Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

‘’Gas Nyata, Gas Ideal dan Kinetika Gas ”

DISUSUN OLEH :

Eggio Vanaf Ilarno (19520003)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS TAMAN SISWA
2020

1
KATA PENGANTAR 
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan modul dan makalah ini, tak lupa juga sholawat serta
salam semoga tercurah selalu kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Dalam menyusun dan penulisan makalah ini tidak sedikit menemukan
kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat bantuan dan dorongan dari segala
pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangan dari berbagai pihak
demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Palembang, 10 Juli 2020

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Gas nyata dan Gas ideal

Gas merupakan satu dari tiga wujud zat dan walaupun wujud ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari studi kimia, bab ini terutama hanya
akan membahasa hubungan antara volume, temperatur dan tekanan baik dalam
gas ideal maupun dalam gas nyata, dan teori kinetik molekular gas, dan tidak
secara langsung kimia. Bahasan utamanya terutama tentang perubahan fisika,
dan reaksi kimianya tidak didisuksikan. Namun, sifat fisik gas bergantung
pada struktur molekul gasnya dan sifat kimia gas juga bergantung pada
strukturnya. Perilaku gas yang ada sebagai molekul tunggal adalah contoh
yang baik kebergantungan sifat makroskopik pada struktur mikroskopik.
Maka dari itu semua jenis gas terbagi menjadi dua tipe, yaitu : gas ideal
dan gas nyata. Gas ideal merupakan sebuah gas yang mematuhi persamaan gas
umum dari PV = nRT yang disampaikan secara singkat, sedangkan gas nyata
adalah gas yang tidak mematuhi persamaan gas umum dan menggunakan
hukum-hukum gas hanya pada saat tekanan rendah. (Maron, Samuel Herbert :
5).
Gas nyata (real gas) bersifat menyimpang dari gas ideal, terutama pada
tekanan tinggi dan suhu rendah. Teori Kinetika gas menjelaskan Postulat 1:
massa gas dapat diabaikan jika dibandingkan dengan volume bejana. Pada
tekanan tinggi, atau jika jumlah molekul banyak, volume gas harus
diperhitungkan à volume ideal sebetulnya lebih kecil dari volume real. Gas
nyata hanya mengikuti persamaan gas ideal hanya pada suhu dan tekanan
standar, sedangkan pada keadaan suhu dan tekanan tinggi, gas nyata tidak
mengikuti persamaan gas`ideal.

3
Kita dapat dengan mudah menentukan gas nyata harus dengan hipotesa
gas, seperti semua gas mengandung molekul yang pasti menempati sebuah
volum dan menggunakan saling tarik menarik satu sama lain. Bagaimanapun,
faktor yang mempengaruhi menjadi diabaikan, dan kemungkinan tersebut
ditinjau menjadi gas ideal. Kekuatan tarik antara molekul gas dianggap
diabaikan. Asumsi ini hanya berlaku pada tekanan rendah dan suhu tinggi
karena dalam kondisi molekul berjauhan. Tetapi pada tekanan tinggi dan suhu
rendah volume gas kecil dan sehingga kekuatan menarik meskipun sangat
kecil.
1.1.2 Teori Kinetika Gas
Teori Kinetik Gas merupakan cabang ilmu fisika yang menjelaskan
tentang sifat-sifat gas dengan menggunakan hukum-hukum Newton tentang
gerak berdasarkan gerak acak partikel/molekul penyusun gas yang
berlangsung terus menerus

Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun atas atomatom,
molekul-molekul, atau partikel-partikel. Oksigen, nitrogen, hidrogen, uap air,
bahkan udara di sekitar kita merupakan contoh gas. Sifat-sifat gas dapat
dibedakan menjadi sifat makroskopis dan sifat mikroskopis.

 Sifat makroskopis seperti temperatur, tekanan, dan volume.


 Sifat mikroskopis seperti kelajuan, massa tiap-tiap partikel penyusun inti,
momentum, serta energi yang dikaitkan dengan tingkah laku partikel gas.

Teori Kinetik (atau teori kinetik pada gas) berupaya menjelaskan sifat-
sifat makroskopis gas, seperti tekanan, suhu, atau volume, dengan
memperhatikan komposisi molekular mereka dan gerakannya. Intinya, teori
ini menyatakan bahwa tekanan tidaklah disebabkan oleh gerakan vibrasi
(getaran) di antara molekul-molekul, seperti yang diduga Isaac Newton,
melainkan disebabkan oleh tumbukan antarmolekul yang bergerak pada
kecepatan yang berbeda-beda.

Teori Kinetik dikenal pula sebagai Teori Kinetik-Molekular atau Teori


Tumbukan. Dengan demikian, teroi kinetika gas membahas sifat-sifat gas

4
berdasarkan gerak acak partikelnya yang berlangsung terus menerus. Adapun
gas yang akan dibahas adalah gas ideal, yaitu gas yang secara tepat memenuhi
hukum-hukum gas

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu gas nyata dan gas ideal ?
1.2.2 Apa saja sifat-sifat gas nyata dan gas ideal ?
1.2.3 Apa itu kinetika gas

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui apa itu gas nyata dan gas ideal .
1.3.2 Untuk mengetahui sifat-sifat gas nyata dan gas ideal .
1.3.3 Untuk mengetahui Teori yang berhubungan dengan kinetika gas

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Memeberikan informasi tentang gas nyata dan gas ideal.
1.4.2 Memberikan informasi tentang sifat-sifat gas nyata ddan gas ideal.
1.4.3 Memberikan informasi tentang teori kinetika gas.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gas Nyata
Gas merupakan suatu keadaan atau suatu bahan yang dapat
dimanfaatkan serta mampu mengembang tanpa batas dan bebas bergerak
sekehendaknya. Oleh karena itu tak berbentuk dan tak bervolume. Sangat
bergantumg pada bentuk wadah yang ditempatinya. Gaya tarik menarik
antara partikel-partikelnya kecil. Tumbukan dan hentakannya lemah. Atom-
atom dan molekul-molekulnya senantiasa berseliweran dan berbenturan satu
sama lain dengan dinding wadah yang didiaminya.
Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum
gas ideal, disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai,
yakni gas nyata, tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin
rendah tekanan gas pada temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari
perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan gas, atau dengan dengan kata lain,
semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar deviasinya.
Paling tidak ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Peratama,
definisi temperatur absolut didasarkan asumsi bahwa volume gas real sangat
kecil sehingga bisa diabaikan. Molekul gas pasti memiliki volume nyata
walaupun mungkin sangat kecil. Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin
kecil, beberapa jenis interaksi antarmolekul akan muncul.
Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923)
mengusulkan persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan
sebagai persamaan keadaan van der Waals ataupersamaan van der Waals. Ia
memodifikasi persamaan gas ideal (persamaaan 6.5) dengan cara sebagai
berikut: dengan menambahkan koreksi pada P untuk mengkompensasi
interaksi antarmolekul; mengurango dari suku V yang menjelaskan volume
real molekul gas. Sehingga didapat:
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau

6
P= RT a (a.4 b)
2
(V – b) V
a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk setiap
gas dan disebut dengan tetapan van der Waals (Tabel 6.1). Semakin kecil
nilai a dan b menunjukkan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku
gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini juga berhbungan denagn kemudahan gas
tersebut dicairkan.
Tabel 6.1g Nilai tetapan gas yang umum kita jumpai sehari-hari.

a b
gas
(atm dm6 mol-2) (atm dm6 mol-2)
He 0,0341 0,0237
Ne 0,2107 0,0171
H2 0,244 0,0266
NH3 4,17 0,0371
N2 1,39 0,0391
C2H 4,47 0,0571
CO2 3,59 0,0427
H2O 5,46 0,0305
CO 1,49 0,0399
Hg 8,09 0,0170
O2 1,36 0,0318

Gas nyata bersifat tidak sempurna, yaitu gas yang tidak mematuhi
dengan tepat hukum gas sempurnaa. Penyimpangan hukum terutama lebih
terlihatpada tekanan tinggi dan temperatur rendah, khususnya pada saat gas
akan mengembun menjadi cair.
Kenyataan menunjukkan bahwa hukum gas ideal tidak dapat
mendiskripsi sifat – sifat gas real secara tepat. Sebagai contoh adalah sebagai
berikut :
Jika kita mempunyai satu mol gas, berada pada ruang bertekanan 1
atm dan 0o C, menurut persamaan gas ideal, gas tersebut bervolume 22,4

7
liter. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa pada pengukuran sesungguhnya
ternyata volume 1 mol gas pada 1 atm dan 0o C selalu lebih dari 22,4 liter. Di
lain pihak, jika kita menpunyai 1 mol gas dari 0o C yang ditempatkan pada
bejana bervolume 22,4 liter, ternyata tekanannya kurang dari 1 atm.
Dari kenyataan ini, maka tampak bahwa pada pengukuran gas
sesungguhnya (real), diperoleh hasil pengukuran yang menyimpang formulasi
persamaan keadaan yang lebih realistik dan menyelidiki implikasi persamaan
keadaan tersebut.
Gas Nyata
 Gas nyata berbeda dari gas ideal karena terdapat interaksi di antara
molekul-molekulnya.
 Gaya tolakan cukup berpengaruh saat molekul-molekul akan saling
bertumbuk khususnya pada tekanan sangat tinggi.
 Gas pada tekanan tinggi, gas yang kurang dapat terkompresi
 Gaya tarik yang akan bekerja saat jarak antar

Interaksi Molekul
Gas nyata memperlihatkan penyimpangan dari hukum gas sempurna
karena molekul-molekulnya berinteraksi satu sama lain : gaya tolak antar
molekul membantu pemuaian dan gaya tarik membantu penempatan.
Gaya tolak antar molekul netral hanya bearti jika moleku-molekul
tersebut hampir bersentuhan : gaya ini adalah interaksi jarak pendek,
sekalipun dengan skala yang diukur dalam garis tengah (diameter) molekuler.
Karena gaya itu adalah interaksi jarak pendek, tolak-menolak tidak boleh
diabaikan hanya jika molekul-molekul tersebut secara rata-rata berdekatanaa.
Ini adalah kasus pada tekanan tinggi, jika sejumlah besar molekul menempati
volum yang kecil. Sebaliknya, gaya terik antar molekul mempunyai jereak
relatif jauh dan gaya tarik itupun efektif diatas beberapa diameter molekuler.
Gaya ini penting jika molekul-molekul cukup berdekatan tetapi tidak perlu
bersentuhan. Gaya tarik menjadi tidak efektif jika molekul-molekul terpisah
jauh.

8
Dengan demikian, pada tekanan rendah, jika molekul-molekul
menempati volume yang besar, pada sebagian besar waktu, molekul-molekul
begitu jauh terpisah sehingga gaya antar molekul tidak mempunyai peranan
bearti, dan gas berperilaku sempurna. Pada tekanan sedang, ketika molekul-
molekul secara rata-rata hanya terpisah sejauh beberapa diameter molekuler,
gaya tarik menang terhadap gaya tolak. Dalam hal ini, gas dapat diharapkan
lebih mudah dimamfaatkan ketimbang gas sempurna.
Temperatur dan tekanan kritis
Karena uap air mudah mengembun menjadi air, telah lama diharapkan
bahwa semua gas dapat dicairkan bila didinginkan dan tekanan diberikan.
Namun, ternyata bahwa ada gas yang tidak dapat dicairkan berapa besar
tekanan diberikan bila gas berada di atas temperatur tertentu yang disebut
temperatur kritis. Tekanan yang diperlukan untuk mencairkan gas pada
temperatur kritis disebut dengan tekanan kritis, dan wujud materi pada
temperatur dan tekanan kritis disebut dengan keadaan kritis.
Temperatur kritis ditentukan oleh atraksi intermolekul antar molekul-
molekul gas. Akibatnya temperatur kritis gas nonpolar biasanya rendah. Di
atas nilai temperatur kritis, energi kinetik molekul gas jauh lebih besar dari
atraksi intermolekular dan dengan demikian pencairan dapat terjadi.
Tabel 6.2 Temperatur dan tekanan kritis beberapa gas yang umum dijumpai.
Gas Temperatur Tekanan Gas Temperatur Tekanan kritis (atm)
kritis (K) kritis (K) kritis (K)
H2O 647,2 217,7 N2 126,1 33,5
HCl 224,4 81,6 NH3 405,6 111,5
O2 153,4 49,7 H2 33,3 12,8
Cl2 417 76,1 He 5,3 2,26

Koefisien Virial
Pada volume besar dan temperatur tinggi, isoterm gas nyata dan
isoterm gas sempurna tidak jauh berbeda. Perbedaan kecil ini menunjukkan
bahwa hukum gas sempurna berlaku pada tekanan rendah dan pada
kenyataannya merupakan suku pertama dalam pernyataan yang berbentuk.

9
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)
Dalam banyak penerapan, deret yang lebih cocok adalah
pVm = RT 1+B+C+...
Vm Vm
Pernyataan tersebut adalah dua versi dari persamaan keadaan virial
(nama ini berasal dari kata latin untuk gaya). B, C, . . . , yang bergantung pada
temperatur, adalah koefisien virial yng kedua, ketiga, . . . , koefisien virial
yng ketiga C biasanya kurang penting ketimbang yang kedua B dalam arti
bahwa volume molar khas C/Vm2 << B/Vm. Persamaan virial adalah contoh
pertama dri prosedur umum dalam kimia fisika, dimana satu hukum
sederhana (dalam hal ini pV = nRT) dianggap sebagai suku pertama deret
pangkat satu variabel (dalam hal ini p atau Vm ).
Persamaan virial dapat digunakan untuk memeragakan suatu hal
penting yaitu walaupun persamaan keadaan gas nyata dapat sama dengan gas
sempurna sewaktu p 0, semua sifat-sifatnya tidak perlu sama dengan sifat-
sifat gas sempurna. Perhatikanlah misalnya, nilai dZ/dp, kemiringan grafik
faktor penempatan terhadap tekanan. Untuk gas sempurna berlaku dZ/dp = 0,
tetapi untuk gas nyata berlaku
dZ = B’ + 2Pc’ + . . . B’ ketika p 0
dp
Namun demikian, B’ tidak perlu nol. Oleh karena itu, walaupun untuk
gas nyata Z 1 ketika p 0 (dan lebih umum, persamaan keadaan gas nyata
sama dengan hukum gas sempurna ketika p 0), kemiringan kurva Z
terhadap p tidak mendekati
nol (nilai gas sempurna. Karena sifat-sifat lain yang akan (yang akan kita lihat
nanti) juga begantung pada turunan-turunan, sifat-sifat gas nyata tidak selalu
sama dengan nilai-nilai gas sempurna pada tekanan rendah.

(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau

10
P= RT a (a.4 b)
2
(V – b) V
Dimana :
P = Tekanan absolut gas (atm)
V = Volume spesifik gas (liter)
R = Konstanta gas (0,082 L.atm/mol atau 8,314J/Kmol)
T = Suhu /temperatur absolut gas (K)
n = Jumlah mol gas
a,b = Konstanta Van der Waals

Persamaan Van Der Walls


Persamaan Van der Walls, merupakan salah satu bentuk persamaan
yang lebih mendekati realitas. Meskipun demikian, persamaan inipun belum
sepenuhnya benar. Untuk mendapatkan persamaan ini, kita berangkat dari
persamaan serta sifat gas ideal. Masalah yang akan dibahas, berangkat dari
fakta, bahwa pengukuran terhadap gas real, menyimpang dari keidealan.
Diduga, bahwa penyimpangan gas real terhadap keidealan disebabkan karena
terdapat dua syarat keidealan yang tidak pernah dapat dipenuhi oleh gas real,
yaitu :
1. Molekul – molekul gas ideal dipandang sebagai titik massa yang tak
bervolume atau tidak memakan tempat. Dengan demikian jika ke dalam
ruangan dimasukkan gas, maka seolah- olah partikel gas tidak
membutuhkan tempat. Padahal sebenarnya, tidak ada materi yang tidak
makan tempat. Itulah sebabnya maka volume gas real lebih besar dari pada
gas ideal. Jika penyimpangan volume ini disebut b, maka hubungan antara
V gas real dan V gas ideal adalah :
V = Vid + b (a.1)
Atau
Vid = V – b
dengan V adalah volume molar gas real sedangkan V id adalah volume
molar gas ideal.

11
2. Pada gas ideal diasumsikan bahwa setiap partikal molekul bekerja gaya
atraksi sedemikian rupa sehingga resultantenya = 0, atau dengan perkataan
lain, pada molekul gas ideal tidak terdapat gaya atraksi sama sekali.
Padahal kenyataannya, untuk molekul – molekul yang berada didekat
dinding, masih bekerja gaya straksi. Pengabaian gaya atraksi yang
besarnya berbanding terbalik kuadrat volume atau a/V2 inilah yang
mengakibatkan pengecilan tekanan gas real dibandingkan gas ideal dalam
relasi :
Pid = p + a
V2 (a.2)
dengan p adalah tekanan gas real.
Untuk mendapatkan persamaan Van der Walls, kita bertolak dari
persamaan gas ideal. Karena sesungguhnya persamaan Van der Walls
adalah persamaan gas ideal yang dimodifikasi dengan memperhitungkan
volume partikel serta atraksi antar molekul. Telah kita ketahui bahwa
untuk gas ideal berlaku :
pid Vid = R T
Jika persamaan 1, dimasukkan ke dalam persamaan ini di atas, maka di
peroleh :
pid ( V b ) R T (a.3)
Selanjutnya, substitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (3),
menghasilkan :
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V2

Persamaan (4 a) atau (4 b) itulah yang disebut persamaan Van der Walls.

Tabel 1.1 Koefisien van der walls pada temperatur 298 K.


a/ b/
2 -2
(atm L  mol ) (10 L  mol-2)
-2

Ar 1,325 3,22

12
CO2 3,592 4,267
He 0,034 2,37
N2 1,390 3,913

Penyusunan persamaan
Interaksi tolak-menolak antara molekul –molekul diperhitungkan dengan
asumsi bahwa interaksi itu menyebabkan molekul-molekul beroerilaku seperti
bola kecil tetapi tidak dapat ditembus. Volume bukan nol molekul
menyiratkan bahwa partikel itu tidak bergerak didalam volume V, melainkan
terkekeng didalam volume yang lebih kecil V – nb, dengan menyatakan
perkiraan volume total yang ditempati molekul-molekul sendiri. Dengan
alasan ini kita terdorong untuk mengubah hukum gas sempurna p=nRT/V
menjadi :
p = nRT
V – nb
Tekanan bergantung baik pada frekuensi tabrakan dengan dinding maupun
dengan gaya setiap tabrakan. Baik frekuensi maupun gaya tabrakan berkurang
akibat gaya tarik. Yang terjadi akibat kekuatan yang secara kasar sabanding
dengan konsentrasi molar n/V molekul-molekul di dalam sampel. Oleh
karena itu, tekanan berkurang sebanding dengan kuadrat konsentrasi ini. Jika
pengurangan tekanan ditulis sebagai –a(n/V)2, dengan a menyatakan
konstanta yang khas untuk setiap gas, maka efek gabungan dari gaya tolak
dan gaya tarik adalah persamaan Van Der Walls :
2
p = nRT a n
V – nb V

Persamaan ini sering ditulis dalam istilah volume molar Vm 2 = V/m sebagai
:
p = nRT a
Vm – nb Vm2

13
Istilah a/Vm disebut tekanan internal gas. Terkadang lebih baik untuk
menata ulang persamaan tersebut menjadi bentuk yang menyerupai pV = nRT
:
p + an2 (V – nb) = nRT
V2
Faktor Kompresibilitas (Z) Gas Van Der Walls

Telah diuraikan bahwa pengukuran terhadap tekanan, volume molar serta


temperatur suatu gas tidak memenuhi persaman p V = RT, dan itu terjadi
pada sembarang gas. Karena menyimpang dari sifat keidealan maka gas real
juga disebut gas non ideal. Pernyataan kuantitatif atas besarnya
penyimpangan terhadap keidealan, disebut faktor kompresibilitas Z (berbeda
dengan koefisien kompresibilitas K) dengan Z adalah resiko antar volume
molar suatu gas yang diamati atau gas real (V), dengan volume molar gas
ideal (V id). Jadi :

Z=V (b.1)
Vid
Karena Vid = RT/p maka :
Z=pV atau Z=p V (b.2)
RT RT

Untuk gas ideal, harga Z = 1, dan tidak bergantung pada temperatur dan
tekanan, sedangkan untuk gas real Z merupakan fungsi temperatur dan
tekanan atau ditulis Z = f (T.p). Untuk mendapatkan harga Z dan
hubungannya dengan T dan p, kita ikuti langkah – langkah berikut :
Jika harga p pada persamaan (a.4 b) dimasukka ke dalam persamaan (b.2),
akan diperoleh :

Z= R T a V
(V – b) V2 RT
Atau (b.3)
Z= V a
( V – b) VRT

14
Suku pertama ruas kanan persamaan (b.3) di atas dibagi dengan V baik
pembilang maupun penyebutannya, sehingga persamaan (b.3) menjadi :
Z= 1 a (b.4)
b V R TV
1-V
Tujuan mengubah suku pertama menjadi berbentuk 1 , karena dalam
matematika, b
1-V
mengenai deret terdapat hubungan bahwa :
1 = 1 + x + x2 + x3 + x4 ................... (b.5)
1–x
Asal x mendekati nol. Padahal b/V jelas mendekati nol, sehingga dengan
menggunakan sifat persamaan (b.4 ) dapat ditulis :
1 = 1 + b/V + (b/V)2 + (b/V)3...........
(b.6)
b
1- V
Jika persamaan (b.6) dimasukkan ke dalam persamaan (b.4), dihasilkan :
Z = 1 + b/V + (b/V)2 + (b/V)3.......... a
VRT
Atau
Z = 1 + b/V a + (b/V)2 + (b/V)3........
VRT
Atau
Z = 1 (b – a) / V+ (b/V)2 + (b/V)3............. (b.7)
R T
Persamaan (b.7) adalah Z sebagai fungsi volume, sedang lazimnya Z
dinyatakan sebagai fungsi volume. Untuk itu V harus dinyatakan dalam p.
Sudah barang tentu, seharusnya relasi yang digunakan harus relasi Van der
Walls, tetapi mencari harga V dalam p untuk relasi Van der Walls, tentu tidak
sederhana, karena persamaan Van der Walls merupakan persamaan order 3
dalam V. oleh karena itu kita menggunakan relasi gas ideal untuk mengubah
V dalam p, yaitu :
V=p/RT
Sehingga persamaan (b.7) menjadi :
Z=1 + 1 ( b - a ) p + ( b )2 P2 + ( b )3 P3 + ........(b.8)
R T R T R T R T
Persamaan (b.8) itulah Z sebagai fungsi T dan p yang dicari.

15
Koefisien Virial

Persamaan Virial
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)

o Koefisien harus ditentukan berdasarkan eksperimen

o Nilai koefisien ketiga dan seterusnya sangat kecil dibandingkan koefisien


kedua :
B/Vm >> C/V 2 m

o Gambaran koefisien virial kedua untuk berbagai gas pada variasi


temperatur

16
Persamaan Koefisien Virial
Pada volume besar dan temperatur tinggi, isoterm gas nyata dan
isoterm gas sempurna tidak jauh berbeda. Perbedaan kecil ini menunjukkan
bahwa hukum gas sempurna berlaku pada tekanan rendah dan pada
kenyataannya merupakan suku pertama dalam pernyataan yang berbentuk.
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)
Dalam banyak penerapan, deret yang lebih cocok adalah
pVm = RT 1+B+C+...
Vm Vm
Pernyataan tersebut adalah dua versi dari persamaan keadaan virial
(nama ini berasal dari kata latin untuk gaya). B, C, . . . , yang bergantung pada
temperatur, adalah koefisien virial yng kedua, ketiga, . . . , koefisien virial
yng ketiga C biasanya kurang penting ketimbang yang kedua B dalam arti
bahwa volume molar khas C/Vm2 << B/Vm. Persamaan virial adalah contoh
pertama dri prosedur umum dalam kimia fisika, dimana satu hukum
sederhana (dalam hal ini pV = nRT) dianggap sebagai suku pertama deret
pangkat satu variabel (dalam hal ini p atau Vm ).
Persamaan virial dapat digunakan untuk memeragakan suatu hal
penting yaitu walaupun persamaan keadaan gas nyata dapat sama dengan gas
sempurna sewaktu p 0, semua sifat-sifatnya tidak perlu sama dengan sifat-
sifat gas sempurna. Perhatikanlah misalnya, nilai dZ/dp, kemiringan grafik

17
faktor penempatan terhadap tekanan. Untuk gas sempurna berlaku dZ/dp = 0,
tetapi untuk gas nyata berlaku
dZ = B’ + 2Pc’ + . . . B’ ketika p 0
dp
Namun demikian, B’ tidak perlu nol. Oleh karena itu, walaupun untuk
gas nyata Z 1 ketika p 0 (dan lebih umum, persamaan keadaan gas nyata
sama dengan hukum gas sempurna ketika p 0), kemiringan kurva Z
terhadap p tidak mendekati nol (nilai gas sempurna. Karena sifat-sifat lain
yang akan (yang akan kita lihat nanti) juga begantung pada turunan-turunan,
sifat-sifat gas nyata tidak selalu sama dengan nilai-nilai gas sempurna pada
tekanan rendah.
Pengembunan

Sekarang, bayangkanlah apa yang terjadi jika volume suatu sampel


gas yang mula-mula berada pada keadaan tertanda A dalam gambar diatas
dikurangi pada temperatur tetap (dengan cara memanpatkannya di dalam
sebuah piston). Didekat A, tekanan gas naik kurang lebih sesuai dengan
hukum Boyle. Penyimpangan serius dari hukum itu mulai tampak ketika
volume sudah berkurang sampai B.
Pada C (yang sama dengan kira-kira 60 atm dalam hal
karbondioksida), semua kemiringan dengan perilaku sempurna hilang, karena
mendadak piston bergerser masuk tanpa ada kenaikan tekanan : ditandai

18
dengan garis mendatar CDE. Pemeriksaan isi silinder memperlihatkan bahwa
tepat disebelah kiri C muncul cairan, dan terdapat dua fase yang
dipisahkanoleh permukaan yang jelas. Sewaktu volume terus dikecilkan dari
C melalui D ke E, jumlah cairan bertambah. Pada tahap ini tidak ada
tambahan tahanan pada piston karena gas dapat menggapinya dengan
mengembun. Tekanan yang berpadanan dengan garis CDE, pada saat baik
cairan maupun uap ada dalam kesetimbangan, disebut tekanan uap cairan ini
pada temperatur eksperimen.
Pada E, semua sampel berwujud cairan dan piston berhenti pada
permukaan cairan. Pengurangan volume lebih jauh memerlukan pengerahan
tekanan yang besae. Hal itu diperlihatkan dengan garis yang menanjak tajam
disebelah kiri E. Bahkan sedikit pengurangan volume dari E ke F
memerlukan penambahan tekanan yang besar.
Asas Keadaan Yang Bersesuaian
 Sebagai skala relatif untuk membandingkan sifat beberapa obyek
 Menggunakan konstanta kritis sebagai sifat fisik suatu gas maka akan
diperoleh skala baru.
a) Tekanan Tereduksi : pr = p
pc
b) Volume Tereduksi : Vr = Vm
Vc
c) Temperatur Tereduksi : Tr = T
Tc
 Pengamatan yang mewujudkan gas nyata pada volume dan temperatur
yang sama melakukan tekanan tereduksi yang sama disebut asas keadaan
yang bersesuaian.
Fugasitas Gas Nyata
Potensial kimia gas ideal adalah fungsi dari tekanan gas, sedangkan untuk
gas nyata, diberikan dengan hubungan :

R T ln f (c.1)

19
Lim f =1 (c.2)
p 0
p

yaitu apabila tekanan mendekati nol, fugasitas mendekati tekanan. Dengan


kata lain untuk gas ideal, tekanan dan fugasitas adalah sama, dan secara fisika
fugasitas adalah ukuran dari tekanan gas nyata.
adalah potensial kimia standar, yaitu potensial kimia bila fugasitas
adalah satu

2.2 Gas Ideal


Gas ideal adalah gas yang gaya tarik menarik antara molekul dan volume
fisiknya dapat diabaikan. Keterkaitan antara parameter volume (V), tekanan (P),
temperatur (T) dan jumlah partikel (n) dari gas ideal terangkum dalam suatu
persamaan, yaitu PV = nRT. Persamaan gas ideal ini diturunkan dari hukum-
hukum yang diperoleh pada kondisi percobaan yang berbeda, yaitu hukum Boyle,
hukum Charles dan Gay Lussac, serta hukum Avogadro.
Dalam wujud gas, gerakan translasi molekul-molekul sudah menyebabkan
molekul-molekul memiliki energi yang cukup besar sehingga melampaui gaya
tarik menarik antar molekul. Kecepatan molekul gas sangat tinggi dan arahnya
selalu berubah-ubah. Keadaan seperti ini menghasilkan gerakan tak teratur
(random). Pada tekanan biasa, molekul-molekul gas terpisah satu sama lain
dengan jarak yang cukup besar, sehingga menyebabkan gaya tarik menarik
mereka semakin tidak berarti.
Keadaan setiap gas ditentukan oleh sejumlah parameter, biasanya volum
(V), tekanan (P), temperatur (T), dan jumlah mol (n). Antara keempat parameter
ini terdapat hubungan tertentu, yang biasa dinyatakan sebagai suatu fungsi volum,
yaitu:
V = V(TPn)
Fungsi ini memperlihatkan ketergantungan volum suatu gas terhadap temperatur,
tekanan, dan jumlah mol gasnya. Hal ini berarti bahwa volume gas berubah akibat
perubahan paramater-parameter temperatur, tekanan, dan jumlah (mol) gas
tersebut.

20
Besarnya perubahan volum yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan
parameter tersebut secara matematika dituliskan sebagai berikut.

Persaaan diatas memilki 3 kuoisien :


∂V
1. Kuosien pertama, [ ]
∂T
n,P, menyatakan perubahan volum yang

diakibatkan oleh berubahnya temperatur pada tekanan dan jumlah mol


yang tetap.
∂V
2. Kuosien kedua, [ ]
∂P
n, T , menyatakan berubahnya volum yang

diakibatkan oleh berubahnya tekanan pada temperatur dan jumlah mol


yang tetap.
∂V
3. Kuosien ketiga, [ ]
∂n
n, T , menyatakan berubahnya volum yang

diakibatkan oleh berubahnya jumlah mol pada temperatur dan tekanan


yang tetap.
Perubahan volum total gas yang diakibatkan oleh berubahnya temperatur,
tekanan, dan jumlah mol dapat diketahui jika semua kuosiennya juga diketahui.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang kuosien-kuosien tersebut sangat diperlukan.
Dari nilai-nilai kuosien yang diketahui, hubungan antara parameter-parameter
gas seperti telah diuraikan, membentuk suatu persamaan yang disebut persamaan
keadaan gas. Untuk gas ideal biasa disebut persamaan keadaan gas ideal. Selain
itu, dikenal juga persamaan-persamaan keadaan gas nyata, dalam bentuk
persamaan van der Waals, Berthelot, Redlich-Kwong, virial.
Untuk memudahkan dalam mempelajari sistem gas, maka perlu dibuat
beberapa anggapan dasar mengenai sifat gas, dan selanjutnya gas yang
mempunyai sifat sesuai dengan anggapan dasar tersebut disebut gas ideal.

2.2.1 Persamaan Gas Ideal

21
Hubungan antara ke empat parameter P,V,n dan T dapat diperoleh dari
hukum Boyle, Charles-Gay Lussac, dan Avogadro dengan cara memasukkan
kuosien-kuosien yang telah diperoleh dari ketiga hukum tersebut ke dalam
persamaan 1.2 di atas.

∂V V
Dari hukum Gay Lussac diperoleh [ ]
∂P
n,P = k 2=
T

∂V V
Dari hukum Boyle diperoleh [ ]
∂P
T,n ¿−
P

∂V V
Dari hukum Avogadro diperoleh [ ]
∂n
P,T = k 3=
n
sehingga persamaannya menjadi :
V −V V
dV ❑ = dT = + dn
T P n
1
Jika persamaan tersebut dikalikan diperoleh persamaan berikut ini.
V
dV −dP dT dn
= + +
V P T n
Hasil integranya aalah :
dV dP dT dn
∫ V
=−¿ ∫
P
+∫
T
+∫ ¿
n
ln V =−ln P+ln T + ln n+tetapan , jika tetapan integrasi adalah R maka
ln V + ln P=ln T + ln n+ln R ,
ln PV =lnnRT
Atau PV =nRT
Rumus ini merupakan persamaan keadaan gas ideal yang penting, dengan
R adalah konstanta gas universal yang ditentukan per mol gas. Jika satu gas
bersifat ideal maka perbandingan PV/(T) akan selalu memiliki nilai yang tetap,
meskipun variabel-variabelnya berubah. Dengan ungkapan lain :
PV
R=
T

22
Tetapan gas R dapat dievaluasi secara eksperimen dengan menggunakan
gas yang diketahui jumlah molnya pada temperatur tertentu dan dilakukan sederet
pengukuran tekanan–volum berturut-turut pada tekanan yang semakin rendah.
Evaluasi dari PV/(nT) pada limit tekanan menuju nol menghasilkan R:

- Hukum Dalton
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa jika dalam ruangan bervolume V
dan temperatur T terdapat campuran nA mol gas A, nB mol gas B, dan nC mol
gas C, maka menurut persamaan gas ideal tekanan masing-masing adalah sebagai
berikut.

Pada temperatur tetap, tekanan total yang akan ditimbulkan oleh campuran gas
yang berada di dalam ruangan tertentu sama dengan jumlah tekanan masing-
masing gas tersebut jika sekiranya ditempatkan di dalam ruangan tersebut
sendirian.

Dengan
Jika masing-masing tekanan parsial dibandingkan dengan tekanan total,
maka akan diperoleh persamaan-persamaan berikut ini.
Atau secara umum :

23
Dan
Persamaan tersebut menyatakan tekanan parsial gas setiap gas Pi yang
memiliki fraksi-mol Xi. Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung
berbagai sifat gas ideal atau gas yang dapat diperlakukan ideal.

2.3 perbedaan antara gas Ideal dan Gas nyata

Gas Nyata Gas ideal


 molekul gas nyata memiliki ukuran  Gas Ideal tidak memiliki gaya
dan volume. Selanjutnya mereka antarmolekul dan molekul gas
memiliki gaya antarmolekul. dianggap sebagai partikel titik.
 gas Nyata berperilaku dengan cara  Gas Ideal tidak dapat ditemukan
ini pada suhu dan tekanan tertentu. dalam kenyataan
 Gas nyata berperilaku gas sebagai  Gas ideal cenderung berperilaku
ideal pada tekanan rendah dan suhu sebagai gas nyata dalam tekanan
tinggi. tinggi dan suhu rendah.
 gas nyata tidak bisa. Untuk  Gas Ideal dapat berhubungan
menentukan gas nyata, ada dengan persamaan PV = nRT =
persamaan jauh lebih rumit. NKT

2.4 Hubungan antara Tekanan, Energi Kinetik Gas dan Suhu dalam gas
ideal

24
Salah satu sifat gas ideal adalah molekul-molekulnya dapat bergerak bebas
(acak). Sekarang kita akan membahas pengaruh gerak molekulmolekul gas
terhadap sifat gas secara umum dengan Teori Kinetik Gas. Beberapa konsep yang
dibicarakan dalam teori kinetik gas antara lain tekanan akibat gerak molekul gas,
kecepatan molekul gas, dan energi kinetik gas.

2.4.1 Tekanan Gas


Gambar disamping merupakan suatu gas yang berada dalam ruangan tertutup
sebagai partikel-partikel yang selalu bergerak setiap saat. Dan akhirnya partikel-
partikel tersebut selalu menumbuk dinding kubus
sehingga menimbulkan tekanan suhu gas dengan
kecepatan tertentu

Tekanan gas di dalam sebuah ruangan


tertutup sama dengan tekanan gas pada
dindingnya akibat ditumbuk molekul gas. Gaya
tumbukan yang merupakan laju momentum
terhadap dinding inilah yang memberikan tekanan gas.

Tekanan Gas dalam Ruang Tertutup


Gambar disamping menunjukkan sebuah partikel gas yang massanya m
dalam kubus tertutup yang memiliki panjang rusuk L. sebuah partikel dari gas
ideal tersebut bergerak dalam arah sb-x dengan
kecepatan vx dan melakukan gerak bolak-balik. Jarak
yang ditempuh partikel tersebut adalah 2L. Kecepatan
selama bergerak selalu sama karena tumbukan yang
terjadi antarpartikel dan dinding sebagai tumbukan
lenting sempurna. Waktu tempuh partikel pada gerak
bolak-balik adalah :
s 2ℓ
Δt= ⟹ Δt= v
vx x

25
Adapun perubahan momentum (selisih) yang dialami partikel dapat ditulis sebagai
berikut.
Perubahan momentum = momentum akhir – momentum awal
ΔP=P2 −P1
ΔP=−mv x 2 −mv x 1 =m(−v 2 −v 1 )x =−2 mv x
Tanda negatif pada momentum menunjikkan arah gerak partikel setelah
tumbukan, yang berlawanan arah dengan gerak awalnya seperti terlihat pada
gambar diatas.
Dari persamaan perubahan momentum tersebut, dapat dicari gaya yang
bekerja pada partikel, yaituperubahan momentum yang dipindahkan oleh partikel
kedinding per satuan waktu.
2
ΔP 2 mv x mv x
F= = =
Δt 2ℓ ℓ
vx
Untuk mengetahui tekanan yang dialami dinding, persamaan tersebut
dibagi dengan luas permukaan kubus (A). Hal tersebut dikarenakan tekanan
merupakan perubahan momentum yang dipindahkan oleh sejumlah partikel ke
dinding per satuan waktu untuk setiap satuan luas.

F Keterangan :
P P = tekanan (N/m2 = Pa)
A F = gaya (N)
2
mv A = luas penampang (m2)
Jika persamaan Fx= x

disubtitusikan ke
persamaan
F
P
A
menjadi
mv 2 mv 2
Px = x = x 2
ℓ Aℓ mv x
Px =
A Karena l.A = V maka V
Pₓ adalah tekanan pada dinding untuk sumbu-x . Dengan cara yang sama, tekanan
gas pada dinding tegak searah sumbu-y dan sumbu-z.

26
Pada persamaan tersebut, partikel yang menumbuk dinding tidak hanya satu
partikel, tetapi sejumlah N partikel. Sehingga:

 N m vx2 
Px   
 V 
 N m vy 2 
Py   
 V
 
 N m vz2 
Pz   
 V 
Walaupun arah kecepatan molekul tidak sama, namun besar kecepatan (kelajuan)

molekul gas ke semua arah dapat dianggap sama


v 2x =v 2y =v 2z sehingga
2
v =v 2x =v 2y=v 2z
Karena kecepatan tiap partikel tidak sama, maka diambil rata-
ratanya sehingga diperoleh:
1
v 2
=3v 2x v 2x = v 2
atau 3
Jika
2
1 Nmv x
v 2x = v 2 Px =
3 disubstitusikan ke persamaan V menjadi
Nm 1 2
Px = v
V 3 atau

1 Nmv 2 2 N Ek
P= P=
3 V atau 3 V

Keterangan :
P =  Tekanan gas (N/m2)
v =  Kecepatan partikel gas (m/s)
m = Massa tiap partikel gas (kg)
N =  Jumlah partikel gas
V =  Volume gas (m3)

2.5 Hubungan energi kinetik rata-rata dengan suhu mutlak dalam gas ideal

Jika partikel atau molekul gas hanya satu, maka:


3 3
Ek = RT Ek  kT
2 2

27
Atau

Jika partikel atau molekul gas lebih dari satu, maka:


3 3
Ek = nRT Ek = NkT
2 Atau 2
Keterangan:
Ek = Energi kinetik rata-rata gas (Joule)
N = Jumlah partikel
k = konstanta Boltzman (1,38 x 10-23 J/K)

2.5.1 Kecepatan Gerak Partikel

Kecepatan efektif gas ideal vrms (rms = root mean square) didefinisikan sebagai
akar pangkat dua dari rata-rata kuadrat kecepatan. Yang secara matematis :

atau

Untuk menentukan besarnya kecepatan gerak dari partikel di dalam gas ideal
digunakan rumus energi kinetik pada gas ideal.

1
Ek = m v 2
substitusikan 2

1 2 3 3 kT
m v = kT Sehingga v 2=
2 2 m

Maka kecepatan rata-rata partikel gas idealnya adalah

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.1.1 Gas Ideal dan gas nyata

Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum
gas ideal, disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai,
yakni gas nyata, tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin
rendah tekanan gas pada temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari
perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan gas, atau dengan dengan kata lain,
semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar deviasinya.
Gas nyata memiliki sifat :
 Volume molekul gas nyata tidak dapat diabaikan
 Terdapat gaya tarik menarik antara molekul-molekul gas terutama jika
tekanan diperbesar atau volum diperkecil
 Adanya interaksi atau gaya tarik menarik antar molekul gas nyata yang
sangat kuat, menyebabkan gerakan molekulnya tidak lurus, dan tekanan
ke dinding menjadi kecil, lebih kecil daripada gas ideal.
 Memenuhi persamaan

(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V2
Dimana :
P = Tekanan absolut gas (atm)
V = Volume spesifik gas (liter)
R = Konstanta gas (0,082 L.atm/mol atau 8,314J/Kmol)
T = Suhu /temperatur absolut gas (K)

29
n = Jumlah mol gas
a,b = Konstanta Van der Waals

3.1.2 Teori Kinetika Gas

Teori kinetik gas adalah yang menjelaskan perilaku system-sistem fisis


dengan menganggap bahwa sistem-sistem fisis tersebut terdiri atas sejumlah besar
molekul yang bergarak sangat cepat.
Teori ini didasarkan atas 3 pengandaian:
1. Gas terdiri daripada molekul-molekul yang bergerak secara acak dan tanpa
henti.
2. Ukuran molekul-molekul dianggap terlalu kecil sehingga boleh diabaikan,
maksudnya garis pusatnya lebih kecil daripada jarak purata yang dilaluinya
antara perlanggaran.
3. Molekul-molekul gas tidak berinteraksi antara satu sama lain. Perlanggaran
sesama sendiri dan dengan dinding bekas adalah kenyal yaitu jumlah tenaga
kinetik molekulnya sama sebelum dan sesudah perlanggaran.
Dapat kita ketahui bahwa sifat gas itu terdiri atas partikel dalam jumlah
banyak yang disebut molekul. Partikelnya bergerak secara acak atau sembarang
tidak ada gaya tarik-menarik antara partikel yang satu dengan partikel yang lain,
selang waktu tumbukan antara satu partikel dengan partikel yang lain berlangsung
sangat singkat. Macam-macam gas yaitu monatomik,diatomik,dan poliatomik.

30
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisik. Penerbit UI-Press: Yogyakarta.

Dogra, s. 1984. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Penerbit UI-Press: Jakarta.

Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2000. Kimia Fisik 1. UPI: Bandung

Siswanto ,2007, kempetensi Fisika, Yogyakarta:Citra Aji parama.

Sukardjo, 2002, Kimia Fisika, Jakarta: Rineka Cipta.

Rachmat.Dkk, 1999, Sains Fisika 3a SMA,Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardjo,1990,Kimia Organik,Jakarta: Rineka cipta.

Roymond A.Serway dan Jhon W. Jewett. Fisika Untuk Sains Dan Teknik.

Salemba Teknika: Jakarta. 2010

U. rachmat dkk.  Sains Fisika untuk SMU. PT Bumi Aksara: Jakarta. 2000

Siswanto dan Sukaryadi. Kompetensi Fisika. PT Citra Aji Parama: Yogyakarta.

2007

Daryanto. Fisika Teknik. Jakarta: Rineka Cipta. 1997

https://id.wikipedia.org/wiki/Gas_ideal

https://id.wikipedia.org/wiki/Gas_nyata

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_kinetika_gas

https://www.studiobelajar.com/teori-kinetik-gas/

31

Anda mungkin juga menyukai