Anda di halaman 1dari 24

PENUNTUN PRAKTIKUM

GAS DAN
TERMODINAMIKA

DISUSUN OLEH:
TIM DOSEN KIMIA FISIKA

LABORATORIUM JURUSAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Buku penuntun praktikum Kimia Fisika I ini dipersiapkan dan disusun


untuk keperluan praktikum Kimia Fisika I bagi mahasiswa Program S1 pendidikan
dan non kependidikan di jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan
(UNIMED). Didalam penuntun ini disajikan tujuan percobaan dan pengantar teori
yang berkaitan dengan pekerjaan, alat dan bahan kimia yang diperlukan, prosedur
kerja dan beberapa pertanyaan yang harus dijawab dan disajikan dalam laporan
pratikum.
Buku penentun praktikum Kimia Fisika I ini diharapkan membantu
mahasiswa dalam melaksanakan praktikum dan dijadikan sebagai sarana
memperluas pengetauan khusunya dalam bidang Kimia Fisika .
Buku penuntun ini tentu masih banyak kekurangan, oleh sebab itu tim
penyusun dengan senang hati akan menerima segala saran dan kritik yang bersifat
membangun, sehingga buku penuntun praktikum Kimia Fisika I ini akan lebih
bermanfaat.

Medan, Agustus 2017


Penyusun,

Tim Dosen Kimia Fisika

i
DAFTAR ISI
Hal

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... ii
TATA TERTIB PRATIKUM KIMIA FISIKA ................................................................................................... iii

PERCOBAAN 1 PENENTUAN BERAT MOLEKUL SENYAWA BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA


JENIS GAS....................................................................................................................... 1
PERCOBAAN 2 VOLUME MOLAR PARSIAL .............................................................................................. 5
PERCOBAAN 3 KELARUTAN ZAT SEBAGAI FUNGSI SUHU....................................................................... 9
PERCOBAAN 4 KONSENTRASI KRITIS MISEL ......................................................................................... 12
PERCOBAAN 5 KALOR PEMBAKARAN DERET NORMAL ALKOHOL ....................................................... 15
PERCOBAAN 6 PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN DENGAN ALAT REFRAKTOMETER ................... 18

ii
TATA TERTIB PRATIKUM KIMIA FISIKA
Setiap mahasiswa yang mengikuti praktikum Kimia Fisika wajib mentaati semua
peraturan yang berlaku di Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia UNIMED.

1. Praktikum dibagi dalam beberapa kelompok, dan setiap kelompok terdiri dari 5-6
orang pratikan.
2. Setiap kelompok praktikan memperoleh seperangkat alat percobaan pada lemari
dengan nomor tertentu dan tetap.
3. Kebersihan dan keutuhan alat-alat percobaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya
masing-masing kelompok praktikum.
4. Apabila praktikan merusak atau memecah alat, harus segera dilaporkan kepada
asisten yang bertugas serta mengganti alat yang rusak/pecah tersebut paling
lambat dua minggu setelah kejadian.
5. Mahasiswa yang diperbolehkan pratikum hanya mereka yang telah membuat
persiapan praktikum.
6. Semua praktikan harus menggunakan jas pratikum sewaktu bekerja di
laboratirium. Untuk wanita berambut panjang, rambut tersebut harus diikat, dan
bagi yang berjilbab harus dimasukan kedalam jas pratikum.
7. Pada saat bekerja dilaboratorium :
a. Tidak diperkenenkan makan atau minum di laboratorium.
b. Jika ada zat yang tumpah harus segera dibersihkan.
c. Buanglah sampah yang berupa pecahan gelas/kaca pada tempat pecahan
gelas/kaca.
d. Tutup kembali botol-botolyang telah digunakan.
e. Jangan membuang asam pekat ke dalam bak air sebelum diencerkan.
8. Sealama kegitan praktikum berlangsung, mahasiswa tidak diperkenenkan
memakai sandal dan topi.
9. Tuliskan semua pengamatan yang berkaitan dengn percobaan yang sedang anda
lakukan dalam buku jurnal.
10. Laporan praktikum diserahkan paling lambat satu minggu setelah percobaan
dilakukan.
11. Selesai praktikum, semua alat yang digunakan harus dicuci bersih dan dimasukan
kembali kedalam lemari.
12. Mahasiswa diharuskan datang tepat pada waktunya.
iii
13. Mahasiswa tidak diizinkan meninggalkan partikum kecuali sakit dan ada surat
dokter.
14. Pelanggaran terhadap tata tertib ini dapat menyebabkan kegagalan dalam mata
kuliah Praktikum Kimia Fisika.

iv
PERCOBAAN 1
PENENTUAN BERAT MOLEKUL SENYAWA BERDASARKAN
PENGUKURAN MASSA JENIS GAS

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan berat molekul senyawa yang mudah menguap (volatile) berdasarkan
pengukuran massa jenis gas
2. Melatih menggunakan persamaan gas ideal.

B. Tinjauan Teori
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu sama lain
sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak diantara molekul-
molekulnya sehingga gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruang yang ditempatinya,
bagaimana pun besar dan bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini
baiklah dibayangkan adanya suatu gas ideal yang mempunyai sifat-sifat :
a. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
b. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.
c. Tidak ada perubahan energi dalam (internal energy = E) pada pengembangan.
Sifat-sifat ini didekati oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg dalam keadaan
yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati) misalnya: N 2, O2, CO2,
NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak menyimpang dari gas ideal. Densitas dari gas
dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas, ialah dengan cara membendungkan
suatu volume gas yang akan dihitung berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui
berat molekulnya (sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama.
Densitas gas didenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter. Untuk menentukan berat
molekul ini maka sejumlah gas tertentu ditimbang kemudian diukur PV dan T-nya. Menurut
hukum gas ideal :
P V = n R T...................................................(1)

Bila gas ideal sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang sederhana ialah
PV = n R T, maka sifat-sifat gas sejati hanya dapat dinyatakan dengan persamaan, yang
lebih kompleks lebih-lebih pada tekanan yang tinggi dan temperatur yang rendah. Bila
diinginkan penentuan berat molekul suatu gas secara teliti maka hukum-hukum gas ideal
dipergunakan pada tekanan yang rendah. Tetapi akan terjadi kesukaran ialah bila tekanan

1
rendah maka suatu berat tertentu dari gas akan mempunyai volume yang sangat besar..
Untuk suatu berat tertentu bila tekanan berkurang volume bertambah dan berat per liter
berkurang. Densitas yang didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan densitas
dan tekanan d/p atau W/pV akan tetap, sebab berat total W tetap dan bila gas dianggap gas
ideal pV juga tetap sesuai dengan persamaan berikut :
P V = R T........................................(2)
M = R T = (d/p)o R T................................(3)
(Respati, 1992).
Persamaan gas ideal dan massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat
senyawa yang mudah menguap. Dari persamaan gas ideal didapat :
P·V = n R T......................................................(4)
atau
PV = (m/BM) RT..............................................(5)
Dengan mengubah persamaan, maka :
P(BM) = (m/V) RT = ρRT................................(6)
di mana :
BM : Berat molekul
P : Tekanan gas
V : Volume gas
T : Suhu absolut
R : Tetapan gas ideal
ρ : Massa jenis

Hukum gabungan gas untuk suatu sampel gas menyatakan bahwa perbandingan PV/T
adalah konstan. Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata) seperti metana (CH3) dan oksigen
dilakukan pengukuran secara cermat, tetapi ternyata hal ini tidak benar betul. Gas hipotesis
yang dianggap akan mengikuti hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan hukum
gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan disebut gas ideal. Gas nyata akan menyimpang
dari sifat gas ideal.. Pada tekanan yang relatif rendah termasuk pada tekanan atmosfer serta
suhu yang tinggi, semua gas akan menempati keadaan ideal sehingga hukum gas gabungan
dapat dipakai untuk segala macam gas yang digunakan (Brady, 1999).
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat digunakan untuk
menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal ini disarankan konsep gas ideal, yakni
gas yang akan mempunyai sifat sederhana yang sama dibawah kondisi yang sama (Haliday,

2
1978). Persamaan yang menghubungkan langsung massa molekul gas dengan rapatannya
dapat diturunkan dari hukum gas ideal. (Haliday, 1978).

C. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
1. Labu erlenmeyer 150 ml 1 buah
2. Selang 1 buah
3. Alumunium foil 1 buah
4. Karet gelang 1 buah
5. Jarum 1 buah
6. Neraca 1 buah
7. Desikator 1 buah
8. Penangas Air 1 buah
9. Termometer 1 buah

Bahan-bahan yang digunakan:


1. Cairan Volatile (Aseton / Kloroform)
2. Aquades

D. Prosedur Kerja
1. Mengambil sebuah labu erlenmeyer yang berleher kecil, yang bersih dan kering,
kemudian menutup dengan aluminium foil dan kencangkan dengan karet gelang.
2. Menimbang labu erlenmeyer beserta aluminium foil dan karet gelang dengan
menggunakan neraca analitik.
3. Memasukkan sebanyak 5 ml cairan volatil ke dalam labu erlenmeyer, kemudian
menutup kembali dengan aluminium foil dan mengencangkan dengan karet gelang.
Kemudian dengan menggunakan jarum dibuat lubang kecil pada aluminium foil.
4. Merendam labu erlenmeyer di dalam penangas air dengan temperatur kurang dari
100oC
5. Membiarkan sampai seluruh cairan volatil menguap, mencatat temperatur penangasnya,
kemudian diangkat. Lalu mengeringkan bagian luar labu erlenmeyer, kemudian
diletakkan di dalam desikator untuk didinginkan.
6. Menimbang labu erlenmeyer yang telah dingin tanpa melepas aluminium foil dan karet
gelang.

3
7. Menentukan volume dari labu erlenmeyer dengan cara mengisi labu dengan air sampai
penuh.
8. Mengukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer.

Tugas :
1. Hitung berat molekul dan densitas larutan volatile,
2. Berdasarkan berat molekul dan densitas larutan volatile yang telah anda cari, tentukan
nama larutan volatile tersebut?

Data Pengamatan :

No. Pengamatan Zat Volatile : …………….


Massa labu Erlenmeyer, alumunium foil,
1.
karet gelang
Massa labu Erlenmeyer, alumunium foil,
2.
karet gelang + cairan volatile
3. Massa cairan volatile
4. Massa Erlenmeyer + air
5. Massa air
6. Temperatur air
P Temperatur air saat cairan volatile
7.
E menguap
R8. Tekanan atmosfer
C9. Massa jenis air
O
DAFTAR PUSTAKA
1. Brady, James E. 1999. Kimia Universitas, Jilid 1, edisi kelima. Binarupa Aksara.
Jakarta.
2. Halliday dan Resnick. 1978. Fisika Jilid I. Erlangga. Jakarta.
3. Respati. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia Untuk Universitas. Rineka Cipta. Yogyakarta.
4. Tim Dosen Kimia Fisika. 2012. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Jakarta: TGP
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

4
PERCOBAAN 2
VOLUME MOLAR PARSIAL

A. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat menentukan volume molal parsial komponen larutan.

B. Tinjauan Teori
Sifat suatu larutan, misal campuran alkohol dan air, berubah secara kontinyu akibat
perubahan komposisi. G.N. Lewis mengembangkan differensial eksak untuk memperoleh
kuantitas volume molal parsial. Jika ditinjau sifat ekstensif suatu larutan biner pada suhu dan
tekanan konstan, G, maka G merupakan fungsi dua variabel n1 dan n2 yang menyatakan
jumlah mol komponen 1 dan 2. Sifat molal parsial didefinisikan sebagai :
G1 = (G/n1) n2,T,P
G2 = (G/n2) n1,T,P
Pada suhu dan tekanan tetap, secara matematis konsep diatas menjadi :
G(n1, n2) = n1G1 + n2G2
Volume termasuk sifat ekstensif dari suatu larutan, sehingga suatu volume larutan biner dapat
dinyatakan sebagai berikut :
V = n1V1 + n2V2
Volume molal parsial komponen 1 dan 2 dapat ditentukan dengan mengukur densitas larutan.
Metoda grafik seperti digambarkan oleh Lewis dan Randall dapat digunakan sebagai metoda
pengolah data. Metoda ini menggunakan volume molal semu  untuk perlakuan larutan biner,
yaitu :

dimana V adalah volume larutan yang mengandung komponen n1 dan n2 sedangkan V1
adalah volume molar pelarut murni pada P dan T.
Dari persamaan volume molal semu, maka volume larutan adalah :
V = n2 + n1V1
Di dalam larutan ini, untuk setiap 1000 gram air (55,51 mol) terdapat m mol terlarut. Jadi, n1
= 55,51 mol dan n2 = m mol, sehingga volume molal parsial semu menjadi :

5
V1 adalah volume molal air murni yang dapat dihitung dari berat molekul air dibagi dengan
berat jenis pada keadaan yang diamati. Untuk larutan tersebut dipenuhi :

V =

n1V1 =

dan

 =

dengan , berturut-turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni, sedangkan M2
adalah massa molekul relatif. Sehingga volume molal-molal parsial semu menjadi:

 =

Dalam persamaan tersebut, W, Wo, dan We adalah berat piknometer yang dipenuhi larutan,
piknometer berisi air dan piknometer kosong.
Volume molal parsial pelarut (komponen 1) dan terlarut (komponen 2) dihitung dari
volume molal parsial dan diperoleh hasilnya sebagai berikut :

V1 = = 1/n1 [n1V1 - n22 ( / n2)] = V1 - (m2/55,51)( / m)

V2 =  + n2 ( / n2) =  + m ( / m)


Untuk larutan elektrolit sederhana (contoh NaCl) ditemukan bahwa  linier terhadap m,
untuk konsentrasi yang tidak pekat.
Karena :
( / m) = ( / m) (m / m) = [1/(2m)] [( / m)]
Sehingga volume molal parsial komponen kedua menjadi :

V2 =  + [

Jika untuk larutan NaCl,  linier terhadap m, maka :

 =  + m [ ]

6
Sehingga :

V2 =  + [ ]

Nilai  diperoleh dari ekstrapolasi grafik  lawan m pada konsentrasi m mendekati nol.
Ini berarti volume molal parsial komponen 1 menjadi :

V1 = V1 - [ ]

Dengan membuat grafik  lawan m yang linier, maka slope [( / m)] dapat dicari dan
volume molal parsial pelarut dapat dihitung. Demikian juga dari nilai gradien [( / m)]
dan , volume molal parsial terlarut dapat dihitung.

C. Alat dan Bahan yang Diperlukan


Alat-alat yang digunakan :
1. Piknometer 2 buah
2. Labu ukur 100 mL 3 buah
3. Erlenmeyer 250 mL 2 buah
4. Gelas kimia 250 mL 1 buah
5. Gelas kimia 100 mL 1 buah
6. Pipet ukur 50 mL 2 buah

Bahan-bahan yang digunakan :


1. NaCl
2. Aquades

D. Prosedur Kerja
1. Buatlah 100 mL larutan NaCl 3,0 M. Timbanglah garam dengan teliti dan gunakan labu
ukur untuk pengencerannya
2. Encerkan larutan pada tahap 1 sehingga diperoleh konsentrasi NaCl 1,5 M; 0,75 M;
0,375 M dan 0,1875 M.
3. Timbanglah piknometer kosong, piknometer penuh dengan aquades dan piknometer
penuh dengan NaCl untuk seluruh konsentrasi pada tahap 2.

7
Perhitungan dan tugas untuk Laporan
1. Molalitas larutan m dapat diperoleh dari molaritas larutan M dengan menggunakan
persamaan berikut :
m = 1 / {(/M) – (M2 / 1000)}
dengan M2 adalah berat molekul terlarut dan  adalah berat jenis larutan.
Berat jenis larutan diperoleh dari persamaan :
 = (W - We) / Vp
Vp adalah volume piknometer yang diperoleh dari pengukuran berat air di dalam piknometer
pada temperatur yang diamati dan data berat jenis air pada temperatur tersebut  (dari Tabel)
Vp = (Wo - We) / 
 =  (W - We) / (Wo - We)
2. Hitunglah V1 dan V2 untuk setiap konsentrasi pada percobaan diatas, kemudian buatlah
grafik V1 lawan m V2 lawan m.

8
PERCOBAAN 3
KELARUTAN ZAT SEBAGAI FUNGSI SUHU

A. Tujuan Percobaan
1. Untuk menentukan kelarutan suatu zat pada berbagai temperatur.
2. Untuk menentukan kalor pelarutan differensial.

B. Tinjauan Teori
Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul-molekul zat yang larut
dengan yang tidak larut. Keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut:
A(s) A(aq)
Apabila keseimbangan tersebut terjadi oleh garam yang sukar larut, maka dapat dituliskan
sebagai berikut:
AxBy(s) xAy+(aq) + yBx-(aq)
Hubungan antara konsentrasi zat dalam keseimbangan dengan suhu dinyatakan seperti
Persamaan (1).
dlnS/dT = ΔH/RT2 .....................................................................................….(1)
Bila Persamaan (1) diintegralkan akan diperoleh Persamaan (2).
ln S2/S1 = ΔH/R (1/T) + konstanta .................................................................(2)
atau
ln S2/S1 = − ΔH / R ( T1 − T2 ) ......................................................................(3)
dimana
S1, S2 : kelarutan zat masing-masing pada T1 dan T2 yang dinyatakan dalam
mol per 1000 gram pelarut.
ΔH : Kalor pelarutan
R : tetapan gas umum
Pada umumnya kalor pelarutan adalah positif atau pelarutan suatu zat bersifat endotermik.
Dengan demikian menurut van’t Hoff makin tinggi suhu makin banyak zat yang dapat larut.
Sementara untuk zat yang kalor pelarutannya negatif akan berlaku sebaliknya.

C. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan :
1. Gelas kimia 2 buah
2. Tabung Reaksi 2 buah

9
3. Batang Pengaduk 1 buah
4. Termometer 1 buah
5. Pipet Gondok 1 buah
6. Erlenmeyer 1 buah
7. Labu Takar 1 buah
8. Kaca Arloji 1 buah
9. Buret 1 buah

Bahan yang digunakan :


1. Asam Oksalat atau asam lain sesuai petunjuk dosen pembimbing
2. NaOH
3. Aquadest
4. Indikator Fenolptalein
5. Es

D. Prosedur Kerja :
1. Buatlah @ 50 ml atau setengah tabung reaksi besar larutan jenuh dari zat yang
ditugaskan dengan cara sebagai berikut : air dimasukkan kedalam tabung reaksi ± 1/3
tabung, kemudian dipanaskan pada ± 60oC, kemudian dimasukkan asam oksalat atau
asam lain yang telah ditentukan sampai larutan menjadi jenuh.
2. Selanjutnya masukkan tabung reaksi besar yang berisi larutan jenuh kedalam beaker
glass yang berisi air pada suhu kamar.
3. Lengkapi tabung reaksi besar dengan batang pengaduk dan termometer.
4. Aduk terus larutan didalam tabung reaksi besar. Pada temperatur 40oC pipetlah 10 ml
larutan dan encerkan hingga 100 ml dalam labu ukur 100 ml.
5. Lakukan pengambilan yang sama pada 30oC, 20oC dan 10oC. Untuk dapat mencapai
20oC dan 10oC diperlukan es sebagai pendingin. Ujung pipet perlu dibungkus dengan
kertas saring agar zat padat tidak memasuki pipet ketika pemipetan dilakukan.
6. Titrasi keempat larutan itu dengan menggunakan larutan NaOH dan menggunakan
Fenolftalein.

10
Data Pengamatan :
Temperatur (oC) Volume NaOH titer
40 NaOH 0,5 N = ml
30 NaOH 0,5 N = ml
20 NaOH 0,2 N = ml
10 NaOH 0,2 N = ml

Tugas :
1. Tentukan kelarutan zat tersebut pada keempat temperatur
2. Buatlah grafik hubungan antara ln s terhadap 1/T
3. Berdasarkan grafik tersebut, tentukan harga kalor pelarutan dari zat tersebut dalam air.

DAFTAR PUSTAKA
1. Castellan, G.W., 1983, physical Chemistry, edisi ketiga, Addison-Wesley Publishing
Co.Inc, Massachusetts.
2. Daniels, F, dkk, 1956, Experimental Physical Chemistry, 5thedition, Mc Graw- Hill, New
York.
3. Shoemaker DP., dkk., 1989. Experimental in Physical Chemistry, 5thedition, Mc Graw-
Hill, New York.

11
PERCOBAAN 4
KONSENTRASI KRITIS MISEL

A. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat menentukan konsentrasi kritis misel dari gelatin pada pelarut air dan
penentuan harga entalpinya.

B. Tinjauan Teori
Di dalam larutan encer, zat pemantap (surfaktan) bersifat sebagai zat terlarut normal.
Untuk larutan dengan konsentrasi tinggi/ larutan pekat, maka akan terjadi perubahan
mendadak pada beberapa sifat fisik seperti tekanan osmose, turbiditas, daya hantar listrik
tegangan muka.
Mc. Bain menjelaskan bahwa sifat anomali ini disebabkan oleh adanya penggabungan
(agregasi) dari ion-ion surfaktan yang disebutkan “misel”, dimana rantai hidrokarbon yang
liofil akan menuju ke bagian dalam dari misel, dan meninggalkan gugus hidrofil yang
berkontak pada medium air. Konsentrasi dimana misel mulai terbentuk disebut konsentrasi
kritis misel (k.k.m) atau critical Micells concentrations (cmc).
Fenomena terbentuknya misel dapat dijelaskan sebagai berikut. Konsentrasi surfaktan yang
mengalami adsorpsi pada antar muka akan bertambah jika konsentrasi surfaktan total
dinaikkan, sehingga tercapai suatu titik dimana baik pada antar muka maupun dalam cairan
menjadi jenuh dengan monomer. Keadaan inilah yang disebut dengan kkm. Jika surfaktan
terus ditambah lagi hingga berlebihan, maka akan beragregasi berbentuk misel. Pada
peristiwa ini, energi bebas sistem berkurang.

Ketajaman kkm
Pada kesetimbangan diantara molekul-molekul atau ion-ion misel yang tidak
berasosiasi, berlaku hukum aksi massa untuk kesetimbangan miselisasi. Jika C adalah
konsentrasi larutan, X adalah fraksi dari satuan monomer yang diendapkan dan m adalah
jumlah satuan monomer persatuan misel, maka berlaku :

mX (X) m
C(1-X) C X/ m

K =

12
Energi Miselisasi
Pembentukan misel dapat terjadi pada konsentrasi diatas kkm. Untuk mengetahui harga
kkm yang paling tepat, diperlukan adanya tabel entalpi, karena entalpi sangat erat kaitannya
dengan kkm. Jika K = konstanta kesetimbangan, dan perubahan energi bebas standar =
G, maka untuk miselisasi 1 mol surfaktan adalah :
G = (-RT ln K) / m
G = - (RT / m) ln (C.X/m) + RT ln {C(1-X)}
Pada kkm, X = 0 dan G = RT ln (kkm)
Sehingga : S = {-d(G) / dT} = {-RT d ln (kkm)} / dT
Ini berarti : H = G + TS ; G = 0
H = {-RT2 d ln (kkm)} / dT
Dengan mengintegrasi persamaan di atas, maka diperoleh :
ln (kkm) = (H / RT) + konstanta
Sehingga dengan membuat grafik ln (kkm) terhadap 1/T dapat diperoleh nilai H/R sebagai
slopenya.

4. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan :
1. Labu ukur 100 mL 4 buah
2. Labu ukur 1000 mL 1 buah
3. Gelas kimia 100 mL 2 buah
4. Kaca arloji 1 buah
5. Pipet ukur 50 mL 1 buah
6. Alat pengukur daya hantar 1 set

Bahan-bahan yang digunakan :


1. Gelatin
2. Aquades

5. Prosedur Kerja
1. Larutkan 5 gram gelatin ke dalam 1 liter aquades
2. Dari larutan di atas, diambil 42,0 ; 44,0 ; 44,8 ; 45,2 ; 45,6 ; 46,0; 46,4; 46,8; 47,2;
47,6; 48,0; 50,0; dan 52,0 mL, kemudian encerkan dengan menggunakan labu100 mL.

13
3. Untuk masing-masing larutan di atas ukur daya hantar listriknya pada beberapa
temperatur (30, 32, 34, 36, 38, dan 40C)

Perhitungan dan Tugas untuk Laporan


1. Buat grafik daya hantar listrik vs konsentrasi pada masing-masing suhu untuk
mendapatkan harga konsentrasi krisis misel (kkm)
2. Buat grafik ln kkm vs 1/T untuk menentukan entalpi miselisasi (H)

14
PERCOBAAN 5
KALOR PEMBAKARAN DERET NORMAL ALKOHOL

A. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menetukan kalor pembakaran deret normal alkohol.

B. Tinjauan Teori
Kalor pembakaran suatu zat adalah kalor yang dibebaskan apabila suatu zat dibakar
sempurna dengan menggunakan oksigen.. Dalam hal pembakaran alkohol dengan oksigen
maka akan terjadi pemecahan alkohol membentuk CO2 dan air yang disertai dengan
pembebasan kalor. Besarnya kalor yang dibebaskan dapat ditentukan, misalnya pembakaran
metanol, dapat ditunjukkan oleh reaksi berikut:
2CH3OH (l) + 3O2 (g) 2 CO2 (g) + 4 H2O (l) + Energi
Unsur-unsur karbon dan hidrogen, bila teroksidasi akan menghasilkan CO2 dan air, dan kalor
pembentukannya adalah:
H2 (g) + ½ O2 (g) H2O (l) ΔH = -57,8 kkal/mol
C (s) + O2 (g) CO2 (g) ΔH = -94,4 kkal/mol
Kalor pembakaran negatif berarti bahwa untuk membentuk zat tersebut disertai dengan
pembebasan energi atau kalor. Dengan demikian maka pada pembakaran alkohol akan
banyak dihasilkan energi atau kalor.
Deret normal alkohol adalah deret alkohol yang tidak mempunyai rantai cabang, jadi
dengan kata lain semua alkohol jenis ini adalah alkohol primer yang tidak memiliki rantai
cabang. Sebagai contoh, metanol, etanol, n-propanol dan n-butanol. Makin panjang rantai
karbon makin besar kalor pembakarannya, dengan kenaikan energi yang sebanding dengan
kenaikan panjang rantainya.

C. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan :
1. bejana didih 1 buah
2. termometer 1 buah
3. lampu siritus 1 set
4. neraca 1 set

15
Bahan yang digunakan :
1. metanol
2. etanol
3. n-propanol
4. n-butanol

D. Prosedur Kerja
1. Timbang bejana didih, kemudian isi bejana dengan akuades sebanyak 300 mL pada suhu
kamar dan timbang bejana yang berisi akuades ini, sehingga akan diketahui massa akuades.
Catat suhu kamar (T1) dan massa akuades (G2).
2. Timbangan lampu kosong, kemudian isilah lampu dengan n-propanol sebagai standar dan
timbang lampu yang berisi n-propanol ini, sehingga akan diketahui massa n-propanol
mula-mula
3. Nyalakan lampu pembakaran di bawah bejana didih, aduk bejana yang berisi akuades
dengan termometer sambil dilihat sampai suhunya naik 100 oC. Catat suhu ini (T2).
4. Padamkan lampu, kemudian lampu ditimbang kembali. Dari sini akan diketahui banyaknya
n-propanol yang terbakar (G1), yaitu selisih antara massa sebelum lampu dinyalakan
dengan massa sesudah lampu dipadamkan nyalanya.
5. Ulangi percobaan di atas dengan mengambil alkohol yang lain, yaitu metanol, etanol,
nbutanol, dan n-pentanol.

Cara Perhitungan Dengan menggunakan asas Black, diperoleh:


(G1/Mr) ΔHc = W(T2-T1) + G2. Cp (T2-T1) Keterangan:
G1 : massa alkohol yang terbakar
G2 : massa akuades yang dipanaskan
Mr : massa molekul relatif alkohol
ΔH : kalor pembakaran alokohol
W : harga air dari bejana didih
Cp : kalor jenis air pada suhu percobaan
(T2-T1) : selisih suhu akuades mula-mula dengan sesudah percobaan

Harga air bejana didih dapat ditentukan dari percobaan dengan larutan standar propanol
berdasarkan kalor pembakaran n-propanol yang telah diketahui (ΔHc = -536,0 kkal/mol),

16
selanjutnya dapat juga ditentukan harga kalor pembakaran anggota deret normal alkohol yang
lain.

Berdasarkan kalor pembakaran n-propanol tentukan harga air bejana didih. b. Hitung kalor
pembakaran untuk metanol, etanol, n-butanol, dan n-pentanol. c. Buatlah grafik antara
besarnya kalor pembakaran terhadap massa molekul relatif alkohol.

Hasil Pengamatan
Ulangan Massa lampu Massa lampu + Massa lampu + zat
Zat
percobaan kosong (gram) zat awal (gram) akhir (gram)

17
PERCOBAAN 6
PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN DENGAN ALAT REFRAKTOMETER

A. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja refraktometer dan menentukan konsentrasi
suatu larutan gula melalui kurva kalibrasi dengan alat refraktometer.

B. Tinjauan Teori
Jika cahaya masuk dari suatu medium ke medium lain, frekuensi cahaya tidak berubah
tetapi cepat rambatnya akan berubah. Perbandingan cepat rambat cahaya dalam ruang hampa
(c) dengan cepat rambat cahaya dalam medium (v) disebut indeks bias mutlak dari medium
(n), yang dinyatakan dengan persamaan:
n=c/v
cepat rambat dalam medium (v) lebih kecil dibandingkan cepat rambat dalam ruang hampa
(c). Hal ini disebabkan oleh redaman osilasi dari atom – atom dalam medium. Dengan kata
lain cepat rambat cahaya ditentukan oleh atom – atom (n). Secara atomik nilai indeks bias
dirumuskan :
n = 1 + N e2/ me ɛo x ΣFi / Wi
Keterangan:
N = jumlah atom persatuan volume
e = elektron
me = massa elektron
Fi = kekuatan isolasi
Wi = frekuensi karakteristik
ɛo = permitas ruang hampa

dari persamaan indeks bias dapat dipahami bahwa indeks bias berbanding lurus dengan
jumlah atom persatuan volume. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan semakin besar pula indeks biasnya

18
C. Alat Dan Bahan Yang Diperlukan
Alat – alat yang digunakan :
1. Refraktometer
2. Pipet ukur 10 mL 1 buah
3. Pipet volume 25 mL 1 buah
4. Gelas kimia 100 mL 2 buah
5. Pengaduk 1 buah
6. Labu ukur 50 ml 1 buah
Bahan – bahan yang digunakan :
1. Gula
2. Aquades

D. Prosedur Kerja
1. Buat larutan gula dengan konsentrasi 5% berat sebanyak 50 mL. Teteskan larutan gula
5% tersebut di atas prisma refraktometer, kemudian tutup, diamati dan dicatat indeks
biasnya
2. Ulangi tahap 2 untuk larutan 2 dengan berbagai konsentrasi (% berat), yaitu 4%. 3%,
2%, 1% dengan cara pengenceran dan 0% yakni air murni tanpa gula.
3. Tentukan indeks bias untuk larutan sampel yang diberikan oleh asisten

Tugas Untuk Laporan


1. Buat tabel pengamatan seperti berikut:
Larutan gula Indeks bias (n)
5%
4%
3%
2%
1%
0%
Sampel

2. Buat kurva kalibrasi antara indeks bias (n) terhadap konsentrasi (%) dan tentukan
konsentrasi larutan sampel berdasarkan kurva tersebut.

19

Anda mungkin juga menyukai