TUGAS INDIVIDU
Materi (Hakikat pendidikan kewarganegaraan, Ruang lingkup pendidikan
kewarganegaraan, konsep, nilai, moral)
Oleh:
Andi Armelia Halifah Putri
1847241014
28 C
DAFTAR ISI................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang. ...................................................................... 3
b. Rumusan Masalah................................................................... 3
c. Tujuan ................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan........................................... 5
B. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan............................... 25
C. Konsep...................................................................................
D. Nilai ......................................................................................
E. Moral .....................................................................................
...................................................................................................... 35
BAB II PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................39
2. Saran....................................................................................... 39
Daftar Pustaka............................................................................... 41
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hakikat pendidikan kewarganegaraan ?
2. Bagaimanakah hakikat pendidikan kewarganegaraan menurut ahli ?
3. Bagaimanakah ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan ?
4. Apakah yang dimaksud dengan konsep, nilai, dan moral ?
5. Apakah yang dimaksud dengan konsep, nilai, norma dan moral menurut pendapat
para ahli ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat pendidikan kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui hakikat pendidikan kewarganegaraan menurut ahli
3. Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan
4. Untuk mengetahui konsep, nilai, norma dan moral
5. Untuk mengetahui konsep, nilai, norma dan moral menurut pendapat para ahli ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Civic Education (Pendidikan Kewaranegaraan)
Ilmu Kewarganegaraan sebagai suatu istilah telah banyak mengalami perubahan. Paling
tidak, sejak diperkenalkannya pendidikan dalam rangka nation and character building telah
dikenal istilah Burgerkunde, Ilmu Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, Civics,
Kewargaan Negara, Pendidikan Kewargaan Negara dan dalam Pasal 37 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikenal dengan istilah
Pendidikan Kewarganegaraan.
Kewargaan Negara sebagai suatu istilah dipakai secara resmi pada tahun 1967 dengan
Instruksi Direkur Jendral Pendidikan Dasar Nomor 31 tahun 1967 tanggal 28 Juni 1967.
Dari Seminar Nasional Pengaiaran dan Pendidikan Civics di Tawangmangu Surakarta
1972 ditegaskan bahawa Civics digan¬ti dengan Ilmu Kewargaan Negara. Ilmu
Kewarganegaraan sebagai mata kuliah pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dibedakan dengan Pendidikan Kewargaan Negara yang
merupakan terjemahan dari Civics Education.
Ilmu Kewarganegaraan adalah suatu disiplin ilmu yang objek studinya mengenai peranan
warga negara dalam bidang spiritu¬al, sosial ekonomi, politis, yuridis, kultural dan
hankam sesuai dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina
warga Negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, criteria dan ukuran ketentuan
Pembukaan Unang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
bahannya salah satunya diambilkan dari Ilmu Kewarganegaraan. Dengan demikian,
apabila dicermati lebih jauh, Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan antara Ilmu Kewarganegaraan dan
Pendidikan Kewarganegaraan terletak pada objek materianya, yakni warga negara,
khususnya demokrasi politik atau peranan warga Negara, hubungan warga Negara dengan
Negara. Perbedaan Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan terletak
pada objek formanya atau focus perhatiannya. Ilmu Kewarganegaraan sebagai ilmu yang
deskriptif, sehingga pusat perhatiannya pada deskripsi peranan warga Negara dan
hubungan warga egara dengan Negara. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai ilmu yang
bersifat normative, sehingga pusat perhatiannya terletak pada pembinaan peranan warga
negara atau pendewasaan warga negara.
Ilmu Kewarganegaraan (Civics) dalam. perkembangannya sebagai ilmu memiliki banyak
definisi antara lain:
a. Civics: the study of city government and the duties of citizens (The Advanced
Learner's Dictionary¬ of Current English, 1954)
b. Civics: the element of political science or that science dealing with right and duties of
citizens (Dictionary of Education, 1956)
c. Civics: the departement of political science dealing with rights and duties of citizens
(Webster's New Collegiate Dictionary, 1954)
d. Civics : the science right and duties of citizenship, esp, as the subjec of a school
course ( A Dictionary of American,1956 )
e. Civics : Science of government (Webster's New Coneise Dic¬tionary)
f. Civics : the science of citizenship the relation of man to man in organized collection
the individual to the State (Creshore. Education.VII, 1886¬1887)
g. Civics : the study of government and citizenship that is, the duties right and
priviledge of citizens (Edmonson, 1968)
Dari definisi tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa Civics atau Ilmu
Kewarganegaraan menyangkut hal hal sebagai berikut:
1. Kedudukan dan peranan warga Negara
2. Hak dan kewajiban warga Negara
3. Pemerintahan
4. Negara
5. Sebagai bagian dari Ilmu Politik, mengambil bagian demo¬krasi politik (political
democracy).
Tujuan Ilmu Kewarganegaraan
Secara substansial, tujuan Ilmu Kewarganegaraan sesungguhnya sangat berdekatan dengan
tujuan untuk menjamin kelangsungan bangsa dan negara. Dalam usulan Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 29 Desember 1945 telah
dikemukakan bahwa pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi
warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab, yang kemudian oleh Kementrian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dirumuskan dalam tujuan pendidikan:”…. untuk
mendidik warga negara yang sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran
untuk negara dan masyarakat” dengan cirri-ciri perasaan bakti kepada Tuhan yang Maha
Esa; perasaan cinta kepada negara; perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan;
perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan
kekuatannya; keyakinan bahwa orang menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga dan
masyarakat; keyakinan bahwa orang yang hidup bermasyarakat harus tunduk pada tata
tertib; keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama derajatnya sehingga sesama
anggota masyarakat harus saling menghormati berdasarkan rasa keadailan dengan
berpegang teguh pada harga diri; dan keyakinan bahwa negara memerlukan warganegara
yang rajin bekerja, mengetahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran dan tindakan
(Djojonegoro, 1996).
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, menyatakan bahwa “…
membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Adanya rumusan
membentuk warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air, menunjukkan adanya kesadaran akan arti pentingnya
keberadaan warga negara yang baik (good citiezenship) bagi negara Indonesia. Tak lama
setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahaun 1954, kesadaran akan arti pentingnya pendidikan kewarganegaraan
dapat dilihat dari rumusan “… melahirkan warga negara sosialis, yang bertanggung jawab
atas terselenggarakannya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual
maupun material dan yang berjiwa Pancasila.
Kesadaran akan arti penting pendidikan kewarganegaraan dalam perkembangan
selanjunya dapat dilihat dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana terumus dalam Pasal
4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan
pendidikan nasional adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Djojonegoro, 1996).
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, antara lain dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tujuan Ilmu Kewarganegaraan meliputi
aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berperilaku sebagai warga negara. Secara
terinci, tujuan Ilmu Kewarganegaraan adalah:
1. Mengalihkan pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan
kriteria, ukuran dan ketentuan konstitusi negara;
2. Menumbuhkan kesadaran dan sikap sebagai warga negara yang baik;
3. Menumbuhkan periulaku warga negara yang baik dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kriteria, ukuran ketentuan konstitusi negara.
Dalam kedudukannya sebagai mata kuliah, tujuan Ilmu Kewarganegaraan adalah
membekali mahasiswa agar memiliki p[engetahuan tentang kedudukan, peranan, hak dan
kewajiban warga negara Indonesia sesuai dengan dasar filsafat Pancasila, Pembukaan dan
pokok-pokok konstitusional lainnya.
C. KONSEP
D. NILAI
Menurut Kattsoff dalam Sumargono mengungkapkan bahwa hakikat nilai dapat dijawab
dengan tiga macam cara: pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung
kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua nilai merupakan kenyataan-
kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-
nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.Ketiga, nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Sedangkan menurut Sadulloh
mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori
voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Menurut
kaum hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut
formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional dan menurut
pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu
sebagai alat untuk mencapai tujuan (Sofyan Sauri dan Herlan Firmansyah: 2010: 6)
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat dan makna nilai
adalah sesuatu hal sesuatu hal yang dihubungkan dengan akal rasional, logis dan
bergantung pada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri.
1. Pengertian nilai
Nilai yang dalam bahasa inggris disebut “value”, menurut djahiri (1999), dapat
diartikan sebagai harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan
tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai
difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang,
karena nilai dijadikan standar perilaku.Sedangkan menurut dictionary dalam winataputra
(1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu.Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai
apabila sesuatu tersebut secara intrinsik memang berharga.
Pengertian nilai menurut para ahli (Sofyan Sauri, dan herlan Firmansyah: 2010: 3-5):
3. Menurut Fraenkel (1977) “A Value is an idea- a concept about- what some thinks is
important in life ( nilai adalah ide atau konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang
atau dianggap penting oleh seseorang)
5. Kluckhohn (mulyana, 2004:1) Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang
sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan,
yang memengaruhi tindakan pilihan terhadap cara, tujuan antar dan tujuan akhir.
Defenisi ini berimplikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya, seperti yang
diungkapkan oleh Brameld dalam bukunya tentang landasan-landasan budaya
pendidikan. Dia mengungkapkan ada enam implikasi terpenting, yaitu sebagai
berikut:
o Nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logis dan rasional)
dan proses ketertarikan dan penolakan menurut kata hati.
o Nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi tidak selalu bermakna apabila
diverbalisasi.
o Apabila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara unik
oleh individu atau kelompok.
o Karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa
pada dasarnya disamakan (aquated) dari pada diinginkan, ia didefenisikan
berdasarkan keperluan system kepribadian dan sosiol budaya untuk mencapai
keteraturan dan menghargai orang lain dalam kehidupan social.
o Nilai itu ada, ia merupakan fakta alam, manusia, budaya, dan pada saat yang
sama ia adalah norma-norma yang telah disadari.
Kajian tentang nilai dalam bidang filsafat dibahas dan dipelajaran secara khusus pada
salah satu cabang filsafat yang disebut filsafat nilai atau yang terkenal dengan istilah
axiology, the theori of value.Cabang filsafat ini sering juga diartikan sebagai ilmu tentang
nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak
yang artinya “keberhargaan (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang
artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Di dalam dictionary of sociology and related sciences ditemukan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.Sifat
dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (the beleived
capacity of any object to statisfy a human desire).Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat
atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.Sesuatu itu
mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya
bunga itu indah, perbuatan itu susila.Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada bunga dan perbuatan.Dengan demikian, maka nilai itu sebenarnya adalah suatu
kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu, karena
adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai yang disebut wartrager (kaelan,
2003: 87)
Menilai berarti, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.Keputusan itu
merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah.Keputusan yang dilakukan oleh
subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, sebagai
subjek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan
kepercayaan.Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar,
indah, baik, dan lain sebaginya.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan
dan keharusan.Oleh karena itu, apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita
berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan,
dan keharusan.Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das solen bukan das
sein.Kita masuk ke rohanian bidang makna normatif, bukan kognitif, kita masuk dunia
ideal dan bukan dunia real.Meskipun demikian, di antara keduanya, antara das solen dan
das sein, antara yang makna normatif dan kognitif, antara dunia ideal dan dunia real itu
saling berhubungan atau saling berkait secara erat.Artinya bahwa das solen itu harus
menjelma menjadi das sein, yang ideal menjadi real, yang bermakna normatif harus
direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan dan Menginternalisasikan
nilai-nilai dalam diri peserta didik.Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai,
berusaha mensosialisasikan Dan menginternalisasikan nilai-nilai budaya bangsa dan nilai-
nilai filsafat Bangsa yaitu pancasila. Pelaksanaannya selain melalui taksonomi[1] yang
Dikembangkan oleh bloom, juga bisa menggunakan jenjang afektif yaitu Menerima nilai
(receiving), menanggapi nilai/penanggapan nilai (responding), Penghargaan nilai
(valuing), pengorganisasian nilai (organization), Karakterisasi nilai (characterization).
Nilai pancasila yang digali dari bumi indonesia sendiri merupakan pandangan
Hidup/panutan hidup bangsa indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali Menjadi dasar
negara yang secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari
setelah indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma
seperti norma agama, kesusilaan, Kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum.
Dengan demikian, nilai pancasila secara individu hendaknya dimaknai Sebagai
cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap Dan dalam cara
bertindak. Misalnya, nilai contoh gotong-royong. Jika Perbuatan gotong-royong dimaknai
sebagai nilai, maka akan lebih bermakna Jika nilai gotong-royong tersebut telah menjadi
pola pikir, pola sikap, dan pola Tindak seseorang secara individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Oleh Karena itu, nilai gotong-royong seperti yang dicontohkan tadi adalah
perilaku Yang menunjukkan adanya rasa saling membantu sesama dalam melakukan
Sesuatu yang bisa dikerjakan secara bersama-sama sebagai perwujudan Dari rasa
solidaritas yang memiliki makna kebersamaan dalam kegiatan Bergotong-royong.
2. Klasifikasi Nilai
Dalam teori nilai yang digagags Spranger dalam allport (1964) menjelaskan terdapat enam
orientasi nilai yang sering dijadkan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya.Dalam
pemunculannya, enam nilai tersebut cenderungmenampilkan sosok yang khas terhadap
pribadi seseorang. Keenam nilai tesebut adalah sebagai berikut (Sofyan Sauri dan Herlan
Firmansyah: 2010: 7) :
1. nilai teori
2. Nilai Ekonomis.
3. Nilai Estetika.
4. Nilai Sosial.
5. Nilai Politik
6. Nilai Agama
Spranger melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat
dicapai.Diantara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah
para nabi, imam, atau orang-orang saleh.
Dari beberapa klasifikasi nilai diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemaknaan
terhadap nilai itu sendiri tergantung pada perspektif masing-masing orang yang
membuatnya dan menjalaninya. Tetapi diantara keenam klasifikasi nilai diatas, nilai yang
paling tertinggi adalah nilai agama.
3. Hirarkhi nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung Pada
titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan Tentang pengertian
serta hirarkhi nilai.Misalnya kalangan materialis Memandang bahwa nilai yang tertinggi
adalah nilai material.Kalangan Hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah
nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang
Ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak Usaha untuk
menggolong-golongkan nilai-nilai tersebut, dan nilai tersebut Amat beraneka ragam,
tergantung pada sudut pandang dalam rangka Penggolongan tersebut.
Max sceler (dalam kaelan, 2002: 88) menyatakan bahwa nilai-nilai yang Ada, tidak
sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya ada Yang lebih tinggi dan
ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai Lainnya.Menurut tinggi rendahnya,
nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam Empat tingkatan sebagai berikut.Nilai-nilai
kenikmatan.Dalam tingkatan ini Terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak
mengenakkan (die Westreihe des angenehmen und unaangelhment), yang menyebabkan
orang Senang atau menderita (tidak enak).Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkatan ini
Terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (werte des vitalen fuhlens) Misalnya
kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. Nilai-nilai Kejiwaan. Dalam
tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) Yang sama sekali tidak
tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah
keindahan, kebenaran, dan pengetahuan Murni yang dicapai dlam filsafat.Nilai-nilai
kerohanian.Dalam tingkatan ini Terdapatlah modalitas nilai suci dan tak suci
(wermodalitat des heiligen ung Unheiligen).Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari
nilai-nilai pribadi.
Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan Kelompok
berikut.
1. Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi Semua benda yang dapat dibeli.
2. Nilai-nilai kejasmaniaan, membantu kepada Kesehatan, efesiensi, dan keindahan dari
keindahan badan.
3. Nilia-nilai hiburan, Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat mengembangkan
pada Pengayaan kehidupan.
4. Nilai-nilai sosial, berasal dari keutuhan kepribadian Dan sosial yang diinginkan. Nilai-nilai
watak, keseluruhan dari keutuhan Kepribadian dan sosial yang diinginlkan.
5. Nilai-nilai estetis, adalah nilai-nilai Keindahan dalam alam dan karya seni. Nilai-nilai
intelektual, adalah nilai-nilai Pengetahuan dan pengajaran, serta kebenaran. Terakhir, nilai-
nilai keagamaan, Dikembangkan dari kebenaran yang terdapat dalam (setiap) agama.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam nilai berikut.
Pertama, Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
Manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
Kedua, nilai vital, yaitu Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan Kegiatan atau aktivitas.
Ketiga, nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang Berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas:
(1) Nilai kebenaran, yang bersumber akal (ratio, budi, cipta) manusia,
(2) nilai Keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, Govel,
rasa) manusia,
(3) nilai kebaikan tau bilai moral, yang bersumber Pada unsur kehendak (will, wollen,
karsa) manusia, dan
4. nilai religius, Yang merupakan nilai kerohaniaan yang tertinggi dan mutlak. Nilai
religius ini Bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan pula Bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud Material saja, akan tetapi juga
sesuatu yang berwujud nonmaterial atau Immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu
dapat mengandung nilai Yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material
lebih mudah Diukur, yaitu dengan menggunakan alat indra atau alat pengukur seperti
Berat, panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian spiritual Lebih sulit
mengukurnya.Dalam menilai hal-hal kerohanian/spiritual, yang Menjadi alat ukurnya
adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, Cipta, rasa, karsa dan keyakinan
manusia.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong nilai-nilai
Kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material Dan nilai
vital. Dengan demikian, nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, Baik nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, Nilai kebaikan atau nilai
moral, maupun nilai kesucian yang sistematika– Hirarkhis, yang dimulai dari sila
ketuhanan yang maha esa sebagai ‘dasar’ Sampai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia sebagai ‘tujuan’ (darmodiharjo, 1978).
Selain macam-macam nilai yang dikemukakan para tokoh aksiologi tersebut, Nilai
juga mempunyai tingkatan-tingkatan.Hal ini dilihat secara objektif, Karena nilai-nilai
tersebut menyangkut segala aspek kehidupan manusia.Ada sekelompok nilai yang
memiliki kedudukan atau hirarkhi yang lebih Tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai
lainnya, ada nilai-nilai yang lebih Rendah, bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat
mutlak.Namun demikian, Hal ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat atau
bangsa sebagai Subjek pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya, bagi bangsa indonesia
nilai Religius merupakan suatau nilai tertinggi dan mutlak. Artinya nilai relegius Tersebut
hirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak dapat dijustifikasi Berdasarkan akal
manusia, karena pada tingkatan tertentu nilai tertentu Bersifat di atas dan di luar
kemampuan jangkauan akal pikir manusia. Namun Demikian, bagi bangsa yang menganut
faham sekuler, nilai yang tertinggi Adalah pada akal pikiran manusia sehingga nilai
ketuhanan di bawah otoritas Akal pikiran manusia.
E. MORAL
1. Menurut Merriam-webster
Moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku
manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar perilaku
yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.
2. Menurut Kamus Psikologi
Pengertian moral adalah mengacu kepada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau
menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
3.Menurut Hurlock
Definisi moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral
sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep
konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu
budaya.
4. Menurut Dian Ibung
Moral adalah nilai (value) yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur
tingkah laku seseorang. Maria Assumpta menambahkan bahwa pengertian moral adalah
aturan aturan (rule) mengenai sikap (attitude) dan perilaku manusia (human behavior)
sebagai manusia.
Dalam kehidupan bernegara sangat erat kaitannya antara Nilai, Moral, Norma dengan
tuntutan prilaku warga negaranya. Setiap warga negara memiliki kewajiban dan
bertanggungjawab terhadap Negara terutama dalam hal pembangunan. Dalam membentuk
prilaku suatu negara membutuhkan proses, kebiasaan serta keteladanan, sedangkan prilaku
warga Negara berdasarkan pada kehidupan berbangsa dan bernegara
Konsep merupakan pernyataan yang bersifat abstrak/pemikiran untuk mengelompokan
ide-ide yang masih dalam angan-angan seseorang. Nilai adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Moral merupakan suatu keyakinan
tentang benar salah, baik buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial yang mendasari
tindakan atau pemikiran. Norma adalah sumber dasar hukum yang menguatkan kedudukan
konsep, nilai, dan moral serta perilaku yang dilakukan.
Tuntutan prilaku Warga Negara Indonesia didasari oleh ketetapan MPR No. II/MPR/1978
meliputi:
a. Mengakui Persamaan Derajat, Persamaan Hak dan Kewajiban
b. Saling Mencintai Sesama Manusia
c. Mengembangkan Sikap Tenggang Rasa
d. Tidak Semena-mena terhadap Orang lain
e. Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan.
f. Berani Membela Kebenaran dan Keadilan.
g. Bangsa Indonesia Merasa dirinya sebagai Bagian dari Seluruh Umat Manusia.
h. Sikap saling menghormati dan menjalin hubungan kerja sama dengan Bangsa lain.
B. SARAN
Demikian hasil makalah yang telah kami buat, semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca terkhusus untuk pemakalah sebagai bahan
pembelajaran maupun yang lainnya. Tentu makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
mohon kritik dan sarannya untuk memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA