Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PEMBELAJARAN PKN SD KELAS TINGGI


“Konsep Dasar PPKn”

Disusun Oleh :
Kelompok I
1. Achmad Ikmal
2. Dea Irwana Putri
3. Mulki Zamzami
4. Nova Dwi Rahmadhani
5. Sholati Nikmatunnur
6. Surya Widyasari

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Aprinaldo, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran
PKN SD Kelas Tinggi yang berjudul Konsep Dasar PPKN.
Makalah ini telah penulis susun dengan semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat memberi wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbang pemikiran kepada pembacanya.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
demi perbaikan pembuatan makalah yang akan datang.

Muara Bungo, Oktober 2023

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Civics, Civic Education, dan Citizenship Education ................ 3
B. Sejarah Perkembangan Civics dan Pendidikan
Kewarganegaraan ..................................................................... 9
C. Paradigma dan Visi Misi PKN ............................................... 12
D. PKN sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu .................................. 14
E. Komponen-komponen PPKn .................................................. 17
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) adalah mata
pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Mata
pelajaran ini memiliki latar belakang filosofis dan sejarah yang penting.
Pancasila sebagai Dasar Negara: PPKN didasarkan pada Pancasila,
yaitu ideologi dasar negara Indonesia. Pancasila adalah filsafat atau
falsafah yang menjadi dasar dari negara Indonesia. Ini mencakup lima
prinsip atau nilai utama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Membangun Identitas dan Jiwa Kebangsaan: PPKN bertujuan
untuk membentuk dan memperkuat identitas kebangsaan siswa-siswa
Indonesia. Hal ini dilakukan dengan memahamkan mereka akan nilai-nilai,
sejarah, dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Membentuk Warga Negara yang Bertanggung Jawab: PPKN
membantu mengajarkan tentang hak dan kewajiban warga negara. Ini
meliputi pemahaman tentang konstitusi, hukum, dan proses politik.
Menghargai Pluralitas dan Keberagaman: Indonesia adalah negara
yang sangat beragam, baik dari segi budaya, etnis, agama, dan bahasa.
PPKN mengajarkan pentingnya menghargai dan menghormati
keberagaman ini, serta memupuk rasa persatuan di antara masyarakat yang
beragam.
Menghormati Hak Asasi Manusia: PPKN mengajarkan tentang
hak-hak asasi manusia dan pentingnya menghormati martabat setiap
individu tanpa memandang perbedaan apapun.
Membentuk Generasi Penerus yang Berkualitas: PPKN bertujuan
untuk mendidik generasi penerus yang memiliki kesadaran sosial dan

1
2

politik yang tinggi, mampu berpartisipasi dalam kehidupan demokratis,


dan memiliki integritas moral.
Menanamkan Semangat Cinta Tanah Air: PPKN juga berusaha
untuk menanamkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap tanah air. Ini
mencakup pemahaman tentang sejarah perjuangan bangsa untuk meraih
kemerdekaan.
Latar belakang konsep PPKN mencakup aspek-aspek penting ini
untuk membentuk warga negara yang sadar, bertanggung jawab, dan
mampu berkontribusi secara positif terhadap masyarakat dan negara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang
akan kami bahas sebagai berikut :
1. Apa itu konsep Civics, Civic Education, dan Citizenship Education?
2. Bagaimana sejarah perkembangan civics dan pendidikan
kewarganegaraan?
3. Bagaimana paradigma dan visi misi PKN?
4. Apa itu PKN sebagai pendidikan disiplin ilmu?
5. Apa saja komponen-komponen PPKn?

C. Tujuan
1. Mampu memahami apa itu konsep civics, civic education, dan
citizenship education.
2. Mampu mengetahui bagaimana sejarah perkembangan civics dan
pendidikan kewarganegaraan.
3. Mampu mengetahui bagaimana paradigm dan visi mini PKN.
4. Mampu memahami apa itu PKN sebagai pendidikan disiplin ilmu.
5. Mampu menyebutkan dan memahami apa saja komponen-komponen
PPKn.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Civics, Civic Education, dan Citizenship Education


1. Civics (Ilmu Kewarganegaraan)
Civics berasal dari kata latin civicus yang berarti warga negara
(citizen atau citoyen). Disebut negara kota karena pada masa itu di
Greek (sekarang Yunani) yang dianggap sebagai warga negara adalah
sebatas kota dan karena itu yang dianggap sebagai warga negara adalah
warga dari sebuah “negara” kota (citi state) dan bukan seperti negara
yang dikenal dalam peristilahan negara modern sebagai sebuah negara
bangsa (nation state).
Sedangkan Carter Van Good (1973:99) memberi argument
mengapa Civics disebut ilmu kewarganegaraan karena di belakang kata
Civics terdapat huruf s, ini menunjukkan sebagai sebuah ilmu sama
seperti Economics atau Politics. Ilmu kewarganegaraan ini tentu saja
sebagai sebuah disiplin ilmu yang memilki tujuan, metode, dan objek
studi tertentu.
Civics, selain bertujuan membentuk warga negara yang baik yaitu
warga negara yang tahu dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sebagai warga negara, Civics juga bertujuan untuk
menghasilkan warga negara yang mampu membudayakan
lingkungannya serta mampu memecahkan masalah-masalah individu
warga negara yang mampu memecahkan masalahnya secara individual
maupun masyarakat di sekitarnya. Hubungan antar Civics, civic
education dan citizenship education. Civics atau juga disebut ilmu
kewarganegaraan menekankan pembahasannya pada aspek teroritik
tentang hah-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara yang baik.
Bagaimana kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan (Civic
Education) juga secara sekilas telah dijelaskan bahwa pendidikan
kewarganegaraan merupakan perluasan dari civics yang lebih
menekankan pada aspek-aspek praktik kewarganegaraan. Oleh sebab itu,

3
4

maka pendidikan kewarganegaraan juga disebut sebagai pendidikan


orang dewasa (adult aducation) yang mempersiapkan siswa menjadi
calon warga negara yang memahami perannya sebagai warga negara.
Citizenship education mengenai hal ini Stanley B. Dimond (Numan
Somantri, 1968: 11) menjelaskan tentang pengertian civicsatau
citizenship education dalam arti luas dan sempit dalam kaitannya dengan
kehidupan sekolah dan masyarakat. Gross and Zeleny menyatakan
bahwa pengertian civics lebih menekankan pada teori dan praktik
pemerintah demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih diorientasikan
pada citizenship education yang lebih menekankan pada keterlibatan dan
partisipasi warga negara dalam permasalahan-permasalahan
kemasyarakatan.
a) Civics sebagai Ilmu Kewarganegaraan (IKN)
Civics dalam perkembangannya menunjukkan bahwa ilmu
kewarganegaraan ini dapat berkembang dan tumbuh jika menjalin
hubungan yang saling memperkaya antara berbagai disiplin ilmu social
dan bahkan “trans” disiplin karena pendekatan multidisiplin sebagai
salah satu cirinya. Atas dasar itu ilmu kewarganegaraan tersebut
memberikan pemahaman dasar-dasar teoritik tentang kewarganegaraan.
b) Civics Sebagai Pengetahuan Warga Negara
Sebagai warga negara yang baik untuk dapat melaksanakan fungsi
dan perannya maka seorang warga negara seharusnya memiliki
pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai (civic knowledge, civic
skills, and civic values) yang dapat diperoleh dari berbagai disiplin ilmu
sosial yang dapat digunakannya secara baik guna mempermudahkannya
dalam kehidupannya dimasyarakat terutama di dalam membuat
keputusan serta didalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya baik sebagai individu, anggota masyarakat ataupun sebagai
warga negara. Tentu Zeleny tentang bagaimana seorang warga negara
dalam merespons dan bertindak dilingkungannya dengan dengan
memiliki kepekaan sosial, tanggung jawab dan kecerdasan sosial. (Gross
and Zeleney, 1958). Memiiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai
5

warga negara harus dapat dilakukan secara efektif sebagai seorang warga
negara yang efektif yaitu warga negara yang dapat berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dalam mencapai tujuan masyrakat
secara cepat. (James Banks, 1977).
Ilmu Kewarganegaraan sebagai suatu istilah telah banyak
mengalami perubahan. Paling tidak, sejak diperkenalkannya pendidikan
dalam rangka nation and character building telah dikenal istilah
Burgerkunde, Ilmu Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, Civics,
Kewargaan Negara, Pendidikan Kewargaan Negara dan dalam Pasal 37
ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikenal dengan istilah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kewargaan Negara sebagai suatu istilah dipakai secara resmi pada
tahun 1967 dengan Instruksi Direkur Jendral Pendidikan Dasar Nomor 31
tahun 1967 tanggal 28 Juni 1967. Dari Seminar Nasional Pengaiaran dan
Pendidikan Civics di Tawangmangu Surakarta 1972 ditegaskan bahawa
Civics digan-ti dengan Ilmu Kewargaan Negara. Ilmu Kewarganegaraan
sebagai mata kuliah pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dibedakan dengan Pendidikan Kewargaan
Negara yang merupakan terjemahan dari Civics Education.
Ilmu Kewarganegaraan adalah suatu disiplin ilmu yang objek
studinya mengenai peranan warga negara dalam bidang spiritu-al, sosial
ekonomi, politis, yuridis, kultural dan hankam sesuai dan sejauh yang
diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan
adalah suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga
Negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, criteria dan ukuran
ketentuan Pembukaan Unang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang bahannya salah satunya diambilkan dari Ilmu
Kewarganegaraan. Dengan demikian, apabila dicermati lebih jauh, Ilmu
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaan antara Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan
Kewarganegaraan terletak pada objek materianya, yakni warga negara,
6

khususnya demokrasi politik atau peranan warga Negara, hubungan


warga Negara dengan Negara. Perbedaan Ilmu Kewarganegaraan dan
Pendidikan Kewarganegaraan terletak pada objek formanya atau focus
perhatiannya. Ilmu Kewarganegaraan sebagai ilmu yang deskriptif,
sehingga pusat perhatiannya pada deskripsi peranan warga Negara dan
hubungan warga egara dengan Negara. Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai ilmu yang bersifat normative, sehingga pusat perhatiannya
terletak pada pembinaan peranan warga negara atau pendewasaan warga
negara.
Ilmu Kewarganegaraan (Civics) dalam. perkembangannya sebagai ilmu
memiliki banyak definisi antara lain:
a) Civics: the study of city government and the duties of citizens (The
Advanced Learner's Dictionary- of Current English, 1954)
b) Civics: the element of political science or that science dealing with right
and duties of citizens (Dictionary of Education, 1956)
c) Civics: the departement of political science dealing with rights and duties
of citizens (Webster's New Collegiate Dictionary, 1954)
d) Civics : the science right and duties of citizenship, esp, as the subjec of a
school course ( A Dictionary of American,1956 )
e) Civics : Science of government (Webster's New Coneise Dic-tionary)
f) Civics : the science of citizenship‑the relation of man to man in
organized collection‑the individual to the State (Creshore. Education.VII,
1886-1887)
g) Civics : the study of government and citizenship that is, the duties right
and priviledge of citizens (Edmonson, 1968)
Dari definisi tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa Civics atau Ilmu
Kewarganegaraan menyangkut hal‑hal sebagai berikut:
1) Kedudukan dan peranan warga negara
2) Hak dan kewajiban warga negara
3) Pemerintahan
4) Negara
7

5) Sebagai bagian dari Ilmu Politik, mengambil bagian demo-krasi politik


(political democracy).

2. Civic Education
Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
program pendidikan yang materi pokoknya adalah demokrasi politik
yang ditujukan kepada peserta didik atau warga negara yang
bersangkutan. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education)
dinyatakan sebagai upaya menerapkan civics (Ilmu Kewarganegaraan)
dalam proses pendidikan. John J. Cogan (1999) mengartikan civic
education sebagai “…the foundational course work in school designed
to prepare young citizens for role in their communities in their adult
lives.” Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah
yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak
setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Civic
education adalah pendidikan kewargaanegaraan dalam pengertian sempit
yaitu sebagai bentuk dari pendidikan formal, seperti mata pelajaran dan
mata kuliah serta kursus di lembaga sekolah / unversitas atau juga
lembaga formal lain.
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan atau pelajaran
yang mengajarkan akan pentingnya nilai-nilai dari hak dan kewajiban
suatu warga negara, dengan tujuan supaya setiap hal-hal yang di
kerjakan itu bisa sesuai dengan tujuan dan juga cita-cita bangsa serta
tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena sangat penting sekali
pendidikan kewarganegaraan ini maka pendidikan kewarganegaraan ini
sudah terapkan dimulai dari usia dini pada tiap-tiap jejang pendidikan
mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic Education merupakan
penerapan dari civics (ilmu kewarganegaraan) dalam proses pendidikan /
pembelajaran, yang dapat diartikan bahwa program civic education ini
materi utamanya adalah demokrasi politik.
8

3. Citizenship Education
Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah perluasan dari civics
yang lebih menekankan pada aspek-aspek praktik kewarganegaraan.
Oleh sebab itu, Pendidikan kewarganegaraan juga disebut pendidikan
orang dewasa (adult education) yang mempersiapkan siswa menjadi
warga negara yang memahami perannya sebagai warga negara. Dimond
mengemukakan bahwa pengertian civics atau citizenship education
memiliki makna dalam arti luas dan arti sempit bila dikaitkan dengan
kehidupan sekolah dan masyarakat. Dalam arti sempit, Civics lebih
menekankan pada aspek teori dan praktik pemerintahan demokrasi,
sedangkan dalam arti luas yang disebut citizenship education lebih
menekankan pada keterlibatan dan partisipasi warga negara dalam
permasalahan-permasalahan kemasyrakatan.
Citizen atau warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu
wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Dalam
hubungan antara warga negara dan negara, warga negara mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya warga negara juga
mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara.
Dalam hubungan internasional di setiap wilayah negara selalu ada warga
negara dan orang asing yang semuanya disebut penduduk. Setiap warga
negara adalah penduduk suatu negara, sedangkan setiap penduduk
belum tentu warga negara.
Citizenship atau Kewarganegaraan merupakan keanggotaan
seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang
dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara.
Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang
dianggotainya. Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep
kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga
suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga
kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam
otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing
9

satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-


beda bagi warganya.

B. Sejarah Perkembangan Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan Kewarganegaraan (civics education) di dunia
diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam upaya membentuk
warga negara yang baik. Civics pertama kali diperkenalkan oleh Legiun36
Veteran Amerika yang tujuannya adalah untuk mengAmerikakan bangsa
Amerika yang beragam latar belakang budaya, ras, dan asal negaranya
(Wahab dan Sapriya, 2011). Selanjutnya Sejarah Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia dimulai pada tahun 1957 saat pemerintahan
Sukarno atau yang lebih dikenal dengan istilah civics. Metodenya lebih
bersifat indoktrinasi.
Isi civics banyak membahas tentang sejarah nasional, Undang-
Undang Dasar 1945, pidato politik kenegaraan terutama diarahkan untuk
“nation and character building” bangsa Indonesia. Buku sumber yang
dipergunakan adalah “Civics Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan
Pokok Indoktrinasi” yang lebih dikenal dengan singkatan “TUBAPI”.
10

Metode pengajarannya lebih bersifat indoktrinasi. Buku pegangan siswa


untuk mata pelajaran ini belum ada.
Civics sebagai pelajaran di sekolah-sekolah dimulai pada tahun
1961. Pada tahun 1962, istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan
Negara atas anjuran Dr. Sahardjo, S.H.yang pada waktu itu menjabat
sebagai Menteri Kehakiman. Perubahan ini didasarkan atas tujuan yang
ingin dicapainya, yaitu „membentuk warga negara yang baik”. Pada tahun
1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI yang kemudian diikuti oleh
pembaharuan tatanan dalam pemerintahan. Pembaharuan tatanan inilah yang
kemudian dibatasi oleh tonggak yang resmi dengan diserahkannya surat
perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnal Jenderal
Soeharto. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan tonggak pemerintahan
Orde Baru, yang mengandung tekad untuk memurnikan pelaksanaan UUD
1945 secara konsekuen37
Perubahan sistem ketatanegaraan/pemerintahan ini kemudian
diikuti dengan kebijaksanaan dalam pendidikan, yaitu dengan keluarnya
Keputusan Menteri P & K No. 31/1967 yang menetapkan bahwa pelajaran
Civics isinya terdiri atas:
1) Pancasila
2) UUD 1945
3) Ketetapan-ketetapan MPRS
4) Pengetahuan tentang PBB
Seiring dengan bergantinya waktu nama PPKN menjadi
pendidikan Kewargaan negara pada tahun 1968. Mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan resmi masuk dalam kurikulum sekolah di Indonesia pada
tahun 1968. Pada tahun 1968, kebijaksanaan dalam bidang pendidikan ini
disusul dengan keluarnya Kurikulum 1968. Dalam kurikulum ini istilah
Civics, yang secara tidak resmi diganti dengan istilah Kewargaan Negara,
diganti lagi dengan Pendidikan Kewargaan Negara, yang lebih dikenal
dengan singkatan PKN. Pendidikan Kewargaan Negara pada masa ini sudah
tidak lagi menggunakan metode indoktrinasi dalam pengajarannya. Bahan
11

pokoknya pun telah ditetapkan dalam kurikulum pada jenjang sekolah dasar
tersebut yang meliputi Pengetahuan Kewargaan Negara, Sejarah Indonesia,
dan Ilmu Bumi.
Saat terjadi pergantian tahun ajaran yang awalnya Januari hingga
Desember dan diubah menjadi Juli hingga Juni pada tahun 1975, nama
pendidikan kewarganegaraan diubah oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Istilah
Pendidikan Moral Pancasila diperbaiki menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi
Pendidikan Kewarganegaran. Kemudian dipadukan menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan”.
Pada tahun 2000, setelah Indonesia masuk dalam era reformasi
maka bidang pendidikan pun mengalami perubahan. Adanya tuntutan bahwa
pengetahuan yang didapatkan di sekolah harus bisa menopang kebutuhan
skill yang terus bertambah maka lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Pada tahun 7 ini berganti nama mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Tahun 2004 kurikulum PKn SD diintegrasikan
dengan mata pelajaran IPS, menjadi PKPS (Pendidikan Kewarganegaraan
dan Pengetahuan Sosial), sementara di tingkat SMP dan SMA merupakan
mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Kurikulum Berbasis Kompetensi kewarganegaraan tampak telah
mengarah pada tiga komponen PKn yang bermutu seperti yang diajukan
oleh Centre for Civic Education pada tahun 1999 dalam National Standard
for Civics and Government. Ketiga komponen tersebut yaitu civic
knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan
kewarganegaraan), dan civic disposition (karakter kewarganegaraan).
Pada tahun 2006, perubahan kurikulum dari KBK menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini PKn
di sekolah dasar tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran IPS,
melainkan berdiri sendiri menjadi mata pelajaran PKn.
Untuk mengakomodasikan perkembangan baru dan perwujudan
pendidikan sebagai proses pencerdasan kehidupan bangsa dalam arti utuh
12

dan luas, maka substansi dan nama mata pelajaran yang sebelumnya
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dikemas dalam Kurikulum 2013
menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn).
Perubahan tersebut didasarkan pada sejumlah masukan penyempurnaan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, antara lain :
1) Secara substansial, Pendidikan Kewarganegaraan terkesan lebih
dominan bermuatan ketatanegaraan sehingga muatan nilai dan moral
Pancasila kurang mendapat aksentuasi yang proporsional;
2) Secara metodologis, ada kecenderungan pembelajaran yang
mengutamakan pengembangan ranah sikap (afektif), ranah pengetahuan
(kognitif), pengembangan ranah keterampilan (psikomotorik) belum
dikembangkan secara optimal dan utuh (koheren) (Permendikbud No.58,
2014 : 221).
Dengan perubahan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), maka
ruang lingkupnya meliputi sebagai berikut (Permendikbud Nomor 58, 2014
: 223):
1) Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup bangsa.
2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
hukum dasar tertulis yang menjadi landasan konstitusional kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3) Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesepakatan final bentuk
Negara Republik Indonesia.
4) Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi
dan mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

C. Paradigma dan Visi Misi PKN


Paradigma dapat diartikan juga suatu model atau rancang-bangun
pikiran yang digunakan dalam pendidikan kewarganegaraan diIndonesia.
13

Paradigma dalam hal ini dimaksudkan suatu kesepakatan dari suatu


komunitas tentang hal-hal yang bersifat mendasar seperti: materi pokok
keilmuan, sudut pandang atau orientasi, visi dan misi.
Paradigma baru PKn antara lain memiliki struktur organisasi
keilmuan yang jelas yakni berbasis pada ilmu politik, hukum dan filsafat
moral /filsafat Pancasila dan meiliki visi yang kuat nation and character
building, citizenempowerment (pemberdayaan warganegara), mampu
mengembangkan civil society (masyarak at kewargaan). Mata pelajaran
PKn, merupakan mata pelajaran yg memfokuskan pada pembentukan warga
Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak serta kewajiban
menjadi warga negara Indonesia yg baik (cerdas, terampil dan berkarakter)
seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pada pembelajaran PKN dari kurikulum 1946 hingga sekarang
kurikulum 2013 tentunya telah banyak paradigma paradigma yang muncul
sehingga terdapat perubahan pemikiran salah satunya materi pembelajaran
PKN.
Paradigma baru dimulai dari pergantian antara paradigma lama
yaitu paradigma kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013
dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif dan efektif serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran
yang wajib diselenggarakan di setiap jenjang pendidikan. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultur, bahasa, usia,
dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila
dan UUD 1945. Tercantum pada amanah undang-undang visi dan misi PKn
yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajarannya.
Visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan dimaksud adalah
sebagai berikut.
14

1. Visi PPKN yaitu menanamkan komitmen yang kuat dan konsisten


terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila
dan UndangUndang Dasar 1945 guna memberika pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Misi PPKN Menghindarkan Indonesia dari system pemerintahan
otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan
prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara (BSNP, 2006:155).
Visi dan misi tersebut secara lebih jelas dijabarkan dalam tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut.
1. Agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional, dan
kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi (BSNP, 2006:155-156)

D. PKN sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu


Pendidikan kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu sosial yang
menekankan nilai-nilai untuk menumbuhkan warganegara yang baik dan
patriotik dalam bela negara, maka pengertian pendidikan kewarganegaraan
dapat dirumuskan sebagai berikut: Pendidikan kewarganegaraan adalah
seleksi, adaptasi dari lintas disiplin ilmu ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan,
humaniora, teknologi, agama, kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan
disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan
pendidikan IPS yaitu tujuan pendidikan nasional.
15

Berdasarkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dijelaskan


oleh berbagai ahli menunjukkan bahwa hal yang diharapkan dari Pendidikan
Kewarganegaraan bukan hanya kemampuan seorang warganegara dalam hal
intelektual saja, melainkan mencakup berbagai macam aspek sosial. Dalam
mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan, terdapat beberapa ilmu
sosial yang hubungannya seperti ilmu sosiologi, sejarah serta ilmu politik
hukum dan sosial-politik.
1. Ilmu Sosiologi
Menurut para ahli ilmu sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya, serta ilmu yang
menjelaskan terkait dengan hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok. Ilmu yang memuat penjelasan terkait dengan struktur-struktur
dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil, maupun ilmu
yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungan kelompok, serta sifat
dan perubahan lembaga-lembaga dan ide-ide sosial.
Berdasarkan berbagai pendapat dari para ahli bahwa sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia di dalam
masyarakat. Jika keilmuan sosiologi merupakan keilmuan yang bertujuan
untuk mempelajari hubungan antar manusia di dalam masyarakat, maka
perkembangan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan sangatlah
berhubungan dengan keilmuan sosiologi.
Pendidikan Kewarganegaraan mempelajari bagaimana masyarakat
menaati peraturan-peraturan untuk menjadi warga negara yang baik,
untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang harmonis.
Tentu sangat berkaitan karena interaksi sosial yang ini dapat tewujud
dengan cara menaati peraturan.
2. Ilmu Sejarah
Selanjutnya, perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan juga
mengacu pada ilmu sejarah, sekalipun bukan merupakan bagian dari ilmu
sejarah. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan yang membahas
mengenai kewarganegaraan yang mana menyangkut dengan Negara dan
munculnya suatu negara berhubungan dengan sejarah oleh karena itu
16

sejarah mempunyai hubungan terhadap ilmu Pendidikan


Kewarganegaraan.
3. Ilmu Politik
Pendidikan Kewarganegaraan mempelajari mengenai
kewarganegaraan dalam arti luas mempelajari mengenai
Warga (rakyat) dan Negara, dalam kasus ini ilmu politik
mempuyai hubungan dengan Pendidikan Kewarganegaraan
yang mana politik dengan kekuasaannya memimpin suatu
organisasi yang bernama Negara dan warga (rakyat) lah yang
menjadi tujuan dan sumber di bentuknya suatu Negara
tersebut.
4. Ilmu Hukum
Pendidikan Kewarganegaraan dalam perkembangannya juga
melibatkan Ilmu Hukum yang secara spesifikasi di maksudkan adalah
Hukum Pidana, Hukum Acara, Hukum Adat, Hukum Perkawinan,
Hukum Agraria yang mana inti dari Hukum tersebut adalah sangsi
(Hukuman) yang mana dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang
mempelajari sebuah Negara dan negara juga pasti terbentuk dengan
bermodalkan aturan-aturan yang berbentuk hukum sebagai landasan
Negaranya, oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan berhubungan
dengan Ilmu hukum yang mana Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
bentuk Negaranya dan Ilmu Hukum sebagai aturannya.
5. Ilmu Sosial-budaya
Selain itu terdapat perspektif mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan dalam ilmu sosial yang berkaitan dengan Sosial-Politik
Indonesia yakni terkait dengan pengaturan, kondisi, serta ideologi.
Pengaturan sosial-politik dalam arti yang luas, meyangkut konsep
pemerintahan dan kenegaraan yang berlangsung secara formal dan yang
tidak formal. Secara formal, pengaturan tersebut berlangsung pada
tingkat pemerintah dan negara mulai dari pemerintahan pusat sampai ke
daerah. Sedangkan pengaturan yang tidak formal, berlangsung di dalam
keluarga atau di dalam marga dan pada suku-suku bangsa tertentu.
17

E. Komponen-komponen PPKn
Sebagaimana layaknya pembelajaran yang diajarkan di sekolah, materi
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Branson (1999:4) harus mencakup
tiga komponen tersebut yaitu :
1. Civic Knowledge
Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) yang berkaitan
dengan kandungan atau apa yang seharusnya89 diketahui oleh warga
negara. Civic knowledge berkenaan dengan segala hal yang perlu
diketahui dan dipahami secar layak oleh warga negara. National Center
for Learning and Citizenship (NCLC) (dalam Winarno 2011:108)
menyatakan, civic knowledge berisikan item pernyataan yang berkaitan
dengan sejarah dan pengetahuan kontemporer, seperti pemahaman
tentang struktur dan mekanisme pemerintahan konstitusional dan
prinsip-prinsip yang melandasinya.
Adapun komponen pengetahuan kewarganegaraan menurut John J.
Patrick and Thomas S. Vont sebagai berikut;
Tabel 5.1 Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge)
Mengidentifikasi dan menggambarkan fenomena
1
(kejadian/isu) politik, kewarganegaraan
2 Menganalisis dan menjelaskan fenomena
3 Menganalisis dan menjelaskan fenomena
Berpikir secara konstruktif tentang bagaimana
4
memperbaiki kehidupan politik/kemasyarakatan
Berpikir kritis tentang kondisi kehidupan
5
kemasyarakatan

2. Civic skill
Komponen esensial kedua dari civic education (Pendidikan
Kewarganegaraan) dalam masyarakat demokrati adalah keterampilan
atau kecakapan-kecakapan kewarganegaraan (civic skills). Civic skill
(kecakapa kewarganegaraan) menurut Branson (1998) yaitu keterampila
intelektual dan kecakapan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan
18

bernegara. keterampilan intelektual yang penting untuk seorang warga


negara yang berpengetahuan efektif, dan bertanggung jawab, disebut
sebagai kemampuan berpikir kritis. Kecakapan intelektual tersebut
meliputi kemampuan mengidentifikasi, menggambarkan, menjelaskan,
menganalisis, menilai, mengambil, dan mempertahankan posisi atas
suatu isu tertentu. Berikut keterampilan civic skills.
Tabel. 5.2 Keterampilan kewarganegaraan (civic skills)
keterampilan Mengidentifikasi (identifying)
intelektual Menggambarkan (describing)
(intellectual skills) Menganalisis (analyzing)
Menilai (evaluating) Mengambil
dan mempertahankan posisi
atas suatu isu (taking and
defending positions on public
issue)

keterampilan Berinteraksi (interacting)


partisipatoris Memantau (monitoring)
(participatory skills) Memengaruhi (influencing)

3. Civis Desposition
Komponen mendasar ketiga dari civic education adalah watak
kewarganegaraan (civic dispotision) yang mengisyaratkan pada karakter
publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan
pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan
sebagaiman kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan
sebagai akibat dari pada yang dipelajari dan dialami oleh seseorang di
rumah, sekolah, komunitas, dan organisasiorganisasi civil society.
Watak kewarganegaraan (civic disposition) menunjuk pada karakter
publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan
19

pengembangan demokrasi konstitusional. Secara singkat karakter


publik dan privat itu dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Tabel. 5. 3 Ciri-ciri Watak Kewarganegaraan (civic disposition)
1. Menjadi anggota masyarakat yang independen
2. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan
di bidang ekonomi dan politik
3. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap
individu
4. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan
secara efektif dan bijaksana.
5. Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional
secara sehat.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Civics merupakan tonggak awal dari kajian mengenai
Kewarganegaraan yang merupakan bagian dari ilmu politik, dan menjadi
sebuah mata pelajaran yang mempelajari tentang praktik dari sebuah negara
demokrasi. Civic Education merupakan pengembangan dari Civics ((Ilmu
Kewarganegaraan) yang lebih menekankan kepada praktik kewarganegaraan
guna menyiapkan siswa (warga negara muda) untuk memasuki kehidupan
nyata sebagai warga negara dengan memberikan pengetahuan, budaya dan
ketrampilan Kewarganegaraan. Citizenship Education lebih kepada
program-program pembelajaran warga negara baik secara formal disekolah
maupun non formal di luar sekolah dan menekankan terhadapa partisipasi
warga negara.
Istilah PPKN Pertama muncul tahun 1957 dengan nama
Kewarganegaraan Tahun 1959 di introdusir pelajaran civics dengan “Civics
Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (TUBAPI)
sebagai buku sumber Tahun 1962 istilah civics diganti dengan Kewargaan
Negara Tahun 1968 Kewargaan Negara di ganti dengan Pendidikan
Kewargaan Negara. Tahun 1975 Pendidikan Kewargaan Negara di ganti
dengan PMP (Pendidikan Moral Pancasila) Tahun 1978 sangat dominannya
materi P-4 dalam PMP. Tahun 1984 masih dengan nama PMP pada Tahun
1994 di ganti dengan nama PPKn Tahun 1999 materi P-4 di cabut,
selanjutnya pada Era reformasi di rubah dengan Pendidikan
kewarganegaraan

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz wahab. (2002). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.


Bandung. CV. Maulana Abdul Aziz
Adirini Pujayanti, Indonesia dan Tragedi Kemanusiaan Rohingya. Majalah Info
Singkat Hubungan Internasional 9, 17. 2017. Disandur dari
www.puslit.dpr.go.id
Alberta Schools. 2005. The Hearth of the Matter: Character and Citizenship
Education in Alberta Schools. Canada: Albert Aryb Branson, M. S.
(1999). Belajar “Civic Education” dari Amerika (Terjemahan Syarifudin
dkk). Yogyakarta: LKIS
Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008). PKn dan masyarakat Multikultural.
Bandung:Program Studi Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana UPI.
Cholisin (2004). PPKn Paradigma Baru dan Pengembangannya dalam KBK,
Jurnal Racmi, Media Informasi, Komunikasi, dan Pengembangan
Sumberdaya, Volume 04 No. 01 Mei. Yogyakarta : Lembaga Penjamin
Mutu Pendidikan (LPMP).
Cholisin. (2002). Mengembangkan Paradigma Baru PKN yang Independen dari
Kepentingan Politik Rezim, Jurnal PPKn : Kajian Teori dan Penerapannya,
Th. 15, No.1, Malang : Universitas Negeri Malang,

21

Anda mungkin juga menyukai