OLEH
KELOMPOK 2 :
1. ALEKSIUS RONALDIA BILLA (1701050043)
2. BENTRUIDA LOBO (1701050018)
3. CLAUDYA G. K. NUBAN (1701050023)
4. ELFIANA HARDIANTI JUITA (1701050010)
5. FEBRONIA HERLINDA LALUS (1701050045)
6. JENNY C. F. BESIN (1701050013)
7. MEDIANA LODA LENDE (1701050058)
8. SRIYANTI ALETA LUSI (1701050039)
[1]
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
[2]
DAFTAR ISI
[3]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
[4]
tekanan, volum dan suhu yang sering disebut dengan teori kinetik gas.
Didalam makalah ini juga ada tentang jenis-jenis gas seperti gas monatik,
diatomic, dan poliatomik. Dan sifat-sifat gas yang sering kita dapati didalam kehidupan
kita
B. Rumusan Masalah
[5]
BAB II
PEMBAHASAN
Keterangan:
p1 : tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
p2 : tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
V1 : volume gas pada keadaan 1 (m3)
[6]
Hukum Charles dikemukakan oleh fisikawan Prancis bernama Jacques Charles.
Charles menyatakan bahwa jika tekanan gas yang berada dalam bejana tertutup
dipertahankan konstan, maka volume gas sebanding dengan suhu mutlaknya. Untuk gas
V1 V2
=
T1 T2
yang berada dalam dua keadaan seimbang yang berbeda pada tekanan konstan, diperoleh
persamaan sebagai berikut
Keterangan:
V1 : volume gas pada keadaan 1 (m3)
V2 : volume gas pada keadaan 2 (m3)
T1 : suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K)
T2 : suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)
Apabila hubungan antara volume dan suhu pada hukum Charles Anda
lukiskan dalam grafik, maka hasilnya tampak seperti Kurva yang terjadi disebut kurva
isobarik yang artinya bertekanan sama.
p1 p2
=
T1 T2
Keterangan:
T1 : suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K)
T2 : suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)
p1 : tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
p2 : tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
[7]
Apabila hubungan antara tekanan dan suhu gas pada hukum Gay Lussac dilukiskan
dalam grafik, maka hasilnya tampak seperti pada Gambar 8.3. Kurva yang terjadi disebut
kurva isokhorik yang artinya volume sama.
p
Gambar 8.3 Grafik
V >V >V
3 2 hubungan tekanan dan
1
V
1
V
suhu gas pada volume
2
konstan (isokhorik)
V3
Apabila hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum Gay Lussac digabungkan, maka
diperoleh persamaan sebagai berikut.
p1V1 p2V2
=
T1 T2
Persamaan di atas disebut hukum Boyle-Gay Lussac. Anda telah
mempelajari hukum-hukum tentang gas, yaitu hukum Boyle, Charles, dan Gay Lussac.
Namun, dalam setiap penyelesaian soal biasanya menggunakan hukum Boyle-Gay
Lussac. Hal ini disebabkan hukum ini merupakan gabungan setiap kondisi yang
berlaku pada ketiga hukum sebelumnya
[8]
terjadi pada waktu yang sangat singkat (molekul dapat dipandang
seperti bola keras yang licin).
g. Hukum-hukum Newton tentang gerak berlaku pada molekul gas
ideal.
pV
= tetapan (konstan)
T
Para ahli kimia menemukan bahwa tetapan (konstan) itu sebanding dengan jumlah
mol (n R). Oleh karena itu, persamaannya menjadi seperti berikut
PV
= nR atau PV = nRT
T
R selanjutnya disebut konstanta gas umum yang nilainya 8,31 J/mol K atau
N R
pV = RT = N( )T
Na Na
𝑁
0,082 L atm/mol K. Persamaan ini disebut persamaan gas ideal. Jika 𝑛 = 𝑁
𝑎
maka persamaan gas ideal di atas dapat ditulis sebagai berikut.
N R
pV = RT = N( )T
Na Na
𝑅
jika 𝑁 = k, maka persamaannya menjadi :
𝑎
pV = NkT
[9]
m m RT
pV = RT =
M Vm
𝑚
jika = 𝜌, maka persamaannya menjadi :
𝑉
qRT
p=
m
Dengan ρ merupakan massa jenis benda.
Misalnya terdapat suatu molekul gas ideal yang berada dalam sebuah bejana
berbentuk kubus dengan panjang sisi L. Molekul gas tersebut memiliki massa m, dan
kecepatan terhadap sumbu X sebesar vx. Sebelum molekul menumbuk dinding
momentumnya m × vX. Setelah menumbuk dinding molekul berubah arahnya
sehingga momentumnya menjadi -m × vX. Jadi, setiap kali molekul menumbuk
dinding, molekul tersebut mengalami perubahan momentum sebesar selisih antara
momentum sebelum tumbukan dan momentum setelah tumbukan. Secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut.
Δp = p1 – p2
= (m × vX) – (-m × vX)
= 2 m vX
Molekul tersebut akan menumbak dinding untuk kedua kalinya setelah
2L
Δt =
vX
selang waktu
Sehingga momentum persatuan waktu yang diberikan oleh molekul ke dinding bejana
adalah:
[10]
Δ 2 mvX 2 mvX2
pX =
Δ 2L 2L
vX
Diketahui bahwa molekul gas bergerak dalam tiga dimensi (ke segala arah). Sesuai
dengan anggapanbahwa setiap molekul bergerak acak ke segala arah, maka rata-rata kecepatan
kuadrat kelajuan pada arah sumbu X,Y, dan
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Z adalah sama besar ( 𝑣𝑋2 = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑣𝑌2 = ̅̅̅
𝑣𝑍2 ). Jadi, resultan rata-rata
kuadrat
v = vX = vY = vZ = 3vX atau v2 =
2 2 2 2 v2
1
Nm v
p= =
L3 3 L3
1 Nmv2 1
p= atau pV = mv2 N
3 V 3 3
[11]
1
Jika dihubungkan dengan energi kinetik rata-rata (𝐸𝐾 = 2 𝑚𝑣 2 maka persamaan menjadi:
Keterangan:
p : tekanan gas (Nm–2)
N : jumlah molekul
v : kecepatan (m/s)
m : massa molekul (kg)
V : volume gas (m3)
Ek : energi kinetik (J)
2
NKT = E N atau E = atau T = (untuk N = 1)
3
Kecepatan efektif vrms (rms = root mean square) didefinisikan sebagai akar dari
rata-rata kuadrat kecepatan.
[12]
1 1
𝐸𝑘 = 2 ̅̅̅̅̅̅
Mengingat bahwa ̅̅̅ 2
𝑚𝑣 2 = 2 𝑚𝑣𝑟𝑚𝑠 , maka persamaan dapat ditulis menjadi:
𝑅 𝑀
Karena 𝑘 = 𝑁 dan 𝑚 = 𝑁 𝑟 , maka persamaan menjadi:
𝑎 𝑎
𝑚
Mengingat bahwa massa jenis 𝜌 = 𝑉 , maka persamaan tekanan gas dan kecepatan
efektifnya dapat ditulis:
2
p= E atau p V = EN
3 1𝑚 2 1 2 3 3𝑝
𝜌= 𝑣𝑟𝑚𝑠 = 𝜌𝑣𝑟𝑚𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑣𝑟𝑚𝑠 = √
3𝑉 3 𝜌
energi. Derajat kebebasan yang dimaksud dalam teorema ekipartisi energi adalah
setiap cara bebas yang dapat digunakan oleh pertikel unutk menyerap energi. Oleh
karena itu, setiap molekul dengan f derajat kebebasan akan memiliki energi rata-rata.
1
E = f ( kT)
2
Pada molekul gas monoatomik atau beratom tunggal, molekul melakukan gerak
translasi sehingga energi yang ada masing-masing digunakan untuk gerak translasi
1 1 1
pada arah sumbu X, Y, dan Z (2 𝑚𝑣𝑥2 , 2 𝑚𝑣𝑦2 , 2 𝑚𝑣𝑍2 ). Oleh karena itu molekul gas
monoatomik dikatakan memiliki tiga derajat kebebasan.
Untuk molekul gas diatomik atau beratan dua, di samping melakukan gerak
translasi, molekul juga melakukan gerak rotasi dan vibrasi. Perhatikan Gambar 8.5
berikut!
[13]
Y Y Y
pusat massa
Vy
m2 m m
m1 m2 m1
X
Vx
Vz
Z Z Z
(a) (b) (c)
Gambar 8.5 (a) Gerak translasi, (b) Gerak rotasi, (c) Gerak vibrasi
Dalam model yang melibatkan gerak translasi dan rotasi, molekul gas diatomik digambarkan
sebagai dua buah bola yang dihubungkan oleh batang. Pusat massa molekul melakukan gerak
translasi dengan komponen energi kinetik pada arah sumbu X, Y, dan Z
1 1 1
(( 𝑚𝑣𝑥2 , 𝑚𝑣𝑦2 , 𝑚𝑣𝑍2 ), sehingga memiliki tiga derajat kebebasan. Molekul juga dapat
2 2 2
melakukan gerak rotasi terhadap sumbu X,Y dan Z dengan energi kinetik rotasi masing-
1 1 1
masing 𝐸𝑘𝑋 = 2 𝐼𝑋 𝑤 2 , 𝐸𝑘𝑦 = 2 𝐼𝑦 𝑤 2 , 𝐸𝑘𝑧 = 2 𝐼𝑧 𝑤 2. Namun karena kedua atom merupakan
massa titik dengan batang penghubung terletak pada sumbu X sebagai proses, maka momen
inersia terhadap sumbu X, yaitu IX= 0. Akibatnya energi kinetik rotasi terhadap sumbu X yaitu
1
𝐸𝑘𝑋 = 2 𝐼𝑋 𝑤 2 =0. Oleh karena itu, gerak rotasi hanya memiliki dua komponen energi kinetik
yaitu 𝐸𝑘𝑦 dan 𝐸𝑘𝑧 . Hal ini menunjukan banwa gerak rotasi molekul hanya memiliki dua
derajat kebebasan.
Keterangan:
U : energi dalam gas (J) N : banyaknya molekul
f : derajat kebebasan k : tetapan Boltzman
T : suhu mutlak (K) R : tetapan umum gas
Berdasarkan rumus di atas, besar energi dalam tergantung dari jumlah molekul, suhu
gas, serta jenis gas apakah monoatamik, diatomik, atau triatomik.
1. Gas monoatomik (f = 3) seperti He, Ne, dan Ar.
3
𝑈 = 𝑁𝐸̅ = 𝑁𝐸 ̅̅̅𝑘 = 𝑁𝑘𝑇
2
2. Gas diatomik seperti H2, O2, dan H2.
[14]
Pada suhu rendah (T = ± 250 K), f = 3, maka 𝑈 = 𝑁𝐸̅ = 𝑁𝐸
̅̅̅𝑘 =
3
𝑁𝑘𝑇
2
̅̅̅𝑘 = 7 𝑁𝑘𝑇
Pada suhu tinggi (T= ±1000 K), f = 7, maka 𝑈 = 𝑁𝐸̅ = 𝑁𝐸 2
[15]
Contoh Soal
mutlak dan E = energi kinetic rata-rata molekul gas. Berdasarkan persamaan diatas
adalah....
A. Semakin tinggi suhu gas, energy kinetiknya semakin kecil
B. Semakin tinggi suhu gas, gerak partikel gas semakin lambat
C. Semakin tinggu suhu gas, gerak partikel gas semakin cepat
[16]
D. Suhu gas berbanding terbalik dengan energy kinetic kinetic gas
E. Suhu gas tidak mempengaruhi gerak partikel gas
Pembahasan
4. Pertama, tentukan terlebih dahulu jumlah mol dari gas argon tersebut.
Pv= nRT
3 -3
10 X 3 X 10 = n X 8,314 X (273 + 27)
300
n= = 0,12 mol
2494,2
Jumlah partikel gas argon dalam tabung tersebut adalah
N = nNA = 0,12 X 6,02 X 1023
= 0,27 X 1023
[17]
5. Dari persamaan energy kinetic gas ideal, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
suhu gas maka energy kinetic gas tersebut akan semakin besar dan gerak partikelnya
akan semakin cepat.
[18]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persamaan gas ideal secara umum dirumuskan sebagai berikut :
𝑝𝑉 = 𝑛𝑅𝑇 atau 𝑝𝑉 = 𝑁𝑘𝑇.
Keadaan standar yaitu keadaan gas pada tekanan 1 atmosfer dan suhu 0℃. 1 mol
gas pada keadaan standar mempunyai volume 22,4 liter.
𝑃1𝑉1 𝑃2𝑉2
Persamaan hokum Boyle-gay Lussac 𝑇1
= 𝑇2
.
Hubungan antara suhu, tekanan, dan energy pada suatu gas dapat diterangkan
secara matematis menggunakan teori kinetic gas.
Hubungan ketiga besaran teori tersebut adalah
2 1 2 𝐸𝑘
𝑝𝑉 = 3 𝑁𝐸𝑘 , 𝑝𝑉 = 3 𝑁𝑚𝑣 2, dan 𝑇 = 3 𝑘
.
Persamaan kelajuan efektif adalah
3𝑘𝑇 3𝑅𝑇 2𝐸𝑘 3𝑃
𝑣𝑟𝑚𝑠 = √ 𝑚
=√ 𝑀
=√𝑚
= 𝜌
.
[19]
DAFTAR PUSTAKA
Albert J. Ruff dkk. 2001. Ilmu Pengetahuan Populer Fisika. Grolier International, Inc.
Halliday, Resnick. 1991. Fisika Jilid 1, 2 (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sutrisno, Tan Ik Gie. 1986. Seri Fisika. Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITB.
Sears, Zemansky. 1971. Fisika untuk Universitas. Jakarta: Penerbit Binacipta.
Tipler, P.A. 1991. Physics For Scientists and Engineers. Worth Publisher.
[20]