIB.
14. Syaiful Arif, Deradikalisasi Islam, Paradigma dan Strategi Islam Kultural,
(Depok: Koekoesan, 2010), h. 132.
15. Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui
dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46
cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab.
374_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Sugeng Sugiarto
IMMAN Jakarta
email : sugengxx8@gmail.com
Abstract : Pendakwah jenius adalah orang yang melakukan transmisi pengetahuan dengan
menggunakan bahasa dan melihat kultur sosial audiensnya. Karena dengannya,
muatan dakwah yang dibawakannya akan mudah dan cepat, serta efektif diserap oleh
khalayak. Hal ini dilakukan oleh (akang) KH. Muhammad, pelaku dakwah di kawasan
Pesantren Babakakn Ciwaringin Cirebon. KH. Muhammad menyampaikan misi
dakwah penataan hati (akhlak) dengan menggunakan syair atau Nazham berbahasa
Jawa-Cirebon yang sederhana.
Abstraksi : Pendakwah jenius adalah orang yang melakukan transmisi pengetahuan dengan
menggunakan bahasa dan melihat kultur sosial audiensnya. Karena dengannya,
muatan dakwah yang dibawakannya akan mudah dan cepat, serta efektif diserap oleh
khalayak. Hal ini dilakukan oleh (akang) KH. Muhammad, pelaku dakwah di kawasan
Pesantren Babakakn Ciwaringin Cirebon. KH. Muhammad menyampaikan misi
dakwah penataan hati (akhlak) dengan menggunakan syair atau Nazham berbahasa
Jawa-Cirebon yang sederhana.
Keywords: Keywords: Dakwah, preacher, KH. Muhammad, Poem, al-Washiyah fi al-Akhlaq,
Babakan Ciwaringin Cirebon
376_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
A. Pendahuluan
Ada dua corak yang dikenal dalam karya tulis Arab, yaitu Kalâm Natsar
dan kalâm Nadzâm (Syair). Nadhâm atau Syi’ir adalah ungkapan yang
diatur dengan ketentuan Qasidah orang Arab. pada ilmu ‘Arud dikenal
istilah Bahar, yaitu ketukan irama Shi’ir Arab. Salah satunya adalah
Bahar Rajaz. 1 Sejak jaman sebelum Islam, masyarakat Arab khususnya
di wilayah sekitar makkah, pada hari-hari tertentu dilombakan
pembacaan syair-syair dari para penyair kondang Arab di Ka’bah. Syair
dan penyair yang unggul bagi mereka merupakan hal yang prestisius
dan menempati posisi yang terhormat. Karena tidak semua orang
bisa meramu dan meracik kata-kata menjadi sebuah syair yang indah,
sesuai dengan kaidah-kaidah nazham atau syair Arab—walaupun masa
sebelum kaidah-kaidah tersebut belum disusun secara sistematis yang
sekarang disebut dengan ‘Ilm al-’Arudh—yang telah menjadi konsesnsus
masyarakat Arab.
mengetahui pola syi’ir yang benar dan yang salah.6. Yang menemukan
Ilmu Arudh adalah Al-Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamim al-Farahidi.
Dilahirkan pada 100 H, wafat pada usia 74 tahun.7 Ia merupakan guru
dari Sibawaih, salah seorang tokoh terbesar bahasa aliran Basrah, di
samping juga adalah guru dari banyak penulis lainnya. Dia membaca
dan mempelajari kumpulan puisi Arab yang dihimpunnya, membuat
notasinya, mengumpulkan pola-pola yang serupa, hingga pada akhirnya
ia menemukan pola-pola puisi-puisi Arab tersebut, dan mengidentifikasi
bentuk-bentuk qâfiyah-nya.8 Penemuannya ini dinamakan dengan ‘Arûdh,
karena pada suatu waktu ia bermukim di ‘Arudh atau Makkah, hal ini
dimaksudkan sebagai Tabarruk dengan kota tersebut.9
Dalam ilmu ‘Arudh dikenal istilah Wazan dan Bahr. Wazan adalah
timbangan berupa ketukan-ketukan lagu yang memecah kata-kata
dalam tiap bait sebuah syi’ir atau nazham ke dalam maqathi (potongan-
potongan). Kumpulan potongan-potongan lagu kata ini dirangkum oleh
taf’ilat, rumus-rumus berpola sebagai realisasi dari ketukan-ketukan
nada dalam syi’ir. Kumpulan taf’ilat itu selanjutnya disebut bahar, yang
sekaligus menjadi identitas resmi sebuah syi’ir atau nazham.
c. Qâfiyah
Dalam syair Arab, (bunyi) huruf yang mengakhiri syair atau nadzâm
disebut sebagai Qâfiyah. Yang berfungsi menyempurnakan musikalitas
sebuah syi’ir atau nazham yang disusun sebagai kidung. qâfiyah terbentuk
dari huruf atau kata dalam akhir sebuah bait, tetapi juga huruf hidup
(musyakkal) sebelum huruf mati yang diapit keduanya. Adapun qâfiyah
mempunyai beberapa bentuk, antara lain (1) qâfiyah sebagian dari kata,
(2) qâfiyah terdiri dari satu kata, dan (3) qâfiyah terdiri dari dua kata.12
Ada enam kategori huruf yang ada dalam Qâfiyah, yang masing-
masing disebut rawi, washl, khuruj, ridf, ta sis dan dakhil. Di antara enam
kategori huruf qâfiyah tersebut rawi adalah yang terpenting karena
sekaligus menjadi identitas dari sebuah qashîdah (kumpulan tematis
syair).13 Dalam sebuah kumpulan syair, kadang disebut sebagai qashîdah
mîmiyah, qashîdah lâmiyah, qashîdah nûniyah, dan sebagainya, itu berarti
kumpulan tematis puisi itu ber-rawi mim, lam dan nun.14
tujuh tahun sudah menjadi orang ‘Âlim (syair ke-115 dan 116)28. Dalam
bab ini termaktub 72 Nazhâm.
Kelima, Ta’zhîm al-’Ilmi wa Ahlih, Dalam bab ini dijelaskan kiat (akhlak)
supaya cepat menghasilkan ilmu, menghormati ilmu dan ahlinya
(guru) serta keluarganya. KH. Muhammad mengulas juga keunggulan
seorang yang mempunyai ilmu lagi mengamalkannya, ia mengutip
statement sahabat Ali Ra. yang menyatakan dirinya siap jadi hamba
(menuruti segala kehendak dan kemauannya) pada seorang yang telah
mengajarkannya satu huruf ilmu, menurutnya (Ali Ra.) satu lebih mahal
dibanding seribu Dirham. Bab ini berjumlah 26 Nazhâm.
jangan sering lewat kandang onta. Karena hal itu hal yang menyebabkan
lupa.
1. Ayat-ayat al-Qur’an
“seribu tahun Allah menjawab, hai orang yang merugi % (Ikhsa’û fîhâ walâ
Tukallimûn) Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu
berbicara dengan aku.”
Ayat (al-‘Ankâbut : 69) ini terdapat dalam syair ke-196, Adapun syair
yang ditulis sebagai berikut:
2. Hadis-hadis
“Jika (sperma) telah masuk (ke dalam rahim), maka ia diterima malaikat
rahim shelama empat puluh hari (sebagaimana yang telah disepakati). Empat
puluh hari berikutnya berubah menjadi segumpal darah ketika berusia lima
bulan. Umur enam bulan dimasukan (ditiupkan) arwah.
Dan hadis:
Syair yang secara tersirat memuat hadis ‘Aqîqah adalah sebagai berikut:
Kalau dicermati secara seksama redaksi syair ke-37, 38, dan 39 pada
“Mempunyai anak saleh beruntung tak henti, sebab anak shhalih mendoakan
terush pada ibu bapak (orang tua) supaya lurus di dunia dan di alam kubur,
bahkan di akhirat tidak perih (sengsara)”
“Panas api neraka itu tujuh puluh kali lebih panas bahkan lebih dibandingkan
api dunia”
“Api kalian (di dunia ini) merupakan bagian dari tujuh puluh bagian api
neraka jahannam”. Ditanyakan kepada Beliau; “Wahai Rasulullah, satu
bagian itu saja sudah cukup (untuk menyiksa pelaku maksiat)?” Beliau
bersabda: “Ditambahkan atasnya dengan enam puluh sembilan kali lipat
yang sama panasnya”. (HR. al-Bukhârî,55 Muslim,56 al-Tirmidzî,57 dan
Ahmad.)58
Hadis tentang surga bagi orang muslimin ini secara tersirat dalam
syair ke- 65 pada Bâb Nashîhât Saking Guru.
Al-Washiyah Fî Al-Akhlaq Syair Jawa-Cirebon _393
59
إڠݤون ﺑﺎﻟﻚ ﻣﺴﻠﻤﻴﻦ ﺟﻨﺔ اﻟﻤﺄوى ۞ ﺳﺒﺐ إڠ دﻧﻴﺎﻧﻲ ﻧﻮروت ﻓﺘﻮى
(enggon balik mushlimin Jannah al-Ma’wâ, sebab ning dunyane nurut
pituwa.)
“tempat berpulang muslimin adalah surga Ma’wa, sebab di dunia taat akan
fatwa”
Adapun sabda Nabi yang dikutip (yang tersirat) dalam syair diatas
adalah sebagai berikut:
f) Hadis Niat
Hadis diatas secara tersirat dalam syair ke-76 tentang anjuran berniat
dalam melakukan semua pekerjaan yang baik.70 Dengan bentuk syair
sebagai berikut:
“Jelaslah bahwa setiap amal baik mesti berniat ibadah walaupun hanya
berupa mandi”
“Siapa yang mencari ilmu karena empat perkara akan masuk neraka (atau
yang seperti kalimat tersebut), untuk mendebat ulama, untuk berbantah-
bantahan dengan orang-orang bodoh, untuk memalingkan wajah manusia
kepadanya (menjadi idola dan pusat perhatian) atau untuk mengambil
perhatian para penguasa”. (HR. al-Dârimî72)
394_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Hadis ini secara maknawi tersadur dan tersirat dalam syair ke 167 dan
168 pada bab Ta’zhîm al-‘Ilm wa Ahlih.
(Dawuh Nabi Mâ min Syay’in yuf’alu fîh illâ wa qad Tamma mâ Yuf’alu) 98
“tidak ada suatu pekerjaan yang dimulai pada hari Rabu kecuali (akan
mendapat) kesempurnaan dari pekerjaan itu.”
”Rasulullah Saw. bersabda: tidak ada sesuatu yang dimulai pada hari
Rabu, kecuali akan sempurna” 99
“ilmu yang tiga (Tauhîd, fiqh, dan Tasawuf) itu disebut ilmu shari’at yang
termasuk dalam hadis nabi yang telah disepakati. Nabi bersabda “mencari
ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap mushlim laki-laki dan perempuan”
“barangsiapa yang tidak Wara’ dalam agama Allah, maka Allah akan
menimpakan cobaan kepadanya dengan tiga perkara: ada kalanya ia
dimatikan dalam usia muda, dicoba menjadi hamba pemerintah, atau
ditempatkan bersama orang-orang bodoh.” 108
Hadis tersebut tertulis dalam redaksi syair ke-259 dan 260, dengan
redaksi sebagai berikut:
Al-Washiyah Fî Al-Akhlaq Syair Jawa-Cirebon _399
(Dawuh Nabi; paling utamane amal # umat isun maca Qur’an kang
diamal) 110
”Abû Hanîfah berkata: wahai orang yang belajar, (kamu) harus merasa
dirimu itu kurang ajar, merasa butuh pada didikan, tolong jangan merasa
punya keunggulan, juga unggul-ugulan (merasa unggul) dengan ulama,
tidak mau kalah (jatuh nama) walaupun (sudah ketahuan) salah.
pernyataan ‘Alî bin Abî Tâlib mengenai keutamaan ilmu dan orang
yang mengajarkan ilmu ini termuat dalam syair ke-171 sampai
dengan 176, yang berbunyi sebagai berikut:
”sahabat Ali Ra. berkata: saya adalah hamba orang yang mengajarkanku
satu huruf yang (aku) mengerti maksudnya, sebab sehuruf yang difaham
lebih mahal ketimbang seribu dirham. Orang yang mengajarkan sehuruf
dan diamalkan itu menjadi bapak agamanya yang sempurna. Kalaupun
aku dijual maupun jadi hambanya, saya menurut apa maunya (orang
yang mengajarkan ilmu). Keutamaan seorang guru tiada kadar yang
dapat mengalahkannya, keutamaan soreng bapak tidak akan menutupi
(mengalahkan) kasih sayang seorang ibu.”
(Ibn ‘Abbâs den takoni apa sebab hasil ilmu(?) jawab, ta’dhîm maring
ustadz) 114
(Shaikh al-Islâm ditakoni apa sebab hasil ilmu(?) jawab, ta’zhîm maring
kitab) 115
ﻣﺎﺳﻮك
“sebagian أوﺗﺎآﻲ
ulama وﻳﻜﻴﻞapa
berkata: آﻴﺒﻞ ﻳﻴﻦ
yangﺳﻴﺮا ۞ inginkan,
kamu إڠ أﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒmaka
داووﻩkau
ﺣﻨﻴﻔﺔakan
أﺑﻮ
(menjadi) apa yang kamu harapkan.”
“Kata Abû Hanîfah kepada Abû Yûsuf, kamu itu dungu (susah masuk
ilmu), kalau kau rajin niscaya otakmu bakal masuk (menerima ilmu)”
(dawuh Yahyâ bin Mu’âdh; ing setuhune wengi iku dawa lan adem hawane,
aja dicendekaken nganggo turu. Awan iku padang, katon langit biru, aja
dipetengaken nganggo ma’siyat lan dosa, tapi kudu dianggo tâ’at) 118
“kata Yahyâ bin Mu’âdh: “Sesungguhnya malam itu panjang dan sejuk
Al-Washiyah Fî Al-Akhlaq Syair Jawa-Cirebon _403
(hawa) udaranya, jangan kau pendekan untuk tidur. Pagi itu terang
kelihatan langit biru, jangan kau buat gelap buat (melakukan) maksiat
dan dosa tapi harus dipakai untuk (berbuat) taat”.
“Muhammad bin Fadl ketika kala menuntut ilmu tidak pernah memakan
makanan pasar. Suatu ketika, pada hari Jum’at ia di datangi bapaknya, ia
menyuguhkan roti (dari) pasar dan lainnya kepada ayahnya. Bapaknya
marah dan tidak mau memakannya. Muhammad bin Fadl berkata: ayah
mohon maaf, roti ini bukan dibeli dari pasar, tapi ini dari teman sekolahku.
Ayahnya menjawab: jika kamu benar berbuat wara’, maka temanmu tak
akan berani memberimu takut kamu menolak”
Cerita di atas tertulis dalam syair ke-227 sampai 231 dalam bab al-
Wara’.
(Ana wong lanang loro bareng mesantren bareng balik, kang siji pinter
telaten kang siji pinter namung semono. wong akeh takon apa sebab
mengkono(?) Dijawab ari kang siji lakune sakiyenge, ora gelem madep
qiblat saubenge) 119
“ada dua orang yang sama-sama “mesantren”, ketika pulang (ke kampong
404_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
halaman) yang satu pintar serta telaten dan yang lain pintar namun
segitu (tak berkembang). Orang-orang banyak menanyakan tentangnya,
apa yang menyebabkan demikian? Dijawab: kalau yang satu tingkahnya
semaunya, tidak mau menghadap kiblat .
”Muhammad bin Hasan, kalau malam hari, banyak masalah akan terputus
(terselesaikan) dalam semalam”
(Ibrâhîm bin Jarâh takon maring Abû Yûsuf nalika gering wafat; hai Abî,
kados pundi kang den rasa panjenengan(?). jawab; isun diparingi dangan,
sebab isun ketungkul mikiri masalah balang Jumrah bari nunggang, bokat
salah, apa bari melaku kang luwih bagus. Nuli jawab piyambek kang luwih
bagus bari melaku, sebab kang luwih den demeni ulama zaman dingin
kang ngopeni)
“Ibrâhîm bin Jarâh bertanya kepada Abû Yûsuf ketika sakit: wahai Abî
Yûsuf apa yang anda dirasakan engkau?, Abû Yûsuf menjawab: saya
sedang diberi masalah, sebab saya fokus memikirkan masalah lempar
Jumrah sambil menunggang (kendaraan) itu baik atau dengan berjalan
yang lebih baik, kemudian (saya) menjawab sendiri: yang lebih bagus /
Al-Washiyah Fî Al-Akhlaq Syair Jawa-Cirebon _405
baik (lempar Jumrah) itu sambil berjalan (tidak naik kendaraan), sebab hal
itu yang disukai ulama zaman dulu.
(Ibrâhîm bin Adham ngumbara maring alas hingga tahunan tanpa duit
lan beras sampe teka maring Makkah masih urip. Iku contoh Tawakkale
wongkang urip)
Riwayat ini terapat dalam syair ke-289 dan 290 dalam bab al-
Istifâdah. Adapun syairnya sebagai berikut:
(Shadr al-Syahid Hisâm al-Dîn wis wasiat ing putrane, Syams al-Dîn;
isun riwayat maring sira, saben dina kudu apal ilmu, sedikit yen suwe
dadi sakapal) 121
“Syams al-Dîn diberi wasiat oleh ayahnya Shadr al-Syahid Hishâm al-
Dîn:”setiap hari mesti hafal ilmu walaupun sedikit, sebab sedikit lama-
lama akan sekapal (banyak).”
Nukilan cerita ini oleh KH. Muhammad dituliskan dalam syair ke-
290 bab al-Istifâdah. Dengan cerita dan redaksi syair sebagai berikut:
(‘Ishâm bin Yûsuf tuku Qalam sapikul kanggo nulis ilmu supaya tungkul)
“Bahwa ‘Ishâm bin Yûsuf membeli pena satu pikul untuk menuliskan
ilmu, supaya fokus pada ilmu.”
406_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
Hanbal, Ahmad bin, al-Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo, Dâr al-Hadîts,
1995, cet. I
Hibbân, Ibn, Shahîh Ibn Hibbân bi Tartîb Balbân, Bairût, Muassasah al-
Risâlah, 1993, cet. II
Huzaymah, Ibn, Shahîh Ibn Huzaimah, Bairût, al-Maktab al-Islâmî,1980
Mâjah, Ibn, Sunan Ibn Mâjah, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tth. cet. I
Muslim, Shahîh Muslim, Riyâdh, Dâr al-Thayyibah, 2006, cet.I.
Nasâ’î, Al-, Sunan Al-Nasâ’î, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tth., cet. I
______, al-Sunan al-Kubrâ al-Nasâ’î, Bairût, Muassasah al-Risâlah, 2001
Qâsim, Hamzah Muhammad, Manâr al-Qârî Mukhtashar Shahîh al-Bukhârî,
Bairût, Dâr al-Bayân, 1990.
Tamîmî, Ahmad bin ‘Alî bin al-Mutsannâ al-, Musnad Abî Ya’lâ al-Mawshulî,
Bairût, Dâr al-Ma’mûn li al-Turats, tth.
Thabrânî, Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-, Mu’jam al-Ausath li al-
Thabrânî, Kairo, Dâr al-Haramain, 1995
Tirmidzi, Al-, Sunan al-Tirmidzi, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tth., cet. I
Zarnûjî, Ibrâhîm bin Ismâ’îl al-, Ta’lîm al-Muta’alîm, Indonesia, Maktabah
al-Syarqiyah, tth.
Web
Anonim, shiaonlinelibrary.com, diakses pada 5 Desember 2012
Anonim, Profil Pengashuh, www.kebonjambu.org, Diakses pada 25 Juli
2011
Wawancara
wawancara dengan K. Asror Muhammad, K. Syafi’I Atsmari, dan K.
Muhyiddin. Pada 13 Januari 2012, di Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy,
Babakan Ciwaringin Cirebon
Wawancara dengan Ayip Tayana (alumni Pesantren Kebon Jambu Al-
Islamy) 6 Maret 2012 di Ciputat.
410_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
Endnotes
3. Lihat Martin Van Bruinessen, Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren
dan Tarekat, Bandung, Mizan, 1999, Cet. III, 20
4. Aksara Jawi atau huruf Pegon adalah huruf Arab yang disesuaikan dengan
pronounciation Jawa atau Melayu dengan tambahan diakritik. Tulisan Pegon
hanya lahir setelah kedatangan Islam. Tulisan ini tidak hanya digunakan
dalam sarana keilmuan, tetapi juga sebagai wadah kelestarian hidup, seperti
mencari jodoh untuk pasangan baru yang akan mendirikan rumah tangga,
sarana pengobatan berbagai penyakit, penglaris dagangan, dan sebagainya.
lihat Noriah Mohamed, Aksara Jawi Makna dan Fungsi, Felo Kanan, Institut
Alam dan Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2001, 121
12. Ahmad Tohe, Kerancuan Pemahaman antara Syi’ir dan Nadzam dalam
Kesusastraan Arab, h. 43
13. Ahmad Tohe, Kerancuan Pemahaman antara Syi’ir dan Nadzam dalam
Kesusastraan Arab, h. 44
14. Ahmad Tohe, Kerancuan Pemahaman antara Syi’ir dan Nadzam dalam
Kesusastraan Arab, h. 44.
20. Diantara karya-karya KSanusi yang terkenal adalah: a) Jadwal shalat abadi,
hampir di seluruh masjid wil III Cirebon menggunakannya. b) Kitâb al-Adad
fî al-Durus al-Awwaliyah fi al-Akhlâq al-Mardiyyah, kitab akhlak berbahasa
Jawa yang ditulis dalam kalam Natsar. c) Tanwîr al-Qulûb, berisi syair
berbahasa Jawa tentang ajaran akidah ahli sunnah wal Jama’ah dan dalam
412_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
akhir karya ini tertulis juga syair berbahasa Indonesia tentang tuntunan
mencari Ilmu. d) Kitâb al-Taisyîr wa al-Tahdzîr, syair bahasa Jawa yang
menjelaskan tentang eskatologi (nikmat dan azab kubur, Ba’ts, Syafa’ah al-
‘Uzhmâ, Khaudh, dan lain-lain. e) Busyra al-Anâm bi Fadâ’il Ahkâm al-SHiyâm
‘alâ Madzâhib al-A’immah al-Arba’ah al-A’lâm, ditulis dalam bahasa Arab
yang menjelaskan tentang puasa dan keutamaan-keutamaanya. f) Aran
Kalâm fi Syi’r ‘Ilm al-Nahw bi Lughah al-Jâwiyah, syair kitab Ajurûmiyyah (ilmu
Nahwu). g) Tadzkirah al-Ikhwan, ajaran akidah-akhlak dalam bentuk syair
berbahasa Arab. h) Bâb al-Jum’ah wa al-Zuhr, mengulas tentang Shalat Jum’at
dan Dhuhur. Lihat Mudzakir, Kakek dan Guruku KM. Sanusi, (ttp, ULUMI
pustaka pribadi, tth), 57-59
28. Sebab syarat telung tahun bisa muruk (*) sorogan limang tahun bisa muruk
Bandungan, pitung tahun dadi wong ‘alim (*) sanggup Amar Ma’ruf nyegah wong
kang zolim.
Target belajar ini merupakan ajaran KH. M. Sanusi yang diajarkan pada
para santri pondok Raudlatut Tholibin terutama KH. Muhammad. Lihat
Mansyur dkk., panduan Matasabar Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, h. 13
29. “Niat kaula ngilari ilmu anut dating perintahe Allah, perentahe utusane Allah
Al-Washiyah Fî Al-Akhlaq Syair Jawa-Cirebon _413
35. Muslim, SHahîh Muslim, Riyâdh, Dâr al-Thayyibah, 2006, cet.I, vol.I, h. 1220-
1222
36. Abū Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Bairût , Dâr Ibn Hazm, 1997, vol.V, h. 56
37. Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzi, h. 851
38. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, h. 28-29
39. Al-Baihaqî, al-Sunan al-Kubrâ li al-Baihaqî, Bairût, Dâr al-Kutub, tth. vol. VII,
h. 691-693
40. Ahmad bin Hanbal, al- Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo, Dâr al-Hadîts, 1995,
cet. I, vol. III, h. 482-483,517
45. Al-Nasâ’î, Sunan Al-Nasâ’î, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tth., cet. I,h. 651
46. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, h. 535-536
47. Al-Dârimî, Sunan Al-Dârimî, Riyâdh, Dâr al-Mughnî, 2000, cet. I, vol. II, h.
1250-1254
53. Ibn Huzaymah, ShaHîH Ibn Huzaimah, Bairût, al-Maktab al-Islâmî,1980, vol.
IV, h. 122-123
76. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tt. cet. I, h. 195
77. Ibn Huzaimah, Shahîh Ibn Huzaimah, Bairût, Maktab al-Islâmî, 1980, vol. III,
h. 118
78. Ahmad biin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo, Dâr al-Hadîts, 1995,
cet.I . vol. V, h. 272
79. Al-Bukhârî, Shahîh al- Bukhârî, Bairût, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt., vol. II,
h. 33
80. Abū Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Bairût, Dâr Ibn Hazm, 1997, vol. I, h. 35-41.
81. Al-Thabrânî, Mu’jam Ausath al-Thabarânî, Kairo, Dâr al-Haramain, 1995, vol.
II, 57, vol.IV, h. 344, vol. VII, h. 13 dan h. 253, dan vol. VIII, h. 217-218,
83. Al-Nasâ’î, Sunan Al-Nasâ’î, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tth. cet. I, h. 10-11
416_Jurnal Bimas Islam Vol.6. No.1I 2013
84. Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo, Dâr al-Hadîts, 1995,
cet.I vol.I, h. 426-427, , vol. II, h. 25-26, 452, vol. VII, h. 154, 214-215, 302, 506,
vol. IX, h. 129, 132-133, 243, 252, 352, 518-519, 542, 587, vol. XII, h. 263, XIII,
h. 250, XVI, h. 61, XVII, h. 11, dan XVIII, h. 540
86. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, tth., cet. I, h. 68-69
87. Al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Riyâdh, Dâr al-Mughnî, 2000, cet. I, vol. I, h. 537,
88. Al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî,vol. IX, h. 108 dan 110
89. Muslim, Shahîh Muslim, vol. II, h. 678
90. Abū Dâwud, Sunan Abî Dâwud, vol. IV, h. 70
91. Al-Tirmidhî, Sunan al-Tirmidhî, h. 422
92. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, h. 559
93. Al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, vol. II, h. 1317-1318
94. Muhammad, al-Washiyah fî al-Akhlâq, h. 2
95. Ahmad bin ‘Alî bin al-Mutsannâ al-Tamîmî, Musnad Abî Ya’lâ al-Mawshulî,
Bairût, Dâr al-Ma’mūn li al-Turats, tth., vol. XII, h. 150.
57, vol. VIII, 195, vol. VIII, h. 272, dan vol. VIII, h. 347-348,
Pedoman Transliterasi
414_Jurnal Bimas Islam Vol.5. No.2 2012 Ketentuan Tulisan _419
A. Ketentuan Tulisan