Anda di halaman 1dari 2

Inilah Kitab tentang Alam Jin yang Kontroversial

Selasa , 24 Mar 2015


Red: Nasih Nasrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Ternyata, dunia metafisika dan supranatural juga pernah


ditelusuri oleh ulama terdahulu. Salah satu yang terkenal dan kontroversial hingga
saat ini ilah Syams al-Maarif al-Kubra, karya Ahmad bin Ali al-Buni (622 H). Dalam
mukadimah kitabnya tersebut, tokoh yang hidup pada sekitar abad ke-12 M tersebut
menegaskan bahwa, ada sejumlah orang yang memang mendapat anugerah
bersentuhan dengan dunia lain tersebut. Menjelajahi dunia supranatural itu tetap harus
dibatasi dengan koridor-koridor syar’i yang kuat.

Masih dalam pendahuluan kitabnya itu, al-Buni secara menekankan bahwa kitabnya
tersebut hanya boleh dibaca oleh mereka para ahli syariat yang suci dan tidak
memiliki kepentingan duniawi. Ia tidak rela jika kitabnya ini jatuh di tangan yang
salah dan dipergunakan untuk tujuan keliru. “Mereka tidak akan mendapat manfaat
dan barakah kitab ini,” aku al-Buni.

Kitab al-Buni yang dikenal juga dengan Syams al-Ma’arif wa Lathaif al-Awarif ini
bisa dibilang merupakan warisan intelektual satu-satunya yang berbicara perihal
supranatural dalam kerangka pemikiran Islam secara komprehensif. Al-Buni memang
terkenal dengan karya-karyanya yang berbau supranatural. Selain Syams al-Ma’arif,
ia menulis pula al-Luma’ an-Nuraniyah dan //an-Numth.

Kendati demikian karya al-Buni ini dituding lebih dominan mengajarkan aktivitas
sihir dan bergumul dengan jin, ketimbang sekadar berinteraksi dalam batas kewajaran
dengan dunia lain itu. Haj Khalifah dalam Kitab Kasyf azh-Zhunun, menduga kitab
ini bertujuan untuk mendatangkan sihir dan memanggil jin.

Sedangkan Aga Bazraka at-Thaharani mengategorikan kitab ini dalam deretan karya-
karya ulama Syiah, karena ia menuduh penulisnya memiliki kecenderungan dengan
teologi dan tradisi Syiah. Untuk tuduhan yang terakhir ini, sebagian ulama
menganggapnya terlalu mengada-ada dan berlebihan.

Jika melihat jejak rekam mata rantai guru dan riwayat belajar al-Buni, kita dapati
bahwa tokoh kelahiran Bun, Aljazair pada 520 H ini menegaskan ideologi Sunni yang
dianutnya. Ia belajar ilmu qiraat selama berada di Tunisia dan mendalami fikih
Mazhab Maliki.

Al-Buni berguru ke deretan ulama Sunni terkemuka pada masa itu seperti Ibn
Harazullah, Ibn Razaqullah, dan Ibnu Awanah. Di Spanyol ia menimba ilmu ke Aba
al-Qasim as-Suhaili dan Ibn Basykawal serta as-Sabti. Selama berada di Alexandria,
Mesir, ia menuntut ilmu ke sejumlah guru di antaranya al-Hafidz Abu Thahir as-
Salafi, dah Abu Thahir Isma’il az-Zuhri.

Al-Buni sendiri menafikan secara langsung syak wasangka atas dirinya. Ia menjawab
pertanyaan al-Hafizh as-Salafi tentang kegamangan Muslim Alexandria saat itu
tentang kabar bahwa al-Buni menguasai ilmu gaib. Al-Buni mengutip ayat Alquran
yang menyatakan bahwa Allah SWT lah yang menurunkan hujan sekaligus
mengetahui kapan ia akan turun. “Jadi tudingan itu salah dan sangat mendistorsi. Aku
hanya mengetahui ilmu syahid (nyata) bukan gaib,” kata al-Buni kepada as-Salafi

Kontroversial yang mendorong mengapa, tak sedikit ulama di berbagai belahan dunia
untuk mereduksi beberapa bagian kitab yang dinilai tak layak. Ketika diterbitkan
pertama kali oleh Penerbit as-Sya’biyah, Beirut pada 1985, bagian kitab sudah tak lagi
utuh seperti semula.

Ada penghilangan di sana-sini, terutama bagian-bagian yang dinyatakan ‘berbahaya’


dan rentang memicu kesesatan. Pemerintah Arab Saudi pun tak segan melarang
peredaran dan pengkajian kitab ini. Larangan tersebut merujuk pada fatwa Syekh
Abdullah bin Baz bahwa karya-karya sejenis ini bisa mendatangkan kekufuran.

Upaya pencekalan dan pereduksian kitab ini nyatanya tak menyurutkan kajian dan
penelitian mendalam terhadap kitab ini. Masih terdapat rentetan misteri yang belum
terungkap dari karya tokoh yang juga dikenal sebagai seorang sufi ini.

Salah satu di antara misteri yang hendak dijawab oleh al-Buni dalam kitabnya itu
ialah menguak keterkaitan alam semesta, tata surya, dan perbintangan itu dengan
rahasia-rahasia tersembunyi di balik angka dan huruf. Rahasia angka dan huruf itu
memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan manusia.

Al-Buni menegaskan apa yang terjadi di luar angkasa dari pergerakan planet, bintang,
matahari, dan bulan, memiliki keterkaitan dengan apa yang terjadi di daratan bumi.
Aktivitas sihir menurutnya, sangat erat kaitannya dengan bintang-bintang di langit
dan sebagian jin atau setan menyembah benda-benda tersebut sebagai perantara
menyembah Allah SWT.

Kitab al-Buni ini merupakan karya klasik berharga dalam menyibak tabir alam gaib,
dengan tetap menjaga koridor-koridor syar’i. Para makhluk lembut itu, baik malaikat
atau jin dengan ragam bangsanya seperti setan dan iblis pada dasarnya memiliki
kewajiban yang sama sebagaimana manusia, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Niat
untuk berinteraksi dengan para makhluk halus itu, harusnya bukan malah
menjerumuskan kita dari kewajiban utama tersebut.

Anda mungkin juga menyukai