Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TUGAS INDIVIDU
Materi (Hakikat pendidikan kewarganegaraan, Ruang lingkup pendidikan
kewarganegaraan, konsep, nilai, moral)

“Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1”
Dosen Pengampu: Ikbal, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Andi Armelia Halifah Putri
1847241014
28 C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang. ...................................................................... 3
b. Rumusan Masalah................................................................... 3
c. Tujuan ................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan........................................... 5
B. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan............................... 25
C. Konsep...................................................................................
D. Nilai ......................................................................................
E. Moral .....................................................................................
...................................................................................................... 35
BAB II PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................39
2. Saran....................................................................................... 39
Daftar Pustaka............................................................................... 41
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mata pelajaran pendidikan kewarganegaran adalah mata pelajaran yang mengalami


perubahan nama dengan sangat cepat. Dalam kurikulum Pendidikan Dasar 94, terdapat
mata pelajaran “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”, yang disingkat dengan
PPKn. Istilah “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan” pada saat itu secara hukum
sudah tertera dalam Undang-Undang No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sejak di Undangkannya UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003 secara hukum istilah tersebut
berubah menjadi “Pendidikan Kewarganegaraan”. Oleh karena itu nama mata pelajaran
tersebut di SD berubah menjadi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hingga saat
ini.
Meskipun mata pelajaran ini sering berganti-ganti istilah namun secara umum,
pendekatan dan cara penyampaiannya tidak berubah. Pendidikan Kewarganegaraan ini
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam, agar
membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Mulai terkikisnya moral anak bangsa pada zaman sekarang ini, merupakan sebuah
teguran cukup keras bagi semua kalangan umum dan bagi pendidik khususnya.Dalam
mengatasi hal ini pendidik harus bisa mengintegrasikan setiap mata pelajaran menjadi
pendidikan yang berkarakter baik secara langsung maupun tidak langsung.Termasuk
dalam matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mengajarkan untuk berperilaku
sesuai norma-norma yang ada.
Oleh karena itu, melalui tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah
Dasar kami ingin membahas lebih dalam mengenai hakikat, ruang lingkup pendidikan
kewarganegaraan, konsep, nilai, norma dan moral.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hakikat pendidikan kewarganegaraan ?
2. Bagaimanakah hakikat pendidikan kewarganegaraan menurut ahli ?
3. Bagaimanakah ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan ?
4. Apakah yang dimaksud dengan konsep, nilai, dan moral ?
5. Apakah yang dimaksud dengan konsep, nilai, norma dan moral menurut pendapat
para ahli ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat pendidikan kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui hakikat pendidikan kewarganegaraan menurut ahli
3. Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan
4. Untuk mengetahui konsep, nilai, norma dan moral
5. Untuk mengetahui konsep, nilai, norma dan moral menurut pendapat para ahli ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Civic Education (Pendidikan Kewaranegaraan)

Mahoney dalam Budimansyah, D dan Surayadi K. (2008) menjelaskan civic Education


merupakan suatu proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses
adminsitrasi dan pembinaan dalam upaya mengembangkan perilaku warga negara yang
baik.
Azyumardi Azra dalam Darmadi (24:2010) Rumusan Civic Education mencakup :
a. Pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya
b. Pemahan tentang “rule of law” dan Hak Asasi Manusia seperti tercermin dalam
rumusan-rumusan perjanjian dan kesepakatan internasional dan local
c. Penguatan ketrampilan partisipasi yang akan memperdayakan peserta didik untuk
merespons dan memecahkan masalah-masalah masyarakat secara demokratis.
d. Pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian pada lembaga-lembaga
pendidikan dan seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Pengertian Ilmu Kewarganegaraan

Ilmu Kewarganegaraan sebagai suatu istilah telah banyak mengalami perubahan. Paling
tidak, sejak diperkenalkannya pendidikan dalam rangka nation and character building telah
dikenal istilah Burgerkunde, Ilmu Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, Civics,
Kewargaan Negara, Pendidikan Kewargaan Negara dan dalam Pasal 37 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikenal dengan istilah
Pendidikan Kewarganegaraan.
Kewargaan Negara sebagai suatu istilah dipakai secara resmi pada tahun 1967 dengan
Instruksi Direkur Jendral Pendidikan Dasar Nomor 31 tahun 1967 tanggal 28 Juni 1967.
Dari Seminar Nasional Pengaiaran dan Pendidikan Civics di Tawangmangu Surakarta
1972 ditegaskan bahawa Civics digan¬ti dengan Ilmu Kewargaan Negara. Ilmu
Kewarganegaraan sebagai mata kuliah pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dibedakan dengan Pendidikan Kewargaan Negara yang
merupakan terjemahan dari Civics Education.
Ilmu Kewarganegaraan adalah suatu disiplin ilmu yang objek studinya mengenai peranan
warga negara dalam bidang spiritu¬al, sosial ekonomi, politis, yuridis, kultural dan
hankam sesuai dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina
warga Negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, criteria dan ukuran ketentuan
Pembukaan Unang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
bahannya salah satunya diambilkan dari Ilmu Kewarganegaraan. Dengan demikian,
apabila dicermati lebih jauh, Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan antara Ilmu Kewarganegaraan dan
Pendidikan Kewarganegaraan terletak pada objek materianya, yakni warga negara,
khususnya demokrasi politik atau peranan warga Negara, hubungan warga Negara dengan
Negara. Perbedaan Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan terletak
pada objek formanya atau focus perhatiannya. Ilmu Kewarganegaraan sebagai ilmu yang
deskriptif, sehingga pusat perhatiannya pada deskripsi peranan warga Negara dan
hubungan warga egara dengan Negara. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai ilmu yang
bersifat normative, sehingga pusat perhatiannya terletak pada pembinaan peranan warga
negara atau pendewasaan warga negara.
Ilmu Kewarganegaraan (Civics) dalam. perkembangannya sebagai ilmu memiliki banyak
definisi antara lain:
a. Civics: the study of city government and the duties of citizens (The Advanced
Learner's Dictionary¬ of Current English, 1954)
b. Civics: the element of political science or that science dealing with right and duties of
citizens (Dictionary of Education, 1956)
c. Civics: the departement of political science dealing with rights and duties of citizens
(Webster's New Collegiate Dictionary, 1954)
d. Civics : the science right and duties of citizenship, esp, as the subjec of a school
course ( A Dictionary of American,1956 )
e. Civics : Science of government (Webster's New Coneise Dic¬tionary)
f. Civics : the science of citizenship the relation of man to man in organized collection
the individual to the State (Creshore. Education.VII, 1886¬1887)
g. Civics : the study of government and citizenship that is, the duties right and
priviledge of citizens (Edmonson, 1968)
Dari definisi tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa Civics atau Ilmu
Kewarganegaraan menyangkut hal hal sebagai berikut:
1. Kedudukan dan peranan warga Negara
2. Hak dan kewajiban warga Negara
3. Pemerintahan
4. Negara
5. Sebagai bagian dari Ilmu Politik, mengambil bagian demo¬krasi politik (political
democracy).
Tujuan Ilmu Kewarganegaraan
Secara substansial, tujuan Ilmu Kewarganegaraan sesungguhnya sangat berdekatan dengan
tujuan untuk menjamin kelangsungan bangsa dan negara. Dalam usulan Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 29 Desember 1945 telah
dikemukakan bahwa pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi
warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab, yang kemudian oleh Kementrian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dirumuskan dalam tujuan pendidikan:”…. untuk
mendidik warga negara yang sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran
untuk negara dan masyarakat” dengan cirri-ciri perasaan bakti kepada Tuhan yang Maha
Esa; perasaan cinta kepada negara; perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan;
perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan
kekuatannya; keyakinan bahwa orang menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga dan
masyarakat; keyakinan bahwa orang yang hidup bermasyarakat harus tunduk pada tata
tertib; keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama derajatnya sehingga sesama
anggota masyarakat harus saling menghormati berdasarkan rasa keadailan dengan
berpegang teguh pada harga diri; dan keyakinan bahwa negara memerlukan warganegara
yang rajin bekerja, mengetahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran dan tindakan
(Djojonegoro, 1996).
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, menyatakan bahwa “…
membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Adanya rumusan
membentuk warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air, menunjukkan adanya kesadaran akan arti pentingnya
keberadaan warga negara yang baik (good citiezenship) bagi negara Indonesia. Tak lama
setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahaun 1954, kesadaran akan arti pentingnya pendidikan kewarganegaraan
dapat dilihat dari rumusan “… melahirkan warga negara sosialis, yang bertanggung jawab
atas terselenggarakannya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual
maupun material dan yang berjiwa Pancasila.
Kesadaran akan arti penting pendidikan kewarganegaraan dalam perkembangan
selanjunya dapat dilihat dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana terumus dalam Pasal
4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan
pendidikan nasional adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Djojonegoro, 1996).
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, antara lain dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tujuan Ilmu Kewarganegaraan meliputi
aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berperilaku sebagai warga negara. Secara
terinci, tujuan Ilmu Kewarganegaraan adalah:
1. Mengalihkan pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan
kriteria, ukuran dan ketentuan konstitusi negara;
2. Menumbuhkan kesadaran dan sikap sebagai warga negara yang baik;
3. Menumbuhkan periulaku warga negara yang baik dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kriteria, ukuran ketentuan konstitusi negara.
Dalam kedudukannya sebagai mata kuliah, tujuan Ilmu Kewarganegaraan adalah
membekali mahasiswa agar memiliki p[engetahuan tentang kedudukan, peranan, hak dan
kewajiban warga negara Indonesia sesuai dengan dasar filsafat Pancasila, Pembukaan dan
pokok-pokok konstitusional lainnya.

Konsep dan Tujuan Ilmu Kewarganegaraan


A. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
Warga Negara menurut para ahli :
1) Aristoteles : mengartikan warga Negara ialah orang yang secara aktif ikut ambil
bagian dalam kegiatan hidup bernegara, yaitu orang yang bisa berperan sebagai yang
diperintah dan orang yang bisa berperan sebagai yang memerintah.
2) Rousseau : menganggap warga Negara adalah peserta aktif yang senantiasa
mengupayakan kesatuan komunal.
3) Citizen : bermakana warga Negara adalah warga yang memiliki jiwa public, yaitu
partisipasi dan tanggungjawab public.
4) Menurut UU No 12 Thn 2006 : Warga Negara adalah warga suatu negara yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kewarganegaraan adalah kedudukan seseorang sebagai anggota dari suatu organisasi
Negara,lebih jauh berhubungan dengan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.Adapun menurut Hikam Pengertian Kewarganegaraaan dapat dilihat
berdasarkan perspektif ide kewarganegaraan dan warga negara sebagai subyek politik.

Terdapat 6 (enam prinsip) penegrtian kewarganegaraan berdasarkan perspektif ide


kewarganegaraan diantaranya:
Ø Sebagai Kontruksi legal
Ø Posisi netralis
Ø keterlibatan dalam kehidupan komunal
Ø Upaya pencegahan konflik antar kelas
Ø Upaya pemenuhan diri
Ø Proses hermeneutic berupa dialog dengan tradisi,hokum dan institusi
Adapun bila dikaji berdasarkan prinsip warga negara sebagai subyek politik akan
melahirkan pengertian kewarganegaraan yang berkaitan erat dengan dengan system politik
dan pemerintahan,nilai-nilai dan visi tentang keutamaan public,serta hubungan dengan
sesama anggota masyarakat.

B. Pengertian Ilmu Kewarganegaraan


Berasal dari kata civics = civicus (latin)=citizens (Inggris) yang berartikan :
• Warga negara
• Penduduk sebuah kota
• Sesama warga negara,sesama penduduk,orang setanah air.
• Bawahan atau Kawula
Menurut para ahli :
a. Stanley E Dimond dan Elmer Peliger
studi yang berhubungan dengan tugas pemerintah dan hak-kewajiban warga negara.
b. Numan Somantri
Dalam Ensiklopedi popular politik pembangunan Pancasila ( 1988 :49) dinyatakan : “
pengertian ilmu kewarganegaraan ialah ilmu yang mempelajari mengenai warga negara
sesuatu negara tertentu ditinjau dari segi hukum tata negara.
c. Menurut hasil Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics
IKN yaitu sutu disiplin yang obyek studinya mengenai peranan para warga negara
dalam bidang spiritual, social, ekonomis, politis, yuridis, cultural sesuai dengan dan sejauh
yang diatur dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945.
Civics sebagai bagian dari ilmu politik mengambil bagian isi ilmu politik yang berupa
demokrasi politik ( Numan Somantri.1976:23). Dan demokrasi politik merupakan focus
pelajaran civics. Kiranya pendapat ini tepat karena civics seperti yang dimaksudkan oleh
Dimon membicarakan status warga negara dan aktivitasnya yang berkaitan erat dengan
fungsi-fungsi politik. Sedangkan isi demokrasi politik ( Numan Somantri.1976:23) seperti:
1) Teori-teori tentang demokrasi politik
2) Konstitusi negara
3) Sistem politik
4) Pemilihan umum
5) Lembaga-lembaga decision makers
6) Presiden
7) Lembaga Yudikatif dan Legislatif
8) Out put dari system demokrasi politik
9) kemakmuran umum dan pertahanan negara
10) Perubahan social
C. Tujuan Ilmu Kewarganegaraan
Sebagai disiplin ilmu maka IKN memiliki tujuan untuk mendiskripsikan peranan warga
negara dalam aspek kehidupan politik, ekonomi, dan social budaya. Dengan kata lain IKN
bertujuan menghasilkan konsep, teori maupun generalisasi tentang peranan warga negara
dalam masyarakat.
Teori yang dihasilkan IKN diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membina
warga negara yang lebih baik ( good citizen ). Yaitu warga negara yang aktif berpartisipasi
serta memiliki tanggung jawab dalam membangun kehidupan bernegara yang demokratis,
berkemanusiaan dan berkeadilan sosial.
B. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Ruang Lingkup Ilmu Kewarganegaraan


Berdasar pada pengertian Ilmu Kewarganegaraan sebagaimana telah diuraikan pada
bagian terdahulu, tampak bahwa Ilmu Kewarganegaraan dapat dipandang sebagai ilmu
yang berdiri sendiri dan sebagai bagian dari Ilmu Politik. Sebagai bagian dari Ilmu Politik,
yang menjadi ruang lingkup Civics adalah demokrasi politik. Isi atau materi demokrasi
politik (Marian D. Irish), adalah:
1. Konteks ide demokrasi, yang mencakup: teori-teori tentang demokrasi politik, teori
majority rule, minority rights, konsep-konsep demokrasi dalam masyarakat, teori
demokrasi dalam pemerintahan, pemerintahan yang demokratis.
2. Konstitusi Negara, yang mencakup: sejarah legal status, nation building, identity,
integration, penetration, participation, and distribution.
3. Input dari system politik, yang mencakup: arti pendapat umum terhadap kehidupan
politik, studi tentang political behavior.
4. Partai Politik dan Pressure Group, yang mencakup: system kepartaian, fungsi partai
politik, peranana pressure group, public relation.
5. Pemilihan Umum, yang mencakup: maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan, system
pemilu.
6. Lembaga-lembaga decision maker, yang mencakup: legislator dan kepentingan
masyarakat, peranan policy maker Presiden.
7. Presiden sebagai Kepala Negara/Administrasi Negara, yang mencakup: kedudukan
Presiden menurut konstitusi, control lembaga legislative terhadap Presiden dan
birokrasi, pemerintahan di bawah konstitusi.
8. Lembaga Yudikatif, yang mencakup: system peradilan dan administrasi peradilan,
hakim dan kedudukan seseorang dalam pengadilan, hubungan badan legislative,
eksekutif, dan yudikatif.
9. Output dari system politik, yang mencakup: hak individu dan kemerdekaan individu
dalam konstitusi, kebebasan berbicara, pers dan media massa, kebebasan akademik,
perlindungan yang sama, cara penduduk Negara memperoleh dan kehilangan
kewarganegaraan.
10. Kemakmuran umum dan pertahanan Negara, yang m,encakup: tugas Negara dan
warga Negara dalam mencapai kemerdekaan umum, hak-hak memiliki harta kekayaan,
politik pajak untuk kemakmuran umum, politik luiar negeri dan keselamatan nasional,
hubungan internasional.
11. Perubahan social dan demokrasi politik, yang mencakup: demokrasi politik dan
pembangunan masa sekarang, mengefektifkan dan mengisi demokrasi politik,
tantangan perkembangan sains teknologi.
Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, menurut Achmad Sanusi, focus studi Ilmu
Kewarganegaraan adalah mengenai kedudukan dan peranan warga Negara dalam
menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi
Negara yang bersangkutan. Titik tolak Ilmu Kewarganegaraan ada pada individu-individu
sebaghai kesatuan mikro. Variable-variabel yang relevan dengan individu sebagai
kesatuan mikro adalah kontinum tingkah laku, potensi, kesempatan, hak dan kewajiban,
cita-cita, aspirasi, kesadaran usaha dan kegiatan, kemampuan, peranan hasil dan potensi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara sepanjang ketentuan Pembukaan UUD 1945.
Menurut Numan Somantri, objek studi Ilmu Kewarganegaraan adalah warga Negara
dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, social, ekonomi, agama,
kebudayaan, dan Negara, tingkah laku, tipe pertumbuhan berpikir, potensi, hak dan
kewajiban,k cita-cita, aspirasi, kesadaran, p[artisipasi dan tanggung jawab. Dikaitykan
dengan kedudukannya sebagai mata kuliah pada program studi, Soedibjo (1990)
berpendapat bahwa materi Ilmu Kewarganegaraan mencakup segala pengetahuan tentang
kedudukan, peranan, hak dan kewajiban warga Negara Indonesia sesuai dengan dasar
filsafat Pancasila, Pembukaan dan Btang Tubuh UUD 1945. Materi-materi yang
dimaksud, antara lain:
1. Pengertian Ilmu Kewarganegaraan
2. Sejarah perkembangan Civics di Amerika Serikat
3. Sejarah perkembangan Civics di Indonesia
4. Objek studi, metode, sistematika dan tujuan Ilmu Kewarganegaraan
5. Ruang lingkup Ilmu Kewarganegaraan
6. Pengertian Negara, unsure-unsur Negara, cara timbul dan lenyapnya Negara
7. Pengertian warga Negara, orang asing, penduduk, rakyat dan bangsa.
8. Azas-azas kewarganegaraan, bipatride-apatride, hak opsi, hak repudiasi.
9. Kewarganegaraan Republik Indonesia
10. Hak-hak azasi dan hak-hak serta kewajiban warga Negara berdasar pancasila dan
UUD 1945
11. Peranan rakyat dalam pemerintahan dan pembangunan suatu bangsa
12. Kepentingan pribadi dan kepentingan umum
13. Wilayah Negara Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif.

C. KONSEP

1. Menurut Bahri (2008:30)

Bahri, menguraikan Pengertian Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah


objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan
abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam
golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi
mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata

2. Menurut Soedjadi (2000:14)

Soedjadi, memberikan Pengertian Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk


mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu
istilah atau rangkaian kata (lambang bahasa).

3. Menurut Singarimbun dan Effendi (2009)

Singarimbun dan Effendi, menguraikan Pengertian Konsep atau Definisi Konsep adalah


generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk
menggambarkan barbagai fenomena yang sama.” Konsep merupakan suatu kesatuan
pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Dalam merumuskan kita harus
dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud kita memakainya.

4. Menurut Wikipedia Indonesia

Wikipedia Indonesia,  mendefinisikan Konsep atau memberikan pengertian


Konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau
kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Pengertian Konsep sendiri adalah universal
di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep juga dapat
diartikan pembawa arti.
5. Menurut Woodruf

Woodruf, mendefinisikan Konsep adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan


bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara
seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui
pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit,
konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang
sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah
kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.

Dari kelima definisi di atas, Pengertian atau definisi Konsep dapat disimpulkan “Sekumpulan


gagasan atau ide yang sempurna dan bermakna berupa abstrak, entitas mental yang universal
dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap ekstensinya sehingga konsep
membawa suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama dan
membentuk suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan”.

Konsep adalah suatu pernyataan yang masih bersifat abstrak/pemikiran  untuk


mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang masih dalam angan-angan seseorang.
Dengan kata lain, konsep adalah suatu ide yang  menggambarkan hubungan antara dua
atau lebih fakta seperti konsep  “kebutuhan manusia”, yang berkaitan dengan berbagai hal,
misalnya pakaian, makanan, keselamatan, pendidikan, cinta, dan harga diri. Meski belum
diimplementasikan, konsep yang bersifat positif memiliki makna yang baik. Begitu pula
sebaliknya, jika konsep tersebut bersifat negatif maka juga akan memiliki makna negatif
pula. Konsep juga dapat diartikan simbol atau ide yang diciptakan oleh siswa untuk
memahami pengalaman yang terjadi  berulang kali.
Istilah konsep dalam bidang ilmu-ilmu sosial dapat dijelaskan “concept is a general
idem, usually expressed by a word, wich represent a class of group of things or actions-
having certain characteristics in common”. Atau dalam perumusan yang sederhana,
konsep dapat dijelaskan sebagai berikut. “konsep adalah abstraksi dari sejumlah
(sekelompok atau semua) benda-benda (fakta-fakta) yang memiliki ciri-ciri esensial yang
sama, yang tidak dibatasi oleh pengertian ruang dan waktu”. Konsep merupakan abstraksi
atau pengertian abstrak, karena merupakan ide tentang sesuatu (benda, peristiwa, hal-hal)
yang ada dalam pikiran. Ia mengandung pengertian dan penafisiran (bukan berwujud fakta
konkret).
Konsep membantu kita dalam mengadakan perbedaan, penggolongan atau
penggabungan fakta di sekeliling kita. Misalnya, kita mengenal banyak sekali data perang
seperti: perang diponegoro, perang paregreg, perang paderi, perang aceh, perang puputan,
perang sepoy, perang suksesi, perang candu, perang bur, perang dunia, perang aliansi, dan
sebagainya. Istilah perang yang bersifat umum, tidak terikat oleh ruang dan waktu (ide
yang abstrak yang ada dalam pikiran yang mengandung pengertian, penilaian dan
penafsiran) dari seluruh data-data tentang perang yang memiliki kesamaan ciri-ciri
esensial. Dengan demikian pengertian “perang” merupakan konsep.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai itu
adalah sesuatu hal yang bersifat abstrak, seperti penilaian baik atau buruknya sesuatu,
penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih
benar atau kurang benar yang dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam bertindak atau
berbuat sesuatu hal dalam kehidupan sosial.
Yang dimaksud dengan ciri-ciri esensial adalah ciri-ciri dasar yang secara spesifik
hanya dimiliki oleh segolongan fakta yang sejenis. Bruner menjelaskan pengertian
“konsep” dan “ciri-ciri essensial” dengan cara sederhana sebagai berikut.
Buah apel memiliki beberapa ciri di bawah ini:
1.      Warna : hijau kekuning-kuningan, kemerah-merahan 
2.      Bentuk : bulat
3.      Ukuran : kurang lebih 0, 0,5, s/d 0,3 liter
4.      Berat : kurang lebih 0,1 s/d 3 ons
5.      Rasa : manis, manis kemasam-masaman
6.      Kulit : tipis, tidak berkelupas
7.      Daging : tidak berlapis
Ketujuh butir ciri-ciri di atas secara keseluruhan hanya dimiliki oleh jenis buah apel
saja sehingga kesatuan ketujuh butir ciri itu merupakan ciri essensial. Kata apel (sebagai
pengertian abstrak) yang mewakili seluruh jenis buah apel yang memiliki ciri-ciri esensial
yang sama, adalah konsep.
Dalam disiplin ilmu-ilmu sosial terdapat banyak sekali konsep, di antaranya sebagai
berikut.
Konsep-konsep ilmu sejarah, misalnya: migrasi, feodalisme, imperialisme,
rasionalisme, sosialisme, perang, liberalisme, perdamaian, perjanjian, persetujuan,
persekutuan, candi, area, uang kuno, perdagangan, dan pahlawan.
Konsep-konsep ilmu ekonomi, misalnya: tukar menukar, uang, pasar, bursa,
liberalisme, kapitalisme, imperalisme, koperasi, pajak, cukai, untung, rugi, harga, industri,
produksi, distribusi, konsumen, pabrik, penguasaha, pendapatan, kerja, tenaga, dan jasa.
Konsep-konsep ilmu geografi, misalnya: tanah, air, udara, sungai, gunung, antariksa,
flora, fauna, laut, gempa, sumber alat, kependudukan, desa, dan kota. Konsep-konsep
antropologi, misalnya: kebudayaan, peradaban, kepercayaan, folklore, survival, adat,
tradisi, induk bangsa (ras), bahasa, sistem kekerabatan, sistem mata pencaharian, kesenian,
magis, upacara, dan religi.
Konsep-konsep sosiologi, misalnya: norma sosial, kerja sama sosial, kelompok sosial,
organisasi sosial, status sosial, desa kota, urbanisasi, persaingan, dan kerja sama. Konsep-
konsep psikologi sosiol, misalnya: norma prilaku sosial, interaksi social, prilaku politik,
budaya masyarakat, dan perilaku menyimpang.
Dari contoh-contoh konsep di atas, ternyata beberapa jenis konsep terdapat pada lebih
dari satu disiplin ilmu sosial, seperti : migrasi, nasionalisme, desa, kota dan sebagainya.
Konsep-konsep yang secara bersama-sama dimiliki oleh beberapa disiplin ilmu itu disebut
dengan istilah core concept. Selain core concept terdapat juga key concept (konsep kunci)
yaitu suatu konsep yang hanya spesifik terdapat pada satu disiplin ilmu sosial saja, dan
setiap disiplin ilmu sosial memiliki key concept tertentu. Misalnya key concept geografi
adalah: population (kependudukan), land (tanah) dan space (ruang).
Sementara itu, menurut bruner (1996) konsep adalah suatu kata yang bernuansa
abstrak dan dapat digunakan untuk mengelompokkan ide, benda, atau peristiwa. Setiap
konsep memiliki nama, contoh positif, contoh negatif, dan ciri. Contoh konsep: ham,
demokrasi, globalisasi, dan masih banyak lagi. Menurut bruner, setiap konsep
mengandung nama, ciri/atribut, dan aturan.
Perhatikan contoh pemikiran bruner dikaitkan dengan ham seperti di bawah ini!
Nama konsep  : hak asasi manusia terhadap mahasiswa-mahasiswi
Contoh positif : adanya kesadaran dari dosen atau universitas terhadap hak-hak
mahasiswa-mahasiswi yang harus diberikan. Misal, mahasiswa-mahasiswi diberi
kesempatan untuk berpendapat, mengembangkan kreativitas dan minatnya di kampus.
Konsep             : hak asasi manusia (ham).
Contoh negatif : kasus oknum masyarakat yang memperdagangkan anak (traffi cking).
Misalnya, karena susi anak orang tidak mampu, susi seijin orang tuanya ditawari menjadi
penjaga toko di kota lain. Setelah orang tua mengizinkan dan anaknya keluar dari bangku
sekolah, ternyata anak tersebut dipekerjakan di tempat yang tidak sesuai dengan rencana
semula. Dengan demikian, hak sekolah anak (susi) hilang, karena tidak bisa sekolah dan
tidak bisa bermain-main dengan teman sekolahnya lagi.
Pemahaman suatu konsep tidak terlepas dari pengalaman dan latar belakang budaya
yang dimiliki seseorang. Oleh karenanya, untuk mengembangkan pemahaman siswa dan
siswi terhadap berbagai konsep, guru perlu mempertimbangkan latar belakang pengalaman
yang beragam di antara mereka. Misalnya, siswa yang sehari-hari hidup di kota besar
mungkin memiliki pengalaman yang terbatas tentang lingkungan pedesaan yang alami,
sebaliknya siswa yang terbiasa di lingkungan pegunungan yang terpencil memiliki
pengalaman terbatas tentang situasi perkotaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah semua pengertian yang
terdapat dalam pikiran seseorang tentang berbagai hal. Dalam mata kuliah pkn di pgmi,
konsep perlu dikenalkan pada mahasiwa-mahasiswi agar kelak jika menghadapi masalah
yang berkaitan dengan moral, mereka bisa mengatasinya secara runtut, kronologis, dan
memiliki konsep yang matang.

D. NILAI

Menurut Kattsoff dalam Sumargono mengungkapkan bahwa hakikat nilai dapat dijawab
dengan tiga macam cara: pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung
kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua nilai merupakan kenyataan-
kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-
nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.Ketiga, nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Sedangkan menurut Sadulloh
mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori
voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Menurut
kaum hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut
formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional dan menurut
pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu
sebagai alat untuk mencapai tujuan (Sofyan Sauri dan Herlan Firmansyah: 2010: 6)
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat dan makna nilai
adalah sesuatu hal sesuatu hal yang dihubungkan dengan akal rasional, logis dan
bergantung pada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri.

1. Pengertian nilai
Nilai yang dalam bahasa inggris disebut “value”, menurut djahiri (1999), dapat
diartikan sebagai harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan
tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai
difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang,
karena nilai dijadikan standar perilaku.Sedangkan menurut dictionary dalam winataputra
(1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu.Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai
apabila sesuatu tersebut secara intrinsik memang berharga.

Pengertian nilai menurut para ahli (Sofyan Sauri, dan herlan Firmansyah: 2010: 3-5):

3. Menurut Fraenkel (1977) “A Value is an idea- a concept about- what some thinks is
important in life ( nilai adalah ide atau konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang
atau dianggap penting oleh seseorang)

4. Danandjaja, nilai merupakan pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati


seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik
atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar.

5. Kluckhohn (mulyana, 2004:1) Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang
sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan,
yang memengaruhi tindakan pilihan terhadap cara, tujuan antar dan tujuan akhir.
Defenisi ini berimplikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya, seperti yang
diungkapkan oleh Brameld dalam bukunya tentang landasan-landasan budaya
pendidikan. Dia mengungkapkan ada enam implikasi terpenting, yaitu sebagai
berikut:

o Nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logis dan rasional)
dan proses ketertarikan dan penolakan menurut kata hati.

o Nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi tidak selalu bermakna apabila
diverbalisasi.
o Apabila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara unik
oleh individu atau kelompok.

o Karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa
pada dasarnya disamakan (aquated) dari pada diinginkan, ia didefenisikan
berdasarkan keperluan system kepribadian dan sosiol budaya untuk mencapai
keteraturan dan menghargai orang lain dalam kehidupan social.

o Pilihan diantara nilai-nilai alternative dibuat dalam konteks ketersediaan


tujuan antara (means) dan tujuan akhir (ends)

o Nilai itu ada, ia merupakan fakta alam, manusia, budaya, dan pada saat yang
sama ia adalah norma-norma yang telah disadari.

Kajian tentang nilai dalam bidang filsafat dibahas dan dipelajaran secara khusus pada
salah satu cabang filsafat yang disebut filsafat nilai atau yang terkenal dengan istilah
axiology, the theori of value.Cabang filsafat ini sering juga diartikan sebagai ilmu tentang
nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak
yang artinya “keberhargaan (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang
artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Di dalam dictionary of sociology and related sciences ditemukan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.Sifat
dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (the beleived
capacity of any object to statisfy a human desire).Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat
atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.Sesuatu itu
mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya
bunga itu indah, perbuatan itu susila.Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada bunga dan perbuatan.Dengan demikian, maka nilai itu sebenarnya adalah suatu
kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu, karena
adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai yang disebut wartrager (kaelan,
2003: 87)
Menilai berarti, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.Keputusan itu
merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah.Keputusan yang dilakukan oleh
subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, sebagai
subjek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan
kepercayaan.Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar,
indah, baik, dan lain sebaginya.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan
dan keharusan.Oleh karena itu, apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita
berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan,
dan keharusan.Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das solen bukan das
sein.Kita masuk ke rohanian bidang makna normatif, bukan kognitif, kita masuk dunia
ideal dan bukan dunia real.Meskipun demikian, di antara keduanya, antara das solen dan
das sein, antara yang makna normatif dan kognitif, antara dunia ideal dan dunia real itu
saling berhubungan atau saling berkait secara erat.Artinya bahwa das solen itu harus
menjelma menjadi das sein, yang ideal menjadi real, yang bermakna normatif harus
direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan dan Menginternalisasikan
nilai-nilai dalam diri peserta didik.Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai,
berusaha mensosialisasikan Dan menginternalisasikan nilai-nilai budaya bangsa dan nilai-
nilai filsafat Bangsa yaitu pancasila. Pelaksanaannya selain melalui taksonomi[1] yang
Dikembangkan oleh bloom, juga bisa menggunakan jenjang afektif yaitu Menerima nilai
(receiving), menanggapi nilai/penanggapan nilai (responding), Penghargaan nilai
(valuing), pengorganisasian nilai (organization), Karakterisasi nilai (characterization).
Nilai pancasila yang digali dari bumi indonesia sendiri merupakan pandangan
Hidup/panutan hidup bangsa indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali Menjadi dasar
negara yang secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari
setelah indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma
seperti norma agama, kesusilaan, Kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum.
Dengan demikian, nilai pancasila secara individu hendaknya dimaknai Sebagai
cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap Dan dalam cara
bertindak. Misalnya, nilai contoh gotong-royong. Jika Perbuatan gotong-royong dimaknai
sebagai nilai, maka akan lebih bermakna Jika nilai gotong-royong tersebut telah menjadi
pola pikir, pola sikap, dan pola Tindak seseorang secara individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Oleh Karena itu, nilai gotong-royong seperti yang dicontohkan tadi adalah
perilaku Yang menunjukkan adanya rasa saling membantu sesama dalam melakukan
Sesuatu yang bisa dikerjakan secara bersama-sama sebagai perwujudan Dari rasa
solidaritas yang memiliki makna kebersamaan dalam kegiatan Bergotong-royong.

2. Klasifikasi Nilai

Dalam teori nilai yang digagags Spranger dalam allport (1964) menjelaskan terdapat enam
orientasi nilai yang sering dijadkan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya.Dalam
pemunculannya, enam nilai tersebut cenderungmenampilkan sosok yang khas terhadap
pribadi seseorang. Keenam nilai tesebut adalah  sebagai berikut (Sofyan Sauri dan Herlan
Firmansyah: 2010: 7) :

1. nilai teori

2. Nilai Ekonomis.

3. Nilai Estetika.

4. Nilai Sosial.

5. Nilai Politik

6. Nilai Agama

Spranger melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat
dicapai.Diantara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah
para nabi, imam, atau orang-orang saleh.

Dari beberapa klasifikasi  nilai diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemaknaan
terhadap nilai itu sendiri tergantung pada perspektif masing-masing orang yang
membuatnya dan menjalaninya. Tetapi diantara keenam klasifikasi nilai diatas, nilai yang
paling tertinggi adalah nilai agama.

3. Hirarkhi nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung Pada
titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan Tentang pengertian
serta hirarkhi nilai.Misalnya kalangan materialis Memandang bahwa nilai yang tertinggi
adalah nilai material.Kalangan Hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah
nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang
Ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak Usaha untuk
menggolong-golongkan nilai-nilai tersebut, dan nilai tersebut Amat beraneka ragam,
tergantung pada sudut pandang dalam rangka Penggolongan tersebut.
Max sceler (dalam kaelan, 2002: 88) menyatakan bahwa nilai-nilai yang Ada, tidak
sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya ada Yang lebih tinggi dan
ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai Lainnya.Menurut tinggi rendahnya,
nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam Empat tingkatan sebagai berikut.Nilai-nilai
kenikmatan.Dalam tingkatan ini Terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak
mengenakkan (die Westreihe des angenehmen und unaangelhment), yang menyebabkan
orang Senang atau menderita (tidak enak).Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkatan ini
Terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (werte des vitalen fuhlens) Misalnya
kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. Nilai-nilai Kejiwaan. Dalam
tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) Yang sama sekali tidak
tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah
keindahan, kebenaran, dan pengetahuan Murni yang dicapai dlam filsafat.Nilai-nilai
kerohanian.Dalam tingkatan ini Terdapatlah modalitas nilai suci dan tak suci
(wermodalitat des heiligen ung Unheiligen).Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari
nilai-nilai pribadi.
Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan Kelompok
berikut.
1. Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi Semua benda yang dapat dibeli.
2. Nilai-nilai kejasmaniaan, membantu kepada Kesehatan, efesiensi, dan keindahan dari
keindahan badan.
3. Nilia-nilai hiburan, Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat mengembangkan
pada Pengayaan kehidupan.
4. Nilai-nilai sosial, berasal dari keutuhan kepribadian Dan sosial yang diinginkan. Nilai-nilai
watak, keseluruhan dari keutuhan Kepribadian dan sosial yang diinginlkan.
5. Nilai-nilai estetis, adalah nilai-nilai Keindahan dalam alam dan karya seni. Nilai-nilai
intelektual, adalah nilai-nilai Pengetahuan dan pengajaran, serta kebenaran. Terakhir, nilai-
nilai keagamaan, Dikembangkan dari kebenaran yang terdapat dalam (setiap) agama.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam nilai berikut.
Pertama, Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
Manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
Kedua, nilai vital, yaitu Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan Kegiatan atau aktivitas.
Ketiga, nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang Berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas:
(1) Nilai kebenaran, yang bersumber akal (ratio, budi, cipta) manusia,
(2) nilai Keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, Govel,
rasa) manusia,
(3) nilai kebaikan tau bilai moral, yang bersumber Pada unsur kehendak (will, wollen,
karsa) manusia, dan
4.      nilai religius, Yang merupakan nilai kerohaniaan yang tertinggi dan mutlak. Nilai
religius ini Bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan pula Bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud Material saja, akan tetapi juga
sesuatu yang berwujud nonmaterial atau Immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu
dapat mengandung nilai Yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material
lebih mudah Diukur, yaitu dengan menggunakan alat indra atau alat pengukur seperti
Berat, panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian spiritual Lebih sulit
mengukurnya.Dalam menilai hal-hal kerohanian/spiritual, yang Menjadi alat ukurnya
adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, Cipta, rasa, karsa dan keyakinan
manusia.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong nilai-nilai
Kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material Dan nilai
vital. Dengan demikian, nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, Baik nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, Nilai kebaikan atau nilai
moral, maupun nilai kesucian yang sistematika– Hirarkhis, yang dimulai dari sila
ketuhanan yang maha esa sebagai ‘dasar’ Sampai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia sebagai ‘tujuan’ (darmodiharjo, 1978).
Selain macam-macam nilai yang dikemukakan para tokoh aksiologi tersebut, Nilai
juga mempunyai tingkatan-tingkatan.Hal ini dilihat secara objektif, Karena nilai-nilai
tersebut menyangkut segala aspek kehidupan manusia.Ada sekelompok nilai yang
memiliki kedudukan atau hirarkhi yang lebih Tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai
lainnya, ada nilai-nilai yang lebih Rendah, bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat
mutlak.Namun demikian, Hal ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat atau
bangsa sebagai Subjek pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya, bagi bangsa indonesia
nilai Religius merupakan suatau nilai tertinggi dan mutlak. Artinya nilai relegius Tersebut
hirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak dapat dijustifikasi Berdasarkan akal
manusia, karena pada tingkatan tertentu nilai tertentu Bersifat di atas dan di luar
kemampuan jangkauan akal pikir manusia. Namun Demikian, bagi bangsa yang menganut
faham sekuler, nilai yang tertinggi Adalah pada akal pikiran manusia sehingga nilai
ketuhanan di bawah otoritas Akal pikiran manusia.

E. MORAL
1. Menurut Merriam-webster
Moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku
manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar perilaku
yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.
2. Menurut Kamus Psikologi
Pengertian moral adalah mengacu kepada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau
menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
3.Menurut Hurlock

Definisi moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral
sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep
konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu

budaya.
4. Menurut Dian Ibung
Moral adalah nilai (value) yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur
tingkah laku seseorang. Maria Assumpta menambahkan bahwa pengertian moral adalah
aturan aturan (rule) mengenai sikap (attitude) dan perilaku manusia (human behavior)
sebagai manusia.

5. Menurut Sonny Keraf


Pengertian moral adalah Moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan
buruknya sebuah tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota
masyarakat (member of society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu
atau pekerjaan tertentu.
Moral adalah prinsip baik buruk yang ada dan Melekat dalam diri individu atau
seseorang.Walaupun moral itu berada di Dalam diri individu, tetapi moral berada dalam
suatu sistem yang berwujud Aturan.Moral dan moralitas ada sedikit perbedaan, karena
moral adalah Prinsip baik buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan
Baik buruk.Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari Cara individu
yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan Aturan.
Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan
Tujuan membentuk watak atau karakterstik anak. Pakar-pakar tersebut  Di antaranya
newman, simon, howe, dan lickona. Dari beberapa pakar Tersebut, pendapat lickona lebih
cocok diterapkan untuk membentuk watak/ Karakter anak. Pandangan lickona (1992)
tersebut dikenal dengan educating For character atau pendidikan karakter/watak untuk
membangun karakter atau Watak anak. Dalam hal ini, lickona mengacu pada pemikiran
filosof michael Novak yang berpendapat bahwa watak atau karakter seseorang dibentuk
Melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral behavior, Yang saling
berhubungan dan terkait.
Lickona menggarisbawahi pemikiran novak.Ia berpendapat bahwa Pembentukan
karakter atau watak anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka Pikir, yaitu konsep moral
(moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan Perilaku moral (moral behavior).
Dengan demikian, hasil pembentukan sikap Karakter anak pun dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu konsep moral, sikap Moral, dan perilaku moral. Lebih jelasnya silakan
mencermati alur pikir Lickona (dalam wahab dan winataputra, 2005: 1.16) di bawah ini.
Pemikiran lickona ini diupayakan dapat digunakan untuk membentuk watak
keAnak, agar dapat memiliki karakter demokrasi, sehingga standar kompetensi Demokrasi
tercapai. Oleh karena itu, materi tersebut harus menyentuh tiga Aspek, yaitu konsep moral
(moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness), pengetahuan nilai moral
(knowing moral value), pandangan Ke depan (perspective taking), penalaran moral
(reasoning), pengambilan Keputusan (decision making), dan pengetahuan diri (self
knowledge), (ruminiati, 2005 : 24)

1. Aspek konsep moral


a. kesadaran moral
b. Kesadaran hidup berdemokrasi
c. Pengetahuan nilai moral
d. Pemahaman materi demokrasi
e. Pandangan ke depan
f. Manfaat demokrasi ke depan
g. penalaran moral
h. Alasan senang demokrasi
i. pengambilan keputusan
j. Bagaimana cara hidup demokratis
 pengetahuan diri  introspeksi diri Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati
(conscience), rasa percaya Diri (self esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the
good), Pengendalian diri (self control), kerendahan hati (and huminity).

2. Aspek sikap moral

a. kata hati, Kata hati kita tentang hidup bebas


b. Rasa percaya diri, Rasa percaya diri kita pada bebas berpendapat
c. Empati, Empati kita pada orang yang tertekan
d. cinta kebaikan, Cinta kita terhadap musyawarah
e. pengendalian diri, Pengendalian diri kita terhadap kebebasan
f. kerendahan hati, Menjunjung tinggi dan hormati pendapat lain Perilaku moral
(moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), Kemauan (will) dan
kebiasaan (habbit).

3. Aspek perilaku moral

a. kemampuan, Kemampuan menghormati hidup demokrasi


b. kemauan, Kemauan untuk hidup berdemokrasi
c. kebiasaan, Kebiasaan berdemokrasi dengan teman Teori lickona (1992) ini cukup
relevan untuk digunakan dalam membentuk Watak anak. Hal ini sesuai dengan
karakteristik materi pkn, sehingga sasaran Pembelajaran pkn sd dapat dikaitkan
dengan pola pikir tersebut. Dari sini Dapat dilihat hasil perubahan watak atau
karakter anak setelah mendapat Materi pkn. Misalnya, watak atau karakter anak
yang terbentuk berkenaan Dengan demokrasinya setelah ia menerima materi
demokrasi tersebut.
Berdasarkan uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa pengertian moral/ Moralitas
adalah suatu tuntutan perilaku yang baik yang dimiliki oleh individu.Moralitas, tercermin
dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam Pembelajaran pkn, moral sangat
penting untuk ditanamkan pada anak usia Sd, karena proses pembelajaran pkn sd memang
bertujuan untuk membentuk Moral anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah
hidupnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam kehidupan bernegara sangat erat kaitannya antara Nilai, Moral, Norma dengan
tuntutan prilaku warga negaranya. Setiap warga negara memiliki kewajiban dan
bertanggungjawab terhadap Negara terutama dalam hal pembangunan. Dalam membentuk
prilaku suatu negara membutuhkan proses, kebiasaan serta keteladanan, sedangkan prilaku
warga Negara berdasarkan pada kehidupan berbangsa dan bernegara
Konsep merupakan pernyataan yang bersifat abstrak/pemikiran untuk mengelompokan
ide-ide yang masih dalam angan-angan seseorang. Nilai adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Moral merupakan suatu keyakinan
tentang benar salah, baik buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial yang mendasari
tindakan atau pemikiran. Norma adalah sumber dasar hukum yang menguatkan kedudukan
konsep, nilai, dan moral serta perilaku yang dilakukan.
Tuntutan prilaku Warga Negara Indonesia didasari oleh ketetapan MPR No. II/MPR/1978
meliputi:
a. Mengakui Persamaan Derajat, Persamaan Hak dan Kewajiban
b. Saling Mencintai Sesama Manusia
c. Mengembangkan Sikap Tenggang Rasa
d. Tidak Semena-mena terhadap Orang lain
e. Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan.
f. Berani Membela Kebenaran dan Keadilan.
g. Bangsa Indonesia Merasa dirinya sebagai Bagian dari Seluruh Umat Manusia.
h. Sikap saling menghormati dan menjalin hubungan kerja sama dengan Bangsa lain.
B. SARAN
Demikian hasil makalah yang telah kami buat, semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca terkhusus untuk pemakalah sebagai bahan
pembelajaran maupun yang lainnya. Tentu makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
mohon kritik dan sarannya untuk memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)


Murtadlo Amin, Moh. dkk. 2009. Pembelajaran PKN MI. Aprinta. Surabaya
Wahab,Aziz M.A. dkk, 2004. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn).
Universitas terbuka. Jakarta
Diposkan oleh rian_patana rianpatana.blogspot.com/2011/11/konsep-nilai-moral-dan-
norma-dalam. html diakses pada 06 November 2014. Pada pukul 16.06
http://ibasy.blogspot.com/2011/11/konsep-materi-nilai-norma-dan-moral.html diakses
pada 06 November 2014, pada pukul 16.17.

Anda mungkin juga menyukai